Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PRAKTIKUM

KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN III
REAKSI OKSIDASI ALKHOHOL (SINTESIS ASETALDEHID)

DISUSUN OLEH:
1. M. Alfian Lutfi (15613156)
2. Khairul Rizki (15613157)
3. Adnan Muhammad Uno J Hidayat (15613158)
4. Dessy Silvia Kusumawati (15613160)
5. Dinasari Bekti Pratidina (15613161)

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016
PERCOBAAN III

REAKSI OKSIDASI ALKOHOL (SINTESIS ASETALDEHID)

A. Tujuan
1. Mampu menggunakan teori reaksi oksidasi alcohol dalam pembuatan asetaldehid.
B. Dasar Teori

Reaksi oksidasi adalah suatu reaksi yang melepaskan electron atau apabila suatu
molekul memperoleh oksigen atau kehilangan hidrogen maka molekul tersebut telah
mengalami oksidasi (1).

Alkohol adalah salah satu dari sekelompok senyawa organik yang dibentuk dari
hidrokarbon-hidrokarbon oleh pertukaran satu atau lebih gugus hidroksil dengan dengan
atom-atom hidrogen dalam jumlah yang sama. (Dorland, 2002) Alkohol mempunyai
rumus umum R-OH. Strukturnya serupa dengan air, tetapi satu hidrogennya diganti
dengan satu gugus alkil. Gugus fungsi alkohol adalah gugus hidroksil, -OH. Nama
uymum untuk alkohol diturunkan dari gugus alkil yang melekat pada –OH dan kemudian
ditambahkan kata alkohol. Dalam system IUPAC, akhiran –ol menunjukkan adanya
gugus hidroksil (Hart, 1983)

Reaksi-reaksi yang terjadi dalam alkohol antara lain reaksi substitusi, reaksi
eliminasi, reaksi oksidasi dan esterifikasi. Dalam suatu alkohol, semakin panjang rantai
hidrokarbon maka semakin rendah kelarutannya. Bahkan jika cukup panjang sifat
hidrofob ini mengalahkan sifat hidrofil dari gugus hidroksil. Banyaknya gugus hidroksi
dapat memperbesar kelarutan dalam air (Hart. 1990).

Alkohol sendiri terbagi menjadi 3 jenis berdasarkan jumlah karbon yang terikat pada
karbon C-OH, yaitu alkohol primer, sekunder, dan tersier. Alkohol primer merupakan
jenis alcohol yang mempunyai gugus –OH yang terikat pada atom C primer. Alkohol
primer yang mengalami oksidasi akan membentuk suatu aldehid dan jika aldehid
mengalami proses oksidasi kembali maka hasil akhirnya adalah akan membentuk suatu
asam karboksilat. Reaksi oksidasi yang berlanjut itu sendiri dapat dicegah dengan
dilakukan penyulingan menggunakan destilasi. Reaksi antara alkohol dengan zat
oksidator kuat akan membentuk asam karbosilat, dan bukan intermediet aldehida.
Alkohol sekunder merupakan jenis alkohol yang mempunyai gugus –OH yang terikat
pada atom C sekunder ( atom C yang terikat pada atom C lainnya). Alkohol sekunder
yang mengalami oksidasi akan membentuk suatu keton.

Alkohol tersier merupakan jenis alkohol yang mempunyai gugus –OH yang terikat
pada atom C tersier (atom C yang terikat dengan 3 atom C lainnya). Alkohol tersier tidak
dapat dapat mengalami oksidasi karena atom C yang mengikat gugus –OH pada alkohol
tersebut tidak mengikat atom H.

Oksidator yang umum digunakan dalam oksidasi alkohol :

- Larutan panas KMnO4 + OH-.


- Larutan panas CrO3 + H2SO4 (pereaksi Jones). (Hart, 1999)

Asetaldehid merupakan senyawa organik yang terdiri dari satu gugus alkil dan
sekurangnya satu atom hidrogen yang terikat pada karbon karbonilnya. Aldehida lazim
terdapat dalam sistem makhluk hidup. Aldehida memiliki bau yang khas yang dapat
membedakannya dengan keton. Umumnya aldehida berbau merangsang dan keton
berbau harum. Asetaldehid memiliki titik didih sekitar temperature kamar (20oC).
Asetaldehid digunakan sebagai zat antara dalam sintesis asam asetat, anhidra asetat dan
senyawa-senyawa lain dalam industri.

Asetaldehida merupakan salah satu senyawa yang banyak digunakan dalam berbagai
proses industri kimia. Sebagian besar asetaldehida digunakan sebagai bahan baku
pembuatan pentaeritritol dan asam asetat. Pentaeritritol merupakan bahan baku utama
untuk pembuatan alkid resin yang selanjutnya akan menjadi bahan baku utama
pembuatan cat kayu dan cat besi (Anonimous, 1999).
C. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
1. 1 set alat destilasi
2. Bekerglass 25 ml
3. Erlenmeyer
4. Gelas Ukur
5. Icebath
6. Labu alas bulat 50 ml
7. Pipet tetes
8. Tabung reaksi
b. Bahan
1. Aquades
2. Asam Sulfat (p)
3. Batu didih
4. Etanol 96%
5. Larutan Fehling A dan B
6. Larutan Tollens
7. Kalium Bikromat (K2Cr2O7)
D. MEKANISME KERJA
E. CARA KERJA
1. Sintesis Asetaldehid

Dirakit alat-alat destilasi, digunakan labu alas bulat 50 ml untuk yang dipanasi,
dan erlenmeyer untuk menampung destilat (tutup erlenmeyer dengan alumunium
foil untuk mencegah penguapan destilat). Dicek kembali rangkaian alat destilasi,
pastikan telah terpasang dengan baik. Digunakan icebath untuk menempatkan labu
penampung destilat.

Dimasukkan 5 g sikloheksanol ke dalam labu alas bulat 50 ml, ditambahkan


campuran 5,5 ml asam sulfat pekat dengan 2 ml aquadest. Dicampurkan hingga
homogen.

Dimasukkan batu didih dan terakhir ditambahkan etanol pada labu alas bulat.
Segera setelah etanol ditambahkan labu alas bulat segera disambungkan ke
Disambungkan labu alas bulat ke pendingin Liebig. Reaksi akan berjalan pada suhu
pendingin
Didestilasiliebig.
sampel
o uji dalam tabug selama 1 jam.
maksimal
Didapatkan40-60 C. dalam bentuk cairan.
destilat
Dihitung Percent Yield

2. Uji kualitatif asetaldehid

a. Uji Fehling

Dimasukkan 1 (satu) mL hasil sintesis asetaldehid ke dalam tabung reaksi.

Ditambahkan 5 tetes larutan fehling (campuran antara fehling A dan B


perbandingan 1:1)

Diamati perubahan warna yang terjadi.

Dipanaskan beberapa menit hingga mendidih.


Note: Jika terjadi endapan warna menjadi merah bata menandakan positif
aldehid.

b. Uji perak amoniakal

Dimasukkan 1 (satu) mL hasil sintesis asetaldehid ke dalam tabung reaksi.

Ditambahkan 2-4 tetes perak amoniakal kemudian digojog

Note: Jika terjadi endapan cermin perak maka menandakan positif aldehid.
Dipanaskan hingga suhu 70OC.
F. DATA HASIL DAN PERHITUNGAN
I. Data Hasil Percobaan

Kelom Proses Sintesis % rendemen Organoleptik produk


pok asetaldehid
Suhu Volume Durasi (%) Uji Fehling Uji perak
(0C) akhir proses Amoniakal
produk destilasi
(ml) (menit) Kandungan
aldehid
C6 40-70 4,2 30 294,92 (-) (-)
tidak tidak
terbentuk terjadi
endapan perubahan
warna
C7 70 3,6 60 84,278 (+) (+)
terbentuk terbentuk
endapan endapan
merah bata cermin
perak
C8 40-70 1,3 60 91,30 (+) (-) tidak
terbentuk terbentuk
endapan endapan
berwarna cermin
merah bata perak
C9 40 0,5 60 35,818 (-) tidak (-) tidak
terbentuk terbentuk
endapan endapan
merah bata cermin
perak
C10 60 0,5 60 35,11 (+) (+)
terbentuk terbentuk
endapan endapan
merah bata cermin
perak

II. Perhitungan
Diketahui: P C2H5OH = 0, 785 g/ml
Mr C2H5OH = 46 g/mol
Mr K2CrO7 = 894, 185 g/mol
P CH3COH = 0,788 g/ml
Kelompok C6:
C2H5OH + K2Cr2O7 + 4H+  CH3COH + H2O
Mula-mula : 0,1706 mol 0,0255 mol
Bereaksi : 0,0255 mol 0,0255 mol 0,0255 mol
Sisa : 0,1451 mol - 0,0255 mol
 Massa K2Cr2O7 = p C2H5OH x V awal
= 0,785 g/ml x 10 ml = 7,85 g
 Mol C2H5OH = massa C2H5OH : Mr C2H5OH

= 7,85 g : 46 g/mol = 0, 1706 mol

 Mol K2Cr2O7 = massa K2Cr2O7 : Mr K2Cr2O7


= 7,5130 g : 294, 185 g/mol = 0,0255 mol
 Massa produk percobaan = p 3CH3COH x V dihasilkan
= 0, 788 g/ml x 4,2 ml = 3,3096 g
 Massa Produk teoritis = mol CH3COH x Mr CH3COH
= 0,0255 mol x 44 g/mol = 1,1222 g
 % rendemen = massa produk percobaan : massa teoritis x 100%
= 3,3096 g/ml : 1,1222 g x 100 % = 294,92 %
Kelompok C8

C2H5OH + K2Cr2O7 + 4H  CH3COH + H2O

Mula-mula : 0,1706 mol 0,0255 mol


Bereaksi : 0,0255 mol 0,0255 mol 0,0255 mol
Sisa : 0,1451 mol - 0,0255 mol
 Massa C2H5OH = p C2H5OH x V awal
= 0,785 g/ml x 10 ml = 7,85 9
 Mol C2H5OH = massa C2H5OH : Mr C2H5OH
= 7,85 g : 46 g/ml = 0, 1706 mol
 Mol K2CrO7 = massa K2CrO7 : Mr K2CrO7
= 7,5098 g : 294, 185 g/mol = 0,0255 mol
 Massa produk percobaan = p CH3COH x V dihasilkan
= 0, 788 g/ml x 1,3 ml = 1,0244 g
 Massa Produk teoritis = mol CH3COH x Mr CH3COH
= 0,0255 mol x 44 g/mol = 1,1222 g
 % rendemen = massa produk percobaan : massa teoritis x 100%
= 1,0244 g/ml : 1,1222 g x 100 % = 91,30 %
Kelompok C9
C2H5OH + K2Cr2O7 + 4H  3CH3COH + 7H2O
Mula-mula : 0, 1706mol 0,0250 mol
Bereaksi : 0,0250 mol 0,0250 mol 0,0250 mol
Sisa : 0,1456 mol - 0,0250 mol
 Massa C2H5OH = p C2H5OH x V awal
= 0,785 g/ml x 10 ml = 7,85 9
 Mol C2H5OH = massa C2H5OH : Mr C2H5OH
= 7,85 g : 46 g/ml = 0, 1706 mol
 Mol K2CrO7 = massa K2CrO7 : Mr K2CrO7
= 7,5052 g : 294, 185 g/mol = 0,0250 mol
 Massa produk percobaan = p CH3COH x V dihasilkan
= 0, 788 g/ml 0,5 ml = 0,394 g
 Massa Produk teoritis = mol CH3COH x Mr CH3COH
= 0,0250 mol x 44 g/mol = 1,1 g
 % rendemen = massa produk percobaan : massa teoritis x 100%
= 0,394 g/ml : 1,1 g x 100 % = 35,818 %
Kelompok C10
C2H5OH + K2Cr2O7 + 4H  CH3COH + H2O
Mula-mula : 0,1706 mol 0,0255 mol
Bereaksi : 0,0255 mol 0,0255 mol 0,0765 mol
Sisa : 0,1451 mol - 0,0765 mol
 Massa C2H5OH = p C2H5OH x V awal
= 0,785 g/ml x 10 ml = 7,85 9
 Mol C2H5OH = massa C2H5OH : Mr C2H5OH
= 7,85 g : 46 g/ml = 0, 1707 mol
 Mol K2CrO7 = massa K2CrO7 : Mr K2CrO7
= 7,5 g : 294, 185 g/mol = 0,0255 mol
 Massa produk percobaan = p CH3COH x V dihasilkan
= 0, 788 g/ml 3,8 ml = 2,9944 g
 Massa Produk teoritis = mol CH3COH x Mr CH3COH
= 0,0765 mol x 106 g/mol = 8, 109 g
 % rendemen = massa produk percobaan : massa teoritis x 100%
= 0,788 g/ml : 8,109 g x 100 % = 36,93 %
G. PEMBAHASAN
Praktikum kimia organik “Reaksi Oksidasi Alkhohol (Sintesis Asetaldehid) bertujuan
agar praktikan dapat menggunakan teori reaksi oksidasi alkhohol dalam pembuatan
asetaldehid.

Pada praktikum ini, reaksi oksidasi alkohol primer yakni etanol dilakukan dengan
penambahan kalium bikromat (K2Cr2O7 ) dalam suasana asam ( H2SO4), dimana kalium
bikromat nantinya akan bertindak sebagai oksidator dengan mengoksidasi ikatan pada
alkohol menjadi sehingga menjadi aldehid, kemudian H2SO4 selain bertindak sebagai
pemberi suasana asam, juga berperan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi.
Proses sintesis asetaldehid ini menggunakan metode destilasi. Setelah itu dilakukan uji
menggunakan reagen fehling dan perak amoniakal untuk mengetahui apakah destilat
yang telah dihasilkan dari proses destilasi mengandung asetaldehid atau tidak.

Hasil yang diperoleh dalam percobaan Reaksi Oksidasi Alkohol (Sintesis Aspirin) di
dapatkan hasil yang berbeda-beda oleh tiap kelompok praktikan, hal ini dapat terjadi
tentu dipengaruhi beberapa faktor.

Pada kelompok C6 didapatkan hasil terkait dengan percobaan reaksi oksidasi alkohol
yang dilakukan dengan lama durasi destilasi selama 30 menit dan suhu dijaga antara 40
o
C sampai 70 oC mendapatkan persen rendemen 294,97%, kemudian pada pengujian
adanya kandungan asetaldehid di dalam destilat baik pengujian menggunakan reagen
fehling dan perak amoniakal, menunjukkan hasil negatif, yang mana pada pengujian
menggunakan reagen fehling tidak terjadi perubahan warna (warna tetap biru pekat),
serta tidak terbentuk endapan, hasil tersebut tentu tidak sesuai dengan literatur yang
menyebut seharusnya apabila hasilnya positif mengandung asetaldehid, maka akan
terbentuk endapan merah bata, kemudian pada pengujian menggunakan perak amoniakal,
juga didapatkan hasil negatif yang ditunjukkan dengan warna destilat tetap bening dan
tidak terbentuk endapan, hasil tersebut juga tidak sesuai dengan literatur yang menyebut
jika hasil positif mengandung asetaldehid, maka akan terbentuk endapan cermin perak.
Melihat hasil data dari kelompok C6, hasil yang tidak sesuai tersebut mungkin terjadi
karena faktor kesalahan praktikan pada saat mencampur menimbang bahan, mencampur
bahan, ataupun melakukan identifikasi yang kurang hati-hati, dll.
Pada kelompok C8 diperoleh hasil persen rendemen yang cukup baik, yakni 91,30%
dengan suhu percobaan yang dijaga antara 40 oC sampai 70 oC dengan lama durasi
destilasi sekitar 60 menit, kemudian pada pengujian adanya kandungan asetaldehid pada
destilat menggunakan reagen fehling didapatkan hasil positif dengan terbentuknya
endapan merah bata, namun pada pengujian menggunakan perak amoniakal didapatkan
hasil negatif mengandung asetaldehid yang ditunjukkan dengan tidak terbentuknya
endapan cermin perak.Hasil negatif tersebut dapat terjadi karena faktor pemanasan yang
kurang pada saat uji identifikasi sehingga belum terbentuk nya cermin perak, kemudian
alat yang digunakan kurang bersih, dan kesalahan praktikan lain seperti ketidaktelitian
dalam menimbang bahan maupun mencampur bahan.

Pada kelompok C9 dengan lama durasi destilasi selama 60 menit dan suhu percobaan
40 oC di dapatkan persen rendemen 35,818 %, serta pada pengujian adanya kandungan
asetaldelhid didapatkan destilat hasil negatif mengandung asetaldehid, hal ini
ditunjukkan dengan saat penambahan reagen fehling, tidak terjadi perubahan warna
(warna tetap biru) dan tidak terbentuk endapan, begitu juga saat pengujian dengan
pengujian menggunakan perak amoniakal didapatkan hasil negatif mengandung
asetaldehid, ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan warna (warna tetap kuning)
dan tidak terbentuk endapan. Hasil negatif ini dapat terjadi karena beberapa faktor dari
kesalahan praktikan, seperti saat memasukkan etanol ke dalam labu destilat yang sudah
terangkai dengan alat lain, saat menuang etanol tersebut sangat besar kemungkinan ada
sebagian etanol yang melewati pipa kapiler desikator dan masuk ke dalam erlenmeyer,
sehingga di dalam erlenmeyer (destilat) terdapat etanol yang belum mengalami destilasi
atau dengan kata lain destilat yang dihasilkan tidak murni, faktor lain yang juga dapat
mempengaruhi adalah ketidaktelitian praktikan saat mencampur bahan-bahan, dan juga
suhu yang digunakan terlalu rendah dari suhu optimum, menyebabkan reaksi tidak
berjalan dengan kecepatan maksimal sehingga kalium bikromat tidak akan maksimal
dalam mengoksidasi alkohol menjadi aldehid sehingga .asetaldehid tidak terdeteksi.

Hasil percobaan yang diperoleh kelompok C10 pada suhu 60 oC, dengan lama durasi
destilasi selama 60 menit. Didapatkan persen rendemen 35,11%, kemudian pada
pengujian adanya kandungan asetaldehid menunjukkan hasil positif baik pada pengujian
menggunakan reagen fehling maupun perak amoniakal, hal tersebut ditunjukkan setelah
pengujian dengan reagen fehling didapatkan endapan berwarna merah bata serta setelah
pengujian dengan penambahan perak amoniakal, tebentuk endapan berwarna cermin
perak. Hasil positif tersebut dapat terjadi karena suhu yang di gunakan dalam destilasi
merupakan suhu optimum atau suhu ideal dimana 60 oC merupakan titik didih
asetaldehid, namun persen rendemen yang dihasilkan tidak berada di range persen
randemen yang baik, yang mana harusnya mendekati 100%, dan pada kenyataannya
hanya didapatkan persen rendemen 35,11%, hal ini dapat terjadi karena kesalahan
praktikan seperti tidak teliti dalam menimbang bahan, lama dalam perlakuan
pencampuran bahan dan juga faktor-faktor lain.

H. KESIMPULAN
1. Reaksi oksidasi (pengoksigenan) adalah peristiwa penggabungan suatu zat dengan
oksigen. Reaksi oksidasi yang terjadi pada alkohol primer dapat membnetuk suatu
aldehid dan jika reaksi berlanjut maka aldehid akan teroksidasi menjadi asam
karboksilat.
2. Asetaldehid adalah sebuah senyawa organik dari kelompok aldehida, dengan rumus
kimia CH3CHO. Merupakan zat antara dalam produksi asam asetat, beberapa ester
dan zat-zat kimia lainnya. Oksidasi aldehida menghasilkan asam karboksilat.
3. Persen rendemen yang didapat kelompok C6 yaitu 294,97%, kelompok C8 yaitu
91,30%, kelompok C9 yaitu 35,818 %, dan kelompok C10 yaitu 35,11%.

I. DAFTAR PUSTAKA
1. Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S. 1980. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:
Erlangga. Hal 285.
2. Dorland, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29, Jakarta:EGC
3. Hart, H. 1983. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.
4. Hart, H., 1990, Kimia Organik Suatu Bahan Kuliah Singkat, Jakarta: Erlangga. Hal:
276
5. Anonimous, 1999, Perkembangan dan Prospek Industri Etanol Di Indonesia,
Konsumsi Oleh Industri Asetaldehid, Indochemical, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai