A. Kemiskinan
Definisi mengenai kemiskinan kini mengalami perluasan, seiring mulai dengan semakin
kompleksnya faktor penyebab, maka indikator maupun permasalahan lain yang melingkupinya juga
pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemiskinan kini tidak hanya dianggap sebagai
dimensi ekonomi namun juga telah meluas hingga ke dimensi sosial, kesehatan, pendidikan bahkan
politik. Maka perkembangannya, arti definitif dari kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Awalnya
yang hanya sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki
keadaan hingga pengertian dapat yang lebih luas di mana memasukkan komponen-komponen sosial
dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena
minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan.
Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan
faktor produksi, atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang
diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan
tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kemiskinan adalah keadaan saat ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan
kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuhan kebutuhan dasar.
ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan sebagai suatu penyakit
sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-
negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di
penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa
itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani
yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya
tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi,
kriminalitas, pengangguran, Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan,
terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika
Serikat tercatat sebagai negara adidaya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup
dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara
lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat. sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah
penduduknya. tergolong miskin.
Kemiskinan dibedakan menjadi tiga pengertian yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan
kemiskinan kultural.
1. Kemiskinan absolut
Kemiskinan ini dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya
dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan
seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian maka kemiskinan diukur dengan
membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan
untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat
menjamin kelangsungan hidupnya. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila
hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup minimum yaitu pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan.
2. Kemiskinan relatif
Kemiskinan ini dapat dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah
dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding
masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat
penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah
penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya
dengan masalah distribusi pendapatan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya
telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya.
3. Kemiskinan Kultural
Sedangkan pada kemiskinan kultural ini berkaitan erat dengan sikap seseorang atau
sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya
sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
Tingkat kemiskinan di negara Indonesia pada tahun 2018 mampu menunjukkan hal yang
positif di mana tingkat kemiskinan menunjukkan penurunan signifikan. Tingkat kemiskinan tercatat
sebesar 9,82% pada Maret 2018 dan 9,66% pada September 2018, yang merupakan tingkat terendah
sejak krisis ekonomi 1998. Tren penurunan yang terjadi sejak 2015 ini secara fundamental
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang meningkat disertai dengan tingkat pengangguran yang
menurun dan inflasi yang terkendali.
Penurunan tingkat kemiskinan yang cukup signifikan didukung pula oleh perluasan dan
penyaluran program perlindungan sosial yang dilakukan pemerintah. Penurunan kemiskinan terjadi
baik di desa maupun kota dengan jumlah penurunan terbesar terjadi di perdesaan. Kondisi tersebut
sejalan dengan perbaikan upah riil buruh tani dan nilai tukar petani (NTP) pada September 2018
dibandingkan dengan kondisi periode yang sama pada 2017. Selain itu, perbaikan kesejahteraan di
perdesaan juga didukung oleh program dana desa yang didesain untuk membiayai pembangunan
bersifat padat karya.
Tercatat bahwa penurunan tingkat kemiskinan terjadi di hampir seluruh provinsi. Penurunan
angka persentase penduduk miskin pada) tahun 2018 terjadi di 32 provinsi, lebih baik jika
dibandingkan 2017 yang hanya terjadi di 25 provinsi. Selanjutnya, lima provinsi dengan persentase
penduduk miskin terbesar pada 2017 yakni Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, Maluku dan
Gorontalo, mengalami perbaikan. Selain itu, seluruh provinsi di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan
dan Balinusra mencatatkan penurunan persentase penduduk miskin. Perkembangan positif ini tidak
terlepas dari komitmen pemerintah untuk mendorong pembangunan ekonomi daerah yang lebih
merata melalui perbaikan akses konektivitas dan perluasan skema bansos. Indeks kedalaman dan
keparahan kemiskinan juga menurun pada 2018. Indeks kedalaman kemiskinan yang tercatat
sebesar 1,71 pada Maret 2018 dan 1,63 pada September 2018 merupakan level terendah dalam lima
tahun terakhir. Indeks tersebut membaik bila dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya yang
sebesar 1,83 (Maret 2017) dan 1,79 (September 2017). Demikian halnya dengan tingkat keparahan
kemiskinan yang menunjukkan penurunan dari 0,46 pada September 2017 menjadi 0,41 pada
September 2018. Perbaikan kondisi ini juga dipengaruhi oleh penurunan kontribusi pengeluaran oleh
kelompok masyarakat 20% teratas dan peningkatan kontribusi pengeluaran oleh kelompok.
masyarakat 40% terbawah dan 40% menengah. Peningkatan pengeluaran per kapita kelompok
masyarakat 40% menengah sejalan dengan tren perbaikan kesejahteraan kelas menengah yang
jumlahnya terus: meningkat. Penurunan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan terjadi di
berbagai daerah, terutama di wilayah timur Indonesia. Pada September 2018, . penurunan indeks
kedalaman kemiskinan terjadi di 25 provinsi, sementara penurunan indeks keparahan kemiskinan
terjadi di 23 provinsi. Kondisi ini lebih baik dibandingkan dengan level September 2017 ketika
penurunan indeks kedalaman kemiskinan hanya terjadi di 15 provinsi dan penurunan indeks
keparahan kemiskinan hanya terjadi di 13 provinsi. Penurunan indeks kedalaman kemiskinan yang
signifikan terjadi di daerah-daerah yang memiliki tingkat kedalaman kemiskinan di atas nasional.
Berbagai daerah ini terutama terletak di wilayah timur Indonesia seperti Provinsi Papua, Gorontalo
dan Papua Barat.
Penurunan tingkat kemiskinan ditahun 2018 ini akhirnya terus berlanjut hingga di tahun
2019'di mana tercatat 9,22% pada September 2019. Penurunan terjadi secara merata, baik di
perkotaan maupun di perdesaan. Penurunan ini didorong oleh perbaikan distribusi pengeluaran
pada kelompok menengah bawah dan dampak penyaluran bansos, baik di perkotaan maupun
perdesaan.
C. Indikator-indikator Kemiskinan
Guna menuju solusi kemiskinan, pentingnya menelusuri secara detail bagaimana indikator-indikator
kemiskinan tersebut. Adapun indikator indikator kemiskinan, antara lain sebagai berikut:
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air
bersih dan transportasi).
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental. 9. Ketidakmampuan dan
ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda
miskin,Kelompok marginal dan terpencil). 10. Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan
tanah
13. Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga.
14. Tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam
pelayanan publik, meluasnya korupsi dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat.
D. Penyebab Kemiskinan
Sedangkan menurut Jhingan (2000), mengemukakan bahwa tiga ciri utama negara
berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada kemiskinan. Ciri
pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya
jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki keterampilan maupun keahlian. Ciri kedua, sarana
kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga hanya sebagian kecil penduduk yang bisa menjadi
tenaga kerja produktif dan yang ciri ketiga adalah penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan
pertambangan dengan metode produksi yang telah usang dan ketinggalam zaman.
Selain itu, penyebab kemiskinan menurut pendapat ahli Karimah Kuraiyyim, yaitu:
Penyebab kemiskinan yang terpenting di sini adalah bahwa standar pendapatan per kapita
bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jika produktivitas
berangsur meningkat maka pendapatan per kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya,
seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per kapita akan turun beriringan.
Terlihat jelas dalam faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh
karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung
dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa
dipertanggungjawabkan dengan maksimal.
Melonjak tinggi pada suatu biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak
adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah
konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga
kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
4. Pembagian subsidi income pemerintah yang kurang merata Pada penyebab ini selain
menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga
miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain
rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
Kemiskinan dapat terjadi karena adanya beberapa faktor, faktor tersebut. Meliputi, faktor eksternal
dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan
situasi lain yang berpotensi membuat seseorang jatuh miskin seperti kekurangan bahan baku,
bencana alam, terjadi peperangan dan lain sebagainya. Sedangkan faktor internal adalah faktor
penyebab kemiskinan yang potensinya berasal dari diri seseorang dan atau keluarga serta
lingkungan sekitarnya. Dampak dari kemiskinan bermacam-macam karena kondisi dan penyebab
yang berbeda memunculkan akibat yang berbeda-beda p a pula, antara lain:
Dampak-dampak yang telah disebutkan secara umum, dapat digeneralisir dalam beberapa aspek,
antara lain:
1. Aspek Kependudukan
Dilihat dari aspek kependudukan, di mana kemiskinan berdampak pada tidak meratanya
pertumbuhan penduduk di setiap wilayah sehingga ketidakmerataan tersebut membawa
konsekuensi berat kepada aspek-aspek kehidupan sosial lainnya. Secara nasional penduduk
yang tidak merata membawa akibat bagi penyediaan berbagai sarana dan kebutuhan
penduduk. Dalam bidang lapangan pekerjaan terjadi ketidakseimbangan antara
pertumbuhan angkatan kerja dengan pertumbuhan lapangan kerja dan pada akhirnya
menimbulkan pengangguran baik secara tersembunyi ataupun pengangguran secara terbuka
2. Aspek Ekonomi
3. Aspek Lingkungan
Masalah aspek lingkungan dapat diartikan bahwa adanya masalah yang terjadi di lingkungan
hidup manusia mengancam ketentraman dan kesejahteraan manusia yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan, antara komponan manusia dengan lingkungan yang menjadi
penampung dan penjamin kehidupan manusia. Dampak lainnya yaitu keterbelakangan
pembangunan, kebodohan, kebanjiran, pencemaran lingkungan dan tingkat kesehatan yang
rendah yang diakibatkan karena lingkungan yang kurang mendukung karena kemiskinan.
4. Aspek Pendidikan
Dalam aspek pendidikan secara luas merupakan dasar dari pembentukan kepribadian,
kemajuan ilmu, kemajuan teknologi dan kemajuan kehidupan sosial pada umumnya.
Dampak kemiskinan terhadap pendidikan memang sangat merugikan sekali karena telah
menghilangkan pentingnya pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga
tidak sedikit penduduk Indonesia yang belum mengenal pendidikan.
5. Pemberontakan
Berdasarkan data angka kemiskinan yang tertera pada pembahasan sebelumnya bahwa
dapat diketahui angka kemiskinan di Indonesia menurun. Penurunan ini didorong oleh salah satunya
pada program penyaluran bansos. Berbagai program bantuan sosial (bansos) telah. Diberikan kepada
kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin. Sejak reformasi, transformasi serta perbaikan
mekanisme program program tersebut juga telah dilakukan. Selama empat tahun terakhir,
pemerintah memfokuskan empat program utama bansos, yaitu bantuan tunai bersyarat melalui
Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan pendidikan melalui Program Indonesia Pintar (PIP),
bansos pangan, dan bantuan iuran untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Efektivitas
bansos sebagai prioritas pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan
ekonomi perlu didukung dengan penyaluran yang tepat. Bansos disalurkan bagi 40% rumah tangga
dengan tingkat kesejahteraan terendah atau secara jumlah mencapai 25,7 juta rumah tangga.
Rumah tangga penerima bansos tersebut umumnya belum terhubung pada layanan keuangan.
Efektivitas bansos dalam pengentasan kemiskinan perlu ditunjang dengan penyaluran secara tepat
sasaran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat harga, dan tepat administrasi (6T). Hal ini sulit
diterapkan dengan pola penyaluran bansos tunai. Dari sisi penerima, pola penyaluran bansos tunai
justru menimbulkan biaya karena sistem tunai mengharuskan penerima datang dan mengantri di
kantor pos.
Dari sisi pemerintah, bahwa penyaluran bansos tunai kepada penerima yang tersebar di
berbagai wilayah sering kali menghadapi kendala untuk mengetahui penyaluran bansos berjalan
secara efektif baik dari sisi biaya dan waktu. Bank Indonesia mendorong penyaluran bansos nontunai
melalui mekanisme elektronik untuk meningkatkan efektivitas penyaluran bansos sekaligus
mendukung keuangan inklusif. Bank Indonesia juga berperan aktif dalam memfasilitasi program
penyaluran bansos nontunai, terutama dalam penyusunan model
G. Penanggulangan Kemiskinan
Pada suatu negara tidak ada persoalan yang lebih besar, selain mengenai persoalan
kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang
berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi
kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan
perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah,
kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara
terbatas. Kemiskinan, menyebabkan masyarakat. Desa rela mengorbankan apa saja demi
keselamatan hidup, safety life, mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi
tengkulak lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para
buruh tani desa bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit (Sahdan,
2005).
Singkatnya, kemiskinan merupakan persoalan yang sangat kompleks dan kronis. Karena
sangat kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang
tepat. Melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat,
berkelanjutan dan tidak bersifat temporer Sejumlah variabel dapat d dipakai untuk untuk melacak
persoalan kemiskinan, dan dari variabel ini dihasilkan serangkaian strategi dan kebijakan
penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan. Dari dimensi pendidikan
misalnya, pendidikan yang rendah dipandang sebagai penyebab kemiskinan. Dari dimensi kesehatan,
rendahnya mutu kemiskinan kesehatan masyarakat menyebabkan t terjadinya kemiskinan. Dari
dimensi ekonomi, kepemilikan alat-alat produktif yang terbatas, penguasaan teknologi dan
kurangnya keterampilan, dilihat sebagai alasa alasan mendasar mengapa terjadi kemiskinan. Faktor
kultur dan struktural juga sering dilihat sebagai elemen penting yang menentukan tingkat
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Tidak ada yang salah dan keliru dengan pendekatan
tersebut, tetapi dibutuhkan keterpaduan antara berbagai faktor penyebab kemiskinan yang sangat
banyak dengan indikator indikator yang jelas, sehingga kebijakan penanggulangan kemiskinan tidak
bersifat temporer, tetapi permanen dan berkelanjutan. Selama tiga dekade, upaya penanggulangan
kemiskinan dilakukan dengan penyediaan kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan kesehatan
dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir
melalui sistem kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan, penyuluhan sanitasi dan
sebagainya. Dari serangkaian cara dan strategi penanggulangan kemiskinan tersebut, semuanya
berorientasi material, sehingga keberlanjutannya sangat tergantung pada ketersediaan anggaran
dan komitmen pemerintah. Di samping itu, tidak adanya tatanan pemerintahan yang demokratis
menyebabkan rendahnya akseptabilitas dan inisiatif masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan
dengan cara mereka sendiri. Masalah kemiskinan memang telah lama menjadi problema ada sejak
dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan,
tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada
masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan
kemudahan lainnya yang tersedia pada zaman modern.
Namun demikian seperti pernyataan di atas tadi bahwa kemiskinan di negara maju tentu
relatif berbeda dengan di negara terbelakang seperti di Indonesia. Di Indonesia tekanan kemiskinan
selain tidak menerima fasilitas kehidupan modern tetapi kebutuhan dasar (basic need) masih
menjadi problema serius. Hal ini karena di samping kemiskinan berkaitan dengan orang yang tidak
mampu membiayai hidupnya secara layak (kemiskinan absolut) namun juga berkaitan dengan
perbandingan yang timpang antara penduduk berpenghasilan tinggi dengan penduduk
berpenghasilan yang paling rendah.
Memahami dan upaya menangani kemiskinan memang menarik untuk diamati. Dalam teori
ekonomi mengatakan bahwa untuk memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan
peningkatan keterampilan sumber daya manusianya, penambahan modal investasi, dan dan
mengembangkan teknologi. Melalui berbagai suntikan maka diharapkan produktivitas akan
meningkat. Dalam praktik persoalannya tidak semudah itu. Lantas apa yang dapat Namun dilakukan?
Program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara.
Sebagai perbandingan, di Amerika a Serikat program penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk
meningkatkan kerja sama ekonomi man perantarnegara bagian, memperbaiki kondisi pemukiman
perkotaan dan pedesaan, perluasan kesempatan pendidikan dan kerja untuk para pemuda,
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa, dan pemberian bantuan kepada
kaum miskin usia lanjut. Selain program pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat
membantu kaum miskin melalui organisasi kemasyarakatan, gereja, dan sebagainya.
Untuk di negara Indonesia sebenarnya sesuai juga dari uraian di atas yang melakukan upaya
yang hampir sama seperti yang dilakukan di Amerika Serikat, mungkin tingkat komprehensivitasnya
yang masih diperlukan. Penanganan kemiskinan di Indonesia masih didominasi sektor ekonomi,
belum begitu menyentuh aspek lain seperti sosial, budaya, hukum dan politik, bahkan agama.
Karena kemiskinan bersifat multidimensional, maka program pengentasan kemiskinan seyogianya
juga tidak hanya memprioritaskan aspek ekonomi tapi memperhatikan dimensi lain. Dengan kata
lain, pemenuhan kebutuhan pokok memang perlu mendapat prioritas, namun juga harus mengejar
target mengatasi kemiskinan nonekonomik. Strategi pengentasan kemiskinan hendaknya diarahkan
untuk mengikis nilai-nilai budaya negatif seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan, dan
sebagainya. Apabila budaya ini tidak dihilangkan, kemiskinan ekonomi akan sulit untuk
ditanggulangi. Selain itu, langkah pengentasan kemiskinan yang efektif harus pula mengatasi
hambatan-hambatan yang sifatnya struktural dan politis.
Untuk meningkatkan kemampuan dan mendorong produktivitas, maka strategi yang dipilih
adalah peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan melalui
langkah perbaikan kesehatan dan pendidikan, peningkatan keterampilan usaha, teknologi,
perluasanj Selain itu, menjaringan kerja (networking), serta informasi pasar. Itu, melibatkan
masyarakat miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan, mulai dari proses!
Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi, bahkan pada proses pengambilan keputusan.
Dapat pula melakukan strategi pemberdayaan di mana masyarakat miskin adalah kelompok yang
mampu membangun dirinya sendiri jika pemerintah mau memberi kebebasan bagi kelompok itu
untuk mengatur dirinya.
Selain itu, ada pula penanggulangan kemiskinan yang dapat dilakukan seperti: