bebas ingin dibangun dan diwujudkan lewat suatu tatanan hukum”. Jadi,
sebagainya).
Indonesia, yaitu kebiasaan yang sudah mengakar secara turun temurun dan
oleh Eugan Ehrlich (dalam Yesmil Anwar dan Adang, 2008:xii) bahwa hukum
yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat.
1
Realitas hukum nasional telah mengakomudir hukum agama maupun
Hukum materiil sipil dan untuk sementara waktu pun hukum materiil
pidana sipil yang sampai kini berlaku untuk kaula-kaula daerah swapraja
dan orang yang dahulu diadili oleh pengadilan adat, ada dan tetap berlaku
untuk kaula-kaula dan orang-orang itu dengan pengertian: bahwa suatu
perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap perbuatan
pidana, akan tetapi tiada bandingnya dalam Kitab Hukum Pidana Sipil,
maka dianggap diancam dengan hukuman yang tidak lebih dari tiga bulan
penjara dan/ atau denda Rp 500,00 (lima ratus rupiah), yaitu sebagai
hukuman pengganti bilamana hukuman adat yang dijatuhkan tidak diikuti
oleh pihak yang terhukum dan penggantian yang dimaksud dianggap
sepadan oleh hakim dengan besar kesalahan terhukum; bahwa bilamana
hukuman adat yang dijatuhkan itu menurut pikiran hakim melampaui
padanya dengan ancaman kurungan atau denda yang dimaksud di atas,
maka atas kesalahan terdakwa dapat dikenakan hukuman pengganti
setinggi sepuluh . tahun penjara dengan pengertian bahwa hukuman adat
yang menurut paham hukum tidak selaras lagi dengan zaman senantiasa
mesti diganti seperti tersebut di atas; dan bahwa suatu perbuatan yang
menurut hukum yang hidup harus dianggap perbuatan pidana dan yang
ada bandingnya dalam Kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap
diancam dengan hukuman yang sama dengan hukuman bandingnya yang
paling mirip kepada perbuatan pidana itu.
hukum agama dan hukum adat mendapat tempat sebagai bahan penyusun dan
dikaji secara mendalam agar materi atau bahan-bahan yang ada dan masih
perundang-undangan.
2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Selanjutnya disebut Perpu
3
Otsus) Pasal 50 ayat 1 menyebutkan bahwa “kehakiman di Provinsi Papua
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui adanya peradilan adat di dalam
4
Dengan demikian, pengembangan hukum nasional bersumber dan digali
dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga hukum nasional
pengembangan hukum nasional yang bersumber dan digali dari nilai-nilai hukum
seperti dalam seminar hukum nasional yang telah beberapa kali diadakan dan
Kesimpulan angka 1 :
Dalam laporan sub B II huruf a, huruf e, dan huruf f mengenai sistem hukum
nasional, ditentukan :
5
• Sistem hukum nasional harus sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran
hukum rakyat
• …
diusahakan dalam bentuk tertulis. Disamping itu, hukum yang tidak tertulis
kehidupan spiritual.
Dari apa yang telah dikemukakan di atas, jelas masyarakat ilmiah dalam
bidang hukum, menghendaki hukum adat termasuk juga hukum pidana adat
dijadikan sumber dari sistem hukum nasional dan perlu dikaji secara mendalam
Hukum pidana adat adalah hukum yang hidup dan akan terus hidup,
selama ada manusia budaya, jadi untuk mengetahui delik adat, sanksi adat, dan
pengkajian secara mendalam tentang hukum pidana adat beserta sanksi adatnya
Salah satu kekhususan dari Otonomi khusus bagi Provinsi Papua yang
memiliki keragaman suku dan lebih dari 250 (dua ratus lima puluh) bahasa
6
daerah (penjelasan UU Otsus) adalah dengan akan diberlakukan peradilan adat
nasional.
Di dalam buku panduan hukum adat dewan adat suku Jouw Warry
pembunuhan dalam sub suku Souw disebut niyayim, irarau untuk sub suku
Warry, dan apun sebutan untuk sub suku tarpi/tarpia, biasanya dilakukan melalui
pada kepala keret ( marga ), dan kalau tidak bisa lagi baru akan dilakukan di
kepala suku atau ondoafi perdamaian di tiap sub suku di suku Jouw Warry.
pembayaran denda berupa benda dan atau binatang kepada korban dan
babi, benda-benda berupa manik-manik, kapak batu, galang batu, gelang dari
kulit kerang sudah jarang ditemukan pada masyarakat Jouw Warry. Sehingga
kini benda-benda yang digunakan untuk membayar sejumlah denda adat lebih
banyak diganti dalam bentuk uang yang nominalnya tidak pernah ditentukan
pasti, karena selalu ada proses negosiasi di antara para pihak, yang
berhubungan dengan :
manusia
• Nilai dan bentuk denda juga tergantung pada status dan kedudukan sosial
mengalami perubahan.
hukum pidana nasional. karena salah satu sumber kekayaan hukum pidana
• Mazhab Sejarah
memiliki ciri khusus dalam berbahasa. Hukumpun demikian, Karena tidak ada
bahasa yang universal, tiada pula hukum yang universal. Pandangannya ini
didalam jiwa bangsa itu (instinktif). Jiwa bangsa (Volksgeist) itulah yang
8
Dari pandangan Von Savigni tersebut menjelaskan bahwa
dalam dua jenis : (1) bangsa dalam pengertian etnis, yang disebut “bangsa
alam”, dan (2) bangsa dalam arti nasional sebagai kesatuan organis yang
membentuk satu negara. Adapun yang memiliki hukum yang sah hanyalah
9
Menurut Puchta, keyakinan hukum yang hidup dalam jiwa bangsa
sedemikian rupa, sehingga akhirnya tidak ada tempat lagi bagi sumber-
sumber hukum lainnya, yaitu praktik hukum dalan adat istiadat bangsa dan
pengolahan ilmiah hukum oleh ahli-ahli hukum. Adat istiadat bangsa hanya
berlaku sebagai hukum sesudah disahkan oleh negara. Sama halnya dengan
menghiraukan apa yang hidup dalam jiwa orang dan di praktekan sebagai
adat istiadat.
tumbuh dari jiwa bangsa yang bersangkutan sehingga akan ada suatu
• Sociological Jurisprudence
yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat, aliran ini memisahkan
secara tegas antara hukum positif (the positive law) dan hukum yang hidup
10
(the living law). Aliran ini timbul dari proses dialektika antara (tesis)
di Eropa. Ia adalah seorang ahli hukum dari Austria dan tokoh pertama yang
dengan hukum yang hidup dalam masyarakat atau (living law) dilain pihak.
Menurutnya, hukum positif baru akan memiliki daya berlaku yang efektif
apabila berisikan, atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat
positifisme hukum.
11
atau ilmu hukum, tetapi pada masyarakat itu sendiri. Dengan demikian,
terhadap hukum, dan bukan karena penerapannya secara resmi oleh Negara.
Bagi Ehrlich, tertib sosial didasarkan pada fakta diterimanya hukum yang
didasarkan pada aturan dan norma sosial yang tercermin dalam sistem
masyarakat bersangkutan.
sebagai kenyataan hukum (facts of law) atau hukum yang hidup (living law),
Menurut Ahmad Ali (2008:216) bahwa the living law adalah hukum
yang hidup dan sedang aktual dalam suatu masyarakat, sehingga tidak
membutuhkan upaya reaktualisasi lagi. “ the living law “ bukan suatu yang
statis, tetapi terus berubah dari waktu ke waktu. “ the living law “ hukum yang
hidup didalam masyarakat, bisa tidak tertulis bisa juga tertulis. Demikian pula
“ the living law “ bisa berwujud hukum adat (yang tidak tertulis), bisa juga
12
hukum kebiasaan moderen (yang tidak tertulis) yang berasal dari barat
hukum yang tertulis dan merupakan suatu kalaborasi antara berbagai jenis
sistim hukum, yaitu gabungan antara hukum adat dengan hukum islam,
hukum adat dengan hukum barat, atau hukum adat dengan hukum islam dan
yang dijadikan hukum adat baik perdata, pidana, maupun tata negara. Karena
Hukum pidana adat dalam pandangan aliran ini lebih maju ketimbang
aliran sejarah. Aliran ini sudah mengakomodir hukum adat dalam cakupan
Sehingga hukum pidana adat dalam hal ini lebih dipahami sebagai suatu
hukum kebiasaan yang dapat diterima untuk masyarakat pada saat ini yang
• Legal Pluralism
2004:125) Legal pluralism atau pluralisme hukum adalah adanya lebih dari
satu tatanan hukum dalam satu arena sosial (“ by legal pluralism”I mean the
kebiasaan atau agama, mengutip Hooker (1975), akan saling berinteraksi dan
13
menciptakan keseimbangan sosial yang diharapkan bahwa kemudian hukum
Indonesia dewasa ini: Hukum Adat, Hukum Islam, “Civil Law” dan “Common
bahwa pertama ; hukum Adat adalah hukum yang hidup pada masyarakat
kebiasaan dalam masyarakat yang ditaati oleh anggotanya dan kebiasan itu
mempunyai sanksi bila ia tidak diikuti. Bidang Hukum Adat ini meliputi hukum
dikenal pula delik Adat atau pidana Adat. Hukum Adat ini berkembang seiring
dorongan dari badan peradilan. Hukum Adat yang sebagian besar tidak
Hukum Adat itu masih hidup di beberapa tempat dan tidak jarang
14
menimbulkan masalah, terutama yang berkaitan dengan tanah Ulayat. Hukum
yang universal.
Adat baru berlaku jika ia tidak bertentangan dengan Hukum Islam. Sajuti
dengan cara lainnya. Cara lain tersebut misalnya bagi hasil yang dijalankan
oleh Bank Syariah. Dibidang Tata Negara, perkembangan politik dalam negeri
Darussalam.
Hukum ini dimasukkan ke dalam sistem Civil Law yang berasal dari Perancis,
kemudian Perancis menggalinya dari hukum Romawi dan mungkin juga dari
Hukum Islam yang berkaitan dengan kontrak. Karakteristik dari Civil Law
berlainan dengan Common Law yang disusun oleh raja Henrry II untuk
adalah bahwa hukum itu lahir dari putusan-putusan hakim. Berdasarkan asas
Belanda mulai tahun 1848. Pada waktu itu penduduk Hindia Belanda dibagi
atas tiga golongan: Eropa, Timur Asing, Bumi Putra. Golongan penduduk
bukan Eropa dapat menundukkan diri pada hukum Eropa baik secara
sukarela maupun diam-diam. Kodifikasi hukum Eropa ini terdiri dari Kitab
GATT (General Agreement on Tariff and Trade) atau WTO (World Trade
bidang hak milik dan investasi di Indonesia. Kedua, datangnya modal asing
tersebut tidak dikenal dalam hukum Acara Perdata Indonesia yang berasal
dari Civil Law sistem. Sarjana hukum Indonesia yang mendapat pendidikan
globalisasi hukum.
pluralisme hukum: Hukum Adat, Hukum Islam, Civil Law dan Common Law
Jika kesebelas ciri tersebut dikaitkan dengan hukum adat, maka jelas ada
ciri / karakteristik hukum adat yang berlawanan. Oleh karena itu sebaiknya tidak
dipertentangkan antara hukum modern dan hukum adat karena hal itu
menunjukkan kita memulai sesuatu yang keliru, sebaiknya kedua hukum tersebut
tetap dengan cirinya. Penyebab kekeliruan adalah ada sementara anggapan atau
pra-anggapan bahwa hukum adat dianut oleh dan berlaku dalam masyarakat
19
tradisional. Sebaliknya hukum modern dikaitkan dengan masyarakat modern
yang masih tradisional (primitif) bahkan fanatik dengan Von Savigny yang
menyatakan bahwa hukum yang baik adalah bukan hukum yang diciptakan
hukum yang fungsionil sebagai alat pengawasan dan pengendalian sosial ( law
Selain digunakan istilah hukum pidana adat (HPA), maka beberapa pakar
menggunakan istilah hukum adat pidana (HAP). Bagi yang menggunakan istilah
hukum pidana adat (HPA) berpandangan bahwa genus (pokok kajian, starting
point) pembahasannya ada pada hukum pidana yang dipakai untuk menyoroti
point (titik berangkatnya) ada pada Hukum Adat yang seterusnya ditelusuri
aspek-aspek pidana dari hukum adat itu sendiri, dalam hal ini hukum adat
menjadi obyek dan subyek sekaligus dari keseluruhan kerangka disiplin. Prof. Dr.
istilah hukum adat pidana seperti pada bukunya berjudul perbandingan asas-
asas hukum adat pidana Indonesia dengan asas-asas hukum pidana Eropa
Barat dan asas-asas hukum pidana Texas (10 Maret 1996). Demikian pula Prof.
20
Dr. Barda Nawawi Arief, S.H. ( 1994:24) dalam pidato pengukuhan Guru
Menurut beberapa literatur hukum adat, istilah hukum pidana adat berasal
dari istilah bahasa Belanda adat delicten recht yang diartikan sebagai “hukum
“sumbang besar” apabila peristiwa atau perbuatan itu merupakan kejahatan yang
pidana adat adalah hukum yang menunjukan peristiwa dan perbuatan yang
barat yang menekankan peristiwa apa yang dapat diancam dengan hukum serta
peraturan perundang-undangan.
yang dimaksud dengan delik adat adalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan,
21
sumbang yang kecil saja. Sebagai contoh kaidah hukum pidana adat dalam kitab
adat itu adalah semua perbuatan atau kejadian yang bertentangan dengan
diseluruh Indonesia tidak sama. Di Bali misalnya pria dan wanita boleh saja
mandi telanjang bulat bersama-sama dalam satu tempat pemandian dan tidak
akan timbul reaksi atau koreksi dari masyarakat adat bali. Tetapi jika hal itu
reaksi dari masyarakat dan dapat berakibat semua yang mandi telanjang itu dan
Hukum pidana adat adalah hukum yang hidup (living law) dan akan terus
hidup selama ada manusia budaya, ia tidak akan dapat dihapus dengan
akan kehilangan sumber kekayaannya, oleh karena hukum pidana adat itu lebih
22
dekat hubungannya dengan antropologi dan sosiologi dari pada hukum
perundang-undangan.
Istilah adat delicten recht ini berasal dari Prof. Ter Haar, (dalam
pidana adat merupakan hukum yang hidup (living law). Hukum Pidana Adat
dijiwai oleh Pancasila, dijiwai oleh sifat-sifat kekeluargaan yang magis religius,
hukum pidana adat tidak bermaksud menunjukan hukum dan hukuman apa yang
harus dijatuhkan bila terjadi pelanggaran, namun yang menjadi tujuannya adalah
memulihkan kembali. Oleh karena itu hukum pidana adat sebagai terjemahan
meluas dari adat delicten recht jelas merupakan hukum asli bangsa Indonesia
yang di jiwai oleh falsafah Pancasila. Meskipun dijiwai oleh Pancasila, namun
ketentuan hukum pidana adat sulit untuk dapat digunakan sebagai hukum
nasional. Hal ini dikarenakan hukum pidana adat di suatu daerah berbeda
dengan hukum pidana adat di lain daerah, artinya setiap daerah mempunyai
hukum pidana adat yang berbeda. Dengan adanya otonomi daerah, setiap
hukum pidana adat termasuk pelaksanaan peradilan adat sesuai Otsus Papua.
perbuatan sepihak dari seorang atau sekumpulan orang yang mengancam atau
• Bayaran uang adat kepada orang yang terkena korban berupa benda sakral
Ter Haar dalam bukunya asas-asas dan susunan hukum adat terjernahan
itu termasuk tugas dari hukum adat melalui petugas adat (semacam dorsrechter)
ada anggapan bahwa dengan adanya delict itu oleh masyarakat hukum adat
dengan peraturan hukum adat dan perbuatan illegal dan hukum adat mengenal
seluruhnya. Delik yang paling berat ialah segala pelanggaran yang memperkosa
perimbangan antara dunia lahir dan dunia gaib, serta pelanggaran yang
25
KARAKTERISTIK HUKUM PIDANA ADAT
ada beberapa karakteristik umum dari hukum pidana adat yaitu (I) Kosmis dan
menyamaratakan pelaku delik, (5) Bersifat terbuka dan fleksibel, hukum adat
masyarakat, (6) Setiap delik dianggap sebagai gangguan kosmis, (7) Hukum
pidana adat bersifat konkrit dan visual, terang dan tunai, (8) Tidak berkodifikasi,
(9) Musyawarah dan mufakat. Sedangkan karakteristik hukum pidana adat (HPA)
oleh pemikiran kosmis dan mengutamakan harmoni antara dunia lahir dan
dunia ghaib, antara golongan manusia seluruhnya dan orang seorang, antara
kepada orang biasa, sehinga pidananya lebih berat, karena dianggap sebagai
legalitas;
dalam masyarakat, makin berat sifat delik yang dilakukan terhadapnya yang
berakibat makin berat pula pidana yang akan dijatuhkan kepada pembuat
keseirnbangan kosmis.
masyarakat Bugis Makassar dikenal hak asyl ini bahwa seorang pembuat
delik yang menghadap kepala adat/raja untuk minta perlindungan, tidak boleh
dibunuh atau dianiaya atau ditangkap oleh sanak korban kejahatan atau
pekarangan rumah kepala adat atau raja, akan tetapi kopiahnya atau
memberontak.
• Delik adat itu ada apabila ada pelanggaran tata tertib adat;
hukum adat karenanya menjadi delik adat yang harus diadili berdasarkan
adat yang bersifat tradisionil yang harus ditaati oleh setiap orang dalam
yang bersifat adat sebenarnya adat, adat-istiadat, adat nan diadatkan dan
adat nan teradat, yang meliputi berbagai bidang-bidang yang campur aduk
Apabila semu ketentuan adat itu ada yang dilanggar, maka terjadilah
delik adat yang berakibat timbulnya reaksi dan koreksi dari petugas hukum
adat dan masyarakat. Apabila rekasi dan koreksi itu tidak ada lagi, dan pihak
yang melanggar itu sendiri tidak pula merasakan bahwa perbuatannya itu
delik, oleh karena tidak ada lagi reaksi dan koreksi terhadapnya.
28
Hukum adat tidak mengenal sistem hukum yang statis, maka hukum
pidana adat pun tidak statis. Setiap ketentuan hukum adat dapat timbul
Kuntara Raja Niti (dalam Hilman Hadikusuma 1989:16) bahwa "Apabila ada
(punyimbang) yang menjadi jarahan" atau jadi tabanan, maka ketika ia pulang
ketentuan adat yang dipertahankan oleh petugas hukum adat, dapat saja
tanah digugat oleh penduduk asli atas dasar hak kerabat, sedangkan tanah
penyelesaian masalah tanah. Oleh karena menurut hukum adat setiap bidang
tanah yang pernah dibuka Seseorang warga adat, maka untuk selamanya
Dengan demikian delik adat itu akan selalu dapat timbul dikarenakan
masyarakat adat atau warga adatnya, merasa diperlakukan tidak adil, baik
kerabat atau keluarga. Jadi terjadinya delik adat ada yang sifatnya
kesamaan hak dan kerukunan yang umum dan ada yang hanya bertentangan
"Apabila ada orang yang membuat keributan pada waktu gawei adat
(pesta adat) kecil atau besar, dikarenakan ada dendam sakit hatinya,
dimana ia bertindak sendiri tanpa mengadu kepada hakim, maka orang
itu dapat dihukum denda 3 x 12 rial untuk gawi kecil, 3 x 50 rial untuk
gawi besar, 3 x 24 rial untuk gawi kecil dikampung lain dan
30
mengembalikan semua kerugian biaya yang punya gawi. Ini namanya
"ngaranat nyuwoh baya".( KRN.216 ).
tidak berwujud dari orang seorang, dalam bentuk kesatuan atau dari sejumlah
keseimbangan masyarakat.
hukum pidana adat terbatas pada lingkungan masyarakat adat tertentu, karena
tidak ada hukum pidana adat yang dapat berlaku diseluruh wilayah Indonesia.
Namun hukum pidana adat setempat itu masih tetap berlaku selama masyarakat
adat tersebut masih ada, maka selama itu pula hukum pidana adat akan tetap
Hukum pidana adat tetap berlaku walaupun tidak tertulis dalam bentuk
perkembangan zaman.
31
Hukum pidana adat tetap berlaku terhadap anggota-anggota warga
sebagai contoh yang dialami sendiri oleh Biro Bantuan Hukum Fakultas Hukum
Universitas Lampung dalam tahun 1976, dimana sebagai akibat kecelakaan lalu
lintas seorang anak berumur 6 tahun telah mati digiling mobil di kampung
Langkapura. Supir mobil Colt yang menggiring adalah warga negara keturunan
cina sedangkan anak yang mati warga adat Lampung. Dalam penyelesaian
damai antara dua pihak yang ditangani oleh biro bantuan hukum, para pemuka
adat dari pihak yang dirugikan bersedia menerima uang sejumlah seratus lima
puluh ribu rupiah dari pihak yang merugikan dan diantara mereka dibuat
sebagai ganti anak yang hilang dan akan selalu membantu dan mengurus
lagi, tetapi peradilan adat atau peradiran perdamaian desa tetap hidup dan diakui
oleh undang-undang darurat No. 1 tahun 1951. Sebenarnya sekalipun tidak ada
dan delik-delik harta benda, rakyat pada umumnya menerima KUHPidana, tetapi
oleh karena kemampuan hukum pidana umum itu terbatas dimeja pengadilan
negeri dan tidak akan dapat melayani setiap kepentingan rasa keadilan
kondisinya sekarang tentu belum mungkin. Yang jelas belum mungkin oleh
karena walaupun hakim tidak boleh menolak untuk memeriksi perkara, tetapi jika
hakim masih tetap terikat pada aturan-aturan yang prae-existent, begitu pula
dalam cara pemeriksaan dan peradilannya didasarkan pada hukum acara barat
penyelesaian.
Hakim peradilan adat bekerja tanpa pamrih, tanpa upah atau balas jasa,
tetapi bekerja atas dasar sukarela dengan penuh kejujuran dan kebijaksanaan
yang penuh pengabdian guna dapat mewujudkan kerukunan dan keadilan guna
kepribadian dan peranan hakim yang berdasarkan jiwa alam fikiran barat.
tempat tersendiri yang jauh berbeda dari lapangan berlakunya hukum pidana
dikarenakan jiwa dan tujuannya berbeda. Hukum pidana adat dijiwai Pancasila,
dan hukuman apa yang harus dijatuhkan kepada sesuatu pelanggaran yang
terjadi, tetapi yang penting adalah bagaimana memulihkan kembali hukum yang
sebagai terdapat didalam KUHPidana walaupun hukum pidana adat itu, pada
dasarnya tidak seperti dalam sistim hukum kriminil barat bertujuan untuk
• Sistem Terbuka.
tidak tertutup seperti hukum pidana barat yang terikat pada Suatu ketentuan
dilarang atau dibolehkan menurut hukum adat itu akan selalu diukur dengan
mata rantai lapangan hidup seluruhnya. Segala sesuatu yang terjadi dapat
hukum adat yang ada atau rnenentukan hukum yang baru untuk memenuhi.
penyelesaian seringkali bukan saja timbul dari pihak petugas hukum tetapi
• Perbuatan Salah.
apakah perbuatannya karena dolus atau culpa, tetapi melihat pada akibatnya,
apakah karena akibat itu diperlukan adanya koreksi dan reaksi yang berat
atau yang ringan, apakah hanya cukup dibebankan kepada keluarga, kerabat
dan masyarakat adatnya, atau juga mungkin kedua pihak baik yang berbuat
dapat dibuktikan salahnya, jika. tidak terbukti maka yang dituduh bersalah
kepentingan pribadi seseorang. Begitu pula ada delik adat yang memerlukan
35
sama sekali dikarenakan sudah dianggap umum mengetahuinya atau
dibebankan pada orang lain, begitu pula orang lain dapat ikut menanggung
keluarga penderita
sehingga lerhadap orang gila yang melakukan perbuatan salah, tidak dapat
dihukum. Hukum pidana adat tidak membedakan orang waras aiau tidak
waras, yang dilihat adalah akibatnya, oleh karena pihak yang dirugikan dapat
orang gila pada pihak keluarga/kerabat orang gila yang bersalah, walaupun
cara penyelesaian dan ganti ruginya dapat berlaku lebih ringan dari pada
orang gila seperti di Bali tidak dapat dijatuhi hukuman mengenai perbuatan
36
Pertanggungan jawab kesalahan yang dilakukan oleh pelakunya dinilai
tepunyimbangan Lampung.
• Menghakimi Sendiri.
terhadap pelaku yang telah berbuat salah, tanpa menunggu kerapatan atau
dimana pihak keluarga yang menderita akibat ditumbur mobil, mengambil dan
menahan mobil pihak yang bersalah sebagai jaminan agar pihak kepolisian
37
diserahkan pada pihak kepolisian setelah sisupir dapat ditangkap dan
pidana adat, apabila perbuatan salah itu mengenai kebendaan, maka pihak
yang terkena berhak menuntut nilai ganti kerugian berdasarkan ukuran nilai
bendanya. Barang-barang biasa akan lebih ringan nilai tuntutan ganti ruginya
bentuk dan sifat perbuatan itu, segara sesuatunya dianggap sebagai suatu
KUHPidana. ada yang disebut "strafbare poging" atau usaha percobaan yang
dapat dihukum. Hukum pidana adat tidak mengenal sistim demikian. dengan
kata lain apapun bentuk dan sifat percobaan yang telah dilakukan untuk
berbuat salah tidak dapat dihukum, kecuali usaha percobaan itu mengganggu
38
Jika terjadi misalnya seseorang menembak orang lain tetapi tidak
kena, maka petugas hukum adat akan berusaha mencegah kelanjutan dari
perbuatan itu dengan mendamaikan kedua pihak yang berselisih. Begitu pula
dihukum melainkan diusahakan pencegahan agar niatnya yang salah itu tidak
sekali.
• Kesalahan Residif.
dijatuhi hukuman buang tingkarang ini maka sipelaku yang bersalah tidak
kerabatnya.
