Anda di halaman 1dari 28

BAB I

A. Latar belakang

Mencegah bahaya kebakaran adalah segala upaya yang

dilakukan agar tidak menimbulkan api yang tidak terkendali. Masalah

ini dilakukan ditempat yang dianggap sangat penting contohnya

tempat penyimpanan bahan mudah terbakar semisal di engine room,

paint store dan sebagainya. Maka dari itu di lokasi yang disebutkan

harus dipastikan tidak sampai memunculkan api yang tidak terkendali.

Upaya yang dilakukan untuk menghindari hal-hal tersebut salah

satunya dengan menyediakan alat deteksi kebakaran dan alat

pemadam api.

Menanggulangi resiko kebakaran adalah semua usaha yang

dilakukan untuk mencegah, menyiagakan, memadamkan dan

penanganan akibat kebakaran. dalam kejadian kebakaran yang telah

terjadi sehingga menyebabkan resiko hilangnya harta benda bahkan

nyawa manusia, maka dari itu tindakan atau upaya untuk

menanggulangi resiko bahaya yang lebih besar. Tindakan pertama

yang harus dilakukan terhadap korban yang mengalami luka bakar.

Contohnya memberi pertolongan terhadap korban, mengamankan

dokumen penting maupun harta benda.

Tindak yang sangat penting terletak di awal disaat api masih

kecil sehingga api masih mudah untuk dikendalikan namun beda

halnya api yang dipicu dari suatu ledakan. Oleh karena itu tindakan
pertama harus cepat dan akurat. Lamanya tindakan dapat

menimbulkan masalah yang fatal. Diperlukan pengetahuan dan

keterampilan yang cukup untuk mengetahui cara pencegahan yang

efektif terhadap resiko kebakaran yang terjadi agar tidak terjadi

kepanikan saat menghadapi bahaya api.

Banyak tempat diatas kapal yang sangat beresiko

meneybabkan kebakaran contohnya di deck, engine room, paint store,

ruang muatan, dapur, dan instalasi listrik. Jika cermati kebakaran rata-

rata disebabkan oleh api kecil lalu menjadi api besar yang tidak bisa

dikendalikan ataupun dipadamkan yang pada akhirnya dapat

menimbulkan keadaan situasi darurat yang membahayakan manusia,

muatan, kapal dan lingkungan disekitar. Oleh karena itu sebelum api

menjadi besar hingga menyebabkan kebakaran yang beresiko tinggi

langkah pencegahan harus di ambil setidaknya dapat meminimalisir

resiko yang terjadi lebih-lebih menghilangkan resiko kebakaran.

Upaya yang dilaksanakan untuk mencegah kebakaran diatas

kapal yaitu dengan melaksanakan tindakan pencegahan kebakaran

dan jika kebakaran terlanjur terjadi pemadaman harus segera

dilakukan agar tidak mengancam keselamatan nyawa, dokumen

maupun harta benda dan lingkungan disekitar kapal. Maka dibutuhkan

tindakan untuk membatasi, memperkecil dan memadamkan untuk

menghindari kerugian yang lebih besar. alat deteksi dan pencegahan

bahaya kebakaran dipastikan harus selalu siap berfungsi dalam

keadaan apapun.
Dengan adanya pengenalan dan pengetahuan tentang

peralatan dan fungsi-fungsi alat pencegahan kebakaran dan alat

pemadaman kebakaran diharapkan bisa meminimalisir munculnya

bahaya kebakaran dengan adanya alat pendeteksi tersebut. Apabila

kebakaran terjadi diatas kapal hal tersebut harus segera diatasi

sehingga efek yang ditimbulkan tidak begitu parah atau dihilangkan

sama sekali.

Alat deteksi kebakaran adalah pemadam api yang bersifat

tetap, yang mana sistem ini diterapkan secara permanen sehingga

kejadian awal dapat di deteksi seperti adanya asap, panas yang

berlebih, dan nyala api yang tidak terkendalikan. Diharapkan

kebakaran yang terjadi dapat dipadamkan dengan secepat mungkin

dengan adanya alat pendeteksi yang membantu kita menemukan

lokasi munculnya kebakaran tersebut.

Banyak penelitian yang membahas alat pendeteksi kebakaran

salah satunya Penelitian Dodi Dwi Antoni:2016 di kapal MT. Pacific

Jade yang berjudul “Peranan Alat Deteksi Kebakaran Dalam

Pencegahan Terjadinya Kebakaran Di MT. Pacific Jade.” Dalam

penelitian ini penulis menjelaskan secara umum tentang peranan alat

deteksi kebakaran yaitu untuk membantu pencegahan bahaya

kebakaran dan untuk mendukung keselamatan di atas kapal yang

diantara lain yaitu keselamatan kapal, keselamatan muatan dan juga

keselamatan jiwa manusia diatas kapal serta kendala-kendala yang

dihadapi dalam perawatan alat deteksi kebakaran. Perawatan yang


optimal perlu dilakukan mengingat pentingnya alat tersebut di atas

kapal. Oleh karena itu saya sebagai penulis memutuskan untuk

mengambil judul Optimalisasi perawatan alat pendeteksi kebakaran.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas masalah pada karya ilmiah

terapan ini dapat di rumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana perawatan alat deteksi kebakaran di atas kapal?

2. Apa saja kendala perawatan alat deteksi kebakaran di atas kapal.

C. Batasan masalah

1. Penelitian ini berfokus pada optimalisasi alat pendeteksi

kebakaran di atas kapal

2. Penelitian ini dilakukan di kapal

3. Penelitian dilakukan pada tanggal

D. Tujuan masalah

Dengan memperhatikan rumusan masalah di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah

1. Menjelaskan Bagaimana perawatan alat deteksi kebakaran di atas

kapal?

2. Menjelaskan Apa saja kendala perawatan alat deteksi kebakaran

di atas kapal.

E. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan manfaat

baik secara teoritis maupun praktis:


1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pada

pembaca tentang alat pendeteksi kebakaran di atas kapal. Sebagai

salah satu alat untuk mencegah terjadinya kebakaran di atas kapal.

2. Manfaat praktis.

a) Bagi lembaga

Sebagai pengetahuan bagi seluruh civitas akademika Politeknik

Pelayaran Banten untuk dapat menarapkan mengenai peranan

alat deteksi kebakaran dalam pencegahan bahaya kebakaran

di kapal dan mengetahui cara perawatan alat deteksi

kebakaran secara optimal di atas kapal.

b) Bagi perusahaan

Bagi perusahaan pelayaran diharapkan hasil penelitian ini

dapat digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan

kemampuan para perwira di kapal.

c) Bagi kru kapal

Untuk menambah pengetahuan para kru kapal bagaimanakah

perawatan alat deteksi kebakaran dan peranan alat deteksi

kebakaran dalam upaya pencegahan bahaya kebakaran di

kapal.
BAB II

A. Review penelitian sebelumnya

OPTIMALISASI PERAWATAN ALAT DETEKSI KEBAKARAN

GUNA MENUNJANG KESELAMATAN AWAK KAPAL DI

MV.DK 02

PUTUT SUYOSO (NIT. 52155693)

PROGRAM STUDI NAUTIKA DIPLOMA IV

POLITEKNIK ILMU PELAYARAN SEMARANG

2019

Alarm dari alat deteksi kebakaran di MV. DK 02 yang sering

menyala sendiri padahal tidak ada kebakaran yang terjadi di atas

kapal, mengakibatkan banyak crew MV. DK 02 kurang peduli dan

cenderung mengabaikan bila ada alarm yang berbunyi, karena

mereka menganggap bahwa itu hanyalah alarm yang rusak,

padahal bisa jadi merupakan alarm yang benar-benar

mengindikasikan adanya kebakaran di atas kapal. Hal ini

menunjukkan kurangnya perawatan terhadap alat deteksi

kebakaran di MV. DK 02, dimana alat deteksi kebakaran

merupakan salah satu komponen penting yang dapat

mengindikasikan terjadinya kebakaran di suatu tempat di atas

kapal.

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian tentang alat deteksi

kebakaran diMV. DK 02 adalah :


1. Pengetahuan crew kapal tentang alat deteksi kebakaran di MV. DK

02 masih kurang, hal ini disebabkan karena :

Kurangnya familiarization awak kapal baru di MV. DK 02 yang

disebabkan karena kondisi kapal yang sedang sibuk dan kurang

maksimalnya familiarization awak kapal lama kepada crew baru

serta kurangnya pelaksanaan safety meeting di MV. DK 02 karena

kesibukan pekerjaan diatas kapal.

2. Perawatan alat deteksi kebakaran di MV. DK 02 masih sangat

minim, hal ini disebabkan karena :

Kurangnya koordinasi pihak kapal dengan perusahaan tentang

perawatan alat deteksi kebakaran di atas kapal dan kurangnya

tanggung jawab perwira kapal dalam rutinitas perawatan alat

deteksi kebakaran.

B. Landasan teori

1. Optimalisasi

a. Pengertian

i. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud :

1995 : 628) optimalisasi berasal dari kata optimal yang

berarti terbaik, tertinggi. Optimalisasi banyak juga diartikan

sebagai ukuran dimana semua kebutuhan dapat dipenuhi

dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan

ii. Menurut ahli.


W.J.S Poerdwadarminta (1997:753) optimalisasi

merupakan suatu hasil yang dicapai sesuai keinginan,

sehingga optimalisasi adalah pencapaian hasil sesuai

dengan harapan secara efektif dan efisien.

Andri Rizki Pratama (2013:6) mengatakan optimalisasi

adalah upaya individu untuk meningkatkan kegiatan untuk

bisa meminimalisir kerugian atau memaksimalkan

keuntugan agar mencapai tujuan dengan baik dalam

tenggat waktu tertentu.

b. Tujuan optimalisasi

Berdasarkan makna optimalisasi yakni mengoptimalkan apa

yang sudah ada berarti bisa disimpulkan tujuan optimalisasi

adalah sebagai berikut:

 Memperoleh hasil lebih baik.

 Tidak perlu menambah modal atau dana

 Menghemat waktu

 Memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya

manusia yang sudah ada

 mempercepat selesainya pekerjaan.

2. Kebakaran

Definisi Kebakaran Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)

nomor 03- 3985-2000 bagian 4.1 merupakan suatu fenomena

yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperature kritis, serta

bereaksi secara kimia dengan oksigen yang menghasilkan panas,


nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon monoksida,

karbondioksida, atau produk dan efek lainnya . Menurut Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum No.26 Tahun 2008 pada Bab 1 Pasal

1.1.5 juga mendefinisikan bahwa bahaya kebakaran adalah

bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan

derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran

hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan

Klasifikasi Kebakaran Jenis kebakaran dapat dibedakan

berdasarkan sumber apinya, jenis kebakaran diklasifikasikan

secara internasional merujuk kepada klasifikasi kebakaran

menurut National Fire Protection Association (NFPA). kebakaran

diklasifikasikan menjadi lima kelas yaitu kebakaran kelas A,

kebakaran kelas B, kebakaran kelas C, kebakaran kelas D, dan

kebakaran kelas K.

KELAS JENIS KEBAKARAN SIMBOL

1. Kelas a. Padat Non-Logam Kayu, kain, kertas, karet dan

berbagai macam plastik.

Pemadam : Air, Uap Air, Pasir, Serbuk Kimia Kering,

2. Kelas b : Gas atau Cairan Minyak bumi, cat berbasis

minyak, pelarut, pernis, alkohol, dan gas yang mudah

terbakar.

Pemadamnya : Karbondioksida dan Serbuk Kering

3. Kelas c : Listrik Arus Pendek

Pemadamnya : Karbondioksida dan Serbuk Kering


4. Kelas d : Logam Logam seperti magnesium, titanium,

zirkonium, natrium, litium dan potassium

Pemadamnya : Serbuk Kimia sodium Klorida, Grafit

5. Kelas k : Bahan Masakan Kebakaran dalam peralatan

masak yang mudah terbakar (minyak nabati atau hewani dan

lemak).

Pemadamnya : Cairan Kimia, Karbondioksida

Menurut peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No 04

Tahun 1980 pada pasal 2 ayat 1 menetapkan bahwa klasifikasi

kebakaran di indonesia dibedakan menjadi empat kelas [24]

diantaranya yaitu :

a. Kebakaran bahan padat kecuali logam ( Golongan A )

b. Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar

(Golongan B)

c. Kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C )

d. Kebakaran logam ( Golongan D )

3. System Alarm

a) Sistem Alarm Kebakaran

Sistem Alarm kebakaran menurut NFPA 72 tentang National

Fire Alarm Code pada bagian 3.3.67 ialah sebagai berikut :

“ A system or portion of a combination system that consists of

components and circuits arranged to monitor and annunciate


the status of fire alarm or supervisory signal-initiating devices

and to initiate the appropriate response to those signals ”.

Sistem alarm kebakaran adalah sebuah sistem atau bagian dari

kombinasi sistem yang terdiri dari komponen dan rangkaian

yang diatur untuk memantau dan memberi tahu status alarm

kebakaran atau alat yang digunakan untuk mengawasi sinyal

alarm kebakaran untuk merespon secara tepat terhadap sinyal

alarm kebakaran. Sistem alarm kebakaran juga dikemukakan

oleh Merton W. Bunker dan Richard J. Roux dalam buku Fire

Alarm and Signaling System Installation bahwa :

“Fire alarm systems are designed, installed, and maintained to

protect people and property from fire. modern fire alarm

systems are almost completely independent from human input.

They do, however, require installation, testing, and

maintenance by humans”.

Sistem alarm kebakaran dirancang, dipasang, dan dirawat

untuk melindungi orang-orang dan harta benda dari bahaya

kebakaran. Sistem alarm kebakaran modern hampir

sepenuhnya tidak dipengaruhi oleh manusia. Namun untuk

keperluan pemasangan, pengujian, dan pemeliharaan

dilakukan oleh bantuan manusia.

Sistem alarm kebakaran dibedakan menjadi tiga macam

konfigurasi berdasarkan jenis panel kontrol nya atau pusat


kendali nya. Beberapa diantaranya dapat menggunakan fire

alarm control panel, menggunakan PLC, serta ada juga yang

menggunakan kombinasi modular fire controller dengan PLC.

 Sistem Alarm Kebakaran Konvensional

Sistem alarm kebakaran tipe konvensional merupakan jenis

sistem alarm kebakaran yang biasanya digunakan untuk

perumahan, toko, atau ruangan tertentu pada suatu

bangunan. Pada sistem ini ditentukan berdasarkan

pembagian per zona atau zone yaitu dengan

menggabungkan beberapa detektor dalam satu zona.

Setiap zona langsung dihubungkan ke panel kontrol,

sehingga jumlah kabel yang masuk ke dalam panel kontrol

sama dengan banyaknya jumlah zona yang terpasang.

Pada sistem tipe konvensional lebih sering digunakan

karena lebih murah dibanding sistem addressable. Meski

hanya bisa merespon atau memberikan informasi tentang

letak zona saja, namun sistem konvensional ini bisa

dirancang dengan sistem yang lebih teliti dan fungsional

lagi yaitu menggunakan module control, yang disebut

dengan sistem alarm kebakaran tipe semi-addressable.

 Sistem Alarm Kebakaran Addressable

Sistem alarm kebakaran tipe addressable adalah sebuah

sistem yang setiap detektor nya dilengkapi address atau

alamat, sehingga jika terjadi perubahanstatus masing-


masing detektor dapat terlihat secara individual. Alamat

setiap detektor dapat berupa ID perangkat yang digunakan.

Sistem ini cocok digunakan untuk gedung-gedung besar,

khususnya tempat-tempat komersial. Salah satu

keuntungan besar dari sistem alarm kebakaran tipe

addressable adalah lokasi detektor dapat langsung

diketahui agar petugas keamanan dapat menanggapi

kejadian kebakaran di area yang tepat karena sudah

mengetahui area mana yang sedang terjadi kebakaran.

 Sistem Alarm Kebakaran Semi-Addressable

Sistem alarm kebakaran tipe semi-addressable adalah

pembentukan system konvensional dengan sistem

addressable dengan menggunakan control module.

Detektor di kelompokan dalam area atau zone, hanya saja

setiap zone tidak langsung dihubungkan ke panel kontrol,

melainkan dihubungkan ke interface module serta

dihubungkan secara serial dengan menggunakan kabel

data ke panel kontrol. Sistem tipe semi-addressable dinilai

lebih efektif jika dibandingkan dengan sistem konvensional

karena lebih mendekati untuk mencari letak zona yang

terjadi kebakaran.

b) Komponen Sistem Alarm Kebakaran

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.02 Tahun 1983

pada bab 1 pasal 1 menyebutkan bahwa yang terdiri dari


kelompok alarm adalah bagian dari sistem alarm kebakaran

termasuk relai, lampu, saklar, hantaran dan detector

sehubungan dengan perlindungan satu area

c) Detektor Kebakaran

Detektor Kebakaran

Detektor kebakaran adalah alat yang dirancang sebagai alat

pendeteksi adanya kebakaran dan mengawali suatu

tindakan. Menurut SNI 03-3985-2000 pada bagian 4.2.1

tentang jenis detektor. Detektor dibagi menjadi empat

macam jenis diantaranya yaitu :

a) Detektor asap

Detektor asap adalah alat yang mendeteksi partikel yang

terlihat atau yang tidak terlihat dari suatu pembakaran.

b) Detektor panas.

Detektor panas adalah alat yang mendeteksi temperatur

tinggi atau laju kenaikan temperatur yang tidak normal.

Detektor panas terbagi menjadi dua macam, yaitu :

 Detektor bertemperatur tetap yang berkerja pada suatu

batas panas tertentu (fixed temperature).

 Detektor yang berkerja berdasarkan kecepatan naiknya

temperatur (rate of rise temperature).

c) Detektor nyala api, Detektor nyala api adalah alat yang

mendeteksi sinar infra merah atau radiasi yang ditimbulkan

oleh suatu kebakaran.


d) Detektor gas kebakaran , yaitu alat untuk mendeteksi gas-

gas yang terbentuk oleh suatu kebakaran.

4. Alarm

Alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang memberikan

isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran. Menurut SNI 03-

3985-2000 bagian 3.1 alar kebakaran ialah komponen dari sistem

yang memberikan isyarat atau tanda setelah kebakaran terdeteksi.

Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

10/KPTS/2000 bagian 2 menyebutkan tujuan pemasangan alarm

kebakaran adalah untuk memberikan peringatan kepada penghuni

akan adanya bahaya kebakaran, sehingga dapat melakukan

tindakan proteksi dan penyelamatan dalam kondisi darurat serta

untuk memudahkan petugas pemadam kebakaran

mengidentifikasi titik awal terjadinya kebakaran .

Alarm dibagi menjadi dua jenis menurut cara kerjanya yaitu:

a) Alarm Suara, ialah alarm kebakaran yang memberikan tanda

atau syarat berupa bunyi khusus (audible alarm). Menurut

SNI 03-3985-2000 Alarm suara harus memenuhi syarat

sebagai berikut :

 Mempunyai bunyi serta irama yang khas hingga mudah

dikenal sebagai alarm kebakaran.


 Bunyi alarm tersebut mempunyai frekuensi kerja antara

500 ~ 1000 Hz dengan tingkat kekerasan suara minimal

65 dB.

b) Alarm Visual, (visible alarm) ialah alarm kebakaran yang

memberikan tandaatau isyarat yang tertangkap pandangan

mata secara jelas. Alarm visual dipasang di luar ruangan

tertutup (closed room) seperti ruang panel listrik, ruang

genset, ruang pompa dan semisalnya, dengan maksud agar

gejala kebakaran di dalam ruangan dapat diketahui oleh

orang di luar melalui nyala lampu .

5. Alat pendeteksi kebakaran

Menurut Safety Of Life At Sea (SOLAS) 1974 Chapter II-2 Part C

menerangkan bahwa deteksi awal kebakaran adalah sarana-

sarana yang secara otomatis memberikan isyarat–isyarat bahaya

yang dapat dilihat dan didengar di satu unit penunjuk atau lebih

pada saat detector itu mulai bekerja kapan saja. Alat detector

bahaya kebakaran ini harus memberikan petunjuk pada tiap

tempat terjadinya kebakaran.

Jenis Alat Deteksi Kebakaran dibagi menjadi 3 :

a. Alat deteksi asap (Smoke Detector) terdiri dari :

 Ionization Smoke Detector (Alat Deteksi Asap Ionisasi)

Dalam buku Badan Diklat Perhubungan (2000:58)

menerangkan Ionization Smoke Detector (Alat Deteksi


Asap Ionisasi) mendeteksi 11 asap menggunakan elemen

radioaktif dan dua elektroda (positif dan negatif)

 Photoelectric Smoke Detector (Alat Deteksi Asap

Photoelektrik) Dalam buku Badan Diklat Perhubungan

(2000:59) menerangkan Photo Smoke Detector (Alat

Deteksi Asap Photoelektrik) adalah suatu alat deteksi

kebakaran yang menggunakan bahan bersifat

Photoelektrik yang sangat peka sekali terhadap cahaya.

b. Alat deteksi nyala api (Flame Detector) Alat ini dapat

mendeteksi adanya api yang tidak terkendali dengan cara

menangkap sinar ultra violet yang dipancarkan oleh nyala api

tersebut.

c. Alat deteksi panas (Heat Detector),alat pendeteksi panas yang

bekerja apabila suhu dalam ruangan mengalami kenaikan.

Jika suhu ruangan mencapai 50℃ hingga 60℃,

maka detector ini akan memberi peringatan adanya

kebakaran.

6. Definisi Operasional

a) Alat Deteksi Kebakaran

alat yang berfungsi mendeteksi secara dini kebakaran, agar

kebakaran yang terjadi tidak berkembang menjadi lebih besar.

Dengan terdeteksinya kebakaran, maka upaya untuk

mematikan api dapat segera dilakukan, sehingga dapat

meminimalisasi kerugian sejak awal.


b) Anak Buah Kapal

Anak Buah Kapal adalah semua orang yang bekerja di kapal,

yang bertugas untuk mengoperasikan dan memelihara kapal

dan muatannya, kecuali nahkoda. Begitulah menurut Hukum

Laut

c) Safety Management System

seperangkat kebijakan, prosedur, dan rencana yang secara

sistematis mengelola keselamatan di tempat kerja dan dapat

membantu meminimalkan risiko kecelakaan di tempat kerja


C. Kerangka berpikir

Alat pendeteksi kebakaran

Pengenalan terhadap Safety meeting Hubungan Tamggung jawab perwira


para crew pada crew kapal Pihak kapal dan terhadap alat pendeteksi
perusahaan kebakaran

Memaksimalkan Memaksimalkan
Pengetahuan para Perawatan alat
crew pendeteksi kebakaran

Alat pendeteksi
kebakaran berfungsi
dengan baik
BAB III

A. Jenis Penelitian

Jika dilihat dari paparan di atas penulis menggunakan penelitian jenis

kualitatif, yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan

analisis. Proses dan makna lebih ditonjolkan dalam penelitian

kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus

penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.

Menurut Sugiyono Pengertian metode penelitian adalah cara ilmiah

untuk mendapatkan data dengan tujuan dapat dideskripsikan,

dibuktikan, dikembangkan dan ditemukan pengetahuan, teori, untuk

memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam

kehidupan manusia (Sugiyono: 2012)

1. Metode Penelitian Kuantitatif

Metode penelitian kuantitatif berlandaskan pada filsafat positivisme,

dipakai untuk meneliti pada populasi ataupun sampel tertentu,

pengumpulan data menggunakan alat ukur (instrumen) penelitian,

analisa data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk

menguji dan membuktikan hipotesis yang telah dibuat/ditetapkan.

Secara umum metode kuantitatif terdiri atas metode survey dan

metode eksperimen.
a) Metode Survei

Metode penelitian survei adalah metode penelitian kuantitatif

yang digunakan untuk mendapatkan data yang terjadi pada

masa lampau atau saat ini, tentang keyakinan, pendapat,

karakteristik perilaku, hubungan variabel dan untuk menguji

beberapa hipotesis tentang variabel sosiologis dan psikologis

dari sampel yang diambil dari populasi tertentu. Teknik

pengumpulan data dengan pengamatan (wawancara atau

kuisioner) dan hasil penelitian cenderung untuk

digeneralisasikan.

b) Metode Eksperimen

Metode eksperimen merupakan metode penelitian kuantitatif

yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel

independen (treatment/perlakuan) terhadap variabel

dependen (hasil) dalam kondisi yang terkendalikan. Kondisi

dikendalikan agar tidak ada variabel lain (selain variabel

treatment) yang mempengaruhi variabel dependen. Agar

kondisi dapat dikendalikan, maka dalam penelitian eksperimen

menggunakan kelompok kontrol. Penelitian eksperimen sering

dilakukan di laboratorium

2. Metode Penelitian Kualitatif

Landasan Metode penelitian adalah filsafat postpositivisme.

Digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (lawan


eksperimen), dimana peneliti sebagai instrument kunci. Teknik

pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan).

Analisis data bersifat induktif/kualitatif. Hasil penelitian kualitatif

menekankan makna dari pada generalisasi.

Menurut Creswell dalam Sugiyono (2012), metode penelitian

kualitatif dibagi menjadi lima macam yaitu phenomenological

research, grounded theory, ethnography, case study dan narrative

research.

a) Phenomenological research, merupakan salah satu jenis

penelitian kualitatif, dimana peneliti melakukan pengumpulan

data dengan observasi partisipan untuk mengetahui fenomena

esensial partisipan dalam pengalaman hidupnya.

b) Grounded theory, adalah salah satu jenis penelitian kualitatif,

yang mana peneliti bisa menarik generalisasi apa yang

diamati/dianalisa secara induktif, teori abstrak tentang proses,

tindakan atau interaksi berdasarkan pandangan partisipan

yang diteliti.

c) Ethnography, merupakan jenis penelitian kualitatif dimana

peneliti melakukan studi terhadap budaya kelompokk dalam

kondisi yang alamiah melalui observasi dan wawancara.

d) Case studies, merupakan penelitian kualitatif dimana peneliti

melakukan eksplorasi secara mendalam terhadap program,

kejadian, proses, aktivitas, terhadap satu atau lebih orang.

Suatu kasus terikat oleh waktu dan aktivitas dan peneliti


melakukan pengumpulan data secara mendetail dengan

menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data dan

dalam waktu yang berkesinambungan.

e) Narrative research, merupakan penelitian kualitatif dimana

peneliti melakukan studi terhadap satu orang individu atau

lebih untuk mendapatkan data tentang sejarah perjalanan

dalam kehidupannya. Data tersebut selanjutnya oleh peneliti

disusun menjadi laporan naratif kronologis.

3. Metode Penelitian Kombinasi

Metode penelitian kombinasi merupakan metode penelitian yang

berlandaskan pada fisafat pragmatisme (kombinasai positivisme

dan postpositivisme). Digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek

yang alamiah maupun buatan (labratorium), dimana peneliti bisa

sebagai instrumen dan menggunakan instrumen untuk pengukuran,

teknik pengumpulan data dapat menggunakan tes, kuisioner dan

gabungan (triangulasi), analisis data bersifat deduktif (kuantitatif)

dan induktif (kualitatif). Hasil penelitian kombinasi dapat berguna

untuk membuat generalisasi dan memahami makna.

Metode kombinasi akan sangat berguna ketika metode kuantitatif

maupun metode kualitatif secara sendiri-sendiri tidak cukup akurat

digunakan untuk memahami permasalahan penelitian. Penggunaan

metode kombinasi dapat memperoleh pemahaman lebih baik jika

dibandingkan dengan hanya menggunakan salah satu metode.


Metode penelitian kombinasi dibagi menadi dua, yakni

desain/model sequential (kombinasi berurutan) dan

model concurrent (kombinasi campuran). Selanjutnya

model sequential (urutan) dibagi lagi menjadi dua, yaitu

model sequential explanatory (urutan pembuktian) dan sequential

exploratory (urutan penemuan). Sedangkan untuk

model concurrent (campuran), ada dua yakni model concurrent

triangulation (campuran kuantitatif dan kualitatif secara berimbang)

dan concurrent embedded (campuran kuantitatif dan kualitatif tidak

berimbang).

4. Metode Penelitian Deskriptif

Pengertian Metode penelitian deskriptif adalah prosedur penelitian

atau pemecahan masalah yang diselidiki dengan gambaran subjek

atau objek yang digunakan berupa orang, lembaga, masyarakat

dan yang lainnya.

5. Metode Penelitian Pengembangan

Pengertian Metode Penelitian pengembangan (Litbang) atau sering

juga disebut dengan istilah Research & Development

(R&D), merupakan jenis penelitian yang umumnya banyak

digunakan dalam dunia pendidikan. Secara umum pengertian

penelitian pengembangan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk

memperoleh data sehingga dapat dipergunakan untuk

menghasilkan, mengembangkan dan memvalidasi produk.


Penelitian pengembangan difungsikan sebagai dasar untuk

bangunan/konstruksi model dan teori. Kata penelitian merujuk pada

proses pemecahan masalah dan menemukan fakta secara

terorganisir sedangkan pengembangan merujuk kepada usaha

peningkatan kemampuan teoritis, konseptual dan moral sesuai

kebutuhan melalui latihan dan pendidikan.

B. Penggunaan Variable Atau Subjek Penelitian

Menurut Suharsimi (2006, hlm.15) mengemukakan bahwa:

“objek penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik

perhatian suatu penelitian, sedangkan subjek penelitian merupakan

tempat dimana variabel melekat”.

Dalam buku Husein Umar,(Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis

Bisnis,1998), Sugiyono (1997) menyatakan bahwa variabel di dalam

penelitian merupakan suatu atribut dari sekelompok obyek yang diteliti

yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lain dalam

kelompok tersebut. Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang

menjadi titik perhatian suatu penelitian. Suharsimi Arikunto (2002)

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu: variabel bebas

(independent variable) dan variabel terikat (dependent variable): 1.

Variabel bebas (independent variable), adalah variabel yang menjadi

sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variable

terikat). Sugiyono (1997) Yang menjadi variabel bebas dalam

penelitian ini adalah model stategi pembelajaran TTW. 2. Variabel

terikat (dependent variable) merupakan variabel yang dipengaruhi


atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Yang

menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa

pada pelajaran Biologi, dengan indikator hasil test materi Virus.

C. Tenik Dan Metode Pengumpulan Data

berikut adalah jenis teknik pengumpulan data beserta

penjelasannya.

1. Observasi

Teknik pertama ini adalah teknik pengumpulan data yang

dilakukan secara langsung. Untuk melakukan observasi seorang

peneliti diharuskan untuk melakukan pengamatan di tempat

terhadap objek penelitian untuk diamati menggunakan

pancaindra yang kemudian dikumpulkan dalam catatan atau alat

rekam.

Observasi terbagi menjadi tiga yaitu observasi partisipatif,

observasi terus terang atau tersamar dan observasi tak

berstruktur.

2. Kuesioner (Angket)

Teknik yang kedua adalah menggunakan kuisioner, angket atau

kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberikan beberapa pertanyaan terkait penelitian

yang akan diberikan kepada responden.

Sebelum menyebarkan kuesioner penelitia diharuskan untuk

melakukan pengujian terkait dengan pertanyaan-pertanyaan

yang akan diberikan, dikarenakan hasil pertanyaan ini nantinya

akan digunakan sebagai alat ukur yang valid dan realibel.


3. Interview (Wawancara)

Secara konsep terdapat kesamaan antara kuesioner dengan

interview, yang membedakan adalah waktu terjadinya proses

pertukaran. Interview dilakukan secara langsung, berbentuk

tanya jawab atau wawancara. Dalam teknik wawancara

interview narasumber berperan sebagai informan yang berperan

sebagai sumber informasi.

4. Studi Literatur

Untuk dapat melakukan teknik pengumpulan data studi

literatur peneliti melakukan pengumpulan studi literatur yang

memiliki relevansi dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan

untuk menunjang penelitian.

5. Studi Dokumen

Teknik pengumpulan data yang terakhir adalah dengan cara

melakukan studi dokumen, dalam studi dokumen peneliti

mengandalkan dokumen sebagai salah satu sumber data

sebagai penunjang penelitian. Contoh dokumen yang digunakan

dapat beruka sumber tertulis, film, gambar dan foto.

D. Tenik Dan Metode Pengumpulan Data

Teknik analisa data merupakan suatu langkah yang paling

menentukan dari suatu penelitian, karena analisa data berfungsi untuk

menyimpulkan hasil penelitian. Analisis data dapat dilakukan melalui

tahap berikut ini :


1. Tahap Penelitian

a) Perencanaan Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

1) Peneliti merancang kelas yang akan dijadikan sampel.

2) Peneliti membuat instrumen-instrumen penelitian yang

akan digunakan untuk penelitian.

b) Pelaksanaan Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

1) Peneliti melaksanakan pembelajaran pada sampel

penelitian.

2) Peneliti menguji coba, menganalisis dan menetapkan

instrumen penelitian.

c) Evaluasi Pada tahap ini, peneliti menganalisis dan mengolah

data yang telah dikumpulkan dengan metode yang telah

ditentukan.

d) Penyusunan Laporan Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan

adalah menyusun dan melaporkan hasil-hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai