Anda di halaman 1dari 8

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN TAREKAT Kata Tarekat di ambil dari bahasa arab, yaitu dari kata benda ‫ طريقة‬yang

secara etimologis berarti jalan, metode atau tata cara. Sedangkan secara terminologi sufistik, tarekat
adalah jalan atau metode khusus untuk menuju jalan spiritual.1

Adapun tarekat secara terminologis menurut para ahli sufi ataupun menurut para ahli,

 menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbili al-Syafi al-Naqsyabandi, dalam kitab Tanwir al-
Qulub-nya adalah : ”Tarekat adalah beramal dengan syariat dengan mengambil/memilih

yang ‫( عسيرة‬berat) daripada yang ‫( رخسة‬ringan); menjauhkan diri dari mengambil pendapat yang mudah
pada amal ibadah yang tidak sebaiknya dipermudah; menjauhkan diri dari semua larangan syariat lahir
dan batin; melaksanakan semua perintah Allah SWT semampunya; meninggalkan semua larangan-Nya
baik yang haram, makruh atau mubah yang sia-sia; melaksanakan semua ibadah fardlu dan sunah; yang
semuamnya ini di bawah arahan, naungan dan bimbingan seorang guru/syekh/mursyid yang arif yang
telah mencapai maqamnya (layak menjadi seorang Syekh/Mursyid).”  Menurut Abu Bakar Atjeh “
Tarekat artinya jalan, petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan
dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dan

dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in turun temurun sampai kepada guru-guru, sambung-menyambung
dan rantai-merantai.”

 Menurut Hamka “ Antara makhluk dan khaliq ada perjalanan hidup yang harus kita

tempuh. Inilah yang dikatakan thoriqoh (jalan).”  Menurut Barmawie Umarie “ Tarekat adalah jalan
atau sistem yang ditempuh menuju keridhaan Allah

semata. Adapun ikhtiar dalam menempuh jalan itu dinamakan suluk, sedangkan orangnya bernama
salik. Jadi tarekat adalah saluran-saluran dari tasawuf.”

 Menurut J.S. Trimingham “ Tarekat adalah “a practical method (other terms were madhhab, ri’ayah

and suluk) to guide a seeker by tracing a way of thought, feeling and action, leading a succession of
stages (maqamat, an integral association with psycological experience called ‘states,’ ahwal) to
experience of Divine Reality (haqiqa) (Metode praktis (bentuk-bentuk lainnya, mazhab, ri’ayah dan
suluk) untuk membimbing murid dengan menggunakan pikiran, perasaan dan tindakan melalui
tingkatan-tingkatan (maqamat, kesatuan yang utuh dari pengalaman jiwa yang disebut ‘states,’ ahwal)
secara beruntun untuk merasakan hakikat Tuhan)” Adapun “thariqat” menurut istilah ulama Tasawuf
ialah :

1. “Jalan kepada Allah dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fikih dan Tasawuf.”

2.

“Cara atau kaifiat mengerjakan sesuatu amalan untuk mencapai suatu tujuan.”
Berdasarkan beberapa definisi yang tersebut di atas, jelaslah bahwa

thariqat adalah suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengamalkan ilmu
Tauhid, Fikih dan Tasawuf. Tarekat juga berarti organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khas.
Pada masa permulaan, setiap guru sufi dikelilingi oleh lingkaran murid mereka

dan beberapa murid ini kelak akan menjadi guru pula. Boleh dikatakan bahwa tarekat itu
mensistematiskan ajaran dan metode-metode tasawuf. Guru tarekat yang sama mengajarkan metode
yang sama, zikir yang sama, muraqabah yang sama. Seorang pengikut tarekat akan memperoleh
kemajuan melalui sederet amalan-amalan berdasarkan tingkat yang dilalui oleh semua pengikut tarekat
yang sama. Dari pengikut biasa (mansub) menjadi murid selanjutnya pembantu Syaikh (khalifah-nya)
dan akhirnya menjadi guru yang mandiri (mursyid).

2.2 UNSUR-UNSUR DALAM TAREKAT a. Mursyid Mursyid adalah dianggap telah mencapai tahap
mukasyafah, telah

terbuka tabir antara dirinya dan Tuhan. Mursyid atau guru atau master atau pirbertugas menemani dan
membimbing para penempuh jalan spiritual untuk mendekati Allah, seperti yang terjadi pada diri sang
guru. Guru spiritual itu kadang disebut dengan istilah thayr al-quds (burung suci) atau Khidir. Dalam
tarekat, bimbingan guru yang telah mengalami perjalanan rohani secara pribadi dan mengetahui
prosedur-prosedur setiap mikraj rohani adalah sangat penting. 2

b. Baiat Baiat atau talqin adalah janji setia seorang murid kepada gurunya,

bahwa ia akan mengikuti apa pun yang diperintahkan oleh sang guru, tanpa “reserve”.

c. Silsilah Silsilah tarekat adalah “nisbah”, hubungan guru terdahulu sambungmenyambung antara satu
sama lain sampai kepada Nabi. Hal ini harus ada sebab bimbingan keruhanian yang diambil dari guru-
guru itu harus benarbenar berasal dari Nabi. Kalau tidak demikian halnya berarti tarekat itu terputus dan
palsu, bukan warisan dari Nabi.

d. Murid Murid atau kadang disebut salik adalah orang yang sedang mencari

bimbingan perjalanannya menuju Allah. Dalam pandangan pengikut tarekat, seorang yang melakukan
perjalanan rohani menuju Tuhan tanpa bimbingan guru yang berpengalaman melewati berbagai tahap
(maqamat) dan mampu mengatasi keadaan jiwa (hal) dalam perjalanan spiritualnya, maka orang
tersebut mudah tersesat.4

e. Ajaran Ajaran adalah praktik-praktik dan ilmu-ilmu tertentu yang diajarkan

dalam sebuah tarekat. Biasanya, masing-masing tarekat memiliki kekhasan ajaran dan metode khusus
dalam mendekati Tuhan. Guru-guru tarekat yang sama mengajarkan metode yang sama kepada murid-
muridnya.

SEJARAH PERKEMBANGAN TAREKAT DALAM ISLAM


Pada awalnya, tarekat itu merupakan bentuk praktik ibadah yang diajarkan

secara khusus kepada orang tertentu. Misalnya, Rasulullah mengajarkan wirid atau zikir yang perlu
diamalkan oleh Ali ibn Abi Thalib. Atau, Nabi saw. memerintahkan kepada sahabat A untuk banyak
mengulang-ulang kalimat tahlil dan tahmid. Pada sahabat B, Muhammad memerintahkan untuk banyak
membaca ayat tertentu dari surat dalam Alquran. Ajaran-ajaran khusus Rasulullah itu disampaikan
sesuai dengan kebutuhan penerimanya, terutama berkaitan dengan faktor psikologis. Pada abad
pertama Hijriyah mulai ada perbincangan tentang teologi,

dilanjutkan mulai ada formulasi syariah. Abad kedua Hijriyah mulai muncul tasawuf. Tasawuf terus
berkembang dan meluas dan mulai terkena pengaruh luar. Salah satu pengaruh luar adalah filsafat, baik
filsafat Yunani, India, maupun Persia. Muncullah sesudah abad ke-2 Hijriyah golongan sufi yang
mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan kesucian jiwa untuk taqarrub kepada Allah. Para sufi
kemudian membedakan pengertian-pengertiansyariat, tahriqat, haqiqat, dan makrifat. Menurut mereka
syariah itu untuk memperbaiki amalan-amalan lahir, thariqat untuk memperbaiki amalan-amalan batin
(hati), haqiqat untuk mengamalkan segala rahasia yang gaib, sedangkan makrifat adalah tujuan akhir
yaitu mengenal hakikat Allah baik zat, sifat maupun perbuatanNya. Orang yang telah sampai ke tingkat
makrifat dinamakan wali. Kemampuan luar biasa yang dimilikinya disebut karamat atau supranatural,
sehingga dapat terjadi pada dirinya hal-hal yang luar biasa yang tidak terjangkau oleh akal, baik di masa
hidup maupun sudah meninggal. Syaikh Abdul Qadir Jaelani (471-561/1078-1168) menurut pandangan
sufi adalah wali tertinggi disebut quthub al-auliya (wali quthub).

Pada abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi barulah muncul tarekat sebagai

kelanjutan kegiatan kaum sufi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan setiap silsilah tarekat selalu
dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada abad itu. Setiap tarekat
mempunyai syaikh, kaifiyah zikir dan upacara ritual

masing-masing. Biasanya syaikh atau mursyid mengajar murid-muridnya di asrama latihan rohani yang
dinamakan suluk atau ribath.. Kehadiran tasawuf berikut lembaga-lembaga tarekatnya di Indonesia,

sama tuanya dengan kehadiran Islam itu sendiri sebagai agama yang masuk di kawasan ini. Namun,
tampaknya, dari sekian banyak tarekat yang ada di seluruh dunia, hanya ada beberapa tarekat yang bisa
masuk dan berkembang di Indonesia. Hal itu dimungkinkan di antaranya karena faktor kemudahan
sistem komunikasi dalam kegiatan transmisinya. Tarekat yang masuk ke Indonesia adalah tarekat yang
populer di Makkah dan Madinah, dua kota yang saat itu menjadi pusat kegiatan dunia Islam. Faktor lain
adalah karena tarekat-tarekat itu dibawa langung oleh tokoh-tokoh pengembangnya yang umumnya
berasal dari Persia dan India. Kedua negara ini dikenal memiliki hubungan yang khas dengan komunitas
Muslim pertama di Indonesia.

Pengertian Syariat Syariat (Islam) adalah hukum dan aturan (Islam) yang mengatur seluruh sendi
kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat (Islam) juga berisi penyelesaian
masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat (Islam) merupakan panduan
menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Syariat yaitu
segala aturan yang sudah ditentukan oleh Allah swt, atau aturan yang sudah dilegalisasi oleh Rasulullah
saw yang berkenaan dalam soal Aqidah, masalah hukum baik haram halal, syarat atau rukun dsb yang
mengatur hubungan manusia dengan penciptaNya atau Sesama Manusia.

Dalam Syariat aturan udah baku tidak dapat dirubah, tidak seperti ilmu kih dapat dirubah. Dalam ilmu
Tasawuf syariat adalah yang mengatur amal ibadat dan muamalat secara lahir.

Dalam tingakat ini, membahas soal amalan hati atau batiniah atau rohani yah disebut Tasawuf dan ilmu
bagi amalan lahir, dalam tingkat ini Syariat itu di ibaratkan suatu benih biji yang akan kita tanam.

Pengertian Tarekat Tarekat berasal dari kata ‘thariqah’ yang artinya ‘jalan’. Jalan yang dimaksud di sini
adalah jalan untuk menjadi orang bertaqwa, menjadi orang yang diredhoi Allah s.w.t. Secara praktisnya
tarekat adalah kumpulan amalan-amalan lahir dan batin yang bertujuan untuk membawa

seseorang untuk menjadi orang bertaqwa. TOTAL TAYANGAN HALAMAN

Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat. ~ Tarekat wajib, yaitu amalan-amalan wajib,
baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang
utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat
pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah
ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah
shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat, makan makanan halal dan
lain sebagainya.

~ Tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5
syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak
mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini
adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang
guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak
tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal
yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an,
puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya.

Secara harah berarti jalan, metoda, cara, dalam lapangan tasawuf istilah ini dipakai calon su adalah jalan
yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah yang sedekat-dekatnya atau mendapat maqam
yang mahmudah, jadi dalam tingkatan ini ada maqam yang harus dikerjakan secara istiqamah yaitu
maqam taubat, zuhud, sabar, ridlo dsb.

Dalam tingkat ini adalah menghidupkan Syareat sebagai amalan lahir atau amalan batin secara sungguh-
sungguh dan istiqamah dalam rangka mengnguatkan keimanan dalam hati. Pada tingkat tarekat ini di
ibaratkan menanam benih biji (Syariat) tumbuh menjadi kecambah atau sebatang pokok yang bercabang
dan berdaun.

