Perkenalkan, namanya William Susilo. Mulanya, dia karyawan biasa: bekerja di sebuah
konsultan, lalu pindah ke perusahaan properti, sampai akhirnya jadi kepala perencanaan strategis
di sebuah konglomerasi nasional. Namun, kini pria kelahiran Februari 1988 itu sukses
membesarkan tiga startup: Gorry Holdings, Gradana, serta Velospace & Co. Masing-masing
membidangi katering makanan sehat, properti, dan desain interior.
Bagaimana dia bisa bertransformasi seperti itu?
Waktu kita putar dulu ke tahun 2015. Bersama Herry Budiman, William membentuk Gorry
Holdings, sebuah ide mengawinkan teknologi dengan makanan sehat. Lini bisnisnya terdiri dari
Gorry Gourmet dan Gorry Well.
Gorry Gourmet adalah online healthy food catering. Menggandeng dokter dan ahli gizi, mereka
menyediakan makanan sehat yang mudah dan nyaman dengan sistem delivery. Berawal dari
fokus menyediakan makanan sehat, sekarang Gorry Gourmet menjadi konsultan kesehatan dan
gizi pribadi. Konsumen bisa menunjukkan diagnosis klinis, misalnya diabetes atau kolesterol,
untuk dipelajari kira-kira makanan apa yang sesuai. “Kami memperluas pelayanan yang
mencakup konsultasi gaya hidup, memonitor keadaan klinis orang dari waktu ke waktu. Kami
sebagai perusahaan yang mendapatkan akses untuk tahu keadaan kesehatan konsumen,” kata
William.
Dengan kian banyaknya variabel kesehatan yang dikonsultasikan, dibentuklah Gorry Well. Lini
ini mengembangkan aplikasi yang memungkinkan konsumen bisa men-submit data pola makan,
waktu tidur, makanan yang dikonsumsi, stamina, ataupun aktivitas olahraga yang dilakukan.
Konsumen kemudian akan diberi umpan balik berupa informasi nutrisi dari makanan yang
mereka submit dan rekomendasi aktivitas olahraga yang tepat. Umpan balik ini dikeluarkan
langsung oleh para ahli gizi Gorry Well yang dipadu dengan machine learning. “Dari data
tersebut, kami bisa memonitor apakah konsumen pola hidupnya membaik, stagnan, atau malah
justru memburuk. Nanti, dari data tersebut, seorang konsumen mendapat skor yang bisa dipantau
secara berkelanjutan,” dia menerangkan.
Atas kemampuannya itu, Gorry Gourmet telah digandeng oleh sejumlah perusahaan minyak dan
gas, fast moving consumer goods, serta perbankan. Bagian HR perusahaan-perusahaan tersebut
menggunakannya untuk memonitor wellness status pegawainya. Kementerian Kesehatan juga
meminta Gorry Well untuk menyimpan data macro nutrient dari restoran-restoran di Indonesia.
Fitur ini sudah ada di aplikasi Gorry Well dan sudah sekitar 1.000 resto yang terdaftar.
Tak berhenti di sini, William yang berkarier di sektor properti sering melihat banyak temannya
kesulitan memiliki properti, terutama sejak fase uang muka (DP). Maka, bekerjasama dengan
bank dia pun mendirikan Gradana sebagai P2P lending dengan tiga produk pinjaman:
pembayaran DP properti, pinjaman khusus untuk sewa properti, dan pinjaman untuk renovasi.
“Kami menjadi simulator bagi nasabah untuk nanti mencicil KPR di bank. Kami membuat
cicilan DP semirip mungkin dengan KPR 15 tahun. Jadi, kalau ada nasabah yang telah mencicil
DP di Gradana Rp 5 juta per bulan, itu menjadi bukti yang valid bahwa dia juga bisa mencicil
KPR 15 tahun di bank,” dia menjelaskan.
Velospace & Co, startup William yang ketiga, lebih banyak bergerak di bisnis design & build.
Seiring dengan berjalannya waktu, Velospace & Co di-bundling dengan salah satu produk
Gradana, yaitu pinjaman renovasi, supaya orang-orang bisa mencicil untuk merenovasi properti
mereka.
Sejauh ini, bisnis William cukup cemerlang. Dia mengungkapkan, bisnis Gorry Holdings dan
Gradana tumbuh 100% per tahun. Gorry Gourmet kini memiliki 78 karyawan, mulai dari chef,
kurir, hingga ahli gizi, serta dapur yang sudah tersertifikasi ISO. Dalam sehari mereka mampu
memproduksi 3.000 paket makanan yang didistribusikan ke Jakarta dan Tangerang, dengan
rentang harga per porsi Rp 3 ribu-120 ribu. Sementara itu, Gradana, walaupun investasinya tidak
terlalu besar, pertumbuhannya termasuk cepat. Jangkauannya sudah ke Bandung, Palembang,
dan Medan.
“Memang, tantangannya ada di harga yang lebih tinggi dibandingkan makanan biasa, karena
biaya produksi tinggi demi memperoleh bahan baku yang sehat. Tetapi, ini membuktikan bahwa
pasar untuk bisnis kami bukan lagi di tahap stabil, melainkan terus tumbuh. Untuk Gradana, bisa
dibilang kami adalah pionir dalam P2P lending properti,” kata William.
Semenjak menjadi entrepreneur, dia melihat ada empat tantangan utama dalam
membangun startup. Yakni, finansial, validasi pasar, fundraising, dan membuat tim yang
kompak. Yang terakhir ini tidak kalah penting. Baginya, percuma mendapat uang jutaan dolar
kalau tidak bisa membentuk tim yang baik di dalamnya. “Saya juga menghadapi tantangan ketika
merekrut orang-orang yang lebih senior. Salah satu direktur di Gradana adalah mantan managing
director di salah satu private equity firm. Sebagai perusahaan baru, kami belum ada apa-apanya
dibanding perusahaan lama mereka. Jadi, yang kami jual hanya visi,” ungkapnya.
Istijanto Oei, pengamat pemasaran dari Universitas Prasetiya Mulya, tidak terkejut melihat apa
yang dilakukan William. Platform marketplace memang berpeluang besar masuk ke berbagai-
kategori baru lantaran banyak kebutuhan konsumen yang selama ini tersembunyi akibat
keterbatasan informasi. Yang penting bagi William adalah mampu meminimalisasi risiko. Hal
lainnya, Istijanto menyarankan, sekalipun banyak startup yang disentuh, William tetap harus
fokus pada bidang yang dikuasai. “Misalnya, fokus ke P2P lending, sebelum
merambah startup yang lain. Jadi, lebih baik memilih bisnis yang related integrated. Dengan
banyaknya jenis, bisa membuat fokus menjadi terpecah-pecah sehingga lebih banyak dibutuhkan
konsekuensi untuk mengintegrasikan,” katanya.
Terlepas dari hal di atas, dalam menjalankan bisnisnya saat ini, lulusan Akuntansi Universitas
Indonesia ini mengaku memegang teguh nilai utama, yakni customer centric. Dia selalu
menyampaikan kepada timnya untuk tidak mengharap bisnis akan bervaluasi jutaan dolar, tetapi
fokus saja pada customer dan inovasi. Maklum, menurutnya, model bisnis Gorry Well atau
Gradana belum ada benchmark kisah sukses serupa di luar negeri. (*)
Sumber:
https://swa.co.id/youngster-inc/entrepreneur-youngsterinc/william-susilo-dulu-karyawan-kini-
bos-tiga-startup
Pertanyaan
Berdasarkan bacaan di atas, maka analisalah:
Skor
1. Berikan Analisa Anda mengenai Startup dan contohnya, selain dari contoh kasus di 35
atas.
2. Berikan analisa Anda, bagaimana William Susilo bisa bertransformasi? 30
3. Berikan analisa Anda mengenai tantangan utama dalam membangun startup pada 35
kasus di atas. Selanjutnya berikan analisa mengenai tantangan utama dalam
membangun startup secara umum.
JAWAB :
1. Startup adalah perusahaan rintisan yang belum lama beroperasi. Dengan kata lain, startup
artinya perusahaan yang baru masuk atau masih berada pada fase pengembangan atau penelitian
untuk terus menemukan pasar meupun mengembangkan produknya. Saat ini, istilah perusahaan
startup biasanya mengacu pada perusahaan-perusahaan yang layanan atau produknya berbasiskan
teknologi.
Perkembangan perusahaan rintisan di Indonesia memang cukup kencang dalam beberapa tahun
belakangan ini. Karena pesatnya perkembangan startup, seringkali menciptakan disrupsi
ekonomi.
Sebuah usaha bisa disebut sebagai startup kalau memiliki minimal 3 faktor yaitu pendiri atau
founder, investor atau pemilik dana, dan produk atau layanan. Startup kemudian bisa menjadi
kategori unicorn apabila nilai korporasinya sudah melebihi 1 miliar dollar AS atau setara dengan
Rp 14 triliun (kurs Rp 14.000).
Startup belum tentu bisa berhasil bahkan menjadi unicorn tanpa investor yang disebut sebagai
angel investor atau malaikat pemberi dana. Angel investor adalah pihak yang paling awal
berinvestasi dan berani mengambil risiko terhadap konsep produk startup dengan catatan saat
investor lain belum berani melakukannya.
Karena masuk paling awal, angel investor biasanya menuntut detail dan akurasi terhadap
produk antara lain aplikasi startup, strategi pasar, dan target pasar. Ketika startup yang
didanainya berhasil, maka angle investor akan jadi pemegang saham terbesar. Sebaliknya
jika gagal maka dana yang sudah digelontorkan akan lenyap begitu saja.
3. Dalam kasus di atas tantangan utama dalam membangun startup yaitu : dia melihat ada
empat tantangan utama dalam membangun startup. Yakni, finansial, validasi pasar, fundraising,
dan membuat tim yang kompak. Yang terakhir ini tidak kalah penting. Baginya, percuma
mendapat uang jutaan dolar kalau tidak bisa membentuk tim yang baik di dalamnya. “Saya juga
menghadapi tantangan ketika merekrut orang-orang yang lebih senior. Salah satu direktur di
Gradana adalah mantan managing director di salah satu private equity firm. Sebagai perusahaan
baru, kami belum ada apa-apanya dibanding perusahaan lama mereka. Jadi, yang kami jual hanya
visi,”
Delapan belas bulan pertama bisnis adalah yang paling menantang dan waktu di mana bisnis
dapat berlayar atau gagal. Anda harus memahami tantangan sebelum memulai, dan Anda dapat
bersiap untuk menghadapinya dan berhasil . Berikut adalah tujuh tantangan yang dihadapi
sebagian besar bisnis sebelum memulai dan memasuki tahun pertama dan cara mengatasinya.
Tidak ada ketidakpastian bahwa pengujian lebih baik untuk kesehatan startup. Meskipun,
berlebihan, dan Anda mulai mempertaruhkan startup Anda. Penting juga untuk diingat untuk
menilai eksperimen dan hasilnya secara menyeluruh sebelum menghapusnya atau
mengadopsinya. Yang paling penting untuk diingat adalah Anda mencari kemungkinan
hasil terbaik bagi Anda dan bisnis startup Anda untuk menjadi sukses.
Sumber Referensi :
- http://akuntansi.uma.ac.id/2021/08/31/7-tantangan-yang-dihadapi-kebanyakan-bisnis-startup-
dan-cara-mengatasinya/
Terimakasih