Disusun oleh :
FAKULTAS FARMASI
KEDIRI
2021
LEMBAR PENGESAHAN
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) dapat terselesaikan dengan baik. Laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) ini disusun berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan PKPA yang
telah dilaksanakan oleh penulis di RSUD dr. Soedomo pada tanggal 7 Juni – 31 Juli
2021.
1. dr. Sunarto selaku direktur RSUD Dr. Soedomo Kabupaten Trenggalek yang
telah memberikan dukungan dan pengarahan selama melaksanakan Praktek
Kerja Profesi Apoteker.
2. apt. Dra. Sri Suhartatik selaku apoteker kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
RSUD Dr. Soedomo Kabupaten Trenggalek dan pembimbing PKPA di yang
telah membimbing, membagi ilmu, saran, dan dukungan selama pelaksanaan
Praktek Kerja Profesi Apoteker.
3. Dra. Ec. Lianawati., MBA, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Bhakti Wiyata
Kediri.
4. apt. Tri Puji Lestari, M.Farm, selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.
5. apt. Esti Ambar Widyaningrum, M.Farm, selaku dosen pembimbing PKPA di
RSUD Dr. Soedomo Kabupaten Trenggalek yang telah memberikan
bimbingan selama penyusunan laporan ini.
ii
6. Seluruh Apoteker beserta staf dan karyawan RSUD Dr. Soedomo Kabupaten
Trenggalek yang telah membantu selama pelaksanaan praktek kerja di RSUD dr.
Soedomo Kabupaten Trenggalek.
7. Keluarga yang selalu memberikan dukungan, semangat, cinta dan doa serta
teman-teman semua atas kebersamaan dan kerjasama selama pelaksanaan
praktek kerja.
8. Semua mahasiswa Program Pendidikan Profesi Apoteker angkatan 3 dan
Almamater tercinta, Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan dan
bantuannya.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis selalu menerima segala bentuk kritik dan saran yang
membangun. Akhirnya penulis berharap semoga laporan praktek kerja ini
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang farmasi.
Besar harapan penulis, semoga kerja sama antara RSUD Dr. Soedomo Kabupaten
Trenggalek dan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri dapat terus berlanjut
di masa mendatang.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
TINJAUAN PENYAKIT
A. CVA Iskemik
1) Definisi
Secara umum pengertian stroke adalah gangguan fungsional otak
yang terjadi secara mendadak dengan tanda klinis foal atau global yang
berlangsung dalam jangka waktu lebih dari 24 jam. Cerebro Vaskuler
Accident iskemik atau yang biasanya disebut stroke iskemik adalah suatu
keadaan terjadinya gangguan aliran darah menuju otak yang disebabkan
karena bekuan darah yang menyumbat di pembuluh darah (Tamburian,
2020). Gejala CVA iskemik yaitu gangguan motorik (hemidefisit motorik),
gangguan sensorik (hemidefisit sensorik), gagguan berkomunikasi (afasia),
kehilangan penglihatan (hemianopsia) dan defisit batang otak (Mutiarasari,
2019).
2) Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah
jantung koroner dan kanker. Di seluruh dunia, Cina merupakan negara
dengan dengan tingkat kematian tertinggi akibat stroke yaitu sebesar 19,9%
bersama dengan Afrika dan Amerika. Insiden stroke di seluruh dunia sekitar
15 juta orang setiap tahunnya dimana sepertganya mengalami kecacatan
permanen dan sepertiganya meninggal. Tsetiap tahunnya terdapat 795.000
pasien baru dimana 610.000 orang merupkan serangan pertama dan 185.000
orang merupakan serangan berulang. Berdasarkan WHO kematian akibat
stroke di Indonesia mencapai angka 7,9%. Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 prevalensi stroke di Indonesia sebesar 7 per 100
penduduk. Prevalensi stroke dari tertinggi ke terendah yaitu Sulawesi
Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), Jawa
Timur (16%) (Mutiarasari, 2019).
