Selain itu, ada kecenderungan bahwa tiga sumber pendanaan pendidikan itu
sengaja dikaburkan dalam menggalang dana dari orang tua/komite. Ibarat pepatah,
kura kura dalam perahu, pura-pura tidak tau.
Sumbangan
Senada dengan itu, Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah menyebutkan bahwa sumbangan
adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya
baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara
sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan. Inti dari dua definisi di atas adalah
sumbangan bersifat sukarela, tidak mengikat artinya peserta didik boleh bayar atau
tidak bayar.
Pungutan
Definisi yang hampir sama, juga tertuang pada Pasal 1 ayat 4 Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang
menjelaskan bahwa pungutan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta
didik, orangtua/walinya yang bersifat wajib,mengikat, serta jumlah dan jangka
waktu pemungutannya ditentukan. Inti dari dua defenisi di atas sama, pungutan
bersifat wajib, mengikat, jumlah dan waktu pembayarannya ditentukan.
Bantuan
Ketentuan lain tentang bantuan terdapat pasal 11, yang pada intinya menyebutkan
bahwa bantuan tidak boleh bersumber dari perusahaan rokok dan/atau lembaga
yang menggunakan merek dagang, logo, semboyan dan/atau warna yang dapat
diasosiasikan sebagai ciri khas perusahan rokok. Perusahaan minuman beralkohol
dan/atau lembaga yang menggunakan merek dagang, logo, semboyan,dan/atau
warna yang dapat diasosiasikan sebagai ciri khas perusahan minuman beralkohol,
dan/atau partai politik.
Bagaimana dengan komite sekolah? Apa bentuk sumber pendanaan yang dapat
digalang oleh komite sekolah? Pasal 10 ayat 1 Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah menyatakan bahwa
komite sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan
lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga,
sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Tapi penggalangan dana
tersebut dibatasi, pasal 10 ayat 2 menegaskan bahwa penggalangan dana dan
sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk
bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
Jadi, praktis melalui Peraturan Menteri dan Kebudayaan, Komite Sekolah hanya
diberikan kewenangan menggalang dana hanya dalam bentuk sumbangan dan
bantuan. Jika demikian pemahaman normatif tentang sumbangan, pungutan dan
bantuan, maka wajar jika pengaduan masyarakat mengenai penggalangan dana
oleh komite meningkat setiap tahun. Patut diduga yang terjadi tidak hanya sebatas
maladministrasi, tapi telah berwujud menjadi tindak pidana korupsi, penggalangan
dana pungutan berkedok sumbangan, sumbangan serasa pungutan.