39
Kesalahan residif adat yang berakibat dibuang untuk selama- lamanya
seseorang yang bersalah suka berhutang tidak membayar ini dapat dihukum
kerabatnya sampai ia dapat bertobat dan dapat hidup baik tidak mengganggu
keseimbangan kerabatnya.
hukuman yang ringan, tetapi juga ada kalanya yang merupakan kesalahan
dimana para petakunya harus dihukum siksa (Had) oleh peradilan adat.
Tetapi apabila para pelaku bersedia kawin maka Keutjhik dan Teungku
"nibak mirah blang, bah mirah djuree" (dari pada sawah yang merah lebih
baik kamar yang merah), maksudnya daripada hidup tidak keruan lebih baik
kawin saja.
beras sedikit untuk makan karena sudah beberapa hari keluarganya tidak
keperluan pengobatan orang yang sedang menderita sakit, maka hukum adat
kelapa orang lain, jika yang melakukan pencurian itu adalah penghulu adat
hukuman agar meminta maaf kepada sidang “prowatin” (para pemuka adat)
Teuku Keudiruen Udjong Aron Lamuga Sagi XXVI mukim untuk dididik agar
sigeupoh dapat kembali menjadi orang yang baik dan berguna bagi
Kepala adat, penghulu agama atau raja. Dari H.M Yamin (dalam Hilman
tanah perdikan.
Menurut hukum adat Lampung yang hingga kini masih tetap berlaku
dan datang meminta perlindungan kepada kepala adat, maka kepala adat dan
42
tua-tua adat setempat harus melindungi keduanya dan segera
dengan pihak orang tua gadis dan kerabatnya, pihak gadis tidak berhak
menarik anak gadisnya kembali dari tangan kepala adat, kecuali belarian itu
"pelanggaran" Sebagaimana diatur dalam KUHPidana Bab Il dan Bab Ill. Baik
atau dihukum. Begitu pula didalam hukum pidana adat tidak ditekankan
perbuatan kesalahan itu pada adanya unsur kesengajaan atau karena kurang
perbuatan yang terpuji. Dalam hal ini hakim adat tidak akan menghukum A
dengan syarat-syarat lainnya. Hal ini mirip dengan apa yang berlaku di
pengadilan adat adalah jenis delik adat yang masih hidup dalam masyarakat
adat meliputi : (a) Delik adat kesusilaan seperti hubungan cinta, seksual suka
sama suka, janji kawin diingkari, zina, incest' perkawinan antar agama,
kumpul kebo. (b) Delik adat harta benda seperti pencurian benda adat, (c)
yang menimbulkan kerugian, menuduh tanpa bukti yang jelas, (d) Delik adat
kelalaian atau tak jalankan kewajiban adat, seperti tidak ikuti upacara adat,
tidak hadir rapat adat, tidak bayar iuran untuk kepentingan adat, Bahwa jenis
delik adat selain delik yang tercantum pada gambaran tersebut diatas,
44
memberi gambaran bahwa pengadilan adat dapat memeriksa mengadili, dan
atau struktur sosial dari masyarakat adat bersangkutan. Contoh di Bali yang
dari kasta lebih rendah merupakan delik yang berat, sebab membahayakan
masyarakat.
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah) bahwa sanksi dalam hukum
sampai pada penjatuhan vonis oleh hakim. Namun sanksi dalam hukum
Salah satu sifat hukum adat yaitu ada koreksi dan reaksi yang
yang telah cemar kehormatannya, (b) Membayar uang adat kepada pihak
yang dirugikan atau berupa denda suci sebagai ganti kerugian rohani, (c)
tata hukum.
macam sanksi, yaitu : (a) Buang sirih dikenakan kepada seseorang oleh
dijatuhkan kepada seorang yang suka meminjam uang atau barang dari
'mpaoppangi tanah’ ditutupi oleh tanah, yaitu diusir keluar kampung untuk
kejahatan berat seperti incest atau telah berulang kali melakukan kejahatan.
Dalam hal ini bukan sanaknya yang menghukum, tetapi hakim. Sanaknya
46
dapat menyangkalinya sebagai anak, sanak yang disebut riattelokamporoang
berkanaan dengan istilah sanksi pembalasan atau balas dendam oleh pihak
yang ditimpa aib (tomasirik), oleh karena ada perbuatan asusila berat seperti
Sulawesi Selatan hal ini bukan balas dendam tetapi tindakan pemulihan
harkat dan martabat dan harga diri dengan jalan membunuh atau melukai
orang yang menimbulkan aib, hal ini dikenal dengan istilah "mappaenteng
sirik” dalam bahasa Bugis, atau "moppaenteng sirik" dalam bahasa Makassar.
hukum adat pidana Bugis Makassar Juga mengenal pidana mati yang disebut
kerajaan,sanksi pidana lain ialah ripaoppangi tana yaitu diusir keIuar daerah
untuk selama-lamanya.
Menurut hukum adat pidana di Bali pidana adat dapat juga dijatuhkan
terhadap delik incest yang disebut "gamia gamana" atau yang disebut juga
“samara dudu” terhadap delik ini dapat dijatuhi pidana parisada atau meracu
(bersih desa) atau dalam masyarakat Lombok (suku sasak) dikenal sebagai
delik “bero” di daerah Lampung selatan A. Zainal Abidin Farid (dalam Hilman
menangkap dan memaksanya untuk dikawini menurut Kitab Kuntara Raja Niti
jika sigadis ditarik sibujang melewati tiga depa, maka kesalahan itu disebut
47
tekop jabo. Apabila sigadis bersedia kawin dengan bujang itu, maka sibujang
harus membayar “uang jujur" sebesar dua kali lipat dari nilai kedudukan
akan tetapi bila sigadis menolak kawin dengan sibujang, maka dibujang
didenda 72 rial dan seekor kerbau seharga 24 rial. A. Zainal Abidin Farid
sidang prowatin yang disebut bedak luynoh harus dibayar sebesar 24 rial.
Dengan demikan sigadis telah dikembalikan nilai harga dirinya dan dapat
• Peradilan Adat
sengketa perdata adat dan perkara pidana diantara warga masyarakat hukum
ayat (1) UU Otsus yang menyatakan dalam ayat ini secara tegas diakui
yang ada Jika ditelusuri lebih jauh bahwa legal spirit dari asas ini adalah
berbagai jalan atau cara dengan pembayaran adat berupa barang atau
peradilan perdamaian ini juga mesti sedari awal disadari bahwa di dalam
pengadilan adat tidak dapat dipisahkan dengan tegas antara peradilan untuk
Sejalan dengan hal ini perlu kiranya diungkap ketentuan dalam pasal
Indonesia) Staatblad Tahun 1847/20 jo. 1848/57; yang belum pernah dicabut.
dari masyarakat hukum kecil-kecil (hakim desa) tetap diadili oleh para
hakim tersebut.
sudah berubah;
50
• Apakah hukum adat itu tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1954 serta politik hukum
nasional.
pegangan kepada hakim dalam peradilan tingkat pertama untuk tidak alergi
Peradilan menurut hukum adat itu mengandung arti bahwa hakim itu
apabila tidak ada yurisprudensi atau ketetapan yang sudah ada itu sudah
kemanusiaan:
huruf o UU Otsus).
Papua yang hidup dalam wilayah terikat tunduk kepada adat tertentu dengan
rasa solidaritas yang tinggi diantara para anggota (Pasal 1 huruf p UU Otsus;
51
Pasal 1 angka 11 PP 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua, diikuti pula
disebut perdasi) Papua Nomor 4 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pemilihan
hukum adat sebagai pendukung dan pelaksanaan dari hukum adat. Pasal 1 huruf
q UU Otsus menyatakan bahwa hukum adat adalah aturan atau norma tidak
tertulis yang hidup dalam masyarakat hukum adat, mengatur, mengikat dan
hukum adat adalah warga masyarakat asli Papua yang sejak kelahirannya hidup
dalam wilayah tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum adat tertentu
adat, hukum adat dan masyarakat hukum adat, maka yang tidak kalah
orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras melanesia yang
terdiri dari suku – suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan
Pengertian atau batasan orang asli Papua ini diikuti juga rumusannya
"Majelis Rakyat Papua" (MRP) Pasal 1 angka 9 bahwa orang asli Papua adalah
52
orang yang berasal dari rumpun ras melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di
Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli
Papua oleh masyarakat adat Papua. Di dalam Pasal 2 Perdasi Papua Nomor 4
Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemilihan Anggota MRP dinyatakan bahwa:
• Orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia, suku-suku asli di Provinsi
Papua;
• Orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat
adat di Papua.
HIERARKI PERUNDANGAN
Ada peraturan yang lebih tinggi dan ada peraturan yang lebih rendah.
konflik di dalamnya. Jika ternyata ada pertentangan yang terjadi dalam suatu
superior derogat legi inferiori, Asas lex specialis derogate legi generali, dan Asas
Asas lex superior derogat legi inferiori, yaitu peraturan yang lebih tinggi
akan melumpuhkan peraturan yang lebih rendah. Jadi jika ada suatu peraturan
53
yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka yang
Oleh sebab itu, hukum pidana adat di Provinsi Papua khususnya pada
suku Jouw Warry telah diakui eksistensinya serta dapat diselesaikan melalui
peradilan adat apabila ada perkara pidana di antara masyarakat hukum adat
suku Jouw Warry sebagaimana di atur dalam UU Otsus Papua pada Pasal 51.
Pasal ini kemudian akan dibentuk peraturan daerah khusus ( perdasus) tentang
Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
54
Kehakiman, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan
Asas lex specialis derogate legi generali, yaitu pada peraturan yang
mengenai materi yang sama, jika ada pertentangan diantara keduanya maka
yang digunakan adalah peraturan yang lebih khusus. Oleh karena itu, adanya UU
memiliki wewenang memeriksa sengketa perdata adat dan perkara pidana adat.
Asas lex posteriori derogat legi priori, yaitu pada peraturan yang sederajat,
peraturan yang paling baru melumpuhkan peraturan yang lama. Jadi peraturan
yang telah diganti dengan peraturan yang baru, secara otomatis dengan asas ini
yakni pada Pasal I ayat 2 sub b sudah menyatakan “pada saat berangsur-angsur
dengan hal itu dalam pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 1970 disebutkan bahwa
susunan kekuasaan dan acara Pengadilan Sipil pasal 1 ayat 2 Mentri Kehakiman
Timor, Kalimantan, Jambi dan Maluku. Bahwa yang penting dicatat bahwa
Gubernur Kepala Daerah dan Ketua pengadilan Tinggi Propinsi Irian Barat.
keputusan bersama Gubernur Kepala Daerah propinsi Irian Barat dan Ketua
Nomor : 11/GIB/1970
11/IV/1970
Irian Barat. Dalam pasal 1 ayat (1) untuk tahap pertama telah dihapus
Lembah Balim, Nabire, Biaq, Manokwari, Sorong, Raja Ampat Fak-fak, Kaimana,
56
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, mengandung prinsip semua peradilan di
tidak bermaksud untuk mengingkari hukum tidak tertulis, melainkan hanya akan
Dengan demikian menurut Hilman Hadikusuma (2003: 248) bahwa "yang kita
sebut peradilan adat di sini adalah penyelesaian perkara secara damai, bukan
setempat dan memeriksa serta mengadili sengketa perdata adat dan perkara
bersangkutan. Hal itu antara lain mengenai susunan pengadilannya, siapa yang
57
tata cara pemeriksaan pengambilan keputusan dan pelaksanaannya pengadilan
perdata dan perkara pidana yang salah satu pihak yang bersengketa atau pelaku
pidana bukan warga masyarakat hukum adatnya. Hal itu termasuk kewenangan
undang ini, akan banyak sengketa perdata dan perkara pidana diantara warga
Hukum materiil sipil dan untuk sementara waktu pun hukum materiil
pidana sipil yang sampai kini berlaku untuk kaula-kaula daerah
swapraja dan orang yang dahulu diadili oleh pengadilan adat, ada
dan tetap berlaku untuk kaula-kaula dan orang-orang itu dengan
pengertian: bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang
hidup harus dianggap perbuatan pidana, akan tetapi tiada
bandingnya dalam Kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap
diancam dengan hukuman yang tidak lebih dari tiga bulan penjara
dan/ atau denda Rp 500,00 (lima ratus rupiah), yaitu sebagai
58
hukuman pengganti bilamana hukuman adat yang dijatuhkan tidak
diikuti oleh pihak yang terhukum dan penggantian yang dimaksud
dianggap sepadan oleh hakim dengan besar kesalahan terhukum;
bahwa bilamana hukuman adat yang dijatuhkan itu menurut pikiran
hakim melampaui padanya dengan ancaman kurungan atau denda
yang dimaksud di atas, maka atas kesalahan terdakwa dapat
dikenakan hukuman pengganti setinggi sepuluh tahun penjara
dengan pengertian bahwa hukuman adat yang menurut paham
hukum tidak selaras lagi dengan zaman senantiasa mesti diganti
seperti tersebut di atas; dan bahwa suatu perbuatan yang menurut
hukum yang hidup harus dianggap perbuatan pidana dan yang ada
bandingnya dalam Kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap
diancam dengan hukuman yang sama dengan hukuman
bandingnya yang paling mirip kepada perbuatan pidana itu.
yang dapat dipidana, namun tidak ada bandingnya dalam KUHP. Adanya
dijatuhkan tidak diikuti oleh pihak yang terhukum. .." dan seterusnya,
bahwa:
59
• Tidak ada bandingnya dalam KUHP,
materiil disini merupakan hal yang wajar karena tindak pidana yang
melebihi pengertian hukum tertulis dan tidak tertulis. Hukum dalam kasus
(masyos.wordpress.com) bahwa :
61
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam ajaran Islampun
dan memutuskan suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum
tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya
bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk
mengadili. Karena itu sumber hukum tak tertulis dalam masyarakat perlu
diketahui oleh hakim. Umumnya sumber hukum tidak tertulis itu adalah
yaitu Ayat (l) Dalam ayat ini secara tegas diakui keberadaan dalam hukum
63
nasional, lembaga peradilan dan pengadilan adat yang ada di Provinsi
adat setempat dan memeriksa serta mengadili sengketa perdata adat dan
siapa yang bertugas memeriksa dan mengadili sengketa dan perkara yang
sengketa perdata dan perkara pidana yang salah satu pihak yang
Provinsi Papua yang secara tuntas dapat diselesaikan sendiri oleh warga
negara.
dan berkekuatan hukum tetap dalam hal para pihak yang bersengketa
dibuka kemungkinan pemeriksaan ulang dalam hal salah satu pihak yang
pertama di lingkungan badan peradilan yang berwenang. Ayat (3), (4), (5)
Hukum pidana adat merupakan hukum yang hidup (living law) dan
pidana adat tidak bermaksud menunjukan hukum dan hukuman apa yang
ketidak seimbangan.
Hukum pidana adat juga tidak mengenal peraturan statis. Jadi, dalam
hukum pidana adat, delik adat itu tidak pula bersifat statis,ini artinya sesuatu
delik itu tidak sepanjang masa tetap merupakan delik adat. Tiap peraturan
peraturan hukum adat yang baru, sedang peraturan yang baru itu sendiri
berkembang juga dan kemudian akan lenyap juga dengan adanya perubahan
perasaan keadilan rakyat yang dahulu melahirkan peraturan itu. Begitu pula
dengan delik adat lahir, berkembang dan kemudian lenyap. Ini berarti bahwa
laun berubah menjadi tidak lagi melanggar hukum oleh karena hukum yang
Dan perasaan keadilan rakyat ini bergerak maju terus berhubung dengan
tadinya tidak merupakan delik adat, pada suatu waktu dapat dianggap oleh
hakim atau oleh kepala adat sebagai perbuatan yang menentang tata tertib
66
masyarakat sedemikian rupa, sehingga dianggap perlu diambil upaya adat
diatur dengan jelas dalam KUHP yang berlaku sekarang (Wetboek van
disingkat RUU KUHP). Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa:
Bunyi Pasal 1 ayat (1) KUHP ini, secara rinci, berisi dua hal penting,
yaitu: (1) suatu tindak pidana harus dirumuskan terlebih dahulu dalam
ada sebelum terjadinya tindak pidana (tidak berlaku surut). Asas legalitas
perbuatan itu sebagai tindak pidana. Hal ini dikenal dengan asas legalitas
formal (Ahmad Bahiej, 2006:4). Pasal 1 ayat (1) KUHP inilah yang menjadi
larangan itu.
hidup dalam masyarakat (living law) walaupun tindak pidana adat itu tidak
diatur dalam KUHP. Oleh karena itu, asas legalitas dalam praktek di
KUHP, hal ini dapat dilihat dengan berlakunya UU. No. 48 Tahun 2009
Kata “hukum” di sini jelas mempunyai makna yang luas, bukan hanya sekedar
menurut hukum harus diartikan lebih luas melebihi pengertian hukum tertulis
dan tidak tertulis. Hukum dalam kasus atau keadaan tertentu meliputi
ketertiban umum. Hal ini dikenal dengan asas legalitas materiel (Ahmad
Bahiej, 2006:4).
2001 tentang otonomi khusus bagi provinsi papua yang terdapat di dalam Bab
hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai dasar untuk menuntut dan
melanggar hukum adat (pidana adat) dapat diajukan ke pengadilan dan diberi
hukuman.
Pidana dan Hukum Pidana Indonesia asas legalitas dinyatakan pada Pasal 5
yang berbunyi:
69
Pengadilan hanya dapat mengkualifikasikan suatu perbuatan sebagai
tindak pidana, apabila pembuat undang-undang atau hukum tidak
tertulis yang hidup dalam kalangan masyarakat lndonesia dan yang
tidak menghambat perkembangan masyarakat adil dan makmur telah
menetapkan perbuatan itu sebagai tindak pidana dan mengancamnya
dengan pidana.
pasal ini adalah penyempurnaan dari asas nulla poena. Yang menetapkan
dan hukum tidak tertulis. Untuk hukum tidak tertulis berlaku syarat:
dalam RUU KUHP pada Pasal 1 ayat (3). Otomatis yang dimaksud dalam
RUU KUHP adalah hukum yang hidup dalam masyarakat yang berkaitan
dengan hukum pidana, misalnya pidana adat dan hukum pidana Islam. Di
Indonesia, dapat dikatakan hukum yang tidak tertulis itu kebanyakan adalah
hukum adat. Dalam konteks RUU KUHP termasuk di situ maksudnya adalah
delik adat.
bukan merupakan hal yang baru, walaupun KUHP (WvS) hanya mengenal
merupakan hal yang harus dijunjung tinggi oleh hakim dalam memutuskan
suatu perkara. Bahkan dalam Pasal 14 ayat (2) UUD Sementara 1950
kecuali karena aturan hukum yang sudah ada dan berlaku terhadapnya.
70
maksud ” Kata “hukum” di sini sama halnya dengan pasal 4 ayat 1 UU No.48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu memiliki makna yang luas
Asas legalitas (nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali,
artinya: tiada delik, tiada pidana, tanpa didahului oleh ketentuan pidana dalam
sama dalam RUU KUHP. Tetapi pada ayat (3) RUU KUHP tegas disebutkan
tertulis, kalau hukum yang hidup (hukum adat) dalam masyarakat sudah
71
Menurut Ahmad Bahiej (2006:4) bahwa dengan aturan tersebut
jelaslah bahwa RUU KUHP memberikan tempat bagi hukum adat setempat
sebagai sumber keputusan bagi hakim apabila ternyata ada suatu perbuatan
dipidana.
adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila, Tiga tataran nilai itu adalah
Pertama: Nilai dasar, yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap,
yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu. Dari segi kandungan nilainya,
cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya. Kedua: Nilai instrumental, yaitu
untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Dari kandungan
menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Ketiga: Nilai praksis, yaitu nilai yang
dan realitas.
72
Selain harus sesuai dengan nilai-nilai pancasila maka harus sesuai
bangsa. Yang dimaksud dengan prinsip- prinsip hukum umum adalah asas
asas yang mendasari sistem hukum modern. sebagai contoh dari prinsip
prinsip kesamaan derajat antara sesama manusia, prinsip itikad baik dan lain
sebagainya.
secara damai, yang telah ditetapkan dalam perjanjian dan hukum adat.
atau sifatnya tindak pidana itu adalah perbuatan yang melawan hukum.
Namun, tidak semua perbuatan yang melawan hukum atau yang merugikan
ajaran sifat melawan hukum. Ajaran sifat melawan hukum dibedakan menjadi
dua. Pertama: Ajaran sifat melawan hukum formil bahwa suatu perbuatan itu
undang atau hukum tertulis. Kedua: Ajaran sifat melawan hukum materiil
bahwa suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang
terdapat dalam undang-undang atau hukum tertulis saja, tetapi harus dilihat
perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik itu dapat hapus
yang tidak tertulis. Jadi, menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan
dalam pasal 11 ayat 2 selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana
Sehingga, hal ini menunjukan bahwa keadilan itu lebih utama dari
Hal ini juga disebutkan dalam Pasal 12 RUU KUHP bahwa “dalam
Pasal 67 RUU KUHP tahun 2008 mengenai jenis-jenis pidana tambahan yang
menyebutkan bahwa:
Dalam Pasal 67 RUU KUHP tahun 2008 ini menjelaskan tentang jenis
prinsip umum bahwa pidana tambahan tidak bisa dijatuhkan apabila tidak
tercantum secara tegas dalam rumusan delik. Namun, untuk sanksi berupa
yang hidup dalam masyarakat, RUU KUHP tahun 2008 juga memberi peluang
75
dilakukan menghendaki dijatuhkan sanksi adat berupa pemenuhan kewajiban
adat.
STUDI KASUS
BENTUK DELIK ADAT SUKU JOUW WARRY YANG MASIH HIDUP DAN
Jenis-jenis delik adat atau pelanggaran adat yang masih hidup dan
Februari 2010) selaku ketua dewan adat suku Jouw Warry, Paulus Okobron
(Muris Kecil, 4 Februari 2010) selaku Marar Mataun untuk sub suku Souw,
Bastian Dodop (Ambora, 5 Februari 2010) selaku Mataun Pan untuk sub suku
Warry, serta Yulianus Ondi (Kamdera, 6 Februari 2010) selaku Maram Tamsu
• Pelanggaran Pembunuhan.
masyarakat adat sub suku Souw menyebut Niyayim, sub suku Warry
menyebut Irarau, dan sub suku Tarpi menyebut Apun. Pelanggaran ini
76
yang bentuk dan nilainya ditentukan oleh Marar Mataun untuk
masyarakat adat sub suku Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat
sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk masyarakat adat sub suku
digantikan.
77
• Pelanggaran Pencurian.
masyarakat adat sub suku Souw menyebut Pine, sub suku Warry
Marar Mataun untuk masyarakat adat sub suku Souw, Mataun Pan
untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk
masyarakat adat sub suku Tarpi, serta pihak keluarga pemilik yang
pada saat pembagian harta tersebut yang bersangkutan tidak ada dan
saudara-saudaranya, diperbolehkan.
• Pelanggaran Perampasan.
masyarakat adat sub suku Souw menyebut E Yerem, sub suku Warry
78
menyebut Eyirem, dan sub suku Tarpi menyebut Nin A’koi Aji.
Marar Mataun untuk masyarakat adat sub suku Souw, Mataun Pan
untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk
masyarakat adat sub suku Tarpi, serta pihak keluarga pemilik yang
• Pelanggaran Penganiayaan.
masyarakat adat sub suku Souw menyebut Yeradem, sub suku Warry
masyarakat adat sub suku Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat
79
sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk masyarakat adat sub suku
• Pelanggaran Penipuan.
masyarakat adat sub suku Souw menyebut Piritire, sub suku Warry
dari hal tersebut, dikenakan dendan adat yang bentuk dan nilainya
sesuai putusan Marar Mataun untuk masyarakat adat sub suku Souw,
Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram
Tamsu untuk masyarakat adat sub suku Tarpi, serta pihak keluarga
korban.
• Pelanggaran Perkelahian
masyarakat adat sub suku Souw menyebut Pepekae, sub suku Warry
adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk masyarakat adat
Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan
sedara, atau menikah dengan marga yang tidak boleh dinikahi. Faktor-
perkelahian ini yaitu pernah terjadi perkelahian antara seorang pria dari
makasar dan seorang pria dari buton. Mereka tinggal di Demta sambil
hukum adat suku Jouw Warry hanya berlaku untuk warga masyarakat
adat saja namun menurut ketua DAS bahwa mereka berada di wilayah
Kedua orang tersebut kemudian protes karena babi itu haram untuk
orang islam, mreka mengusulkan untuk di ganti sapi saja, namun ketua
DAS tidak setuju, katanya ini aturan adat turun temurun tidak
mengenal sapi. Lebih lanjut menurut ketua DAS bahwa ini sebagai
masyarakat adat sub suku Souw menyebut Apiyi, sub suku Warry
lain, dikenakan denda adat yang bentuk dan nilainya ditentukan oleh
Marar Mataun untuk masyarakat adat sub suku Souw, Mataun Pan
untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk
maka sudah jarang bahkan tidak ada lagi yang menggunakan ilmu
beri sanksi adat, dulu apabila terbukti maka di ikat kaki tangannya
82
dengan batu dan di tenggelamkan di laut. Namun sekarang hanya di
hitam maka tidak ada efeknya, namun kalau ada maka yang
bersangkutan pasti meninggal dan kalau dia tidak mau meninggal pasti
tersebut, padahal kalau terjadi untuk orang normal pasti sudah luka
masyarakat adat sub suku Souw menyebut Yarim Memau, sub suku
Warry menyebut Yarim Kapim, dan sub suku Tarpi menyebut Dan
83
• Memproduksi dan atau memasukkan minuman keras ke dalam
Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu
Marar Mataun untuk masyarakat adat sub suku Souw, Mataun Pan
untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk
Untuk urusan minuman keras sekarang ini bagi yang mabuk lansung
lokal melalui pohon kelapa atau pohon lain maka pohon tersebut
dari ketua dewan adat suku Jouw Warry untuk memusnahkan semua
84
penjara selama beberapa haru baru di keluarkan atas persetujuan
orang lain dalam masyarakat adat sub suku Souw menyebut Onine
sub suku Tarpi menyebut Nin Aru’ Aji. Pelanggaran ini dapat berlaku
kepada siapa saja yang rusaknya barang milik orang lain hingga tidak
dapat lagi digunakan, dikenakan denda adat yang bentuk dan nilainya
sesuai putusan Marar Mataun untuk masyarakat adat sub suku Souw,
Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram
Tamsu untuk masyarakat adat sub suku Tarpi dan pihak keluarga
korban.
tanaman
baik dalam masyarakat adat sub suku Souw menyebut Yadiy, sub suku
Warry menyebut Ana Uyai, dan sub suku Tarpi menyebut Yan Wero
Apuri. Pelanggaran ini dapat berlaku kepada siapa saja yang dapat di
85
• Melakukan pencemaran nama baik terhadap pejabat
Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan
denda adat yang bentuk dan nilainya sesuai putusan Marar Matau
misalnya atas nama ondoafi meminta uang dari orang lain untuk biaya
dalam masyarakat adat sub suku Souw menyebut Ana Picu, sub suku
Warry menyebut Ana Tiji, dan sub suku Tarpi menyebut Di Tak Di
Pi’Pi’. Pelanggaran ini dapat dapat berlaku kepada siapa saja yang di
86
• Membuat keributan di depan rumah Marar Mataun untuk
suku Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry,
Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan
Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram
87
Keributan tersebut berupa berteriak-teriak, atau memutar lagu
atau klakson.
Awer Er, sub suku Warry menyebut Suku Bijini, dan sub suku Tarpi
menjadi 3 yaitu :
Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan
Maram Tamsu untuk masyarakat adat sub suku Tarpi dan pihak
keluarga istrinya.
suku Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry,
saudara dari orang tuanya, dikenakan denda adat yang bentuk dan
88
suku Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry,
berlaku untuk anak karena untuk anak itu di anggap sebagai didikan,
karena kalau tidak dipukul kalau sudah kurang ajar maka akan
bertambah berbuat tidak sopan dan tidak menghargai orang yang lebih
tua. Namun apabila terhadap istri maka bisa jadi orang tuanya akan
taruh di atas peti mayat baru bisa di kubur. Kalau terjadi pertengkaran
masyarakat adat sub suku Souw menyebut Tou Taudiren, sub suku
Warry menyebut Arim Wurordini, dan sub suku Tarpi menyebut Pinci
Dapu Tamsu. Pelanggaran ini dapat berlaku kepada siapa saja yang
dikenakan denda adat yang bentuk dan nilainya sesuai putusan Marar
Mataun untuk masyarakat adat sub suku Souw, Mataun Pan untuk
89
Saksi palsu ini misalnya mengenai hak atas tanah misalnya
tanah milik anak yatim piatu, biasanya orang yang merasa orang tua
denda adat.
• Pelanggaran Kelalaian.
masyarakat adat sub suku Souw menyebut Senggen Nenjun, sub suku
masyarakat adat sub suku Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat
sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk masyarakat adat sub suku
• Pelanggaran Penyangkalan.
masyarakat adat sub suku Souw menyebut Siyndun, sub suku Warry
menyebut Arim Piritirdini, dan sub suku Tarpi menyebut Awo’ Di.
90
Pelanggaran ini dapat berlaku kepada siapa saja yang melakukan
kerugian pada orang lain, dikenakan denda adat yang bentuk dan
nilainya sesuai putusan Marar Mataun untuk masyarakat adat sub suku
Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan
Maram Tamsu untuk masyarakat adat sub suku Tarpi dan pihak
keluarga korban.
sebenarnya diketahui.
Nimpur Wero. Pelanggaran ini dapat berlaku kepada siapa saja yang
denda adat yang bentuk dan nilainya sesuai putusan Marar Mataun
untuk masyarakat adat sub suku Souw, Mataun Pan untuk masyarakat
adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk masyarakat adat sub
suku Tarpi.
derajat dan martabat tua-tua adat. Misalnya lagi ada musyawarah atau
91
rapat adat, maka tidak boleh lewat di depan mereka, dalam acara
mengusir mereka, hal inilah yang akan menurunkan harkat, derajat dan
terhadap ketua dewan adat suku Jouw warry yang pada saat itu sedang
mengatakan bahwa ketua dewan adat suku Jouw Warry tidak pantas
berbicara masalah Suku Jouw Warry. Kemudian ketua DAS tersebut merasa
marah dan pulang kerumahnya lalu di gantung daun kelapa yang masih
muda tersebut kering maka yang bersangkutan juga kering atau meninggal.
tarian adat ke rumah ketua DAS Jouw Warry untuk meminta maaf. Akhirnya
• Pelanggaran Mengintip.
Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram
• Pelanggaran Menghujat
masyarakat adat sub suku Souw menyebut menghujat, sub suku Warry
menyebut Amici, dan sub suku Tarpi menyebut Pinyi Wero Apu’ Di.
orang lain, dikenakan denda adat yang bentuk dan nilainya sesuai
putusan Marar Mataun untuk masyarakat adat sub suku Souw, Mataun
Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk
• Pelanggaran Pemerkosaan.
suku Warry menyebut Puw Mi Idiy, dan sub suku Tarpi menyebut
93
• Laki-laki yang sudah menikah melakukan pemaksaan terhadap
Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu
untuk masyarakat adat sub suku Tarpi. Serta pihak suami dari
perempuan tersebut.
Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu
perempuan tersebut.
94
untuk bersetubuh dengannya, maka akan dikenakan denda adat
adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk masyarakat adat
adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk masyarakat adat
lansung oleh ketua dewan adat suku Jouw Warry ke pihak kepolisian
• Pelanggaran Persetubuhan.
95
• Laki-laki yang sudah menikah melakukan persetubuhan dengan
Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu
untuk masyarakat adat sub suku Tarpi. Serta pihak suami dari
keluarga istrinya.
Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu
perempuan tersebut
keluarga istrinya.
96
• Laki-laki yang belum menikah melakukan persetubuhan dengan
Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan
Maram Tamsu untuk masyarakat adat sub suku Tarpi. Serta pihak
Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan
wanita yang telah jandi tidak bisa menikah lagi walaupun masih muda.
anak.
Wakay, dan sub suku Tarpi menyebut Mupin Ai’ Tawiki. Pelanggaran
Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu
untuk masyarakat adat sub suku Tarpi. Serta pihak suami dari
perempuan tersebut.
Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu
tersebut.
98
• Untuk sub suku Souw dan Warry yang bersangkutan juga
suku Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry,
dan Maram Tamsu untuk masyarakat adat sub suku Tarpi. Serta
suku Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry,
dan Maram Tamsu untuk masyarakat adat sub suku Tarpi. Serta
keluarga, dan apa bila tetap terjadi maka akan mendapatkan denda
adat, namun apabila kedua orang tuanya tidak setuju tapi ada saudara
99
Terdapat beberapa kasus, dimana perempuan gadis yang
Kesan, sub suku Warry menyebut On Ini Kasan Yojunggu, dan sub
• Membayar denda adat yang bentuk dan nilainya sesuai putusan Marar
Mataun untuk masyarakat adat sub suku Souw, Mataun Pan untuk
masyarakat adat sub suku Tarpi, serta pihak pemilik tanah yang sah.
100
tanah yang disengketakan dengan cara sumpah adat, dan mereka
Apabila salah satunya matu maka yang hiduplah pemilik tanah yang
yang bukan miliknya dalam masyarakat adat sub suku Souw menyebut
dan sub suku Tarpi menyebut Datetau Dini Kai Ater Aji. Pelanggaran
pohon sagu, atau pohon lain yang bukan miliknya, dikenakan denda
adat yang bentuk dan nilainya sesuai putusan Marar Mataun untuk
masyarakat adat sub suku Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat
sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk masyarakat adat sub suku
rumah atau untuk kayu bakar, atau untuk kepentingan umum misalnya
ribu dan denda menanam kembali pohon pinang yang sudah ditebang
Souw menyebut Tiya Esanjerense, sub suku Warry menyebut Eiy Tija
Mi Asanjam, dan sub suku Tarpi menyebut Sik Dira’di. Pelanggaran ini
masyarakat adat sub suku Souw, Mataun Pan untuk masyarakat adat
sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk masyarakat adat sub suku
Tarpi.
102
membayar sejumlah uang yang jumlahnya besar dan melepaskan
buruannya.
dan sub suku Tarpi menyebut Pip Soso. Pelanggaran ini dapat di
Mataun Pan untuk masyarakat adat sub suku Warry, dan Maram
adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk masyarakat adat
adat yang bentuk dan nilainya sesuai putusan Marar Mataun untuk
adat sub suku Warry, dan Maram Tamsu untuk masyarakat adat
103
• Melakukan penangkapan terhadap segala sesuatu makhluk hidup
denda adat yang bentuk dan nilainya sesuai putusan Marar Mataun
itu baru di berikan akar tuba (racun alami untuk membunuh ikan)
Di dalam buku panduan hukum adat dewan adat suku Jouw Warry
Februari 2010) selaku ketua dewan adat suku Jouw Warry, Paulus Okobron
(Muris Kecil, 4 Februari 2010) selaku Marar Mataun untuk sub suku Souw,
Bastian Dodop (Ambora, 5 Februari 2010) selaku Mataun Pan untuk sub suku
Warry, serta Yulianus Ondi (Kamdera, 6 Februari 2010) selaku Maram Tamsu
untuk sub suku Tarpi bahwa terjadinya sebuah delik adat di dalam kehidupan
keseimbangan sosial dan nilai serta norma adat yang terkandung di dalamnya.
Pandangan yang kurang lebih sama di pahami oleh masyarakat adat di seluruh
Papua. Sehingga menjadi kewajiban bagi pelaku suatu delik adat dan
104
keluarganya untuk mengembalikan keseimbangan tersebut dalam bentuk
membayar denda berupa benda dan atau binatang kepada korban dan
keluarganya.
batu, gelang batu, gelang dari kulit kerang, babi dan benda lain yang disepakati
sejumlah nilai adat yang terabaikan tadi, maka benda-benda ini dalam
kedudukannya sebagai alat pembayaran denda adat dianggap memiliki nilai yang
sangat tinggi dan sakral. Karena tanpa adanya benda-benda ini, maka hubungan
sosial menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan sejumlah nilai yang
selama ini di anut oleh masyarakat adat menjadi diabaikan. Dalam banyak hal,
pemberlakuan denda adat ini justru terjadi jalinan hubungan kekerabatan yang
Selain babi, saat ini benda-benda yang disebutkan di atas sudah jarang di
temui pada masyarakat Jouw Warry. Sehingga kini benda-benda yang digunakan
untuk membayar sejumlah denda adat lebih banyak diganti dalam bentuk uang
yang minimalnya tidak pernah di tentukan pasti, karena selalu ada proses
manusia
• Nilai dan bentuk denda juga tergantung pada status dan kedudukan sosial
105
• Meski telah terjadi kesepakatan jumlah denda, tapi terkadang masih
mengalami perubahan.
Bentuk denda adat yang lain adalah dengan memberikan seorang anak
perempuan dari keluarga pihak pelaku kepada pihak korban. Pembayaran denda
dalam bentuk ini dianggap sangat tinggi nilainya, karena selain sebagai
dan korban, hal inilah yang dimaksud dengan peradilan perdamaian, yang
sebagai ganti keluarga yang terbunuh. Karena anak yang akan lahir dari
perkawinan antara perempuan dari pihak pelaku dengan laki-laki dari pihak
korban ini akan membawa marga dari pihak laki-laki. Proses perkawinan itu
tanpa adanya pembayaran mas kawin kepada pihak perempuan, namun apabila
perempuan yang sudah menikah tersebut telah melahirkan anak sebagai ganti
anak laki-laki kepada pihak keluarga korban. Pembayaran denda dalam bentuk
demikian biasanya terjadi untuk delik pembunuhan. Selain itu juga, bentuk sanksi
adat atau denda adat yang lain adalah memberikan sebidang tanah milik pihak
Selain itu juga, ada sanksi supranatural dengan kekuatan gaib, yang
106
atau tua-tua adat, atau delik pengakuan tanah milik orang lain. Maupun dapat
diberlakukan terhada pejabat yang korupsi atau kejahatan besar lainnya dengan
Peradilan Adat
perdata adat dan perkara pidana diantara warga masyarakat hukum adat yang
Otsus yang menyatakan dalam ayat ini secara tegas diakui keberadaan dalam
hukum nasional, lembaga peradilan dan pengadilan adat yang ada di Provinsi
hukum adat di lingkungan masyarakat hukum adat yang ada Jika ditelusuri lebih
jauh bahwa legal spirit dari asas ini adalah sesuai dengan karakteristik hukum
kosmis.
Oleh karena itu di dalam masyarakat hukum adat suku Jouw Warry dalam
sehingga ketertiban dalam masyarakat hukum adat suku Jouw Warry terganggu,
maka yang bersangkutan akan di beri sanksi atau denda adat melalui peradilan
adat guna mengembalikan keseimbangan dan menegakan tata tertib adat dalam
masyarakat hukum adat suku Jouw Warry guna mewujudkan kedamaian dan
bentuk peradilan adat dalam masyarakat adat suku Jouw Warry dapat di uraikan
sebagaimana di dalam buku panduan hukum adat dewan adat suku Jouw Warry
(Demta, 3 Februari 2010) selaku ketua dewan adat suku Jouw Warry, Paulus
Okobron (Muris Kecil, 4 Februari 2010) selaku Marar Mataun untuk sub suku
Souw, Bastian Dodop (Ambora, 5 Februari 2010) selaku Mataun Pan untuk sub
suku Warry, serta Yulianus Ondi (Kamdera, 6 Februari 2010) selaku Maram
Masyarakat hukum adat suku Jouw Warry dalam hal terjadi ketidak
keluarga besar yang terdiri dari sub suku Souw, Warry Maupun Tarpi.
perkara tersebut dapat dilakukan oleh kepala keret yaitu toutou untuk sub
suku Souw, saray-saray untuk sub suku Warry, serta sub suku Tarpi
tertinggi dalam masyarakat adat sub suku Souw, sedangkan sub suku Warry
menyebut dengan nama Mataun Pan, serta Maram Tamsu untuk sub suku
Tarpi.
yang dilakukan oleh masyarakat adat antar sub suku dalam suku Jouw Warry
maka yang akan menyelesaikan adalah ketua Dewan Adat Suku Jouw Warry
atau ketua lembaga masyarakat adat Suku Jouw Warry yaitu untuk saat ini di
adat suku Jouw warri maka penyelesaian pertama melalui musyawarah adat
masing. Namun apabila berlanjut sampai kepada kepala keret maka pihak-
yaitu toutou untuk sub suku Souw, saray-saray untuk sub suku Warry, dan
norma-norma adat dalam sub suku Souw, serta Toutou sebagai kepala keret.
109
Untuk sub suku Warry; pihak-pihak yang akan menyelesaikan perkara
pembantu Mataun Pan dalam hal menyelesaikan setiap perkara pidana adat
yang dilakukan oleh masyarakat adat antar sub suku dalam suku Jouw Warry
berperkara, ketua Dewan Adat Suku Jouw Warry atau ketua lembaga
110
• Apabila penyelesaian perkara pidana adat pada tahapan musyawarah
keluarga, maka dapat menggunakan salah satu rumah dari para pihak
untuk sub suku Warry, dan prikop tamsu untuk sub suku Tarpi.
dalam suku Jouw Warry, maka menggunakan rumah Marar Mataun untuk
sub suku Souw, sedangkan sub suku Warry menggunakan rumah Mataun
Pan, serta menggunakan rumah Maram Tamsu untuk sub suku Tarpi.
adat suku (DAS) Jouw Warry atau ketua lembaga masyarakat adat (LMA)
suku Jouw Warry, maka untuk sementara ini masih menggunakan rumah
dilakukan oleh ketua-ketua adat pada masing-masing sub suku dalam suku
Jouw Warry.
Untuk sub suku Souw, apabila perkara tersebut di tangani oleh Marar
Toutou.
berselisih.
Untuk sub suku Warry, apabila perkara tersebut di tangani oleh Mataun
Hasil putusan Mataun Pan atas hukuman yang dijatuhkan kepada pihak
112
Untuk sub suku Tarpi, apabila perkara tersebut di tangani oleh Maram
lainnya.
keteranganya.
DAFTAR PUSTAKA
113
Arief, Barda Nawawi. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group.
Semarang 2006.
Bahiej, Ahmad. Selamat Datang KUHP Baru Indonesia (Telaah atas RUU KUHP
Tahun 2004), Yogyakarta, 2006.
Gofar, Fajrimei A. Asas Legalitas Dalam Rancangan KUHP, Elsam, Jakarta, 2005
Jaya, Nyoman Serikat Putra. Relevansi Hukum Pidana Adat Dalam Pembaharuan
Hukum Nasional, PT. Citra Aditya Bakti, Semarang, 2005
Ter Haar, B Bzn, Poesponoto SK.Ng. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat,
Pradnya Paramita, Jakarta, 2003.
Tim ALDP Dan Suku Jouw Warry, Panduan Hukum Adat Dewan Adat Suku Jouw
Warry, Aliansi Demokrasi Untuk Papua. Jayapura, 2008.
Tim Polda Papua dan Fakultas Hukum Uncen, Rancangan Paper Academic
Peraturan Daerah Khusus ( Perdasus ) Tentang Penyelenggaraan Peradilan
Adat Di Provinsi Papua, Jayapura, 2005
Wiranata, I Gede A.B. Hukm Adat Indonesia, Perkembangan dari Masa ke Masa,
PT Citra Aditya Bakti, Bandung,2005.
115
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
116