Anda di halaman 1dari 16

Tafsir jalalain ayat 124

Dan) ingatlah (ketika Ibrahim mendapat ujian) menurut satu qiraat Ibraham (dari Tuhannya dengan


beberapa kalimat) maksudnya dengan perintah dan larangan yang dibebankan kepadanya. Ada yang
mengatakan manasik atau pekerjaan haji, ada pula berkumur-kumur, menghirup air ke hidung,
menggosok gigi, memotong kumis, membelah rambut, memotong kuku, mencabut bulu ketiak,
mencukur bulu kemaluan, berkhitan dan istinja (lalu disempurnakannya) maksudnya dikerjakannya
secara sempurna. (Firman-Nya) yakni Allah Taala, ("Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu sebagai
imam bagi manusia.") Artinya contoh dan ikutan dalam keagamaan. (Kata Ibrahim, "Aku mohon juga
dari keturunanku!") maksudnya dari anak cucuku dijadikan imam-imam. (Firman-Nya, "Janji-Ku ini tidak
mencapai) untuk dijadikan imam (orang-orang yang aniaya") yakni orang-orang yang ingkar di antara
mereka. Sebaliknya bagi orang yang tidak aniaya, tidak tertutup kemungkinan untuk diangkat sebagai
imam.

Asbabun Nuzul ayat 125

Al-bukhary dan yang lainnya meriwayatkan dari Umar, dia berkata, " tiga halyang saya katakan sesuai
dengan firman Allah. Pertama, saya berkata, 'ya Rasulullah, sekiranya engkau jadikan Maqam Ibrahim
sebagai tempat shalat. Maka turunlah ayat ini. Kedua, saya berkata, 'ya Rasulallah, sesungguhnya yang
mendatangi para istrimu ada orang yang baik dan ada yang jahat. Seandainya engkau perintahkan
mereka untuk berhijab. Maka turunlah ayat hijab. Ketiga, suatu ketika para istri Rasulullah
melampiaskan rasa cemburu kepada beliau. Maka saya katakan kepada mereka, 'mudah-mudahan Allah
akan member ganti kepadanya istri-istri yang lebih baik daripada kalian. Maka turunlah firman Allah
dalam hal ini.

Riwayat diatas mempunyai jalan periwayatan yang banyak:

Pertama, diriwayatkan oleh ibnu abi hatim dan ibnu mardawaih dari jabir, dia berkata, 'ketika Nabi saw
melakukan tawaf (pada hari fathul Makkah) , umar berkata kepada beliau. ' inikah maqam ayah kami
Ibrahim? Beliau menjawab: ya. Umar bertanya, 'mengapa kita tidak jadikannya sebagai tempat shalat?
Maka Allah menurunkan ayat ini.

Kedua, ibnu mardawaih meriwayatkan dari 'amr bin maimun dari umar bin Khaththab bahwa dia
melewati Maqam Ibrahim, lalu ia berkata, ya Rasulallah bukankah kita sedang berdiri di Maqam kekasih
Tuhan kita? Rasul saw menjawab: ya. Umar berkata : mengapa kita tidak menjadikannya sebagai tempat
shalat. Tidak lama dari itu turunlah ayat ini. Secara zahir riwayat ini dan riwayat sebelumnnya, ayat ini
diturunkan pada haji wada'.

tafsir ayat 125 jalalain


(Dan ketika Kami menjadikan Baitullah itu) yakni Kakbah (sebagai tempat kembali bagi
manusia) maksudnya tempat berkumpul dari segenap pelosok (dan tempat yang aman) maksudnya
aman dari penganiayaan dan serangan yang sering terjadi di tempat lain. Sebagai contohnya pernah
seseorang menemukan pembunuh bapaknya, tetapi ia tidak mau membalas dendam di tempat ini, (dan
jadikanlah) hai manusia (sebagian makam Ibrahim) yakni batu tempat berdirinya Nabi Ibrahim a.s. ketika
membangun Baitullah (sebagai tempat salat) yaitu dengan mengerjakan salat sunah tawaf di
belakangnya. Menurut satu qiraat dibaca 'wattakhadzuu' yang artinya, dan mereka menjadikan; hingga
menjadi kalimat berita. (Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail)(yang
bunyinya) ("Bersihkanlah rumah-Ku) dari berhala (untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf) artinya
yang bermukim di sana (orang-orang yang rukuk dan orang-orang yang sujud!") artinya orang-orang
yang salat.

Tafsir ibnu kasir 125

Al-Baqarah, ayat 125 (separo ayat)

)125( ‫صلًّى‬
َ ‫اس َوَأ ْمنًا َواتَّ ِخ ُذوا ِم ْن َمقَ ِام ِإ ْب َرا ِهي َم ُم‬
ِ َّ‫َوِإ ْذ َج َع ْلنَا ْالبَيْتَ َمثَابَةً لِلن‬

Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan
tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat.

Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami
jadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia. (Al-Baqarah: 125) Yakni mereka tidak
akan merasa puas dengan keperluan mereka darinya; mereka datang kepadanya, lalu kembali kepada
keluarganya, kemudian kembali lagi kepadanya.

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna masabatal linnas, bahwa
mereka berkumpul di tempat tersebut (Baitullah). Riwayat ini dan yang sebelumnya, kedua-duanya
diketengahkan oleh Ibnu Jarir.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Muslim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah)
tempat berkumpul bagi manusia. (Al-Baqarah: 125) Bahwa mereka berkumpul padanya, kemudian
kembali ke tempat asalnya masing-masing.

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah diriwayatkan dari Abul Aliyah dan Sa'id ibnu Jubair -menurut
riwayat yang lain-.

Hal yang semisal diriwayatkan pula dari Ata, Mujahid, Al-Hasan, Atiyyah, Ar-Rabi' ibnu Anas serta Ad-
Dahhak.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdul Karim ibnu Abu Umair, telah menceritakan
kepadaku Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa Abu Amr (yakni Al-Auza'i) pernah berkata,
telah menceritakan kepadanya Abdah ibnu Abu Lubabah sebuah asar mengenai takwil firman-Nya: Dan
(ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia. (Al-Baqarah:
125) Bahwa tiada seorang pun yang meninggalkannya -setelah menunaikan keperluannya- merasakan
bahwa dirinya telah menunaikan keperluan darinya (yakni masih belum merasa puas dan ingin kembali
lagi menunaikannya).

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Wahb yang mengatakan bahwa
Ibnu Zaid pernah berkata sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan
rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia. (Al-Baqarah: 125) Mereka berkumpul di Baitullah
dari berbagai negeri, semua datang kepadanya. Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh seorang
penyair sehubungan dengan pengertian ini, seperti yang dikemukakan oleh Imam Qurtubi, yaitu:

ْ‫ْس ِم ْنهُ ال َّد ْه ُر يَ ْقضُونَ ْال َوطَر‬ ُ ‫ُج ِع َل ْالبَي‬


َ ‫لَي‬ ... ‫ْت َمثَابًا لَهُ ْم‬

Baitullah dijadikan tempat berkumpul bagi mereka, tetapi selamanya mereka tetap merasa belum puas
akan keperluannya di Baitullah itu.

Sa'id ibnu Jubair dalam riwayatnya yang lain -demikian pula Ikrimah, Qatadah, dan Ata Al-Khurrasani-
mengatakan bahwa masabatal linnas artinya tempat berkumpul.
Sedangkan makna lafaz amnan -menurut Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas- adalah tempat yang aman bagi
manusia.

Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah sehubungan dengan firman-
Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempal berkumpul bagi manusia dan
tempat yang aman. (Al-Baqarah: 125) Maksudnya, aman dari gangguan musuh dan tidak boleh
membawa senjata di dalam kotanya. Sedangkan di masa Jahiliah orang-orang yang ada di sekitar Mekah
saling berperang dan membegal, tetapi penduduk Mekah dalam keadaan aman tiada seorang pun yang
mengganggu mereka.

Diriwayatkan dari Mujahid, Ata, As-Saddi, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas yang mengatakan bahwa barang
siapa memasukinya (Baitullah itu), menjadi amanlah dia.

Kesimpulan dari penafsiran mereka terhadap ayat ini ialah, bahwa Allah menyebutkan kemuliaan
Baitullah dan segala sesuatu yang menjadi ciri khasnya yang mengandung ritual dan ketetapan hukum,
yaitu Baitullah sebagai tempat berkumpulnya manusia.

Dengan kata lain, Allah menjadikannya sebagai tempat yang dirindukan dan disukai manusia; dan tiada
suatu keperluan pun padanya ditunaikan oleh para pelakunya (yakni dia tidak akan merasa puas
dengannya), sekalipun ia kembali lagi setiap tahunnya. Hal itu sebagai perkenan dari Allah Swt. terhadap
doa Nabi Ibrahim a.s. di dalam firman-Nya:

‫ َربَّنَا َوتَقَبَّلْ ُدعَا ِء‬:‫اس تَه ِْوي ِإلَ ْي ِه ْم ِإلَى َأ ْن قَا َل‬
ِ َّ‫فَاجْ َعلْ َأ ْفِئ َدةً ِمنَ الن‬

Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka -sampai dengan firman-Nya- Ya
Tuhan kami, perkenankanlah doaku. (Ibrahim: 37-40)

Allah menjadikannya sebagai tempat yang aman. Barang siapa yang memasukinya, niscaya dia aman.
Sekalipun dia telah melakukan apa yang telah dilakukannya, lalu dia masuk ke dalamnya, niscaya dia
akan aman.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, pernah ada seorang lelaki menjumpai pembunuh
ayahnya atau saudara laki-lakinya di dalam Masjidil Haram, ternyata lelaki tersebut tidak berani
mengganggunya. Seperti yang digambarkan di dalam surat Al-Ma-idah, yaitu melalui firman-Nya:

ِ َّ‫َج َع َل هَّللا ُ ْال َك ْعبَةَ ْالبَيْتَ ْال َحرا َم قِياما ً لِلن‬


‫اس‬

Allah telah menjadikan Ka'bah, rumah suci itu, sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi
manusia. (Al-Maidah: 97)

Dengan kata lain, ia merupakan tempat yang dapat melindungi mereka dari kejahatan disebabkan
keagungannya.

Ibnu Abbas mengatakan, "Seandainya manusia tidak berhaji ke Baitullah itu, niscaya Allah akan
membalikkan langit ke atas bumi." Kemuliaan ini tiada lain berkat kemuliaan orang yang mula-mula
membinanya (membangunnya), yaitu kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah, seperti yang disebutkan di
dalam firman-Nya:

ِ ‫َوِإ ْذ بَ َّوْأنا ِإِل بْرا ِهي َم َمكانَ ْالبَ ْي‬


ً ‫ت َأ ْن اَل تُ ْش ِر ْك بِي َشيْئا‬

Dan (ingatlah) ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan
mengatakan), "Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan Aku." (Al-Hajj: 26)

Adapun firman Allah Swt.:

ً ‫ِّنات َمقا ُم ِإبْرا ِهي َم َو َم ْن َد َخلَهُ كانَ آ ِمنا‬


ٌ ‫آيات بَي‬
ٌ ‫ فِي ِه‬. َ‫ى لِ ْلعالَ ِمين‬
ً ‫اس لَلَّ ِذي بِبَ َّكةَ ُمبا َركا ً َوهُد‬
ِ َّ‫ض َع لِلن‬ ٍ ‫ِإ َّن َأ َّو َل بَ ْي‬
ِ ‫ت ُو‬

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah) manusia ialah Baitullah yang di
Bakkah (Mekah) yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-
tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu), menjadi
amanlah dia. (Ali Imran: 96-97)
Di dalam ayat ini disebutkan perihal maqam Ibrahim dan perintah mengerjakan salat padanya, yaitu
melalui firman-Nya: Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)

Mufassirin berbeda pendapat mengenai pengertian yang dimaksud dengan maqam Ibrahim ini.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Syabah An-Numairi, telah
menceritakan kepada kami Abu Khalaf (yakni Abdullah ibnu Isa), telah menceritakan kepada kami Daud
ibnu Abu Hindun, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan jadikanlah
sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125) Yang dimaksud dengan maqam Ibrahim adalah
seluruh Masjidil Haram.

Hal yang semisal dengan riwayat ini diriwayatkan dari Mujahid dan Ata.

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus
Sabah, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa ia pernah
bertanya kepada Ata tentang takwil firman-Nya: Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat.
(Al-Baqarah: 125) Maka Ata menjawab bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas r.a. berkata, "Maqam
Ibrahim yang disebutkan dalam ayat ini ialah maqam Ibrahim yang ada di dalam Masjidil Haram."

Kemudian Ibnu Juraij mengatakan, maqam Ibrahim menurut kebanyakan dimaksudkan manasik haji
seluruhnya. Kemudian Ata mengartikannya kepadaku, untuk itu dia berkata bahwa maqam Ibrahim
adalah maqam Ibrahim yang terdapat di dalam Masjidil Haram, dan dua salat (Lohor dan Asar secara
jamak) di Arafah, Al-Masy'ar, Mina, melempar jumrah, dan tavvaf (sa'i) antara Safa dan Marwah. Lalu
aku bertanya, "Apakah Ibnu Abbas yang menafsirkan semuanya itu?" Ata menjawab, "Tidak, tetapi dia
hanya mengatakan maqam Ibrahim adalah seluruh manasik haji." Aku bertanya, "Apakah engkau
mendengar hal tersebut seluruhnya dari dia?" Ata menjawab, "Ya, aku mendengarnya dari dia."

Sufyan As-Sauri mengatakan dari Abdullah ibnu Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan takwil
firman-Nya: Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim lempat salat. (Al-Baqarah: 125) Yang dimaksud
dengan maqam Ibrahim adalah sebuah batu yang dijadikan oleh Allah sebagai rahmat. Dan tersebutlah
bahwa di masa lalu Nabi Ibrahim-berdiri di atasnya, sedangkan Nabi Ismail yang mengulurkan batu-batu
bangunan Ka'bah kepadanya. Seandainya bagian atas dari batu itu dibasuh -menurut mereka- niscaya
kedua kakinya menjadi bersilang.

As-Saddi mengatakan bahwa maqam Ibrahim adalah batu yang diletakkan oleh istri Nabi Ismail di bawah
telapak kaki Nabi Ibrahim, hingga istri Nabi Ismail mencuci bagian atasnya. Demikianlah menurut riwayat
yang diketengahkan oleh Al-Qurtubi dan dinilainya daif, tetapi selain Al-Qurtubi menguatkannya.
Diriwayatkan pula oleh Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya, dari Al-Hasan Al-Basri dan Qatadah serta Ar-
Rabi' ibnu Anas.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah,
telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata, dari Ibnu Juraij, dari Ja'far ibnu Muhammad,
dari ayahnya, bahwa ia pernah mendengar Jabir menceritakan hadis tentang haji yang dilakukan oleh
Nabi Saw.: Setelah Nabi Saw. tawaf, Umar berkata kepadanya, "Inikah maqam bapak kita? Nabi Saw.
menjawab, "Ya." Umar berkata, "Mengapa kita tidak menjadikannya sebagai tempat salat?" Maka Allah
Swt. menurunkan firman-Nya, "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat." (Al-Baqarah:
125)

Usman ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Zakaria, dari
Abu Ishaq, dari Abu Maisarah, bahwa sahabat Umar pernah menceritakan hadis berikut: Aku bertanya,
"Wahai Rasulullah, inikah maqam kekasih Tuhan kita!" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Umar berkata,
"Mengapa kita tidak menjadikannya sebagai tempat salat? Maka turunlah ayat, "Dan jadikanlah
sebagian maqam Ibrahim tempat salat." (Al-Baqarah: 125)

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Da'laj ibnu Ahmad, telah menceritakan
kepada kami Gailan ibnu Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Masruq ibnul Mirzaban, telah
menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun, dari Umar
ibnul Khattab, bahwa ia pernah melewati maqam Ibrahim; lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah
kita sekarang berada di maqam kekasih Tuhan kita?" Nabi Saw. menjawab, "Memang benar." Umar
berkata, "Mengapa kita tidak menjadikannya sebagai tempat salat." Sebentar kemudian turunlah
firman-Nya: Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)

Ibnu Murdawaih mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ahmad ibnu Muhammad
Al-Qazwaini, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Junaid,
telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, dari
Malik ibnu Anas, dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Jabir yang menceritakan bahwa ketika
Rasulullah Saw. berdiri di dekat maqam Ibrahim pada hari pembukaan kota Mekah, Umar bertanya
kepadanya, "Wahai Rasulullah, inikah maqam Ibrahim yang disebutkan oleh firman-Nya, 'Dan jadikanlah
sebagian maqam Ibrahim tempat salat'?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Al-Walid berkata, "Aku bertanya
kepada Malik, 'Apakah memang demikian dia (Ja'far ibnu Muhammad) menceritakannya kepadamu,
yakni wattakhizu? Ia menjawab, "Ya."

Demikianlah yang disebutkan di dalam riwayat terakhir ini.

Sanad hadis ini berpredikat garib, tetapi Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Al-Walid ibnu
Muslim dengan makna yang semisal.

Imam Bukhari mengatakan dalam bab tafsir firman-Nya: Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim
tempat salat. (Al-Baqarah: 125) Masabah artinya tempat berkumpul bagi mereka, setelah itu mereka
kembali (ke negerinya masing-masing).

‫ يَا‬:‫ت‬ ُ ‫ قُ ْل‬،‫ث‬ ٍ ‫ َأوْ َوافَقَنِي َربِّي فِي ثَاَل‬،‫ث‬ ٍ ‫وافقت َربِّي فِي ثَاَل‬ ُ ِ ‫ال ُع َم ُر بْنُ ْال َخطَّا‬
‫ب‬ َ َ‫ ق‬:‫ قَا َل‬.‫ك‬ ِ ‫ ع َْن َأن‬،‫ ع َْن ُح َم ْي ٍد‬،‫ َح َّدثَنَا يَحْ يَى‬،‫َح َّدثَنَا ُمس َّدد‬
ٍ ِ‫َس ب ِْن َمال‬
ْ‫ فَلَو‬،ُ‫اجر‬ ِ َ‫ يَا َرسُو َل هَّللا ِ يَ ْد ُخ ُل َعلَ ْيكَ ْالبَرُّ َو ْالف‬:‫ت‬ ُ ‫صلًّى َوقُ ْل‬َ ‫ َواتَّ ِخ ُذوا ِم ْن َمقَ ِام ِإب َْرا ِهي َم ُم‬:‫ت‬ ْ َ‫صلًّى؟ فَنَ َزل‬
َ ‫خَذتَ ِم ْن َمقَ ِام ِإب َْرا ِهي َم ُم‬ ْ َّ‫ لَ ِو ات‬،ِ ‫َرسُو َل هَّللا‬
:‫ت‬ ُ ‫ت َعلَ ْي ِه َّن فَقُ ْل‬
ُ ‫ فَ َد َخ ْل‬،‫ْض نِ َساِئ ِه‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بَع‬
َ ‫ َوبَلَ َغنِي ُم َعاتبة النَّبِ ِّي‬:‫ال‬ َ َ‫ َوق‬.‫ب‬ ِ ‫ب؟ فََأ ْنزَ َل هَّللا ُ آيَةَ ْال ِح َجا‬ lِ ‫َأ َمرْ تَ ُأ َّمهَا‬
ِ ‫ت ْال ُمْؤ ِمنِينَ بِ ْال ِح َجا‬
!‫ َأ َما فِي َرسُو ِل هَّللا ِ َما يَ ِعظُ نِ َسا َءهُ َحتَّى تَعظهن َأ ْنتَ ؟‬،ُ‫ يَا ُع َمر‬:‫ت‬ ْ َ‫ فَقَال‬،‫ْت ِإحْ دَى نِ َساِئ ِه‬ ُ ‫ َحتَّى َأتَي‬،‫ِإ ِن ا ْنتَهَ ْيتُ َّن َأوْ ليبدلَن هَّللا ُ َرسُولَهُ َخ ْيرًا ِم ْن ُك َّن‬
]5 :‫ َع َسى َربُّهُ ِإ ْن طَلَّقَ ُك َّن َأ ْن يُ ْب ِدلَهُ َأ ْز َواجًا َخ ْيرًا ِم ْن ُك َّن اآْل يَةَ [التَّحْ ِر ِيم‬:ُ ‫ فََأ ْنزَ َل هَّللا‬.

Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Humaid, dari
Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Umar pernah berkata: Aku bersesuaian dengan Tuhanku, atau
Tuhanku bersesuaian denganku dalam tiga perkara. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sekiranya engkau
menjadikan sebagian maqam Ibrahim tempat salat." Maka turunlah firman-Nya, "Dan jadikanlah
sebagian maqam Ibrahim tempat salat" (Al-Baqarah: 125). Aku berkata, "Wahai Rasulullah, orang yang
masuk menemuimu ada yang baik dan ada yang fajir (durhaka), sekiranya engkau perintahkan kepada
Ummahatul Mu-minin untuk memakai hijab." Maka Allah Swt. menurunkan ayat hijab. Umar
melanjutkan kisahnya, "Telah sampai kepadaku berita celaan Nabi Saw. terhadap salah seorang istrinya,
maka aku masuk menemui mereka (istri-istri Nabi Saw.) dan kukatakan kepada mereka, 'Berhentilah
kalian dari tuntutan kalian atau Allah benar-benar akan memberikan ganti kepada Rasul-Nya wanita-
wanita yang lebih baik daripada kalian,' hingga sampailah aku pada salah seorang istrinya yang
mengatakan, 'Hai Umar, adapun Rasulullah Saw., beliau belum pernah menasihati istri-istrinya hingga
engkau sendirilah yang menasihati mereka.' Maka Allah menurunkan firman-Nya, -Jika Nabi
menceraikan kalian, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih
baik daripada kalian yang patuh' (At-Tahrim: 5), hingga akhir ayat."

Ibnu Abu Maryam mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayyub, telah menceritakan
kepadaku Humaid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Anas menceritakan sebuah hadis dari
Umar r.a.

Demikianlah menurut konteks yang diketengahkan oleh Imam Bukhari dalam bab ini, dan ia men-ta'liq-
kan jalur yang kedua dari gurunya (yaitu Sa'id ibnul Hakam yang dikenal dengan nama Ibnu Abu Maryam
Al-Masri).

Imam Bukhari menyendiri dalam periwayatan hadis ini dari gurunya di kalangan pemilik kitab-kitab
Sittah. Sedangkan yang lainnya meriwayatkan hadis ini dari guru Imam Bukhari melalui perantara.
Tujuan Imam Bukhari men-ta'liq hadis ini ialah untuk menjelaskan ittisal (hubungan) sanad hadis ini, dan
sesungguhnya dia tidak meng-isnad-kan hadis ini mengingat Yahya ibnu Abu Ayyub Al-Gafiqi orangnya
masih mengandung sesuatu cela; menurut Imam Ahmad, hafalannya lemah.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami
Hamid, dari Anas yang mengatakan bahwa Umar pernah berkata: Aku bersesuaian dengan Tuhanku
dalam tiga perkara. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, sekiranya engkau menjadikan sebagian maqam
Ibrahim tempat salat" Maka turunlah firman-Nya, "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat
salat (Al-Baqarah: 125). Dan aku berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang yang masuk
menemui istri-istrimu ada orang yang takwa dan ada pula orang yang fasik, maka sekiranya engkau
memerintahkan mereka memakai hijab." Lalu turunlah ayat hijab. Dan semua istri Rasulullah Saw.
berkumpul menemuinya dalam masalah cemburu, maka aku berkata kepada mereka, "Jika Nabi
menceraikan kalian, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih
baik daripada kalian." Maka ternyata turunlah ayat yang berbunyi demikian.

Kemudian hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Yahya dan Ibnu Abu Addi yang kedua-duanya
menerima hadis ini dari Humaid, dari Anas, dari Umar r.a. Disebutkan bahwa Umar pernah mengatakan,
"Aku bersesuaian dengan Rabbku dalam tiga perkara, atau Rabb-ku bersesuaian denganku dalam tiga
perkara." Kemudian ia menuturkan hadis ini.
Imam Bukhari meriwayatkannya melalui Umar dan Ibnu Aun; Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui
Ahmad ibnu Mani', Imam Nasai meriwayatkannya melalui Ya'qub ibnu Ibrahim Ad-Daruqi, dan Ibnu
Majah meriwayatkannya dari Muhammad ibnus Sabah; semuanya dari Hasyim ibnu Basyir dengan lafaz
yang sama.

Imam Turmuzi meriwayatkannya pula dari Abdu ibnu Humaid, dari Hajjaj ibnu Minhal, dari Hammad
ibnu Salamah; dan Imam Nasai meriwayatkannya dari Hanad, dari Yahya ibnu Abu Zaidah; keduanya
menerimanya dari Humaid (yaitu Ibnu Tairawih At-Tawil) dengan lafaz yang sama.

Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

Imam Ali ibnul Madini meriwayatkannya dari Yazid ibnu Zurai', dari Humaid dengan lafaz yang sama; dia
mengatakan bahwa hadis ini termasuk sahih, dia (Imam Ali ibnul Madini) orang Basrah.

Imam Muslim ibnu Hajjaj meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya dengan sanad dan lafaz yang lain.

‫ فِي‬:‫ث‬ ٍ ‫ت َربِّي فِي ثَاَل‬ ُ ‫ َوافَ ْق‬:‫ال‬َ َ‫ ق‬،‫ ع َْن ُع َم َر‬،‫ ع َِن اب ِْن ُع َم َر‬،‫ ع َْن نَافِ ٍع‬l،‫ ع َْن ُج َوي ِْريَةَ ب ِْن َأ ْس َما َء‬،‫ َأ ْخبَ َرنَا َس ِعي ُد بْنُ عَا ِم ٍر‬،‫َح َّدثَنَا ُع ْقبَةُ بْنُ ُم ْك َرم‬
‫ َوفِي َمقَ ِام ِإ ْب َرا ِهي َم‬،‫ارى بَ ْد ٍر‬ َ ‫ َوفِي ُأ َس‬l،‫ب‬ ِ ‫ْال ِح َجا‬

Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Makram, telah menceritakan kepada
kami Sa'id ibnu Amir, dari Juwairiyah binti Asma', dari Nafi- dari Ibnu Umar, dari Umar r.a., bahwa Umar
pernah mengatakan: Aku bersesuaian dengan Tuhanku dalam tiga perkara, yaitu dalam masalah hijab,
dalam masalah tawanan Perang Badar, dan dalam masalah maqam Ibrahim.

Abu Hatim Ar-Razi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Ansari,
telah menceritakan kepada kami Humaid At-Tawil, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Umar
ibnul Khattab r.a. pernah berkata: -Tuhanku bersesuaian denganku dalam tiga perkara, atau aku
bersesuaian dengan Tuhanku dalam tiga perkara. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, sekiranya engkau
menjadikan sebagian maqam Ibrahim tempal salat.? Maka turunlah fiman-Nya, "Dan jadikanlah
sebagian maqam Ibrahim tempat salat" (Al-Baqarah: 125). Aku berkata, "Wahai Rasulullah, sekiranya
engkau menjadikan hijab buat istri-istrimu. Maka turunlah ayat hijab. Dan yang ketiga ialah ketika
Abdullah ibnu Ubay mati, Rasulullah Saw. datang untuk menyalatkan (jenazah)nya, maka aku berkata,
"Wahai Rasulullah, apakah engkau salatkan orang kafir lagi munafik ini!" Nabi Saw. bersabda, "Diamlah
kamu, hai Ibnul Khatab." Maka turunlah firman-Nya, "Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan
(jenazah) orang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya" (At-Taubah: 84).

Sanad asar ini berpredikat sahih. Tidak ada pertentangan di antara asar ini dan asar sebelumnya, bahkan
semuanya sahih. Dan apabila majhum 'adad bertentangan dengan mantuq, maka majhum 'adad lebih
diprioritaskan atasnya.

Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadanya Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Jabir:
-Bahwa Rasulullah Saw. berlari kecil sebanyak tiga kali putaran dan berjalan biasa sebanyak empat kali
putaran. Setelah beliau menyelesaikan (tawafnya), lalu beliau menuju ke maqam Ibrahim dan salat dua
rakaat di belakangnya. Setelah itu beliau membacakan firman-Nya, "Dan jadikanlah sebagian maqam
Ibrahim tempat salat" (Al-Baqarah: 125).

ُ ‫صلَّى هَّللا‬َ ِ ‫ ا ْستَلَ َم َرسُو ُل هَّللا‬:‫ال‬ َ َ‫ ع َْن َجابِ ٍر ق‬،‫ َح َّدثَنَا َج ْعفَ ُر بْنُ ُم َح َّم ٍد ع َْن َأبِي ِه‬،‫ َح َّدثَنَا يُوسُفُ بْنُ َس ْل َمانَ َح َّدثَنَا َحاتِ ُم بْنُ ِإ ْس َما ِعي َل‬:‫ير‬ ٍ ‫ال ابْنُ َج ِر‬ َ َ‫ق‬
،‫ت‬ ْ ْ
ِ ‫صلى فَ َج َع َل ال َمقَا َم بَ ْينَهُ َوبَ ْينَ البَ ْي‬ ً ّ ُ ‫َأ‬ ُ ‫َأ‬ ً َّ
َ ‫ َواتَّ ِخذوا ِم ْن َمقَ ِام ِإ ْب َرا ِهي َم ُم‬: ‫ فَقَ َر‬،‫ ث َّم تَقَ َّد ُم ِإلَى َمقَ ِام ِإ ْب َرا ِهي َم‬،‫ َو َمشَى رْ بَعًا‬،‫ فَرْ َم َل ثَاَل ثا‬، َ‫َعلَ ْي ِه َو َسل َم الرُّ ْكن‬
ْ
‫صلى َرك َعتَي ِْن‬ َّ َ
َ ‫ف‬.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Sulaiman, telah menceritakan
kepada kami Hatim ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya,
dari Jabir yang mengatakan: Rasulullah Saw. mengusap rukun, lalu berlari kecil sebanyak tiga kali
(putaran) dan berjalan biasa sebanyak empat kali (putaran). Kemudian beliau menuju ke maqam Ibrahim
dan membacakan firman-Nya, "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat" (Al-Baqarah:
125). Maka beliau menjadikan posisi maqam berada di antara diri beliau dan Baitullah, lalu beliau salat
dua rakaat.

Hadis ini merupakan cuplikan dari sebuah hadis yang panjang, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di
dalam kitab sahihnya melalui hadis Hatim ibnu Ismail.

Imam Bukhari meriwayatkan berikut sanadnya melalui Amr ibnu Dinar yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Ibnu Umar menceritakan, "Rasulullah Saw. tiba (di Mekah), lalu melakukan tawaf di
Baitullah sebanyak tujuh kali putaran dan salat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim."
Semua yang disebutkan di atas termasuk dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan maqam
Ibrahim adalah sebuah batu yang pernah dijadikan sebagai tangga tempat berdiri Nabi Ibrahim a.s.
ketika membangun Ka'bah. Ketika tembok Ka'bah makin tinggi, maka Ismail datang membawa batu
tersebut agar Nabi Ibrahim berdiri di atasnya, sedangkan Nabi Ismail mengambilkan batu-batu untuk
tembok Ka'bah, lalu diberikan kepadanya, dan Nabi Ibrahim memasang batu-batuan tersebut dengan
tangannya untuk meninggikan bangunan Ka'bah. Manakala telah rampung dari satu sisi, maka batu itu
dipindahkan oleh Nabi Ismail ke sisi berikutnya; demikianlah seterusnya hingga semua tembok Ka'bah
selesai dibangun, seperti yang akan dijelaskan nanti dalam kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
membangun Ka'bah, melalui riwayat Ibnu Abbas yang hadisnya berada pada Imam Bukhari.

Jejak bekas kedua telapak kaki Nabi Ibrahim tampak jelas pada batu tersebut, hal ini masih tetap
terkenal; orang-orang Arab di zaman Jahiliah mengetahuinya. Karena itulah Abu Talib pernah
mengatakan dalam salah satu qasidah lamiyahnya, yang antara lain disebutkan:

ْ ‫َو َموْ ِطُئ ِإ ْب َرا ِهي َم فِي الص َّْخ ِر َر‬


‫ َعلَى قَ َد َم ْي ِه َحافِيًا َغي َْر نَا ِع ِل‬ ... ٌ‫طبَة‬

Tempat berpijak Nabi Ibrahim di batu besar itu masih basah; ia berdiri di atasnya pada kedua telapak
kakinya tanpa memakai terompah.

Kaum muslim masih sempat menjumpainya pula, seperti yang dikatakan oleh Abdullah ibnu Wahb, telah
menceritakan kepadaku Yunus ibnu Yazid, dari Ibnu Syihab, bahwa Anas ibnu Malik pernah
menceritakan kepada mereka kisah berikut. Ia berkata, "Aku pernah melihat maqam Ibrahim, padanya
masih ada jejak bekas jari-jari kaki Nabi Ibrahim a.s., juga bekas kedua telapak kakinya, hanya sudah
pudar karena banyak diusap oleh orang-orang dengan tangan-tangan mereka.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Mu'az, telah menceritakan kepada
kami Yazid ibnu Zurai telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan takwil
firman-Nya: Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125) Sesungguhnya
mereka hanya diperintahkan untuk melakukan salat di dekatnya, tidak diperintahkan mengusapnya.
Akan tetapi, umat ini telah memaksakan diri melakukan sesuatu hal seperti yang pernah dilakukan oleh
umat-umat sebelumnya. Pernah dikisahkan kepada kami oleh orang yang melihat jejak bekas telapak
kaki dan jari-jarinya masih tetap ada pada batu tersebut. Akan tetapi, umat ini masih terus mengusap-
usapnya hingga jejak tersebut pudar dan terhapus.
Menurut kami, pada mulanya (yakni di masa silam) maqam Ibrahim ini menempel pada dinding Ka'bah,
tempatnya berada di sebelah pintu Ka'bah (Multazam) yang berada di dekat Hajar Aswad. Tepatnya
tempat maqam Ibrahim tersebut berada di sebelah kanan pintu Ka'bah bagi orang yang hendak
memasukinya, yaitu di salah satu bagian yang terpisah. Ketika Nabi Ibrahim a.s. selesai membangun
Baitullah, ia meletakkan (menempelkan) batu tersebut pada dinding Ka'bah. Atau setelah menyelesaikan
pembangunannya beliau tinggalkan batu tersebut di tempat beliau menyelesaikannya. Karena itu -hanya
Allah Yang lebih mengetahui-, diperintahkan melakukan salat di tempat itu bila seseorang telah selesai
dari tawaf. Hal ini secara kebetulan tepat berada di dekat maqam Ibrahim, ketika beliau selesai dari
membangun Ka'bah.

Sesungguhnya orang yang menjauhkannya dari Ka'bah adalah Amirul Mu-minin Umar ibnul Khattab r.a.,
salah seorang imam yang mendapat petunjuk dan salah seorang Khulafaur Rasyidin yang kita semua
diperintahkan untuk mengikuti jejak mereka. Umar r.a. adalah salah seorang di antara dua orang lelaki
yang pernah dikatakan oleh Rasulullah Saw. dalam salah satu sabdanya, yaitu:

-‫ا ْقتَدَوْ ا ِباللَّ َذ ْي ِن ِم ْن بَ ْع ِدي َأبِي بَ ْك ٍر َو ُع َم َر‬-

Ikutilah oleh kalian dua orang yang sesudahnya, yaitu Abu Bakar dan Umar.

Dia adalah orang yang Al-Qur'an diturunkan bersesuaian dengan idenya menganjurkan melakukan salat
di dekat maqam Ibrahim. Karena itu, tiada seorang pun di antara para sahabat yang memprotes
perbuatannya (menjauhkan maqam Ibrahim dari dinding Ka'bah).

Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ata dan lain-lainnya dari
kalangan teman-teman kami bahwa orang yang mula-mula memindahkan maqam Ibrahim adalah Umar
ibnul Khattab r.a.

Abdur Razzaq meriwayatkan pula dari Ma'mar, dari Humaid Al-A'raj, dari Mujahid yang mengatakan
bahwa orang yang mula-mula memindahkan maqam Ibrahim hingga ke tempatnya sekarang adalah
Umar ibnul Khattab r.a.

Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad ibnu Ali ibnul Husain Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abul Husain ibnul Fadl Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Al-Qadi Abu Bakar Ahmad ibnu
Kamil, telah menceritakan kepada kami Abu Ismail Muhammad ibnu Ismail As-Sulami, telah
menceritakan kepada kami Abu Sabit, telah menceritakan kepada kami Ad-Darawardi, dari Hisyam ibnu
Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah r.a. yang mengatakan: Bahwa maqam (Ibrahim) dahulu di masa
Rasulullah Saw. dan masa Abu Bakar r.a. menempel pada (dinding) Ka'bah, kemudian dijauhkan oleh
Umar ibnul Khattab r.a.

Sanad hadis ini berpredikat sahih bersama riwayat-riwayat yang telah disebutkan sebelumnya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Abu Amr Al-Adani yang mengatakan bahwa Sufyan (yakni Ibnu Uyaynah, imam ulama Mekah di
masanya) pernah mengatakan bahwa dahulu di masa Nabi Saw. maqam Ibrahim merupakan bagian dari
dinding Ka'bah, kemudian dipindahkan oleh Umar ke tempatnya yang sekarang setelah Nabi Saw. wafat
dan setelah firman-Nya: Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)

Ibnu Uyaynah mengatakan bahwa banjir telah mengalihkannya setelah dipindahkan oleh Umar dari
tempatnya sekarang, kemudian Umar r.a. mengembalikannya ke tempatnya.

Sufyan mengatakan, "Aku tidak mengetahui berapa jarak antara maqam dan Ka'bah sebelum
dipindahkan oleh Umar. Aku pun tidak mengetahui apakah maqam tadinya menempel atau tidak."

Semua asar yang kami kemukakan ini memperkuat apa yang kami sebutkan sebelumnya.

Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Umar alias
Ahmad ibnu Muhammad ibnu Hakim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Wahhab
ibnu Abu Tamam, telah menceritakan kepada kami Adam alias Ibnu Abu Iyas di dalam kitab tafsirnya,
telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Ibrahim ibnul Muhajir, dari Mujahid yang mengatakan
bahwa Umar ibnul Khattab pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sekiranya kita salat di belakang maqam
Ibrahim." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat.
(Al-Baqarah: 125) Pada awalnya maqam Ibrahim berada di dekat Ka'bah, kemudian dipindahkan oleh
Rasulullah Saw. ke tempatnya yang sekarang. Mujahid mengatakan, tersebutlah bahwa Umar r.a.
mempunyai suatu ide. Maka turunlah ayat Al-Qur'an yang sependapat dengannya.
Asar ini berpredikat mursal dari Mujahid, tetapi asar ini berbeda dengan apa yang telah disebutkan
dalam riwayat Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Humaid Al-A'raj, dari Mujahid yang menyebutkan bahwa
orang yang mula-mula memindahkan maqam Ibrahim ke tempatnya sekarang adalah Umar ibnul
Khattab r.a. Akan tetapi, riwayat ini lebih sahih daripada jalur Ibnu Murdawaih, bila riwayat terakhir ini
dikuatkan oleh riwayat-riwayat sebelumnya.

tafsir jalalain ayat 126

Dan ketika Ibrahim berdoa, "Ya Tuhanku! Jadikanlah ini) maksudnya tempat ini (sebagai suatu negeri
yang aman). Doanya dikabulkan Allah sehingga negeri Mekah dijadikan sebagai suatu negeri yang suci,
darah manusia tidak boleh ditumpahkan, seorang pun tidak boleh dianiaya, tidak boleh pula diburu
binatang buruannya dan dicabut rumputnya. (Dan berilah penduduknya rezeki berupa buah-buahan)
dan ini juga sudah menjadi kenyataan dengan diangkutnya berbagai macam buah-buahan dari negeri
Syam melalui orang-orang yang hendak tawaf sekalipun tanahnya merupakan suatu tempat yang tandus
tanpa air dan tumbuh-tumbuhan (yakni yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari akhir")
merupakan 'badal' atau kalimat pengganti bagi 'penduduknya' yang dikhususkan dengan doa, sesuai
dengan firman-Nya, "Dan janji-Ku ini tidaklah mencapai orang-orang yang aniaya." (Firman Allah, "Dan)
Aku beri mereka pula (orang-orang kafir lalu Aku beri kesenangan sedikit) atau sementara, yakni selama
hidup di dunia dengan rezeki, dibaca 'fa-umatti`uhu', yakni dengan tasydid. (Kemudian Aku paksa ia) di
akhirat kelak (menjalani siksa neraka) sehingga tidak mendapatkan jalan keluar (dan itulah seburuk-
buruk tempat kembali").

tafsir jalalain 127

(Dan) ingatlah (ketika Ibrahim meninggikan sendi-sendi) dasar-dasar atau dinding-dinding (Baitullah)
maksudnya membinanya yang dapat dipahami dari kata 'meninggikan' tadi (beserta Ismail) `athaf atau
dihubungkan kepada Ibrahim sambil keduanya berdoa, ("Ya Tuhan kami! Terimalah dari kami) amal kami
membina ini, (sesungguhnya Engkau Maha Mendengar) akan permohonan kami (lagi Maha Mengetahui)
akan perbuatan kami.

Tafsir jalalain 128

(Ya Tuhan kami! Jadikanlah kami berdua ini orang yang patuh) dan tunduk (kepada-Mu dan) jadikanlah
pula (di antara keturunan kami) maksudnya anak cucu kami (umat) atau golongan (yang patuh kepada-
Mu). 'Min' menyatakan 'sebagian' dan diajukan mereka demikian karena firman Allah yang lalu, 'Dan
janji-Ku ini tidak mencapai orang-orang yang aniaya.' (Dan tunjukkanlah kepada kami) ajarkanlah kepada
kami (syariat ibadah haji kami) maksudnya cara-cara dan tempat-tempatnya (dan terimalah tobat kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang). Mereka bertobat kepada Allah
padahal mereka maksum atau terpelihara dari dosa, disebabkan kerendahan hati mereka dan sebagai
pelajaran bagi anak cucu mereka.

Anda mungkin juga menyukai