Anda di halaman 1dari 17

VI.

SIFATUR RASUL

I. TUJUAN UMUM
Mengerti tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan aqidah yang benar
yang digali dari Al Qur`an, As Sunah, dalil-dalil naqli dan ‟aqli, menanamkannya
dalam jiwa, dan membersihkannya dari bid`ah dan khurafat yang mungkin
mengotorinya.

II. TUJUAN KOGNITIF

1. Memahami sifat-sifat dasar yang harus dimiliki setiap Rasul


2. Memahami keagungan akhlaq Nabi Muhammad saw sebagai pribadi
Qur‟ani dan hasil tarbiyah rabbaniyah.

III. TUJUAN AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK

1. Menyadari bahwa Nabi saw adalah uswatun hasanah bagi umatnya.


2. Termotivasi untuk membaca dan mengkaji sunnah atau hadits Nabi serta
mempelajari perjalanan hidup dan dakwah Nabi.
3. Menunjukkan contoh dari sifat pribadi Nabi saw dalam kehidupan sehari-
hari

IV. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pilihan kegiatan yang bisa diselenggarakan dalam halaqah adalah :


1. Kegiatan Pembuka
a. Mengkomunikasikan tentang; Sifatur Rasul
b. Menginventarisir tentang fenomena yang berhubungan dengan tema
kajian

2. Kegiatan Inti:
a. Kajian tentang Sifatur Rasul
b. Berdiskusi dan tanya jawab tema kajian (lihat tujuan kognitif, afektif
dan psikomotor)
c. Penekanan dari Murabbi tentang nilai dan hikmah yang terkandung
dalam materi Sifatur Rasul

3. Kegiatan Penutup:
a. Tugas mandiri (lihat Pilhan Kegiatann)
b. Evaluasi

VI. PILIHAN KEGIATAN

1. Mengadakan rihlah dan tafakkur tentang ciptaan Allah swt hingga dapat
membuktikan adanya pencipta dengan akalnya
2. Mengumpulkan ayat-ayat al Qur`an yang menunjukkan pada tafakkur

1
3. Mengumpulkan ayat-ayat tentang pentingnya mengkaji Sifatur Rasul
4. Mengumpulkan hadits-hadits yang menunjukkan hal di atas
5. Menulis makalah tentang pentingnya mengkaji Sifatur Rasul
6. Mengumpulkan perkataan-perkataan orang muslim dan lainnya yang
obyektif tentang pentingnya mengkaji Sifatur Rasul

VII. SARANA EVALUASI

1. Tes akademis melalui pertanyaan, diskusi dan dialog menggunakan


metode pencatatan untuk meyakinkan (menegaskan) tercapainya tujuan
2. Tes kemampuan untuk membandingkan sejauh mana tujuan telah tercapai

VIII. TUJUAN TARBIYAH DZATIYYAH


1. Menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Rasulullah saw adalah sebagai
hamba di antara hamba-hamba Allah lainnya, mempunyai ciri yang juga
sama dengan manusia lainnya.
2. Menjelaskan bahwa mengetahui sifat-sifat ini diharapkan kita menyadari
siapa sebenarnya Rasul dan kemudian kita dapat mengikutinya

IX. MUHTAWA
Sifatur Rasul
Mukadimah
Setelah kita memahami makna syahadat ‫لاهلل‬‫لاِالَا َاه اِا َ ا‬
‫ َ ا‬yang mengandung konsekuensi
keikhlasan dalam beribadah hanya kepada Allah maka kita bahas pada edisi kali
ini tentang syahadat yang kedua yaitu ‫ح َامداا ا َارساوالا اا اهلل‬ ‫ما َا‬. Di dalam riwayat lain
disebutkan dengan kalimat yang lebih lengkap :

ُ‫سوََلُ َه‬ ََ ‫ََوَأَنََ َُم‬


ََ ًَ‫حمَدا‬
َُ ‫عبَ ُد َهَُ ََو ََر‬
“Bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya” (HR. Bukhari dan Muslim
dari Ubadah bin As-Shamit)

Yakni persaksian yang diberikan kepada Nabi Muhammad bin Abdullah bin
Abdul Muthalib yang berasal dari Bani Hasyim dari Quraisy dari kalangan Arab
dengan dua sifat besar dan mulia yaitu Al-Ubudiyah (kehambaan khusus) dan Ar-
Risalah (kerasulan).

Sifat kehambaan ialah meyakini bahwa beliau adalah seorang hamba Allah yang
diciptakan–Nya, milik Allah; yang berarti tidak memiliki sifat ketuhanan,
rububiyah atau uluhiyah. Tidak pula memiliki sifat yang menyerupai sifat-sifat
Allah. Di mana beliau tidak bisa menolak takdir, mengabulkan doa, atau
menentukan siapa yang mendapatkan hidayah dan siapa yang tidak, demikian
seterusnya.

2
Mengenal Rasul perlu mengenal sifat-sifatnya. Bagian tingkah laku, kepribadian,
dan penampilan diwarnai oleh sifat seseorang. Begitupun Nabi Muhammad saw
dapat digambarkan melalui sifat-sifatnya. Mengetahui sifat-sifat ini diharapkan
kita menyadari siapa sebenarnya Rasul dan kemudian kita dapat mengikutinya.
Sifat Nabi seperti manusia biasa yang sempurna dapat diikuti oleh kita, karena
tingkah laku atau perbuatannya seperti yang dilaksanakan manusia maka kitapun
pasti dapat mengikutinya.

Kemudian kita semakin percaya kepada apa-apa yang dibicarakan atau


disampaikan Rasul adalah yang benar karena sifat beliau yang „ismah (terpelihara
dari kesalahan), selain itu beliau adalah orang yang cerdas, berarti apa yang
dibawanya adalah hasil dari pemikiran dan analisa yang mendalam, tepat dan
baik.

Sifat amanah adalah juga sifat asas yang setiap manusia pasti menyenangi
berkawan dengan mereka yang amanah, kita sebagai muslim perlu mengikuti sifat
ini dengan sempurna begitupun dengan sifat lainnya seperti tabligh dan iltizam.
Sifat-sifat ini menggambarkan akhlaq mulia yang diwarnai oleh akhlaq Al-Qur‟an
dan sangatlah sesuai dijadikan sebagai contoh yang baik bagi kita.

Kesempurnaan Jiwa dan Kemuliaan Akhlaq Rasulullah saw.

Nabi saw lain daripada yang lain karena kefasihan bicaranya, kejelasan
ucapannya, yang selalu disampaikan pada kesempatan yang paling tepat dan di
tempat yang tidak sulit diketahui, lancar, jernih kata-katanya, jelas pengucapan
dan maknanya, sedikit ditahan, disisipi kata-kata yang luas maknanya,
mengkhususkan pada penekanan-penekanan hukum, mengetahui logat-logat
bangsa Arab, berbicara dengan setiap kabilah Arab menurut logat masing-masing,
berdialog dengan mereka menurut bahasa masing-masing, ada kekuatan pola
bahasa Badui yang cadas berhimpun pada dirinya, begitu pula kejernihan dan
kejelasan cara bicara orang yang sudah beradab, berkat kekuatan yang datang dari
Ilahi dan dilantarkan lewat wahyu.

Beliau adalah orang yang lembut, murah hati, mampu menguasai diri, suka
memaafkan saat memegang kekuasaan dan sabar saat ditekan. Ini semua
merupakan sifat-sifat yang diajarkan Allah.

Orang yang murah hati bisa saja tergelincir dan terperosok. Tapi sekian banyak
gangguan yang tertuju kepada beliau justru menambahkan kesabaran beliau.
Tingkah polah orang-orang bodoh yang berlebih-lebihan justru menambah
kemurahan hati beliau. Aisyah berkata, “Jika Rasulullah saw harus memilih di
antara dua perkara, tentu beliau memilih yang paling mudah di antara keduanya,
selagi itu bukan suatu dosa. Jika suatu dosa, maka beliau adalah orang yang
paling menjauh darinya. Beliau tidak membalas untuk dirinya sendiri kecuali jika
ada pelanggaran terhadap kehormatan Allah, lalu dia membalas karena Allah.
Beliau adalah orang yang paling tidak mudah marah dan paling cepat ridha.”

3
Di antara sifat kemurahan hati dan kedermawanan beliau yang sulit digambarkan,
bahwa beliau memberikan apapun dan tidak takut menjadi miskin. Ibnu Abbas
berkata, “Nabi saw adalah orang yang paling murah hati. Kemurahan hati beliau
yang paling menonjol adalah pada bulan Ramadhan saat dihampiri Jibril. Jibril
menghampiri beliau setiap malam pada bulan Ramadhan, untuk mengajarkan Al
Qur‟an pada beliau. Beliau benar-benar orang yang lebih murah hati untuk hal-hal
yang baik daripada angin yang berhembus.”

Jabir berkata, “Tidak pernah beliau dimintai sesuatu, lalu menjawab, „Tidak‟.”

Keterangan-keterangan ini disebutkan di dalam Shahih Al-Bukhary, 1/502-503

Rasulullah saw memiliki keberanian, patriotisme, dan kekuatan yang sulit diukur.
Beliau adalah orang yang paling pemberani, mendatangi tempat-tempat yang
sulit. Berapa banyak para pemberani dan patriot yang justru lari dari hadapan
beliau. Beliau adalah orang yang tegar dan tidak bisa diusik, terus maju dan tidak
mundur serta tidak gentar. Siapa pun orang pemberani tentu akan lari menghindar
dari hadapan beliau. Ali berkata, “Jika kami sedang dikepung kekuatan dan
bahaya, maka kami berlindung kepada Rasulullah saw. Tak seorang pun yang
lebih dekat jaraknya dengan musuh selain beliau.” Asy-Syifa‟, Al-Qadhy Iyadh, 1/89

Anas berkata, “Suatu malam penduduk Madinah dikejutkan oleh sebuah suara.
Lalu orang-orang semburat menuju ke sumber suara tersebut. Mereka bertemu
Rasulullah saw yang sudah kembali dari sumber suara itu. Beliau lebih dahulu
datng ke sana daripada mereka. Saat itu beliau menunggang kuda milik Abu
Thalhah dan di leher beliau ada pedang. Belia bersabda, Kalian tidak usah
gentar. Kalian tidak usah gentar!'‟

Nabi saw adalah orang yang paling malu dan suka menundukkan mata. Abu Sa‟id
Al-Khudry berkata, “Beliau adalah orang yang lebih pemalu daripada gadis di
tempat pingitannya. Jika tidak menyukai sesuatu, maka bisa diketahui dari raut
mukanya.” Shahih Al-Bukhary, 1/504

Beliau tidak pernah lama memandang ke wajah seseorang, menundukkan


pandangan, lebih banyak memandang ke arah tanah daripada memandang ke
langit, pandangannya jeli, tidak berbicara langsung di hadapan seseorang yang
membuatnya malu, tidak menyebut nama seseorang secara jelas jika beliau
mendengar sesuatu yang kurang disenanginya, tetapi beliau bertanya “Mengapa
orang-orang itu berbuat begitu?”

Nabi saw adalah orang yang paling adil, paling mampu menahan diri, paling jujur
perkataannya dan paling besar amanatnya. Orang yang mendebat dan bahkan
musuh beliau pun mengakui hal ini. Sebelum nubuwah beliau sudah dijukuki Al-
Amin (orang yang terpercaya). Sebelum Islam dan pada masa Jahiliyah beliau
juga ditunjuk sebagai hakim. At-Tirmidzy meriwayatkan dari Ali, bahwa Abu
Jahal pernah berkata kepada beliau, “Kami tidak mendustakan dirimu, tetapi kami

4
mendustakan apa yang engkau bawa.” Karena itu kemudian Allah menurunkan
ayat tentang orang-orang yang mendustakan itu,

“Mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang zhalim itu


mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-An‟am: 33).

Heraklius (kaisar Romawi) mengajukan pertanyaan kepada Abu Sufyan yang


ketika itu masih dalam kekafiran, “Apakah kalian menuduhnya dusta sebelum dia
mengatakan apa yang dia katakan?” Abu Sufyan menjawab, “Tidak.”

Nabi saw adalah orang yang paling tawadhu‟ dan paling jauh dari sifat sombong.
Beliau tidak menginginkan orang-orang berdiri saat menyambut kedatangannya
seperti yang dilakukan terhadap para raja. Beliau biasa menjenguk orang sakit,
duduk-duduk bersama orang miskin, memenuhi undangan hamba sahaya, duduk
di tengah para sahabat, sama seperti keadaan mereka. Aisyah berkata, “Beliau
biasa menambal terompahnya, menjahit bajunya, melaksanakan pekerjaan
dengan tangannya sendiri, seperti yang dilakukan salah seorang di antara kalian
di rumahnya. Beliau sama dengan orang lain, mencuci pakaiannya, memerah air
susu dombanya dan membereskan urusannya sendiri.” Misykatul-Mashabih, 2/520

Dalam sebuah perjalanan beliau memerintahkan untuk menyembelih seekor


domba. Seseorang berkata, “Akulah yang akan menyembelihnya.”

Yang lain berkata, “Akulah yang akan mengulitinya.”


Yang lain lagi berkata, “Akulah yang akan memasaknya.”
Lalu beliau bersabda, “Akulah yang akan mengumpulkan kayu bakarnya.”
Mereka berkata, “Kami akan mencukupkan bagi engkau.”
Beliau bersabda, “Aku sudah tahu kalian akan mencukupkan bagiku. Tapi aku
tidak suka berbeda dari kalian. Sesungguhnya Allah tidak menyukai hamba-Nya
yang berbeda di tengah rekan-rekannya.” Setelah itu beliau bangkit lalu
mengumpulkan kayu bakar. Khulashatus-Sair, 22

Kita berikan kesempatan kepada Hindun bin Abu Halah untuk menggambarkan
sifat-sifat Rasulullah saw. Dia berkata, “Rasulullah saw seperti tampak berduka,
terus-menerus berpikir, tidak punya waktu untuk istirahat, tidak bicara jika tidak
perlu, lebih banyak diam, memulai dan mengakhiri perkataan dengan seluruh
bagian mulutnya dan tidak dengan ujung-ujungnya saja, berbicara dengan
menggunakan kata-kata yang luas maknanya, terinci tidak terlalu banyak dan
tidak terlalu sedikit, dengan nada yang sedang-sedang, mengagungkan nikmat
sekalipun kecil, tidak mencela sesuatu, tidak pernah mencela rasa makanan dan
tidak terlalu memujinya, tidak terpancing untuk cepat-cepat marah jika ada
sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran, tidak marah untuk kepentingan
dirinya, lapang dada, jika memberi isyarat beliau memberi isyarat dengan
seluruh telapak tangannya, jika sedang marah beliau berpaling dan tampak
semakin tua, jika sedang gembira beliau menundukkan padangan matanya.
Tawanya cukup dengan senyuman, yang senyumannya mirip dengan butir-butir

5
salju. Beliau senantiasa gembira, murah hati, lemah lembut, tidak kaku dan
keras, tidak suka mengutuk, tidak berkata keji, tidak suka mencela, tidak obral
memuji, pura-pura lalai terhadap sesuatu yang tidak menarik dan tidak tunduk
kepadanya, meninggalkan tiga perkara dari dirinya: Riya‟, banyak bicara dan
membicarakan sesuatu yang tidak perlu. Beliau meninggalkan manusia dari tiga
perkara: Tidak mencela seseorang, tidak menghinanya, dan tidak mencari-cari
kesalahannya.” Asy-Syifa‟, Al-Qadhy Iyadh, 1/121-126

Kharijah bin Zaid berkata, “Nabi saw adalah orang yang paling mulia di dalam
majelisnya, hampir tak ada yang keluar dari pinggir bibirnya. Beliau lebih
banyak diam, tidak berbicara yang tidak diperlukan, berpaling dari orang yang
berbicara dengan cara yang tidak baik. Tawanya berupa senyuman,
perkataannya rinci, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Para sahabat
tertawa jika beliau tersenyum, karena mereka hormat dan mengikuti beliau.”

Rasulullah saw adalah gudangnya sifat-sifat kesempurnaan yang sulit dicari


bandingannya. Allah membimbing dan membaguskan bimbingan-Nya, sampai-
sampai Allah berfirman terhadap beliau seraya memuji beliau,

“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang


agung.” (Al-Qalam: 4)

Sifat-sifat yang sudah disebutkan di sini hanya sebagian kecil dari gambaran
kesempurnaan dan keagungan sifat-sifat beliau. Hakikat sebenarnya yang
menggambarkan sifat dan ciri-ciri beliau adalah sesuatu yang tidak bisa diketahui
secara persis hingga sedetail-detailnya. Adakah orang yang mengaku bisa
mengetahui hakikat diri manusia yang paling sempurna dan mendapat cahaya
Rabb-nya, hingga akhlaqnya pun adalah Al-Qur‟an?

Sifat kerasulan menunjukan bahwa beliau benar-benar seorang rasul; utusan Allah
yang dipilih dari hamba-hamba-Nya. Beliau adalah manusia terbaik, manusia
pilihan, seseorang yang tepercaya dan menjadi kepercayaan Allah. Dengan
penetapan sifat kerasulan bagi beliau ini, mengandung konsekuensi-konsekuensi
sebagai berikut:

1. Kita harus memuliakan dan mengutamakan beliau di atas seluruh


manusia.
Menghormati beliau beserta segenap syariat yang dibawanya di atas seluruh
syariat lainnya. Hal itu semua tidak akan terwujud kecuali dengan mengamalkan
syariatnya dan mencintainya di atas kecintaan terhadap diri sendiri. Allah
berfirman:

[9-8 :‫اهلل َوَر ُس ْولِ ِو َوتُ َع ِّز ُرْوهُ َوتُ َوقِّ ُرْوهُ…]الفتح‬
ِ ِ‫شرا ونَ ِذيْ را لِتُ ْؤِمنُوا ب‬ ِ َ َ‫إِنَّآ أَرسلْن‬
ً َ ً ِّ َ‫اك َشاى ًدا َوُمب‬ َْ

6
Sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
mengagungkan dan memuliakannya serta menghormatinya… (al-Fath: 8-9)

2. Mendahulukan ucapannya di atas seluruh ucapan manusia tanpa


terkecuali dan beramal dengan sunnah-sunnahnya.
Allah ta‟ala berfirman:

]. ‫اهلل َوَر ُس ْولِ ِو َواتَّ ُقوا اهللَ إِ َّن اهللَ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬
ِ ‫يآ أَيُّ َها الَّ ِذيْن آمنُ وا الَ تُ َقدِّموا ب ْين ي َد ِي‬
َ َ َ ُْ َْ َ َ
1 :‫الحجرات‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-
Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. (al-Hujurat: 1)

3. Mentaati perintahnya dan menjauhi larangannya.


Allah ta‟ala berfirman:

ِ ‫َطي عوا اهلل وأ‬


ِ ِ
[ 95 :‫الر ُس ْو َل… ]ا لنساء‬
َّ ‫َط ْي عُوا‬ َ ‫يَآ أَيُّ َها الَّذيْ َن‬
َ َ ُ ْ ‫آمنُ ْوا أ‬
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya. (an-Nisa‟:
59)

Dan dalam ayat lain Allah berfirman:


[7 :‫الر ُس ْو ُل فَ ُخ ُذ ْوهُ َوَما نَ َها ُك ْم َع ْنوُ فَانْ تَ ُه ْوا …]الحشر‬
َّ ‫َوَمآ َءاتَاَ ُك ُم‬
Apa yang ditetapkan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarang bagimu, maka tinggalkanlah. (al-Hasyr: 7)

4. Menjadikannya sebagai suri tauladan dalam semua sisi kehidupan kita.


Yaitu dengan menjadikan sunnahnya sebagai sumber hukum yang tidak dapat
dipisahkan dengan Al Qur‟an. Allah ta‟ala berfirman:

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu; bagi orang yang mengharap (rahmat) dan hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (al-Ahzab: 21)

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikanmu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan
yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (an-Nisa‟: 65)

Dengan dua sifat Rasulullah yakni sebagai Rasul dan hamba Allah swt ini
tertutuplah dua pintu kesesatan dan penyimpangan dari golongan yang berlebih-
lebihan (al ifrath) dan golongan yang bermudah-mudahan (at-tafrith).

7
Golongan al ifrath adalah mereka yang melampaui batas dalam memuji dan
mengangkat Rasulullah sehingga menyamakan derajatnya dengan Allah atau
memberikan sifat-sifat yang sesungguhnya hanya layak bagi Allah semata atau
mendudukkannya seperti kedudukan Allah.

Mereka yang berlebih-lebihan dalam memuji Rasulullah telah menyerupai


Nasrani ketika menuhankan nabi Isa „alaihis salam, Rasulullah pun
memperingatkan umatnya agar jangan seperti mereka. Rasulullah bersabda:

ِ ‫ت النَّصارى ابْن مريم إِنَّما أَنَا َع ْب ٌد فَ ُقولُوا َع ْب ُد‬


‫ (متفق‬.ُ‫اهلل َوَر ُس ْولُو‬ ِ ‫الَ تُطْرونِي َكما أَطْر‬
ْْ َ َ َْ َ َ َ َ َ َ ُْ
(‫عليو‬
Janganlah kalian memuji aku secara berlebihan sebagaimana Nasrani memuji
Isa bin Maryam, aku hanyalah seorang hamba maka katakanlah: “Hamba Allah
dan Rasul-Nya”. (HR. Bukhari Muslim)

Rasulullah tidak berkenan dipuji secara berlebihan dan melampaui batas


sebagaimana umat Nasrani melakukannya kepada Isa bin Maryam. Sedemikian
berlebihannya mereka dalam memuji Nabi Isa hingga mereka memberikan derajat
ketuhanan kepadanya. Rasulullah tidak menghendaki hal itu terjadi pada dirinya
dan dilakukan oleh umatnya.

Dalam suatu riwayat disebutkan: “Ketika sekelompok orang datang kepada


Rasulullah sambil mengatakan: “Engkau adalah Yang paling Agung dan Mulia
yang tiada tandingannya”. Maka beliau berkata: “Berkatalah kalian tapi jangan
dirasuki setan”. (HR Abu Daud)

Sebagian lagi ada yang berkata: “Ya Rasulullah engkau yang paling baik, anak
orang yang paling baik dan Sayyid kami, anak dari Sayyid kami”. Beliau
menjawab: “As-Sayyid adalah Allah”, dan bersabda:

‫ب أَ ْن‬
ُّ ‫َح‬ ِ َّ ‫َّاس قُ ْولُْوا بَِق ْولِ َك ْم َوالَ يَ ْستَ ْه ِويَنَّ ُك ُم‬
َ ‫ َما أ‬،ُ‫ أَنَا ُم َح َّم ٌد َع ْب ُد اهلل َوَر ُس ْولُو‬،‫الشيْطَا ُن‬ ُ ‫يَا أَيُّ َها الن‬
(‫ (رواه أحمد والنسائي‬.‫تَ ْرفَ عُ ْونِي فَ ْو َق َمنْ ِزلَتِ ْي الَّتِ ْي أَنْ َزلَنِ َي اهللُ َع َّز َو َج َّل‬

Wahai segenap manusia berkatalah kalian dengan perkataanmu dan janganlah


kalian dikuasai hawa nafsu setan, aku adalah Muhammad hamba Allah dan
Rasul-Nya. Aku tidak suka jika kalian meninggikan kedudukanku di atas
kedudukan yang telah Allah tempatkan bagiku. (HR. Ahmad dan Nasa‟i)

Perbedaan mereka dengan kaum Nasrani adalah bahwa jika kaum Nasrani
menyatakan dengan tegas Isa adalah Tuhan-Nya, titisan Tuhan, atau anak Tuhan

8
sesuai dengan perselisihan yang ada pada mereka. Adapun mereka yang ghuluw
(berlebih-lebihan) terhadap Rasulullah tidak mengucapkan lafadz-lafadz seperti
Nasrani, tetapi mereka mengungkapkannya dalam bentuk perbuatan yaitu: berdoa
kepadanya, menganggapnya ikut menakdirkan sesuatu bersama Allah, dapat
menentukan manfaat dan madharat, menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan
dan lain-lain.

Bahkan mereka memberikan sifat-sifat yang sesungguhnya hanya layak bagi


Allah seperti: ‫عالاما اال َاغيابا‬
‫( َا‬mengetahui yang ghaib), pemberi jalan keluar dari
kesulitan-kesulitan, penolong hamba yang berada dalam kesusahan di manapun ia
berada, ruhnya diyakini hadir di tengah-tengah mereka ketika membaca syi‟ir
pujian kepadanya, padahal beliau telah wafat.

Lebih dari itu julukan-julukan yang berlebihan acap disandarkan kepada beliau
َ ‫أَنتَ َنُو ٌرَفَو‬
ٍَ ‫قَنُو‬
seperti:‫ر‬

Engkau (Muhammad) adalah cahaya di atas cahaya,


‫ض َّرتُ َها‬ ُّ ‫َوِم ْن ُج ْو ِد َك‬
َ ‫الدنْيَا َو‬
Dan dari kedermawananmu (adanya) dunia dan pasangannya,

‫ْم اللَّ ْو ِح َوالْ َقلَ ِم‬ ِ َ ‫وِمن ِعل ِْم‬


ُ ‫ك عل‬ ْ َ
Dan termasuk dari ilmumu adalah ilmu Lauhul mahfudz dan pena.

Dan ucapan-ucapan ghuluw lainnya. Beliau tidak ridha dengan semua yang
mereka ucapkan dan sangkakan kepadanya. Karena Allah ta‟ala telah
memerintahkan beliau untuk menyatakan:

‫ت ِم َن الْ َخ ْي ِر‬
ُ ‫ب الَ ْستَ ْكثَ ْر‬ َ َ‫ك لِنَ ْف ِسي نَ ْف ًعا َوال‬
ُ ‫ض ِّرا إِالَّ َما َشاءَ اهللُ َولَ ْو ُك ْن‬
َ ‫ت أَ ْعلَ ُم الْغَْي‬ ُ ِ‫قُ ْل الَ أ َْمل‬
188 :‫األعراف‬. ‫الس ْوءُ إَ َّن أَنَا إِالَّ نَ ِذيْ ٌر َوبَ ِش ْي ٌر لِ َق ْوٍم يُ ْؤِمنُ ْو َن‬
ُّ ‫سنِ َي‬ َّ ‫َوَما َم‬
Katakanlah: “Aku tidak berkuasa memberikan kemanfaatan bagi diriku dan tidak
pula mampu menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan
sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku akan berbuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain
hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang
yang beriman”. (al-A‟raaf: 188)

Keyakinan dan prinsip batil itu masih hidup di tengah-tengah umat. Inilah yang
kita katakan dengan golongan ahlul ifrath atau ahlul ghuluw (golongan yang
melampaui batas). Sebaliknya bagi golongan ahlut tafrith, mereka menjatuhkan
martabat beliau dan merendahkannya dengan menolak sunnah-sunnahnya secara
total seperti yang terjadi pada para pengingkar sunnah yang dikenal dengan istilah
aliran ingkarus sunnah atau qur‟aniyun. Mereka ini dikafirkan oleh para ulama

9
dan dihukumi sebagai murtad (keluar dari agama Islam) dikarenakan kalimat
syahadat yang diyakininya hanya sebatas ‫ل اهلل‬ ‫لَ اِاالَهَا اِا َ ا‬
‫ ا‬sehingga membatalkan
persaksiannya terhadap kalimat ‫ح َامداا ا َارساوالا اهلل‬
‫ ما َا‬dengan pengingkarannya terhadap
sunnah-sunnah Nabinya.

Mereka para pengingkar sunnah itu diancam oleh Allah dengan ancaman yang
berat. Allah ancam mereka dengan Jahannam dan kekal di dalamnya selama-
lamanya. Allah ta‟ala berfirman:

32 :‫ الجن‬...... ‫َّم َخالِ ِديْ َن فِ ْي َها آبَ ًدا‬ ِ


َ ‫ص اهللَ َوَر ُس ْولَوُ فَإ َّن لَوُ نَ َار َج َهن‬
ِ ‫َوَم ْن يَ ْع‬

…Dan barang siapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-
lamanya. (al-Jin: 23)

Allah ancam mereka dengan kesesatan di dunia dan azab neraka di akhirat, Allah
ta‟ala berfirman:

‫الر ُس ْو َل ِم ْن بَ ْع ِد َما تَ بَ يَّ َن لَوُ ال ُْه َدى َويَتَّبِ ْع غَْي َر َسبِْي ِل ال ُْم ْؤِمنِْي َن نُ َولِّ ِو َما تَ َولَّى‬ ِ
َ ‫… َوَم ْن يُ َشاق ِق‬
32 :‫الجن‬. ‫ص ْي ًرا‬ ِ ‫تم‬ ِ ِ ْ ُ‫ون‬
َ ْ َ‫َّم َو َسآئ‬
َ ‫صلو َج َهن‬ َ
َ
… Dan barang siapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (an-Nisa‟: 115)

Serta diancam dengan fitnah kesesatan dan kekufuran. Sebagaimana firman Allah:

Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (An‫ا‬Nuur: 63)

Demikian pula bagi mereka yang menolak sebagiannya seperti yang terjadi pada
ahlul bid‟ah dari kalangan Mu‟tazilah, kaum rasionalis, Islam liberal dan
sejenisnya. Mereka adalah golongan sesat yang diancam oleh Rasulullah dengan
neraka. Inilah yang dikatakan dengan ahlut tafrith wal jafa‟. Mereka merendahkan
Rasulullah dan menganggapnya hanya sebagai seorang pengantar surat yang
mana mereka menerima suratnya yaitu Al Qur‟an, menurut mereka dan tidak ada
kaitannya dengan pengantarnya.

Dua golongan tersebut di atas terbantah dengan makna yang terkandung dalam
kalimat syahadat ‫س ْولُو‬
ُ ‫ ُم َح َّمداً َع ْب ُدهُ َوَر‬. Dan golongan tersebut bertentangan dengan
syahadat ‫س ْولُو‬
ُ ‫ ُم َح َّمداً َع ْب ُدهُ َوَر‬. Ahlul ifrath menentang kehambaan beliau yang

10
terkandung dalam ‫عباداه‬
‫ح َامداا ا َا‬
‫ ما َا‬dan ahlut tafrith menentang kerasulan beliau yang
terkandung dalam kalimat ‫رساوالااهلل‬ ‫ح َامدااا َا‬
‫ما َا‬.

Kesimpulan dari pembahasan kali ini adalah bahwa syahadat ُ‫س ْولُو‬
ُ ‫ُم َح َّمداً َع ْب ُدهُ َوَر‬
memberikan konsekuensi kepada kita yaitu keharusan bagi kita untuk mentaati
segala apa yang diperintahkan-Nya, membenarkan segenap apa yang
dikabarkannya, meninggalkan segala yang dilarang dan dicelanya dan kita
tidaklah beribadah kepada Allah kecuali dengan syariat yang telah disampaikan
oleh Rasulullah kepada kita serta mendahulukan sunnah beliau di atas segenap
ucapan manusia tanpa terkecuali siapapun ia orangnya.

Ya Allah, rahmatilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana


Engkau merahmati Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarganya,
sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

11
Penjelasan Rasmul Bayan:
1. Basyariyah (manusia).

Penjelasan:
Rasul sebagai manusia biasa seperti kita semua. Perbedaannya adalah Allah
memberikan wahyu untuk disampaikan kepada orang lain. Kenapa Allah swt
perlu menegaskan bahwa Rasul itu manusia biasa. Dengan penegasan ini
maka dapat disimpulkan bahwa Rasul dari golongan kita juga, dari manusia
yang seperti kita juga misalnya makan, minum, tidur, beristeri, bekerja,
belajar, penat, dan sifat-sifat kemanusiaan lainnya. Perbedaannya hanyalah
terletak kepada amanah yang Allah berikan kepada Rasul yaitu wahyu.
Meyakini betul bahwa Rasul seperti kita maka tidak ada alasan bagi kita untuk
menolak perintah Rasul, tidak ada alasan tidak mampu, tidak boleh dan
sebagainya. Juga tidak boleh beri alasan anak, isteri, sibuk bekerja dan
sebagainya karena Rasul juga mempunyai tanggung jawab demikian juga
terhadap anak, isteri dan sebagainya.

Dalil:
 Q. 14:11, Rasul sebagai manusia biasa.
11. Rasul-Rasul mereka berkata kepada mereka: "Kami tidak lain hanyalah
manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang
Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. dan tidak patut bagi kami
mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan
Hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.

2. ‘Ismah (terpelihara dari kesalahan).

Penjelasan:
Manusia biasa yang tidak mendapatkan wahyu mungkin melakukan
kekhilafan dan kesalahan. Tetapi bagi para Rasul yang diberi amanah untuk
menyampaikan dakwah harus terpelihara dari kesalahan karena yang
disampaikan adalah sesuatu yang berasal dari Allah swt. Allah swt perlu
memelihara aturan dan firman-Nya dari kesalahan. Dengan sifat Rasul
demikian yaitu dijaga oleh Allah swt maka apa yang dikeluarkan Nabi adalah
benar dan kita perlu meyakininya.

Dalil:
 Q. 5:67, Allah memelihara Rasul dari kejahatan manusia.

67. Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak

12
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan)
manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang yang kafir.

 Q. 66:1, Allah pengampun lagi penyayang.


1. Hai Nabi, Mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan
bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang[1485]

3. Shidq (benar).

Penjelasan:
Rasul-Rasul dan Muhammad saw mempunyai sifat shiddiq yang membawa
kebenaran. Orang yang membawa kebenaran tentunya ia sendiri bersifat
shiddiq sehingga apa yang disampaikan dapat diterima. Oleh karena itu,
dengan sifat ini banyak masyarakat jahiliyah menerima Islam. Sifat shidq
berarti mengikuti Islam sebagai sumber kebenaran. Tidak mengikuti Islam
berarti mengikuti hawa nafsunya sehingga menjauhkan diri dari kebenaran.

Dalil:
 Q. 39:33, Muhammad saw membawa kebenaran.

33. Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan


membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertaqwa.

 Q. 53:3-4, Tiadalah ia berbicara menurut hawa nafsunya.

3. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur‟an) menurut kemauan hawa


nafsunya.
4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

4. Fathanah (cerdas).

Penjelasan:
Kecerdasan Rasulullah dapat dilihat bagaimana Rasul menyusun dakwah dan
strategi-strategi seperti berperang, berdakwah ke tempat lain dan sebagainya.
Di antara kecerdasan Rasul adalah mempunyai pandangan bahwa Islam akan
menaklukkan Makkah dan menaklukkan Khaibar. Rasul menggambarkan
pada saat tersebut umat Islam masuk ke Masjidil Haram dengan aman sentosa,
serta bercukur dan menggunting rambut kepala tanpa sedikitpun. Kecerdasan
Rasul dalam memperkirakan kekuatan Umat Islam dan kelemahan pihak
lawan juga dibuktikan di dalam peperangan lainnya.

Dalil:
 Hadits.
 Q. 48:27, pandangan Nabi terhadap kemenangan Islam.

13
29. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari
bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-
sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya
Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan
tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-
penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka
ampunan dan pahala yang besar.

5. Amanah.

Penjelasan:
Sifat lainnya adalah Amanah. Amanah secara umum berarti bertanggung
jawab terhadap apa yang dibawanya, menepati janji, melaksanakan perintah,
menunaikan keadilan, memberikan hukum yang sesuai dan dapat menjalankan
sesuatu yang disepakatinya. Sifat demikian dimiliki oleh para Rasul dan kita
harus mengikutinya. Sifat ini sangatlah diperlukan dalam kehidupan kita,
tidak hanya dalam segi ibadah khusus tetapi secara umum seperti bekerja,
belajar dan berhubungan dengan orang lain. Bos di tempat kita bekerja akan
menyenangi kita yang mempunyai sifat amanah ini bahkan dengan sifat ini
kita akan berjaya dan berprestasi.

Dalil:
 Q. 4:58, Allah menyuruhmu supaya menunaikan amanah.

58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.

6. Tabligh (menyampaikan).

Penjelasan:
Sebuah rahasia kenapa Islam tersebar dengan cepat ke seluruh pelosok tempat
dan bagaimana pula dengan cepatnya perubahan-perubahan di tengah
masyarakat. Kenapa jumlah bilangan pengikut Islam semakin hari semakin
banyak dan semakin banyak yang menyokongnya. Jawabannya adalah sifat
tabligh dimiliki oleh Rasul dan pengikutnya. Setiap muslim merasakan bahwa

14
dakwah atau menyampaikan Islam sebagai suatu kewajiban yang perlu
dilaksanakan dimana saja dan bila masa saja. Artinya dalam keadaan
bagaimanapun, umat Islam senantiasa menyampaikan risalah ini kepada siapa
saja yang menerimanya.

Dalil:
 Q. 5:67, Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadanya.

7. Iltizam (komitmen).

Penjelasan:
Rasulullah saw beserta Rasul-Nya sangatlah dikenal dengan komitmennya
dengan Islam dan apa yang dibawanya. Beliau tahan dan tidak merasa takut
sedikitpun menghadapi cobaan dan tantangan dari orang-orang jahiliyah.
Rasul selalu komitmen dan dapat menghadapi cobaan dengan baik. Sifat
iltizam ini perlu dipupuk pada diri kita karena dengan sifat inilah, nilai-nilai
Islam pada diri kita menjadi terpelihara dengan baik. Tanpa iltizam maka
godaan syaitan dan gangguan orang kafir menjadi terasa pada kita dan
perubahan berlaku bahkan menjadi futur dan sesat. Naudzubillah.
Kemenangan bersama-sama dengan sifat iltizam ini.

Dalil:
 Q. 17:74, kalau sekiranya tiadalah kami tetapkan komitmen engkau,
sesungguhnya hampir engkau condong sedikit kepada mereka itu.

74. Dan kalau kami tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-
hampir condong sedikit kepada mereka,

 Q. 68:1-8, menggambarkan bagaimana Muhammad saw disebut gila


karena ia tetap komitmen dengan Islam, tahan dari cobaan kesesatan dan
tidak mengikuti orang yang mendustakan agama Allah.
1. Nun[1489], demi kalam dan apa yang mereka tulis,
2. Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang
gila.
3. Dan Sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang
tidak putus-putusnya.
4. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
5. Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun
akan melihat,
6. Siapa di antara kamu yang gila.
7. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang paling mengetahui siapa yang
sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah yang paling mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.
8. Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat
Allah).

15
8. Khuluqun Azim (akhlaq yang mulia).

Penjelasan:
Sifat-sifat yang dimiliki oleh para Rasul menggambarkan akhlaq yang mulia.
Akhlaq mulia berarti akhlaq yang tinggi kemudian untuk mencapainya perlu
proses dan latihan. Tidak semua manusia bisa mencapai akhlaq ini kecuali
mereka yang mengikuti tarbiyah Islamiyah. Seseorang yang memiliki akhlaq
mulia akan disenangi oleh masyarakat disekitarnya, mereka menerima dan
menyambut individu yang berakhlaq mulia. Sunnah dakwah memperlihatkan
bahwa kebencian pihak Jahiliyah karena aqidah yang dibawa umat Islam
bukan karena akhlaqnya. Mereka menerima akhlaq Islam karena tidak
merugikannya bahkan menguntungkannya.

Dalil:
 Q. 68:4, Sesungguhnya engkau (ya Muhammad) mempunyai akhlaq yang
mulia.
4. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

9. Akhlaq Qur’an.

Penjelasan:
Akhlaq mulia adalah juga akhlaq Al-Qur‟an. Berarti akhlaq Rasul adalah
amalan dan tingkah laku yang sesuai dengan Al-Qur‟an atau yang diarahkan
oleh Al-Qur‟an. Jadi untuk mendapati akhlaq mulia seperti yang dimiliki
Rasul maka harus mengamalkan Al-Qur‟an dalam kehidupan sehari-harinya.
Al-Qur‟an berjalan adalah akhlaq Rasul.

Dalil:
 Hadits, bertanya kepada Aisyah RA, “Bagaimanakah akhlaq Rasulullah ?

 Jawabannya adalah khuluquhu Al-Qur‟an”. ‫كاناخلقهاالقران‬

10. Uswatun Hasanah (teladan yang baik).

Penjelasan:
Pada diri Rasul Muhammad saw terdapat contoh yang baik yaitu akhlaq yang
mulia yang digambarkan oleh Allah swt. Sebagai contoh yang nyata
bagaimana menjadi muslim yang berakhlaq mulia dan bagaimana Al-Qur‟an
tertanam dalam diri kita maka ikutilah Nabi Muhammad saw. Mereka yang
mengikuti Nabi ini adalah mereka yang mengharapkan rahmat Allah dan hari
kemudian, serta ia banyak mengingat Allah.

16
Dalil:
 Q. 33:21, Sesungguhnya pada Rasul Allah (Muhammad) ada ikutan yang
baik bagimu.

21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

17

Anda mungkin juga menyukai