Anda di halaman 1dari 29

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN FIQIH

DENGAN MENGGUNAKAN METODE JIGSAW PADA PESERTA


DIDIK KELAS 7 C MTs NEGERI 9 KAB. BLITAR
Proposal ini disusun Untuk memenuhi tugas mata kuliah:

Penelitian Tindakan Kelas

Dosen Pengampu:

Khoiru Nidak

Disusun Oleh :

Dwi Nurul Khotimah, S.HI

PROGRAM STUDI PPG

FAKULTAS TARBIYAH & ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2021
Kata Pengantar

Alhamdulillahi Robbil ‘Aalamiin Puji Syukur kehadirat Allah Ta’ala yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan nikmat sehat, Iman, dan Islam
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) yang berjudul” Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Fiqih
Dengan Menggunakan Metode Jigsaw Pada Peserta Didik Kelas 7 C MTs
Negeri 9 Kab. Blitar “

Penulisan Laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini disusun dalam rangka
untuk meningkatkan mutu profesionalisme guru dalam proses pembelajaran. Di samping itu
juga untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran Fikih di MTs
Negeri 9 Blitar.
Dalam penulisan laporan ini penulis banyak mengalami kesulitan, tetapi atas
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Drs. Muawinul Huda, M.Pd selaku Kepala MTs. Negeri 9 Blitar, yang telah berkenan
memberikan ijin untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas.
2. Suami dan anak-anakku, serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga Laporan Penelitian Tindakan Kelas ini dapat
memberikan manfaat pada pihak-pihak yang berkepentingan. Dan demi kesempurnaan
penulisan laporan ini, segala sumbangan pemikiran dan kritik yang membawa
kebaikan

Blitar, 29 November 2021


Penulis

Dwi Nurul Khotimah, S.HI


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan kurikulum merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan


sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama,
yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan
pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

Setiap guru wajib meningkatkan ilmunya karena ilmu pengetahuan itu seperti
makanan yang selalu penting bagi kehidupan manusia. Sungguh sangat janggal kalau
seorang guru tidak memiliki ilmu yang luas. Bagaimana kita mengajar dan menjawab
persoalan yang sedang dan akan dilalui kalau kia tidak mempunyai keluasan ilmu
yang memadai. Selain itu, menuntut ilmu tidak mengenal tempat dan orang yang akan
memberi atau mengajarkannya.1

Para ahli Pendidikan muslim sangat memperhatikan persoalan metode


pembelajaran dan menganggapnya sebagai hal strategis bagi keberhasilan proses
pembelajaran. Kita dapat menemukan bukti perhatian besar mereka dalam kritik yang
dilontarkan oleh Ibnu Khaldun terhadap metode pembelajaran yang digunakan pada
masanya. Ibnu Khaldun berkata dalam al-Muqaddimah. “Para guru dalam proses
pembelajaran awal kali mengajarkan materi-materi sulit dan mengharuskan m urid-
muridnya untuk memecahkannya, mereka beranggapan bahwa hal demikian adalah
hal positif bagi pembelajaran. Selain itu, mereka memadukan dengan ragam disiplin
lain yang kompleks, sementara murid-murid belum siap mencernanya.padahal
kesiapan dan mencerna kemampuan itu berkembang gradual. Murid awalnya hanya
mampu memahami Sebagian saja, melalui analogi dan contoh konkrit, lalu kesiapan

1
Muhammad AR., Pendidikan di Alaf Baru, (Yogyakarta, Prismashopie: 2003) h. 72
dan kemampuan mencerna berkembang sedikit demi sedikit seiring dengan
pengulangan-pengulangan”.2

Metode mengajar adalah strategi atau cara yang digunakan agar tujuan
pembelajaran bisa tercapai. Setiap guru tentu memiliki karakter atau pembawaan
yang berbeda-beda, begitu juga dengan peserta didik.
Dalam satu kelas saja, Bapak/Ibu guru harus menjumpai berbagai karakter peserta
didik, misalnya usil, malas, rajin, dan masih banyak lainnya. Untuk menyampaikan
tujuan pembelajaran pada peserta didik yang memiliki keragaman karakter tentu
dibutuhkan suatu metode pembelajaran.
Pembelajaran materi fiqih harus paham hukum Islam karena sangat penting
dan erat kaitannya dengan urusan ibadah tentunya.. Dari tahap paling awal setidaknya
peserta didik MTs harus sudah memahami arti bersuci dari hadas dan najis. Setelah
itu peserta didik harus sudah dapat melaksanakan tata cara bersuci dari hadas dan
najis. Memahami aturan dan tata cara beribadah sesuai ajaran agama Islam
khususnya pada materi fiqih kelas VII akan mempermudah mereka dalam mencapai
kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah
Fakta dilapangan bahwa saat ini di kelas VII C MTs Negeri 9 Blitar masih jauh
dari kondisi ideal. Pembelajaran peserta didik terhadap mata pelajaran fiqih dalam
kesehariannya masih rendah. Beberapa penyebab rendahnya penguasaan peserta
didik terhadap materi thaharah pada mata pelajaran fiqih sehingga berakibat pada
rendahnya nilai rata-rata kelas dan ketuntasan klasikal yang tidak tercapai adalah :
Materi yang diajarkan dirasa sulit oleh peserta didik, karena terdapat perbedaan
kemampuan antara peserta didik lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI). serta pengaruh lingkungan keluarga antara yang rajin beribadahnya
dan yang jarang atau bahkan tidak beribadah
Kondisi demikian apabila tidak dicarikan alternatif belajar yang menarik akan
berdampak buruk terhadap kualitas pemahaman peserta didik pada mata pelajaran
fiqih di Kelas VII C tersebut khususnya, dan di MTs Negeri 9 Blitar secara keseluruhan.
Padahal, materi fiqih merupakan materi utama dalam pembelajaran agama Islam,
pada tingkat madrasah tsanawiyah. Mata pelajaran fiqih diupayakan sudah sangat

2
Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2002) h.
209
faham dan bisa melaksanakannya, karena peserta didik mulai pada siklus menjelang
remaja(baligh) yang sering disebut ABG.
Penggunaan media dan metode pembelajaran yang dipilih guru merupakan
salah satu cara meningkatkan kualitas pembelajaran. Untuk lebih mengefektifkan
komunikasi dan interaksi antara guru dan peserta didik dalam proses Pendidikan dan
pengajaran maka disekolah perlu digunakan metode dan Teknik pembelajaran yang
tepat.
Pada umumnya, masalah timbul karena adanya kesenjangan antara kenyataan
dan yang seharusnya (harapan), misalnya kita mengharapkan bahwa para peserta
didik memperoleh nilai atau skor rata-rata 75 dalam suatu ulangan, ternyata skor rata-
rata yang dicapai oleh para peserta didik sebesar 50. Hal ini berarti ada kesenjangan,
rendahnya perolehan skor rata-rata tersebut dapat menjadi suatu masalah, karena
untuk mencapai kelulusan mereka harus mendapatkan skor minimal, misalnya 70 3.
Masalah juga dapat timbul dari isu-isu yang kemudian diidentifikasi, dalam arti apakah
masalah tersebut memang penting untuk diteliti, apakah masalah tersebut aktual
(sedang hangat dibicarakan) dan krusial (mendesak untuk diteliti).4

Melihat dar latar belakang masalah tersebut, maka penulis terdorong untuk
melakukan Penelitian tentang “Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Fiqih
Dengan Menggunakan Metode Jigsaw Pada Peserta Didik Kelas 7 C MTs Negeri
9 Kab. Blitar”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, dapat
diidentifikasi masalah-masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Rendahnya prestasi belajar materi bersuci dari hadas dan najis.


2. Rendahnya motivasi peserta didik.
3. Pembelajaran mata pelajaran fiqih belum komunikatif.
4. Belum ditemukan strategi pembelajaran yang efektif.
5. Belum ada kolaborasi antara guru dan peserta didik.

3
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2012),
hal.56
4
Punaji Setyasari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, (Jakarta: Kencana, 2010),
hal.53
6. Pendayagunaan sumber belajar belum optimal.

C. Rumusan Masalah

Untuk memberikan arahan bagi peneliti, terlebih dahulu dirumuskanlah masalah


yang menjadi rumusan utama dalam rangka efisiensi penulisan. Dalam penulisan
penelitian ini, peneliti membatasi pembahasan yakni mencakup:

1. Bagaimanakah proses pembelajaran di kelas VII-C MTsN 9 kabupaten Blitar


saat melaksanakan kegiatan belajar yang metode pembelajarannya
menggunakan jigsaw?
2. Apakah penggunaan metode jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar mapel
fiqih peserta didik kelas VII-C MTsN 9 Blitar?

D. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini, peneliti memfokuskan tujuan penelitian sebagai


berikut:

1. Untuk mengetahui proses pembelajaran di kelas VII-C MTsN 9 kabupaten Blitar


saat melaksanakan kegiatan belajar yang metode pembelajarannya
menggunakan jigsaw?
2. Untuk mengetahui penggunaan metode jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar
mapel fiqih peserta didik kelas VII-C MTsN 9 Blitar

E. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini, mempunyai beberapa manfaat, diantaranya:
1. Bagi peserta didik
Penelitian ini menjadikan peserta didik mudah untuk menguasai materi bersuci
dari hadas dan najis dalam mata pelajaran fiqih dengan menggunakan metode
jigsaw.
2. Bagi Guru
Penelitian ini memberikan pengalaman praktis dalam meningkatkan mutu
pembelajaran. Khususnya metode jigsaw dalam meningkatkan kemampuan
bersuci dari hadas dan najis pada mata pelajaran fiqih.
3. Bagi peneliti
Dengan adanya penelitian ini maka akan menambah pengetahuan serta akan
menambah bahan referensi/ rujukan dalam penelitian yang selanjutnya.
4. Bagi orang tua peserta didik
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bahwa betapa pentingnya perhatian
orang tua dengan aktifitas dan prestasi belajar putraa-putrinya. Dengan demikian,
akan menggugah hati para orang tua paserta didik untuk berpartisipasi dalam
rangka mensukseskan Pendidikan putra-putrinya.
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Landasan Teori
1. Pengertian Hadas dan Najis

Keaadaan yang tidak suci ini adalah yang disebut dengan hadas. Keadaan
hadas ini membuat manusia tidak diperbolehkan untuk melakukan ibadah seperti
sholat, berpuasa, memegang Al-Qur’an dan lain sebagainya.

Hadas terbagi menjadi dua yaitu hadas kecil dan hadas besar. .

a) Hadas kecil

Hadas kecil merupakan hadas yang dapat disucikan dengan wudhu atau
tayamum bagi yang tidak menemukan air atau tidak dapat menyentuh air.

Adapun contoh hadas kecil ialah buang angin, buang air kecil, atau buang air
besar. Segala hal yang membatalkan shalat adalah juga hadas kecil.5

b) Hadas besar

Hadas besar ialah hadas yang hanya dapat disucikan dengan mandi wajib.
Macam-macam hadas besar yakni, keluarnya sperma karena berhubungan
intim, haid, hingga nifas.

Untuk mensucikannya, cukup lakukan mandi wajib atau mandi besar. Mandi
besar adalah mandi yang diwajibkan bagi setiap muslim agar kembali suci

Menurut bahasa Najis berasal dari bahasa Arab, yaitu an-najsu (yang berarti
kotor atau menjijikkan, tidak bersih atau tidak suci baik yang bersifat hissiyah maupun
ma’nawiyah. Najis yang bersifat hissiyah adalah najis yang terlihat oleh mata dan
dirasa oleh panca indra seperti jilatan anjing, kotoran manusia atau hewan,kencing,
darah haid dan nifas. Najis yang bersifat maknawiyah adalah najis yang menodai
akidah sehingga tidak dapat dilihat oleh manusia seperti Syirik dan kufur.

5
Muhammad Jawad ughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT Lentera Baritama, cetak k2-7 2001) h. 19
Menurut istilah, najis bisa diartikan suatu benda yang mengotori pakaian atau
badan kita yang menghalangi sahnya ibadah kita kepada Allah. Najis adalah kotoran
yang wajib oleh seorang yang terkena olehnya.

Menurut Ilmu fiqih merupakan benda yang haram disentuh secara mutlak
(kecuali dalam keadaan darurat) dan harus dibersihkan apabila terkena benda najis.
Najis harus

dibersihkan karena menghalangi sahnya ibadah.

1. Najis Mukhaffafah (ringan)

Mukhaffafah adalah najis yang diringankan, seperti air kencing bayi laki-laki dan
perempuan yang belum pernah makan sesuatu kecuali ASI (air susu ibu). Cara
mensuciknnya, cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena najis
sampai bersih6. Cara lain membersihkan dan mensucikan najis mukhaffafah
(Ringan) antara lain;

a. Najis Mukhaffafah ’Ainiyah:

1. Dibersihkan lebih dulu sifatnya, sehingga warna, bau, dan rasa najis tidak lagi
kelihatan dan dapat dirasakan

2. Kemudian air yang suci dan mensucikan dipercikkan ke tempat atau benda
yang terkena najis. Air yang dipercikkan harus mengenai seluruh tempat atau
benda yang terkena najis

3. Air yang dipercikkan tidak disyaratkan hingga mengalir.

4. Dikeringkan dengan kain atau benda lain yang suci.

b. Najis Mukhaffafah Hukmiyah:

1. Tempat atau benda yang terkena najis dilingkari lebih dulu untuk memastikan
pemercikan air secara tepat

2. Kemudian air yang suci dan mensucikan dipercikkan ke tempat atau benda
yang terkena najis dan telah dilingkari. Air yang dipercikkan harus mengenai
seluruh tempatatau benda yang terlingkari

6
Mahfud Ahsan SPd dan Maria Ulfa MA, Risalah Fiqih Wanita, (Surabaya: Terbit terang, h. 19
3. Air yang dipercikkan tidak disyaratkan hingga mengalir.

4. Dikeringkan dengan kain atau benda lain yang suci.

2. Najis Mutawassithah (sedang)

Mutawassithah merupakan najis yang berada di tengah-tengah antara


mukhaffafah dan mughaladhah. Dan najis yang keluar dari kubul dan dubur
manusia kecuali air mani.

1) Najis ‘Ainiyah adalah najis yang berwujud atau tampak, masih dapat dilihat dan
dirasakan salah satu atau ketiga sifatnya, baik warna, rasa, dan baunya.

2) Najis ‘Hukmiyah adalah najis yang yang tidak tampak seperti bekas kencing.

Contoh-contoh najis mutawassithah di bawah ini!

a) Madzi yaitu air yang keluar dari kemaluan laki-laki dan perempuan dengan ciri-
ciri sebagai berikut:

(1) berwarna kekuning-kuningan;

(2) proses keluarnya disertai rasa syahwat atau bersamaan dengan


melemahnya rasa syahwat;

(3) tanpa ada rasa kenikmatan;

(4) Terjadi pada orang yang telah baligh;

(5) Lebih sering terjadi pada perempuan;

(6) Terkadang keluar tanpa disadari.

b) Air wadi yaitu air yang keluar dari kemaluan laki-laki dan perempuan dengan
ciri-ciri sebagai berikut:

(1) Berwarna campuran putih, keruh, dan kental;

(2) Keluar setelah buang air kecil;

(3) Dalam kecapekan setelah mengangkat barang berat;

(4) Dialami oleh yang sudah atau belum baligh.


Cara mensucikannya, dibilas dengan air sehingga hilang semua sifat, bau, warna,
dan rupanya. Cara lain membersihkan dan mensucikan najis mutawassithah
(Tengah-tengah) antara lain;

a. Najis Mutawassithah ’Ainiyah:

1. Dibersihkan lebih dulu sifatnya, sehingga warna, bau, dan rasa najis tidak lagi
kelihatan dan dapat dirasakan

2. Kemudian air yang suci dan mensucikan dialirkan ke tempat atau benda yang
terkena najis. Air yang dialirkan harus mengenai seluruh tempat atau benda
yang terkena najis

3. Air yang disiramkan disyaratkan hingga mengalir.

4. Dikeringkan dengan kain atau benda lain yang suci.

b. Najis Mutawassithah Hukmiyah:

1. Tempat atau benda yang terkena najis dilingkari lebih dulu untuk memastikan
pemercikan air secara tepat

2. Kemudian air yang suci dan mensucikan disiramkan hingga mengalir ke


tempat atau benda yang terkena najis dan telah dilingkari.

3. Dikeringkan dengan kain atau benda lain yang suci.

3. Najis Mughaladhah (berat)

Mughaladhah adalah najis yang diperberat, seperti anjing dan babi.


Termasuk najis ini adalah air liur kedua binatang tersebut, sperma keduanya, dan
anak-anak dari hasil persilangan dengan hewan lainnya.

Cara mensucikannya, lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian
dicuci dengan air bersih 7 kali dan salah satunya dicampur dengan debu. Cara
lain mensucikan najis mughaladhah (Berat):

1. Dibersihkan lebih dulu sifatnya, sehingga warna, bau, dan rasa najis tidak lagi
kelihatan dan dapat dirasakan.
2. Menyiramkan air hingga mengalir ke tempat atau benda yang terkena najis
sebanyak tujuh kali dan salah satu diantaranya dicampur dengan debu yang
suci. Ayo pilih salah satu diantara ketiga cara!

Cara pertama: Air dicampur dengan debu yang suci dalam satu tempat
kemudian disiramkan ke tempat atau benda yang terkena najis.

Cara kedua: Menaruh debu di tempat atau benda yang terkena najis, lalu
menyiramkan air dan mengosokkannya, dan diakhiri dengan menyiram dan
mengelap air dengan benda yang bersih.

Cara ketiga: Menyiramkan air ke tempat atau benda yang terkena najis, lalu
menaburkan debu dan selanjutnya mencampur keduanya serta menggosok-
gosokkannya, dan diakhiri dengan mengelap air dengan benda yang bersih.

Macam-macam air untuk bersuci:

1. Air mutlak
2. Air musta’mal
3. Air mutanajis
4. Air Najis7

2. Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw

Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot


Aronson’s, (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, and SNAPP, 1978). Model
pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didik
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Peserta
didik tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus
siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.
Sehingga baik kemampuan secara kognitif maupun sosial peserta didik sangat
diperlukan. Model pembelajaran Jigsaw ini diladasi oleh teori belajar humanistic,
karena teori belajar humanistic menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap
manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk
berkembang dan menentukan perilakunya.

7
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 1, (Bandung; PT. Al-ma’arif, 1994) h. 38
Teknik mengajar Jigsaw sebagain metode pembelajaran kooperatif bisa
digunakan dalam pengakaran membaca, menulis, mendengarkan ataupun
berbicara. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis,
mendengarkan dan berbicara sehingga dapat digunakan dalam beberapa mata
pelajaran, seperi ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan social, matematika,
agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas/ tingkatan.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model
pembelajaran kooperatif, peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri
dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan
setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari
materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota
kelompok yang lain.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli
dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal peserta didik terdiri dari
berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman
dan latar belakang. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok peserta didik yang
terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk
mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok
asal.
Disini, peran guru adalah memfasilitasi dan memotivasi para anggota
kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan.
Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap peserta didik terhadap
anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para peserta
didik harus memiliki tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan saling
ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang
diberikan.

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan Model Pembelajaran tipe


Jigsaw adalah sebagai berikut:
a) Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang
b) Tiap orang dalam kelompok diberi sub topik yang berbeda.
c) Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-masing dan
menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam kelompok ahli.
d) Anggota ahli dari masing-masing kelompok berkumpul dan mengintegrasikan
semua sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan banyaknya kelompok.
e) Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling
membantu untuk menguasai topik tersebut.
f) Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok
masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya.
g) Tiap kelompok memperesentasikan hasil diskusi.
h) Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang
telah didiskusikan.
i) Peserta didik mengerjakan tes individual atau kelompok yang mencakup
semua topik.

4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Jigsaw

Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model


pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu:
a) Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok
ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya.
b) Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat
c) Metode pembelajaran ini dapat melatih peserta didik untuk lebih aktif dalam
berbicara dan berpendapat.
Beberapa hal yang bisa menjadi kelemahan aplikasi model ini di lapangan,
menurut Roy Killen, 1996, adalah :
1. Prinsip utama pembelajaran ini adalah ‘peer teaching’, pembelajran oleh
teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam
memahami konsep yang akan diskusikan bersama peserta didik lain.
2. Apabila peserta didik tidak memiliki rasa percaya diri dalam berdiskusi
menyampaikan materi pada teman.
3. Rekod peserta didik tentang nilai, kepribadian, perhatian peserta didik harus
sudah dimiliki oleh guru dan biasanya butuh waktu yang sangat lama untuk
mengenali tipe-tipe peserta didik dalam kelas tersebut.
4. Butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model
pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
5. Aplikasi metode ini pada kelas yang lebih besar (lebih dari 40 peserta didik)
sangatlah sulit.
Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan, yaitu :
1. Peserta didik yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung
mengontrol jalannya diskusi.
2. Peserta didik yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan
mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai
tenaga ahli.
3. Peserta didik yang cerdas cenderung merasa bosan.
4. Pembagian kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan kelompok yang
anggotanya lemah semua.
5. Penugasan anggota kelompok untuk menjadi tim ahli sering tidak sesuai
antara kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajari.
6. Peserta didik yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk
mengikuti proses pembelajaran.
Diskusi dalam kelompok ini, untuk mengatasi masalah atau kelemahan yang
muncul dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pengelompokan dilakukan terlebih dahulu, mengurutkan kemampuan belajar
peserta didik dalam kelas.
2. Sebelum tim ahli, misalnya ahli materi pertama kembali ke kelompok asal
yang akan bertugas sebagai tutor sebaya, perlu dilakukan tes penguasaan
materi yang menjadi tugas mereka

5. Faktor Keberhasilan Model Pembelajaran Jigsaw

Faktor-faktor kunci keberhasilan yang harus diperhatikan dalam penerapan


model pembelajaran jigsaw adalah:

a) Positive interdependence. Setiap anggota kelompok harus memiliki


ketergantungan satu sama lain yang dapat menguntungkan dan merugikan
anggota kelompok lainnya.
b) Individual accountability. Setiap anggota kelompok harus memiliki rasa
tanggung jawab atas kemajuan proses belajar seluruh anggota termasuk
dirinya sendiri.
c) Face-to-face promotive interaction. Anggota kelompok melakukan interaksi
tatap muka yang mencakup diskusi dan elaborasi dari materi pembahasan.
d) Social skills. Setiap anggota kelompok harus memiliki kemampuan
bersosialisasi dengan anggota lainnya sehingga pemahaman materi dapat
diperoleh secara kolektif.
e) Groups processing and Reflection. Kelompok harus melakukan evaluasi
terhadap proses belajar untuk meningkatkan kinerja kelompok

B. Hipotesis Tindakan

Menurut Sugiyono (2015:96), “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap


rumusan masalah penelitian kajian dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan”.
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang masih perlu diuji kebenarannya.
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir tersebut diatas dapat dirumuskan
hipotesis tindakan bahwa “Terjadi peningkatan keaktifan belajar siswa melalui
metode pembelajaran jigsaw pada mata pelajaran fiqih di kelas VII C MTs Negeri
9 Kabupaten Blitar
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu kegiatan
peneliti untuk menganalisis kesulitan peserta didik dalam suatu kelas dan memberikan
upaya untuk meningkatkan perbaikan dan kualitas pembelajaran yang menjadikan
keterampilan peserta didik dalam memahami materi hadas dan najis menjadi
meningkat sesuai kriteria keberhasilan yang ditetapkan.
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti menyusun perencanaan
pembelajaran yang didasari pada perbaikan dari hasil observasi, dengan
menggunakan metode jigsaw untuk memperbaiki materi yang belum dikuasai oleh
peserta didik didasari pada kesulitan memahami adas dan najis yang dijumpai pada
kegiatan pra tindakan. Kolaborator melaksanakan kegiatan pembelajaran membaca
sesuai dengan perencanaan yang telah disusun selanjutnya peneliti melakukan
pengamatan setiap gejala peserta didik, guru dan media yang mungkin akan muncul
dan melaksanakan tes pengetahuan dan hasilnya dapat digunakan untuk mengetahui
pencapaian belajar peserta didik. Dari hasil yang telah didapatkan dari siklus yang
pertama dapat digunakan untuk evaluasi dan melakukan refleksi serta revisi untuk
perencanaan perbaikan pada tindakan selanjutnya.
Penelitian ini direncanakan dalam 2 siklus, untuk memaksimalkan peningkatan
materi hadas dan najis dengan metode jigsaw.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Hal-hal yang ikut serta menentukan berhasilnya Pendidikan disebut juga factor-
faktor Pendidikan. Yang termasuk faktor-faktor Pendidikan diantaranya ialah:
keadaan Gedung sekolah, keadaan perlengkapan sekolah, keadaan alat-alat
pembelajaran dan fasilitas lainnya.8 Penelitian yang dilaksanakan di Mts Negeri 9
Kabupaten Blitar, yang memiliki 25 ruangan yaitu: 1 ruang kantor guru, 18 ruang
kelas, 1 ruang lap IPA, 2 lap TIK, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang kantor TU, 1
ruang Kamad dan Waka dengan halaman cukup luas sehingga bisa di

8
Drs. Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973) h. 138
gunakan untuk aktifitas di luar ruang kelas seperti upacara,senam, dan kegiatan-
kegiatan yang lainnya.
Tempat yang akan dijadikan untuk pelaksanaan penelitian ini adalah ruangan
kelas 1 dengan ukuran yang sudah sesuai yaitu 7 x 8 M, dengan memberikan
pencahayaan yang cukup dari jendela dan lampu listrik agar penerangan cukup
terang untuk melaksanakan pembelajaran, setting tempat duduk peserta didik
pada saat kegiatan awal adalah 4 berbanjar dan 4 baris dengan1 meja ditempati
oleh 2 anak dan pada saat kegiatan inti setting tempat duduk dirubah dengan 2
meja yang dirapatkan sehingga terbentuk 4 meja besar yang akan digunakan
untuk kegiatan belajar membaca peserta didik secara berkelompok.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Oktober-November pada Semester Ganjil Tahun Ajaran 2021/2022.

C. Subjek dan Objek Penelitian


1. Subjek Penelitian
Pada penelitian ini yang menjadi objek penelitiannya adalah Kelas VII C MTs
Negeri 9 Kabupaten Blitar tahun pelajaran 2021/2022 sebanyak 32 peserta didik,
akan tetapi dalam satu sesi tatap muka masih berjumlah 17 peserta didik.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil sesuai jadwal pelajaran dengan
menggunakan metode jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik
dalam mata pelajaran fiqih.

2. Objek Penelitian
Pada penelitian ini yang menjadi objek penelitiannya adalah menggunakan
metode jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar mata pelajaran fiqih pada
peserta didik MTs Negeri 9 Kabupaten Blitar.

D. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana
data dapat diperoleh. Sumber data ada dua, yakni sumber data primer dan sekunder.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber data, yaitu :
a. Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari
sumber pertamanya. Adapun yang menjadi sumber data primer dalam
penelitian ini adalah peserta didik kelas VII C pada MTs Negeri 9 Kabupaten
Blitar..
b. Sumber data sekunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
sebagai penunjang dari sumber primer. Dapat dikatakan data ini tersusun
dalam bentuk dokumen-dokumen. Dalam penelitian ini, dokumentasi dan
lembar observasi yang sudah diisi peserta didik merupakan sumber data
sekunder.

E. Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Observasi ( Pengamatan )
Pengamatan atau observasi adalah proses pengambilan data dalam
penelitian di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Observasi
sangat sesuai digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan
kondisi/interaksi belajar mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok.
Dalam penelitian ini teknik observasi yang dilakukan dengan
pengamatan langsung terhadap tindakan guru dan peserta didik saat
pembelajaran dengan metode jigsaw, tindakan pengamatan dilakukan
berdasarkan lembar observasi yang telah disusun. Peneliti menyiapkan lembar
observasi dan mengamati setiap kegiatan peserta didik dan guru pada saat
proses pembelajaran berlangsung.
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah sebuah objek yang menyajikan informasi.
Dokumentasi juga merupakan wahana wadah pengetahuan dan ingatan
manusia, karena dalam dokumen disimpan pengetahuan yang diperoleh
manusia serta segala sesuatu yang diingat manusia dituangkan ke dalam
dokumen. Analisis dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang
bersumber dari arsip dan dokumen baik yang berada di sekolah ataupun yang
berada di luar sekolah, yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut.
Dengan melakukan pengamatan terhadap dokumen-dokumen dan
catatan sekolah berupa data nama peserta didik, data nilai pretest peserta didik,
sejarah tentang perkembangan MTs Negeri 9 Blitar, dan juga silabus. Ini
merupakan data resmi untuk menjaring data awal dalam proses pelaksanaan
penelitian. Sedangkan dokumen yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan anak selama proses pembelajaran pada waktu tindakan berupa
RPP, foto, dan nilai hasil belajar peserta didik tentang materi hadas dan najis
dengan menggunakan metode jigsaw. Di samping sebagai sarana pendukung
dalam teknik pengumpulan data yang dibutuhkan maka teknik dokumentasi ini
akan dipakai sebagai arsip pendukung dalam penelitian selanjutnya serta bisa
digunakan sebagai bukti pelaksanaan penelitian.

F. Langkah-Langkah Penelitian
Dalam penelitian ini direncanakan dalam 2 siklus Setiap siklus memiliki empat
tahap, yaitu rencana, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Melalui kedua siklus
tersebut dapat diamati hasil belajar peserta didik dengan metode jigsaw pada mata
pelajaran fiqih.
Untuk lebih jelas akan digambarkan pada bagan berikut:

Gambar Model Penelitian Kelas


Suharsimi Arikunto

Dengan adanya bagan /gambar siklus di atas adalah model penelitian tindakan
kelas memudahkan peneliti untuk merencanakan, melaksanakan, mengamati, dan
merefleksi.
Mengenai Tahap-Tahap PTK, Suharsimi Arikunto memberi penjelasan bahwa
para peneliti mengemukakan model penelitian tindakan pada garis besarnya terdapat
empat tahapan yaitu:
1) Perencanaan (Planning)
Dalam tahap pertama, peneliti menyusun rencana kerja penelitian dengan
memberi penjelasan tentang perencanan merupakan kegiatan merencang secara
rinci tentang apa, siapa, mengapa, dimana, kapan, dan bagaimana tindakan yang
akan dilakukan. PTK untuk pengembangan profesi guru, kegiatan ini berupa
menyiapkan bahan ajar, menyiapkan rencana mengajar, merencanakan bahan untuk
pembelajaran, serta menyiapkan hal lain yang diperlukan dalam proses pembelajaran.
2) Pelaksanaan Tindakan (Acting)
Tahap kedua, peneliti melakukan kegiatan penelitian sesuai dengan
perencanaan yang di telah dibuat. Pelaksanaan tindakan adalah kegiatan ini dalam
PTK. Bagi guru, pelaksanaan tindakan ini berupa penerapan model/cara mengajar
yang baru, pada PTK untuk pengembangan profesi guru.
3) Pengamatan (Observasing)
Tahap ketiga yakni melakukan pengamatan oleh peneliti terhadap tindakan
yang sedang dilakukan oleh guru. Pengamatan merupakan tindakan pengumpulan
informasi yang akan dipakai untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan telah
berjalan sesuai dengan rencana yang diharapkan. Guru yang sedang melakukan
tindakan disebut sebagai guru pelaksana, dan pengamat yang mengadakan observasi
terhadap proses tindakan disebut peneliti. Mengamati guru mata pelajaran yang
sedang melangsungkan pembelajaran.
4) Refleksi (Reflecting)
Tahap keempat, Refleksi yaitu untuk mengkaji secara menyeluruh tindakan
yang telahadilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul, dan kemudian
melakukan evaluasi guna menyempurnakan tindakan yang berikutnya. Refleksi dalam
PTK mencakup analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas
tindakan yang dilakukan. Jika terdapat masalah dan proses refleksi, maka dilakukan
proses pengakajian ulang melalui siklus berikutnya yang meliputi kegiatan:
perencanaan ulang, pelaksanaan tindakan ulang, dan pengamatan ulang sehingga
permasalahan yang dihadapi dapat teratasi.9

9
Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), 194-195.
Langkah-langkah penelitian ini terdiri dari siklus-siklus. Tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai seperti yang telah didesain
dalam faktor-faktor yang diselidiki. Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini
setiap siklus meliputi: perencaan, pelaksaan tindakan, observasi, dan refleksi.
a. Siklus 1
1) Perencanaan
a) Guru menyusun Rencanaan Pelaksanaan Pembelajaran dengan
menggunakan metode jigsaw yaitu upaya untuk meningkatkan hasil belajar
peserta didik dalam mata pelajaran fiqih pada materi hadas dan najis.
b) Guru menyiapkan media pembelajaran berupa LCD, computer/laptop, flasdisk,
kertas yang berisi teks yang akan diajarkan.
c) Guru menyusun pedoman observasi
d) Guru menyusun alat evaluasi peserta didik.
2) Pelaksanaan
Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana perbaikan
pembelajaran yang telah disusun pada siklus 1, dengan langkah-langkah kegiatan
antara lain:
a) Kegiatan awal
1. Guru membuka pelajaran
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan apersepsi
b) Kegiatan inti
1. Guru menyampaikan materi pelajaran, dengan sedikit menjelaskan
gambaran umum tentang materi yang akan dipelajari yaitu materi hadas
dan najis
2. Guru membagikan media kertas yang telah ditulis kalimat tentang materi
materi hadas dan najis.
3. Guru memberikan arahan terhadap meteri yang diberikan melalui media
pembelajaran dan membagi sub materi pada tiap kelompok. Sehingga
peserta didik dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
4. Jika telah selesai proses diskusi tiap kelompok maka selanjutnya dengan
mempresentasikan masing-masing keompok
5. Kegiatan tersebut dilakukan hingga selesai sampai seluruh peserta didik
dirasa sudah paham dengan materi tersebut.
c) Kegiatan Penutup
1. Guru memberikan evaluasi
2. Guru menutup pelajaran
3) Pengamatan
Pelaksanaan pengamatan melibatkan beberapa pihak diantaranya guru, peneliti,
dan teman sejawat. Pelaksanaan observasi dilakukan pada saat proses pembelajaran
berlangsung dengan berpedoman pada lembar observasi yang telah dibuat oleh
peneliti. Hal yang harus diamati oleh observer adalah aktivitas peserta didik selama
berlangsungnya proses pembelajaran, dan proses pembelajaran dapat terlaksana
sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Selanjutnya dilakukan analisis
hasil observasi untuk mengetahui keaktifan peserta didik, guru dan jalannya
pembelajaran.
4) Refleksi
Dengan berakhirnya pembelajaran pada siklus I, guru mengadakan refleksi
dengan mempelajari data yang telah dikumpulkan dan mengambil kesimpulan
pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus 1, ternyata apabila belum dapat
memenuhi standar yang diharapkan, maka perlu adanya perbaikan yang dilakukan
pada pembelajaran siklus II.
b. Siklus II
Siklus duapun terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
a) Perencanaan (Planning)
Peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi dan siklus
pertama.
b) Pelaksanaan (Acting)
Guru melaksanakan pembelajaran berdasarkan rencana pembelajaran hasil
refleksi hasil siklus pertama
c) Pengamatan (Observasi)
Peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran peserta didik
d) Refleksi (Reflecting)

Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua dan


menyimpulkan hasil pembelajaran.

Siklus II merupakan tindakan perbaikan dari siklus I yang masih belum berhasil.
Secara umum, penerapan pembelajaran pada siklus II sama dengan penerapan
pembelajaran pada siklus I, hanya saja dilakukan lebih cermat dan memperhatikan
hal-hal yang masih belum tercapai pada saat siklus I. Hal ini dilakukan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal

Sebelum digunakan pembelajaran dengan metode jigsaw pada kondisi


awal terdapat kekurangan pada pembelajaran Fiqih. Kekurangan itu terlihat pada
proses pembelajaran yang diterapkan selama ini masih bersifat verbalistis,
disamping itu kurangnya media pembelajaran dan interaksi antara guru dengan
peserta didik tidak terjadi. Hal ini menjadikan suasana belajar yang kurang
menyenangkan sehingga membuat peserta didik tidak bergairah pada saat
pembelajaran.

Pada kondisi awal nilai rata-rata peserta didik pada pelajaran Fiqih
khususnya pada materi hadas dan najis berada dibawah KKM, hanya mencapai
61 dengan ketuntasan belajar hanya sebesar 45% Dengan adanya kekurangan-
kekurangan yang ditemukan pada saat awal penelitian, maka peneliti memilih
pembelajaran dengan metode jigsaw sebagai upaya untuk meningkatkan hasil
belajar peserta didik.

B. Hasil Tindakan Siklus I

Pada siklus I, terlihat bahwa dari catatan peneliti dan pengamat suasana
kelas masih kurang kondusif. Peserta didik banyak terlihat kurang kesiapan. Hal
ini terjadi karena penelitian pada siklus I ini masih banyak peserta didik yang
belum memahami cara menyelesaikan soal yang berkaitan dengan materi hadas
dan najis. Peneliti sudah berusaha membangkitkan gairah peserta didik dengan
bertanya, menggali ide, menyuruh peserta didik presentasi kedepan kelas, dan
memberikan soal-soal yang lebih banyak agar peserta didik terlatih
menyelesaikan tugas. Hasil yang diperoleh pada siklus I ini masih kurang
memuaskan karena dari 16 peserta didik, yang tuntas hanya 10 peserta didik
saja (62,5%).

Berdasarkan hasil observasi peneliti dengan pengamat atas hasil belajar


peserta didik, maka peneliti dan pengamat kembali merencanakan untuk
melanjutkan pada tindakan siklus II dengan terlebih dahulu melakukan
perbaikan. Dengan demikian kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus I
mengenai peserta didik yang tidak memahami materi hadas dan najis, dengan
baik dapat ditindaklanjuti. Maka direncanakan pada siklus II akan di tingkatkan
lagi dengan penekanan kesiapan materi. Dengan demikian peserta didik dapat
tercapai sesuai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan dalam RPP.

C. Hasil Tindakan Siklus II


Pada siklus kedua, hasil belajar peserta didik sangat mengembirakan bagi
peneliti, karena 14 peserta didik dari 16 peserta didik sudah tuntas hasil belajarnya
atau (87,5%) dengan nilai rata-rata hasil tes peserta didik mencapai 83,88. Hal ini
terlihat jelas dari hasil peserta didik menyelesaikan LKPD yang memberikan hasil
pekerjaannya yang sudah diperiksa oleh peneliti sehingga. Peneliti tidak banyak
mengadakan bimbingan dan berkeliling melihat hasil pekerjaan peserta didik. Sikap
optimis dari peserta didik terlihat, dari cara mereka antusias di dalam kelas saat
Mteri sedang diberikakan. Hal ini disebabkan mereka sudah mulai paham dengan
materi yang disajikan oleh peneliti. Pada saat ulangan harian dilaksanakan mereka
bekerja dengan tenang dan penuh percaya diri, namun masih ada dua peserta
didik yang tidak tuntas menyelesaikan tugas. Pada siklus II ini terbukti, bahwa hasil
belajar peserta didik meningkat mencapai hasil yang diharapkan dengan
menggunakan pembelajaran metode jigsaw. Melalui pembelajaran metode jigsaw
ini peserta didik dapat belajar lebih optimal melalui tugas-tugas yang diberikan oleh
guru.
Agar lebih jelas gambaran peningkatan kegiatan peserta didik dan hasil
belajar peserta didik dari kondisi awal, siklus I dan siklus II, dapat dilihat dan
diperhatikan pada rekapitulasi tabel ketuntasan belajar di bawah ini

No KKM KKM
Absen Siklus I Siklus II
1 80 Tuntas 80 Tuntas
2 58 Tidak tuntas 82 Tuntas
3 76 Tuntas 78 Tuntas
4 88 Tuntas 90 Tuntas
5 63 Tidak tuntas 78 Tuntas
6 65 Tidak tuntas 76 Tuntas
7 78 Tuntas 80 Tuntas
8 78 Tuntas 82 Tuntas
9 76 Tuntas 80 Tuntas
10 83 Tuntas 89 Tuntas
11 50 Tidak tuntas 68 Tidak tuntas
12 80 Tuntas 82 Tuntas
13 58 Tidak tuntas 72 Tidak tuntas
14 63 Tidak tuntas 78 Tuntas
15 78 Tuntas 80 Tuntas
16 79 tuntas 82 Tuntas
1153 1277

Tabel 1 Perbandingan Ketuntasan Belajar Setiap Siklus


Siklus Presentase
No Hasil Tes akhir
I II I II
1. Peserta didik yang
10 14 62,5% 87,5%
tuntas
2. Peserta didik yang
6 2 37,5% 12,5%
tidak tuntas
3 Jumlah 16 16 100 % 100 %
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dalam penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan :

“Ada peningkatan prestasi hasil belajar mata pelajaran fiqih dengan menggunakan

metode jigsaw pada peserta didik kelas 7 C MTs Negeri 9 Kab. Blitar”.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan setelah proses pembelajaran


mata pelajaran Fikih melalui pembelajaran menggunakan metode jigsaw, hasil
keaktifan peserta didik menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode jigsaw
memiliki dampak positif dalam meningkatkan keaktifan belajar peserta didik. Hal ini
dapat dilihat dari semakin mantap dan aktifnya peserta didik terhadap materi yang
disampaikan guru selama dalam proses pembelajaran dan hasil tes pengetahuan yang
telah diberikan.

B. Saran

Bertitik tolak dari hasil penelitian maka dikemukakan saran-saran yang dapat
dipertimbangkan dalam rangka meningkatkan hasil belajar pemberian tugas:
1. Dari hasil penelitian ini, terbukti bahwa pembelajaran mata pelajaran fiqih dengan
menggunakan metode jigsaw dapat meningkatkan pemahaman materi.
2. Disarankan agar Kantor Kemenag Kabupaten dan instansi terkait memantau agar
Madrasah benar-benar mengajarkan budaya membaca kepada siswa, dan
menggunakan metode pembelajaran berbasis TPACK agar guru mahir
menggunakannya, serta menghimbau siswa untuk membaca benar-benar menjadi
kebiasaan mereka sehari-hari, baik di rumah maupun di sekolah.
3. Seorang siswa hendaknya menerima tugas-tugas sebagai latihan, sehingga siswa
memiliki ketrampilan dalam berpikir mandiri. Begitu juga seorang siswa dalam
menyelesaikan tugas perlu adanya sarana dan prasarana sehingga apa yang dapat
dipelajarinya dapat terintegrasi.
4. Seorang guru khususnya mata pelajaran fiqih dengan menggunakan metode
pemberian tugas dengan bervariasi, sehingga saling menutupi kekurangan dan
kelebihannya dalam proses belajar mengajar. Pemberian tugas yang bervariasi
baik individu atau kooperatif akan membantu siswa untuk mencapai hasil yang
maksimal.
5. Pada umumnya belajar siswa tidak mungkin hanya berhubungan dengan
pemberian tugas saja, tetapi juga terdapat hubungan yang lain, yang saling
berpengaruh terhadap hasil belajar. Hendaknya guru memadukan antara
pemberian tugas secara bersama-sama dalam melakukan kegiatan belajar
mengajar agar mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, yaitu hasil belajar yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad AR., Pendidikan di Alaf Baru, (Yogyakarta, Prisma Shopie: 2003)


Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
PT. Tiara Wacana, 2002)
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: Rosda
Karya, 2012)
Punaji Setyasari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, (Jakarta:
Kencana, 2010)
Muhammad Jawad ughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT Lentera Baritama,
cetak k2-7 2001)
Mahfud Ahsan SPd dan Maria Ulfa MA, Risalah Fiqih Wanita, (Surabaya: Terbit
terang)
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 1, (Bandung; PT. Al-ma’arif, 1994)
Drs. Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1973)
Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017)
Model Pembelajaran, Selasa, 14 Agustus 2012 Diposting oleh Unknown di 15.29

Metode pembelajaran jigsaw (model team ahli) HP CS Kami


0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com BBM:5E1D5370

Anda mungkin juga menyukai