Anda di halaman 1dari 16

KODE MODUL: IN-2-P1

MODUL
MATERI PENGUATAN IN-2 KEGIATAN TRAINING OF TRAINER (ToT)
PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DALAM MENGEMBANGKAN
KURIKULUM, PEMBELAJARAN, DAN PENILAIAN YANG
MENGAKOMODASI PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA
SATUAN PENDIDIKAN KHUSUS ATAU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

PENGANTAR MATERI
PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT GURU PENDIDIKAN MENENGAH DAN PENDIDIKAN KHUSUS
TAHUN 2022
MATERI PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS

1. Topik Pembelajaran Modul


Topik pembelajaran modul adalah Program Kebutuhan Khusus
2. Alokasi Waktu Tatap Muka
Alokasi waktu tatap muka untuk modul ini adalah 4 jam pelatihan @ 60 menit
(240 menit).
3. Capaian Pelatihan
Capaian pelatihan pada materi ini adalah peserta IN-2 secara mandiri dapat
memanfaatkan pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman dan
keterampilan mengenai Program Kebutuhan Khusus
4. Tujuan Pembelajaran
a. Peserta memahami dan menjelaskan konsep Program Kebutuhan Khusus
b. Peserta memahami dan menjelaskan hasil asesmen kebutuhan khusus peserta
didik sebagai acuan dalam layanan Program Kebutuhan Khusus
c. Peserta memahami dan menjelaskan perencanaan dan pelaksanaan Program
Kebutuhan Khusus
5. Skenario Pembelajaran
a. Visualisasi
Peserta diajak menonton video tentang Layanan Program Kebutuhan Khusus.
Tayangan video untuk memantik tentang konsep dasar dan praktik layanan
Program Kebutuhan Khusus. Setelah menayangkan video dilanjutkan dengan
dialog interaktif.
b. Dialog interaktif
1) Peserta diajak berdiskusi hal-hal yang menarik dari video tentang layanan
Program Kebutuhan Khusus.
2) Dalam dialog interaktif tersebut narasumber menggali jawaban peserta
pada materi tentang konsep dan layanan Program Kebutuhan Khusus bagi
PDBK sesuai dengan kondisi dan kekhususannya.
3) Dialog interaktif diawali dengan pertanyaan-pertanyaan pemantik sebagai
berikut.
a) Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang Program Kebutuhan Khusus?
b) Apakah layanan Program Kebutuhan Khusus sudah diberikan kepada
PDBK di sekolah Bapak/Ibu?
c) Menurut Bapak/Ibu, sudah sesuaikah layanan Program Kebutuhan
Khusus yang diberikan di sekolah Bapak/Ibu?
4) Penyampaian materi keseluruhan
Narasumber presentasi dengan menayangkan Ppt secara keseluruhan
mengenai Program Kebutuhan Khusus meliputi:
a) Konsep Program Kebutuhan Khusus;
b) Asesmen kebutuhan khusus
c) Perencanaan dan Pelaksanaan Program Kebutuhan Khusus
5) Latihan/Penugasan
Peserta diberi latihan/penugasan terkait konsep Program Kebutuhan
Khusus, asesmen kebutuhan khusus dan layanan individual Program
Kebutuhan Khusus di SLB serta menuliskannya pada kertas tempel
warna/memo stick dan pada lembar kerja yang telah disiapkan.
6) Presentasi /laporan hasil latihan/penugasan
Setelah selesai mengerjakan latihan/penugasan, hasilnya ditempel pada
kertas plano atau flipchart. beberapa peserta (perwakilan peserta laki-laki
dan perempuan) melaporkan hasil latihan/tugasnya.
7) Penyimpulan materi dan penutup.

Visualisasi Menonton
Video tentang Praktik Dialog Interaktif Hal- Penyampaian Materi
Layanan Program hal yang Menarik dari Keseluruhan
Kebutuhan Khusus Tayangan Video 20 Tayangan PPT 90
10 menit menit menit

Presentasi/Laporan
Penyimpulan Materi Hasil
Latihan/Penugasan
dan Penutup 10 Latihan/Penugasan
60 menit
menit 50 menit

Gambar 1 Skenrio Pembelajaran


6. Media Pembelajaran
Media pembelajaran yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran materi ajar
Program Kebutuhan Khusus di SLB adalah:
a. LCD proyektor, layar dan sound system.
b. Laptop, printer, dan jaringan internet.
c. Bahan tayang (PPT dan Video)
d. Kertas tempel warna/memo stick
e. Kertas plano atau flipchart
f. Spidol berwarna
g. Pensil
h. Pulpen
i. Penghapus
j. Gunting
k. Shop Lakban atau doubletip.

7. Uraian Materi

PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS


a. Rasional
Program Kebutuhan Khusus merupakan suatu layanan intervensi dan/atau
pengembangan yang dilakukan sebagai bentuk kompensasi atau penguatan
akibat kekhususan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus dengan
tujuan meminimalkan hambatan dan meningkatan akses dalam mengikuti
pendidikan dan pembelajaran yang lebih optimal.
Program Kebutuhan Khusus disebut sebagai bentuk kompensasi atau
penguatan, karena memfasilitasi peserta didik berkebutuhan khusus yang
mengalami hambatan pada salah satu atau beberapa aspek tertentu, dialihkan
dan/atau digantikan kepada fungsi lain yang memungkinkan dapat
menggantikan fungsi yang hilang atau yang lemah. Secara umum, layanan
Program Kebutuhan Khusus ini membimbing peserta didik berkebutuhan
khusus untuk mengembangkan keterampilan hidupnya sehingga mereka
dapat beradaptasi dan menunjukkan perilaku positif dalam menghadapi
tuntutan dan tantangan kehidupan sehari-hari dengan efektif.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor
10/D/KR/2017, terdapat lima layanan Program Kebutuhan Khusus sesuaian
dengan kekhususan peserta didik, yaitu:
o Pengembangan Orientasi Mobilitas, Sosial, dan Komunikasi (POMSK) bagi
peserta didik tunanetra
o Pengembangan Komunikasi, Persepsi Bunyi, dan Irama (PKPBI) bagi
peserta didik tunarungu
o Pengembangan Diri bagi peserta didik tunagrahita
o Pengembangan Diri dan Gerak bagi peserta didik tunadaksa
o Pengembangan Komunikasi, Interaksi Sosial, dan Perilaku (PKISP) bagi
peserta didik autis.
b. Hakikat Program Kebutuhan Khusus Setiap Jenis Kekhususan
1) Pengembangan Orientasi Mobilitas, Sosial, dan Komunikasi
Tunanetra merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan kondisi
hilangnya penglihatan seseorang, baik sebagian maupun seluruhnya.
Peserta didik tunanetra akan mengalami kesulitan atau bahkan tidak
mampu menerima rangsang visual sehingga indera penglihatan tidak
menjadi modalitas yang digunakan untuk belajar. Oleh karena itu peserta
didik tunanetra menggunakan sentuhan dan pendengaran sebagai
modalitas belajarnya.

Ada tiga keterbatasan yang dialami tunanetra yaitu keterbatasan dalam


lingkup keberagaman pengalaman, keterbatasan berinteraksi dengan
lingkungan dan keterbatasan berpindah tempat. Keterbatasan berpindah
tempat merupakan keterbatasan utama yang dialami oleh seorang
tunanetra.

Keterbatasan peserta didik tunanetra dalam bergerak atau berpindah


tempat dapat diatasi melalui program orientasi dan mobilitas. Orientasi
dan mobilitas terdiri dari dua aktivitas yang tidak dapat dipisahkan.
Orientasi merupakan penggunaan indera yang masih berfungsi untuk
mengetahui tanda, isyarat benda dan orang di lingkungan yang akan
menjadi peta mental tentang lingkungan, sedangkan mobilitas
kemampuan berpindah tempat menuju ke tempat lain secara aman dan
efisien (Smith & Tyler, 2010: 378; Friend & Bursick, 2012:185). Ketika
akan melakukan mobilitas, seseorang terlebih dahulu melakukan orientasi
mengenai benda dan tanda penting di sekitarnya, seperti posisi meja,
kursi, lemari dan sebagainya. Kegiatan ini akan memberikan gambaran
kepada seorang tunanetra tentang kondisi lingkungan di sekitarnya.
Seseorang akan melakukan mobilitas sesuai dengan gambaran
lingkungan yang telah di orientasi. Keterampilan orientasi dan mobilitas
dapat membantu seseorang untuk bergerak di lingkungannya saat ini
dan sangat mendukung kemandirian di lingkungan nantinya (Gargiulo
& Kilgo, 2005: 293). Hal inilah yang menjadikan program orientasi dan
mobilitas menjadi penting untuk diberikan pada peserta didik tunanetra.

Keterbatasan kemampuan berpindah tempat dapat mengurangi


keterbatasan-keterbatasan dalam berkomunikasi, berinteraksi dengan
lingkungan dan berbagai bidang kehidupan lainnya. Untuk mengurangi
dampak dari keterbatasan tersebut program orientasi mobilitas
terintegrasi dengan dua program khusus lainnya yaitu sosial dan
komunikasi. Pengembangan sosial diarahkan pada aktivitas keterampilan
hidup sehari-hari, seperti tata cara pemenuhan diri sendiri (makan,
toileting), merapikan/membersihkan rumah dan lingkungannya. Dengan
demikian peserta didik tunanetra dapat melakukan kegiatan hariannya
secara mandiri tanpa bantuan orang lain.

Pengembangan komunikasi menekankan pada bagaimana peserta didik


tunanetra dapat mengkomunikasikan secara lisan pikiran dan maksudnya
dengan ekspresif dan menarik kepada orang lain. Banyak tunanetra
mengomunikasikan pikiran dan maksudnya tidak ekspresi dan tidak
menarik. Hal ini bukan berarti tunanetra tidak bisa melakukannya, tetapi
tidak mendapatkan latihan contoh dari lingkungannya karena
ketunanetraannya.

Pengintegrasian pengembangan sosial dan keterampilan pada layanan


orientasi dan mobilitas, maka program kebutuhan khusus bagi peserta
didik tunanetra dikenal dengan sebutan Pengembangan Orientasi
Mobilitas, Sosial dan Komunikasi (POMSK). Program kebutuhan khusus
ini sebagai bentuk kompensasi dari hambatan pengelihatan yang dialami
peserta didik tunanetra dengan tujuan untuk mengurangi hambatan
dan meningkatkan akses dalam pembelajaran.

Aspek POMSK melingkupi 1) orientasi dan mobilitas, 2) sosial, dan 3)


komunikasi. Untuk mengetahui hal-hal yang sudah atau belum dikuasai
terhadap ketiga elemen POMSK, guru harus melakukan identifikasi dan
ditindaklanjuti dengan asesmen. Hasil asesmen dari ketiga elemen tersebut
menjadi acuan dalam merancang perencanaan layanan POMSK.
(Pelaksanaan identifikasi dan asesmen serta penyusunan rencana pelaksanaanya
dapat dilihat pada modul POMSK)

2) Pengembangan Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama


Peserta didik tunarungu adalah peserta didik yang mengalami kehilangan
pendengaran pada sebagian atau seluruh fungsi pendengarannya sehingga
kurang/tidak bisa mengoptimalkan pendengarannya dalam kehidupan
sehari-hari. Ketunarunguan berdampak pada keterbatasan mempersepsi
bunyi, terutama bunyi bahasa. Oleh karena itu dampak terberat yang
dirasakan oleh seorang tunarungu adalah kemiskinan dalam berbahasa
yang menghambat komunikasi sehari-hari terutama komunikasi secara
lisan.

Konsep penyelenggaraan pendidikan khusus menitikberatkan pada


kemampuan peserta didik yang masih memungkinkan dapat
dikembangkan. Hal ini mengisyaratkan bahwa seberat apa pun
ketunarunguan peserta didik, mereka perlu diberi layanan program
kebutuhan khusus untuk meningkatkan kemampuan mempersepsi bunyi
dan mengurangi dampak dari ketunarunguannya. Oleh karena itu peserta
didik tunarungu diberikan layanan program kebutuhan khusus berupa
Pengembangan Persepsi Bunyi, dan Irama agar mereka siap memasuki
dunia yang penuh dengan bunyi.

Pengembangan Komunikasi, Persepsi Bunyi, dan Irama (PKPBI) ialah


pembinaan komunikasi dan penghayatan bunyi yang dilakukan dengan
sengaja atau tidak sengaja, sehingga kemampuan komunikasi dan
mempersepsi bunyi melalui pendengaran dan perasaan vibrasi yang masih
dimiliki peserta didik tunarungu dapat dipergunakan sebaik-baiknya
untuk berintegrasi dengan dunia sekelilingnya yang penuh dengan bunyi.
Pembinaan secara sengaja yang dimaksud adalah pembinaan dilakukan
secara terprogram. Artinya setelah dilakukan identifikasi dan asesmen,
guru menyusun perencanaan program, menetapkan tujuan, metode
pelaksanaan, alokasi waktu, dan penilaian. Pembinaan secara tidak sengaja
adalah pembinaan yang spontan karena peserta didik bereaksi terhadap
bunyi latar belakang yang hadir pada situasi tertentu. Misalnya, ketika
dalam suatu pembelajaran di dalam kelas, tiba-tiba dengar bunyi motor dan
peserta didik bereaksi terhadap bunyi tersebut. Guru merespon reaksi
peserta didik kemudian mempercakapkan respon tersebut dan kembali lagi
pada aktivitas pembelajaran.
Guru hendaknya memperhatikan prinsip layanan PKPBI agar peserta didik
tunarungu memiliki kesadaran akan bunyi, memahami konsep bunyi, dan
mengimplementasikan bunyi untuk keperluan hidup sehari-hari.

Dalam pelaksanaan PKPBI, hendaknya guru memahami bahwa


pengembangan komunikasi merujuk pada kemampuan komunikasi dan
berbahasa, karena bahasa merupakan alat komunikasi. Pengembangan
persepsi bunyi dan irama merujuk pada kemampuan mendengar yang
terkait dengan tahap pemahaman peserta didik terhadap bunyi. Untuk
mengetahui kemampuan komunikasi dan bahasa, serta kemampuan
mendengar peserta didik, guru harus melakukan identifikasi dan asesmen.
Dari hasil identifikasi akan diperoleh informasi tentang dugaan-dugaan
bahwa ketunarunguan peserta didik berdampak pada capaian taraf
penguasaan bahasa, kemampuan berbahasa lisan dan tulisan baik secara
resptif maupun ekspresif, media komunikasi yang lebih memiliki peluang
untuk dikembangkan, dan tahap pemahaman peserta didik terhadap
bunyi.
Dugaan-dugaan hasil identifikasi ditindaklanjuti dengan asesmen agar
guru mengetahui apa yang sudah/belum dikuasai dan apa yang
dibutuhkan peserta didik.
Hal-hal yang harus diidentifikasi dan diasesmen oleh guru sebelum
melaksanakan PKPBI antara lain:
o Aspek Komunikasi
§ Kemampuan berbahasa
- Reseptif; melingkupi kemampuan bahasa reseptif lisan (menyimak/
membaca ujaran, menyimak isyarat) dan kemampuan bahasa reseptif
tulisan (membaca tulisan)
- Ekspresif; melingkupi kemampuan bahasa ekspresif lisan
(kemampuan berbicara, berisyarat) dan kemampuan bahasa
ekspresif tulisan (menulis, mengarang)
§ Kemampuan Komunikasi
- Verbal; melingkupi kemampuan reseptif lisan (menyimak dengan
memanfaatkan sisa pendengaran dan membaca ujaran), reseptif
tertulis (membaca tulisan), ekspresif lisan (berbicara), dan ekspresif
tertulis (menulis/mengarang).
- Non verbal; melingkupi komunikasi non verbal reseptif (membaca
isyarat) dan komunikasi non verbal ekspresif (berisyarat)
o Aspek Persepsi Bunyi
§ Tahap deteksi bunyi bahasa dan non bahasa (ada – tidak ada bunyi)
§ Tahap diskriminasi bunyi bahasa dan non bahasa (membedakan bunyi
yang dideteksi)
§ Tahap identifikasi bunyi bahasa dan non bahasa (mengenal bunyi yang
didiskriminasi secara tepat)
§ Tahap komprehensi bunyi bahasa dan non bahasa (memahami bunyi
dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari)
o Aspek Persepsi Irama
§ Deteksi, diskriminasi, identifikasi, dan komprehensi birama 2/4, 3/4,
dan 4/4
§ Deteksi, diskriminasi, identifikasi, dan komprehensi aspek
suprasegmental dalam berbicara
(Pelaksanaan identifikasi dan asesmen serta penyusunan rencana pelaksanaanya
dapat dilihat pada modul PKPBI)

3) Pengembangan Diri
Mata Pelajaran Program Kebutuhan Khusus Pengembangan Diri
merupakan mata pelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik
tunagrahita mengembangkan dirinya secara optimal. Hal penting bagi
peserta didik tunagrahita dalam melakukan pengembangan dirinya
meliputi kegiatan merawat diri, mengurus diri, menolong diri,
komunikasi, bersosialisasi, keterampilan hidup, dan mengisi waktu luang
di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Mata pelajaran Program
Kebutuhan Khusus Pengembangan Diri diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik tunagrahita. Kemampuan
yang diharapkan merupakan aktifitas yang berhubungan dengan
kehidupan dirinya sendiri sehingga mereka tidak membebani orang lain.
Berdasarkan pentingnya peran mata pelajaran Pengembangan Diri dalam
mengantarkan peserta didik tunagrahita dalam menyesuaikan diri, maka
mata pelajaran Pengembangan Diri memiliki fungsi sebagai berikut.
o Sebagai pencegahan timbulnya permasalahan yang dihadapi peserta
didik tunagrahita dalam melakukan kegiatan hidup sehari-hari.
o Sebagai terapi, mengurangi hambatan atau memperbaiki fungsi fisik,
intelektual, sosial yang dimiliki peserta didik tunagrahita dengan
mengadakan modifikasi materi sesuai dengan kemampuan peserta
didik tunagrahita sehingga dapat melakukan kegiatan hidupnya.
o Sebagai kompensatoris, mengangganti fungsi-fungsi yang hilang atau
tidak berkembang sehingga peserta didik tunagrahita dapat melakukan
kegiatan hidup sehari-hari.
o Sebagai intervensi, memberikan layanan kepada peserta didik
tunagrahita sehingga potensinya dapat aktual dan dapat digunakannya
dalam menjalankan serta memenuhi kebutuhan hidupnya.
Fungsi-fungsi yang dikemukakan di atas menandakan bahwa
pembelajaran Pengembangan Diri berusaha menggali dan
mengaktualisasikan potensi peserta didik tunagrahita sehingga mereka
dapat beraktivitas sesuai dengan kemampuannya dan dapat diterima oleh
masyarakat.
Hambatan yang dimiliki peserta didik dengan keterbatasan intelektual
menurut Tumbull (2004) terdiri dari hambatan perilaku adaptif dan
rendahnya kemandirian serta tanggung jawab sosial, hambatan dalam
penyelesaian tugas, serta hambatan dalam aktivitas hidup sehari-hari
(activity daily living). Berdasarkan hambatan tersebut maka peserta didik
tunagrahita membutuhkan bimbingan dalam aktivitas hidup sehari-hari,
komunikasi, dan vokasional. Kebutuhan tersebut diakomodir dalam mata
pelajaran Program Kebutuhan Khusus Pengembangan Diri yang dibagi ke
dalam empat elemen, yaitu 1) merawat diri, mengururs diri, menolong
diri, serta komunikasi, 2) sosialisasi, 3) keterampilan sederhana, dan 4)
penggunaan waktu luang.
Untuk mengetahui kemampuan keempat elemen dalam layanan
pengembangan diri bagi peserta didik tunagrahita, guru harus melakukan
identifikasi dan asesmen. Dari hasil identifikasi akan diperoleh informasi
tentang dugaan-dugaan bahwa ketunagrahitaan berdampak pada
keterbatasan peserta didik dalam merawat/mengurus diri/menolong diri,
dan komunikasi atau elemen lainnya.
Dugaan-dugaan hasil identifikasi ditindaklanjuti dengan asesmen agar
guru mengetahui apa yang sudah/belum dikuasai dan apa yang
dibutuhkan peserta didik dalam memberikan layanan program
pengembangan diri.
(Pelaksanaan identifikasi dan asesmen serta penyusunan rencana pelaksanaanya
dapat dilihat pada modul Pengembangan Diri)

4) Pengembangan Diri dan Gerak


Peserta didik tunadaksa selain mengalami kelainan pada anggota tubuh
juga berkecenderungan mengalami gangguan lain, seperti berkurangnya
daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara, dan lain-lain. Kelainan
penyerta itu banyak ditemukan pada peserta didik tunadaksa karena
sistem cerebral. Gangguan bicara disebabkan oleh kelainan motorik alat
bicara seperti lidah, bibir, dan rahang kaku atau lumpuh sehingga
mengganggu pembentukan artikulasi yang benar. Akibatnya, bicaranya
diucapkan dengan susah payah dan tidak dapat dipahami orang lain.
Mereka juga mengalami aphasia sensoris, yaitu ketidakmampuan bicara
karena organ reseptor anak terganggu fungsinya, dan aphasia motorik,
yaitu kemampuan menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya
melalui indra pendengaran, tetapi tidak dapat mengemukakannya lagi
secara lisan.

Khusus peserta didik tuna daksa jenis cerebral palsy mengalami kerusakan
pada pyramidal tract dan extrapyramidal yang berfungsi mengatur sistem
motorik, sehingga mengalami kekakuan, gangguan keseimbangan,
gerakan tidak dapat dikendalikan, dan susah berpindah tempat.

Dilihat dari aktivitas motorik, intensitas gangguan peserta didik tunadaksa


dikelompokkan atas hiperaktif yang menunjukkan tidak mau diam,
gelisah, hipoaktif yang menunjukkan sikap pendiam, gerakan lamban dan
kurang merespons rangsangan yang diberikan, dan tidak ada koordinasi,
seperti kaku waktu berjalan, sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan
integrasi gerak yang lebih halus, misalnya menulis, menggambar, atau
menari.

Dengan kondisi seperti tersebut di atas jika peserta didik tunadaksa tidak
mendapatkan penanganan secara khusus akan dapat mengakibatkan
pertumbuhan, dan perkembangan kondisi fisik, psikis, dan atau sosialnya
kurang seimbang bila dibandingkan peserta didik pada umumnya yang
sebaya. Untuk itu kekurangseimbangan tersebut yang melatarbelakangi
perlu diberikannya pembinaan serta latihan-latihan berupa pengembangan
diri dan gerak. Program pengembangan diri dan gerak bagi peserta didik
tunadaksa, dalam pelaksanaanya menekankan pada latihan untuk
menumbuhkembangkan kemampuan motorik serta sikap percaya diri ,
sehingga mereka dapat menyesuaikan diri di tengah-tengah masyarakat.

Pengembangan diri dan gerak adalah merupakan segala usaha, bantuan


yang berupa bimbingan, latihan, secara terencana dan terprogram terhadap
peserta didik tunadaksa, dalam rangka membangun diri baik sebagai
individu maupun sebagai makhluk sosial, sehingga terwujudnya
kemampuan mengurus diri, menolong diri, merawat diri, dan mobilisasi
(bergerak-berpindah tempat) dalam kehidupan sehari-hari baik di keluarga
maupun di dimasyarakat secara memadai.

Program pengembangan diri bagi peserta didik tunadaksa tidak bisa lepas
dari keterampilan diri dan gerak dalam rangka untuk ADL (Activity of
Daily Living). Pengembangan diri dan gerak bagi peserta didik tunadaksa
pelaksanaannya meliputi activty of daily living (ADL) in Bad dan ADL out
Bad.

Pengembangan diri peserta didik tunadaksa melingkupi, 1) menolong diri


sendiri, (kebersihan, berpakaian), 2) merawat, dan merias diri sendiri, 3)
mengurus diri sendiri, 4) berkomunikasi dengan orang lain, 5)
bersosialisasi dalam kehidupan di lingkungannya, 6) mengembangkan
keterampilan hidup sehari-hari , dan 7) menyelamatkan diri dari bahaya.
Sementara pengembangan gerak peserta didik tunadaksa melimelingkupi,
1) melakukan gerak kontrol kepala, melakukan gerak anggota tubuh (
tangan, kaki, badan), 2) melakukan gerak pernapasan, 3) melakukan gerak
pindah diri, 4) melakukan gerak koordinasi (motorik kasar dan motorik
halus), koordinasi mata dan tangan, koordinasi mata dan kaki), dan 5)
Menggerakkan alat bantu gerak, (menggunakan alat bantu yang dipakai,
alat bantu gerak, dan alat bantu yang sesuai dengan kebutuhannya masing-
masing.

Untuk mengetahui hal-hal yang dibutuhkan peserta didik dalam layanan


pengembangan diri dan gerak, guru harus melakukan identifikasi dan
asesmen. Dari hasil identifikasi akan diperoleh informasi tentang dugaan-
dugaan bahwa ketunadaksaan berdampak (misalnya) pada keterbatasan
peserta didik dalam merawat/mengurus diri dan berpindah tempat.
Dugaan-dugaan hasil identifikasi ditindaklanjuti dengan asesmen agar
guru mengetahui apa yang sudah/belum dikuasai dan apa yang
dibutuhkan peserta didik dalam memberikan layanan program
pengembangan diri dan gerak.
(Pelaksanaan identifikasi dan asesmen serta penyusunan rencana pelaksanaanya
dapat dilihat pada modul Pengembangan Diri dan gerak).
5) Pengembangan Komunikasi, Interaksi Sosial, dan Perilaku
Autis adalah gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat
kompleks dalam kehidupan yang panjang, meliputi gangguan pada aspek
perilaku, interaksi sosial, komunikasi dan bahasa, serta gangguan emosi
dan persepsi sensori bahkan pada aspek motoriknya. Gejala autis ini
muncul pada usia sebelum 3 tahun. (Yuwono, 2019). Gangguan pada masa
perkembangan di usia dini termanifestasikan dalam berbagai bentuk yang
berbeda-beda dari peserta didik autis satu dengan yang lainnya.

Gangguan peserta didik autis usia dini terlihat pada perilaku seperti tidak
peduli terhadap lingkungan sekitarnya, perilaku yang tidak terarah,
seperti; mondar-mandir, lari-lari, manjat-manjat, berputar-putar, lompat-
lompat, memiliki kelekatan terhadap benda tertentu, rutinitas yang ketat
(rigid routine), tantrum, Obsessive-Compulsive Behavior, terpukau terhadap
benda yang berputar atau benda yang bergerak dan lain-lain. Pada aspek
interaksi sosial peserta didik autis seperti tidak mau menatap mata saat
bicara, kurang merespon panggilan, kurang bisa bermain dengan teman
sebayanya bahkan asyik dengan dirinya sendiri serta kurang adanya
empati terhadap lingkungan sosial. Sedangkan pada aspek komunikasi
dan bahasa peserta didik autis menunjukkan adanya keterlambatan bicara,
tidak ada usaha untuk berkomunikasi secara non verbal dengan bahasa
tubuh, meracau dengan bahasa yang tidak dapat dipahami, membeo
(echolalia) dan tidak memahami pembicaraan orang lain. Kalaupun peserta
didik autis dapat berbicara, kemampuan bicaranya kurang dapat
digunakan untuk kepentingan dalam kehidupan sehari-hari. (Yuwono,
2019).

Program pengembangan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku peserta


didik autis merupakan upaya pendidikan yang diberikan secara khusus,
karena peserta didik autis mempunyai gangguan utama pada interaksi,
komunikasi, dan perilaku sosial. Gangguan tersebut dapat berupa perilaku
yang tidak fungsional, kurangnya interaksi sosial dengan orang-orang
yang ada di sekitar, kesulitan dalam pengembangan bahasa dan
komunikasi.

Program pengembangan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku peserta


didik autis sangat penting karena program kebutuhan khusus merupakan
dasar untuk pengembangan pendidikan lebih lanjut. Program kebutuhan
khusus pada peserta didik autis di atas juga memberikan perhatian kepada
masalah sensori dan motorik karena peserta didik autis seringkali juga
disertai dengan gangguan tersebut. Dengan program pengembangan
komunikasi, interaksi sosial dan perilaku tersebut, diharapkan peserta
didik dapat bermain dengan teman seusianya, berkomunikasi dengan
lingkungan sosial sehari-harinya, mandiri dan belajar, dan
mengembangkan prestasinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Guru harus mengetahui kondisi peserta didik autis secara baik. Apa yang
sudah/beluam dikuasai pada aspek komunikasi, begitu juga aspek lainnya
(interaksi sosial dan perilaku). Untuk itu perlu dilakukan identifikasi dan
asesmen sebelum memberikan layanan program kebutuhan khusus
tersebut. Dari hasil identifikasi akan diperoleh informasi tentang dugaan-
dugaan bahwa spektrum autis peserta didik berdampak (misalnya) pada
komunikasi sehingga diduga pula diperlukan pengembangan dalam
kemampuan berbahasa peserta didik.
Dugaan-dugaan hasil identifikasi ditindaklanjuti dengan asesmen agar
guru mengetahui apa yang sudah/belum dikuasai dan apa yang
dibutuhkan peserta didik dalam memberikan layanan program
pengembangan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku.
(Pelaksanaan identifikasi dan asesmen serta penyusunan rencana pelaksanaanya
dapat dilihat pada modul Pengembangan Komunikasi, Interaksi Sosial, dan
Perilaku).

8. Produk yang Dihasilkan


Setelah mempelajari modul ini, produk yang dihasilkan peserta IN-2
adalah:
a. Product knowladge dan perilaku paripurna sebagai cerminan dari penguasaan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berbasis semua materi,
informasi dan bahan ajar yang telah diberikan tentang Program Kebutuhan
Khusus.
b. Peserta memahami dan menjelaskan konsep Program Kebutuhan Khusus
c. Peserta memahami dan menjelaskan asesmen kebutuhan khusus sebagai
acuan layanan Program Kebutuhan Khusus
d. Model perencanaan dan pelaksanaan Program Kebutuhan Khusus

9. Evaluasi/Tugas/Latihan/Kasus
Peserta diberi latihan/penugasan terkait penyelenggaraan Program Kebutuhan
Khusus di SLB.
a. Jelaskan secara singkat tentang Program Kebutuhan Khusus!
b. Buatlah model instrumen asesmen kebutuhan khusus!
c. Buatlah model perencanaan dan Pelaksanaan Program Kebutuhan Khusus.

10. Referensi
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan
Minimal;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak
untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas;
i. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
2021 tentang Standar Nasional Pendidikan.
j. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki
Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
k. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayan, Riset, dan Teknologi Nomor 28
Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi;
l. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayan, Riset, dan Teknologi Nomor 5
Tahun 2022 tentang Standar Kompetensi Lulusan pada Pendidikan Anak
Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah;
m. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayan, Riset, dan Teknologi Nomor 7
Tahun 2022 tentang Standar Isi pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang
Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah;
n. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 719/P/2020
tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam
Kondisi Khusus;
o. Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor
371/M/2021 tentang Program Sekolah Penggerak;
p. Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor
56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka
Pemulihan Pembelajaran;
q. Peraturan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
Nomor 10/D/KR/2017 tentang Struktur Kurikulum, Kompetensi Inti-
Kompetensi Dasar, dan Pedoman Implementasi Kurikulum 2013 Pendidikan
Khusus; dan
r. Peraturan Direktur Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan Nomor
6565/B/GT/2020 Tentang Model Kompetensi Dalam Pengembangan Profesi
Guru.
s. Keputusan Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan
No.008/H/KR/2022 Tahun 2022 tentang Capaian Pembelajaran Pada
Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, Dan Jenjang
Pendidikan Menengah Pada Kurikulum Merdeka
t. Keputusan Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan
No.009/H/KR/2022 Tahun 2022 tentang Dimensi, Elemen dan Sub Elemen
Profil Pelajar Pancasila Pada Kurikulum Merdeka.

Anda mungkin juga menyukai