Anda di halaman 1dari 18

MERANCANG DAN MENDESAIN INSTRUMEN RANAH KOGNITIF

MAKALAH
Dipresentasikan dalam Seminar Mata Kuliah
Teori Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab
Semester II Tahun Akademik 2021/2022

Oleh :
Nur Azaliah Mar (80100321065)

Dosen Pemandu:
Prof. Dr. H. Sabaruddin Garancang, M.A.

PROGRAM PASCASARJANA (PPS)


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2022
1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Komponen yang sangat penting dalam pembelajaran salah satunya
adalah instrumen penilaian. Instrumen digunakan sebagai acuan untuk
mengukur kemampuan siswa atau hasil belajar siswa dan sekaligus sebagai salah
satu indikator untuk menentukan kualitas pendidikan. Dalam pembelajaran
disebutkan bahwa penyusunan instrumen tes mempunyai beberapa tujuan yaitu
untuk mengetahui pencapaian indikator yang telah ditetapkan, memperoleh
umpan balik bagi guru, untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam
pembelajaran maupun efektivitas pembelajaran, memperoleh gambaran yang
jelas tentang perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik,
sebagai acuan dalam menentukan tindak lanjut dalam bentuk remedial dan
pengayaan.
Untuk mengetahui hasil belajar siswa, penilaian yang sering dilakukan
adalah penilaian kognitif yang menekankan pada pemahaman siswa tentang
materi. Teknik yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar adalah berupa tes
yang diujikan dengan butir soal, namun masalah yang sering ditemukan adalah
sebagai pendidik atau guru sering kurang menyadari bahwa mengembangkan
butir soal sebagai alat ukur hasil belajar perlu memperhatikan langkah langkah
dalam menulis butir-butir soal, karena demikian seringnya pengajar menyusun
butir soal hasil belajar justru sering menimbulkan kecerobohan, karena
mengangap hal menyusun butir soal adalah hal yang sudah biasa dilakukan dan
kurang perlu mempersiapkannya secara cermat, tidak perlu memperhatikan
langkah-langkah dalam menyusun butir soal, terkadang dalam semester awal
guru tidak lagi membuat butir soal yang digunakan sebagai tes, tetapi guru
menggunakan butir soal yang ada dari semester sebelumnya. Soal digunakan
untuk melakukan tes terhadap siswa dan menentukan hasil belajar siswa. Untuk
mengurangi kesalahan dalam pengukuran hasil belajar, maka dalam membuat
butir soal harus memperhatikan karakteristik peserta didik, tes harus
direncanakan secara cermat dan menyusun butir soal perlu memperhatikan
langkah-langkah penyusunan butir soal.
2

Penilaian dapat digunakan sebagai alat ukur tidak hanya untuk siswa
melainkan juga untuk guru dalam kaitannya dengan analisis tingkat keberhasilan
proses pembelajaran. Peran penting penilaian untuk guru adalah penilaian dapat
dijadikan acuan dalam mencapai tujuan pembelajaran sekaligus dapat
memberikan masukan tentang kondisi siswa sedangkan untuk siswa penilaian
adalah untuk mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam mengikuti
pelajaran. Oleh karena itu guru perlu menyusun suatu perangkat penilaian yang
dapat digunakan untuk mengukur ketuntasan hasil belajar siswa yang dilihat dari
pencapaian indikator hasil belajar dan tujuan pembelajaran khusus yang dicapai
siswa. Perangkat penilaian yang demikian pada akhirnya dapat dijadikan sebagai
acuan guru dalam pengambilan keputusan yang tepat terhadap siswa.
Tujuan dalam pendidikan dari Taksonomi Bloom telah menjadi salah
satu arah dalam pengembangan para guru dalam mencapai suatu proses dan hasil
belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. Terdapat tiga tingkatan
Taksonomi Bloom yaitu kognitif, afektif, psikomotorik. Secara eksplisit ketiga
aspek tersebut dipisahkan satu sama lain. Apapun jenis mata pelajarannya selalu
mengandung tiga aspek tersebut namun memiliki penekanan yang berbeda.
Untuk aspek kognitif lebih menekankan pada teori, aspek psikomotorik
menekankan pada praktik dan kedua aspek tersebut selalu mengandung afektif.1
Ranah kognitif menjadi aspek yang mayoritas diharapkan dalam pembelajaran.
Oleh karenanya makalah ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman dan
praktis tentang bagaimana merancang dan mendesain instrumen penilaian
meliputi ranah kognitif,
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu instrumen ranah kognitif?
2. Bagaimana mendesain instrumen ranah kognitif dalam pembelajaran
Bahasa Arab?

1
Haryati, Model Dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2008). 59
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sekilas Tentang Ranah Kognitif


Ranah kognitif umumnya disebut dengan aspek pengetahuan. Majid
menyatakan, “Kognitif adalah aspek yang memfokuskan pada peningkatan
kemampuan dan keterampilan intelektual”2. Sunarti & Rahmawati menjelaskan,
“Komponen penilaian ranah kognitif mencakup hafalan, pemahaman,
penerapan, analisis, dan evaluasi”3. Penailaian ranah kognitif biasanya
menggunakan penialaian berupa tes. Penilaian aspek pengetahuan sangat
penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa terhadap
materi yang sudah diajarkan dan sebagai dasar untuk menentukan tindak lanjut
dalam proses belajar selanjutnya.
Nurgiyantoro mengemukakan, ranah kognitif secara langsung
berhubungan dengan komponen dan kegiatan pembelajaran yang meliputi
perumusan kompetensi dasar dan indikator, penentuan bahan ajar, proses dan
pelaksanaan penilaian pembelajaran, sehingga ranah kognitif mendapatkan
perhatian lebih.4 Piaget dalam Rifa’i & Anni mengemukakan, terdapat tiga
prinsip utama dalam pembelajaran kognitif, yang pertama yaitu belajar aktif,
yang menuntut siswa untuk dapat belajar atau menemukan dan mencari suatu
permasalahan sendiri, kedua yaitu belajar lewat interaksi sosial, dengan interaksi
sosial seperti kegiatan belajar bersama dapat mengembangkan kemampuan
kognitif siswa, karena akan memiliki banyak sudut pandang dalam
menyelesaikan suatu masalah, yang ketiga yaitu belajar lewat pengamalaman
sendiri, perkembangan kognitif siswa didik akan lebih bermakna apabila
diperoleh dari pengalaman diri sendiri secara langsung.5
Ariyana, Pudjiastuti, Bestary, & Zamroni menyatakan, “Ranah kognitif
meliputi kemampuan siswa dalam mengungkapkan kembali pengetahuan yang

2
Majid, A. 2017. Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset. H. 44-45
3
Sunarti & Rahmawati, S. 2014. Penilaian dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: C.V Andi
Offset. H. 15
4
Nurgiyantoro, B. 2016. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta. H. 62
5
Rifa’i, A. & Anni, C.T. 2016. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES Press. H. 161
4

telah didapatkannya dalam proses pembelajaran”. Bloom dalam Ariyana,


Pudjiastuti, Bestary, & Zamroni, membagi ranah kognitif dalam 6 tingkatan dari
jenjang terendah hingga tertinggi, yang meliputi:6
(1) Mengingat (C1)
Mengingat adalah menentukan pengetahuan yang relevan dari ingatan. Kata
kerja operasionalnya yaitu: mengutip, menyebutkan, menjelaskan,
menggambar, mengenali, mengidentifikasi, mendaftar, menunjukkan,
membaca, menamai, menandai, menghafal, meniru, mencatat, mengulang,
memilih, menyatakan, menulis, mengingat, menyebutkan, mengenali.
(2) Memahami (C2)
Memahami adalah membentuk makna dari proses pembelajaran, temasuk
komunikasi lisan, tertulis, dan gambar. Kata kerja operasionalnya meliputi:
menerangkan, menjelaskan, menterjemahkan, menguraikan, mengartikan,
menyatakan kembali, menafsirkan, mendiskusikan, menyeleksi,
mendeteksi, melaporkan, menduga, mengelompokkan, memberi contoh,
merangkum, mengubah, memperkirakan.
(3) Menerapkan (C3)
Menerapkan adalah melakukan prosedur di dalam situasi yang tidak biasa.
Kata kerja operasionalnya adalah memilih, menerapkan, melaksanakan,
mengubah, menggunakan, mendemonstrasikan, menginterpretasikan,
menunjukkan, membuktikan, menggambarkan, mengoperasikan,
menjalankan, memprogramkan, mempraktikkan, memulai, menyusun,
mengklasifikasi, menyelidiki, mengoperasikan.
(4) Menganalisis (C4)
Menganalisis adalah keterampilan mengolah data untuk memahami dan
menentukkan suatu hubungan. Kata kerja operasionalnya meliputi:
mengaudit, mengatur, menganimasi, mengumpulkan, memecahkan,
menegaskan, menganalisis, menyeleksi, merinci, menominasikan,

6
Ariyana, Y., Pudjiastuti, A., Bestary, R., & Zamroni. 2018. Buku Pegangan Pembelajaran
Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Program Peningkatan Kompetensi
Pembelajaran Berbasis Zonasi Jakarta: Direktorat Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. H.6-10
5

mendiagramkan, menguji, mencerahkan, membagankan, menjelajah,


memaksimalkan, memerintahkan, mendeteksi.
(5) Mengkreasi/Sintesis (C5)
Mengkreasi adalah menyusun kembali unsur-unsur ke dalam pola atau
struktur baru. Kata kerja operasionalnya yaitu: mengumpulkan,
mengabstraksi, mengatur, menganimasi, mengkategori, membangun,
mengkreasikan, mengoreksi, merencanakan, memadukan, mendikte,
membentuk, meningkatkan, menanggulangi, menggeneralisasi, mereparasi,
memproduksi.
(6) Mengevaluasi (C6)
Mengevaluasi adalah membuat pertimbangan berdasarkan kriteria atau
standar. Kata kerja operasionalnya meliputi: membandingkan,
menyimpulkan, menilai, mengarahkan, memprediksi, memperjelas,
menugaskan, menafsirkan, mempertahankan, memerinci, mengukur,
merangkum, memproyeksikan, membuktikan, memvalidasi, mengetes,
mengkritik, mengarahkan.

Distribusi jenjang ranah kognitif dapat ditentukan dengan mencocokkan


kata kerja yang terdapat pada suatu soal/pertanyaan dengan kata kerja
operasional pada masing-masing jenjang ranah kognitif C1 sampai dengan C6.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, penyusunan butir soal
harus memerhatikan distribusi jenjang ranah kognitif yang meliputi mengingat
(C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengkreasi (C5),
dan (C6 mengevaluasi), karena butir soal yang disusun harus proporsional yang
artinya pembagian butir soal yang mudah, sedang, dan sukar harus seimbang.
Butir soal yang disusun harus dapat mengukur kemampuan siswa didik sesuai
dengan jenjang pendidikan.

B. Teknik dan instrumen Ranah Kognitif


Salah satu tehnik evaluasi hasil belajar kognitif adalah tes verbal yang
berwujud butir-butir soal. Secara umum, ada beberapa langkah yang harus
ditempuh dalam penyusunan instrument tes verbal, yaitu: (1) menentukan tujuan
dan kawasan tes, (2) menguraikan materi dan batasan yang akan di ukur, (3)
6

menyusun kisi-kisi, (4) memilih bentuk tes, (5) menentukan panjang tes, (6)
menulis soal coba tes, (7) menelaah soal tes, (8) melakukan uji coba tes, (9)
menganalisis butir soal, (10) memperbaiki tes dan (11) merakit tes. Yang akan
dikaji satu persatu sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan dan kawasan tes. Perumusan tujuan tes dapat mengacu
kepada fungsi tes yang disusun yaitu apakah fungsi formatif, fungsi sumatif
atau fungsi diagnostik. Masing-masing tujuan evaluasi menghendaki adanya
penyesuaian dalam tes yang direncanakan. Fungsi formatif adalah untuk
mengukur tingkat penguasaan siswa. Sedangkan fungsi sumatif adalah untuk
penentuan nilai akhir dalam suatu program, penentuan taraf penguasaan,
penentuan kelulusan. Dan fungsi diagnostik adalah untuk mengetahui
kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapi siswa atau mendeteksi kesukaran
belajar dan sebab-sebabnya.7
2. Menguraikan materi tes dan kompetensi. Menguraikan materi atau isi
pelajaran yang akan diujikan berpedoman pada prinsip “memasukkan sesuatu
yang masuk dan mengeluarkan sesuatu yang harusnya keluar”. Maksudnya,
bahwa penguraian isi tes bukan saja berarti mengusahakan agar tes yang akan
ditulis itu tidak keluar dari lingkup materi yang telah ditentukan oleh batasan
kawasan ukur akan tetapi berarti pula mengusahakan agar jangan sampai ada
bagian isi yang penting yang terlewatkan dan tidak tertuang dalam tes.8
3. Menyusun kisi-kisi tes. Kisi-kisi tes atau blue print (Cetak biru) adalah
deskripsi mengenai ruang lingkup materi dan aspek kompetensi yang akan
diujikan yang umumnya dituangkan dalam sebuah matriks. Ada dua bentuk
kisi-kisi yang perlu dibuat oleh penyusun tes, yaitu: a) kisi-kisi untuk
menentukan proporsial materi dan kompetensi yang diujikan dan b) kisi-kisi
untuk menentukan bentuk soal yang sesuai dengan muatan materi. Dan
langkah-langkah penyusunan kisi-kisi untuk menetukan proporsi materi dan
kompetensi adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi pokok-pokok materi yang akan diujikan dengan
memberikan imbangan bobot untuk masing-masing bahasan,

7
Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi, (Yogyakarta: Insan Madani, 2011), h. 80
8
Wayan Nukancana & Sumartana, Evaluasi Pendidikan Cet III, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1983), h.130
7

b. Mengidentifikasi tindakan ranah kognitif yang termuat dalam rumusan


indikator dan memberikan imbangan bobot masing-masing tingkatan
ranah. Dan pencapaian tingkatan ranah kognitif hendaknya disesuaikan
dengan jenjang pendidikan.
c. Memasukkan ranah dan pokok-pokok materi yang telah teridentifikasi ke
dalem table spesifikasi.
d. Memerinci banyaknya butir soal dalam setiap pokok materi dan ranah
yang akan dicapai. 9
4. Pemilihan bentuk tes. Pemilihan bentuk tes yang tepat didasarkan pada
beberapa faktor seperti tujuan tes, jumlah siswa tes, waktu yang tersedia
untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes dan karakteristik
mata pelajaran yang diujikan. Bentuk tes objektif pilihan ganda,
menjodohkan isian dan bentuk benar salah tepat digunakan bila jumlah
peserta tes banyak, waktu koreksi singkat dan cakupan materi yang diujikan
banyak.10
5. Menentukan panjang tes. Panjang tes yang dimaksud adalah jumlah soal yang
ini ditentukan oleh waktu yang tersedia untuk melakukan ujian dengan
memerhatikan bahan yang diujikan dan tingkat kelelahan siswa tes. Ada tiga
hal utama yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soal yang
diujikan, yaitu: a. Bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam
kisi-kisi. b. Keandalan yang diinginkan dan c. Waktu yang tersedia. Bobot
skor tiap soal bisa ditentukan sebelum tes digunakan, yaitu berdasar tingkat
kompleksitas atau kesulitannya yang kompleks atau sulit diberi bobot lebih
tinggi dibandingkan dengan yang lebih mudah.11
6. Menulis soal. Untuk menuliskan soal-soal tes yang baik, maka kita harus
berpedoman kepada saran-saran penyusunan soal untuk tiap-tiap tipe tes.
Banyak tes yang ditulis hendaknya lebih banyak dari pada soal yang
diperlukan, sehingga nantinya bisa dipilih soal-soal mana yang lebih baik.12

9
Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi, (Yogyakarta: Insan Madani, 2011), h. 82-83
10
Muri Yusuf, Asesmen dan Evaluasi Pendidikan Pilar Penyedia Informasi dan Kegiatan
Pengendalian Mutu Pendidikan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 181.
11
Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi, (Yogyakarta: Insan Madani, 2011), h. 86
12
Wayan Nukancana & Sumartana, Evaluasi Pendidikan Cet III, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1983), h.54
8

Ada dua teknik penilaian ranah kognitif, yaitu teknik tes dan non tes. Tes
untuk evaluasi hasil belajar kognitif, dari segi caranya dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu tes lisan dan tes tertulis. Sedangkan dari segi bentuknya, tes
dibedakan menjadi dua macam pula yaitu tes objektif dan tes subjektif (uraian).
Tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yaitu tes model pilihan ganda, tes isian
singkat, tes menjodohkan, tes benar-salah. Tes subjektif (uraian) ada dua bentuk,
yaitu tes uraian terbatas dan tes uraian bebas.
Teknik Tes
1) Pilihan ganda (multiple choice item)
Tes pilihan ganda adalah bentuk tes objektif yang terdiri atas
pertanyaan atau pernyataan (stem) dan diikuti sejumlah alternatif jawaban
(option), tugas testee (sasaran pengujian) memilih alternatif jawaban yang
paling tepat. Kemungkinan jawaban tersebut dapat berupa kata, frasa, nama
tempat, nama tokoh, lambang atau kalimat yang sudah pasti. Dilihat dari
segi rumusan kalimatnya, soal pilihan ganda dapat berupa kalimat tanya
atau kalimat pertanyaan yang tidak lengkap. Alternatif jawaban terdiri atas
jawaban benar yang merupakan kunci jawaban serta kemungkinan jawaban-
jawaban salah yang disebut pengecoh (distraktor). Alternatif jawaban ini
beragam, ada yang menggunakan tiga alternatif yang biasanya digunakan
disekolah tingkat dasar (SD/MI) 1-3, ada yang menggunakan 1-4 alternatif
ditingkat SMP/MTs, dan ada yang menggunakan 1-5 alternatif pada tingkat
SLTA dan perguruan tinggi.
Ada beberapa model soal pilihan ganda yang dapat digunakan dalam
evaluasi hasil belajar, yaitu:
a) Model pilihan ganda biasa
b) Model assosiasi
c) Model melengkapi berganda
d) Model hubungan antar hal
e) Model analisis kasus
f) Model pemakaian diagram, grafik, peta atau gambar.
2) Tes bentuk jawaban singkat atau isian singkat
9

Tes jawaban singkat adalah bentuk tes yang berupa kalimat


pertanyaan yang harus dijawab dengan jawaban singkat atau kalimat
perintah yang harus dikerjakan atau berupa kalimat pernyataan yang belum
selesai sehingga testee harus mengisikan kata untuk melengkapi kalimat
tersebut. Bentuk tes ini tepat digunakan untuk mengetahui tingkat
ingatan/hafalan dan pemahaman siswa. Tes ini juga dapat memuat jumlah
materi yang banyak, namun tingkat berpikir yang diukur cenderung
rendah.13
Kaidah-kaidah utama penyusun soal bentuk ini adalah sebagai berikut:
a) Rumusan butir soal harus sesuai dengan kemampuan (kompetensi dasar
dan indikator)
b) Jawaban yang benar hanya satu
c) Rumusan kalimat soal harus komunikatif
d) Rumusan soal harus menggunakan bahasa yang baik, kalimat singkat,
dan jelas sehingga mudah dipahami
e) Jawaban yang dituntut oleh butir berupa kata, frase, angka, simbol, tahun,
tempat, dan sejenisnya harus singkat dan pasti
f) Rumusan butir soal tidak merupakan kalimat yang belum lengkap, bagian
yang dikosongkan (perlu diisi oleh testee) maksimud dua untuk satu
kalimat soal
g) Titik-titik kosong sebagai tempat jawaban hendaknya diletakan pada
akhir atau dekat akhir kalimat daripada pada awal kalimat
3) Tes menjodohkan
Tes bentuk menjodohkan atau memasangkan adalah suatu bentuk tes
yang terdiri dari suatu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing
pertanyaan mempunyai jawabannya yang tercantum dalam seri jawaban.
4) Tes benar-salah
Item tes benar-salah berupa pernyataan-pernyataan. Pernyataan
tersebut ada yang benar dan salah. Tugas siswa adalah menandai pernyataan
tersebut benar atau salah. Bentuk soal benar-salah terbatas untuk mengukur

13
Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi, (Yogyakarta: Insan Madani, 2011), h.99
10

kemampuan mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang


sederhana.14
5) Tes uraian
Tes bentuk uraian merupakan alat evaluasi hasil belajar yang paling
tua. Tes uraian disebut pula dengan tes esai (essay test) atau tes subjektif.
Dikatakan tes subjektif terutama terkait dengan proses pemeriksaan dan
pemberian skor dari tester (evaluator) yang relatif lebih bersifat subjektif
jika dibandingkan dengan pada tes objektif.
Secara umum tes uraian ini memiliki karakteristik yaitu: pertama, tes
uraian adalah tes yang berupa pertanyaan atau perintah yang jawabannya
menuntut testee mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakan gagasan tersebut dalam bentuk
tulisan. Tes uraian menyediakan kebebasan kepada peserta didik dalam
menentukan responnya terhadap materi yang ditanyakan.15 Kedua, jumlah
butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar empat sampai dengan
sepuluh butir. Ketiga, pada umumnya, butir-butir soal tes diawali denga
kata-kata: jelaskan, terangkan, uraikan, mengapa, bagaimana, dan kata-kata
lain yang menuntut testee memberikan uraian jawaban secara lebih luas. Tes
uraian dgunakan secara luas untuk bebagai macam keperluan antara lain
digunakan sebagai ulangan harian, ulangan umum, ataupun ulangan
kenaikan kelas. Pada perguruan tinggi, biasanya para dosen menggunakan
bentuk uraian tes ini pada saat ujian tengah semester (UTS) atau ujian akhir
semester (UAS). Dari sisi kemampuan, tes uraian ini digunakan untuk
mengukur kemampuan yang tidak dapat diukur dengan bentuk tes objektif.
Secara umum terdapat dua situasi dimana guru atau dosen mengukur
kemampuan yang sangat tinggi diukur dengan tes bentuk objektif seperti
kemampuan analisis, sintesis, maupun evaluasi. Keempat, tes uraian
digunakan jika guru ingin mengukur kemampuan menulis. Dalam contoh
ini, guru biasanya mengukur kemampuan testee untuk menulis beberapa
kalimat sehingga terbentuk sebuah cerita. Kemampuan yang diukur adalah

14
Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h.
108-109
15
A. Muri Yusuf, Asesmen dan Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2015), h. 207.
11

kemampuan mengekpresikan gagasan dalam sebuah cerita yang meruntut


dan komunikatif.
Tes bentuk uraian ini ada dua macam, yaitu tes uraian terbatas atau
uraian terstruktur dan tes uraian bebas. 1) Tes uraian terbatas, disebut pula
dengan tes uraian terstruktur atau tes uraian objektif adalah tes uraian yang
sifat jawabannya dibatasi (sudah terarah) baik ditinjau dari segi materi
maupun jawabannya. Penskoran pada tes uraian terbatas cenderung lebih
konsisten dan objektif. 2) Uraian bebas, yaitu bentuk tes uraian yang
menghendaki jawaban yang terurai (jawaban panjang). Tes uraian bebas ini
bebas melalui tulisan atau karangan. Jadi testee memiliki kebebasan
mengemukakan jawaban melalui tulisan. Benar tidaknya tulisan testee
hanya dapat diskor oleh guru yang benar-benar berpegalaman. Bentuk tes
ini tepat digunakan apabila bertujuan untuk: a) Mengungkapkan pandangan
para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahuai luas dan
intensitasnya, b) Mengupas suatu masalah yang kemungkinan jawabannya
beraneka ragam sehingga tidak ada satu jawaban yang pasti c)
Mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari
berbagai segi atau dimensinya.
Pedoman tes uraian secara umum adalah sebagai berikut:
a) Soal harus sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang terdapat
pada kurikulum. Artinya, soal uraian harus menanyakan perilaku dan
materi yang hendak diukur sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar dan
indikator.
b) Ruang lingkup berupa batasan pertanyaan dan jawaban harus jelas dan
tegas
c) Rumusan pertanyaan atau penyataan harus menggunakan kata-kata tanya
yang menuntut jawaban terurai seperti: “bandingkan ...”, “berikan alasan
...”, “jelaskan mengapa ..”, “uraikan..”, “tafsirkan ...”, dan semacamnya
yang menghendaki jawaban terurai
d) Isi materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang dan jeni sekolah
dan tingkat sekolah
12

e) Rumusan pertanyaan jangan menggunakan kata yang tidak menuntut


siswa untuk menguraikan seperti: siapa, kapan, dimana, apakah, dan bila.
f) Buatlah pedoman penskoran segera setelah soal uraian selesai ditulis.
Pedoman penskoran harus dibuat dengan cara menguraikan kriteria
penskoran atau komponen yang akan dinilai seperti rentang skor dan
besarnya skor untuk setiap kriteria.
g) Sesaat setelah butir-butir soal disusun, hendaknya segera drumuskan
kunci jawabannya, atau setidak-tidaknya disiapkan ancer-ancer jawaban
betulnya
h) Rumusan butir soal harus menggunakan bahasa indonesia yang baku dan
bahsa yang sederhana serta komunikatif sehingga mudah dipahami oleh
siswa. Penulis soal jangan sampai menggunakan istilah atau kalimat yang
bertele-tele tidak terfokus pada inti permasalahan sehingga sukar
dipahami oleh testee.
Teknik Non Tes
Ada beberapa teknik non tes yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi hasil belajar kognitif yaitu portofolio, proyek (penugasan),
dan produk (Depdiknas, 2004). Teknik non tes ini sifatnya untuk
melengkapi teknik tes.
1) Penilaian Portofolio Menurut Poulson,
Portofolio sebagai kumpulan pekerjaan siswa yang menunjukan usaha,
perkembangan dan kecakapan mereka dalam satu bidang atau lebih.
Portofoli dapat digunakan oleh siswa untuk melihat kemauan mareka
sendiri, terutama dalam hal perkembangan pengetahuan mereka, sikap,
ketrampilan dan ekspresinya terhadap sesuatu. Jadi dapat dikatakan
bahwa penilaian portofolio adalah kumpulan hasil karya seorang siswa
yang digunakan sebagai instrument evaluasi untuk menilai kompetensi
siswa. Kumpulan hasil karya tersebut difokuskan kepada dokumen
tentang kerja siswa sebagai bukti tentang apa yang dapat dilakukan oleh
siswa, misalnya, ulangan harian, tugas-tugas terstruktur, catatan perilaku
siswa, dan laporan aktifitas di luar Sekolah.16

16
Sukiman. Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta: Insan Madani, 2011. H.116
13

2) Penilaian Proyek
Penilaian proyek adalah penilaian pada kemampuan melakukan”
Scientific Inquiry” yang dapat memberikan informasi tentang
kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan dalam merencanakan,
mengorganisasi penyelidikan, bekerjasama, mengidentifikasi,
mengumpulkan informasi, menganalisis dan menginterpretasikan serta
mengomunikasikan temuannya dalam bentuk laporan tulisan
3) Penilaian Produk
Penilaian terhadap hasil artikel atau benda yang dihasilkan siswa dalam
periode tertentu.
Teknik penskoran Hasil Belajar Kognitif
1) Tes Bentuk Pilihan Ganda
Cara menskor tes bentuk pilihan ganda ada dua. Pertama tanpa
menerapkan sistem denda terhadap jawaban tebakan. Kedua, dengan
menerapkan sistem denda terhadap jawaban tebakan.
a) Penskoran tanpa menerapkan system denda terhadap jawaban
tebakan. Cara pemberian skor adalah dengan dua kemungkinan, yakni
dengan mempertimbangkan bobot skor setiap soal dan tanpa
mempertimbangkan bobot skor (Zainal Arifin, 1991). Cara pertama
adalah menghitung jawaban benar setiap testee dan kemudian
dikalikan bobot skor setiap soal. Cara ini dapat diformulasikan
sebagai berikut: S = ƩR x Wt
Di mana:
S : Score (skor yang sedang dicari)
ƩR: Right (jumlah jawaban betul)
Wt: Weigt (bobot skor setiap soal)
Cara kedua adalah menghitung jumlah jawaban benar dan setiap butir
yang dijawab benar diberi skor satu, sehingga jumlah skor yang
diperoleh siswa adalah bayaknya butir yang dijawab benar. Cara ini
dapat diformulasikan sebagai berikut: S = ƩR
14

b) Penskoran dengan menerapkan denda terhadap jawaban tebakan dapat


dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut: S = ƩR – (ƩW
: (O – I)
Di mana:
S : Skor yang sedang di cari
ƩR: Right (jumlah jawaban betul)
ƩW : Wrong (jumlah jawaban salah)
O : Banyaknya opsi (pilihan) yang dipasang pada soal
I : Bilangan Konstan (tetap)
Contoh: Soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir. Jumlah
pilihan (option) jawaban sebayak 4 pilihan, jumlah jawaban yang
benar 20, jumlah jawaban salah 12, dan tidak dijawab 8, maka skor
yang di peroleh: S = 20 – (12: (4 – 1) = = 20 – 4= 16)
2) Tes Bentuk Jawaban Singkat dan Menjodohkan
Pemberian skor untuk kedua bentuk tes ini, umumnya tidak
memperhitungkan sanksi berupa denda.Umumnya jawaban benar diberi
skor satu (1) da jawaban salah diberi skor nol (0). S = ƩR)
3) Tes Bentuk Uraian
Pada tes bentuk uraian, pemberian skor umumnya mendasarkan diri pada
bobot yang diberikan untuk setiap butir soal, atas dasar tingkat
kesukarannya, atau atas dasar bayak sedikitnya unsur yang harus terdapat
dalam jawaban yang dianggap paling baik atau paling benar.17

C. Mendesain Instrumen Ranah Kognitif dalam pembelajaran Bahasa Arab


Isim Dhamir
C1. Pengetahuan
1. Menyebutkan pembagian dhamir
2. Menuliskan dhamir munfashil dan muttashil
3. Memasangkan dhamir munfashil dan muttashil dalam kalimat
C2. Pemahaman
1. Menjelaskan pengertian dhamir

17
Sukiman. Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta: Insan Madani, 2011. H.245
15

2. Menjabarkan persamaan dan perbedaan dhamir munfashil dan


muttashil
3. Menguraikan cara penggunaan dhamir munfashil dan muttashil
C3. Penerapan
1. Menerapkan dhamir munfashil dan muttashil dalam kalimat
2. Menggunakan dhamir munfashil dan muttashil dalam percakapan
C4. Analisis
1. Merinci penggunaan dhamir munfashil dan muttashil: ghaib, mukhatab,
dan mutakallim
2. Menganalisis kedudukan dhamir dalam kalimat
3. Melatih pemahaman penggunaan dhamir munfashil dan muttashil
dengan merubah dhamir yang terdapat dalam kalimat
C5. Sintesis
1. Merumuskan persamaan dan perbedaan dhamir munfashil dan
muttashil
2. Menyusun kalimat sederhana dan kompleks dengan menggunakan
dhamir munfashil dan muttashil
3. Mengkategorisasi jenis penamaan dhamir dan penggunaannya dalam
kalimat
C6. Mengevaluasi
1. Membandingkan dhamir ghaib munfashil mudzakkar dan muannats
2. Membandingkan dhamir mukhatab munfashil mudzakkar dan
muannats
3. Membandingkan dhamir mutakallim wahdah dan maal ghair Munfashil
16

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Dalam
ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari
terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi.

Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah: Pengetahuan/


hafalan/ingatan (knowledge) (C1), Pemahaman (comprehension) (C2), Penerapan
(application) (C3), Analisis (analysis) (C4). Sintesis (syntesis) (C5), Penilaian/
penghargaan/evaluasi (evaulation) (C6).

Tujuan aspek kognitif berorientasi kepada kemampuan berpikir yang


mencakup kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk
menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur
yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut
17

Daftar Pustaka
A. Muri Yusuf, Asesmen dan Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2015)

Ariyana, Y., Pudjiastuti, A., Bestary, R., & Zamroni. Buku Pegangan Pembelajaran
Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Program
Peningkatan Kompetensi Pembelajaran Berbasis Zonasi Jakarta: Direktorat
Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. 2018

Haryati, Model Dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan (Jakarta:
Gaung Persada Press, 2008)

Majid, A. Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya Offset. 2017

Muri Yusuf, Asesmen dan Evaluasi Pendidikan Pilar Penyedia Informasi dan
Kegiatan Pengendalian Mutu Pendidikan, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2015)

Nurgiyantoro, B. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi.


Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. 2016

Rifa’i, A. & Anni, C.T. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES Press. 2016

Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012)

Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi, (Yogyakarta: Insan Madani, 2011)

Sunarti & Rahmawati, S. Penilaian dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: C.V Andi
Offset. 2014.

Wayan Nukancana & Sumartana, Evaluasi Pendidikan Cet III, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1983)

Anda mungkin juga menyukai