Anda di halaman 1dari 15

i

UPACARA ADAT DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT


ACEH

Nama : Oreza Sativa {210503009}

Semester :2

Dosen Pengampu : Dr. Zulfiani, SH, MH


Mata Kuliah : Adat Budaya Aceh

Prodi : Teknik Industri

FAKULTAS TEKNIK

PRODI TEKNIK INDUSTRI

UNIVERSITAS SAMUDRA

2021
ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT berkat rahmat, taufik serta


hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Sholawat serta salam kami curahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW.

            Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan


makalah ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya
bimbingan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak.

            Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat


serta hidayah-Nya sebagai balasan atas amal baik dari
semua pihak yang telah disebutkan di atas. Sadar akan
keterbatasan dan kekurangan yang kami miliki, kami mohon
maaf jika ada penulisan yang kurang berkenan di hati bapak
dosen serta pembaca. Kritik dan saran sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Langsa, 3 Juni,2022

Penulis
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISIv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tahap – Tahap Dalam Perkawinan

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aceh adalah salah satu daerah di Indonesia yang kaya akan


perpaduan budaya, mulai dari campuran budaya Arab, Eropa, Tionghoa
serta Hindia. Salah satu yang masih dipertahankan dan dijunjung tinggi
adalah budaya pada prosesi pernikahan adat Aceh. Kajian ini akan
membahas tentang tahap-tahap dalam perkawinan dalam Masyarakat
aceh . selain kriteria dalam masyarakat aceh juga dijumpai Beberapa
aktivitas-aktivitas upacara sekitaran perkawinan.

B. Rumusan Masalah

1. Tahap-tahap dalam perkawinan


2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tahap-Tahap Dalam Perkawinan

Tahap-tahap dalam perkawinan terbagi menjadi 8 yaitu;

1. Cah ret / keumalon (membuka jalan)

Cah Ret yaitu suatu Istilah dalam bahasa aceh dimana pihak laki-
laki mengunjungi pihak perempuan untuk menanyakan perihal si gadis
apakah telah ada yang meminang apa belum. Perihal ini dilakukan oleh
seorang utusan dari keluarga terdekat pihak laki-laki, orang ini dalam
istilah Aceh disebut dengan “Theulangke”. Theulangke berfungsi sebagai
perantara dalam menyelesaikan berbagai kepentingan diantara pihak
calon Linto baro (Calon mempelai laki-laki), dan dara baro (calon
mempelai perempuan) . Theulangke ditunjuk dari orang yang dituakan di
dalam kampung yang cukup bijaksana, berwibawa, pengaruh dan alim
serta mengetahui seluk beluk adat perkawinan.Theulangke Menanyakan
hal tersebut, dan Apabila si gadis tersebut belum ada yang meminang,
maka Theulangke ini menyampaikan maksud untuk melamar sang gadis
untuk seorang laki-laki. Pada umumnya pemuda yang dianggap dewasa di
daerah ini adalah berumur 25 tahun keatas, sedangkan si gadis berumur
18 tahun keatas. Pada waktu anak laki-laki sudah memasuki kedewasaan
orang tuanya mereka-reka atau mencarikan jodoh untuk anak nya.
Sedangkan orang tua pihak si gadis kebiasaan hanya menunggu
kedatangan pinangan terhadap anaknya.Dalam hal ini kadang-kadang
3

ada juga pemuda dan si gadis yang terlebih dahulu mengadakan


hubungan secara pribadi, apalagi pada zaman sekarang ini, kemudian si
pemuda memberitahukan kepada orang tuanya. Dan selanjutnya orang
tua pemuda mencari seorang Theulangke untuk menghubungi atau
mendatangi orang tua si gadis.

2. Meminang (meulakee) oleh seulangke

Pada Hari yang telah disepakati, datanglah beberapa orang


perwakilan dari pihak laki-laki ke rumah pihak perempuan, pihak laki-laki
yang datang yaitu Wali, Theulangke, Keuchik, Teungku. Dan di rumah
perempuan, telah ada wakil dari pihak perempuan, yaitu: wali, Theulangke
dan orang yang dituakan, yang menunggu kedatangan utusan pihak laki-
laki. Pihak laki-laki datang dengan membawa sirih dalam cerana “Batee
Ranup” serta penganan ringan (Bungong jaroe) yang bertujuan sebagai
penguat ikatan kedua belah pihak. Setelah acara lamaran ini selesai,
maka perwakilan pihak laki-laki akan mohon pamit untuk pulang.
Sementara itu keluarga pihak wanita meminta waktu untuk
bermusyawarah, mengenai diterima-tidaknya lamaran tersebut.
Keputusan tidak diberikan pada saat itu, melainkan dilakukan
musyawarah (Duek Pakat) terlebih dahulu dengan sanak family dalam
keluarga anak gadis itu, Dan apabila lamaran tersebut diterima maka baru
disampaikan pada Theulangke pihak laki-laki, biasanya masa
menunggunya lebih kurang satu minggu. Hal ini dilakukan agar jangan
sampai tergesa-gesa dalam mengambil keputusan tersebut. Setelah kata
sepakat baru kemudian Theulangke menanyakan hal sekitar mahar (mas
kawin).

3. Ranub kong haba / jakbal tanda (sirih pertunangan) / ikatan konkrit


4

Sebelum dilakukannya Ranub kong haba telebih dahulu dilakukan “


Deuk Pakat’ . Deuk Pakat dimaksudkan,memanggil seluruh ahli waris
untuk memberitahukan, bahwa si A telah diperoleh jodohnya dan meminta
persetujuan kaum kerabatnya, serta merencanakan persiapan-persiapan
selanjutnya. Persiapan-persiapan itu merupakan penentuan waktu
mengantarkan tanda pertunangan. Lebih jauh dari itu penentuan waktu,
kapan peresmian perkawinan dilaksanakan. Apabila kalau calon istri dan
calon suami sudah mencapai syarat umur untuk kawin. Dimusyawarahkan
juga apakah nanti dalam pelaksanaan perkawinan akan dilangsungkan
kenduri sekedarnya atau secara besar-besaran. Kebiasaan yang terjadi
mengenai besar kecilnya pesta (kenduri) perkawinan tergantung pada
tingkat ekonomi orang bersangkutan. Duduk musyawarah seperti itu di
daerah adat Aceh disebut meuduk pakat,

Upacara duduk bermufakat bertujuan untuk


memberitahukan·kepada seluruh ahli waris, bahwa salah seorang dari
pada anggota kerabat mereka akan memenuhi jenjang rumah tangga.
Lebih jauh duduk bermufakat bertujuan untuk mencapai kebulatan k.ata
dan solidaritas dari seluruh ahli waris ( anggota 1kerabat).Tercapainya
kegotong royongan bersama dalam tindakan-tindakan selanjutnya
menjelang upacara peresmian perkawinan, sehingga tidak ada pihak-
pihak tertentu dari anggota kerabat mereka merasa ditinggalkan, atau
tidak puas tentang pemilihan jodoh si pemuda maupun si wanita (gadis).
Dengan demikian diharapkan semua unsur terlibat didalam masalah
tersebut.

menjelang upacara peresmian perkawinan, sehingga tidak ada


pihak-pihak tertentu dari anggota kex:abat mereka merasa ditinggalkan,
atau tidak puas tentang pemilihan jodoh si pemuda maupun si wanita
(gadis). Dengan demikian diharapkan semua unsur terlibat di dalam
masalah tersebut Selesai Upacara Jak Meulakee (meminang) dan

1
ADAT DAN UPACARA PERKAWINAN DAERAH ISTIMEWA ACEH (HAL: 67)
5

Keluarga Perempuan pun Telah Musyawarah(Duek Pakat). Maka tibalah


saatnya Ba Ranub Kong haba (Sirih pertunangan). Ranub Kong Haba ini
dimaksudkan sebagai meminang resmi.

Dalam upacara tersebut, pihak keluarga anak dara


memberitahukan dan sekaligus mengundang orang tua kampong, seperti
Keuchik dan Teungku sagoe bersama isterinya, supaya pada hari dan
tanggal yang telah ditetapkan oleh kedua belah pihak pada waktu upacara
Jak Meulakee yang lalu, hadir kerumahnya, demikian pula turut diundang
sanak keluarga yang dekat dan para tetangga. Maksud dan tujuannya
yaitu untuk menunggu kedatang rombongan utusan pihak laki-laki dan
sekaligus mendengarkan pembicaraan-pembicaraan kedua belah pihak.

Dalam acara ini kedua belah pihak merundingkan tentang :

a. Jeulamee (mas Kawin). Kebiasaan masalah mas kawin


ditentukan oleh orang tua pihak gadis. Jumlah mas kawin yang berlaku
didaerah Kabupaten Aceh barat yaitu berkisar antara 10-20 Mayam Emas.
Di daerah kabupaten Aceh Barat juga ada ketentuan mahar mitsil , yaitu
menurut mahar saudara perempuannya.

b. Waktu yang baik untuk Meugatib/menikah dan bersanding


(walimah).

c. Dan hal-hal lain yang dirasa perlu sehubungan dengan upacara


berlangsungnya perkawinan tersebut.

Upacara berlangsung dalam suasana yang diliputi adat. Baik tutur


kata, sikap, sajian makanan dan kedaan ruangan diseluruh rumah.

4. Ghatib (menikah)

Ghatib atau menikah merupakan upacara yang paling puncak


dalam rangkaian adat dan upacara perkawinan. Peresrnian perkawinan
6

yang sudah lama dinanti-nantikan dan dipersiapkan kini tiba saatnya.


Selama tenggang waktu tersebut kedua belah pihak mempersiapkan diri
rnasing-masing secara individu maupun secara kekeluargaan. Masing-
masing pihak tidak akan meremehkan upacara besar itu. Kiranya tidak
perlu dibahas lagi bagaimana pentingnya pekerjaan itu dalam sejarah
penghidupan individu manusia. Oleh karena itu persiapan-persiapan
tersebut tidak saja menyangkut dengan persiapan yang berhubungan
dengan pesta perkawinan, tetapi menyangkut dengan peralatan
peresmian perkawinan itu sendiri, seperti alat-alat pelaminan, alat-alat
rnenghias, alat-alat rumah, dan sejenisnya, terutama di pihak pengantin
wanita. Sebab yang menjadi focus upacara perkawinan adalah keindahan
dan tata hias dirumah pengantin wanita.

Sebagairnana dalam upacara peresmian perkawinan, dalam


upacara pelaksanaan peresmian perkawinan di tiap-tiap daerah adat Aceh
mempunyai ciri khas tersendiri. Ciri khas itu terlihat dalam berbagai aspek,
antara lain dalam soal-soal makanan, hiasan pelaminan, menyambut
pengantin laki-laki dan sebagainya.Upacara peresmian perkawinan
bertujuan untuk memproklamirkan kepada khalayak ramai, bahwa dua
remaja yang bersangkutan sudah menjadi suami-istri secara resmi.
Namun pernikahan seperti dalam hukum Islam sudah menjadi syarat
mutlak, bila belum dipesandingkan, pernikahan itu dipandang masih
belum sempurna. jadi upacara peresmian perkawinan ( duduk bersanding;
dua) erat kaitannya dengan adat-istiadat masyarakat Aceh. Lebih jauh
dapat dikabarkan, upacara peresmian perkawinan merupakan upacara
yang paling puncak, yang telah lama dipersiapkan oleh seluruh kaum
kerabat. Mereka memikul tanggung-jawab bersama, setelah upacara
duduk bennufakat, dan duduk bersanding adalah manifesti idee keindahan
dalam rasa inereka bersama, dalam menempatkan salah satu anggota
kerabat mereka pada pintu gerbang rumah-tangga.
7

Pada upacara presmian perkawinan, lebih di titik berat kan


(divokuskan) pada materi-materi yang diperlukan yang meliputi peralatan,
dan keuangan. Dalam hal ini peranan dari kaum kerabat makin
menentukan dengan tidak mengabaikan tokoh-tokoh masyarakat
setempat seperti Keuchik dan Teungku kampung. Besarnya pesta yang
diadakan, maupun jumlah manpower yang akan dikerahkan dalam pesta
tersebut benar-benar harus diperhitungkan secara matang lebih-dahulu.
Resiko yang akan mungkin dihadapi sehingga memerlukan reserver-
reserver yang harus dipersiapkan. Umpamanya berapa ekor kambing
yang harus dijadikan cadangan atau berapa goni beras yang harus
dijadikan serep dan sebagainya. Selanjutnya pesta peresmian perkawinan
diwarnai pula dengan berbagai-bagai kegiatan adat seperti jemput
pengantin, beramah-tamah, tandan pengantin, mengantar bahan
makanan, dengan berbagai-bagai kegiatan adat seperti jemput pengantin,
beramah-tamah, tandan pengantin, mengantar bahan makanan, dan
sebagainya. Semua kegiatan adat itu memerlukan tata-cara pelaksanaan
tertentu dan memerlukan biaya pula, sehingga pesta perkawinan benar-
benar sempurna.2

5. Ranub gaca ( ber-inai)

Ranub gaca atau berinai adalah pemakaian daun pacar untuk


menghiasi tangan Calon Dara Baro. Boh Gaca merupakan tradisi
pernikahan dan merupakan sunah Rasul. Prosesi Boh Gaca ini diawali
dengan “Peusijuk Gaca” menurut tradisi untuk peusijuk Gaca ini, Buleukat
untuk peusijuk diantar oleh saudara perempuan dari ayah atau ibu
pengantin perempuan.Selanjutnya, calon dara baro di Peusijuk oleh orang
2
ADAT DAN UPACARA PERKAWINAN DAERAH ISTIMEWA ACEH (HAL 74-75)
8

yang dituakan dalam keluarganya, dan disusul dengan pemakaian Inai,


inai dipakaikan di kedua tangan calon dara baro, persisnya dari ujung jari
sampai lengan tangan. serta kedua kaki hingga menutupi telapak kaki
pengantin. Kegiatan ini dilakukan hingga 3 malam berturut-turut. Boh gaca
ini Selain dilakukan oleh pengantin juga dilaksanakan oleh perempuan-
perempuan yang masih gadis yang masih memiliki hubungan
kekerabatan, atau tetangga-tetangga.

6. Intat linto baroe

Intat linto baroe merupakau pacara Mengantar Mempelai. Upacara


mengantar mempelai (intat /into) merupakan sebutan masyarakat adat
Aceh adalah upacara membawa (mengantar) pengantin laki-laki dari
rumahnya ke rumah pengantin wanita . Pengantarnya terdiri dari lakilaki
dan wanita-wanita. Upacara mengantarkan pengantin lakilaki ke rumah
pengantin wanita di daerah adat Aceh disebut intat /into, di daerah adat
Aneuk Jamee disebut maanta marapulai, di daerah adat Tamiang disebut
ngantat mempelai, sedangkan di daerah adat Gayo disebut malam
mahbai dan di daerah adat Alas disebut meuraleng. Upacara ini pada
umumnya dilaksanakan secara sangat meriah sekali, sering disertai alat-
alat bunyibunyian, berzikir, dan membawa berzanji serta selawat kepada
Nabi.

Sebelum rombongan berangkat terlebih dahulu imum meunasah


{pimpinan madrasah) memperciki air sitawar sidingin terhadap pengantin
laki-laki serta membawa doa selamat bagi kesejahteraan pengantar laki-
laki. Setelah segala sesuatunya selesai, rombongan bergerak dari rumah !
into baro menuju ke rumah dara baro, dipimpin oleh keuchik, imum
meunasah dan pemuka-pemuka masyarakat lainnya.
9

susunan rombongan dalam perjalanan mempunyai aturan-aturan


tertentu, namun kadang-kadang tidak begitu diperhatikan lagi pada waktu
sekarang. Adapun kebiasaan susunan rombongan dalam perjalanan
adalah sebagai berikut: di depan sekali beberapa orang wanita-wanita tua
dan beberapa wanita pembawa bahan makanan (peuna.joh), kelompok
wanita-wanita muda, dan wanita-wanita tua, kelompok pemuka-pemuka
musyawarah, di dalamnya termasuk keuchik dan imum meunasah.
Pengantin laki-laki (linto) diapit oleh dua orang pengapit serta beberapa
tokoh pemuda lainnya, kelompok orang-orang muda laki-laki, dan
kelompok laki-laki tua serta beberapa orang pemuda-pemuda terkemuka.
Dalam hal ini regu kesenian boleh ditempatkan di mana yang dianggap
baik, apakah di depan atau di belakang. Di daerah adat Gayo regu
kesenian ini ditempatkan di belakang sekali. Seluruh para pengantar
patuh pada satu komando, walaupun komando itu pada hakekatnya tidak
jelas. Tetapi semua mereka terikat dalam suatu tata-krama yang berlaku
pada saat mengantar pengantin tersebut sejak dari berangkat ke tempat
yang dituju hingga mereka kembali.3

7. Woe sikuereung

Acara ini dilakukan setelah acara intat linto, maka pihak rombongan
kembali pulang, tetapi , linto baru bersama dara barodi bawa ketempat
tidur oleh perempuan tua,namun dibatasi dengan bantal guling antara
keduanya esok hari menjelang subuh linto baru bersama pengampee
dengan menunggu sarapan pagi lalu pulang kerumah nya.

3
ADAT DAN UPACARA PERKAWINAN DAERAH ISTIMEWA ACEH (HAL 77-78)
10

8. Tueng dara baro (menjemout dara baru )

Tueng dara baro merupakan prosesi dimana diantarnya dara baro


ke rumah pihak laki-laki oleh keluarganya. Prosesnya tidak jauh berbeda
dengan antar Linto, hanya saja Tempat Peu neu Woe yang dibawa oleh
pihak laki-laki dikembalikan dengan mengisi berbagai macam Kue-kue
khas Aceh

Dalam masyarakat adat Aceh kedatangan dara baro ke rumah


mertuanya, diiringi beberapa puluh orang perempuan sekampungnya
terutama wanita-wanita ahli warisnya, istri keuchik, istri imum kampung
bersangkutan sebagai kepala rombongan. Kehadiran dara baro ke rumah
mertuanya disertai pembawaan-pembawaan berupa peunajoh-peunajoh
(serba macam penganan) menurut adat resam yang berlaku dan menurut
kemampuan keuangan orang tuanya. Dalam talam (idang-idang) itu diisi
penganan, misalnya boi (bolu), peunajih tho Aceh (kue kering AeehJ,
dodol, halwa, meuseukat, halwa benggala keukarah dan lain-lain
sebagainya.
11

BAB III

PENUTUPAN

A. KESIMPULAN

Tahap- tahap adat perkawinan diatas adalah tahapan yang


dilakukan pada acara menjelang pernikahan maupun setelah
pernikahan. Dengan terus berjalanya tahapan adata perkawinan
diatas dapat lebih melestarikan budaya yang ada di aceh
12

DAFTAR PUSTAKA

http://repositori.kemdikbud.go.id/13213/1/ADAT%20DAN
%20UPACARA%20PERKAWINAN%20DAERAH%20ISTIMEWAH
%20ACEH.pdf

https://maa.bandaacehkota.go.id/2013/10/09/adat-pernikahan-
di-aceh-barat/

Anda mungkin juga menyukai