Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN

LANSIA DAN TERAPI MODALITAS

MATA KULIAH KEPERAWATAN GERONTIK

Dosen Pengampu: Dr. Suhari, A Per.Pen.,MM.

Disusun oleh:

Nama : DHITA WIJAYANTI


NIM : 202303101023
Kelas : 2A

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JEMBER

FAKULTAS KEPERAWATAN

PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT, atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“LANSIA DAN TERAPI MODALITAS”.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan ALLAH SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan kali ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar -
besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kata
kesempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan
baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dengan tangan terbuka menerima
masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.

Lumajang, 6 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
1.4 Manfaat....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3

2.1 Definisi.....................................................................................................................3
2.2 Etiologi.....................................................................................................................3
2.3 Manifestasi Klinis....................................................................................................4
2.4 Pathway....................................................................................................................5
2.5 Komplikasi...............................................................................................................5
2.6 Pemeriksaan Diagnostik...........................................................................................6
2.7 Penatalaksanaan.......................................................................................................6

BAB III KONSEP ASKEP................................................................................................9

3.1 Pengkajian................................................................................................................9
3.2 Diagnosa................................................................................................................11
3.3 Intervensi................................................................................................................19
3.4 Implementasi..........................................................................................................22
3.5 Evaluasi..................................................................................................................24

BAB IV PENUTUP..........................................................................................................27

4.1 Kesimpulan............................................................................................................27
4.2 Saran......................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keberhasilan pembangunan negara-negara di dunia termasuk di Indonesia
dalam segala bidang termasuk kesehatan akan memperbaiki kualitas hidup dan
kesehatan masyarakat yang berdampak pada peningkatan usia harapan hidup dan
semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun (Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014). Saat ini telah memasuki era aging
population, yang berarti jumlah lansia mencapai lebih dari tujuh persen dari total
jumlah penduduk di Indonesia. Dimana terjadi peningkatan umur harapan hidup
(UHH) dan diikuti dengan peningkat jumlah lansia. Prevalensi penyakit lansia
mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, dikarenakan kerentanan terhadap
penyakit dan meningkatnya disabilitas seiring dengan meningkatnya usia. Bersamaan
dengan meningkatnya usia, beberapa fungsi vital dalam tubuh ikut mengalami
kemunduran.
Fenomena ini menimbulkan permasalahan global. Permasalahan ini
disebabkan keterbatasan lansia terutama karena faktor usia dan biologis. Setiap
penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk lansia (Komisi
nasional lanjut usia, 2010). Peningkatan jumlah penduduk lansia akan membawa
dampak terhadap sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam
pemerintah. Saat ini, di seluruh dunia, jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 629
juta jiwa (satu dari sepuluh orang berusia lebih dari 60 tahun), dan pada tahun 2025,
lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar. Menurut perkiraan Biro Pusat Statistik, pada
tahun 2005 di Indonesia, terdapat 18.283.107 penduduk lanjut usia. Jumlah ini akan
melonjak hingga kurang lebih 33 juta orang lanjut usia (12 persen dari total
penduduk) pada tahun 2020 dengan umur harapan hidup kurang lebih 70 tahun
(Nugroho, 2008).
Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu
luang bagi lansia (Maryam, 2008). Terapi modalitas juga berarti suatu kegiatan dalam
memberikan asuhan keperawatan baik di institusi pelayanan maupun di masyarakat
yang bermanfaat bagi kesehatan lansia dan berdampak terapeutik.
Berdasarkan fenomena dan data di atas, serta berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti mengenai keefektifan dan keterkaitan
antara lansia dengan terapi modalitas , maka penulis tertarik untuk melakukan
pengenalan lebih dalam mengenai lansia dan terapi modalitas serta hubungan antara
lansia dengan terapi modalitas ini bagi keberlangsungan hidup lansia, apakah dapat
mendatangkan dampak yang baik atau buruk bagi lansia tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan, dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa definisi dari lansia?
2. Bagaimana tahap lanjut usia?
3. Bagaimana tipe – tipe lanjut usia?
4. Apa saja perubahan yang terjadi pada lansia?
5. Apa definisi dari terapi modalitas?
6. Apa saja tujuan dari terapi modalitas?
7. Apa saja jenis dari terapi modalitas?
8. Bagaimana hubungan lansia dengan terapi modalitas bagi keberlangsungan
hidup lansia?
1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah, dapat diambil beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari lansia
2. Untuk mengetahui dan memahami tahap lanjut usia
3. Untuk mengetahui dan memahami tipe – tipe lanjut usia
4. Untuk mengetahui dan memahami perubahan yang terjadi pada lansia
5. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari terapi modalitas
6. Untuk mengetahui dan memahami tujuan dari terapi modalitas
7. Untuk mengetahui dan memahami jenis dari terapi modalitas
8. Untuk mengetahui dan memahami hubungan lansia dengan terapi modalitas
bagi keberlangsungan hidup lansia
1.4. Manfaat
Dari tujuan, dapat diambil beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman yang
diterapkan di ilmu keperawatan mencakup tentang lansia dan terapi modalitas.
2. Manfaat bagi Pembaca
Diharapkan dapat memberikan sarana informasi terhadap pembaca sehingga
dapat meningkatkan pengetahuan pembaca khususnya yang berhubungan
dengan lansia dan terapi modalitas.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Lansia


Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu
anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis, maupun psikologis.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, seperti kemunduran fisik,
kemunduran daya ingat, dll.
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009).
Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya mencari
nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017).
Lanjut usia merupakan periode akhir kehidupan seseorang dan setiap individu
akan mengalami proses penuaan dengan terjadinya perubahan pada berbagai aspek
fisik atau fisiologis, psikologis, dan sosial (Miller, 2004). Menurut WHO lanjut usia
(lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih.
2.2. Tahap Lanjut Usia
a. Menurut WHO, lanjut usia meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia (45 – 59 tahun)
2. Lanjut usia (eldery) antara (60 - 74 tahun)
3. Lanjut usia (old) antara (75 dan 90 tahun)
4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun)
b. Menurut Prof. Dr. Koesoemanto Setyonegoro, SpKJ, lanjut usia
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Usia dewasa muda (Eldery Adulthood) (usia 15 – 18 / 20 tahun).
2. Usia dewasa penuh (Middle years) atau maturitas (usia 25 - 60 / 65 tahun)
3. Lanjut usia (Geriatric age) (usia lebih dari 65 / 70 tahun), terbagi:
a) Usia 70 - 75 tahun (young old)
b) Usia 75 - 80 tahun (old)
c) Usia lebih dari 80 tahun (very old)
c. Menurut Burnside (1979), ada 4 tahap lanjut usia, yakni:
1. Young old (usia 60 - 69 tahun)
2. Middle age old (usia 70 - 79 tahun)
3. Old-old (usia 80 - 89 tahun)
4. Very old-old (usia 90 tahun ke atas)
2.3. Tipe – Tipe Lanjut Usia
1. Tipe Arif Bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
2. Tipe Mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan
kegiatan baru, selektif dan mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
3. Tipe Tidak Puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang
proses penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya
tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
4. Tipe Pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,
mempunyai konsep habis (habis gelap datang terang), mengikuti kegiatan
beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
2.4. Perubahan yang Terjadi pada Lansia
1. Perubahan Fisik
a. Sel
 Jumlah sel menurun dengan ukuran sel lebih besar
 Jumlah cairan tubuh dan cairan intraselular berkurang
 Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati menurun
 Jumlah sel otak menurun dan mekanisme perbaikan otak terganggu
 Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5 - 10%
 Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar
b. Sistem Persyarafan
 Menurun hubungan persarafan
 Berat otak menurun 10 - 20%
 Respon dan waktu untuk bereaksi lambat
 Saraf panca-indra mengecil
 Penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman
dan perasa mengecil, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dan
rendahnya ketahanan terhadap dingin
 Kurang sensitif terhadap sentuhan.
 Defisit memori
c. Sistem Pendengaran
 Gangguan pendengaran (hilangnya daya pendengaran pada telinga
dalam)
 Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan / stress
 Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau
rendah, bisa terus-menerus atau intermiten)
 Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau
berputar)
d. Sistem Penglihatan
 Sfingter pupil timbul sklerosis dan respon terhadap sinar
menghilang
 Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
 Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas
menyebabkan gangguan penglihatan.
 Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap.
 Penurunan / hilangnya daya akomodasi
 Lapang pandang menurun: luas pandangan berkurang
 Daya membedakan warna menurun
e. Sistem Kardiovaskuler
 Katup jantung menebal dan menjadi kaku
 Elastisitas dinding aorta menurun
 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan
volume menurun
 Curah jantung menurun
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke
duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun
menjadi 65 mmhg (mengakibatkan pusing mendadak)
 Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan
perdarahan.
 Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer
meningkat.
f. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
 Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis
 Merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat dan gelisah.
 Keterbatasan reflex menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot
g. Sistem Pernapasan
 Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan
kekuatan, dan menjadi kaku
 Aktivitas silia menurun
 Paru kehilangan elastisitas dan menarik nafas lebih berat
 Ukuran alveoli melebar (membesar secara progesif) dan jumlah
berkurang
 Berkurangnya elastisitas bronkus
 Pertukaran gas terganggu
h. Sistem Pencernaan
 Kehilangan gigi
 Indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap di
lidah terhadap rasa manis, asin, asam dan pahit
 Esophagus melebar
 Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun)
 Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi
i. Sistem Reproduksi
 Wanita:
Vagina mengalami kontraktur dan mengecil
Ovari menciut dan uterus mengalami atrofi
Atrofi payudara dan vulva
Selaput lendir vagina menurun
 Pria :
Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada
penurunan secara berangsur-angsur
Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun, asal
kondisi kesehatannya baik
Pria usia di atas 65 tahun mengalami pembesaran prostat.
j. Sistem Genitourinaria
 Ginjal: Kemampuan mengonsentrasi urine menurun, berat jenis
urine menurun, proteinuria, keseimbangan elektrolit dan asam lebih
mudah terganggu bila dibandingkan dengan usia muda
 Vesika Urinaria: Otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun
(frekuensi buang air seni meningkat), retensi urine meningkat.
 Atrofi Vulva: Frekuensi hubungan seksual cenderung menurun
secara bertahap setiap tahun, tetapi kapasitas untuk melakukan
berjalan terus sampai tua
k. Sistem Endokrin
 Hormon strogen, progesteron, dan testosteron yang memelihara
reproduksi dan gairah berhubungan mengalami penurunan, sekresi
hormon kelamin menurun dan hampir semua hormon produksinya
menurun
 Kelenjar adrenal / anak ginjal yang memproduksi adrenalin ini
berkurang pada lanjut usia
 Produksi hampir semua hormon menurun
 Aktivitas tiroid, BMR (Basal Metabolic Rate) dan daya pertukaran
zat menurun
 Produksi aldosteron menurun
l. Sistem Integumen
 Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak
 Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisik
 Timbul bercak pigmentasi atau tampak bintik bintik atau noda
cokelat
 Tumbuhnya kerut-kerut halus di ujung mata akibat lapisan kulit
menipis
 Mekanisme proteksi kulit menurun
 Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu
 Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan
vaskularisasi
 Pertumbuhan kuku lebih lambat dengan kuku menjadi keras, rapuh,
pudar, kurang bercahaya
m. Sistem Muskuloskeletal
 Tulang semakin rapuh
 Kekuatan dan stabilitas tulang menurun serta osteoporosis dan
fraktur meningkat pada area tulang
 Kifosis
 Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas
 Gangguan gaya berjalan
 Persendian membesar dan menjadi kaku, gerakan menjadi lamban,
otot kram, dan menjadi tremor
 Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua
2. Perubahan Mental
1. Kenangan (memori)
Kenangan jangka panjang, beberapa jam sampai beberapa hari yang
lalu dan mencakup beberapa perubahan. Kenangan jangka pendek atau
seketika (0 - 10 menit), kenangan buruk (bisa ke arah dimensia).
2. Intelegentia Quotion (IQ)
IQ tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
Penampilan, persepsi, dan keterampilan psikomotor berkurang. Kemudian
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan faktor waktu.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
 Perubahan fisik, khususnya organ perasa
 Kesehatan umum
 Tingkat pendidikan
 Keturunan (hereditas)
 Lingkungan
3. Perubahan Psikososial
Bila mengalami pensiun (purna tugas), seseorang akan mengalami kehilangan,
antara lain:
a. Kehilangan finansial (pendapatan berkurang)
b. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan / posisi yang cukup tinggi,
lengkap dengan semua fasilitas)
c. Kehilangan teman / kenalan atau relasi
d. Kehilangan pekerjaan / kegiatan dan merasakan atau sadar terhadap
kematian, perubahan cara hidup (memasuki rumah perawatan, bergerak
lebih sempit)
e. Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya hidup
meningkat pada penghasilan yang sulit, biaya pengobatan bertambah
f. Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan
g. Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan social
h. Adanya gangguan saraf panca-indra, timbul kebutaan dan ketulian
i. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan
j. Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
k. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri)
4. Perubahan Spiritual
1. Agama / kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan (Maslow,
1970)
2. Lanjut usia semakin matur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini terlihat
dalam berpikir dan bertindak sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970).
3. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut (folwer, 1978),
universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir
dan bertindak dengan cara memberi contoh cara mencintai dan keadilan
(Wahyudi Nugroho, 2012).
2.5. Definisi Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan asuhan
keperawatan baik di institusi pelayanan maupun di masyarakat yang bermanfaat bagi
kesehatan lansia dan berdampak terapeutik. Pencapaian tujuan terapi modalitas
tergantung pada keadaan kesehatan klien dan tingkat dukungan yang tersedia.
Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan askep baik di
institusi maupun di masyarakat yang bermanfaat dan berdampak terapeutik (Riyadi
dan Purwanto, 2009). Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengisi waktu luang bagi lansia (Siti Maryam, 2008).
Terapi modalitas merupakan metode pemberian terapi yang menggunakan
kemampuan fisik atau elektrik. Terapi modalitas bertujuan untuk membantu proses
penyembuhan dan mengurangi keluhan yang dialami oleh klien (Lundy & Jenes,
2009).
2.6. Tujuan Terapi Modalitas
1. Tujuan terapi modalitas menurut Maryam (2008):
a. Mengisi waktu luang bagi lansia
b. Meningkatkan kesehatan lansia
c. Meningkatkan produktivitas lansia
d. Meningkatkan interaksi sosial antarlansia
2. Tujuan yang spesifik dari terapi modalitas menurut “Gostetamy 1973” dalam
Riyadi dan Purwanto, (2009):
a. Menimbulkan kesadaran terhadap salah satu perilaku klien
b. Mengurangi gejala
c. Memperlambat kemunduran
d. Membantu adaptasi dengan situasi yang sekarang
e. Membantu keluarga dan orang-orang yang berarti
f. Mempengaruhi keterampilan merawat diri sendiri
g. Meningkatkan aktivitas
h. Meningkatkan kemandirian.
2.7. Jenis Terapi Modalitas
Jenis kegiatan terapi modalitas yaitu menurut Maryam (2008):
a. Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih
sesuai dengan masalah lansia.
b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan,
bersosialisasi, bertukar pengalaman, mengubah perilaku. Untuk terlaksananya
terapi ini dibutuhkan leader, co-leader, dan fasilitator. Misalnya cerdas cermat,
tebak gambar, dll.
c. Terapi Musik
Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah
hidup dan dapat mengenang masa lalu.
d. Terapi Berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan
waktu luang.
e. Terapi dengan Binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari
sepinya dengan bermain bersama binatang.
f. Terapi Okupasi
Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan,
olahraga, permainan tangan, kesehatan, kebersihan, dan kerapian pribadi,
pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti dengan
mengajarkan merapikan tempat tidur, meyapu dan mengepel), praktik
prevokasional, seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain), rekreasi
(tamasya, nonton bioskop atau drama), diskusi dengan topik tertentu (berita
surat kabar, majalah, televisi, radio atau keadaan lingkungan) (Muhaj, 2009).
g. Terapi Kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas
cermat, mengisi TTS, dll.
h. Live View Terapi
Bertujuan untuk meningkyakan gairah hidup dan harga diri dengan
menceritakan pengalaman hidupnya.
i. Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan
rasa bosan, dan melihat pemandangan.
j. Terapi Keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan
meningkatkan rasa nyaman. Seperti mengadakan pengajian, kebaktian, dll.
2.8. Hubungan Lansia dengan Terapi Modalitas Bagi Keberlangsungan
Hidup Lansia
Pada seseorang yang telah memasuki masa lansia maka akan mengalami
beberapa kemunduran baik fisik maupun psikis. Tak sedikit saat memasuki masa
lansia maka seseorang tersebut akan memiliki berbagai macam keluhan pada dirinya
dan mereka berupaya untuk dapat menghilangkan keluhan tersebut atau bisa juga
dikatakan berobat agar dirinya bisa sembuh. Pada saat ini pula banyak sekali beberapa
pengobatan yang dapat dilakukan untuk lansia, salah satunya adalah terapi modalitas.
Terapi modalitas tidak hanya sekedar sebagai hiburan semata, namun juga
digunakan sebagai pembantu proses penyembuhan dan mengurangi keluhan yang
dirasakan seseorang, terutama lansia. Berikut ini beberapa contoh terapi modalitas
yang dapat digunakan pada lansia yang memiliki suatu keluhan:
1. Terapi Musik untuk Insomnia pada Lansia
Insomnia adalah suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur
yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas, dengan keadaan tidur yang
hanya sebentar dan susah tidur (Hidayat, 2006). Kebanyakan lansia beresiko
mengalami ganggaun tidur yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti
pensiunan, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan
penyakit yang dialami. Kondisi lingkungan memang berperan besar terhadap
terjadinya insomnia. Lingkungan yang ramai, bising dan jauh dari ketengan
dan ketentraman, kebersihan kamar, bau, kotor serta banyak barang-barang
yang berantakan didalam kamar dan ditempat tidur dapat mempengaruhi
tingkat insomnia seseorang.
Pemberian terapi musik terhadap lansia yang mengalami insomnia
sangat mempengaruhi kualitas tidur lansia. (Djohan, 2006). Erfandi (2009)
mendefinisikan terapi musik sebagai teknik yang digunakan untuk
penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu.
Terapi musik adalah sebuah terapi kesehatan yang menggunakan musik di
mana tujuannya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik,
emosi, kognitif, sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia. Menurut
Potter dan Perry (2006) terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau
elemen musik oleh seseorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan
dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spiritual. Terapi
musik juga dapat digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan
menggunakan bunyi irama tertentu dan salah satunya yaitu musik klasik.
Berikan terapi musik secara berkala kepada lansia yang mengalami
insomnia maupun lansia yang tidak mengalami insomnia, memperhatikan dan
mencegah agar lansia tidak mengalami insomnia, berikan pertanyaan kepada
lansia tentang mengapa lansia tidak bisa tidur, apakah ada pikiran yang
mengganggu lansia itu sendiri yang menyebabkan lansia tidak bisa tidur. Tak
hanya itu, perlu diperhatikan dengan lingkungan sekitarnya agar tetap nyaman,
tenang, bersih dan bisa diberikan wewangian yang segar dan pengharum di
setiap ruangan. Kemudian, perlu pula memperhatikan lansia yang mengalami
perawatan tirah baring karena lansia dengan perawatan tirah baring
memerlukan bantuan orang lain seperti mandi, mengganti pakaian, dan
mengganti seprai tempat tidur sehingga kamar tersebut menjadi nyaman dan
bersih.
Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa terapi musik terbukti
efektif dalam membantu rehabilitasi gangguan fisik, peningkatan motivasi
dalam menjalankan perawatan, memberikan dorongan emosional untuk klien
dan keluarga, mengekspresikan perasaan dan dalam berbagai proses
psikoterapi. Karena itu terapi musik terus berkembang, baik di rumah sakit,
klinik, lembaga kesehatan, sekolah-sekolah, pusat kesehatan mental dan
lembaga rehabilitasi ketergantungan obat, serta tempat - tempat perawatan
lainnya.
2. Terapi Musik untuk Isolasi Sosial pada Lansia
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan
tidak mampu membina hubungan dengan orang lain. (Keliat et al, 2005). Klien
dengan masalah isolasi sosial mengalami ketidakmampuan bersosialisasi dan
penurunan fungsi kognitif, sehingga disamping program keterampilan sosial
yang dilatih pada klien juga membutuhkan support sistem baik dari dalam
maupun dari luar keluarga.
Penambahan terapi musik pada pengobatan yang dilakukan pada
pasien isolasi sosial dapat meningkatkan efek kenyamanan yang dapat
menurunkan isolasi sosial dan juga dapat meningkatkan kepercayaan dalam
diri seseorang. Musik dapat berperan sebagai fasilitator dimana musik dapat
menyentuh seseorang secara emosioanal dan mencapai perasaan terdalam
pasien sehingga dapat menjadi alat untuk mengungkapkan ekspresi nonverbal
pasien dan pasien dapat lebih membuka diri dan bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar (Chan, et al., 2009).
Terdapat perbedaan kemampuan bersosialisasi sebelum diberikan
latihan terapi musik dan sesudah diberikan latihan terapi musik, artinya pasien
mampu bertahap setiap harinya dalam meningkatkan kemampuan
bersosialisasi.
3. Terapi Senam untuk Depresi pada Lansia
Depresi pada lansia di sebabkan oleh beberapa faktor di antaranya
faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial. Dari beberapa kejadian
depresi, pasien mengungkapkan merasa tidak berguna, merasa putus asa,
murung, dan kadang-kadang mengeluh tidak dapat menangis dan hampir
semua pasien terdepresi ini mengeluh adanya penurunan energi yang
menyebabkan kesulitan melakukan. Bunuh diri lebih sering terjadi pada
mereka yang mengalami gangguan perasaan (depresi). Diperkirakan bahwa
angka bunuh diri dikalangan individu yang mengalami depresi adalah antara
22 dan 36 kali lebih tinggi di bandingkan dikalangan individu yang tidak
mengalami depresi (Semiun, 2006).
Terapi senam merupakan salah satu tindakan keperawatan untuk
penderita depresi, dan jika mereka dilibatkan secara perlahan – lahan dan
bertahap, kesedihan mereka bisa diatasi melalui pengembangan pengalaman
senam yang diiringi musical, dengan begitu dapat mengurangi tingginya
angka penderita depresi.
Apabila seseorang melakukan senam, peredaran darah akan lancar dan
meningkatkan jumlah volume darah, sehingga terbentuk hormon endofrin
yang dapat menimbulkan rasa gembira, rasa sakit hilang, adiksi (kecanduan
gerak) dan menghilangkan depresi. Dengan mengikuti senam lansia efek
minimalnya adalah lansia merasa berbahagia, senantiasa bergembira, bisa
tidur lebih nyenyak, dan pikiran tetap segar (Astari dan Swedarma, 2013).
Tresna Werdha Budi Sejahtera Provinsi Kalimantan Selatan
Banjarbaru (2017) menyatakan senam dan tertawa dapat meningkatkan
substansi yang meningkatkan mood dan mengurangi kecemasan pada pasien
depresi. Hal ini sesuai dengan suatu teori yang menyatakan senam lansia dapat
menghilangkan kecemasan, menurunkan tingkat depresi / stres, selain itu juga
bermanfaat untuk kesehatan fisik lansia tersebut. Efektivitas terapi senam
lansia sebagai alat terapi akan terjadi jika terapis memiliki keterampilan yang
memadai untuk menjadikan senam sebagai sarana yang tepat (Djohan, 2006).
4. Terapi Life Review untuk Depresi pada Lansia
Depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan dan
merupakan gangguan psikiatrik yang paling banyak terjadi pada lansia namun
dapat diobati. Hampir 80% penderita depresi serius berhasil diobati dan
kembali sehat. Depresi pada lansia menyerang kira-kira 10 sampai 15% dari
semua orang yang berusia 65 tahun keatas yang tidak tinggal dinstitutional.
Angka depresi meningkat secara drastis diantara lansia yang berada diinstitusi
sekitar 50-75% penghuni perawatan jangka panjang memiliki gejala depresi
ringan sampai sedang.
Penatalaksanaan depresi pada lansia dapat dilakukan secara
farmakologi dan nonfarmakologi tergangung tingkat keparahan dan
kepribadian masing-masing. (Irawan, 2013). Psikoterapi yang dapat dilakukan
adalah terapi terapi modalitas life review. Life review therapy atau terapi
telaah pengalaman hidup adalah suatu terapi yang bertujuan untuk
menstimulus individu supaya memikirkan tentang masa lalu sehingga lansia
dapat menyatakan lebih banyak tentang kehidupan mereka kepada staf
perawatan atau terapis (Aspiani, 2014).
Setelah diberikan terapi modalitas life review rata-rata skor yang
didapat termasuk ke dalam kategori depresi ringan dan menunjukan adanya
penurunan skor Geriatrik Depression Scale (GDS) dikarenakan serius dan
kooperatif dalam mengkuti terapi. Namun apabila beberapa lansia belum
mengalami penurunan depresi dapat disebabkan oleh kurangnya konsentrasi
dalam prose terapi, selai itu hal ini juga dapat disebabkan karena adanya
penurunan fungsi fisiologis yang berhubungan dengan rendahnya aktivitas
neorologis (norephinefri, serotonin, dopamin) pada sinaps-sinaps otak yang
berfungsi mengatur kesenangan.
5. Terapi Pijat Punggung untuk Penurunan Daya Ingat pada Lansia
Masalah mengenai perubahan terkait usia pada proses penuaan dapat
menurunkan fungsi kognitif (daya ingat) pada lansia karena lansia yang
semakin bertambah usia diharapkan fungsi daya ingat dapat terpelihara dengan
baik sehingga fungsi dan kualitas hidup lansia sebagai individu kompleks dan
unik dapat berfungsi dan sejahtera.
Penyebab penurunan fungsi kognitif (daya ingat) lansia secara
fisiologis antara lain karena terjadi proses penuaan dan perubahan degeneratif
yang progresif dan bersifat ireversibel (Gething et al, 2004; Lovell, 2006). Hal
ini dipengaruhi oleh lingkungan, pengalaman hidup dan faktor sosio
emosional seperti perilaku, harapan, dan motivasi. Motivasi dapat
memengaruhi proses kognitif (daya ingat) (Carstensen et al, 2006; Ormrod,
2009). Kemampuan kognitif juga dipengaruhi oleh kesehatan, emosi, kognitif,
kepribadian, dan karakteristik psikologi (Hofer et al, 2006; Kramer et al,
2006). Penurunan daya ingat lansia dari segi bahasa antara lain lansia kesulitan
mengulangi kata yang diucapkan oleh perawat dan kesulitan mengikuti
perintah yang diberikan. Akibat dari penurunan fungsi kognitif (daya ingat)
lansia jika tidak dilakukan tindakan akan terjadi penurunan daya ingat pada
lansia (Abraham et al, 1997; Miller, 2009).
Terapi modalitas keperawatan pijat punggung merupakan tindakan
manipulasi yang sistematis pada jaringan lunak tubuh dengan sentuhan dan
tekanan berirama untuk memberikan efek kesehatan (Sritoomma et al, 2013).
Secara keseluruhan berarti pemberian terapi modalitas keperawatan pijat
punggung berpengaruh terhadap daya ingat (bahasa) lansia. Hal ini disebabkan
karena lansia menggunakan bahasa dalam keseharian aktivitas kegiatan
hidupnya, misalnya berkomunikasi, berpikir dan berperilaku.
Penelitian Bottirolli et al (2008) menunjukkan pelatihan memori
diberikan ke dalam aktivitas kegiatan hidup harian. Strategi pelatihan yang
dipelajari dalam aktivitas kegiatan hidup harian meningkatkan memori kerja
lansia dan memelihara efek latihan jangka panjang. Lansia menjalani pelatihan
memori menunjukkan pengetahuan memori lebih besar dan sedikit keluhan.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Tahap lanjut usia yakni usia dewasa muda (15 - 20 tahun), usia dewasa
muda atau pertengahan (25 - 65 tahun), lanjut usia: young old (60 - 75 tahun), old (75
- 80 tahun), dan very old (>80-90 tahun). Tipe - tipe lanjut usia yaitu tipe arif
bijaksana, tipe mandiri, tipe tidak puas, dan tipe pasrah. Perubahan yang terjadi pada
lansia yaitu terdapat perubaha fisik (sel, persyaratan, pendengaran, penglihatan,
kardiovaskuler, pengaturan suhu tubuh, pernapasan, pencernaan, reproduksi,
genitourinaria, endokrin, integumen, dan muskuloskeletal), perubahan mental,
perubahan psikososial, dan perubahan spiritual.
Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan asuhan
keperawatan baik di institusi pelayanan maupun di masyarakat yang bermanfaat bagi
kesehatan lansia dan berdampak terapeutik. Tujuan terapi modalitas pada lansia yaitu
mengisi waktu luang, meningkatkan kesehatan, meningkatkan produktivitas,
meningkatkan interaksi sosial, menimbulkan kesadaran terhadap perilaku,
mengurangi gejala, memperlambat kemunduran, membantu adaptasi, membantu
keluarga dan orang yang berarti, memengaruhi keterampilan merawat diri, dan
meningkatkan kemandirian. Jenis terapi modalitas terdapat psikodrama, terapi
aktivitas kelompok (TAK), terapi musik, terapi berkebun, terapi dengan binatang,
terapi okupasi, terapi kognitif, live view terapi, rekreasi, dan terapi keagamaan.
Hubungan lansia dengan terapi modalitas ini sangat erat kaitannya dengan
keberlangsungan hidup lansia, karena dengan terapi modalitas ini dapat membantu
lansia untuk menurunkan keluhan dan membantu proses pengobatan. Hal ini
diperkuat dengan 5 contoh terapi modalitas yang digunakan pada lansia: terapi musik
untuk insomnia pada lansia, terapi musik untuk isolasi sosial pada lansia, terapi senam
untuk depresi pada lansia, terapi live review untuk depresi pada lansia, dan terapi pijat
punggung untuk penurunan daya ingat pada lansia.
3.2. Saran
Bagi perawat maka harus senantiasa untuk membantu para pasien termasuk
orang yang telah memasuki masa lansia dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
karena keterbatasan fisik dan psikis. Bagi peneliti dan penulis maka alangkah baiknya
untuk lebih memperdalam dan mencari tahu lebih banyak lagi mengenai manfaat dari
terapi modalitas untuk lansia, karena ini sangat membantu dalam keberlangsungan
hidup lansia serta tidak terlalu memakan banyak biaya untuk menyembuhkan keluhan
yang dirasakan. Bagi pembaca maka harus senantiasa untuk selalu saling membantu
dan mendampingi keluarga yang telah memasuki masa lansia agar terus semangat dan
termotivasi untuk sembuh serta menggali informasi secara mandiri mengenai terapi
modalitas pada lansia tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Aryawan, Kadek Yudi & Putu Indah Sintya Dewi. 2018. PENGARUH TERAPI
MODALITAS LIFE REVIEW TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA.
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION. Vol. 3, No. 1, hal: 9-10

Hamzah, Herni. 2014. PENGARUH TERAPI MODALITAS OKUPASI TERHADAP


TINGKAT KEMANDIRIAN LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA GAU
MABAJI KAB. GOWA. SKRIPSI. Hal: 34-43

Hicir, Anisa & Antia. TERAPI MODALITAS LINGKUNGAN: MUSIK TERHADAP


KEMAMPUAN BERSOSIALISASI PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL. Hal: 1-4

Kushariyadi, 2017. TERAPI MODALITAS KEPERAWATAN PIJAT PUNGGUNG


SEBAGAI PERAWATAN DAYA INGAT (BAHASA) LANSIA DI UNIT
PELAKSANA TEKNIS PANTI SOSIAL LANJUT USIA KABUPATEN JEMBER.
NurseLine Journal. Vol. 2 No.1 hal: 37-40

Nasrullah, Dede. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 1, Dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan NANDA 2015 - 2017 NIC dan NOC; Jakarta. TIM, 2016

Ridwan & Indra Febriani, 2021. Pengaruh terapi Modalitas : Senam lansia Terhadap Depresi
Pada Lansia di Panti Sosial Lansia Harapan Kita Palembang. Jurnal Kesehatan
Saelmakers PERDANA. Vol. 4 No. 1 hal: 150-153

Trilia, dkk. 2013. PENGARUH TERAPI MODALITAS: TERAPI MUSIK TERHADAP


KUALITAS TIDUR LANSIA YANG MENGALLAMI INSOMNIA DI PANTI
TRESNA WERDHA TERATAI PALEMBANG. Vol. 2 No. 1 hal: 36-43

Anda mungkin juga menyukai