Anda di halaman 1dari 6

Project Based Learning Haki Perlindungan Variestas Tanaman

Pendahuluan
Pertanian merupakan salah satu permasalahan strategis bagi dunia saat ini. Keberhasilan dalam
bidang pertanian berhubungan dengan tiga aspek pokok, yaitu aspek pemuliaan tanaman, aspek
fisiologi, dan aspek ekologi. Ketiga aspek tersebut berperan langsung dalam bidang pertanian
dan hasilnya akan terlihat langsung melalui hasil pertanian.(Hasan Basri Jumin 1994).
PVT dikelola di bawah Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Dengan adanya Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, maka keberadaan
pemulia yang melakukan pemuliaan akan terlindungi, dimana pemulia yang menghasilkan
varietas tanaman yang memenuhi ketentuan UU PVT tersebut dapat memperoleh hak PVT dan
mendapatkan manfaat ekonomi dari hasil pemuliaannya itu.
PVT hanya akan diberikan kepada pemulia tanaman yang dapat membuktikan bahwa
varietas yang diajukan telah memenuhi persyaratan, diantaranya yaitu temuan baru atau
belum dikenal sebelumnya (novelty), memiliki ciri dan tanda khusus (distinct), seragam
(uniform) dan menunjukkan stabilitas pada lokasi dan generasi selanjutnya (stability) (Simona
Bustani, 2019).
Sistem PVT sebagaimana berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU No. 29 Tahun 2000,
menjelaskan bahwa:
“Pemuliaan tanaman adalah rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan
penemuan dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk
menghasilkan varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas yang
dihasilkan.”
Tanaman Padi (Oryza sativa L.) merupakan jenis tanaman rumput-rumputan (poaceae) yang
banyak dikonsumsi hasil benih atau bibit menjadi beras. Beras merupakan salah satu pangan
utama di Indonesia. Pangan utama merupakan kebutuhan pokok yang wajib terpenuhi dalam
kehidupan. Menurunnya kuantitas dan kualitas tanaman padi dapat menyebabkan tidak terpenuhi
kebutuhan pokok masyarakat Indonesia.Pemuliaan tanaman bertujuan untuk menjaga agar
tanaman tidak terjadi erosi genetik akibat cekaman lingkungan sekitar. Program pemuliaan
tanaman merupakan suatu solusi yang tepat guna meningkatkan kualitas dan kuantitas padi
sehingga produktivitas padi tidak menurun dan berdampak baik bagi ekonomi masyarakat di
Indonesia.
Kasus Pemuliaan Padi IF8 di Aceh
Petani sekaligus Kepala Desa (Keuchik) Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh
Utara,beliau berurusan dengan polisi setelah inovasinya mengembangkan kemudian menjual
benih padi IF8 selanjutnya diperkarakan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh.Munirwan
menjelaskan benih padi itu merupakan pemberian Tim Cakra 19, kelompok relawan Joko
Widodo pada Pilpres 2019. Ketua Tim Cakra 19 Aceh, Gumarni membenarkan terkait pemberian
10 ton benih padi IF8 untuk petani di seluruh Aceh pada 2018. Tahun sebelumnya, kata
Gurmani, pihaknya memberikan 3 ton pada petani di Kecamatan Nisam.
Munirwan mengembangkan bibit padi IF8 itu hingga akhirnya meraih juara II nasional dalam
Bursa Inovasi Desa. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko
Putro Sandjojo memberikan hadiah kepada Munirwan.
Dalam perkembangannya, benih padi IF8 diminati para petani di Kabupaten Aceh Utara.
Munirwan mengatakan hingga kini pihaknya telah menyalurkan benih tersebut kepada 135
desa.Salah satu keunggulan benih padi tersebut adalah bisa bertahan di lokasi desa tadah hujan.
Selain itu, IF8 juga tahan terhadap hama tikus yang kerap menyerang sawah.Saat panen perdana,
11,8 ton itu hasil yang dilaksanakan di Aceh Utara.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Utara, sebanyak 7.945 dari 46.000 hektare
sawah di kabupaten tersebut berstatus tadah hujan. Dampaknya, para petani hanya mengandalkan
musim hujan untuk turun ke sawah.
Di tengah permintaan yang tinggi dari para petani, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Aceh
Utara mengeluarkan surat perihal penyaluran benih tanpa label pada 19 Juni 2019. Surat itu
menindaklanjuti Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh pada 15 Mei 2019.Dalam surat itu
disampaikan bahwa penyaluran benih padi IF8 yang belum dilepas oleh Menteri Pertanian
sebagai varietas unggul merupakan pelanggaran terhadap ketentuan UU Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Surat itu kemudian menjadi dasar polisi untuk menindaklanjuti pelanggaran yang diduga
dilakukan Munirwan. Dinas Pertanian Provinsi Aceh bersama tim Polda Aceh mendatangi
gudang penyimpanan benih dan rumah Munirwan pada 30 Juni 2019. Polisi menyita benih padi
IF8 dan peralatan produksi.
Polda Aceh lalu menetapkan Munirwan sebagai tersangka pada 22 Juli 2019. Dia disangka
menyebarkan benih padi tanpa pelepasan atau sertifikasi dari Kementerian Pertanian. Sehari
kemudian Munirwan ditahan.Polisi akhirnya memberikan penangguhan penahanan Munirwan
pada 26 Juli lalu.
Dalam perkara ini, Munirwan diduga melanggar Pasal 12 ayat 2 Undang-undang Nomor 12
Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, juncto Pasal 60 ayat 1 huruf b. Ayat itu
berbunyi, benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Kuasa hukumnya Zulfikar Muhammad menyebut ada kejanggalan dalam penetapan status
tersangka terhadap kliennya. Menurutnya, undang-undang yang dipakai untuk menjerat
Munirwan sifatnya sentralistik, tidak memperhatikan Undang-undang Pemerintahan Aceh.
Seharusnya ada harmonisasi dan upaya diskresi jika terjadi pelanggaran semacam
ini.Kejanggalan lain terkait syarat pelepasan benih padi dari Kementan sebelum mengedarkan ke
pasar. Dia menganggap syarat itu menyulitkan upaya negara dalam mencapai kedaulatan
pangan.Benih padi yang selama ini disediakan negara belum mampu mewujudkan swasembada
pangan. Bahkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dirilis pada awal 2019, Aceh masih
bertahan sebagai provinsi nomor satu termiskin di Sumatera.
Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian,
Erizal Jamil menyatakan peraturan terkait sertifikasi atau pelepasan bibit padi ditujukan untuk
melindungi petani. Pihaknya memiliki standar produktivitas tertentu agar benih padi tahan hama
dan penyakit.
Berdasarkan kasus yang menjerat Munirwan, benih padi IF8 belum dilepas secara resmi oleh
Kementan. Pihaknya mengkhawatirkan stabilitas benih yang ditanam.Proses pelepasan itu
dilakukan melalui pengujian benih dimana membutuhkan waktu dua musim atau sekitar satu
tahun selama proses pengujian.
Kementan masih mencari petani pemulia benih padi IF8. Sebab menurutnya, pihak yang
seharusnya mendaftarkan benih padi IF8 untuk diuji Kementan adalah petani pemulia benih
tersebut, bukan Munirwan.Berdasarkan penelusuran benih padi IF8 adalah hasil pemuliaan
petani di Karanganyar, Jawa Tengah. Kemudian dibawa oleh AB2TI ke Aceh.
Benih padi IF8 baru bisa dikatakan legal di pasar jika sudah dilepas oleh Kementan.Benih
tersebut tetap legal jika hanya diedarkan di antara anggota komunitas, dalam hal ini AB2TI,
bukan dijual secara komersial,hal ini sesuai amanat Mahkamah Konstitusi.Begitu dijual bebas di
masyarakat, tidak berlaku lagi asas itu, ilegal jadinya.
Seharusnya ketika benih padi itu diserahkan pertama kali kepada petani,segera ada pengujian
untuk mencari tahu asal usul benih dan seterusnya, sehingga legal formalnya jelas,Dari sisi
produksi dan lainnya tidak ada masalah dengan benih padi itu. Nyatanya, disukai masyarakat.
Dari sisi itu tidak ada masalah.
Kementan selama ini selalu menjalin kerja sama dengan petani pemulia untuk proses pelepasan.
Namun ada kelompok petani yang tidak mau dilepas Kementan karena merasa rumit"Secara
proaktif kami sudah bekerja sama dengan petani. Tapi ada juga yang mereka tidak mau,
termasuk kasus yang ini [Munirwan] sepertinya mereka tidak mau. Itu yang jadi persoalan
kami".
Ketua Departemen Penataan Produksi, Koperasi dan Pemasaran Aliansi Petani Indonesia (API)
Muhammad Rifai menilai penangkapan Munirwan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap
petani kecil.Menurut Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebut
penangkapan Munirwan sebagai preseden buruk.
Putusan MK pada 2013 terkait UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
menyatakan bahwa petani mempunyai kebebasan untuk menangkarkan dan memuliakan
tanamannya sendiri.Artinya, kriminalisasi terhadap Munirwan ini adalah presiden yang buruk.
Tidak hanya pelanggaran terhadap keadilan yang seharusnya oleh petani, tetapi ini juga
merupakan pelanggaran terhadap hukum itu sendiri karena bertentangan dengan putusan MK.
kriminalisasi terhadap Munirwan bertentangan dengan program pemerintah, yakni Desa Daulat
Benih. Padahal Munirwan selaku Kepala Desa dan pemulia hendak mengembangkan benih di
desanya.langkah pemerintah dalam hal ini Menko Perekonomian yang menandatangani nota
kesepahaman tentang benih produk pengembangan rekayasa genetik.kebijakan pemerintah saat
ini terkait pengembangan benih belum sejalan konstitusi dan putusan MK. Di sisi lain, konstitusi
telah mengamanatkan bahwa petani memiliki hak untuk berdaulat atas benihnya.
"Pemerintah sekarang ketika sedang mengumandangkan program Desa Daulat Benih, kedaulatan
pangan, dan reforma agraria justru mendorong ketergantungan petani dan pertanian kita kepada
produk-produk benih yang dihasilkan pabrikan skala besar,"
Polda Aceh menangkap dan menetapkan Munirwan sebagai tersangka atas dugaan telah menjual
bibit padi IF8 yang belum bersertifikat. Munirwan ditangkap dalam kapasitas sebagai Direktur
Utama PT Bumdes Nisami Indonesia.Dia dilaporkan karena benih yang ditemukan belum
tersertifikasi. Munirwan dijerat Undang-undang No 12 Tahun 1992 juncto ayat 2 tentang sistem
budidaya tanaman. Namun Polda Aceh mengabulkan penangguhan penahanan Munirwan atas
jaminan Koalisi NGO HAM.Petani membutuhkan perlindungan dan proteksi dari ketidakadilan
dan kesewenangan.
Analisis Kasus Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Varietas Tanaman
Proses pemuliaan tanaman mempunyai peranan penting dalam menjaga ketersediaan makanan
bagi masyarakat. Hal ini dikarenakan kebutuhan akan bahan makanan semakin meningkat,
dengan adanya pemuliaan tanaman dapat ditemukan varietas-varietas unggul yang dapat
menghasilkan bahan makanan yang cepat dalam jumlah banyak. Mengingat pentingnya
keberadaan pemulia tanaman ini, pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai instrumen yang
mengatur terkait pemulia tanaman yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem
Budidaya Tanaman dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas
Tanaman serta Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Pengesahan International Treaty
On Plant Genetic Resources For Food And Agriculture (Perjanjian Mengenai Sumber Daya
Genetik Tanaman Untuk Pangan Dan Pertanian).
Larangan juga tidak mendasar dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap karena Mahkamah
Konstitusi telah mengabulkan pengujian Undang-undang nomor 12 tahun 1992 tentang sistem
budidaya tanaman. Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Pemohon dalam
Perkara Nomor 99/PUU-X/2012 perihal uji materil Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman. Menurut MK, Pasal 12 ayat (1) UU Sistem Budidaya
Tanaman tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dikecualikan
untuk perorangan petani kecil dalam negeri. “Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman menjadi menyatakan, ‘Varietas hasil pemuliaan
atau introduksi dari luar negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu dilepas oleh Pemerintah
kecuali hasil pemuliaan oleh perorangan petani kecil dalam negeri. Artinya tidak perlu ada
sertifikat dan pelepasan dari Kementerian Pertanian RI untuk benih padi skala kecil dan
diproduksi komunitas pertanian dan benih juga wajib beredar di komunitas petani. 
Berdasarkan putusan MK bahwa Petani kecil boleh mengembangkan varietas tanpa izin,
Pemerintah seharusnya tidak mempersulit para petani kecil. Majelis hakim MK mengabulkan
sebagian pengujian sejumlah pasal UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
dengan memberi tafsir konstitusional bersyarat. Dalam putusannya, MK menyatakan
inkonstitusional bersyarat terhadap kata “perseorangan” dalam Pasal 9 ayat (3) UU Sistem
Budidaya Tanaman tidak termasuk petani kecil. Artinya, petani kecil dibebaskan
mengembangkan varietas unggul tanpa harus mendapat izin pemerintah.
Pasal 12 ayat (1) UU Sistem Budidaya Tanaman dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, dikecualikan untuk
perorangan petani kecil dalam negeri. Sehingga redaksional Pasal 12 ayat (1) berubah menjadi
berbunyi, “Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri sebelum diedarkan terlebih
dahulu dilepas oleh Pemerintah kecuali hasil pemuliaan oleh perorangan petani kecil dalam
negeri.”.Terdapat dua kejanggalan yang dikeluhkan para petani, termasuk ke Komisi Yudisial. 
Pertama, berkaitan dengan UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. UU ini
mengatur sanksi bagi pihak yang melakukan budidaya tanpa izin atau sertifikasi tanpa
izin.Seorang petani tidak mungkin memenuhi persyaratan uji coba agar mendapatkan sertifikasi.
Sebab, uji coba harus dilakukan di 15 provinsi dan tiap provinsi diuji coba di lima kabupaten.
Aturan ini hanya akan menguntungkan pemodal besar. 
Kedua, para petani ini bisa saja dihukum kalau mereka terbukti melakukan pelanggaran terhadap
UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
Distanbun Aceh harus segera mencabut laporan di Polda Aceh karena Tgk Munirwan merupakan
seorang kepala desa yang hanya menjadi korban terkait penggunaan benih bibit padi. “Jangan
seolah-olah Pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI tidak menyukai Prof Dwi Andreas
Santosa, Guru Besar di Institut Pertanian Bogor (IPB) sehingga Tgk Munirwan dijadikan korban
dengan dugaan tindak pidana memproduksi dan mengedarkan (memperdagangkan) secara
komersial benih padi jenis IF8 yang belum dilepas varietasnya dan belum disertifikasi (berlabel).
Pemerintah terkesan tidak menyukai benih padi jenis IF8 yang diciptakan oleh Prof Dwi Andreas
Santosa, Guru Besar pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Alam, Institut Pertanian
Bogor (IPB) karena beliau dikenal vokal dan kritis mengkritik kebijakan pemerintah. Benih padi
yang berasal dari Karanganyar dan dikembangkan oleh AB2TI ini mempunyai potensi hasil yang
tinggi mencapai 13 ton GKP per ha
Gampong (desa) Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara tampil sebagai
juara 1 kategori pengelolaan dana desa se-provinsi Aceh. Meunasah Rayeuk berhasil
mengalahkan 2 desa lainnya yang berasal dari Kabupaten Gayo Lues dan Aceh Barat. Di Tingkat
nasional,melalui inovasinya, Desa Meunasah Rayeuk terpilih menjadi juara II Nasional Inovasi
Desa yang penghargaannya diserahkan langsung oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi RI, Eko Putro Sandjojo.
Berdasarkan fakta yang diatas maka pemerintah seharusnya haruslah melindungi petani dan
pemulia tanaman untuk membantu meningkatkan produktivitas tanaman khususnya
padi.Convention of Farmers and Breeders (CoFaB) menekankan perlindungan bagi petani dan
varietas tanaman lokal namun tetap memberikan perlindungan kepada pemulia (breeders)
varietas tanaman baru. International Treaty on Plant Genetic Resources For Food And
Agriculture (ITPGRFA) Konvensi ini mengakui kontribusi Petani serta varietas lokal dalam
kegiatan pertanian. Oleh karenanya pemerintah bertanggung jawab untuk melindungi hak-hak
petani dan sumber daya genetik, termasuk didalamnya terkait pengetahuan tradisional dan
keikutsertaan petani dalam pengembangan dan pengelolaan varietas lokal.
Daftar Pustaka
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190802175206-12-417899/kriminalisasi-petani-aceh-
buntut-inovasi-benih-padi-jokowi/1
https://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2015/01/UU-Nomor-12-Tahun-1992.pdf
https://www.indojayanews.com/daerah/senator-fachrul-razi-putusan-mk-membolehkan-petani-
kecil-kembangkan-varietas-tanpa-izin/
https://media.neliti.com/media/publications/34539-ID-upaya-perlindungan-hukum-
terhadap-hak-hak-petani-pemulia-tanaman-di-indonesia.pdf
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190801195905-20-417553/penangkapan-petani-
padi-if8-dinilai-tak-sesuai-program-jokowi/
https://www.hukumonline.com/berita/a/dipidanakan-petani-benih-mengadu-ke-komisi-
yudisial-hol15920
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/7179/140200091.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
file:///C:/Users/Asus/Downloads/39-Article%20Text-176-2-10-20201125.pdf
https://sovereign.penerbitsign.com/index.php/sjih/article/view/v2n4-1/34
https://www.bphn.go.id/data/documents/pkj-2011-15.pdf
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/8506/RTB%20417.pdf?sequence=1

Anda mungkin juga menyukai