Anda di halaman 1dari 7

NAMA : AJENG ATIKA GUSTI PININGGIT

NIM : 2110117811
KELAS : REGULER B / KELAS MALAM A

HUKUM KONSTITUSI

VIDEO DOCUMENTER 1

Sejarah perjalanan politik Indonesia diwarnai dengan banyak catatan terkait peran dan
pengorbanan kaum muda dalam mempelopori perubahan dan mengubah arah sejarah
namun perjuangan kaum muda untuk mendobrak kemapanan kerap dihadapkan dengan
berbagai tantangan keras yang kerap kali menelan deretan korban pada dekade 1990 an
misalnya perjuangan mahasiswa untuk mengupayakan kehidupan yang lebih adil dan
demokratis selalu direpresi dengan berbagai cara oleh pemerintahan presiden Soeharto
jejak represi ini salah satunya terekam dalam peristiwa penculikan dan penghilangan paksa
sejumlah aktivis yang dianggap berbahaya bagi penguasa pada sepanjang tahun 1997
hingga 1998.

Tragedi penculikan dan penghilangan sejumlah orang yang diduga menjadi Ancaman bagi
rezim Soeharto Pada sepanjang tahun 1997 hingga 1998 hingga kini belum terungkap
dengan tuntas titik terang terkait nasib 13 dari 23 orang yang diduga dihilangkan secara
paksa oleh aparat keamanan sampai hari ini masih gelap keberadaan Herman Hendrawan
Petrus Bima Anugrah suyat Wiji thukul Yani Afri Soni Dedy hamdun Noval Alkatiri Ismail
Ucok Siahaan Hendra Hambali Yadin Muhidin dan Abdul Nasir hingga saat ini masih belum
ditemukan. Peristiwa penghilangan paksa sejumlah orang pada tahun 1997 hingga 1998 ini
terjadi ditengah suasana politik nasional yang tengah memanas kala itu rezim orde baru
yang telah berkuasa selama 30 tahun dan mempraktikkan politik masa mengembang
bertindak yang Represif terhadap gerakan sipil pasca terjadinya kerusuhan 27 juli 1996
pihak keamanan menuding kelompok PRD atau partai rakyat demokratik dan sejumlah
pendukung ketua umum PDIP atau Partai Demokrasi Indonesia Megawati Soekarnoputri
berada di balik aksi melawan Pemerintah. Pada sepanjang tahun 1996 hingga 1998 aktif
melawan kekuasaan otoriter rezim Soeharto bersama para aktivis PRD cabang Surabaya
Herman dan Bimo misalnya aktif dalam perencanaan dan pengorganisasian sejumlah aksi
massa memprotes berbagai kebijakan dan praktek politik orde baru yang dinilai
bertentangan dengan demokrasi

Monumental sebetulnya bulan Juli tahun 96 itu kurang lebih 25000 buruh yang turun ke jalan
bersama mahasiswa. Waktu itu SM ide bersama PPBI pusat perjuangan Buruh Indonesia
yang dipimpin oleh Dita Indah Sari itu melakukan demonstrasi bersama buruh tanya adalah
disamping soal kenaikan upah minimum dan Apa isi susu kesejahteraan buruh lainnya juga
mengangkat isu politik misalnya menolak campur tangan militer dalam kode perguruan
mencabut di fungsi api menghapus 5 undang-undang politik ini adalah bangunan rumah di
kawasan Kedung Tarukan Surabaya yang pada pertengahan tahun 1990 an pernah menjadi
kantor sekretariat Smith dan belakangan juga menjadi kantor DPRD Surabaya di rumah
kontrakan inilah Pada sepanjang tahun 1995 hingga 1996 Herman Hendrawan Petrus Bimo
anugerah dan para aktivis PRD Surabaya berkumpul mendiskusikan ide-ide atau membahas
berbagai rencana aksi untuk memperjuangkan idealisme dan gagasan-gagasan mereka
terkait demokrasi dan keadilan dalam masyarakat sebagai tempat untuk pendidikan politik
kemudian juga tempat sebagai tempat untuk berkoordinasi sampai tempat untuk menyusun
aksi adalah di sini termasuk Herman Bimo juga tinggal di sini bersama teman-teman yang
lainnya setelah peristiwa 27 juli 1996 di Jakarta dan DPRD dinyatakan sebagai organisasi
terlarang para aktivis PRD Surabaya pun berpencar untuk menyelamatkan diri sebagian
aktivis PRD kemudian bersembunyi dari satu tempat ke tempat lain sebagian lain tertangkap
dan ditahan aparat keamanan kemudian semua orang tahu kalau PRT kemudian yang
dijadikan sebagai kambing hitam untuk peristiwa tersebut

Hampir 2 tahun setelah pecah peristiwa 27 juli 1996 di Jakarta Herman Hendrawan yang
telah menjadi target buruan aparat keamanan diculik aparat keamanan beberapa jam
Setelah menggelar acara jumpa pers di kantor ylbhi Jakarta pada tanggal 12 Maret 1998
Sejak hari penculikan ini keberadaan Herman hingga hari ini belum diketahui
 
Penghilangan paksa yang dialami Herman Hendrawan Petrus Bimo anugerah dan sejumlah
aktivis PRD dan elemen masyarakat lain pada sepanjang tahun 1997 hingga 1998
menunjukkan bahwa Untuk melawan penindasan dan mempelopori perubahan tidak pernah
berlangsung mudah saat itu teman-teman tidak membayangkan kemenangan itu minggu
depan atau bulan depan atau tahun depan gitu tapi tapi kemenangan itu adalah 11 situasi
ketika kita sudah proses membangun pondasi perlawanan itu meski kerap direpresi dengan
kejam bibit-bibit perlawanan yang pernah ditabur para aktivis gerakan rakyat seperti Herman
Hendrawan dan Petrus Bima Anugrah Pada tahun 1998 berbuah Hal ini ditandai dengan
kemunculan gerakan aksi mahasiswa besar-besaran di berbagai kota di Indonesia untuk
menuntut mundurnya Presiden Soeharto dan berkat tekanan gerakan mahasiswa inilah
pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto turun dari jabatannya

Meski Presiden Republik Indonesia telah beberapa kali berganti hingga kini nasib dan
keberadaan 13 orang yang diduga dihilangkan paksa oleh aparat keamanan Pada
sepanjang tahun 1997 hingga 1998 belum kunjung diketahui banyak pihak menilai upaya
pencarian terhadap ke-13 orang yang masih hilang ini belum dilakukan secara maksimal
oleh pihak berwenang meski ada banyak nama pejabat dan mantan pejabat militer yang
diduga mengetahui tragedi penculikan 

Tahun 1999 sidang kasus penculikan di Pengadilan Militer memang telah memvonis
bersalah 11 anggota Kopassus yang dianggap bersalah karena mengaku melakukan
penculikan 9 aktivis yang sudah dilepas namun kondisi ini bukan hanya baru menjerat dan
menghukum prajurit lapangan dan sama sekali belum menyentuh atau menghukum
pimpinan militer yang memerintahkan penculikan tapi juga belum menjawab keberadaan
dan nasib ketiga belas korban penculikan lain yang hingga kini belum ditemukan dan
pemerintah yang berkuasa hingga detik ini masih belum berbuat apa-apa untuk
menghadirkan keadilan bagi keluarga mereka
VIDEO DOCUMENTER 2

kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 belum sepenuhnya bisa
menjadi jembatan emas untuk menyelesaikan berbagai masalah kebangsaan yang dialami
masyarakat Indonesia sejak masa penjajahan diantara berbagai masalah kebangsaan yang
belum tuntas adalah soal diskriminasi dan prasangka rasial yang dialami sebagian
masyarakat Indonesia. Salah satunya dialami oleh sebagian masyarakat tionghoa di
Indonesia bahkan pada masa pemerintahan orde baru dari tahun 1966 hingga 1998
misalnya diskriminasi dan prasangka rasial ini pernah dipraktekkan lewat sejumlah
instrumen kebijakan yang melanggar hak-hak asasi manusia. Setelah proklamasi
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 pada saat Indonesia bergerak maju menuju
demokrasi konstitusional masyarakat tionghoa di Indonesia dihadapkan pada sejumlah
persoalan baru terkait dengan isu-isu kewarganegaraan hai hai Hai di luar berbagai masalah
yang timbul sebagai akibat stigma buruk terhadap orang Tionghoa yang diwariskan sistem
penjajahan baik semasa penjajahan Belanda maupun Jepang di kalangan masyarakat
tionghoa sendiri kala itu juga muncul berbagai masalah lain terutama masalah yang
bersumber dari keretakan yang terjadi antara komunitas Cina peranakan dan Cina Totok Hai

Terkait status kewarganegaraan orang Tionghoa sebelum tahun 1950 pemerintah Indonesia
mengeluarkan kebijakan ius soli atau sistem pasif sistem ini menyatakan bahwa warga
negara Indonesia adalah orang asli yang bertempat tinggal di Indonesia pada tahun 1945
namun pada tahun 1950 pemerintah mengganti kebijakan kewarganegaraan yang lebih
mengikat dengan menerapkan asas Ius Soli dua generasi yang menjadi pengganti aturan
ius soli sebelumnya. Sistem baru ini mensyaratkan adanya pernyataan penerimaan
kewarganegaraan Indonesia Aturan sistem ini kemudian membuat warga Tionghoa di
Indonesia akan kehilangan kewarganegaraan jika tidak bisa menunjukkan atau Memberi
bukti bahwa orang tua mereka telah tinggal di Indonesia selama 10 tahun dan menyatakan
secara tidak resmi menolak kewarganegaraan Cina.

Pada masa ini lahir organisasi baperki atau badan permusyawaratan kewarganegaraan
Indonesia yang berupaya memperjuangkan integrasi secara wajar orang-orang Tionghoa
dalam kehidupan kebangsaan di Indonesia

Pada bulan November 1959 kurang dari setahun setelah dirilisnya kebijakan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan asing Presiden Soekarno menandatangani peraturan pemerintah
atau PP Nomor 10 tahun 1959 peraturan ini berisi larangan untuk orang asing berusaha
dibidang perdagangan eceran di tingkat kabupaten kebawah dan wajib mengalihkan usaha
mereka kepada warga negara Indonesia mereka juga diharuskan menutup perdagangannya
sampai batas tanggal satu Januari 1968.

Namun peraturan pemerintah yang dinarasikan sebagai upaya melindungi petani dan
pedagang kecil di pedesaan ini terbukti diskriminatif dan gagal mengatasi masalah bukan
saja karena dalam prakteknya banyak menyasar orang-orang Tionghoa di pedesaan hingga
mengabaikan hak-hak azasi mereka namun juga membuat ekonomi pedesaan terpuruk

Menyusul Penetapan peraturan pemerintah atau PP Nomor 10 tahun 1959 pada sepanjang
akhir tahun 1959 hingga tahun 1960 banyak orang Tionghoa menjadi korban diskriminasi hai
hai Hai dibeberapa tempat misalnya penerapan peraturan ini dipaksakan dengan kekuatan
militer dan bahkan diikuti dengan larangan orang Tionghoa tinggal di tempat mereka semula
berdagang. Dirilisnya PP Nomor 10 tahun 1959 juga menimbulkan berbagai masalah lain
semisal munculnya kembali berbagai praktek penyelewengan izin sehingga muncul
fenomena Alibaba seperti yang mana kepada awal tahun 1950 an.

Ketika Indonesia memasuki periode pergolakan politik dan krisis di tahun 1965 hingga 1966
sebagian masyarakat tionghoa kembali menjadi korban diskriminasi. Tampilnya kelompok
angkatan darat yang dipimpin Jenderal Soeharto di tampuk kekuasaan membuat banyak
orang tionghua pendukung baperki yang kontra dengan gagasan asimilasi dan dianggap
dekat dengan PKI menjadi

Selama masa kekuasaan rezim orde baru yang bercorak militer Rizieq semua hal yang
dianggap terkait dengan komunisme dibungkam pemerintah Presiden Soeharto yang
memimpin kampanye melawan semua jejak komunisme misalnya memilih memutuskan
hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Tiongkok atau rrt yang dianggap sebagai
negara komunis rezim Soeharto kemudian juga getol mengimplementasikan berbagai
kebijakan asimilasi masyarakat Jawa hingga di kemudian hari mengakibatkan erosi bahasa
dan budaya Tionghoa di Indonesia saat itu sejumlah kegiatan kepercayaan dan adat istiadat
Cina tidak boleh diekspresikan secara terbuka.

Larangan pengekspresian ini dituangkan dalam Instruksi Presiden atau Inpres nomor 14
tahun 1967 akibat berbagai larangan ini banyak warga keturunan Tionghoa terutama di
kalangan generasi mudanya tercerabut dari akar akar tradisi dan budaya mereka

Semasa kekuasaan Orde Baru warga keturunan Tionghoa seolah dianggap sebagai warga
negara asing di Indonesia yang kedudukannya berada di bawah warga pribumi adanya
anggapan anggapan seperti ini baik secara langsung maupun tidak langsung kerap
menjadikan warga Tionghoa terdiskriminasi. Praktik diskriminasi ini antara lain
termanifestasi dalam kebijakan yang mengharuskan warga keturunan Tionghoa membuat
surat bukti kewarganegaraan republik Indonesia atau es KBRI selama masa pemerintahan
orde baru

Ketika gerakan reformasi menggugat pemerintahan orde baru terjadi dan mencapai
puncaknya pada sepanjang bulan Mei 1998 sebagian masyarakat tionghoa di beberapa kota
kembali menjadi sasaran aksi diskriminasi saat pecah kerusuhan massa. Aksi-aksi
diskriminasi yang memakan banyak korban dan kerugian ini merefleksikan fakta bahwa
prasangka rasial terhadap warga Tionghoa masih ada di kalangan masyarakat fakta ini juga
menguat sebuah masalah yang sangat mudah mental bahwa pengakuan eksistensi
kelompok etnis Tionghoa sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak-hak yang
sama dengan kelompok etnis lain masih kerap diingkari
VIDEO DOCUMENTER 3

Peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang pecah di tengah gelombang aksi reformasi menuntut
mundur Presiden Soeharto hingga kini masih meninggalkan jejak sejarah gelap berbagai
bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia atau HAM diantara pelanggaran HAM berat
yang terjadi pada tanggal 13 hingga 15 Mei 1998 ini adalah aksi teror dengan
memanfaatkan tubuh dan seksualitas perempuan etnis Tionghoa lewat tindak pemerkosaan
dan penyerangan seksual sampai hari ini aksi pemerkosaan dan penyerangan seksual
dalam tragedi Mei 98 ini tidak pernah diakui pemerintah sebagai salah satu fakta kelam
dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang diwarnai
berbagai aksi kekerasan dan penghancuran tidak bisa dilepaskan dari situasi konteks dan
dinamika sosial-politik yang terjadi saat itu berbagai peristiwa yang terjadi sebelum
kerusuhan seperti pemilu 1997 penculikan sejumlah aktivis krisis ekonomi Sidang Umum
MPR RI 1998 dan penembakan mahasiswa Trisakti ikut memicu pecahnya tragedi yang
menewaskan ribuan orang ini siap Hai saat kerusuhan bergolak antara tanggal 13 hingga 15
Mei 1998 sejumlah laporan juga menyatakan telah terjadi tindak pemerkosaan penyerangan
dan kekerasan seksual dalam skala besar tim relawan untuk kemanusiaan organisasi massa
yang dibentuk sejumlah pihak untuk mengawal kasus ini mencatat kurang lebih 168
perempuan menjadi korban kekerasan seksual .

Presiden BJ Habibie mendukung upaya pengungkapan kasus perkosaan Mei 98 sejumlah


pejabat pemerintah justru menguraikan hal sebaliknya beberapa pejabat berwenang
misalnya terus menuntut dihadirkannya korban yang mau memberi kesaksian terbuka pada
publik tanpa adanya jaminan perlindungan yang memadai adilan kita membutuhkan yang
namanya testimoni korban langsung korban harus datang ke pengadilan sementara
perkosaan Mei 98 adalah perkosaan massal

berdasarkan pengakuan sejumlah korban dan fakta yang ditemukan tim relawan untuk
kemanusiaan peristiwa perkosaan yang banyak terjadi pada kerusuhan Mei 1998 juga
disertai tindak kekerasan lain yang banyak diantaranya dilakukan dengan menggunakan
berbagai benda tumpul dan tajam akibatnya tidak sedikit dari korban perkosaan meninggal
karena luka atau pendarahan pada alat vital

peristiwa perkosaan Mei 1998 ini tidak pernah ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang
berwenang akibatnya sampai hari ini sejarah tragedi by 1958 tetap dibiarkan gelap dan para
pelaku masih dibiarkan bebas tanpa hukuman tidak seperti beberapa negara lain yang
cukup Berani mengakui secara kelamnya di masa lalu sebagai sebuah fakta sejarah hingga
kini belum ada upaya serius dari pemerintah dan unsur-unsur pemerintahan lain di negara
kita untuk mengakui sejarah kelam sejumlah pelanggaran HAM di Indonesia termasuk
tragedi pemerkosaan Mei 98 sebagai bagian dari perjalanan sejarah bangsa kita

kenangan ini akan memberikan ruang bagi para korban untuk menjadi kenangan supaya ini
tidak terjadi lagi kita itu tidak ingin sebetulnya menghukum pelaku kita ingin kejadian seperti
ini tidak terulang
1. Apabila hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-
Nya (Pasal 1 angka 1 UU 39 Tahun 1999), apa saja seperangkat hak tersebut yang tertuang
dalam konstitusi Indonesia (UUD 1945)? sebutkan.Hak Warga Negara Indonesia :

–   Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).

–   Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).

–   Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
(pasal 28B ayat 1).

–   Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh,
dan Berkembang”

–   Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan
berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi

meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)

–   Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).

–   Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).

–   Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,

hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).\

2.  Apabila disebutkan bahwa seperangkat hak asasi tersebut wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU 39 Tahun 1999),
siapakah subyek yang wajib menghormati, menjunjung tinggi dan melindungi seperangkat
hak demi harkat dan martabat manusia tersebut? dan bagaimana menurut saudara apabila
terjadi sebaliknya, semisal: mengutamakan kepentingan negara, hukum, dan pemerintah
terlebih dahulu daripada seperangkat hak, harkat dan martabat manusia?
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 69
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan
tata tertib kehidupan bermasyarakat, bebangsa, dan bernegara.
2. Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan
tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik
serta menjadi tugas Pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan,
dan memajukannya.

Sesuai dengan pasal 71 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999


Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan
memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundnag-
undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh
negara Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai