Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KOMUNIKASI

KOMUNIKASI PADA LANSIA

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3

MUNIATI (P032014401023)

NABILLAH ATHAVIARDI (P032014401024)

NADIA RAMADHANI (P032014401025)

NAVISYA PUTRI (P032014401026)

NOVIA YULITA WINDRI (P032014401027)

NUR ALFARIDA (P032014401028)

PILLA ARYANTI (P032014401029)

PUTRI AZKIA (P032014401030)

RAISYA ALINA (P032014401031)

RHAISYA METHA YONA (P032014401032)

DOSEN : Ns. SYAFRISAR MERI AGRITUBELLA, M.Kep

POLTEKKES KEMENKES RIAU

D3 KEPERAWATAN TK. 1 A

T.A 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, petunjuk serta
karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan dalam bentuk makalah yang
berjudul Komunikasi Pada Lansia. Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Komunikasi.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang dapat dijadikan perbaikan untuk tulisan-
tulisan yang akan datang.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami telah banyak mendapat bantuan,
dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun ingin mengucapkan terima
kasih kepada dosen mata kuliah Komunikasi Ibu Ns. Syafrisar Meri Agritubella, M.Kep yang
telah membimbing dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya serta
untuk menambah pembendaharaan pengetahuan dalam memahami perkembangan pada
peserta didik.
Semoga bantuan, dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada kami dalam 
penyusunan makalah ini mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.

Pekanbaru, 18 Februari 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

Cover
KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
1.1. Latar Belakang.................................................................................................................3
1.2. Tujuan..............................................................................................................................4
1.3. Manfaat............................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORITIS................................................................................................5
A. Lanjut Usia........................................................................................................................5
B. Pengertian Komunikasi dan Lansia...................................................................................7
C. Pendekatan Perawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi..............................................9
D. Teknik Komunikasi Pada Lansia.......................................................................................9
E. Hambatan Berkomunikasi dengan Lansia........................................................................11
F. Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan...........................................................13
G. Penerapan Model Komunikasi Pada Lansia....................................................................15
BAB III PENUTUP.................................................................................................................18
3.1. Kesimpulan....................................................................................................................18
3.2. Saran..............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................19

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Yap dkk. (2016) mengatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang
berusia diatas 65 tahun. Menurut Pudjiastusti (2003) menyatakan bahwa lanjut usia bukan
penyakit, namun lanjut usia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan dan
umumnya memiliki tanda – tanda terjadinya penurunan fungsi – fungsi biologis, psikologis
(Muhith, 2016).

Lanjut usia dapat merasakan senang ataupun tidak senang apabila lanjut usia sudah
mendapatkan pelayanan kesehatan yang diberikan petugas, kenyamanan dan keamanan serta
komunikasi terapeutik yang baik. Data hasil dengan lanjut usia yang tidak puas dengan
komunikasi terapeutik perawat pada tahap oreintasi (19,4%), tahap kerja (35,2%), dan tahap
terminasi (42,6%). Perawat yang memiliki keterampilan dalam melakukan komunikasi
terapeutik tentu saja bisa mencegah terjadinya kesalapahaman antara lanjut usia, hal ini tentu
saja untuk menjalin hubungan yang baik dengan lanjut usia. Komunikasi terapeutik sangat
penting diterapkan oleh perawat pada lanjut usia untuk berkomunikasi.

Permasalahan yang sering dijumpai pada saat komunikasi terapeutik dengan lanjut
usia adalah lanjut usia yang tidak mau untuk berkomunikasi terapeutik dengan mahasiswa,
pesan yang disampaikan oleh mahasiswa kepada lanjut usia tidak dimengerti, terjadi
penolakan dari lanjut usia untuk komunikasi terapeutik, pembicaraan lanjut usia yang tidak
dimengerti oleh mahasiswa dan terjadi miscommunication anatara mahasiswa dan lanjut usia.
Dari permasalahan – permasalahan tentang komunikasi terapeutik mahasiswa keperawatan
dengan lanjut usia harus segera ditangani agar komunikasi yang disampaikan oleh mahasiswa
kepada lanjut usia tidak terjadi miscommunication sehingga komunikasi terapeutik yang
diberikan oleh mahasiswa kepada lanjut usia dapat dilakukan dengan baik.

Faktor yang paling penting yang digunakan untuk menetapkan hubungan terapeutik
antara mahasiswa dan lanjut usia adalah dengan berkomunikasi. Proses komunikasi antara
mahasiswa keperawatan dan lanjut usia untuk memelihara kepercayaan antara lanjut usia
dengan mahasiswa. Salah satu terapi yang dapat digunakan untuk proses penyembuhan pada
lanjut usia adalah dengan memberikan komunikasi terapeutik.

3
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu lansia
2. Untuk mengetahui apa itu komunikasi
3. Untuk mengetahui pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi
4. Untuk mengetahui teknik komunikasi pada lansia
5. Untuk mengetahui apa saja hambatan berkomunikasi dengan lansia
6. Untuk mengetahui teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan
7. Untuk mengetahui penerapan model komunikasi pada lansia

1.3. Manfaat

Mahasiswa mampu menguasai teori cara berkomunikasi pada lansia dan


mengaplikasikannya dengan benar.

4
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Lanjut Usia

a. Definisi

Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan waktu dan
riwayat hidupnya. Lansia adalah seseorang yang unik yang pendekatannya berbeda-
beda antara satu lansia dengan lansia lainnya.

Jumlah lansia di dunia semakin meningkat yang disebabkan oleh


bertambahnya usia harapan hidup. Selain itu, faktor yang menyebabkan peningkatan
lansia ialah penuaan generasi baby-boomer dan pertumbuhan segmen populasi usia 85
ke atas (Potter & Perry, 2009).

Lansia adalah seseorang yang usianya telah mencapai 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah suatu penyakit, melainkan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif dan merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar dirinya. Dalam Undang-Undang No 13
tahun 1998 dinyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan
kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin
meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia
yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada
hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa
(Khalifah, 2016).

Menurut Nugroho dalam Khalifah (2016), proses menua merupakan proses


sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan yang akan terjadi pada setiap manusia. Menua merupakan
proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak,
dewasa dan tua.

b. Proses Penuaan

Tahap usia lanjut adalah tahap terjadinya penurunan fungsi tubuh. Penuaan
merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk jaringan dan sel yang

5
mengalami penurunan kapasitas fungsional. Kemampuan regeneratif pada lansia
terbatas dan mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit (Khalifah, 2016).

Menurut Azizah dan Lilik M dalam Khalifah (2016), teori psikososial


menjelaskan perubahan perilaku dan hubungan yang terjadi pada penuaan. Teori
psikososial mengenai penuaan ialah:

1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)

Teori ini menyatakan bahwa pada lansia yang sukses adalah mereka yang
aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.

2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Identitas
pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan
masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan
interpersonal.

3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara


pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik
diri dari pergaulan sekitarnya

c. Perubahan Pada Lansia

Menurut Azizah dan Lilik M dalam Khalifah (2016), semakin bertambahnya


umur manusia terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada
perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga
kognitif, perasaan, sosial dan seksual, diantaranya:

1) Perubahan Fisik

Perubahan fisik lansia meliputi perubahan sistem indera, integumen,


muskuloskeletal, kardiovaskuler, respirasi, pencernaan, perkemihan, dan saraf.

2) Perubahan Kognitif

6
Perubahan kognitif meliputi daya ingat (memory), IQ (Intellegent
Quotient), kemampuan belajar (Learning), kemampuan pemahaman
(Comprehension), pemecahan masalah (Problem Solving), pengambilan
keputusan (Decision Making), kebijaksanaan (Wisdom), kinerja (Performance),
dan motivasi (Motivation).

3) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah perubahan
fisik, khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), lingkungan, gangguan saraf panca indra, gangguan konsep diri,
rangkaian dari kehilangan, hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan
terhadap gambaran diri, dan perubahan konsep diri.
4) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia
semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak sehari-hari.
5) Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial diantaranya ialah kesepian, duka cita
(Bereavement), depresi, gangguan cemas, parafrenia (suatu bentuk skizofrenia
pada lansia), dan sindroma diogenes yang merupakan suatu kelainan dimana
lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat mengganggu.

B. Pengertian komunikasi dan lansia

Komunikasi merupakan suatau hubungan atau kegiatankegiatan yang berkaitan


dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebaagai saling tukar-menukar pendapat serta
dapat diartikan hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. (Widjaja,
1986 : 13) Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain.
(Potter & Perry, 2005 : 301) komunikasi yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya
sebatas tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim yang
terapeutik.
Lansia  adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran
dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa
pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70

7
tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan
proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut
usia.Kelompok lanjut usia ( LANSIA ) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu
di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut
penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode
terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari
Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :
a. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru
memasuki lansia.
b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70
tahun.
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan usia namun perubahan-
perubahan akibat dari usia tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek
fisik berupa perubahan neurologis dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran.
Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interpretasi
terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognitif yang berpengaruh pada
tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien. 

Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi penolakan terhadap
kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya : 
a) Tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan serta keterangan yang
diberikan petugas kesehatan
b) Mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa, sehingga diterima keliru
c) Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit
d) Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya tindakan
yang langsung mengikutsertakan dirinya.
e) Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama
bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

8
C. Pendekatan Perawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi

Pendekatan fisik

Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang dialami,


perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan
serta penyakit yang bisa dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini relatif lebih mudah
dilaksanakan dan dicari solusinya karena riil dan mudah di observasi. 

Pendekatan psikologis

Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini,
perawat berperan sebagai konselor, advokat, suporter, interpreter terhadap segala sesuatu
yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah rahsia yang pribadi dan sebagai
sahabat yang akrab bagi klien. 

Pendekatan sosial

Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan


lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan
kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat
berinteraksi dengan sesama lansia maupun  dengan petugas kesehatan.

Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan
atau agama yang dianutnya terutama bagi klien dalam keadaan sakit atau mendekati
kematian. Pendekatan spiritual ini cukup efektif terutapa bagi klien yang mempunyai
kesadaran yang tinggi dan latar belakang keagamaan yang baik. 

D. Teknik Komunikasi pada Lansia

Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman
yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus
mempunya tehnik-tehnik khusus agar komunikasi yang dilakukan dpat berlangsung lancar
dan sesuai dengan tujuan yang di inginkan.

9
Beberapa tehnik komunikasi yang dapat diterapkan anatara lain : 
1. Tehnik Asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukkan sikap peduli, sabar mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan
bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti. Asertif merupakan
pelaksanaan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan
untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia. 

2. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk
perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera menanyakan atau klarifikasi tentang
perubahan tersebut, misalnya dengan mengajukan pertanyaan,
"Apa yang sedang Bapak/Ibu pikirkan saat ini ? Apa yang bisa saya bantu ?".
Berespon berarti bersikap aktif, tidak menunggu bantuan dari klien.
Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien. 

3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi
yang diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pernyataan-pernyataan diluar materi yang
diinginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu
diperhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan yang mungkin tidak
relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.

4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap
menyebabkan emosi klien relatif menjadi labil. Perubahan ini perlu disikapi dengan
menjaga kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan
menganggung kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat
dan menghargai sesama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri
klien lansia sehingga lansia tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan
demikian diharapkan klien termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai
kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara moril maupun materil, petugas
kesehatan jangan sampai terkesan menggurui atau mengajari klien karena ini dapat

10
merendahkan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien
tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya : "Saya yakin Bapak/Ibu lebih
berpengalaman dari saya, untuk itu kami yakin Bapak/Ibu mampu melaksanakan....dan
bila diperlukan kami siap membantu". 

5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi dengan lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan
memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan oleh perawat agar maksud
pembicaraan kita dapat diterima dan dipersepsikan sama oleh klien. "Bapak/Ibu bisa
menerima apa yang saya sampaikan tadi ? bisa minta tolong Bapak/Ibu untuk
menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi?" 

6. Sabar dan Ikhlas


Seperti diketahui sebelumnya bahwa klien lansia umunya mengalami perubahan-
perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan. Perubahan ini bila tidak
disikapi dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat
sehingga komunikasi yang dilakukan tidak terpeutik, solutif, namun dapat berakibat
komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien
dengan petugas kesehatan.

E. Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia

Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu
apabila ada sikap agresif dan sikap non asertif

1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan perilaku-perilaku
dibawah ini :
o Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawanbicara)
o Meremehkan orang lain
o Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain

11
o Menonjolkan diri sendiri
o Mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan maupun
tindakan

2. Non Asertif
Tanda-tanda dari sikap non asertif ini adalah  :
o Menarik diri bila diajak berbicara
o Merasa tidak sebaik orang lain atau rendah diri
o Merasa tidak berdaya
o Tidak berani mengungkapkan keyakinan
o Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
o Tampil diam atau pasif
o Mengikuti kehendak orang lain
o Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga ghubungan baik dengan orang
lain

Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang wajar seiring
dengan menurunnya fungsi fisik dan psikologis klien. Namun sebagai tenaga profesional
kesehatan, perawat dituntut mampu mengatasi keadaan tersebut, untuk itu perlu adanya
tehnik atai tips-tips tertentu yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat berlangsung
efektif, antara lain :

1. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien


2. Keraskan suara anda jika perlu
3. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia sehingga dia dapat
melihat mulut anda
4. Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi
gangguan visual dan   auditori. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
5. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya.
Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak
kooperatif. 

12
6. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang
tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang
tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
7. Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan kalimat pendek
dengan bahasa yang sederhana.
8. Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual
9. Serasikan bahasa tubuh anda dengan pembicaraan anda, misalnya ketika
melaporkan hasil tes yang diingingkan, pesan yang menyatakan bahwa berita
tersebut adalah bagus seharusnya dibuktikan dengan ekspresi, postur dan nada
suara anda yang menggembirakan ( misalnya dengan senyum, ceria atau tertawa
secukupnya )
10. Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut
11. Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
12. Biarkan dia membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung, tahan
keinginan anda untuk menyelesaikan kalimat
13. Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkannya
14. Arahkan kesuatu topik pada suatu saat
15. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan bersama anda.
Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat
membantu proses komunikasi.

F. Teknik Perawatan Lansia pada Reaksi Penolakan

Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar


terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian-kejadian nyata atau
sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia
menerima perubahan yang terjadi pada dirinya.
Perawat dalam menjalin komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat
menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Adanya beberapa langkah yang bisa dilaksanakan untuk menghadapi klien lansia
dengan reaksi penolakan, antara lain:
a.       Kenali segala reaksi penolakan klien

13
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini
merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta
lingkungannya, kemudian lakukan langkah-langkah berikut:
1. Identifikasi pikiran-pikiran yang paling membahayakan dengan cara
mengobservasi klien bila sedang mengalami puncak reaksinya.
2. Ungkapkan kenyataan-kenyataan yang dialami klien secara perlahan-lahan
dimulai dari kenyataan yang merisaukan.
3. Jangan menyokong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang cocok
bagi klien dan bicarakan sesering mungkin bersamanya jangan sampai menolak.

b.      Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan diri sendiri


Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap
perawatan yang akan dilakukan serta upaya untuk memandirikan klien, dengan jalan sebagai
berikut:
1. Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya perencanaan waktu, tempat dan
macam perawatan.
2. Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai mengenal
kenyataan.
3. Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya
dengan mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan meluangkan
waktu bersamanya.

c.       Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat


Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh
sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana/tindakan dapat terealisasikan
dengan baik dan cepat. Upaya ini dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia menentukan
perasaan-perasaannya.
2) Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan tentang
apa yang sedang terjadi pada klien lansia serta hal-hal yang dapat dilakukan dalam
rangka membantu.
3) Hendaknya pihak-pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima
kenyataan.

14
4) Menyadarkan pihak-pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan hukuman fisik)
apabila klien lansia mempergunakan penolakan atau denial.

G.      Penerapan Model Komunikasi pada Lansia

a.       Model komunikasi Shanon Weaver


Tujuan komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan adalah adanya perubahan
perilaku lansia dari penolakan menjadi kooperatif. Dalam komunikasi ini diperlukan
keterlibatan anggota keluarga sebagai transmitter untuk mengenal lebih jauh tentang klien.
Kelebihan dalam komunikasi ini melibatkan anggota keluarga atau orang lain yang
berpengaruh. Kekurangan model komunikasi ini memerlukan waktu yang cukup lama karena
klien dalam reaksi penolakan. Tidak dapat melakukan evaluasi sejauhmana perubahan
perilaku yang terjadi pada klien, karena tidak ada feed back (umpan balik)
b.      Model SMCR
Rumus S-M-C-R adalah singkatan dari istilah-istilah : S singkatan dari Source yang
berarti sumber atau komunikator ; M singkatan dari Message yang berarti pesan ; C singkatan
dari Channel yang berarti saluran atau media, sedangkan R singkatan dari Receiver yang
berarti penerima atau komunikan
Kelebihan model ini adalah proses komunikasi yang terjadi relatif simple. Model ini
akan efektif bila kondisi lansia masih sehat, belum banyak mengalami penurunan baik aspek
fisik maupun psikis. Kekurangan model ini klien tidak memenuhi syarat seperti yang
diterapkan mempunyai keterampilan, pengetahuan, sikap, sistim social dan kultur; karena
penolakannya. Memerlukan proses yang lama dan tergantung kondisi klien lansia.
c.       Model Leary
Model ini antar individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi, dimana respon
seseorang dipengaruhi oleh bagaimana orang tersebut diperlakukan. Oleh karena itu dalam
berkomunikasi dengan lansia harus hati-hati, jangan sampai menyinggung perasaannya.
Dalam berkomunikasi dengan klien lansia seseorang perawat diharapkan pada rentang love
yang banyak karena sifat social perawat sangat dibutuhkan oleh lansia. Lansia membutuhkan
perhatian yang lebih dalam berkomunikasi, untuk mengungkapkan perasaannya. Diharapkan
perawat harus lebih banyak mendengar apa yang diungkapkan.
Kelebihan model ini adalah terjadinya interaksi atau hubungan relationship;
hubungan perawat-klien lebih dekat sehingga masalah lebih dapat terselesaikan. Dan
kelemahan model ini perawat lebih dominan dank lien lansia patuh

15
d.      Model terapeutik
Model ini membantu mendorong melaksanakan komunikasi dengan empati,
meghargai dan harmonis. Dimana dibutuhkan kondisi empati, kesesuaian dan penghargaan.
Lansia dengan penolakan sulit bagi kita melaksanakan empati. Kita tidak boleh menyokong
penolakan tetapi berikan perawatan yang cocok dan berbicara sesering mungkin, jangan
sampai menolak.
Kelebihan model ini lansia akan lebih paham apa yang kita bicarakan; kopingnya
lebih efektif. Sedangkan kelemahan model ini kondisi empati kurang cocok diterapkan oleh
perawat lansia dengan reaksi penolakan.
e.       Model keyakinan kesehatan
Menekankan pada persepsi klien untuk mencari sehat, menjauhi sakit, merasakan
adanya ancaman/manfaat untuk mempertahankan kesehatannya. Padahal lansia dengan reaksi
penolakan, tidak mersakan adanya ancaman kesehatan, sehingga dalam berkomunikasi
dengan lansia dengan reaksi penolakan diperlukan motivasi yang kuat.
Kelebihan model komunikasi ini lansia yang mengetahui adanya ancaman kesehatan
akan dapat bermanfaat dan sebagai barrier dalam melaksanakan tindakan pencegahan
penyakit. Sedangkan kelemahannya tidak semua lansia merasakan adanya ancaman
kesehatan.
f.       Model komunikasi kesehatan
Komunikasi yang berfokus pada transaksi antara professional kesehatan-klien yang
sesuai dengan permasalahab kesehatan klien. Pandangan system komunikasi lebih luas yang
mencangkup tiga faktor mayor yaitu:
1)      Relationship
Perawat professional mengadakan komunikasi dengan klien lansia haruslah
menggunakan ilmu psikososial dan teknik komunikasi dimana perawat haruslah ramah, rapi,
bertanggung jawab, tidak sembarangan mengeluarkan kata-kata yang dapat menyinggung
perasaan klien lansia sehingga terjalin hubungan saling percaya. Dalam mengadakan
hubungan transaksi hendaknya seorang perawat professional mengetahui permasalahan yang
dihadapi klien lansia tersebut. Kemudian bersama-sama menyelesaikan masalah.
2)      Transaksi
Dalam berkomunikasi dengan lansia hendaknya disepakati untuk menyelesaikan
masalah klien bukan untuk hal lain. Pada lansia dengan reaksi penolakan harus hati-hati
mencari informasi dari klien, memberikan feed back baik verbal maupun non verbal dan
hendaknya secara berkesinambungan.

16
3)      Konteks
Perawat professional harus mengetahui situasi dan permasalahan yang dihadapi klien.
Apabila masalah bersifat individu haruslah diselesaikan secara individu dengan tidak
mengabaikan tempat/ruangan  dan jenis pelayanan apa yang digunakan. Apabila masalah
bersifat umum/kelompok harus diselesaikan secara kelompok.
Kelebihan: dapat menyelesaikan masalah klien lansia dengan tuntas. Klien lansia
merasa sangat dekat dengan perawat dan merasa sangat diperhatikan. Kelemahan:
membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan permasalahan; fasilitas dalam
memberikan pelayanan harus lengkap.
g.      Model interaksi King
Kesepakatan sebelum mengadakan interaksi dengan klien lansia. Perawat harus
mempunyai persepsi secara ilmiah tentang hal-hal yang akan dikomunikasikan. Persepsi ini
kemudian disepakati dengan klien sehingga dapat terjadi suatu aksi yang menyebabkan
terjadinya reaksi-interaksi dan transaksi. Kelebihan model ini dimana komunikasi dapat
sesuai dengan tujuan jika lansia sudah kooperatif. Sedangkan kelemahan model ini klien
lansia dengan reaksi penolakan akan mengalami kesulitan untuk dilakukan komunikasi model
ini, karena tidak kooperatif.

17
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Permasalahan yang sering dijumpai pada saat komunikasi terapeutik dengan lanjut
usia adalah lanjut usia yang tidak mau untuk berkomunikasi terapeutik dengan mahasiswa,
pesan yang disampaikan oleh mahasiswa kepada lanjut usia tidak dimengerti, terjadi
penolakan dari lanjut usia untuk komunikasi terapeutik, pembicaraan lanjut usia yang tidak
dimengerti oleh mahasiswa dan terjadi miscommunication anatara mahasiswa dan lanjut usia.
Dalam berkomunikasi dengan lansia terdapat beberapa hambatan seperti, gangguan
neurologi, penurunan daya fikir, selalu mendominasi, meremehkan orang lain, menarik diri,
merasa tidak berdaya, dan gangguan suasana kenyamanan.
Cara untuk mengatasi hambatan komunikasi tersebut, antara lain : gunakan umpan
balik, kenali perbedaan individu, berkomunikasi secara langsung (face to face), serta gunakan
bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.

3.2. Saran
Bagi pembaca khususnya perawat harus memahami tentang aplikasi terapeutik pada
lansia agar pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar, selain itu juga
penting mengetahui apa saja kemungkinan yang akan menjadi hambatan dalam
berkomunikasi dengan lansia serta dapat mengetahui cara mengatasi hambatan tersebut.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ida, U. (n.d.). KOMUNIKASI PADA KLIEN LANSIA. Retrieved Februari 18, 2021, from
acadameia.edu:
https://www.academia.edu/29285125/KOMUNIKASI_PADA_KLIEN_LANSIA

MARDIANTININGSIH, M. (2019). Retrieved Februari 18, 2021, from


http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3660/11/BAB%20II.pdf

Mundakir.2006.Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan.Surabaya: Graha Ilmu

19

Anda mungkin juga menyukai