Pengertian Hakikat Hakikat artinya i`tikad atau kepercayaan sejati (mengenai Tuhan), maka hakikat ini
pekerjaan hati. Sehingga tidak ada yang dilihat didengar selain Allah, atau gerak dan diam itu diyakini
dalam hati pada hakikatnya adalah kekuasaan Allah. (Abdurrahman Siddik Al Banjari ,1857 kitab Amal
Ma`rifat).

~ Hakikat; adalah kebenaran, kenyataan (Poerwadarminta,1984) hakekat menyaring dan memusatkan


aspek-aspek yang lebih rumit menjadi keterangan yang gamblang dan ringkas, hakikat mengandung
pengertian-pengertian kedalam aspek yang penting dan instrinsik dari benda yang dianalisa (Konsep
Dasain Interior II, Olih Solihat Karso). ~ Hakikat berasal dari kata arab haqqo, yahiqqu, haqiqotan yang
berarti kebenaran sedangkan dalam kamus ilmiah disebutkan bahwa hakikat adalah: Yang sebenarnya;
sesungguhnya; keadaan yang sebenarnya (Partanto, pius A, M. Dahlan al barry, Kamus Ilmiah Populer,
1994, Arkola, Surabaya). ~ Istilah bahasa hakikat berasal dari kata “Al-Haqq”, yang berarti kebenaran.
Kalau dikatakan Ilmu Hakikat, berarti ilmu yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran. Hakikat yang
berarti kebenaran atau benar-benar ada, orang-orang su menjadikan Allah sebagai sumber kebenaran,
dan meyakini seyakin-yakinya, tiada yang lebih indah kecuali mencitai Allah swt dan mentaatinya.
Hakekat ini akan di akan dicapai seseorang setelah mencapai makrifat yang sebenar-benarnya dalam
tingatan ini benar-benar tiada tabir atau hijab dengan Allah artinya sinyal kita benar nyambung kepada
Allah, sehingga ada diantara kita yang memiliki indra ke 6.

Dapat di ibaratkan buah , jadi yaitu biji benih (syariat) pada tingkatan tharikat menjadi batang yang
becabang, berdaun jika pada tingkatan ini kita amalkan buah dari tharekat, akhlak, bisa menahan nafsu,
sabar, tawaduk kita akan memperoleh buah (maqam mahmudah) jadi dengan Allah tiada hijab atau tabir
atau penghalang lagi.

Makrifat Istilah Ma'rifat berasal dari kata "Al-Ma'rifah" yang berarti mengetahui atau mengenal sesuatu.
Dan apabila dihubungkan dengan pengamalan Tasawuf, maka istilah ma'rifat di sini berarti mengenal
Allah ketika Shu mencapai maqam dalam Tasawuf.

Kemudian istilah ini dirumuskan denisinya oleh beberapa Ulama Tasawuf; antara lain : a. Dr. Mustafa
Zahri mengemukakan salah satu pendapat Ulama Tasawuf yang mengatakan : "Marifat adalah ketetapan
hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud yang wajib adanya (Allah) yang menggambarkan segala
kesempurnaannya."

b. Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiriy mengemukakan pendapat Abuth Thayyib AsSaamiriy
yang mengatakan: "Ma'rifat adalah hadirnya kebenaran Allah (pada Shu)...dalam keadaan hatinya selalu
berhubungan dengan Nur Ilahi..."

c. Imam Al-Qusyairy mengemukakan pendapat Abdur Rahman bin Muhammad bin Abdillah yang
mengatakan: "Ma'rifat membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu pengetahuan membuat
ketenangan (dalam akal pikiran). Barangsiapa yang meningkat ma'rifatnya, maka meningkat pula
ketenangan (hatinya)." marifat arti secara umum adalah yang dilakukan orang alim yang sesuai dengan
maksud dan tujuan ilmu sendiri.

Ma‘rifat menurut ahli qhi adalah ilmu. setiap ilmu itu ma’rifat, ma‘rifat itu ilmu, setiap orang alim arif
dan setiap ‘arif itu alim. Ma‘rifat menurut ahli shu ialah rasa kesadaran kepada Alloh akan sifat dan
AsmaNYA.
Marifat menurut bahasa adalah menggetahui Allah SWT. Marifat menurut istilah adalah sadar kepada
Allah SWT, yakni : hati menyadari bahwa segala menemukan, bergerak, berdiam, berangan-angan,
berkir dan sebagainya semua adalah Alloh SWT, yang menciptakan dan yang mengerakan. Jadi
semuanya dan segala sesuatu adalah Billah. Makrifat, sebagai pengetahuan yang hakiki dan meyakinkan,
menurut al-Gazali, tidak didapat lewat pengalaman inderawi, juga tidak dicapai lewat penalaran
rasional, tetapi lewat kemurnian qalbu yang mendapat ilham atau limpahan n ur dari Tuhan sebagai
pengalaman sustik.

Di sini, tersingkap segala realitas yang tidak dapat ditangkap oleh indera dan tidak terjangkau oleh akal
(rasio). Teori pengetahuan kasyy atau ‘irfaniy yang tidak menekankan peran indera dan rasio dipandang
telah ikut melemahkan semangat seseorang untuk bergelimang dalam ilmu pengetahuan dan lsafat.
Orang lari dari dunia nyata yang obyektif ke dunia gaib yang tidak dapat ditangkap oleh indera dan nalar.
Orang lebih mementingkan kebahagiaan diri sendiri daripada kebahagiaan dan keselamatan umat
manusia. Karenanya, orang lebih tertarik pada sikap hidup isolatif daripada sikap hidup partisipatif. Sikap
hidup seperti ini berakibat pada banyaknya persoalan kemanusiaan tidak terurus yang sebenarnya
menjadi tugas manusia.

Makrifat, menurut al-Gazali, ialah pengetahuan yang meyakinkan, yang hakiki, yang dibangun di atas
dasar keyakinan yang sempurna (haqq al-yaqin). Ia tidak didapat lewat pengalaman inderawi, juga tidak
lewat penalaran rasional, tetapi semata lewat kemurnian qalbu yang mendapat ilham atau limpahan nur
dari Tuhan sebagai pengalaman kasyy atau ‘irfaniy.

Teori pengetahuan ala su ini dipandang telah ikut melemahkan semangat seseorang untuk aktif dalam
kehidupan nyata secara seimbang antara tuntutan pribadi dan sosial, antara jasmani dan ruhani.
Makrifat merupakan ilmu yang tidak menerima keraguan (‫ )العلم الذى ال یقبل الشك‬yaitu ”pengetahuan” yang
mantap dan mapan, yang tak tergoyahkan oleh siapapun dan apapun, karena ia adalah pengetahuan
yang telah mencapai tingkat haqq al-yaqin. Inilah ilmu yang meyakinkan, yang diungkapkan oleh al-
Gazali dengan rumusan sebagai berikut:

‫ان علم الیقین ھو الذي ھو الذى ینكشف فیھ المعلوم انكشافا ال یبقى معھ ریب وال یقاالنھ امكان الغلط والوھم وال یتسع القلب لتقدیر ذلك‬

“Sesungguhnya ilmu yang meyakinkan itu ialah ilmu di mana yang menjadi obyek pengetahuan itu
terbuka dengan jelas sehingga tidak ada sedikit pun keraguan terhadapnya; dan juga tidak mungkin
salah satu keliru, serta tidak ada ruang di qalbu untuk itu”.

Secara denitif, makrifat menurut al-Gazali ialah : ‫اإلطالع على أسرار الربوبیة والعلم بترتب األمور اإللھیة المحیطة بكل‬
‫الموجودات‬.

“Terbukanya rahasia-rahasia Ketuhanan dan tersingkapnya hukum-hukum Tuhan yang meliputi segala
yang ada”.

Dari denisi di atas, dapat dikatakan bahwa obyek makrifat dalam ajaran tasawuf al-Gazali tidak hanya
terbatas pada pengenalan tentang Tuhan, tetapi juga mencakup
pengenalan tentang segala hukum-hukum-Nya yang terdapat pada semua makhluk. Lebih jauh, dapat
pula diartikan bahwa orang yang telah mencapai tingkat makrifat (al-‘arif) mampu mengenal hukum-
hukum Allah atau sunnah-Nya yang hanya tampak pada orang-orang tertentu - para ’arin. Karena itu,
adanya peristiwa-peristiwa “luar biasa”, seperti karamah, kasyf dan lain-lain yang dialami oleh
orangorang su, sebenarnya, tidaklah keluar dari sunnah Allah dalam arti yang luas, karena mereka
mampu menjangkau sunnah-Nya yang tak dapat dilihat atau dijangkau oleh orang-orang biasa. Karena
itu, dapat dikatakan, bahwa obyek makrifat dalam pandangan al-Gazali mencakup pengenalan terhadap
hakikat dari segala realitas yang ada. Meskipun demikian, pada kenyataannya, al-Gazali lebih banyak
membahas atau mengajarkan tentang cara seseorang memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, yang
memang tujuan utama dari setiap ajaran su. Dengan demikian, al-Gazali mendenisikan makrifat dengan.
(‫( )النظر الى وجھ هلال تعالى‬memandang kepada wajah Allah ta’ala).

Perlu disadari, betapapun tingginya pengenalan (al-makrifat) seseorang terhadap Allah, ia tidak akan
mungkin dapat mengenal-Nya dengan sempurna, sebab manusia itu bersifat terbatas (nite), sedangkan
Allah bersifat tak terbatas (innite). Makrifat dalam arti yang sesungguhnya, menurut al-Gazali, tidak
dapat dicapai lewat indera atau akal, melainkan lewat n ur yang diilhamkan Allah ke dalam qalbu.
Melalui pengalaman sustik seperti inilah, didapat pengetahuan dalam bentuk kasyf.

Dengan kata lain, makrifat bukanlah pengetahuan yang dihasilkan lewat membaca, meneliti, atau
merenung, tetapi ia adalah apa yang disampaikan Tuhan kepada seseorang (su) dalam pengalaman
sustik langsung.

Makrifat sebagai ilmu mukasyafah, kata al-Gazali, tidak bisa dikomunikasikan kepada orang yang belum
pernah mengalaminya, atau belum mencapai tingkat kualikasi yang mampu mengerti pengalaman sustik
semacam itu. Setiap pengalaman pribadi antara seorang su dengan Tuhannya, jika diungkapkan dengan
kata-kata, sudah dapat dipastikan salah paham dari pendengar yang tak mampu melepaskan ikatan
duniawi. Paling-paling seorang su hanya mencoba mengungkapkannya secara simbolik dan metaforik,
karena tidak ada bahasa yang dapat menuturkan secara tepat, tidak ada ungkapan yang tidak
mengandung penafsiran ganda.

Selain itu Al-Gazali juga sangat menentang orang yang tidak peduli terhadap hukum-hukum syariah
karena menganggap telah mencapai tingkat tertinggi (wali) dan telah memperoleh pengetahuan
langsung dari sumbernya, yaitu Allah SWT. berupa pengetahuan kasy, yang membawanya tidak terikat
lagi pada hukum-hukum takliy.

Kenyataan ini, menurut ‘Abd. al-¦alim Mahm d, adalah tindakan bid’ah yang sangat menyesatkan, yang
lahir dari orang-orang yang sama sekali tidak mengerti agama (Islam), terutama tentang hakikat tasawuf.
Jika ada orang berkata, demikian Ibnu Taimiyah, bahwa ia telah menerima pengetahuan berdasarkan
kasyf, tetapi bertentangan dengan sunnah Rasul, maka kita wajib menolaknya. Menurut Ab al-A’la al-
Maud diy, antara syariah dan tasawuf terdapat hubungan yang tidak bisa dipisahkan. Jika syariah (qh)
mengatur aspek lahir, maka tasawuf berhubungan dengan aspek batin untuk

kesempurnaan ibadah kepada Allah SWT.


Tujuan. Tujuan tarekat adalah membersihkan jiwa dan menjaga hawa-nafsu untuk melepaskan diri dari
pelbagai bentuk ujub, takabur, riya', hubbud dunya (cinta dunia), dan sebagainya. Tawakal, rendah
hati/tawadhu', ridha, mendapat makrifat dari Allah, juga menjadi tujuan tarekat

Anda mungkin juga menyukai