1
2
3) Klasifikasi
Berdasarkan Humam tahun 2015, perjalanan klinis CVA iskemik
dapat dikelompokkan menjadi :
a. Transient Ischemic Attack (TIA) atau serangan stroke sementara :
Merupakan gejala deficit neurologis yang berlangsung kurang dari 24
jam.
b. Reversible Ischemic Neurological Deficits (RIND) : Merupakan kelainan
atau gejala neurologis yang menghilang kurang lebih 24 jam sampai 3
minggu.
c. Stroke progresif : Merupakan stroke yang gejala klinisnya berkembang
secara bertahap dari ringan sampai berat.
d. Stroke komplit : Merupakan stroke dengan deficit neurologis yang
menetap dan sudah tidak berkembang lagi.
4) Etiologi
Gejala stroke yang umumnya terjadi yaitu wajah, tangan dan kaki
terasa kaku atau mati rasa dan lemah secara tiba-tiba. Gejala lainnya yaitu
pusing, kesulitan berbiara, kesulitan melihat dengan baik, kehilangan
keseimbangan dan sakit kepala berat. Terjadinya stroke dapat disebebkan
oleh beberapa faktor yang dibagi menjadi faktor yang tidak dapat diubah
seperti genetik, jenis kelamin dan usia. Sedangkan faktor yang dapat diubah
yaitu hipertensi, daya hidup seperti merokok, konsumsi alkohol, diabetes
mellitus dan stress (Suwaryo, 2019).
5) Patofisiologi
Adanya trombus dan embolus pada pembuluh darah di otak
menyebabkan aliran darah ke otak berkurang atau terhenti untuk mengalir
3
7) Monitoring Evaluasi
B. Epilepsi
1) Definisi
Epilepsi adalah gangguan fungsi otak disertai gejala yang khas
seperti kejang berulang yang diakibatkan oleh terlepasnya muatan listrik
neuron di otak secara berlebihan dan proksimal. Kejang merupakan ciri khas
yang ada pada penyakit epilepsi, namun tidak semua kejang dapat dikatakan
sebagai epilepsi (Yolanda, 2019). Epilepsi merupakan penyakit syaraf tidak
menular yang sering terjadi tanpa ada batasan usia, ras dan tingkat sosial.
Kejang atau bangkitan epileptic pada pasien epilepsy akan terus menerus
terjadi dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis dan sosial.
Kejang biasanya terjadi lebih dari 24 jam. Bangkitan epilepsi terbagi
menjadi tiga kategori yaitu kejang parsial atau fokal, kejang umum dan
kejang yang tidak terklasifikasi (Ekaputri, 2020).
2) Epidemiologi
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat kasus epilepsi sebesar 50 juta.
Di negara maju epilepsi terjadi sebesar 50/100.000 dan di negara
berkembang sebesar 100/100.000. di negara maju penyebab epilepsi non
idiopatik adalah stroke dan 50% epilepsi idiopatik. Insiden epilepsi secara
global terdapat 3,5 juta kasus baru setiap tahunnya yang terbagi dalam
beberapa kategori yaitu anak-anak sebesar 40%, orang dewasa 40% dan usia
lanjut sebesar 20%. Di Indonesia diperkirakan terdapat 900.000 sampai
5
6) Monitoring Evaluasi
Tabel I.2 Monitoring Evaluasi Epilepsi
C. Syok Septik
1) Definisi
Syok septik adalah keadaan dimana seseorang membutuhkan
administras terapi vasopressor untuk mempertahankan Mean Arterial
Pressure (MAP) > 65 mmHg dan meningkatnya konsentrasi plasma > 2
mmol/L. Syok septik merupakan komplikasi dari sepsis dengan hipotensi
presisten atau refaktori walaupun resuitasi cairan sudah adekuat. Sepsis
merupakan kegawatdaruratan medis dimana sistem imun di dalam tubuh
merespon adanya infeksius dalam tubuh yang menyebabkan disfungsi organ
menjadi fatal dan menyebabkan kematian. Diagnosa pada penyakit ini
dilakukan dengan tanda tekanan sistolik darah ≤ 90 mmHg atau Mean
Arterial Pressure (MAP) darah ≤ 65 mmHg atau penurunan > 40 mmHg
dari baseline yang telah ditentukan (Umroh, 2020).
2) Epidemiologi
Di Amerika Serikat insiden terjadinya syok sepsik yaitu terdapat 11
kasus per 100.000 orang dengan angka kematian mencapai 80%. Sampai
saat ini syok septik masih menjadi tantangan yang besar di dunia kesehatan.
Seiring dengan perjalanan sepsis menjadi syok septik, keterlambatan
pemberian obat dapat menyebabkan kematian (Purwanto, 2018).
3) Etiologi
Etiologi terjadinya syok septik yaitu masuknya mikroba ke aliran
darah bukan merupakan sesuatu yang mendasar terhadap timbulnya sepsis
berat, karena infeksi lokal dengan penyebab bakteri yang menghasilkan
produk patogen seperti ekso-toksin, dapat juga memicu respon inflamasi
sistemik sehingga menimbulkan disfungsi organ di tempat lain dan
hipotensi (Purwanto, 2018).
8
4) Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya syok septik diawali dari respon inflamasi
yang menyebabkan kerusakan jaringan inang dan respon anti inflamasi
menyebabkan leukosit aktif. Jika keseimbangan untuk mengontrol proses
inflamasi lokal dan untuk membasmi patogen yang menyerang hilang,
terjadi respon inflamasi sistemik yang dapat menyebabkan sepsis dan syok
septik (Dipiro edisi 11, 2020).
Patofisiologi terjadinya syok septik tercantum pada gambar I.3
6) Monitoring Evaluasi
6) Monitoring Evaluasi
E. Tuberculosis (TBC)
1) Definisi
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TBC mudah menyerang
orang yang mengidap penyakit HIV, orang dengan gizi buruk dan
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang. Gejala atau tanda TBC yaitu
batuk berdahak lebih dari dua minggu, nafsu makan menurun, berat badan
berkurang dan badan terasa lemas. Lamanya waktu kontak atau intensitas
kontak dengan penderita TBC paru dapat menyebabkan seseorang terpapar
M. tuberculosis (Kristini, 2020).
2) Epidemiologi
Prevalensi penderita TBC di Indonesia yaitu setiap 100.000
penduduk terdapat 400 orang yang terdiagnosa terinfeksi TBC. Berdasarkan
data Kemenkes tahun 2013 menunjukkan bahwa sebanyak 194.853 orang
yang menderita TBC paru di Indonesia, 161.365 (82,80%) diantaranya
sudah sembuh, pasien dengan pengobatan lengkap hanya sebanyak 14.964
pasien (7,70%). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun
2013 menyatakan bahwa jumlah pasien TBC dengan usia < 1 tahun sebesar
2%, usia 1-4 tahun sebesar 4%, usia 5-14 tahun sebesar 0,30% dan pada
orang dewasa sebesar 3%. Penularan bakteri Mycobacterium tuberculosis
terjadi ketika pasien yang terdiagnosa TBC mengalami batuk atau bersin
sehingga bakteri tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak yang
dikeluarkan perderita tersebut. Dalam satu kali berdahak, penderita TBC
13
Jumlah pemberian tablet OAT berdasarkan usia tercantum pada gambar I.10
7) Monitoring Evaluasi
17
B. Data Klinik dan Laboratorium
Tabel II.2 Data Klinik Pasien
Tanggal
No DATA KLINIK
7/6 8/6 9/6 10/6 11/6 12/6 13/6 14/6 (KRS)
1 Suhu 36 36 36 36 36 36 36 36
2 Nadi (x/menit) 99 72 66 70 93 84 95 60
3 RR (x/menit) 20 20 20 20 20 20 20 20
4 Tekanan Darah (mmHg) 114/63↓ 90/60↓ 103/77↓ 114/80↓ 82/61↓ 105/78↓ 91/66↓ 86/60↓
5 SPO2 99% 99% 97% 99% 99% 97% 97% 97%
6 KU (lemah) + + + + + + cukup cukup
7 GCS 456 456 456 456 456 456 456 456
8 Kejang + + - - - - - -
9 Nyeri perut - + - - - - - -
10 Muntah + - - - - - - -
Extremitas Dextra (gerak
11 + + + berkurang berkurang berkurang berkurang berkurang
tangan dan kaki kanan berat)
12 Batuk dan sesak -/- -/- -/- +/+ +/+ +/+ -/- -/-
Epilepsi, CVA
Obs Hipotensi, Hipotensi,
CVA trombo Hipotensi,
konvulsi CVA CVA CVA
CVA infark, emboli, HAP,
PERKEMBANGAN DIAGNOSA susp infark, infark, infark,HAP,
Infark hipotensi HAP, epilepsi
CVA SKP, SKP, TB paru
septik, seotik post CVA
bleending HAP HAP
SKP syok
18
Tabel II.3 Data Laboratorium Pasien
19
Interpretasi Data Klinik
1. Nadi penurunan denyut nadi menandakan adanya gangguan listrik di jantung yang berperan dalam
mengontrol irama detak jantung
2. Tekanan darah penurunan tekanan darah menunjukan tanda-tanda hipotensi
3. Kondisi umum perubahan tiap kondisi umum pasien dapat menunjukan progres peningkatan kualitas hidup pasien
4. Extremitas dextra menunjukkan kemampuan anggota gerak menurun
5. Leukosit peningkatan leukosit menunjukkan adanya infeksi
6. Trombosit peningkatan trombosit menunjukan adanya penggumpalan darah
7. GD 2 jam PP peningkatan gula darah 2 jam post prandial menandakan tingginya kadar gula dalam darah setelah
makan
(Sumber : Kemenkes, 2011)
20
C. Profil Terapi
Tabel II.5 Profil Terapi Pasien
21
D. Analisis SOAP
1. Tanggal 7-6-2021 (Ada indikasi tidak ada terapi)
Tabel II.6 Analisis SOAP Tanggal 7-6-2021
22
3. Tanggal 12-6-2021 (Interaksi obat)
Tabel II.8 Analisis SOAP Tanggal 12-6-2021
23
E. Monitoring Efek Samping Obat Aktual
Tabel II.10 Monitoring Efek Samping Obat Aktual
24
Rentang ESO 3%
sampai 8%
(DIH)
5 9/6 Leukopenia, Phenytoin 3 x 1 amp (100 Melakukan cek 9/6 sampai Pada tanggal 11/6 hasil
sampai trombositopenia, mg / 2 ml) laboratorium 13/6 lab WBC dan trombosit
13/6 demam, sakit (pagi, siang dan WBC dan pasien normal. Selama
tenggorokan, mulut malam) trombosit, serta pemberian obat pasien
kering, ruam dan monitoring tidak mengalami efek
hipersensitivitas kondisi umum samping
(DIH) pasien
6 9/6 Hipersensitivitas, Vascon Setiap jam Monitoring 9/6 sampai Selama pemberian obat
sampai bronkospasme, mual, (berisi kondisi umum 13/6 pasien tidak mengalami
13/6 muntah, diare, nyeri norepineprin) pasien efek samping
perut bagian atas,
ruam, angioedema,
urtikaria, pruritus
(DIH)
7 9/6 Sakit kepala, rentang Atorvastatin 1 x 20 mg Monitoring 9/6 sampai Selama pemberian obat
sampai ESO 3% sampai 17% kondisi umum pasien tidak mengalami
Nyeri dada, edema (malam hari) 14/6
14/6 pasien efek samping
perifer, ruam kulit,
gastrointestinal,
konstipasi, diare
Rentang ESO 2%
sampai 10%
(DIH)
25
8 10/6 Iritasi saluran cerna Aspilet 1 x 80 mg Monitoring 10/6 Selama pemberian obat
sampai dan hipersensitivitas (berisi asam kondisi umum pasien tidak mengalami
(pagi hari) sampai
14/6 asetilsalisilat) pasien efek samping
14/6
9 11/6 Neuropati, Air OAT 1 x 3 tablet Monitoring 11/6 Selama pemberian obat
sampai kemih berwarna Isoniazid kondisi umum pasien tidak mengalami
(siang hari) sampai
13/6 merah, Asam urat, Rifampisin pasien efek samping
Gangguan Pirazinamid 13/6
penglihatan Etambutol
(Tata Laksana
Tuberkulosis)
10 12/6 Hipoglikemi, ruam Levofloxacin 1 x 750 mg Monitoring 12/6 Selama pemberian obat
sampai kulit dan neuropati kondisi umum pasien tidak mengalami
(pagi hari) sampai
13/6 (DIH) pasien efek samping
13/6
11 14/6 Sariawan dan N-acetylsistein 2 x 200 mg Monitoring 14/6 Selama pemberian obat
hipersensitivitas (DIH) kondisi umum pasien tidak mengalami
(pagi dan malam
pasien efek samping
hari)
12 14/6 Diare, rentang ESO Cefixim 2 x 100 mg Monitoring 14/6 Selama pemberian obat
≥ 10% kondisi umum pasien tidak mengalami
(pagi dan malam
Sakit perut, mual, pasien efek samping
dispepsia, perut hari)
kembung, mencret
Rentang ESO 2%
sampai 10%
(DIH)
26
F. Lembar Pemantauan Terapi
Tabel II.11 Lembar Pemantauan Terapi Pasien
Tujuan Rekomen- Parameter Hasil Akhir Frekuen Tanggal
Farmakoterapi dasi Terapi yg dipantau yg si 7/6 8/6 9/6 10/6 11/6 12/6 13/6 14/6
Diinginkan Pemanta
-uan
Vitamin saraf Citicolin Extremitas Extremitas Setiap + + + kurang kurang kurang kurang kurang
untuk injeksi dextra (gerak dextra hari
mempercepat (DIH) tangan dan membaik selama
kaki kanan
masa pemulihan berat) pemberi
akibat stroke an obat
Sebagai Diazepam Kejang Kejang Setiap + + - - - - - -
antikonvulsan injeksi pasien pasien hari
untuk (DIH) sembuh selama
mengobati pemberi
kejang/epilepsi an obat
Antibiotik gol. Cefotaxim Leukosit Data lab Secara WB - - - WBC - - -
sefalosporin injeksi (WBC) normal berkala C15, 6,86 x
untuk (DIH) 16 x 103/uL
mengobati 103/uL
pneumonia
Sebagai Clopidogrel APTT Hasil Ketika - - - - - - - -
antiplatelet (DIH) APTT dan terjadi
untuk INR INR baik perubah - - - - - - - -
mengencerkan an pada
darah dan Extremitas pasien + + + kurang kurang kurang kurang kurang
mencegah dextra (gerak
penyumbatan tangan dan
kaki kanan
pembuluh darah berat)
27
Sebagai Phenitoin Kejang Kejang Setiap hari + + - - - - - -
antikonvulsan injeksi (DIH) pasien pasien selama
untuk sembuh pemberian
mengobati obat
kejang/epilepsi
Untuk Vascon TD pasien TD Setiap hari 114/63 90/60 103/77 114/80 82/61 105/78 91/66 86/60
mengobati (Berisi normal selama
syok septik norepinepri) pemberian
(DIH) obat
Sebagai OAT (Dipiro Kondisi Kondisi Setiap hari Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah
antibiotic dan Pedoman umum umum selama
untuk Tatalaksana pasien pemberian
mengobati Tuberculosis) membaik, obat
tuberculosis Batuk dan
-/- -/- -/- +/+ +/+ +/+ -/- -/-
yang sesak
disebabkan
oleh
Mycobacterium
tuberculosis
Antibiotik Levofloxacin Leukosit Data lab Secara WBC - - - WBC - - -
golongan tablet (DIH) (WBC) normal berkala 15,16 x 6,86 x
quinolone 103/uL 103/uL
untuk
mengobati
pneumonia
nosocomial
(HAP)
28
- -
Mengurangi Atorvastatin Trigliserida Hasil data Setiap hari 65,8 - - - - -
kadar lipid tablet lab
- -
sehingga (Jurnal : Kolestrol rigliserida 145,9 - - - - -
mengurangi Peranan Obat dan
resiko stroke Gol Statin) kolestrol
iskemik
Sebagai Aspilet tablet APTT Hasil Ketika - - - - - - - -
antiplatelet (berisi asam INR APTT dan terjadi - - - - - - - -
pada pasien asetisalisilat) Extremitas INR baik perubahan kurang kurang kurang kurang kurang kurang kurang kurang
stroke (DIH) dextra pada
iskemik (gerak pasien
tangan dan
kaki kanan
berat)
Golongan Solvinex Batuk dan Batuk dan Setiap hari -/- -/- -/- +/+ +/+ +/+ -/- -/-
mukolitik injeksi (Basic sesak sesak selama
untuk Pharmacology pasien pasien pemberian
mengatasi & Drug sembuh obat
gangguan Notes,
saluran nafas PIONAS)
yang disertai
mukus/dahak
Vitamin Citicolin Extremitas Extremitas Setiap hari + + + kurang kurang kurang kurang kurang
saraf untuk tablet (DIH) dextra dextra selama
mempercepat (gerak membaik pemberian
pemulihan tangan dan obat
akibat stroke kaki kanan
berat)
29
Sebagai Phenitoin Kejang Kejang Setiap hari + + - - - - - -
antikonvulsan tablet (DIH) pasien pasien selama
untuk sembuh pemberian
mengobati obat
kejang/epilepsi
Sebagai Vitamin B6 Nyeri Nyeri Setiap hari - - - - - - - -
vitamin untuk tablet (DIH) pasien pasien selama
mengobati sembuh pemberian
mengobati Mual obat - - - - - - - -
neuropati
(efek samping
obat isoniazid)
dan untuk
mengatasi
muntah
Golongan N-Acetyl Batuk Batuk Setiap hari - - - + + + - -
mukolitik Sistein tablet pasien sembuh selama
untuk (DIH) pemberian
mengobati obat
batuk
berdahak
30
G. Konseling
Tabel II.12 Konseling Terapi Pasien
Hari /
No Uraian Rekomendasi / Saran Evaluasi
Tanggal
1 7/6 Konseling kepada pasien atau 1. Citicolin injeksi merupakan vitamin saraf untuk Keluarga pasien paham
keluarga pasien terkait indikasi obat mempercepat masa pemulihan akibat stroke. indikasi obat dan
dan kepatuhan penggunaan obat 2. Diazepam injeksi digunakan untuk mengobati kepatuhan penggunaan
tablet yang digunakan selama di kejang/epilepsi. obat tablet
Rumah Sakit (DIH) 3. Cefotaxim injeksi merupakan antibiotik untuk
1. Citicolin inj mengobati infeksi.
2. Diazepam inj 4. Clopidogrel injeksi digunakan untuk mencegah
3. Cefotaxim inj penyumbatan di pembuluh darah pada pasien stroke.
4. Clopidogrel inj 5. Phenytoin injeksi digunakan untuk mengobati kejang.
5. Phenytoin injeksi 6. Solvinex injeksi digunakan untuk mengeluarkan
6. Solvinex inj dahak yang menyumbat saluran nafas.
7. Vascon inj 7. Vascon injeksi dogunakan untuk meningkatkan
8. Levofloxacin tablet tekanan darah.
8. Levofloxacin tablet merupakan antibiotik untuk
mengobati pneumonia, digunakan 1 kali 1 tablet pada
pagi hari sesudah makan.
2 7/6 Konseling kepada perawat terkait 1. Diazepam inj Perawat paham cara
sampai pengenceran injeksi (Injectable - Tambahkan setiap 10 mg diazepam dan tambahkan pengenceran dan
8/6 Drugs Guide) 200 mL NaCl 0,9% atau Gluc 5% campur dengan pemberian sediaan injeksi
1. Diazepam inj baik.
2. Cefotaxim inj - Larutan harus jernih dan tidak berwarna sampai
kuning pucat.
- Periksa secara visual untuk partikel atau perubahan
warna sebelum pemberian dan buang jika ada.
31
2. Cefotaxim inj
- Campurkan 500 mg cefotaxim dengan 2 mL WFI
(gunakan 4 mL untuk setiap vial 1 g; 10 mL untuk
setiap vial 2 g) dan kocok dengan baik.
- Larutan harus jernih dan tidak berwarna sampai
kuning pucat.
- Periksa secara visual untuk partikel atau perubahan
warna sebelum pemberian dan buang jika ada.
3 14/6 Konseling kepada pasien atau 1. Atorvastatin untuk terapi stroke iskemik, diminum Keluarga pasien paham
keluarga pasien saat KRS terkait sehari 1 kali 1 tablet pada malam hari sesudah makan. indikasi obat, aturan
indikasi obat, aturan minum obat, 2. Aspilet untuk mengencerkan darah di pembuluh minum obat, kepatuhan
kepatuhan minum obat dan cara darah, diminum 1 kali sehari 1 tablet pada pagi hari minum obat dan cara
menangani ESO OAT (DIH) sesudah makan. menangani ESO OAT
1. Atorvastatin 3. OAT untuk terapi TBC, diminum sehari 1 kali 3 tablet
2. Aspilet saat perut kosong yaitu 1 jam sebelum makan atau 2
3. OAT jam setelah makan pada pagi hari. Obat TBC harus
4. Citicolin diminum secara teratur di jam yang sama. Jika
5. Phenytoin terdapat efek samping seperti urin berwarna merah
6. Vitamin B6 tidak perlu takut, jika merasa nyeri atau mual dapat
7. N-acetylsistein meminum vitamin B6. Ketika mengkonsumsi obat
8. Cefixim dalam perut kosong merasa mual, maka obat dapat
diminum bersama dengan makanan. Pengobatan pada
pasien TBC dilakukan selama 6 bulan, dimana 2
bulan merupakan pengobatan intensif dan 4 bulan
merupakan pengobatan lanjutan. Untuk penyimpanan
obat, disimpan di tempat yang sering terlihat dan
harus ada keluarga yang mengingatkan agar pasien
tidak lupa meminum obat.
32
4. Citicolin merupakan vitamin untuk syaraf, diminum
sehari 2 kali 1 tablet pagi dan malam hari sesudah
makan.
5. Phenytoin untuk mencegah keterulangan kejang
sehingga harus diminum walaupun pasien sudah tidak
mengalami kejang, obat ini diminum sehari 3 kali 1
tablet pada pagi, siang dan malam hari sesudah
makan.
6. Vitamin B6 mengobati efek samping obat isoniazid
dan untuk mengatasi muntah, diminum sehari 2 kali 1
tablet pada pagi dan malam hari sesudah makan.
7. N-acetylsistein untuk mengobati batuk berdahak
diminum sehari 2 kali 1 tablet pagi dan malam hari
sesudah makan.
8. Cefixim merupakan antibiotic untuk mengobati
pneumonia, diminum sehari 2 kali 1 tablet pagi dan
malam hari sebelum makan. Penggunaan antibiotik
harus dihabiskan.
33
BAB III
PEMBAHASAN
Nyonya X pada tanggal 7-6-2021 pukul 16.30 masuk rumah sakit dengan
keluhan kejang tangan kanan lalu seluruh tubuh. Nyonya X memiliki riwayat
penyakit kejang dan CVA. Berdasarkan hasil pemeriksaan di IGD diperoleh data
klinik tekana darah turun (114/63 mmHg), kondisi umum lemah, muntah dan
extremitas dextra menurun (gerak tangan dan kaki kanan berat). Hasil data
laboratorium menunjukkan nilai leukosit tinggi (15,16 x 103/uL) dan nilai trombosit
tinggi (433 x 103/uL). Hasil leukosit tinggi menunjukkan pasien terkena infeksi dan
hasil trombosit tinggi menunjukkan adanya pembekuan darah. Diagnosa awal
dokter IGD yaitu obs konvulsi susp CVA bleending.
Pada saat di IGD pasien mendapatkan terapi O2 4 tpm yang merupakan
terapi umum pada pasien stroke. Pasien stroke perlu diberikan oksigen karena
mengalami defisit neurologis yang ditandai melemahnya anggota gerak pada bagian
tangan dan kaki kanan (Perdossi, 2011). Pada pasien stroke, posisi tidur juga perlu
diperhatikan karena termasuk tata laksana terapi stroke. Terdapat tiga posisi tidur
yang dapat diperhatikan yaitu posisi berbaring terlentang dengan cara meletakkan
bantal di bawah kedua tangan sampai bahu yang lemah sehingga bahu akan
terdorong sedikit ke depan, posisi tangan terbuka dengan telapak tangan menghadap
ke atas, di bagian bawah paha diberi bantal kemudian kaki ditekuk pada bagian
yang diberi bantal. Posisi miring ke sisi tubuh yang sehat dengan cara kaki yang
lemah ditempatkan menyilang di atas kaki yang sehat, diberikan bantal di bawah
kaki dan tangan yang lemah, siku dan lengan diposisikam lurus ke depan dengan
telapak tangan di atas bantal, kepala diposisikan berada di atas kepala bantal yang
tidak terlalu tinggi. Posisi miring ke sisi tubuh yang lemah dengan cara meletakkan
bantal di bagian sisi tubuh yang lemah dan tangan yang lemah ditempatkan di atas
bantal, posisi tubuh dimiringkan ke sisi yang lemah dengan memperhatikan tangan
yang lemah jangan sampai tertindih oleh tubuh, di bawah kaki yang sehat diberikan
bantal dengan posisi lutut menekuk (Handayani dkk, 2019). Pasien juga
mendapatkan terapi infus PZ 14 tpm untuk memenuhi cairan tubuh pasien
34
35
A. Kesimpulan
1. Terapi yang digunakan pada diagnosa CVA iskemik, epilepsi, syok septik
dan TBC sudah tepat. Penggunaan atorvastatin dan OAT diberi jarak atau
dilakukan penyesuaian dosis untuk mencegah terjadinya interaksi. Pada
diagnosa pneumonia, antibiotic levofloxacin seharusnya dilanjutkan
selama 7 sampai 14 hari dan penggunaan antibiotic cefixim dihentikan.
2. Pada penggunaan OAT perlu dilakukan edukasi kepada pasien atau
keluarga pasien mengenai efek samping obat agar pasien tidak merasa
takut, serta diedukasi agar keluarga pasien selalu mengigatkan pasien untuk
patuh minum obat.
3. Pada penggunaan obat post stroke perlu dilakukan konseling kepada pasien
atau keluarga pasien agar pasien teratur dalam mengkonsumsi obat selama
masa pemulihan.
B. Saran
1. Perlu ditingkatkan lagi peran apoteker dalam monitoring efektivitas, efek
samping obat, interaksi obat dan konseling kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat.
39
DAFTAR PUSTAKA
Anita Diyah Candra, Kardi. 2021. Faktor Yang Berkontribusi Pada Kejadian
Pneumonia Nosocomial. Yogyakarta: Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Deliana Melda. 2016. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak. Medan: Fk Usu.
Dewi Ivana Purnama, Maria Silvia Merry. 2017. Peran Obat Golongan Statin.
Jurnal Ilmiah Kedokteran Vol 2 (3) : 3-5.
Ekaputri Tia Wida, Larassati, Nur Amaliah Verbty, Erny Kusdyah. 2020.
Karakteristik Pasien Epilepsi Di Rumah Sakit Kota Jambi Periode Januari
Sampai Desember 2018. Jurnal Medika Malahayati Vol 4 (2) : 112-119.
Irfana Laily. 2018. Epilepsi Post Trauma Dengan Gejala Psikotik. Jurnal Medical
And Health Science Vol 2 (2) : 47-54.
Irianti Rer Nat, Kuswandi, Nanang Munif Yasin, Ratih Anggar Kusumaningtyas.
2016. Anti-Tuberkulosis. Yogyakarta: Tim Penulis.
Kristini Tri Dewi, Rana Hamidah. 2020. Potensi Penularan Tuberculosis Paru Pada
Anggota Keluarga Penderita. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 15 (1) : 24-28.
40
41
Naomi Diah Anis, Pad Dilangga, Muhammad Ricky Ramadhian, Nina Marlina.
2016. Penatalaksanaan Tuberculosis Paru Kasus Kambuh Pada Wanita Usia 32
Tahun Di Wilayah Rajabasa. Jurnal Medulla Vol 6 (1) : 20-27.
Noviane Dan Sumarno. 2020. Ligan Sv2a Sebagai Terapi Epilepsi. Jurnal Farmasi
Udayana Vol 9 (1) : 1-12.
Putra Ivan Aristo Suprapto. 2019. Update Tatalaksana Sepsis. Surakarta: Rsud
Surakarta.
Siregar Putra Apriadi, Fitriani Pramita Gurning, Eliska, Muchti Yuda Pratama.
2018. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberculosis Pada
Anak Di Rsud Sibuhuan. Jurnal Berkala Epidemiologi Vol 6 (3) : 268-275.
Suwaryo Putra Agina, Wahyu Tri Widodo, Endah Setianingsih. 2019. Faktor
Resiko Yang Mempengaruhi Kejadian Stroke. Jurnal Keperawatan Vol 11 (4)
: 251-260.
Tamburian Andrytha Gicella, Budi Tarmady Ratag, Jeini Ester Nelwan. 2020.
Hubungan Antara Hipertensi, Diabetes Mellitus Dan Hiperkolestrolemia
Dengan Kejadian Stroke Iskemik. Jurnal Of Public Health And Community
Medicine Vol 1 (1) : 27-33.
Yolanda Nuh Gusta Ady, Tun Paksi Sareharto, Hermawan Istiadi. 2019. Faktor
Faktor Yang Berpengaruh Pada Kejadian Epilepsi Intraktabel Anak Di Rsup
Dr Kariadi Semarang. Jurnal Kedokteran Diponegoro Vol 8 (1) : 378-389.