Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

SURVEI JENTIK NYAMUK

Disusun oleh :

Rizky Regia Triseynesya 1815136

Pembimbing :

dr. Dani, M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

2020

1
DAFTAR ISI
Halaman

JUDUL ---------------------------------------------------------------------------------------1

DAFTAR ISI --------------------------------------------------------------------------------2

BAB I PENDAHULUAN -----------------------------------------------------------------3

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA -------------------------------------------------------4

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) -------------------------------------------5

2.1.1 Definisi DBD --------------------------------------------------------5

2.1.2Insidensi DBD -------------------------------------------------------6

2.1.3 Penyebab DBD ------------------------------------------------------7

2.1.4 Morfologi Aedes aegypti ------------------------------------------8

2.1.5 Siklus Hidup ---------------------------------------------------------8

2.2 Mekanisme Penularan -------------------------------------------------------12

2.3 Pemberantasan Habitat Jentik Nyamuk ------------------------------------13

2.3.1 Pengendalian Secara Biologis------------------------------------13

2.3.2 Pengendalian Secara Kimiawi -----------------------------------13

2.3.3 Pengendalian Secara Lingkungan dengan 3M Plus------------14

2.3.4 Kontainer-----------------------------------------------------------15

2.4 Kegiatan Pengendalian Vektor ---------------------------------------------16

2.5 Survei Jentik Nyamuk -------------------------------------------------------18

BAB III – KESIMPULAN --------------------------------------------------------------21

DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------------------22

2
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
(”mosquito borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah
tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis,
undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue
(DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue
shock syndrome/DSS).

Pada tahun 2017 terdapat 30 provinsi dengan angka kesakitan kurang dari
49 per 100.000 penduduk yang mengalami peningkatan jumlahnya jika
dibandingkan dengan 2016 yaitu 10 provinsi dengan angka kesakitan kurang dari
49 per 100.000 penduduk.Provinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi yaitu
Bali sebesar 105,95 per 100.000 penduduk, selanjutnya Kalimantan Timur sebesar
62,57 per 100.000 penduduk dan angka kesakitan Kalimantan Barat sebesar 52,61
per 100.000 penduduk.

Nyamuk seringkali berkembang biak di tempat penampungan air seperti bak


mandi, tempayan, drum, barang bekas, pot tanaman air dan lain sebagainya. Oleh
karena itu, untuk mengantisipasi segala dampak yang bisa ditimbulkan nyamuk,
masyarakat umum perlu mengetahui jenis, kehidupan, permasalahan yang
disebabkan oleh nyamuk bahkan pengetahuan mengenai kepadatan jentik nyamuk
sebagai langkah awal pencegahan terhadap dampak buruk akibat serangga
(khususnya nyamuk) bagi kesehatan.

Kegiatan pemantauan jentik nyamuk untuk mengetahui kepadatan jentik


merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan guna menurunkan kejadian
penyakit yang disebabkan oleh nyamuk. Dengan berbekal pengetahuan inilah
masyarakat secara mandiri dapat melakukan upaya pengendalian jentik nyamuk.
Terdapat beberapa indikator yang mengindikasikan suatu kepadatan jentik nyamuk.

3
Indikator-indikator tersebut antara lain House Index (HI), Kontainer Index (CI) dan
Breteau Index (BI).

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)


2.1.1. Definisi DBD

Demam Dengue adalah demam akut yang diikuti oleh dua atau lebih
dari gejala berikut : nyeri retro-orbital, nyeri kepala, rash, mialgia, atralgia,
leukopenia atau manifestasi perdarahan (tes toniquet positif, petekie, purpura
atau ekimosis, epistaksis, gusi berdarah, darah dalam muntah, urine atau
feses, serta perdarahan vagina yang tidak termasuk dalam kriteria DBD.
Anoreksia, mual, muntah yang terus-menerus, nyeri perut bisa ditemukan
tetapi bukan merupakan kriteria DD.

Demam berdarah adalah demam akut yang didefinisikan oleh adanya


demam disertai dua atau lebih manifestasi berikut :
1. Demam yang berlangsung 2-7 hari
2. Bukti pendarahan atau tes touniquet positif
3. Trombositopenia (≤100,000 sel per mm3)
4. Bukti kebocoran plasma yang ditunjukkan oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit ≥20% di atas rata-rata atau penurunan
hematokrit ≥ 20% dari awal setelah pemberian terapi penggantian
cairan) efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.1

5
2.1.2. Insidensi DBD

Pada tahun 2017 terdapat 30 provinsi dengan angka kesakitan kurang


dari 49 per 100.000 penduduk yang mengalami peningkatan jumlahnya jika
dibandingkan dengan 2016 yaitu 10 provinsi dengan angka kesakitan kurang
dari 49 per 100.000 penduduk.

Provinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi yaitu Bali sebesar


105,95 per 100.000 penduduk, selanjutnya Kalimantan Timur sebesar 62,57
per 100.000 penduduk dan angka kesakitan Kalimantan Barat sebesar 52,61
per 100.000 penduduk.

Angka kesakitan provinsi Bali menurun hampir 5 kali lipat


dibandingkan tahun 2016 yakni 515,90 per 100.000 penduduk menjadi
105,95 per 100.000 penduduk pada tahun 2017. Provinsi Kalimantan timur
juga mengalami penurunan dari 305,95 per 100.000 penduduk menjadi 62,57
per 100.000 penduduk pada tahun 2017. Sedangkan provinsi Kalimantan
Barat mengalami peningkatan dari 12,09 per 100.000 penduduk pada 2016
menjadi 52,61 per 100.000 penduduk pada tahun 2017.

Sebagian besar provinsi lainnya juga mengalami penurunan angka


kesakitan. Ada 4 provinsi pada tahun 2017 yang tidak memenuhi target IR
DBD < 49 per 100.000 penduduk yaitu Aceh, Kalimantan Timur, Kalimantan
Barat dan Bali.

6
2.1.3. Penyebab DBD
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae
dengan ukuran 50 nm dan mengandung RNA rantai tunggal. 8 Hingga saat ini
dikenal empat serotipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4.
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya.
Aedes aegypty merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping
spesies lainnya seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis yang
merupakan vektor sekunder dan epidemi yang ditimbulkannya tidak seberat
yang diakibatkan Aedes aegypty.

7
2.1.4. Morfologi Aedes Aegypti
Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Phylum :Arthropoda
Subphylum : Uniramia
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Subordo : Nematosera
Familia : Culicidae
Sub family : Culicinae
Tribus : Culicini
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti

2.1.5. Siklus Hidup


Tempat bertelur nyamuk Aedes aegypti adalah kontainer air buatan
yang berada di lingkungan perumahan yang banyak ditemukan di dalam
rumah dan sekitar lingkungan perkotaan seperti botol minuman, alas pot
bunga, vas bunga, bak mandi, talang air. Selain itu juga sering ditemukan
di lubang pohon, tempurung kelapa dan lainnya.
Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur-larva-
pupa/kepompong-dewasa. Perkembangan Ae. aegypti dari telur sampai
menjadi nyamuk dewasa memakan waktu sekurang-kurangnya sembilan
hari. Telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari.
Selanjutnya, larva berubah menjadi pupa dalam waktu 5 -15 hari.
Stadium pupa biasanya berlangsung dua hari, lalu keluarlah nyamuk
dewasa yang siap mengisap darah dan menularkan DBD. Umur nyamuk
dewasa umumnya 2-3 minggu saja.

8
a) Telur

Telur Nyamuk Aedes aegypti

Untuk bertelur, nyamuk betina akan mencari tempat seperti


genangan air atau daun pepohonan yang lembab. Telur berwarna
hitam dengan ukuran 0,5-0,8 mm, berbentuk oval yang mengapung
satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada
dinding tempat penampungan air. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik dala waktu 2 hari setelah terendam air. Stadium jentik
umumnya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong berlangsung
antara 2-4 hari. Perkembangan dari telur menjadi nyamuk dewasa
selama 9-10 hari.

9
b) Larva (jentik)

Larva Nyamuk Aedes aegypti


Bagian belakang tubuh Aedes aegypti dilengkapi dengan
semacam pipa panjang hingga menembus permukaan air. Ukuran
larva umumnya 0,5 sampai 1 cm, gerakannya berulang-ulang dari
bawah keatas permukaan air untuk bernafas kemudian turun
kebawah dan seterusnya serta pada waktu istirahat posisinya hampir
tegak lurus dengan permukaan air.
Ciri khas dari larva Aedes aegypti adalah adanya corong udara
pada segmen terakhir, pada corong udara terdapat pecten dan
sepasang rambut serta jumbae akan dijumpai pada corong udara.
Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya yang penting adalah temperatur, cukup atau
tidaknya bahan makanan dan ada tidaknya binatang lain yang
merupakan predator. Mikroorganisme merupakan makana dari larva
Aedes aegypti dengan cara memusarkan air.
c) Pupa

Pupa Nyamuk Aedes aegypti

10
Pada stadium ini, pupa bernafas pada permukaan air dengan
menggunakan dua tanduk kecil yang berada pada prothorax. Pupa
juga sewaktu bahaya dapat menyelam di dalam air. Stadium ini
umumnya berlangsung hingga 5-10 hari, setelah itu akan keluar dari
kepompongnya menjadi nyamuk. Pupa tidak memerlukan makan
dan akan berubah menjadi dewasa dalam 2 hari.
Dalam pertumbuhannya terjadi proses pembentukan sayap,
kaki dan alat kelamin.

d) Nyamuk Dewasa

Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan


atau sari bunga untuk keperluan hidupnya, sedangkan yang betina
mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia
dari pada binatang (bersifat antropofilik). Darah (proteinnya)
diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma
nyamuk jantan, dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan perkembangan telur mulai nyamuk mengisap darah
sampa telur dikeluarkan biasanya antara 3-4 hari. (satu siklus
gonotropik). Usia nyamuk Ae. agypti biasanya 2-4 minggu.
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari.
Aktifitas mengigit biasanya mulai pagi sampai sore hari, dengan 2

11
puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. nyamuk
Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali
dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan
darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular
penyakit.
Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di
dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat
perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan
lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses
pematangan telurnya.

2.2 Mekanisme Penularan

Penyakit DBD hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes


aegypty betina. Nyamuk ini mendapat virus dengue sewaktu
menggigit/menghisap darah orang yang sakit DBD atau yang tidak sakit
DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus dengue (karena orang ini
memiliki kekebalan terhadap virus dengue) orang yang mengandung

12
virus dengue tetapi tidak sakit, dapat pergi kemana-mana dan menularkan
virus itu kepada orang lain di tempat yang ada nyamuk Aedes aegypti.
Virus dengue yang terhisap akan berkembangbiak dan menyebar ke
seluruh tubuh nyamuk termasuk kelenjar liurnya. Bila nyamuk tersebut
menggigit/menghisap darah orang lain, virus itu akan dipindahkan
bersama air liur nyamuk. Bila orang yang ditulari itu tidak memiliki
kekebalan (umumnya anak-anak), ia akan segera menderita DBD.
Nyamuk Aedes aegypti yang sudah mengandung virus dengue, seumur
hidupnya dapat menularkan kepada orang lain. Dalam darah manusia,
virus dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu lebih kurang 1
minggu.

2.3 Pemberantasan Habitat Jentik Nyamuk


2.3.1 Pengendalian Secara Biologis
Pengendalian secara biologis yaitu dengan memanfaatkan hewan
atau tumbuhan. Cara yang dianggap paling efektif adalah dengan
memelihara ikan cupang yang dimasukkan ke kolam. Ikan cupang ini bisa
memakan jentik-jentik nyamuk yang ada dalam tempat penampungan air
atau kolam atau menambahkannya dengan bakteri Bacillus thuringiensis.

2.3.2 Pengendalian Secara Kimiawi


Yang kedua adalah secara kimiawi dengan menaburkan bubuk abate
ke tempat penampungan air. Tidak hanya penaburan bubuk abate,
pengendalian juga dapat dilakukkan masyarakat dengan melakukan fogging
atau pengasapan dengan menggunakan malathion dan fenthion yang
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan Aedes aegypti sampai
batas tertentu.

13
2.3.3 Pengendalian Secara Lingkungan dengan 3M Plus
Tujuan dari gerakan ini adalah mengendalikan populasi nyamuk Aedes
aegypti sehingga penularan DBD dapat dicegah dan dikurangi. Kegiatan ini
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, perilaku, dan sikap masyarakat.
Gerakan ini memiliki sasaran semua tempat perkembangbiakan nyamuk
penular DBD meliputi Tempat penampungan air ( TPA) untuk keperluan sehari-
hari, Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA),
dan tempat penampungan air ilmiah.
Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka
Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan
penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M plus meliputi:
a. Menguras tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC, kolam
renang, tempat air minum, lemari es, dan sebagainya sekurang-kurangnya
seminggu sekali.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti gentong
air/tempayan dan lain sebagainya. Namun apabila tetap ditemukan jentik,
maka air harus dikuras dan dapat diisi kembali kemudian ditutup rapat.
c. Menyingkirkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat
menampung air seperti botol plastik, kaleng, ban bekas, dll. Banyak
barang-barang bekas yang dapat digunakan kembali dan bernilai
ekonomis, dengan cara mengolah kembali bahan-bahan media
penampungan air menjadi produk atau barang-barang yang telah
diperbaharui bernilai ekonomis.
Selain itu ditambah dengan cara lainnya (plus) yaitu:
a. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan yang sulit
dibersihkan
b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.
c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon, dan lain-lain
dengan tanah.

14
Membersihkan/mengeringkan tempat-tempat yang dapat menampung air
seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya.
d. Mengeringkan tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan di
pekarangan, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong, dan lain
sebagainya.
e. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk misalnya ikan kepala timah,
ikan gupi, ikan cupang, ikan mujair, dan ikan nila.
f. Memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di rumah
serta menggunakan kelambu juga merupakan upaya pencegahan gigitan
nyamuk demam berdarah.
g. Tidak menggantung pakaian di dalam rumah,nyamuk Aedes aegypti
menggigit pada siang hari di tempat yang agak gelap. Pada malam hari,
nyamuk ini bersembunyi di sela-sela pakaianyang tergantung di dalam
kamar yang gelap dan lembab.
h. Tidur menggunakan kelambu.
i. Mengatur pencahayaan dan ventilasi yang memadai.
j. Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk.

2.3.4 Kontainer
Kontainer adalah semua tempat/wadah yang dapat menampung air yang
mana air didalamnya tidak dapat mengalir ke tempat lain. Dalam container
seringkali ditemukan jentik-jentik nyamuk karena biasanya kontainer digunakan
nyamuk untuk meletakkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti menyukai kontainer
yang menampung air jernih yang tidak langsung berhubungan langsung dengan
tanah dan berada di tempat gelap sebagai tempat perindukan telurnya.
Tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Tempat penampungan air (TPA), yaitu tempat untuk menampung air guna
keperluan sehari–hari seperti tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan
lain–lain.
2. Bukan TPA, seperti tempat minum hewan peliharaan, barang–barang bekas
(ban bekas, kaleng bekas, botol, pecahan piring/gelas), dan vas bunga.

15
3. Tempat penampungan air alami (natural/alamiah) misalnya tempurung
kelapa, lubang di pohon, pelepah daun, lubang batu, potongan bambu, kulit
kerang. Kontainer ini pada umumnya ditemukan diluar rumah.

2.4. Kegiatan Pengendalian Vektor


Kegiatan pengendalian vektor sesuai dengan tingkat administrasi berbeda-beda.
• Pusat
Sesuai dengan Tupoksi Pusat, maka Kegiatan Pengendalian Vektor
(PV) lebih diutamakan pada kegiatan penetapan kebijakan Pengendalian
Vektor, Penyusunan standarisasi, modul juklak juknis, Monitoring dan evaluasi
Pengendalian Vektor Nasional, serta Bimbingan teknis Pengendalian Vektor
Nasional.
• Provinsi
Di tingkat propinsi, kegiatan pengendalian vektor adalah : pelaksanaan
kebijakan nasional pengendalian vektor, merencanakan kebutuhan alat, bahan
dan operasional PV, monev PV, bintek PV ke kabupaten.

• Kabupaten
Otonomi daerah memberikan peran yang lebih luas kepada Kabupaten
untuk secara aktif dan mandiri melakukan kegiatan PV di wilayahnya sesuai
dengan kondisi spesifik lokal daerah. Tugas kabupaten untuk merencanakan
dan mengadakan alat, bahan operasional PV, monev kegiatan PV DBD, bintek
kegiatan PV DBD di Puskesmas.
• Puskesmas
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan bertugas
menjaga kesinambungan kegiatan PV oleh masyarakat di wilayahnya,
menggerakkan peran serta masyarakat melalui kader, tokoh masyarakat, serta
melakukan kegiatan PV secara langsung di masyarakat.
Kegiatan Pengendalian Vektor meliputi Larvasidasi, Fogging,
Pemantauan Jentik.

16
I. Larvasidasi
Larvasidasi adalah pengendalian larva (jentik) nyamuk dengan pemberian
insektisida yang bertujuan untuk membunuh larva tersebut. Pemberianlarvasida
ini dapat menelan kepadatan populasi untuk jangka waktu 2 bulan. Jenis
larvasida ada bermacam-macam, diantaranya adalah temephos,piriproksifen,
metopren, dan Bacillus thuringensis.

II. Fogging (pengasapan)


Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan pengasapan menggunakan
insektisida (racun serangga). Melakukan pengasapan saja tidak cukup,
karenadengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Jentik
nyamuktidak mati dengan pengasapan. Selama jentik tidak dibasmi, setiap
hari akanmuncul nyamuk yang baru menetas dari tempat
perkembangbiakannya (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

III. Juru Pemantau Jentik (Jumantik)


Juru Pemantau Jentik (Jumantik) merupakan petugas khusus yang secara
sukarela mau bertanggung jawab untuk melakukan upaya pemantauan jentik
nyamuk DBD Aedes Aegypti di wilayah-wilayah dengan sebelumnya melakukan
pelaporan ke kelurahan atau puskesmas terdekat. Tugas dari Jumantik pada saat
memantau wilayah – wilayah diantaranya :
1. Menyambangi rumah-rumah warga untuk cek jentik.
2. Mengecek tempat penampungan air dan tempat yang dapat tergenang air
bersih apakah ada jentik dan apakah sudah tertutup dengan rapat. Untuk
tempat air yang sulit dikuras diberi bubuk larvasida (abate).
3. Mengecek kolam renang serta kolam ikan agar bebas dari keberadaan jentik
nyamuk.
4. Membasmi keberadaan pakaian/kain yang tergantung di dalam rumah.
Pemantauan jentik nyamuk dilakukan satu kali dalam seminggu, pada waktu
pagi hari,apabila diketemukan jentik nyamuk maka jumantik berhak untuk

17
memberi peringatan kepada pemilik rumah untuk membersihkan atau menguras
agar bersih dari jentik-jentik nyamuk.
Selanjutnya jumantik wajib membuat catatan atau laporan untuk
dilaporkan ke kelurahan atau puskesmas terdekat dan kemudian dari Puskesmas
atau kelurahan dilaporkan ke instansi terkait atau vertikal.
Keberhasilan pemberantasan DBD di Indonesia dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain perilaku penduduk, tenaga kesehatan, sistem
peringatan dini oleh pemerintah, resistensi nyamuk terhadap insektisida, serta
alokasi dana. Dalam perilaku penduduk, sebagian besar penduduk Indonesia
belum menyadari pentingnya memelihara kebersihan lingkungan. Selain
3M+ yang harus dilakukan jumantik, ia juga bertindak sebagai agent of
change dalam hal perilaku hidup bersih dan sehat. Jadi ada pelopor untuk
mencontohkan dan mengingatkan upaya-upaya pencegahan DBD.

2.5 Survei Jentik Nyamuk

Untuk mengetahui kepadatan vektor nyamuk pada suatu tempat,


diperlukan survei jenti nyamuk. Survei ini dapat dilakukan dengan
menggunakan 2 metode, yaitu:
1. Metode Single Larva
Survei ini dilakukan dengan cara mengambil satu jentik disetiap tempat-
tempat yang menampung air yang ditemukan ada jentiknya untuk
selanjutnya dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai jenis jentiknya.
2. Metode Visual
Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya larva di setiap tempat
genangan air tanpa mengambil larvanya.
Alat yang digunakan meliputi senter, alat tulis, dan form survey jentik
nyamuk. Dilakukan pengamatan secara langsung ada tidaknya jentik di
dalam container. Lampu senter digunakan untuk membantu pengamatan di
tempat kurang cahaya, dan tunggu beberapa saat apakah ada jentik terlihat.

18
Kemudian dihitung jumlah total tempat penampungan air dan jumlah tempat
penampungan air yang positif jentik.

Setelah dilakukan survei dengan metode diatas, pada survei jentik nyamuk
Aedes aegypti akan dilanjutkan dengan pemeriksaan kepadatan jentik dengan
ukuran sebagai berikut:

a. House Index
House index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah
yang diperiksa. House Index salah satu indikator yang paling sering
digunakan untuk surveilans vektor. Nilai HI menunjukkan banyaknya
rumah yang positif terdapat jentik di suatu daerah. Oleh karena itu, perlu
ada upaya untuk menekan angka HI di suatu daerah guna memutus rantai
penularan virus dengue yang dapat mengakibatkan tingginya kejadian
penyakit DBD

Jumlah rumah yang positif jentik


HI = X 100 %
Jumlah rumah yang diperiksa

b. Container Index

Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari
seluruh kontainer yang diperiksa

Jumlah kontainer yang positif jentik


CI = X 100 %
Jumlah kontainer yang diperiksa

19
c. Breteu Index
Breteu Index (BI) adalah jumlah kontainer dengan larva dalam seratus
rumah.
Jumlah kontainer yang positif jentik
BI = X 100 %
100 rumah yang diperiksa

d. Density Figure
Density figure (DF) adalah kepadatan jentik Aedes aegypti yang
merupakan gabungan dari HI, container index (CI) dan bretetu index (BI)
yang dinyatakan dengan skala 1-9 seperti tabel menurut WHO Tahun 1972 di
bawah ini:

Tabel 2.1 Density figure nyamuk Aedes aegypti

Keterangan Tabel :
DF = 1 = kepadatan rendah
DF = 2-5 = kepadatan sedang
DF = 6-9 = kepadatan tinggi.

Berdasarkan hasil survei larva dapat ditentukan Density Figure.


Density Figure ditentukan setelah menghitung hasil HI, CI, BI kemudian
dibandingkan dengan tabel Larva Index. Apabila angka DF kurang dari 1
menunjukan risiko penularan rendah, 1-5 resiko penularan sedang dan diatas 5
risiko penularan tinggi.

20
BAB III
SIMPULAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue


Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan
darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
Tempat bertelur nyamuk Aedes aegypti adalah kontainer air buatan yang
berada di lingkungan perumahan yang banyak ditemukan di dalam rumah dan
sekitar lingkungan perkotaan seperti botol minuman, alas pot bunga, vas bunga, bak
mandi, talang air. Selain itu juga sering ditemukan di lubang pohon, tempurung
kelapa dan lainnya.
Insidensi kejadian DBD di Indonesia sudah mulai menurun dibandingkan
tahun 2016 dikarenakan pengetahuan masyarakat yang lebih tentang penyakit
tersebut dan vector yang menyebebkannya.Penurunan Insidensi kesakitan pada
Indonesia dapat terjadi karena perilaku dari masyarakat itu sendiri dengan memutus
siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dengan cara 3M Plus, Larvasida, Fogging, dan
Pemantauan Jentik.
Indikator untuk surveilans vector meliputi house index, breteu index,
container index, dan density figure. House index merupakan indikator yang paling
sering digunakan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive Guidelines
for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever:
Revised and expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60.
India
2. Kementerian Kesehatan RI. 2017. Situasi Penyakit Demam Berdarah di
Indonesia di tahun 2017, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
3. Departemen Kesehatan RI. 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue
di Indonesia. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.Profis kesehatan
Indonesia.
4. World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis,
treatment, prevention and control. New Edition 2009.
5. Kementerian Kesehatan RI. 2012. Petunjuk Teknis Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh Juru
Pemantau Jentik (Jumantik), Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
6. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Petunjuk Teknis Jumantik-PSN Anak
Sekolah. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
7. Robert M. Kliegman, e. Nelson's Textbook of Pediatrics 2oth Edition.
Philadelphia: Elseviers Saunders.
8. WHO. (2011). Comprehensive Guideline for Prevention and Control of
Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.

22

Anda mungkin juga menyukai