Anda di halaman 1dari 290

I.01.

PERKIRAAN AKUN PAJAK


Wednesday, 26 February 2020 1:22 PM

PENJURNALAN AKUN PAJAK


PERKIRAAN NERACA

Nama Akun Saldo Pelaporan


Normal

1. Kredit Pajak
- PPh Pasal 22 Debet Current Asset
- PPh Pasal 23 Debet Current Asset
- PPh Pasal 24 Debet Current Asset
- PPh Pasal 25 Debet Current Asset

2. PPh Lebih Bayar (Pasal 28) Debet Current Asset


3. PPN Masukan (dapat dikreditkan) Debet Current Asset
4. PPN Lebih Bayar Debet Current Asset
5. Aset Pajak Tangguhan (DTA) Debet Non Current Asset

6. Hutang Pajak
- PPh Pasal 21 Kredit Current Liabilities
- PPh Pasal 22 Kredit Current Liabilities
- PPh Pasal 23 Kredit Current Liabilities
- PPh Pasal 26 Kredit Current Liabilities
- PPh Pasal 4 (2) Kredit Current Liabilities

7. PPh Kurang Bayar (Pasal 29) Kredit Current Liabilities


8. PPN Keluaran Kredit Current Liabilities
9. PPN Keluaran ke Pemungut Debet Current Liabilities
(Kontra akun PK)
10. PPN Kurang Bayar Kredit Current Liabilities
11. Liabilities Pajak Tangguhan (DTL) Kredit Non Current Liabilities
12. PPN Masukan (tidak dapat dikreditkan) Debet Expense

PENJURNALAN AKUN PAJAK

AKUNTANSI PAJAK Page 1


PENJURNALAN AKUN PAJAK
PERKIRAAN RUGI LABA

Nama Akun Saldo Pelaporan


Normal

1. Beban PPh Final Debet Operational Expenses


(Non deductable)
2. Beban PBB Debet Operational Expenses
3. Bea Meterai Debet Operational Expenses
4. Sanksi perpajakan Debet Operational Expenses
(Non deductable)
5. Pajak Daerah Debet Operational Expenses
6. Beban Pajak Tangguhan Debet Beban pajak (Penambah
akun beban pajak kini)
7. Imbalan bunga perpajakan/ Restitusi Kredit Others Income
8. Penghasilan Beban Pajak Tangguhan Kredit Beban pajak (Kontra akun
beban pajak kini)
9. PM tidak dapat dikreditkan Debet Operational Expenses

AKUNTANSI PAJAK Page 2


AKUNTANSI
PERPAJAKAN
Annisa Dwi Putri
Definisi Akuntansi
•“Accounting is a service activity. Its function is
to provide quantitative information, primarily
financial in nature, about economic entities that
is intended to be useful in making economic
decisions—in making reasoned choices among
alternative courses of action.”
• (Statement of the Accounting Principles Board
No. 4, p. 40)
akuntansi adalah suatu tahapan proses
pengumpulan, pengidentifikasian, mencatat,
penggolongan, peringkasan serta penyajian
atau laporan dari banyaknya transaksi
keuangan serta penafsiran hasilnya guna
pengambilan keputusan.
Sunyanto (1999)
Konsep Laporan Keuangan
Standar Akuntansi Keuangan

P
PERNYATAAN
SSTANDAR
A
AKUNTANSI
K
KEUANGAN
Konsep Laporan Keuangan
Jenis-Jenis Laporan Keuangan
Laporan Posisi Keuangan/ Laporan Perubahan Ekuitas
Catatan atas Laporan
Neraca selama periode
Keuangan
pada akhir periode

L/K

Seluruh komponen
lengkap laporan
keuangan tersebut
memiliki tingkat Laporan Laba Rugi dan
Laporan Posisi Keuangan pada awal
Penghasilan Komprehensif Laporan Arus Kas Informasi Komparatif periode terdekat sebelumnya ketika
keutamaan yang sama Lain selama periode Mengenai Periode entitas menerapkan kebijakan
selama periode Terdekat Sebelumnya akuntansi retrospektif
Tujuan Laporan Keuangan
Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, dan perubahan
posisi keuangan suatu perusahaan (entitas) yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pemakai dalam pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban manajemen atas
sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Kelompok Pemangku Kepentingan Internal
dan Eksternal Laporan Keuangan

Investor
Pemerintah Komunitas
Direksi
Managemen
Analis Pegawai Supplier

Konsumen Pegawai
Kreditur
Pemangku Kepentingan Internal
• Manajer Keuangan -> Lunasi utang tepat waktu kepada kreditor
• Manajer Pemasaran -> mengukur efektifitas pemasaran.
• Manajer Produksi -> menentukan biaya dalam menghitung HPP dan
penetapan harga
Pemangku Kepentingan Ekternal
• Investor-> keputusan beli/jual saham.
• Kreditor -> Mengukur risiko pemberian kredit
• Pemerintah -> Menghitung Pajak Terhutang
• OJK, -> Melindungi Investor
• Analis, Pelanggan, Ekonom, Praktisi -> Prediksi
Dasar
Akuntansi Pajak

PASAL 28 KUP

PASAL 1 ANGKA 29 KUP


Pasal 28

• WP OP yg melakukan usaha/pekerjaan bebas wajib selenggarakan pembukuan


• WP Badan wajib menyelenggarakan pembukuan
(1)

• Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan


iktikad baik
(3) • dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya

•Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf


latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dandisusun dalam bahasa Indonesia atau dalam
(4) •bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 28 (Lanjutan)

• Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip


• taat asas
(5) • dan dengan stelsel akrual dan stelsel kas.

• Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban,


modal,penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian
(7) • sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

•Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara
teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto
•sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan
(9) objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Pasal 1 angka 29 UU KUP
Pembukuan adalah proses pencatatan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan, meliputi :
 Harta
 Kewajiban
 Modal
 Penghasilan dan Biaya
 Harga Perolehan dan Penyerahan Barang/Jasa
dengan menyusun Laporan Keuangan
(Neraca & Laba Rugi) untuk periode Tahun Pajak tersebut
Wajib
Pembukuan

Wajib Pajak Wajib Pajak


Orang Pribadi Badan
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
(dengan Peredaran Usaha/Omset melebihi 4,8 miliar
rupiah per tahun)
Pihak yang Tidak Wajib Melaksanakan
Pembukuan tetapi Wajib
Melaksanakan Pencatatan

WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau WP OP yang tidak melakukan


pekerjaan bebas yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan kegiatan usaha atau pekerjaan
perpajakan diperbolehkan menghitung bebas
penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto

pasal 28 ayat (2) UU 28/2007


Laporan Keuangan Komersial vs
Fiskal
LAPORAN KEUANGAN

Laporan
• KOMERSIAL
Keuangan
Laporan
• FISKAL
Keuangan
SIKLUS AKUNTANSI & FISKAL

Dokumen Jurnal
Buku Besar Neraca saldo
Sumber transaksi

Laporan
Rekonsiliasi SPT Tahunan
Keuangan
Fiskal PPh Badan
(Laba Rugi)

Koreksi Fiskal
FISKAL
KOMERSIAL

Perbedaan temporer Perbedaan permanen


PSAK 46
(koreksi positif/negatif) (koreksi positif/negatif)
Laporan Keuangan
FISKAL

Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan

laporan keuangan yang semula disusun


berdasarkan kebiasaan dan praktik akuntansi
komersial, kemudian disusun kembali sesuai
dengan ketentuan pajak
01 Laporan Posisi Keuangan (Neraca) Komersial

02 Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain Komersial

03 Rekonsiliasi Laporan Keuangan komersial dan Laporan


Keuangan fiskal

04 Penjelasan Rekonsiliasi fiskal

05 Perhitungan Pajak Berdasarkan Rugi Laba fiskal


Output Pembukuan
MENURUT UU
PERPAJAKAN
Jenis Koreksi Fiskal
Koreksi Positif- Negatif
• Koreksi Positif  Laba menurut fiscal akan bertambah
a. Beban yang tidak diakui oleh pajak
b. Penyusutan Komerisal > Penyusutan fiscal
c. Amortisasi komersial > Amortisasi fiscal
d. Penyusutan fiscal lainnya
• Koreksi Negatif  Laba menurut fiscal akan berkurang
a. PPh dikenakan secara final
b. PPh bukan objek pajak
c. Amortisasi komersial < Amortisasi fiscal
d. Penyusutan Komerisal < Penyusutan fiscal
1a Rekonsiliasi Fiskal Penghasilan
Penghasilan
(Main/Other Income)

Pasal 4 ayat 1 Objek Pajak PPh Final (Pasal 4 ayat 2)


(Non final) Bukan Objek Pajak (Pasal 4 ayat 3)

over under

Koreksi Koreksi Koreksi


Negatif Positif Negatif

+ Koreksi Fiskal
Lainnya
01b Rekonsiliasi Fiskal Biaya
Beban
(cost/expense)

Dapat Dikurangkan Tidak dapat dikurangkan


Psl.6 (1) Ps.9 (1)

Tidak sesuai UU Tidak Sesuai UU + Koreksi Fiskal


(Substansi)/Beda Tetap (Jumlah) Lainnya

over under

Koreksi Koreksi Koreksi Koreksi positif


positif positif negatif
KOMERSIAL FISKAL
KOREKSI FISKAL
Tax Evasion Tax Avoidance Tax Planning

Tax Evasion Tax Avoidance Tax Planning

“BAD” “GOOD”
Tax Fraud

Tax Liability and Penalties


And/or Jail Possible Tax Liability Maximum or No Tax Liability
No Sanction
26
PROCESS

27
Spesific Anti
Avoidance Rule
(SAAR)

SUDAH CUKUP?

+
General Anti
Avoidance Rule
(GAAR)

28
Anti Tax Avoidance:
NO URAIAN PASAL TERKAIT

1. Debt to Equity Ratio (DER) Pasal 18 ayat (1)


2. Control Foreign Corporation (CFC) Pasal 18 ayat (2)
3. Transfer Pricing Pasal 18 ayat (3)
4. Advance Pricing Agreement (APA) Pasal 18 ayat (3a)
5. Anti Stepping Stone Pasal 18 ayat (3b, 3c dan 3d)
6. Hubungan Istimewa Pasal 18 ayat (4)

29
30
No AKUN DASAR HUKUM KOREKSI
1 Penghasilan Bruto Ph Psl 4 (1) UU PPh NO
Ph Psl 4 (2) UU PPh KF -, BEDA TETAP
Ph Psl 4 (3) UU PPh KF -, BEDA TETAP
2 Pengurang Ph Bruto Biaya 3M Pasal 6 (1) No, Deductible
Biaya Ph Psl 4 (2) KF +, BEDA TETAP
Biaya Ph Psl 4 (3) KF +, BEDA TETAP
Biaya Psl 9 (1a). Bagi Laba KF +, BEDA TETAP
Biaya Psl 9 (1b). KF +, BEDA TETAP
Kepentingan Pribadi
Pemegang Saham
Biaya Psl 9 (1c). Cadangan KF +, BEDA TETAP
Biaya selain yg
diperbolehkan
No AKUN DASAR HUKUM KOREKSI
2 Pengurang Ph Bruto Biaya Psl 9 (1d). Biaya KF +, BEDA TETAP
Asuransi Orang Pribadi
Biaya Psl 9 (1e). Biaya KF +, BEDA TETAP
Natura
Biaya Psl 9 (1f). Biaya KF +, BEDA TETAP
Tidak Wajar terkait Afiliasi
Biaya Psl 9 (1g). Biaya KF +, BEDA TETAP
sumbangan selain yg
diperbolehkan
Biaya Psl 9 (1h). Kredit KF +, BEDA TETAP
Pajak PPh
Biaya Psl 9 (1i). Biaya KF +, BEDA TETAP
Kepentingan Pribadi OP
Biaya Psl 9 (1j). Biaya Gaji KF +, BEDA TETAP
Sekutu CV, Firma dll
Biaya Psl 9 (1k). Biaya KF +, BEDA TETAP
Sanksi Pajak
AKUN AKUNTANSI PAJAK BEDA
I. Peredaran Usaha

1.1 Potongan Penjualan Realisasi Realisasi No


Penyisihan - Waktu
1.2 Retur Penjualan Realisasi Realisasi No
Penyisihan - Waktu

1.3 Jasa Konstruksi oleh Pengusaha Pendapatan PPh Final Tetap


Kecil (2% atau 4%)
1.4 Penghasilan Perusahaan Pendapatan PPh Final Tetap
Pelayaran DN (1,2%*peredaran)
1.5 Penghasilan Perusahaan Pendapatan PPh Final Tetap
Pelayaran/Penerbangan LN (2,64%*peredaran)
1.6 Penghasilan BUT Perwakilan Pendapatan PPh Final Tetap
Dagang Asing (0,44*ekspor)
1.7 Penghasilan BUT Perwakilan Pendapatan PPh Final Tetap
Dagang Asing (0,44*ekspor)
AKUN AKUNTANSI PAJAK BEDA
1.8 Penghasilan atas distributor Pendapatan PPh Final Tetap
produk Pertamina dan Premix (0,25% / 0,3%)

1.9 Penghasilan atas penyalur gula Pendapatan PPh Final Tetap


pasir dan tepung terigu Bulog

1.10 Penghasilan sebagai Distributor Pendapatan PPh Final Tetap


Kertas (0,10% * H Jual)

1.11 Penghasilan atas Distributor Pendapatan PPh Final Tetap


Industri Rokok DN (0,15%*H Bandrol)

II. Harga Pokok Penjualan

2.1 Penilaian Persediaan Harga Perolehan Harga Perolehan No


COMWIL - Waktu
Prosentase Laba Bruto - Waktu
Harga Eceran - Waktu

2.2 Metode FIFO FIFO No


Rata-rata Rata-rata No
LIFO - Waktu
AKUN AKUNTANSI PAJAK BEDA
III. Penghasilan Di Luar Usaha

3.1 Deviden dari Penyertaan DN Pendapatan Bukan Obyek Pajak Tetap


(minimal 25% dan ada usaha lain) (Equity Method)
3.2 Bunga Deposito dan Tabungan Pendapatan PPh Final Tetap
(termasuk Jasa Giro dan SBI) (20%)
3.3 Keuntungan Penjualan Saham di Pendapatan PPh Final Tetap
Bursa Efek Indonesia (0,1% x H Jual
3.4 Keuntungan pengalihan tanah dan
bangunan:
- oleh orang pribadi dan yayasan Pendapatan PPh Final (5%) Tetap
- oleh badan (bukan usaha pokok) Pendapatan PPh 25 (5%) No
- oleh badan (usaha pokok) Pendapatan PPh 23 No
3.5 Penghasilan Sewa
- Badan Pendapatan PPh Final (10%) Tetap
- Orang Pribadi Pendapatan PPh Final (10%) Tetap
3.6 Penghasilan dari Hadiah atas Undian Pendapatan PPh Final (25%) Tetap
AKUN AKUNTANSI PAJAK BEDA

3.7 Bunga atau diskonto Obligasi yang Pendapatan PPh Final Tetap
diperdagangkan di Bursa Efek (15% * bunga)

IV. Beban Usaha

4.1 Biaya yang dipergunakan untuk Realisasi Realisasi No


mendapatkan, menagih dan Penyisihan - Waktu
memelihara penghasilan yang meru-
pakan Obyek Pajak

4.2 Biaya yang dipergunakan untuk Biaya Non Deductible Tetap


mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang bukan
merupakan Obyek Pajak

4.3 PPh pasal 21 (karyawan) Tunjangan PPh 21 Deductible No


Ditanggung Perush Non Deductible Tetap

4.4 Pemberian kenikmatan dalam bentuk - Umum - Non Deductible Tetap


natura - Makan minum di - Deductible No
tempat kerja
- Berkaitan dg -Deductible No
pekerjaan
- Daerah terpencil -Deductible No
AKUN AKUNTANSI PAJAK BEDA

4.5 Sumbangan Biaya Non Deductible Tetap


4.6 Entertainment Daftar Nominatif Deductible No
Tdk Ada Daftar Nominatif Non Deductible Tetap
4.7 Penyusutan - Sesuaipajak Deductible No
- Beda Metode - Beda Metode Deductible Waktu
- Beda umur ekonomis - Beda umur eko. Deductible Waktu
4.8 Kendaraan dibawa pulang Biaya 50% Non Tetap
Deductible
50% Deductible
4.9 Sewa rumah karyawan Tidak diberi tunjangan Non Deductible Tetap
Diberi tunjangan Deductible No
4.10 Biaya pengobatan Penggantian Deductible No
Tunj. Pengobatan Deductible No
Cuma-Cuma Non Deductible Tetap
4.11 SGU dengan hak opsi
Penyusutan aktiva SGU Biaya Non Deductible Waktu
Bunga SGU Biaya Non Deductible Waktu
Jumlah Pembayaran Non Biaya Deductible Waktu

4.12 Biaya lain-lain Tidak dirinci Non Deductible Tetap


Dirinci Deductible No
JURNAL
Transaksi Terkait Kewajiban Perpajakan
Konsep Umum Jurnal
 Neraca / Laporan Posisi Keuangan

Aset (D) Kewajiban (K)


Ekuitas (K)

 Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif


Lain

Beban (D) Pendapatan (K)


STELSEL PENGAKUAN
PENDAPATAN
STELSEL AKRUAL STELSEL KAS

PENGHASILAN/BIAYA PENGHASILAN/BIAYA

DIAKUI/DIHITUNG PADA DIAKUI/DIHITUNGBERDASARKA


WAKTU PEROLEHAN ATAU N PH YANG DITERIMA DAN
TERUTANG DIKELUARKAN SCR TUNAI

CO. JASA PERDAGANGAN CO. JASA KONTRUKSI


PELUNASAN PPh TERUTANG
•Dibayarsendiri •PPhPs. 25

•Tahun
berjalan
•PPhPs.21

•PPhPs.22 •Pada
•Dipotong/dipungut Akhir tahun
Pihak ke 3 sebagai
•PPhPs. 23 Kreditpajak

•Pelunasan
Pajak •PPhPs. 24(LN)
Terutang •Tidak
sebagai
•PPhPs. 4 (2) Final Kreditpajak

•Akhir
Tahun •Dibayarsendiri •PPh Ps. 29

Lebih Bayar PPh Pasal 28


Konsep Umum Transaksi
Perpajakan Sehari-Hari
• Penerimaan Kas menimbulkan kewajiban yang harus dibayar ke pemerintah?
misal : PPh Pot-Put pihak lain, PPN Keluaran

Kas xxxx
Utang Pajak xxxx

• Pembayaran pajak merupakan tabungan yang bisa mengurangi pajak dimasa depan?

misal : PPN Masukan, Dipotong/Dipungut oleh Pihak lain ( Menerima Buki Potong
PPh 22,23)

Aset Pajak / PPh Pasal … xxxx


Kas XXXX
Konsep Umum Transaksi
Perpajakan Sehari-Hari
• Pajak yang dibayar merupakan biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh
suatu entitas
Misal : PPh Final, PPh Pasal 29

Beban Pajak XXXX


Kas XXXX

• Terdapat Kredit Pajak yang dapat mengurangi kewajiban seharusnya

Beban Pajak XXXX


Aset Pajak XXXX
Kas XXXX
Saldo Normal Pihak Penerima Penghasilan / Yang Dipotong /
Dipungut / Membayar Pajak
Kredit Pajak
Jenis Pajak Posisi dalam LK
PPh Pasal 21 Debet - Aset
PPh Pasal 22 Debet - Aset

PPh Pasal 23 Debet - Aset

PPh Pasal 24 Debet - Aset

PPh Pasal 25 Debet - Aset

PPN Masukan Debet - Aset


Pihak Penerima Penghasilan / Yang Dipotong /
Dipungut / Membayar Pajak
Saldo Normal Non Jenis Pajak Posisi dalam LK
Kredit Pajak PPN Masukan
(Tidak dapat dikreditkan)
Elemen harga barang/jasa
Atau
Debet - Beban
PPN Keluaran Kredit - Hutang

Bea Materai Debet - Beban


BPHTB Elemen Harga Tanah dan Bangunan
( Kecuali Perpanjangan – Debet Aset Tidak
Berwujud)
PPh Final Debet - Beban

Pajak Daerah Debet - Beban


Saldo Normal
Akhir Tahun
Pihak Penerima Penghasilan / Yang Dipotong /
Dipungut / Membayar Pajak

Jenis Pajak Posisi dalam LK


PPh Pasal 29 Kredit - Hutang

PPh Pasal 28A Debet - Aset


JURNAL
Transaksi Terkait PPh
Penjurnalan
HUTANG PPH 21
Transaksi PPh 21
DIBAYAR
DIPOTONG/
PERUSAHAAN
DIBAYAR KARYAWAN

DITANGGUNG TUNJANGAN (NON TUNJANGAN


SEBAGIAN GROSS UP) (GROSS UP)

BEBAN GAJI
BEBAN PPH 21

KOREKSI FISKAL BUKAN KOREKSI FISKAL


Jurnal PPh Pasal 21

PT. Calista melakukan pembayaran gaji pegawai


tetap bulan Januari 2020 sebesar Rp.50 juta
setiap tanggal 27.
Dimana dari jumlah tersebut perusahaan
memotong PPh pasal 21 sebesar Rp.3 juta & iuran
pensiun Rp.1 juta serta menanggung iuran pensiun
karyawan sebesar Rp.1 juta.
PT. Calista kemudian melakukan setoran PPh pasal
21 masa Januari 2020 pada tanggal 10 Februari
2020.
Jurnal PPh Pasal 21
Dipotong dari Gaji Karyawan
Tgl Uraian Dr Cr
27-01-2020 Beban Gaji 50.000.000
Beban Iuran Pensiun 1.000.000

Hutang PPh Pasal 21 3.000.000


Hutang Iuran Pensiun 2.000.000
Kas 46.000.000
Jurnal pembayaran gaji & pemotongan PPh pasal 21 Jan 20

10-02-2020 Hutang PPh Pasal 21


3.000.000
Kas 3.000.000
Jurnal setoran PPh pasal 21 Masa Jan 20
Jurnal PPh Pasal 21
Ditanggung Pemberi Kerja ( Alternatif)

Tgl Uraian Dr Cr
27-01-2020 Beban Gaji 50.000.000
Beban Iuran Pensiun 1.000.000

Beban PPh Pasal 21 3.000.000


Hutang PPh Pasal 21 3.000.000
Hutang Iuran Pensiun 2.000.000
Kas 49.000.000
Jurnal pembayaran gaji & pemotongan PPh pasal 21 Jan 20

PPh Pasal 21 Ditanggung Pemberi Kerja akan dilakukan koreksi fiskal Ketika mengerjakan
Rekonsiliasi Fiskal untuk PPh Badan
Jurnal PPh Pasal 21
Masa Desember
 Pada bulan Desember 2020 data gaji yang dibayarkan PT. Calista
adalah sbb :
- Gaji = Rp.65 juta
- Iuran Pensiun dipotong = Rp.1,5 juta
- Iuran Pensiun ditanggungWP = Rp.1,5 juta

 Sesuai ketentuan, PT. Calista melakukan penghitungan ulang PPh


terutang pegawai tetap tahun 2020. Dari hasil perhitungan
diketahui PPh terutang Rp.40 juta. Sementara itu PPh pasal 21 yang
telah dipotong s.d. masa November 2020 adalah sebesar Rp.33
juta, sehingga kekurangannya dipotongkan dari gaji Desember
2020.
Jurnal PPh Pasal 21
Masa Desember

Tgl Uraian Dr Cr
27-12-2020 Beban Gaji 65.000.000
Beban Iuran Pensiun 1.500.000

Hutang PPh Pasal 21 7.000.000


Hutang Iuran Pensiun 3.000.000
Kas 56.500.000
Jurnal pembayaran gaji & pemotongan PPh pasal 21 Des 20
Sifat pemajakan dengan mekanisme dipungut
oleh pihak lain
Bagi pihak pemungut
Kesimpulan
• jumlah pajak dipungut dicatat di sisi hutang terlebih dahulu
• Saat penyetoran atas pemungutan pajak tersebut dilakukan, maka nilai
hutang akan hilang dengan kontra akun Kas.
• Jika sampai pada saat pembuatan laporan keuangan masih belum
dibayarkan maka jumlah tersebut akan muncul di Neraca pada sisi hutang

Bagi pihak yang dipotong


maka jumlah tersebut adalah kredit pajak yang akan tercatat pada sisi aktiva
Jurnal PPh Pasal 23

Pada 20 April 2020 PT. Delima melakukan


pembayaran atas jasa reparasi mesin kepada PT.
Apel Teknik (Non-PKP) Rp10.000.000. PT. Delima
memotong PPh pasal 23 sebesar 2% x jumlah bruto
(dasar pengenaan pajak), yaitu 2% x Rp 10.000.000
= Rp 200.000
PT Delima
Tgl Uraian Dr Cr
20-04-2020 Beban Pemeliharaan 10.000.000
200.000 Jurnal PPh Pasal 23
Hutang PPh 23
Kas 9.800.000 PT Delima dan PT Apel
Jurnal Pemotongan PPh Pasal 23 transaksi April 2020 Teknik

PT Apel Teknik
Tgl Uraian Dr Cr
20-04-2020 Kas 9.800.000
PPh 23 200.000
Pendapatan Jasa 10.000.000
Jurnal Pemotongan PPh Pasal 23 transaksi April 2020
Jurnal PPh Final Pasal 4 ayat (2)

PT. Makin Maju melakukan pembayaran sewa


gedung untuk tahun 2020 kepada PT Semoga
Maju (Non-PKP) sebesar Rp 50. 000.000. PPh
final sebesar 10%

Bagaimana jurnal pencatatan akuntansi untuk


kedua belah pihak?
Jurnal PPh Pasal 4 ayat (2)

• Jurnal yang dilakukan PT Makin Maju

Akun Debit(Rp) Kredit (Rp)

Biaya Sewa 50.000.000


Hutang PPh Final 5.000.000
Kas 45.000.000

• Jurnal yang dilakukan PT Semoga Maju

Akun Debit(Rp) Kredit (Rp)

Kas 45.000.000
Beban Pajak Kini-PPhFinal 5.000.000
Pendapatan Sewa 50.000.000
Jurnal PPh Pasal 25

OP A berkewajiban untuk membayar angsuran PPh


Pasal 25 untuk bulan April 2020 sebesar Rp.
5.000.000
Jurnal PPh Pasal 25
Masa April 2020

Tgl Uraian Dr Cr
15-05-2020 PPh Pasal 25 5.000.000
(Pajak dibayar dimuka)
Kas 5.000.000
Jurnal pembayaran PPh Pasal 25 Masa Pajak April 2020
JURNAL
Transaksi Terkait PPN
Mekanisme Pengkreditan Pajak
Masukan
Rp. 10 Juta + Rp. 11 Juta + Rp. 15 Juta +
PPN 10% PPN 10% PPN 10%

PT A CV B Toko C Budi

PK = Rp. 1 Juta PK = Rp. 1.1 Juta PK = Rp. 1.5 Juta


PM = Rp. 0 PM = Rp. 1 Juta PM = Rp. 1.1Juta

KB = Rp. 1 Juta KB = Rp. 100 Ribu KB = Rp. 400 Ribu


Penjurnalan Transaksi Perpajakan
(PPN)

Bagi Yang Dipungut Bagi Pemungut


(Pajak Masukan) (Pajak Keluaran)
Dapat Dikreditkan Tidak Dapat Hutang Pajak
Dikreditkan
Penyetoran Ke
Piutang Pelunasan Pajak
Kas Negara
(Uang muka)
Pajak
DIKREDITKAN DIBEBANKAN /
KAPITALISASI
Penjurnalan Transaksi Perpajakan (PPN)
PT XYZ menjual kepada PT DEF 2000 kg @ Rp 24.000 = Rp 48.000.0000. Nilai HPP atas barang
tersebut @ Rp. 18.000. Detail transaksi sebagai berikut:

25-04-19 = Diterima uang muka Rp 11.000.000 (termasuk PPN)


30-04-19 = Barang dikirimbeserta invoice
12-05-19 = Diterima sisa pelunasan

Uang Muka Pengiriman Barang Pelunasan

• Terbit Faktur, • Terbit Faktur • Tidak Terbit


DPP Sejumlah atas seluruh Faktur, karena
Pembayaran nilai Barang, PPN atas
DPP Sejumlah barang sudah
yang belum dipungut
terutang PPN seluruhnya
Penjurnalan Transaksi Perpajakan
(PPN)
Saat menerima uang muka
Tgl 25-04-19 PT XYZ harus menerbitkan FP untuk uang muka
Uang diterima = Rp 11.000.000
DPP = 100/110 X Rp 11.000.000 = Rp 10.000.000
PPN = 10% X 10.000.000 = Rp 1.000.000

Jurnal PT XYZ
Tanggal Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
25-04-19 Kas 11.000.000
Pajak Keluaran 1.000.000
Uang muka penjualan 10.000.000

Jurnal PT DEF
Tanggal Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
25-04-19 Uang muka pembelian 10.000.000
Pajak masukan 1.000.000
Kas/Bank 11.000.000
Penjurnalan Transaksi Perpajakan
(PPN)
Saat pengiriman barang, Faktur Pajak diterbitkan atas sisa harga jual – uang muka

Jurnal PT XYZ
Tanggal Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
30-04-19 Piutang usaha 41.800.000
Uang muka penjualan 10.000.000
Penjualan 48.000.000
Pajak Keluaran 3.800.000

HPP 36.000.000
Persediaan 36.000.000
Jurnal PT DEF
Tanggal Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
30-04-19 Persediaan 48.000.000
Pajak Masukan 3.800.000
Uang muka pembelian 10.000.000
Hutang usaha 41.800.000
Penjurnalan Transaksi Perpajakan
(PPN)
Saat diterima pelunasan

Jurnal PT XYZ
Tanggal Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
12-05-19 Kas 41.800.000

Piutang usaha 41.800.000

Jurnal PT DEF
Tanggal Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
12-05-19 Utang usaha 41.800.000

Kas/Bank
41.800.000
Penjurnalan Transaksi Perpajakan
(PPN) – PM Tidak dapat Dikreditkan
01-04-19 Dibeli kendaraan sedan untuk direktur
Harga mobil = Rp 200.000.000
PPN = Rp 20.000.000
Bea Balik Nama = Rp 40.000.000
Kas dibayar = Rp 260.000.000

10-04-19 Dibayar Biaya perbaikan rumah direksi Rp 50.000.000,- PPN Rp


5.000.000

Tanggal Uraian Debit (Rp) Kredit (Rp)


01-04-19 Aset Tetap-sedan 260.000.000
Kas/Bank 260.000.000

10-04-19 B. Perbaikan 55.000.000


Kas/Bank 55.000.000
Pasal 9 Ayat (3) UU PPN – Akun Pajak Keluaran diakhir masa pajak harus habis

•Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan,
selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha
Kena Pajak.
Penjurnalan
Transaksi Pasal 9 Ayat (4) UU PPN – Akun Pajak Masukan di akhir masa pajak boleh disisakan

Perpajakan •Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan
(PPN) – Jurnal ke Masa Pajak berikutnya

Akhir Masa
Pasal 9 Ayat (4a) dan 4 (b) UU PPN – Akun Pajak Masukan dihabiskan ketika akan restitusi

•Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan
ke Masa Pajak berikutnya
•Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (4a), atas
kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap
Masa Pajak
Uraian Jan
PPN Keluaran 20.000,000
Kredit pajak :
- PPN-Masukan 18,000,000
Penjurnalan Transaksi - Kompensasi masa sebelumnya -
Perpajakan Kurang (Lebih) bayar 2.000.000

(PPN) – Jurnal Akhir Tanggal Uraian Debit (Rp) Kredit (Rp)


Masa 31-01-19 Pajak Keluaran 20.000.000
Pajak Masukan 18.000.000
Hutang PPN 2.000.000

Pelunasan PPN
Tanggal Uraian Debit (Rp) Kredit (Rp)
28-02-19 Hutang PPN 2.000.000
Kas/Bank
2.000.000
Nov Des
PPN Keluaran 5,422,000 11,000,000
Kredit pajak :
- PPN-Masukan 18,000,000 -
Penjurnalan - Kompensasimasa sebelumnya - 12,578,000
Kurang (Lebih) bayar (12,578,000) (1,578,000)
Transaksi Dikompensasi ke masa berikutnya 12,578,000
Perpajakan Direstitusi 1,578,000
November: Kompensasi
(PPN) – Jurnal Tanggal Uraian Debit (Rp) Kredit (Rp)
Akhir Masa 30-11-19 Pajak Keluaran 5.422.000
Pajak Masukan 5.422.000

Desember: Restitusi
Tanggal Uraian Debit (Rp) Kredit (Rp)
31-12-19 Pajak Keluaran 11.000.000
Piutang restitusi 1.578.000
Pajak Masukan 12.578.000
Kesimpulan

Mekanisme pemungutan PPN


• PPN Keluaran tercatat pada sisi hutang
• PPN Masukan tercatat pada sisi aktiva
• Jika PPN Masukan sifatnya tidak dapat dikreditkan dapat dicatat
sebagai biaya
• Jika pembeli bukan PKP maka nilai PPN Masukan dapat disatukan
ke dalam harga perolehan
• Jika hasil SPT PPN berstatus kurang bayar maka akan ada Kas yang
keluar (kredit) untuk menutup selisih hitungan jumlah Pajak
Keluaran dan Pajak Masukan
• Jika SPT PPN statusnya adalah Lebih Bayar maka akan muncul akun
Lebih Bayar PPN Masa XX (debit) untuk menutup selisih Lebih Bayar
tersebut.
Penyajian Pajak
Terutang dalam
Laporan Keuangan
Jurnal Akhir Tahun

Kurang Bayar
Beban Pajak (non-Final) XXX
Pajak Dibayar dimuka XXX
(Kredit Pajak)
Utang PPh Pasal 29 XXX

Lebih Bayar
Beban Pajak (non-Final) XXX
Piutang Pajak XXX
Pajak Dibayar Dimuka XXX
Penyajian Pada Laba Rugi

• Laba sebelum PPh xxx

• Beban Pajak:

Final xxx

Non Final xxx

• Laba Setelah PPh xxx


Contoh PT TERSEN YUMLAH
LAPORAN LABA RUGI
UN TUK TAHUN BERAKHIR 31 DESEMBER 2018
URAIAN KOMERSIAL KOREKSI (+) KOREKSI (-) FISKAL KETERAN GAN
Peredaran usaha
Penjualan Lokal Rp 51.000.000.000 - - Rp 51.000.000.000
Harga Pokok Penjualan
Pembelian Rp 10.000.000.000 Rp 10.000.000.000
Persediaan Awal Rp 6.000.000.000 Rp 6.000.000.000
Persediaan akhir Rp 4.000.000.000 Rp 4.000.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 12.000.000.000 Rp 12.000.000.000
Laba Brut o Rp 39.000.000.000 Rp 39.000.000.000
Biaya Operasi dan Um um
1 Gaji dan Tunjangan Rp 1.220.000.000 Rp 1.220.000.000

2 Penyusut an Rp 1.300.000.000 Rp 1.300.000.000


3 Biaya Lainnya Rp 6.680.000.000 Rp 200.000.000 Rp 6.480.000.000 Beda Tet ap
Tot al Biaya Operasi dan Umum Rp 9.200.000.000 Rp 9.000.000.000
Laba net o sebelum pajak Rp 29.800.000.000 Rp 30.000.000.000

Jurnal terkait dengan pembebanan pajak akhir


tahun?
Jawaban

PPh Terutang (Beban Pajak Non-Final) = Rp. 30.000.000.000 x 22% = Rp. 6.600.000.000

Jurnal Lengkap Ketika Menghitung Pajak Akhir Tahun

Beban Pajak 6.600.000.000

Hutang PPh Pasal 29 6.600.000.000


Ada Kredit Pajak

Kemudian jika contoh tersebut dikembangkan dimana PT Tersenyumlah memiliki kredit pajak PPh Pasal 23 sebesar

Rp. 500.000.000 dan juga angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp. 6.000.000.000.

PPh Terutang (Beban Pajak Non-Final) = Rp. 30.000.000.000 x 25% = Rp. 7.500.000.000

Jurnal Lengkap Ketika Menghitung Pajak Akhir Tahun

Beban Pajak 6.600.000.000

PPh Pasal 23 500.000.000

PPh Pasal 25 6.000.000.000

Hutang PPh Pasal 29 100.000.000


Penyajian di Laba Rugi
Yang dimasukan kedalam Penyajian di Laba Rugi adalah Pajak Terutang sebagai beban pajak baik final,
non final, maupun beban pajak lainnya sehingga untuk soal diatas dapat diilustrasikan :

Laba Sebelum Pajak : Rp. 29.800.000.000

Beban Pajak:
Beban Pajak Final Rp. -
Beban Pajak Non Final Rp. 6.600.000.000
Beban Pajak Lainnya Rp. -
Total Beban Pajak Rp. 6.600.000.000
Laba Setelah Pajak Rp. 23.200.000.000
Kesimpulan

Dalam Laporan Laba Rugi


Akun Pajak yang akan muncul yaitu:
PPh Badan, PBB, Bea Meterai, dan PPN Masukan
yang tidak dapat dikreditkan ( jika tidak masuk ke
harga dan tidak dikapitalisasi)

Dalam Neraca
Akun Pajak yang akan muncul yaitu:
Uang Muka PPh dan PPN Masukan pada sisi Aset,
serta Utang PPh dan PPN Keluaran pada sisi
Kewajiban
PENDALAMAN AKUN DALAM
AKUNTASI PERPAJAKAN
1. Pembukuan Tentang Kas dan Bank
2. Pembukuan Tentang Investasi
3. Pembukuan Tentang Piutang
4. Pembukuan Tentang Persediaan Barang
5. Pembukuan Tentang Harta yang Dapat Disusutkan atau Diamortisasi
6. Pembukuan Tentang Harta Lainnya
Pendalaman 7. Pembukuan Tentang Hutang
8. Pembukuan Tentang Modal
Akun di Neraca
01 KAS DAN BANK

Tidak diatur secara khusus dalam UU PPh (mengikuti ketentuan akuntansi komersial)
Terdiri dari :
• kas (cash on hand)
• rekening giro (tabungan)
• setara kas (cash equivalent)

Pencatatan atas bunga tabungan:


• secara Akuntansi komersial
penghasilan yang biasanya secara neto setelah dipotong PPh Final 20%
• secara Perpajakan
Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak boleh digabung dengan
penghasilan lain dengan tarif umum
• Untuk tujuan akuntansi perpajakan penghasilan tersebut tidak perlu
dicantumkan dalam kelompok penghasilan (kena pajak) pada akhir tahun
02 INVESTASI
nilai perolehan (dengan
keterangan tambahan
mengenai harga pasar)
AKUNTANSI

nilai terendah antara nilai


perolehan dan harga pasar
(lower of cost or
market/LOCOM) BEDA TETAP

PAJAK nilai perolehan / historical


cost
02 INVESTASI

Perusahaan induk dengan kepemilikan saham 20% - 50% atas perusahaan anak (umumnya):

menggunakan metode equity


AKUNTANSI
BEDA
WAKTU
separated-entity approach /
PAJAK menggunakan metode cost
02 INVESTASI

Perusahaan induk dengan kepemilikan saham lebih dari 50% atas perusahaan anak (umumnya):

Laporan keuangan konsolidasi


AKUNTANSI Laporan Keuangan harus
dipisahkan untuk menghitung
PPh Tahunan terutang
separated-entity approach /
PAJAK menggunakan metode cost
02 INVESTASI

Investasi
Surat Berharga
penghasilan dari penjualan saham di bursa efek dikenakan PPh Final. Beda tetap yang timbul
tidak diakui karena dalam SPT penghasilan yang dikenakan PPh Final ini dipisahkan dari
penghasilan lain yang tidak dikenakan tarif final
02 INVESTASI

Penerimaan dividen dan bunga obligasi:

AKUNTANSI penghasilan lain-lain


BEDA
TETAP
tidak termasuk sebagai
objek PPh apabila
PAJAK memenuhi syarat Pasal 4
ayat (3) huruf g
03 PIUTANG

 Dipisahkan antara piutang hubungan istimewa dengan piutang lainnya

 Harus dapat menyajikan keadaan mengenai saldo piutang pada saat


tertentu dan mutasi piutang selama periode tertentu

 Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan

 Disajikan sebesar Net Realizable Value

 Pengakuan Beban Piutang Tak Tertagih :

 Metode Langsung (direct write-off)

 Metode Penyisihan (Allowance)


03 PIUTANG

 Dipisahkan antara piutang hubungan istimewa dengan piutang lainnya


 Harus dapat menyajikan keadaan mengenai saldo piutang pada saat
tertentu dan mutasi piutang selama periode tertentu
 Harus memuat informasi:
1. nama dan alamat debitur
2. jumlah piutang kepada masing-masing debitur
3. saat timbul maupun berkurangnya piutang
4. jenis piutang, misalnya piutang dagang, piutang kepada
pegawai, pitang kepada pemegang saham, piutang jangka
panjang dan piutang jangka pendek
5. hak penerimaan bunga
6. tanggal jatuh tempo piutang
7. jumlah piutang yang dapat dihapuskan
8. keterangan lainnya yang berkaitan dengan piutang
Telah dibebankan sebagai biaya
dalam laporan laba rugi komersial T
Y

Telah diserahkan perkara penagihannya


kepada PN atau instansi pemerintah Syarat Piutang
yang menangani piutang negara Tak Tertagih
Atau Dapat Dibebankan
Piutang
ada perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan Tidak dapat
Secara Fiskal
tidak debitur yang bersangkutan T
dapat
dibebankan
ditagih
Atau secara Fiskal
dipublikasikan dalam penerbitan
umum atau khusus
Atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya
telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
Dapat
Y T dibebankan
Daftar Piutang tidak tertagih diserahkan ke DJP secara Fiskal
Y
03 PIUTANG

Daftar Piutang harus memuat informasi:


1. nama dan alamat debitur
2. jumlah piutang kepada masing-masing debitur
3. saat timbul maupun berkurangnya piutang
4. jenis piutang, misalnya piutang dagang, piutang kepada pegawai,
pitang kepada pemegang saham, piutang jangka panjang dan
piutang jangka pendek
5. hak penerimaan bunga
6. tanggal jatuh tempo piutang
7. jumlah piutang yang dapat dihapuskan
8. keterangan lainnya yang berkaitan dengan piutang
03 PIUTANG • Apabila debiturnya adalah pemegang saham, penghapusan piutang
tidak menjadi pengurang Pajak Penghasilan
• Jumlah Piutang yang dihapuskan merupakan dividen yang wajib
dipotong PPh Pasal 23/26 atau dipotong PPh Final 10%. Perbedaan
pencatatan ini digolongkan sebagai beda tetap
• Ketentuan peraturan perpajakan hanya membolehkan pembentukan
cadangan piutang tak tertagih pada usaha di bidang perbankan,
asuransi dan usaha leasing (pembiayaan)
04 PERSEDIAAN BARANG

• Harus dapat menyajikan keterangan mengenai


persediaan bahan/barang selama periode tertentu
untuk menghitung harga pokok barang

• Apabila Wajib Pajak merupakan PKP, maka dari


pembukuannya harus dapat diketahui jumlah persediaan
yang merupakan persediaan Barang Kena Pajak dan
persediaan bukan Barang Kena Pajak
04 PERSEDIAAN BARANG

• Harus dapat diketahui secara jelas dan terperinci


mengenai hal - hal yang mengakibatkan berkurangnya
jumlah persediaan yang bukan karena adanya suatu
transaksi
• Persediaan harus dirinci menurut jenis barang/bahan
yang tersedia
• Persedian barang konsinyasi tidak boleh dikelompokkan
sebagai persediaan (harus diadakan pembukuan khusus
untuk barang konsinyasi)
04 PERSEDIAAN BARANG

Metode rata-rata, FIFO atau


AKUNTANSI metode lainnya
BEDA TETAP
(apabila terjadi
Persediaan pada Neraca: perbedaan
menggunakan metode cost metode)
PAJAK
Persediaan untuk HPP: metode
rata-rata atau FIFO
05 HARTA YANG DAPAT DISUSUTKAN DAN DIAMORTISASI

PENYUSUTAN AMORTISASI
Harta Berwujud Harta Tidak Berwujud
dimiliki dan digunakan dalam perusahaan digunakan untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara (3M) penghasilan
termasuk biaya lain
manfaat lebih dari satu tahun, kecuali manfaat lebih dari satu tahun
tanah
05 HARTA YANG DAPAT DISUSUTKAN DAN DIAMORTISASI

Harga perolehan harta:


jumlah yang sesungguhnya
PIHAK LAIN dikeluarkan BEDA TETAP
(dapat terjadi atas harga
perolehan yang terjadi dalam
hal terjadi hubungan istimewa)
jumlah yang seharusnya
RELATED PARTY dikeluarkan atau diterima
05 HARTA YANG DAPAT DISUSUTKAN DAN DIAMORTISASI

Harga yang diperoleh melalui sumbangan:


berdasarkan harga pasar dengan mengkreditkan akun
AKUNTANSI modal donasi

nilai sisa buku harta pihak yang melakukan


PAJAK penyerahan/pengalihan (selama tidak dalam rangka
hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan
atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan)
05 HARTA YANG DAPAT DISUSUTKAN DAN DIAMORTISASI

Metode penyusutan dan masa manfaat:

AKUNTANSI Garis lurus, metode


menurun atau lainnya BEDA TETAP
(dapat terjadi apabila Wajib Pajak
melakukan penyusutan selain yang
diperbolehkan pajak)
Garis lurus atau metode
PAJAK menurun
05 HARTA YANG DAPAT DISUSUTKAN DAN DIAMORTISASI

Pembukuan tentang harta tersebut harus dilakukan


sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh keterangan
mengenai :
• jenis harta
• saat perolehan
• nilai perolehan
• saat mulai digunakan
• masa manfaat
• golongan harta
• nilai sisa buku
• penambahan maupun pengurangan harta yang
dipisahkan antara mutasi biasa dan mutasi luar biasa;
• penyusutan atau amortisasi
• akumulasi penyusutan atau amortisasi
05 HARTA YANG DAPAT DISUSUTKAN DAN DIAMORTISASI

Revaluasi Aktiva Tetap


• Dilakukan apabila terjadi ketidaksesuaian
antara unsur-unsur biaya dan penghasilan
karena perkembangan harga (misalnya
devaluasi mata uang rupiah terhadap mata
uang asing)
• Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai buku
aset dibukukan dalam akun modal dengan
nama “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aset
Tetap”
• Selisih tersebut adalah laba yang dikenakan
pajak
06 HARTA LAINNYA

• Pos-pos yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam aset


lancar dan aset tetap
• Perlakuan akuntansi dan pajak tidak jauh berbeda
kecuali terhadap pos selisih kurs akibat devaluasi.
Pembukuan tentang harta lainnya harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga dapat diketahui keterangan
mengenai nilai perolehan harta, saat timbulnya harta
dan penambahan maupun pengurangan harta
07 HUTANG USAHA

dicatat berdasarkan nilai yang dicatat


AKUNTANSI menurut jatuh temponya

• hanya dapat karena transaksi atau


keputusan pengadilan
PAJAK • apabila hutang dibebaskan maka
harus dibukukan sebagai
penghasilan
07 HUTANG DIVIDEN

Pengumuman
Pembagian Laba

Dividen

Pembayar Dividen wajib menyetor PPh dividen (Pasal 17 (2c), Pasal 23 dan
Pasal 26 UU PPh).
Ketentuan ini diperbaharui dalam UU Ciptaker yang berlaku 2 November
2020, dengan adanya syarat tertentu atas Dividen yang bukan menjadi
objek pajak.
07 HUTANG PAJAK

Hutang PPh yang dibayar sendiri (PPh 25


dan PPh 29)

Hutang Pajak yang dipotong/dipungut


oleh pihak ketiga (PPh 21, 22, 23) harus disetor ke kas negara dalam
jangka waktu yang ditentukan

Hutang Pajak yang wajib


dipotong/dipungut kepada pihak ketiga
(PPh 21, 22, 23 dan 26)

Hutang PPN dan PPnBM

Hutang PBB
07 PEMBUKUAN HUTANG

Hutang Usaha memuat keterangan mengenai:


• nama dan alamat kreditur
• jumlah hutang kepada masing-masing kreditur
• saat timbulnya maupun berkurangnya hutang
Hutang Dividen • jenis hutang misalnya hutang dagang, hutang kepada pegawai, hutang kepada pemegang
saham, hutang jangka panjang, hutang jangka pendek, dan hutang bank
• kewajiban pembayaran bunga
• tanggal jatuh tempo
Hutang Pajak • keterangan lainnya yang berkaitan dengan hutang

Menteri Keuangan berwenang untuk menentukan rasio hutang


Hutang Lainnya dengan modal
08 MODAL
• modal dasar
MODAL • saham yang ditempatkan
• saham yang telah disetor
DISETOR • saham yang masih dalam portepel
• agio atau disagio saham

• pembayaran tidak boleh diakui sebagai biaya


LABA DITAHAN • pembayaran yang dilakukan kepada pengurus yang merangkap
sebagai pemegang saham tidak boleh dianggap sebagai biaya
fiskal, melainkan sebagai dividen dan terhutang pajak

Apabila dilakukan penilaian kembali, maka selisih penilaian kembali


merupakan salah satu unsur permodalan yang harus dibukukan
tersendiri
Konsep, Pengakuan dan Realisasi Penghasilan
Menurut Pajak
01. TUJUAN PEMBELAJARAN

Konsep Pendapatan

Pengakuan Pendapatan

Pengukuran Pendapatan

Perlakuan PPh atas Penghasilan (Taxable)


02. Rujukan

UU PPh

PP-94.2010

PSAK 23 : Pendapatan

PSAK 34 : Akuntansi Kontrak Konstruksi

PSAK 68 : Pengukuran Nilai Wajar


03. Pendahuluan

1. Tujuan Perusahaan adalah menghasilkan Profit.


2. Profit = Pendapatan - Beban;
3. Maksimisasi Profit Melalui mekanisme Bisnis (Pasar);
4. Modus Maksimisasi Profit Melalui Manipulasi
Pendapatan dan Beban;
5. Pengakuan Pendapatan dan Beban yang Handal
menghasilkan laporan keuangan yang relevan dan
reliable.
04 Tujan dan Ruang Lingkup
Tujuan Pernyataan PSAK 23 adalah untuk mengatur perlakuan
akuntansi untuk pendapatan yang timbul dari transaksi dan
peristiwa ekonomi tertentu.

Permasalahan utama dalam akuntansi untuk pendapatan adalah


menentukan saat pengakuan pendapatan. Pendapatan diakui bila
besar kemungkinan manfaat ekonomi masa depan akan mengalir
ke perusahaan dan manfaat ini dapat diukur dengan andal.

Pernyataan ini mengidentifikasikan keadaan yang memenuhi


kriteria tersebut agar pendapatan dapat diakui. Pernyataan ini juga
memberikan pedoman praktis dalam penerapan kriteria tersebut.
05 Pengakuan Pendapatan

1. Pendapatan diakui ketika kemungkinan besar manfaat ekonomi


masa depan akan mengalir ke entitas dan manfaat ini dapat
diukur secara andal (PSAK 23).
2. Pendapatan Diakui jika:
a. Telah Memindahkan Risiko dan Manfaat secara signifikan
b. Penjual tidak lagi melanjutkan pengelolaan terkait kepemilikan barang.
c. Pendapatan dapat diukur secara andal
d. manfaat ekonomi terkait transaksi sudah mengalir ke entitas.
e. biaya dapat diukur secara andal.
06 Pengakuan Pendapatan
07 Pengukuran Pendapatan

● Diukur sebesar nilai wajar yang diterima. Nilai Wajar = Harga yang diterima
untuk menjual atau harga yang dibayar antara pelaku Pasar pasa tanggal
pengukuran.
Market

Penjual Pembeli
Supply Demand
Harga Wajar

Kontrak
Pengukuran Pendapatan
Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang
diterima atau yang dapat diterima.

Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi


biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan
dan pembeli atau pemakai aktiva tersebut (mekanisme
Pasar
Jumlah tersebut diukur dengan nilai wajar imbalan yang
diterima atau yang dapat diterima perusahaan dikurangi
jumlah diskon dagang dan rabat volume yang
diperbolehkan oleh perusahaan.
08 PENGAKUAN PENDAPATAN
PSAK 23 harus diterapkan dalam akuntansi untuk
pendapatan yang timbul dari transaksi dan
peristiwa ekonomi berikut ini:
(a) penjualan barang;
(b) penjualan jasa; dan
(c) penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-
pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti dan
dividen.
08a Pengukuran Pendapatan –
Penjualan barang
Pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila kondisi berikut
dipenuhi:
• perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah
memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli;
• perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian
efektif atas barang yang dijual;
• jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal;
• besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan
transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut; dan
• biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan
transaksi penjualan dapat diukur dengan andal.
Pengukuran Pendapatan – Penjualan
barang
Penentuan kapan suatu perusahaan telah memindahkan risiko signifikan
dan manfaat kepemilikan kepada pembeli memerlukan pengujian keadaan
transaksi tersebut.
Pada umumnya, pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan bersamaan
waktunya dengan pemindahan hak milik atau pemindahan penguasaan
atas barang tersebut kepada pembeli.

Dalam hal lain, pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan terjadi pada
saat yang berbeda dengan pemindahan hak milik atau pemindahan
penguasaan atas barang tersebut.

Jika perusahaan tersebut menahan risiko signifikan dari kepemilikan,


transaksi tersebut bukanlah suatu penjualan dan pendapatan tidak diakui.
Pengukuran Pendapatan – Penjualan
Jasa
Bila hasil suatu transaksi yang meliputi penjualan jasa dapat
diestimasi dengan andal, pendapatan sehubungan dengan transaksi
tersebut harus diakui dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari
transaksi pada tanggal neraca. Hasil suatu transaksi dapat diestimasi
dengan andal bila kondisi berikut ini dipenuhi:
• jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;
• besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan
transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan;
• tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca
dapat diukur dengan andal; dan
• biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut dan biaya untuk
menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur dengan andal.
Pengukuran Pendapatan – Penjualan
Jasa
Pengakuan pendapatan dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari
suatu transaksi sering disebut sebagai metode persentase
penyelesaian.
Menurut metode ini, pendapatan diakui dalam periode akuntansi pada
saat jasa diberikan.
Pengukuran Pendapatan – Bunga, Deviden &
Royalti
Pendapatan yang timbul dari penggunaan aktiva
perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan
bunga, royalti dan dividen harus bila:
• besar kemungkinan manfaat ekonomi
sehubungan dengan transaksi tersebut akan
diperoleh perusahaan; dan
• jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal.
Pengukuran Pendapatan – Bunga, Deviden &
Royalti
Pendapatan harus diakui dengan dasar sebagai
berikut:
• bunga harus diakui atas dasar proporsi waktu yang
memperhitungkan hasil efektif aktiva tersebut;
• royalti harus diakui atas dasar akrual sesuai dengan
substansi perjanjian yang relevan; dan
• dividen tunai harus diakui bila hak pemegang saham
untuk menerima pembayaran ditetapkan.
Metode persentase penyelesaian.
(Dewi Ratnaningsih, 1998 : 70 - 73)
Metode ini digunakan bila:
1. Estimasi yang andal dapat ditentukan untuk:
a. tingkat penyelesaiannya
b. jumlah pendapatan
c. biaya untuk menyelesaikan kontrak
2. Kontrak menyebutkan secara jelas hak dan kewajiban pembeli dan kontraktor
3. Kontraktor dan pembeli mempunyai kemauan untuk memenuhi semua
kewajiban
Metode persentase penyelesaian.
Perhitungan pendapatan, biaya dan laba kotor yang diakui selama masa kontrak:
1. Tingkat penyelesaian dihitung dengan cost to cost basis :
% penyelesaian = biaya yang sudah terjadi
estimasi total biaya
2. Pendapatan yang diakui = % penyelesaian x estimasi total Pendapatan
Estimasi total pendapatan = harga kontrak
3). laba kotor yang diakui = % penyelesaian x estimasi laba kotor
Estimasi laba kotor = estimasi total pendapatan – estimasi total biaya
Contoh Kasus 1 – Estimasi Biaya
Kontrak penyelesaian proyek yang akan dikerjakan dari
tahun 2004 sampai dengan 2006 adalah sebesar Rp.
5.000.000.000,- Adapun biaya yang terjadi selama tahun-
tahun tersebut adalah sebagai berikut :
2004 Biaya s.d 31-12-2004 Rp. 600.000.000
Taksiran biaya penyelesaian proyek Rp. 3.400.000.000
2005 Biaya s.d 31-12-2005 Rp. 3.400.000.000
Taksiran biaya penyelesaian proyek Rp 850.000.000
2006 Biaya s.d 31-12-2006 Rp. 4.150.000.000
Laba bruto tahun 2004
Harga kontrak 5.000.000.000
Akumulasi biaya s.d akhir tahun 600.000.000
Taksiran biaya penyelesaian 3.400.000.000 + 4.000.000.000
Selisih 1.000.000.000
Laba bruto tahun 2004
600.000.000 X 1.000.000.000 = Rp. 150.000.000
4.000.000.000

Laba bruto tahun 2005


Harga kontrak 5.000.000.000
Akumulasi biaya s.d akhir tahun 3.400.000.000
Taksiran biaya penyelesaian 850.000.000+ 4.250.000.000
Selisih 750.000.000
Laba bruto tahun 2005
3.400.000.000 X 750.000.000 = Rp. 600.000.000
4.250.000.000
Laba bruto tahun 2004 = Rp. 150.000.000 -
Laba bruto tahun 2005 = Rp. 450.000.000
Laba bruto tahun 2006
Harga kontrak 5.000.000.000
Akumulasi biaya s.d 31-12-2006 4.150.000.000 -
Selisih 850.000.000
Laba bruto tahun 2004 = Rp. 150.000.000 -
Laba bruto tahun 2005 = Rp. 450.000.000 + 600.000.000 -
Laba bruto tahun 2006 Rp. 250.000.000
Contoh Kasus 2 – Diketahui Berd.
Perhitungan
Berdasarkan kasus sebelumnya diketahui tingkat penyelesaian
berdasarkan perhitungan teknis adalah adalah sebagai berikut :

2004 Tingkat penyelesaian teknis 14 %


2005 Tingkat penyelesaian teknis 75 %
2006 Tingkat penyelesaian teknis 100 %
Laba bruto tahun 2004
Tingkat penyelesaian proyek
14 % x Rp. 5.000.000.000 Rp. 700.000.000
Akumulasi biaya Rp. 600.000.000 –
Laba bruto Rp. 100.000.000

Laba bruto tahun 2005


Tingkat penyelesaian proyek
75 % x ( 5.000.000.000 – 700.000.000) Rp. 3.050.000.000
Akumulasi biaya (3.400.000.000 – 600.000.000) Rp. 2.800.000.000 –
Laba bruto Rp. 250.000.000

Laba bruto tahun 2006


Tingkat penyelesaian proyek
( 5.000.000.000 – 700.000.000 – 3.050.000.000) Rp. 1.250.000.000
Akumulasi biaya (4.150.000.000 – 3.400.000.000) Rp. 750.000.000 –
Laba bruto Rp. 850.000.000
Laba bruto 2005 ( 850.000.000 – 100.000.000 – 250.000.000) = Rp. 500.000.000
Penghasilan Menurut Pajak
Penghasilan : setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh wajib
pajak, baik berasal dari Indonesia
atau dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk
apapun. 52
KONSEP PENGHASILAN MENURUT PASAL 4
(1) UU PPh
5 elemen

tambahan kemampuan diterima atau diperoleh


ekonomis
Aspek ekonomi (bukan akuntansi) Pengakuan secara cash atau
accrual basis

dari Indonesia maupun untuk konsumsi atau untuk


dari luar Indonesia
menambah kekayaan
Cakupan geografis (global) Pemanfaatan/pemakaian
dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
Konsep material (bukan formal)
53
Aliran Penghasilan

dari pemberi dari kegiatan


kerja usaha
Sumber
Penghasilan
dari
dari harta yang
penghasilan
dimiliki
lain-lain
KLASIFIKASI PENGHASILAN
MENURUT PASAL 4 UU PPh
Non Objek
Pajak
(ayat 3)

Objek Pajak
Final (Ayat 2)
Penghasilan
Objek Pajak Objek
(Ayat 1)
Pajak
Non-Final
PENGHASILAN MENURUT PAJAK DAN PELAPORANNYA
DALAM SPT TAHUNAN PPh OP
Penghasilan
(income/revenue)

Objek PPh Objek PPh Final Dikecualikan dari


Objek PPh Psl. 4 (3)
Psl. 4 (1) Psl. 4 (2)

Sesuai UU Tidak
Sesuai UU

over under

Koreksi negatif Koreksi Koreksi Koreksi


positif negatif negatif
Jenis Penghasilan (Pasal 4 ayat (1))
a

d
e

h
i

l
Jenis Penghasilan
m

p
q

s
Pemajakan PPh Pasal 4 (1) – Rumus
Komprehensif
Penghasilan Bruto xxx
(Pengurang Ph Bruto) (xxx)
Penghasilan Neto xxx
(Pengurang Ph Neto) (xxx)
Penghasilan Kena Pajak (PhKP) xxx
PPh Terhutang Tarif x PhKP
(Kredit Pajak) (xxx)
Kurang Bayar/Lebih Bayar xxx
Konsekuensi Pengenaan PPh Final
biaya-biaya
terkait tidak
dapat menjadi
pengurang

pajak yang
dibayar tidak
dapat
dikreditkan
penghasilan
tidak dihitung
kembali pada
saat penghitungan
pajak akhir tahun
Penghasilan Dikenai Pajak Bersifat Final (1)
No Jenis Penghasilan Tarif DPP Peraturan

1 Bunga deposito, 20% Jumlah Bruto


tabungan, & diskonto
SBI
2 Hadiah Undian 25% Jumlah Bruto
3 Bunga simpanan • 0% (s.d Rp 240.000) Jumlah Bruto
Koperasi • 10% (> Rp 240.000)

4 Bunga Obligasi Bunga Obligasi jumlah bruto bunga


• 15% (WP DN dan BUT)
• 20%/tarif P3B (WP LN)

diskonto dari Obligasi dengan kupon selisih lebih harga jual/nilai


• 15% (WP DN dan BUT) nominal di atas harga
• 20%/tarif P3B (WP LN) perolehan (bunga)
diskonto dari Obligasi tanpa bunga selisih lebih harga jual /nilai
• 15% (WP DN dan BUT) nominal di atas harga
• 20%/tarif P3B (WP LN) perolehan /
bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau
diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
• 0% 2009 – 2010
• 5% 2011 – 2013
• 15% 2014
No Jenis Penghasilan Tarif DPP Peraturan

5 Penjualan Saham di 0,1% Jumlah Bruto


Bursa Efek

0,5% tambahan untuk saham pendiri Jumlah Bruto


6 Pengalihan Tanah dan atau 2,5% Jumlah Bruto nilai
bangunan bagi OP/yayasan dan
organisasi sejenisyang usaha
pengalihan atau NJOP
pokoknya melakukan transaksi mana yang lebih tinggi
pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan

7 Persewaan Tanah atau 10% Jumlah Bruto


Bangunan
8 Jasa Konstruksi • Pelaksana 2% (kualifikasi us. kecil)
• Pelaksana 4% (tidak memiliki kualifikasi usaha)
• Pelaksana 3% (untuk selain a dan b)
• Perencana/Pengawas 4% (memiliki kualifikasi usaha)
• Perencana/Pengawas 6% (tidak memiliki kualifikasi
usaha)
Dikecualikan dari Objek Pajak
a.1 bantuan atau sumbangan, termasuk zakat

Sepanjang tidak ada hubungan kerja, usaha, kepemilikan,


penguasaan

a.2 harta hibahan

Diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu


derajat, badan keagamaan, pendidikan, sosial, yayasan, koperasi

b warisan

harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan


c sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal
Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan
d atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan

e pembayaran perusahaan asuransi kepada OP:


asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa

dividen /bagian laba yang diterima /diperoleh PT


f sebagai WPDN, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan
dan bertempat kedudukan di Indonesia
• Dari R/E
• PT/BUMN/BUMD minimal memiliki 25% saham

g iuran yang diterima/diperoleh dana pensiun yang


pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan
penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana
h pensiun, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan

bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari


perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi
atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma,
i
dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif

j -

penghasilan yang diterima /diperoleh perusahaan


modal ventura berupa bagian laba dari badan
k pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan
usaha atau kegiatan di Indonesia
• perusahaan mikro, kecil, menengah/ di sektor usaha tertentu
• sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
l beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga


nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau
bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
m pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam
jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut

bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan


n Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak
tertentu
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94
TAHUN 2010

Pasal 8

(1) Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan
dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain secara langsung atau tidak langsung berkenaan dengan:
a. usaha;
b. pekerjaan; atau
c. kepemilikan atau penguasaan.

(2) Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara Wajib Pajak
pemberi dengan Wajib Pajak penerima, dapat terjadi apabila terdapat transaksi yang bersifat rutin antara kedua belah pihak.

(3) Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara Wajib
Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima terjadi apabila terdapat hubungan yang berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau
pelaksanaankegiatan secara langsung atau tidak langsung antara kedua pihak tersebut.

(4) Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan kepemilikan atau penguasaan antara Wajib Pajak pemberi
denganWajib Pajak penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (I) huruf c terjadi apabila terdapat:
a. penyertaan modal secara langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a Undang-Undang Pajak
Penghasilan; atau
b. hubungan penguasaan secara langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf b Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
Pendapatan dipengaruhi Hubungan
Istimewa
Jika Pendapatan dipengaruhi hubungan Istimewa - > DJP berwenang
untuk menentukan kembali besarnya pendapatan.
Pasal 15 Penentuan Terhutangnya Ph (PP 94
2010)
Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dilakukan pada akhir bulan:
a. terjadinya pembayaran; atau
b. terutangnya penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

(2) Pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dilakukan pada saat:
a. pembayaran; atau
b. Saat tertentu lainnya yang diatur oleh Menteri Keuangan.

(3) Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dilakukan pada akhir bulan:
a. dibayarkannya penghasilan;
b. disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau
c. jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

(4) Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dilakukan pada akhir bulan:
a. dibayarkannya penghasilan;
b. disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau
c. jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,
d. tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
Akuntansi Aktiva
Tetap
01. DEFINISI

Aset tetap adalah aset berwujud yang


mempunyai masa manfaat lebih dari dua
belas bulan (satu tahun/ satu periode
akuntansi) untuk digunakan, atau
dimaksudkan untuk digunakan dalam
kegiatan entitas.
02. Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu aset
berwujud dapat diakui sebagai aset tetap, yaitu:

 Berwujud,
 Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan,
 Biaya perolehan dapat diukur secara andal,
 Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal
entitas, dan
 Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.

Pengeluaran belanja barang yang tidak memenuhi


kriteria aset tetap di atas akan diperlakukan sebagai
persediaan/aset lainnya. (pilih salah satu)
03. KLASIFIKASI
Beberapa contoh Klasifikasi aset tetap
adalah sebagai berikut:
1. Tanah
2. Peralatan dan Mesin
3. Gedung dan Bangunan
4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
5. Aset Tetap Lainnya
6. Konstruksi dalam Pengerjaan
Tabel Masa Manfaat Berdasarkan UU PPh
04 PENGAKUAN AKTIVA TETAP

Pengakuan aset tetap ditandai dengan telah


diterimanya atau diserahkannya hak
kepemilikan atas aset tetap; dan atau pada
saat penguasaannya berpindah.
05. PENGUKURAN AKTIVA TETAP
Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Biaya perolehan
merupakan jumlah kas atau setara kas yang telah dan yang
masih wajib dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain
yang telah dan yang masih wajib diberikan untuk
memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi
sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat
yang siap untuk dipergunakan.

Apabila tidak memungkinkan menggunakan biaya


perolehan, maka digunakan nilai wajar pada saat perolehan.
Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian
kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan
untuk melakukan transaksi wajar.
05a. Contoh:
Pada tanggal 8 Juli 2015, dilakukan pembelian 10 unit Air Conditioner
(AC) seharga Rp3.000.000,00/unit. Biaya pengiriman dan pemasangan
kesepuluh unit AC tersebut adalah Rp500.000,00. Untuk pengadaan AC
tersebut, terdapat honorarium panitia pengadaan sebesar
Rp300.000,00 dan honorarium pemeriksa barang sebesar Rp200.000,00

Dari transaksi tersebut dapat diketahui bahwa biaya


perolehan kesepuluh unit AC tersebut adalah sebesar Rp31.000.000,00
yang terdiri atas harga pembelian Rp30.000.000,00 dan biaya-biaya
lainnya sampai AC tersebut siap untuk dipergunakan sebesar
Rp1.000.000,00.
06. CARA-CARA PEROLEHAN AKTIVA TETAP
Perolehan aktiva tetap dapat terjadi karena cara:
 pembelian (pembayaran sekaligus, pembayaran termin,
atau lump-sum),
 pertukaran aset, donasi, swakelola, dan lainnya

Untuk beberapa aset tetap yang diperoleh dengan


pembelian lumpsum (gabungan), biaya perolehan dari
masing-masing aset tetapnya ditentukan dengan
mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan
perbandingan nilai wajar tiap aset yang bersangkutan.
06a. PENGALIHAN AKTIVA TETAP

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

HARGA JUAL / PASAR HARGA JUAL / PASAR


DIKURANGI DIKURANGI

NILAI BUKU AKTIVA = NILAI BUKU FISKAL =


HARGA PEROLEHAN - HARGA PEROLEHAN -
AKUMULASI PENYUSUTAN AKUMULASI PENYUSUTAN
KOMERSIAL FISKAL
= =
KEUNTUNGAN / KERUGIAN KEUNTUNGAN / KERUGIAN

LAP.LABA RUGI KOREKSI FISKAL SPT TAHUNAN


KOMERSIAL POSITIF / PPh BADAN
NEGATIF
86
06b. PENGALIHAN HARTA BERWUJUD
Pasal 11 ayat (8) dan (9)
PENJUALAN ATAU PENGALIHAN HARTA
SESUAI PSL 4 Ayat (1) Huruf d
ATAU PENARIKAN HARTA
KARENA SEBAB LAINNYA

JUMLAH JUMLAH HARGA JUAL


NILAI SISA BUKU ATAU
DIBEBANKAN PENGGANTIAN ASURANSI
SEBAGAI DIBUKUKAN SEBAGAI
KERUGIAN PENGHASILAN

PADA TAHUN TERJADINYA PENGALIHAN


ATAU PENARIKAN HARTA

KERUGIAN SEBESAR NILAI SISA BUKU HARTA KARENA PENGGANTIAN


ASURANSI YG JUMLAHNYA BARU DAPAT DIKETAHUI DI MASA
KEMUDIAN

DIBUKUKAN SBG BEBAN MASA KEMUDIAN DENGAN


PERSETUJUAN DIRJEN PAJAK
87
06c. ILUSTRASI: PENJUALAN AKTIVA TETAP
• PT.KLM perusahaan taksi (kelompok I) pada tanggal 1 April 2001
membeli 100 mobil untuk taksi, dengan harga Rp 90 juta per unit.
Pada tanggal 1 Januari 2005 dijual tunai 10 unit taksi dengan
harga seluruhnya Rp 150 juta. Penyusutan fiskal dengan metode
saldo menurun.
• Berapa laba penjualan taksi tersebut menurut fiskal?
• Jawab:
• Penyusutan Fiskal :
Thn 2001 = 9/12 x 50% X Rp 9.000 juta = Rp 3.375.000.000
Nilai Sisa Buku Fiskal (NSBF) Akhir Tahun 2004 N = 2004 –
2002 = 3
NSBF Per 31/12/2004 = (1-50%)3 x Rp 5.625.000.000
= Rp 703.125.000
• NSBF – 10 unit taksi = 10/100 x (703.125.000)
= Rp. 70.312.500
• Harga Jual – 1 Januari 2005 = Rp 150.000.000
• Keuntungan Penjualan Taksi – 10 unit = Rp 79.687.500,-
06d. ILUSTRASI: PENGGANTIAN ASURANSI
• Bangunan yang selesai dibangun pada awal tahun 1995 seharga
Rp 10 Milyar, diasuransikan dan pada akhir tahun 2005
terbakar. Penggantian asuransi baru diketahui pada tahun 2006
sebesar Rp 12 Milyar. WP mengajukan permohonan dan telah
disetujui bahwa kerugian kebakaran bangunan tahun 2005
dibebankan pada tahun 2006.
• Perhitungan:
• Harga Perolehan Rp 10.000.000.000
• Penyusutan Fiskal 1995 sd 2005 Rp 5.500.000.000
• Nilai Sisa Buku FIskal  Kerugian Rp 4.500.000.000
• Penggantian Asuransi – Tahun 2006 Rp 12.000.000.000
• Keuntungan – Tahun 2006 Rp 7.500.000.000

OBYEK PPh
07. PENENTUAN HARGA PEROLEHAN/ PENJUALAN
ATAU NILAI PEROLEHAN/ PENJUALAN
Pasal 10 ayat (1), (2), (3) dan (6)

TIDAK DIPENGARUHI HUB. ISTIMEWA JUMLAH YANG SESUNGGUHNYA


DIKELUARKAN/DITERIMA
DIPENGARUHI HUB. ISTIMEWA JUMLAH YANG SEHARUSNYA
DIKELUARKAN/DITERIMA

JUMLAH YANG SEHARUSNYA


DALAM HAL TUKAR-MENUKAR
DIKELUARKAN/DITERIMA
BERDSRKAN HARGA PASAR

DALAM RANGKA :
JUMLAH YANG SEHARUSNYA
- Likuidasi
DIKELUARKAN/DITERIMA
- Penggabungan
SESUAI HARGA PASAR KECUALI
- Peleburan
DITENTUKAN LAIN OLEH MENKEU
- Pemekaran
- Pemecahan
- Pengambilalihan
BERDASARKAN HARGA PEROLEHAN
YANG DILAKUKAN
PERSEDIAAN DAN
SECARA RATA-RATA (AVERAGE)
PEMAKAIAN PERSEDIAAN
ATAU DGN CARA MENDAHULUKAN
UNTUK PENGHITUNGAN
PERSEDIAAN YG DIPEROLEH PERTAMA
HARGA POKOK
(FIFO)
90
07a. PENENTUAN HARGA PEROLEHAN/ PENJUALAN
ATAU NILAI PEROLEHAN/ PENJUALAN
Pasal 10 ayat (4) dan (5)

DASAR PENILAIAN
PENGALIHAN HARTA HIBAHAN, BAGI YANG MENERIMA SAMA DENGAN
BANTUAN ATAU SUMBANGAN, NILAI SISA BUKU
DAN WARISAN YG MEMENUHI YANG MELAKUKAN PENGALIHAN
PERSYARATAN ATAU
PASAL 4 AYAT (3) NILAI YANG
HURUF a DAN b DITETAPKAN DIRJEN PAJAK

PENGALIHAN HARTA YANG TIDAK DASAR PENILAIAN BAGI YANG MENERIMA


MEMENUHI SYARAT PASAL 4 AYAT (3) SAMA DENGAN
HURUF a NILAI PASAR

PENGALIHAN HARTA SBG PENGGANTI DASAR PENILAIAN BAGI YANG MENERIMA


SAHAM ATAU PENGGANTI SAMA DENGAN
PENYERTAAN MODAL NILAI PASAR

91
07b. CONTOH KEUNTUNGAN PENGALIHAN AKTIVA TETAP DALAM KASUS PERTUKARAN
AKTIVA

- PT. A DAN PT. B MELAKUKAN PERTUKARAN AKTIVA


- NILAI SISA BUKU DAN HARGA PASAR HARTA KEDUA BADAN TERSEBUT ADALAH SBB :

KETERANGAN PT. A (Aktiva X) PT. B (Aktiva Y)

NILAI SISA BUKU Rp 10.000.000,00 Rp 12.000.000,00


HARGA PASAR Rp 20.000.000,00 Rp 20.000.000,00

PADA DASARNYA PENILAIAN HARTA YG DISERAHKAN OLEH PT. A DAN PT. B DLM
RANGKA PERTUKARAN (MENURUT PAJAK) ADALAH HARGA PASAR.
MAKA :

KEUNTUNGAN PT. A
Rp 20.000.000,00 - Rp 10.000.000,00 = Rp 10.000.000,-

KEUNTUNGAN PT. B
Rp 20.000.000,00 - Rp 12.000.000,00 = Rp 8.000.000,-

Secara fiskal tidak dibedakan pertukaran antara pertukaran sejenis dan tidak sejenis.
Laba/rugi (capital loss/gain) dihitung berdasarkan harga pasar aktiva yang diterima
dikurangi dengan nilai buku fiskal aktiva tetap yang diserahkan pada saat terjadinya
pertukaran aktiva.
08. Pertukaran tidak sejenis
Perusahaan memperoleh sebidang tanah seluas 20.000 m dengan cara menukar
kendaraan yang dulu costnya 200.000.000. Saat ini akumulasi depresiasi
kendaraan 60.000.000. Harga pasar kendaraan saat ini 150.000.000.
Jurnalnya:
Tanah 150.000.000
Akumulasi depresiasi 60.000.000
Kendaraan 200.000.000
Laba pertukaran 10.000.000
08a. Pertukaran tidak sejenis
Perusahaan memperoleh sebidang tanah yang luasnya 1000 m
dengan cara menukar 100 lembar saham biasa yang nominalnya
Rp100.000. Kurs saat itu 120%.
Jurnal :
Tanah 12.000.000
Modal saham 10.000.000
Agio saham 2.000.000
Seandainya harga saham tidak diketahui, maka digunakan harga
pasar tanah (misalnya harga pasar tanah/m= 9.500). Maka
jurnalnya :
Tanah 9.500.000
Disagio saham 500.000
Modal saham 10.000.000
08b. Pertukaran sejenis
Perusahaan memperoleh mesin dengan cara menukar mesin lama . Cost mesin lama 20.000.000.
Akumulasi depresiasi saat ini 6.000.000. Harga pasar mesin baru 15.000.000. Dalam pertukaran
tersebut perusahaan menyerahkan uang tunai 2.000.000.

Mesin baru 15.000.000


Akumulasi depresiasi 6.000.000
Rugi pertukaran 1.000.000
Mesin lama 20.000.000
Kas 2.000.000
09. CONTOH KEUNTUNGAN PENGALIHAN AKTIVA TETAP DALAM KASUS PENGGABUNGAN
USAHA

- PT. A DAN PT. B MELAKUKAN PELEBURAN DAN MEMBENTUK BADAN BARU YAITU PT. C.
- NILAI SISA BUKU DAN HARGA PASAR HARTA KEDUA BADAN TERSEBUT ADALAH SBB :

KETERANGAN PT. A PT. B

NILAI SISA BUKU Rp 200.000.000,00 Rp 300.000.000,00


HARGA PASAR Rp 300.000.000,00 Rp 450.000.000,00

PADA DASARNYA PENILAIAN HARTA YG DISERAHKAN OLEH PT. A DAN PT. B DLM
RANGKA PELEBURAN MENJADI PT. C ADALAH HARGA PASAR.

KEUNTUNGAN PT. A
Rp 300.000.000,00 - Rp 200.000.000,00 = Rp 100.000.000,-
KEUNTUNGAN PT. B
Rp 450.000.000,00 - Rp 300.000.000,00 = Rp 150.000.000,-

PT. C MEMBUKUKAN SEMUA HARTA TERSEBUT SEBESAR Rp 750.000.000,- (Rp 300.000.000,- + Rp


450.000.000,-).

NAMUN DALAM RANGKA MENYELARASKAN DENGAN KEBIJAKAN DI BIDANG SOSIAL, EKONOMI,


INVESTASI, DAN MONETER, MENKEU DIBERI WEWENANG UNTUK MENETAPKAN NILAI LAIN
SELAIN HARGA PASAR, MISALNYA ATAS DASAR NILAI SISA BUKU (POOLING OF INTEREST).

DALAM HAL DEMIKIAN, PT. C MEMBUKUKAN PENERIMAAN HARTA DARI PT.A DAN PT. B SEBESAR:
(Rp 200.000.000,00 + Rp 300.000.000,00) = Rp 500.000.000,-
10. KASUS
PT Harlan Putera adalah perusahaan nasional yang bergerak di bidang industri
garmen. Pada tahun 2008, perusahaan menyerahkan salah satu asetnya berupa
sebidang tanah kepada PT Dewiku & Co (perusahaan distribusi perdagangan),
sebagai dasar penyertaan modal atas kepemilikan PT Dewiku & Co sebesar 40%
yang bernilai Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).
Kepemilikan saham/modal di PT Dewiku & Co oleh perusahaan (Wajib Pajak)
bertujuan untuk memperkuat strategi dalam mengatasi persaingan melalui
distribusi barang secara cepat agar sampai ke konsumen.
Nilai jual tanah tersebut pada saat pengalihan (nilai pasar) adalah Rp
2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) sedangkan NJOP tanah tersebut pada awal
tahun 2008 adalah Rp 2.300.000.000 (dua miliar tiga ratus juta rupiah).

CATATAN:
Nilai perolehan tanah PT Harlan Putera adalah Rp 1.800.000.000

PERTANYAAN
Berdasarkan data-data tersebut, bagaimana dampak PPh atas transaksi yang
dilakukan oleh PT Harlan Putera di tahun 2008!

97
10a. Jawab:
PT Harlan Putera (investor-Pihak yang menyerahkan tanah)
 Capital gain pengalihan tanah
Keuntungan/capital gain = Nilai aktiva-Nilai Perolehan (NSBF)
= Rp 2.000.000.000 - Rp 1.800.000.000
= Rp 200.000.000
Capital gain tersebut akan dilaporkan dalam SPT Tahun PPh.

 Pembukuan
Perusahaan melakukan pencatatan dalam pembukuan komersialnya sebagai berikut:
Investasi (PT Dewiku & Co) 2.000.000.000
Tanah 1.800.000.000
Laba – Pengalihan Tanah 200.000.000

 BPHTB
BPHTB terutang = 5% x Dasar Pengenaan (Harga Pasar / NJOP, mana yang lebih tinggi
- NPOPTKP)
Pajak = 5% x (Rp 2.300.000.000 – 60.000.000) = Rp 112.000.000

98
10b. CONTOH Pasal 10 ayat (5)
CONTOH :

WP “X” MENYERAHKAN 20 UNIT MESIN BUBUT YANG NILAI BUKUNYA Rp 25.000.000,00 KEPADA PT. “Y” SBG
PENGGANTI PENYERTAAN SAHAMNYA DENGAN NILAI NOMINAL Rp 20.000.000,00. HARGA PASAR MESIN
BUBUT TSB Rp 40.000.000,00.

PT.“Y” MENCATAT MESIN BUBUT SBG AKTIVA SEBESAR Rp 40.000.000,00 BUKAN SEBAGAI PENGHASILAN.

SELISIH ANTARA NILAI NOMINAL SAHAM DENGAN NILAI PASAR HARTA DIBUKUKAN SBG “AGIO”.

* Bagi PT “Y”
BESARNYA AGIO = (Rp 40.000.000,00 - Rp 20.000.000,00) = Rp 20.000.000,00
Aktiva 40.000.000
Modal X 20.000.000
Agio 20.000.000
( Sesuai PP 94 thn 2010 agio tsb bukan merupakan objek pajak begitupula apabila yang timbul adalah
disagio maka disagio tsb juga bukan mrpkn pengurang penghasilan bruto)

BAGI WP “X”,
KEUNTUNGAN YG DIPEROLEH DARIPENYERTAAN ADALAH OBJEK PAJAK,
YAITU : (Rp 40.000.000,00 - Rp 25.000.000,00) = Rp 15.000.000,00
Investasi PT Y 40.000.000
Aktiva (mesin bubut) 25.000.000
Capital gain 15.000.000

99
11. PENGALIHAN HARTA BERWUJUD (Pasal 11 ayat (10)

SEBAGAI
BANTUAN ATAU SUMBANGAN;
HARTA HIBAHAN ATAU WARISAN
YG MEMENUHI SYARAT
PASAL 4 Ayat (3) Huruf a dan b

JUMLAH NILAI SISA BUKU


TIDAK BOLEH DIBEBANKAN
SEBAGAI KERUGIAN
BAGI PIHAK YG MENGALIHKAN
100
11a. Ilustrasi: Tidak ada hubungan usaha, kepemilikan
sesuai Ps.4 ayat 3 UU PPh

PT. ABC YAYASAN XYZ

HIBAH TANAH & GEDUNG KEPADA


YAYASAN KEAGAMAAN

NILAI BUKU TANAH &


NILAI BUKU TANAH &
GEDUNG TIDAK DAPAT
GEDUNG BUKAN OBYEK
DIBEBANKAN SECARA
PPh
FISKAL
11b. Perlakuan PPh atas Hibah, Bantuan & Sumbangan Tahun 2008 dan Sebelumnya

• KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 604/KMK.04/1994 TENTANG BADAN-BADAN DAN
PENGUSAHA KECIL YANG MENERIMA HARTA HIBAHAN YANG
TIDAK TERMASUK SEBAGAI OBJEK PAJAK PENGHASILAN 
wajib membukukan harta hibahan yang diterimanya
berdasarkan nilai buku pihak pemberi hibah atau nilai lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
• BADAN-BADAN MENCAKUP:
• Badan keagamaan;
• Badan pendidikan;
• Badan sosial
Sepanjang kegiatan dari badan atau yayasan tersebut dalam
kenyataannya tidak mencari keuntungan.
• Pengusaha kecil termasuk koperasi adalah pengusaha yang
pada saat akan menerima hibah jumlah nilai aktivanya tidak
termasuk tanah dan/atau bangunan tidak melebihi
Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).
11c. Perlakuan PPh atas Hibah, Bantuan & Sumbangan Tahun 2009 dst
• PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
245/PMK.03/2008 TENTANG BADAN-BADAN DAN ORANG PRIBADI YANG
MENJALANKAN USAHA MIKRO DAN KECIL YANG MENERIMA HARTA
HIBAH, BANTUAN DAN SUMBANGAN YANG TIDAK TERMASUK SEBAGAI
OBYEK PAJAK PENGHASILAN.
• Harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh:
• Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat
• Badan keagamaan;
• Badan pendidikan;
• Badan sosial termasuk yayasan dan koperasi
• Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil
dikecualikan dari obyek pajak penghasilan
• Khusus untuk badan, sepanjang kegiatan dari badan atau yayasan
tersebut dalam kenyataannya tidak mencari keuntungan.
• Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil:
• Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 500.000.000
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
• Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp
2.500.000.000.
11d. Perlakuan PPh atas Hibah
• Persyaratan pokok lain menyangkut hibah yang
memenuhi syarat sebagai bukan objek pajak, yaitu bahwa
antara pemberi hibah dengan penerima hibah tidak ada
hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan.
• Ilustrasi:
• PT ABC memiliki kepemilikan saham 20% pada PT
XYZ. Pada tahun 2005, PT ABC menghibahkan mesin
kepada PT XYZ.
• Secara akuntansi, bagi PT XYZ hibah mesin tersebut
diakui sebagai penambahan modal (donated capital)
tetapi secara fiskal atas hibah tersebut merupakan
penghasilan obyek PPh karena terdapat hubungan
kepemilikan antara PT ABC dan PT XYZ penilaian
atas hibah yang diterima mengacu pada nilai pasar.
12. PENGALIHAN HARTA
TAK BERWUJUD/HAK
Pasal 11A ayat (7) dan (8)

NILAI SISA BUKU JUMLAH


HARTA ATAU HAK PENGGANTIAN
DIBEBANKAN SEBAGAI DIBUKUKAN
KERUGIAN SEBAGAI PENGHASILAN

PADA TAHUN TERJADINYA PENGALIHAN

SEBAGAI BANTUAN ATAU SUMBANGAN;


HARTA HIBAHAN ATAU WARISAN
YG MEMENUHI SYARAT PASAL 4 Ayat (3) Huruf a dan b

JUMLAH NILAI SISA BUKU


TIDAK BOLEH DIBEBANKAN
SEBAGAI KERUGIAN
Puspenpa 2000 105
BAGI PIHAK YANG MENGALIHKAN
13. Revaluasi Aktiva Tetap
13a. Tujuan revaluasi
• Meningkatkan nilai perusahaan
• Meningkatkan nilai penyusutan sehingga meningkatkan deductable
expenses sehingga memperkecil beban pajak.
• Meningkatkan keakuratan perhitungan penghasilan dan biaya
• Agar neraca perusahaan menunjukkan posisi kekayaan yang lebih
mencerminkan keadaan sebenarnya.
13b. Penilaian Kembali Aktiva
• Adanya perbedaan nilai buku dengan harga pasar wajar nilai aktiva maka
merupakan suatu kewajaran aktiva dilakukan penilaian kembali.

• Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali adalah semua bentuk
aktiva baik tanah (SHM), bangunan (HGB) atau bukan bangunan yang
semata-mata bukan ditujukan untuk dialihkan atau dijual (bukan barang
dagangan).

• Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan


nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat
penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai
atau ahli penilai.

• Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap di atas nilai sisa buku fiskal
dikenakan PPh final sebesar 10 %. (PPh Pasal 19)
13d. Contoh sederhana :
PT. Murah Senyum pada tahun 2010 melakukan penilaian aktiva gedung yang
dimilikinya sejak tahun 2000. Nilai buku gedung pada tahun 2010 adalah Rp.
250.000.000,- Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh independen apraisal
diketahui harga pasar gedung tersebut saat ini adalah Rp. 1.500.000.000,- Pada
tahun 2010 terdapat sisa kompensasi kerugian tahun-tahun sebelumnya
sebesar Rp. 350.000.000

Nilai pasar wajar (2010) = 1.500.000.000


Nilai buku fiskal aktiva (2010) = 250.000.000
Selisih lebih penilaian aktiva = 1.250.000.000
Kompensasi kerugian = 0
Selisi revaluasi stlh kompensasi = 1.250.000.000

PPh Final = 10 % x Rp. 1.250.000.000 = Rp. 125.000.000

Catatan : Untuk tahun 2008 keatas kompensasi kerugian tidak diper-.


hitungkan lagi.
• Selisih lebih penilaian kembali aktiva setelah kompensasi
kerugian dibukukan dalam perkiraan tersendiri yaitu perkiraan
" Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan
Tanggal ........................". dan termasuk dalam kelompok
perkiraan modal.

• Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tidak dapat


dilakukan kembali sebelum lewat jangka waktu 5 (lima)
tahun terhitung sejak penilaian kembali aktiva tetap.
• Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap yang telah memperoleh
persetujuan penilaian kembali adalah nilai pada saat
penilaian kembali.

• Masa manfaat fiskal aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian


kembali aktiva tetap perusahaan disesuaikan kembali menjadi
masa manfaat penuh untuk kelompok aktiva tetap tersebut.

• Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya


penilaian kembali aktiva tetap perusahaan.
Konsep, Pengakuan Piutang dan Cadangan Menurut Pajak
01. Accounting for Uncollectible Receivables
No. Transaksi DIRECT METHOD INDIRECT METHOD
(TDK DIATUR PSAK) ( DIATUR DALAM PSAK)

1 Pencadangan - Dilakukan pada akhir


Piutang Tidak periode:
Tertagih Bad Debt Expense xx
Allowance for Bad Debt xx
2 Penghapusan Bad Debt Exp. XX Allowance for Bad Debt XX
Piutang Tidak Acc. Receivable XX Acc. Receivable XX
Tertagih
3 Penerimaan Acc. Receivable XX Acc. Receivable XX
Piutang Tertagih Bad. Debt Exp. xx Allowance for Debt Xx
Kembali
Cash XX Cash XX
Acc. Receivable XX Account Receivable XX

FISKAL MENGANUT DIRECT METHOD DGN PERSYARATAN Ps. 6 AYAT 1 UU PPh.


01a. Ilustrasi: Accounting for Uncollectible Receivables (Allowance
Method)
PT. ABC, pers.dagang, melakukan penambahan cadangan piutang tak
tertagih pada tahun 2006 sebesar Rp 1.500, sebagaiman pada L/K berikut:
Neraca Per 31/12/2005: Neraca Per 31/12/2006:
Accts. Receivable Rp 100,000 Accts. Receivable Rp 99,600
Less: Allowance for Less: Allowance for
Doubtful Accounts 2,000 Doubtful Accounts 3.500
Net Receivables Rp 98,000 Net Receivables Rp 96.100

Laporan L/R Tahun 2006 Nilai Koreksi Fiskal SPT Tahunan


Positif Negatif PPh Badan

Beban umum & administrasi:


Beban Piutang Tidak Tertagih 1.500 1.500 0
(Bad Debt Expense)

FISKAL MENGANUT DIRECT METHOD DGN PERSYARAN Ps. 6 AYAT 1 UU PPh.


02. PIUTANG TAK TERTAGIH
Pasal 6 huruf h UU Nomor 17
Pasal 6 huruf h UU Nomor 36 Tahun 2008
Tahun 2000
PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK TERTAGIH DAPAT
TERTAGIH DAPAT DIBEBANKAN SEBAGAI DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA dengan syarat :
BIAYA dengan syarat kumulatif : 1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba
1. Telah dibebankan sebagai biaya rugi komersial;
dalam penghitungan rugi-laba 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang
komersial; dan yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat
2. Telah diajukan perkaranya ke Jenderal Pajak; dan
Pengadilan Negeri atau BUPLN atau 3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada
adanya perjanjian tertulis mengenai Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang
penghapusan piutang/pembebasan menangani piutang negara; atau adanya perjanjian
utang antara kreditur dan debitur; tertulis mengenai penghapusan
dan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan
debitur yang bersangkutan; atau telah
3. Telah dipublikasikan dalam dipublikasikan dalam penerbitan umum atau
penerbitan umum atau khusus; dan khusus; atau adanya pengakuan dari debitur
4. WP harus menyerahan daftar bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
piutang yang tidak dapat ditagih utang tertentu;
kepada DJP 4. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak
berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
KEP-238/PJ./2001 TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG ayat (1) huruf k;
YANG NYATA-NYATA TIDAK DAPAT DITAGIH
03. KEP-238/PJ./2001 TANGGAL 28 MARET 2001
TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG YANG NYATA-NYATA
TIDAK DAPAT DITAGIH

• Penghapusan piutang harus diumumkan dalam penerbitan


Koran/majalah, media massa cetak skala nasional atau penerbitan
khusus (Himbara, Perbanas, atau penerbitan/pengumuman Bank
Indonesia);
• Daftar Piutang tak tertagih tersebut memuat: nama, alamat, NPWP,
serta jumlah piutang yaang nyata-nyata tidak dapat ditagih. NPWP
wajib untuk debitur diatas Rp 100 juta. Untuk debitur yang tidak
lebih dari Rp 5 juta tersebut dibuat secara kumulatif (Daftar Debitur
Kecil).
03a. Ilustrasi: Accounting for Uncollectible Receivables (Allowance
Method)
Pada tahun 2007, PT. ABC, pers.dagang, melakukan penghapusan
piutang Rp 5 milyar, dengan komposisi dan keterangan berikut:

Kre Progress Penagihan Nilai


ditur Piutang
A Telah Diserahkan Belum Daftar Piutang 2 M
dibebankan Penagihan Diumumkan di Ke Ditjen
sbg Biaya ke PN media massa Pajak X

B Telah Perjanjian Telah Daftar Piutang 2.5 M


dibebankan Restrukturisa Diumumkan di Ke Ditjen
sbg Biaya si Kreditur & media massa Pajak √
Debitur
C Telah Diserahkan Telah Daftar Piutang 0.5 M
dibebankan Penagihan Diumumkan di Belum
sbg Biaya ke BUPLN media massa Diserahkan Ke X
Ditjen Pajak
03b. Case Study – Tahun Pajak 2008 & 2009

• Berapa nilai piutang tidak tertagih yang dapat


dibebankan secara fiskal?

No. Nama Debitur Piutang dihapus (per komersial) Diserahkan ke Pengadilan Ada Perjanjian Diumumkan ke penerbitan Dilaporkan ke DJP

1 PT. Adil 50,000 50,000 - 50,000 50,000


2 PT. Makmur 25,000 - 25,000 25,000 25,000
3 PT. Sentosa 75,000 50,000 - 75,000 75,000
4 PT. Damai 100,000 100,000 - 100,000 100,000
5 PT. Gembira 25,000 - 25,000 - 25,000
6 PT. Luhur 25,000 - - 25,000 25,000
Dana Cadangan Piutang tak Tertagih
05. BESARNYA DANA CADANGAN YANG BOLEH DIKURANGKAN
SEBAGAI BIAYA Pasal 9 ayat (1) huruf c UU NO 17 TAHUN 2000

PERUSAHAAN ASURANSI KERUGIAN dapat membentuk dana cadangan klaim


tanggungan sendiri disamping cadangan premi. Besarnya cadangan klaim tanggungan
sendiri sama dengan jumlah klaim yang sudah disepakati tetapi belum dibayar dan klaim
yang sudah dilaporkan dan sedang dalam proses, tetapi tidak termasuk klaim yang belum
dilaporkan (KMK NOMOR 80/KMK.04/1995)

PERUSAHAAN ASURANSI JIWA dapat membentuk atau memupuk dana cadangan premi
untuk menutup klaim yang akan jatuh tempo atau sebab lainnya. Besarnya cadangan premi
ditentukan sesuai dengan penghitungan aktuaria yang telah mendapatkan pengesahan dari
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan. Kenaikan jumlah saldo akhir dibanding dengan
saldo awal tahun dari cadangan premi merupakan biaya dalam tahun yang bersangkutan
(KMK NOMOR 80/KMK.04/1995)

SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI dapat membentuk dana cadangan piutang tak
tertagih. Besarnya dana cadangan ditentukan maksimum sebesar 2,5% (dua setengah
persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang (KMK NOMOR 235/KMK.01/1998)

120
05a. BESARNYA DANA CADANGAN YANG BOLEH DIKURANGKAN
SEBAGAI BIAYA Pasal 9 ayat (1) huruf c UU NO 17 TAHUN 2000

PERUSAHAAN PERTAMBANGAN yang menurut kontrak diharuskan untuk melakukan


reklamasi atas tanah yang telah dieksploitasi dapat membentuk atau memupuk dana
cadangan biaya reklamasi mulai tahun produksi komersial. Besarnya dana cadangan biaya
reklamasi dihitung dengan menggunakan metode satuan produksi yang didasarkan pada
jumlah taksiran biaya reklamasi, dan jumlah tersebut wajib disimpan di bank pemerintah
(KMK NOMOR 80/KMK.04/1995)

Bank Umum dapat membentuk dana cadangan piutang tak tertagih (PMK NOMOR
81/PMK.03/2009)
1 % piutang dikategorikan lancar tidak termasuk SBI dan SUN
5% piutang dikategorikan dalam perhatian khusus setelah dikurangi agunan
15 % piutang dikategorikan kurang lancar setelah dikurangi agunan
50 % piutang dikategorikan diragukan setelah dikurangi nilai agunan
100% Piutang dikatergorikan macet setelah dikurangi nilai agunan

Bank Perkreditan Rakyat dapat membentuk dana cadangan piutang tak tertagih (PMK
NOMOR 81/PMK.03/2009)

121
05b. BESARNYA DANA CADANGAN YANG BOLEH DIKURANGKAN
SEBAGAI BIAYA Pasal 9 ayat (1) huruf c UU NO 36 TAHUN 2008

PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/PMK.03/2009


TENTANG PEMBENTUKAN ATAU PEMUPUKAN DANA CADANGAN YANG BOLEH DIKURANGKAN SEBAGAI BIAYA

1. Cadangan piutang tak tertagih untuk USAHA BANK DAN BADAN USAHA LAIN YANG
MENYALURKAN KREDIT, SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI, PERUSAHAAN
PEMBIAYAAN KONSUMEN, DAN PERUSAHAAN ANJAK PIUTANG.
2. Cadangan khusus penyisihan pembiayaan untuk BADAN USAHA LAIN YANG
MENYALURKAN KREDIT, yaitu cadangan khusus penyisihan pembiayaan untuk badan
usaha selain bank umum dan bank perkreditan rakyat yang menyalurkan kredit kepada
masyarakat.
3. Cadangan piutang tak tertagih untuk SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI yaitu
cadangan piutang tak tertagih untuk kegiatan pembiayaan dengan menyediakan barang
modal untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran secara angsuran dengan hak opsi (Finance Lease).
4. Cadangan piutang tak tertagih untuk PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONSUMEN yaitu
cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan yang melakukan kegiatan pembiayaan
untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara
angsuran.

122
05c. BESARNYA DANA CADANGAN YANG BOLEH DIKURANGKAN
SEBAGAI BIAYA Pasal 9 ayat (1) huruf c UU NO 36 TAHUN 2008

PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/PMK.03/2009


TENTANG PEMBENTUKAN ATAU PEMUPUKAN DANA CADANGAN YANG BOLEH DIKURANGKAN SEBAGAI BIAYA

5. Cadangan piutang tak tertagih untuk PERUSAHAAN ANJAK PIUTANG yaitu cadangan
piutang tak tertagih untuk perusahaan yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam
bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan
atas piutang tersebut.
6. Cadangan untuk usaha asuransi, yang meliputi :
a) cadangan premi tanggungan sendiri dan klaim tanggungan sendiri untuk
PERUSAHAAN ASURANSI KERUGIAN;
b) cadangan premi untuk PERUSAHAAN ASURANSI JIWA
7. CADANGAN PENJAMINAN UNTUK LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN, yaitu cadangan
penjaminan untuk lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan
turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
8. Cadangan BIAYA REKLAMASI UNTUK USAHA PERTAMBANGAN, yaitu cadangan biaya untuk
kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu
sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna
sesuai peruntukannya

123
05d. BESARNYA DANA CADANGAN YANG BOLEH DIKURANGKAN
SEBAGAI BIAYA Pasal 9 ayat (1) huruf c UU NO 36 TAHUN 2008

PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/PMK.03/2009


TENTANG PEMBENTUKAN ATAU PEMUPUKAN DANA CADANGAN YANG BOLEH DIKURANGKAN SEBAGAI BIAYA

5. Cadangan BIAYA PENANAMAN KEMBALI UNTUK USAHA KEHUTANAN, yaitu cadangan biaya
penanaman kembali bagi perusahaan yang diwajibkan melakukan penanaman kembali atas
hutan yang telah dieksploitasi untuk usaha yang terkait dengan sistem pengurusan yang
bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan
secara terpadu.

6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk
USAHA PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI, yaitu cadangan biaya penutupan dan
pemeliharaan bagi perusahaan yang mengolah limbah industri yang mencakup kegiatan
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah industri dan
penimbunan hasil pengolahan limbah industri

124
Akuntansi Bunga
Pinjaman
01. Ruang Lingkup
• Biaya Bunga untuk Pembelian Saham
• Biaya Bunga Konstruksi
• Biaya Bunga Deposito
• Biaya Bunga Debt to Equity Rasio
• Biaya Bunga Pihak Afiliasi (Transfer Pricing).
02. BIAYA BUNGA UNTUK INVESTASI SAHAM
• Penjelasan Pasal 6 ayat 1 huruf a UU PPh:
bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk
membeli saham tidak dapat dibebankan sebagai
biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak
merupakan Objek Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f. Bunga pinjaman yang
tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi
sebagai penambah harga perolehan saham.
02a. Ilustrasi:
Investasi Saham 30%
PT. ABC PT. XYZ
Pembagian Dividen 
Bukan Obyek PPh KR
BU ED
N IT
G
A

Pembayaran Bunga Pinjaman TIDAK


DAPAT DIBEBANKAN SECARA FISKAL
karena terkait dengan investasi
saham yang menghasilkan DIVIDEN
BUKAN OBYEK PPh. BANK BCK
03. BIAYA BUNGA DALAM MASA KONSTRUKSI

• Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-22/PJ.42/1999


tentang PERLAKUAN PPH ATAS BIAYA BUNGA DAN BIAYA
OVERHEAD DALAM MASA KONSTRUKSI.
Dalam hal suatu pinjaman dipergunakan untuk membiayai
pembangunan pabrik atau bangunan lainnya yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun, biaya bunga yang timbul
selama masa konstruksi harus dikapitalisir ke dalam harga
perolehan pabrik/bangunan lainnya tersebut, yang
pembebanannya melalui biaya penyusutan.
Dalam hal suatu pinjaman dipergunakan untuk membiayai
pembelian tanah, biaya bunganya harus dikapitalisir ke dalam
harga perolehan tanah, namun tidak dapat dibebankan sebagai
biaya penyusutan.
Apabila suatu pinjaman dipergunakan untuk membiayai
pembangunan pabrik dan pembelian tanah serta aktiva lainnya
yang tidak dapat dipisah-pisahkan perhitungan kapitalisasinya
ke dalam masing-masing aktiva tersebut dapat dilakukan
secara prorata.
04. BIAYA BUNGA DARI PINJAMAN YANG DITEMPATKAN KE DEPOSITO/
TABUNGAN

• Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-46/PJ.4/1995 tentang Perlakuan


Biaya Bunga Yang Dibayar Atau Terutang Dalam Hal Wajib Pajak
Menerima Atau Memperoleh Penghasilan Berupa Bunga Deposito Atau
Tabungan Lainnya
• Perlakuan Pajak atas Biaya bunga dari pinjaman yang kemudian
ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan :
• Bunga yang dibayar atau terutang atas pinjaman tersebut
seluruhnya tidak dapat dibebankan sebagai biaya JIKA jumlah rata-
rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil dari jumlah
rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau
tabungan lainnya;
• Bunga atas pinjaman yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah
bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman yang
melebihi jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito
berjangka atau tabungan lainnya APABILA jumlah rata-rata
pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan
dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya.
Contoh
Tahun 2002 PT A meminjam uang sebesar 200 juta
bunga 20%. skedul pengambilan pinjaman sbb:
• bulan Februari sebesar Rp 125 juta
• bulan Juni sebesar Rp 25 juta
• bulan Agustus sebesar Rp 50 juta
Disamping itu PT A juga mempunyai Akumulasi
deposito sbb:
• Feb – Maret sebesar Rp 25 juta
• Apr – Agt sebesar Rp 46 juta
• Sep – Des sebesar Rp 50 juta
Berapa bunga yang deductible ?
ILUSTRASI: BEBAN BUNGA
Bulan Pinjaman Akumulasi Jangka Waktu Akumulasi
Jumlah (Bulan)
Pinjaman (Rp)
Januari 0 1 0
Pebruari s/d Mei 125.000.000 4 500.000.000

Juni s/d Juli 150.000.000 2 300.000.000

Agustus s/d 200.000.000 5 1.000.000.000


Desember
Jumlah 12 1.800.000.000

Rata- Rata Pinjaman / Bulan = 1.8 M/ 12 150.000.000



04.C ILUSTRASI: SALDO DEPOSITO
Bulan Deposito Jumlah Deposito Jangka Waktu Akumulasi
(Rp) (Bulan)
Januari 0 1 0
Pebruari s/d 25.000.000 2 50.000.000
Maret
April s/d 46.000.000 5 230.000.000
Agustus
September s/d 50.000.000 4 200.000.000
Desember
Jumlah 12 480.000.000
Rata- Rata DEPOSITO / Bulan 0,48 M / 12  40.000.000
Bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya secara FISKAL:
= 20% x (Rp 150.000.000,00 - Rp 40.000.000,00) = Rp 22.000.000,00
Koreksi fiskal positif beban bunga
= (20% x Rp.200.000.000) – 22.000.000 = 18.000.000,-
05. PMK 169/2015 jo PER 25/2017
Debt to Equity Ratio (DER)

10
05a. Rangkuman

• Debt to Equity Ratio (4:1).


• Menargetkan Dividen terselubung.
• Denial atas Excessive Interest Expense.
• Pengaplikasiannya memperhatikan koreksi fiskal Pasal 6.1 9.1 UU PPh
(DE, NDE).
• Hutang ke Pihak ketiga harus sesuai Kewajaran dan Kelaziman usaha
(arm lengths Principle)

11
05b. Biaya Pinjaman …
a.bunga pinjaman;
b.diskonto dan premium yang terkait dengan
pinjaman;
c.biaya tambahan yang terjadi yang terkait dengan
perolehan pinjaman (arrangement of borrowings)
d. beban keuangan dalam sewa pembiayaan;
e.biaya imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
f. selisih kurs yang berasal dari penyesuaian terhadap
biaya pinjaman.

12
05c. Hutang ….
• Utang tidak termasuk:
• utang yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya; atau
• utang yang digunakan untuk mendapatkan penghasilan yang bukan merupakan objek
pajak atau yang dikenai pajak yang bersifat final. (2)

• Nilai utang berdasarkan saldo rata-rata utang pada satu Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak menurut pembukuan yang diselenggarakan oleh Wajib
Pajak.
• Jika tidak dapat diketahui berdasarkan pembukuan yang diselenggarakan
oleh Wajib Pajak, rata-rata saldo dihitung menurut dokumen yang dapat
menunjukkan posisi utang pada tiap akhir bulan.
13
05d. Modal …

• Nilai modal dihitung berdasarkan saldo rata-rata modal pada satu


Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
• Modal meliputi:
• ekuitas yang dicatat pada neraca perusahaan sesuai dengan standar akuntansi
keuangan yang berlaku di Indonesia;
• b. pinjaman tanpa bunga dari pihak yang memiliki Hubungan Istimewa.

14
05e. Penerapan dan Pelaporan
Kewajiban penerapan berlaku sejak Tahun Pajak
2016.

Kewajiban penyampaian laporan Tahun Pajak 2017.

15
CONTOH PENERAPAN
Sewa Guna Usaha Leasing
01. REFERENSI
• UU PPh No. 36 2008
• KMK NOMOR 1169/KMK.01/1991 KEGIATAN SEWA GUNA USAHA
(LEASING)
• SE - 10/Pj.42/1994
• S-813/PJ.53/2005 PSAK 30 – SEWA
• PSAK 73 – SEWA
• ISAK 8 – PENENTUAN APAKAH SUATU PERJANJIAN MENGANDUNG
SEWA
02. PENDAHULUAN

Sewa (lease) adalah suatu perjanjian di mana lessor (yang


menyewakan) memberikan kepada lessee (penyewa) hak untuk
menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati.

Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau


serangkaian pembayaran kepada lessor.

Lessor adalah pemilik sah dari aset (legal owner) yang disewakan,
lessee adalah pihak yang akan menggunakan aset yang disewa.
03. KLASIFIKASI SEWA

FINANCIAL LEASE

SEWA/LEASE

OPERATIONAL
LEASE
Operating Lease
03a. OPERATING LEASE
Penjual
LESSEE

4
Barang modal Barang modal

LESSOR
Uang sewa 2
3
1
Pembelian
03b. FINANCIAL LEASE
Financial Lease
Penjual

LESSEE

4 Barang modal
5
Barang modal
LESSOR
3 2
Angsuran
Hak opsi (pokok+bunga) 1
Kepemilikan
berpindah ke Pembelian
lease
03c. KLASIFIKASI SEWA
Untuk tujuan akuntansi, sewa diklsifikasikan menjadi dua bagian:
1. Sewa pembiayaan
• Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan atau sewa modal
(finance lease atau capital lease) jika sewa mengalihkan secara substansial
seluruh manfaat (benefit) dan risiko (risk) kepemilikan suatu aset. Hak milik
pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan. Sewa
pembiayaan dicatat seolah-olah perjanjian sewa mengalihkan kepemilikan
aset dari lessor kepada lessee.
2. Sewa operasi
• Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi (operating lease) jika
sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh manfaat dan risiko
kepemilikan aset. Sewa operasi dicatat sebagai perjanjian sewa, tanpa
pengalihan kepemilikan efektif yang berkaitan dengan sewa tersebut.
03d. SUBSTANSI TRANSAKSI
• Suatu sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi tergantung
substansi transaksi daripada bentuk (“substance over form.” –
“substansi mengungguli bentuk.”)
• Dalam PSAK No. 30 Sewa, menyebutkan bahwa klasifikasi sewa
sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan
pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya
04. KARAKTERISTIK SEWA PENBIAYAAN

Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan pada umumnya mengarah pada
sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah:
a. sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;
b. lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup
rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga
pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi akan dilaksanakan;
c. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomik aset meskipun hak milik tidak
dialihkan;
d. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial
mendekati nilai wajar aset sewaan; dan
e. aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat
menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material. Klasifikasi sewa dibuat pada awal
sewa dan berubah selama masa sewa kecuali lessee dan lessor sepakat untuk mengubah
persyaratan sewa (selain melalui pembaruan sewa), di mana klasifikasi sewa harus
dievaluasi ulang.
04a. Klasifikasi Leasing

Yes Transfer of
Ownership?
No
Yes Bargain Purchase
Option?
No
Yes Lease term is major part of
the economic life ?

No
Yes PV Payment at least
equal to substantially all
of FMV?
Capital Operating
Lease Lease
No
04b. KLASIFIKASI SEWA
05. WAKTU DALAM SEWA
• Awal Kontrak Sewa (inception of the lease) mana yang terjadi lebih
dahulu antara tanggal sewa dan tanggal pihak menyatakan komitmen.
• Tanggal ini harus ditentukan klasifikasi sewa.
• Awal Masa Sewa (commencement of the lease term) adalah saat
lessee berhak menggunakan asset sewaan.
• Pada masa ini pengakuan sewa dilakukan (pengakuan asset
05a. Awal Kontrak Sewa dan Awal Masa Sewa?
06. PERJANJIAN YANG MENGANDUNG SEWA
06a. PERJANJIAN YANG MENGANDUNG SEWA
07. Akuntansi Untuk Sewa—Lessee

• Perlakuan akuntansi atas sewa operasi adalah relatif sederhana,


• beban rental (rental expense) akan dibebankan ke laba rugi saat pembayaran atau pada saat terutang.
• pembayaran sewa dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus selama masa sewa kecuali
terdapat dasar sistematis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati
pengguna.
• Sewa pembiayaan dianggap lebih mirip dengan pembelian daripada penyewaan aset.
• Konsekuensinya, akuntansi untuk sewa pembiayaan oleh lessee memerlukan pencatatan yang serupa dengan
pembelian sebuah aset dengan kredit jangka panjang.
• pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan
sebesar “nilai wajar aset sewaan atausebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih
rendah dari nilai wajar.”
• Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai kini dari pembayaran sewa minimum adalah tingkat suku
bunga implisit (implicit interest rate) dalam sewa, jika dapat ditentukan secara praktis; jika tidak, digunakan tingkat
suku bunga pinjaman inkremental (incremental borrowing rate) lessee.
07a. Pembayaran sewa minimum
Pembayaran sewa minimum (minimum lease payment) adalah pembayaran
selama masa sewa yang harus dibayar (atau dapat diwajibkan untuk
membayar) oleh lessee, tidak meliputi rental kontinjen, biaya jasa dan pajak
yang dibayar oleh dan diberikan gantinya kepada lessor, ditambah dengan:
a) bagi lessee, jumlah yang dijamin (amounts guaranteed) oleh lessee atau
oleh pihak yang terkait dengan lessee; atau
b) bagi lessor, nilai residu yang dijamin (any residual value guaranteed)
oleh:
· lessee;
· pihak terkait dengan lessee; atau
· pihak ketiga yang tidak terkait dengan lessor yang secara finansial
memiliki kemampuan untuk menyelesaikan kewajiban atas jaminan tersebut.
07b. SEWA OPERASI - LESSEE
07c. SEWA PEMBIAYAAN - LESSEE
01-01-2016 dr cr
Utang Bunga 877.162.240
Liabilitas Sewa 1.529.438.164
Kas 2.406.600.405

Dst…………

2.000.000.000
Non Deductible
2.000.000.000
07d. SEWA OPERASI - LESSOR
• Pengakuan Pendapatan
• Lessor Mengakui Pendapat atas Pembayaran Sewa secara garis lurus.
• Pengukuran Pendapatan
• Nilai sewa diukur berdasarkan jumlah pembayaran sewa yang diterima lessor
dari lessee
07e. SEWA PEMBIAYAAN - LESSOR

• Lessor Mengakui Piutang sewa sebesar Nilai Investasi


bruto
• Nilai Investasi Neto = Investasi Bruto yg didiskontokan ke tingkat
bunga implisit.
• Jika ada Nilai Residu, maka diperhitungkan dalam nilai
investasi bruto, terlepas nilai residunya dijamin Lesse atau
tidak.
• Selain mengkui Pendapatan sewa, lessor juga
menghenditkan pengakuan asset sewaan karena semua
manfaat dan risiko terkait asset telah dialihkan kepada
lessee
Contoh:
01-01-2016 dr cr
Kas 11.990.796
Piutang Bunga 3.800.920
Piutang Sewa 8.189.876
08. PERSPEKTIF PERPAJAKAN
INDONESIA ATAS TRANSAKSI SEWA
GUNA USAHA (LEASING)
09. LEASING (FINANCIAL DAN OPERATING LEASE)

KMK NOMOR 1169/KMK.01/1991 KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING)

KEGIATAN SEWA-GUNA-USAHA

SEWA-GUNA-USAHA DENGAN HAK OPSI SEWA-GUNA-USAHA TANPA HAK


(FINANCE LEASE) OPSI (OPERATING LEASE).
Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa- Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan
guna-usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua sebagai sewa-guna-usaha tanpa hak opsi
kriteria berikut : apabila memenuhi semua kriteria berikut :
1. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa 1. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha
sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai selama masa sewa-guna-usaha
sisa barang modal, harus dapat menutup harga pertama tidak dapat menutupi harga
perolehan barang modal dan keuntungan lessor; perolehan barang modal yang disewa-
2. masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang- guna-usahakan ditambah keuntungan
kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal yang diperhitungkan oleh lessor;
Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal 2. perjanjian sewa-guna-usaha tidak
Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk memuat ketentuan mengenai opsi bagi
Golongan bangunan; lessee.
3. perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan
mengenai opsi bagi lessee.
09a. Sewa-guna-usaha Dengan Hak Opsi - LESSOR

KMK NOMOR 1169/KMK.01/1991 KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING)

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN BAGI LESSOR adalah sebagai berikut :


1) Penghasilan lessor yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah sebagian dari pembayaran sewa guna
usaha dengan hak opsi yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha;
2) LESSOR TIDAK BOLEH MENYUSUTKAN ATAS BARANG MODAL YANG DISEWA-GUNA-USAHAKAN
DENGAN HAK OPSI;
3) Dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam Pasal 3 Keputusan ini,
Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor;
4) Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal
dan saldo akhir piutang sewa-guna-usaha dengan hak opsi.
5) Kerugian yang diderita karena piutang sewa-guna-usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi
dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun
pajak yang bersangkutan;
6) Dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani
untuk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila
cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang
dikurangkan dari penghasilan bruto.
09b. Sewa-guna-usaha Dengan Hak Opsi - LESSEE

KMK NOMOR 1169/KMK.01/1991 KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING)

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN BAGI LESSEE adalah sebagai berikut :


1) SELAMA MASA SEWA-GUNA-USAHA, LESSEE TIDAK BOLEH MELAKUKAN PENYUSUTAN ATAS
BARANG MODAL YANG DISEWA-GUNA-USAHA, SAMPAI SAAT LESSEE MENGGUNAKAN HAK
OPSI UNTUK MEMBELI;
2) Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee
melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang
modal yang bersangkutan;
3) PEMBAYARAN SEWA-GUNA-USAHA YANG DIBAYAR ATAU TERUTANG OLEH LESSEE KECUALI
PEMBEBANAN ATAS TANAH, MERUPAKAN BIAYA YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI
PENGHASILAN BRUTO LESSEE SEPANJANG TRANSAKSI SEWA-GUNA-USAHA TERSEBUT
MEMENUHI KRITERIA SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI;
4) Dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam kriteria sewa
guna usaha dengan hak opsi (pasal 3 KMK No.1169/KMK.01/1991), Direktur Jenderal Pajak
melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna-usaha.
09C. Sewa-guna-usaha Dengan Hak Opsi

• ASPEK PPH PEMOTONGAN & • Aspek Pajak Pertambahan Nilai


PEMUNGUTAN  Pasal 1A ayat (1) huruf b UU PPN
 Pasal 23 ayat (4) huruf b UU 1984, termasuk dalam pengertian
PPh No.36 Tahun 2008: penyerahan Barang Kena Pajak
adalah pengalihan Barang Kena
Pemotongan pajak PPh Pajak oleh karena suatu perjanjian
Pasal 23 tidak dilakukan sewa beli dan perjanjian leasing.
atas sewa yang dibayarkan  Pasal 4A ayat (3) huruf d UU PPN
atau terutang sehubungan 1984, jasa di bidang perbankan,
dengan sewa guna usaha asuransi, dan sewa guna usaha
dengan hak opsi. dengan hak opsi termasuk jenis
jasa yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai .
10. SKEMA PPN ATAS LEASING DENGAN HAK OPSI

FP
“Lessor QQ
Lessee”

Reimbursment PPN

Kontrak Leasing Dengan Hak Opsi


LESSOR LESSEE

Angsuran = pokok + bunga


BKP

Pembayaran + PPN
 Non-Obyek PPN
FP  Non – PPh 23
“Lessor QQ SUPPLIER/ Obyek PPN
Lessee”
DEALER
11. PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI YANG BERAKHIR
MENJADI LEBIH SINGKAT DARI MASA SEWA GUNA USAHA YANG DISYARATKAN

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 10/Pj.42/1994

DALAM PELAKSANAANNYA SUATU PERJANJIAN SGU DENGAN HAK


OPSI KADANG-KADANG TERPUTUS, SEHINGGA MASA SEWA GUNA
USAHA MENJADI LEBIH PENDEK DARI MASA YANG SEMULA
DISEPAKATI.

HAL INI DAPAT TERJADI KARENA BEBERAPA HAL :


a) FORCE MAJEUR, YAITU PUTUSNYA TRANSAKSI SGU KARENA
BENCANA ALAM SEPERTI KEBAKARAN DAN LAIN-LAIN, SEHINGGA
BARANG MODAL YANG DIPEROLEH SECARA FINANCE LEASE
MENGALAMI RUSAK BERAT DAN TIDAK DAPAT DIPAKAI LAGI.
b) DEFAULT, YAITU TERPUTUSNYA TRANSAKSI SGU KARENA LESSEE
TIDAK DAPAT MEMENUHI PEMBAYARAN LEASE PAYMENT SERTA
KEWAJIBAN LAINNYA SEHINGGA KONTRAK FINANCE LEASE
BERAKHIR LEBIH CEPAT.
c) SEBAB EKONOMIS, YAITU LESSEE MENGAKHIRI MASA LEASE
SEBELUM WAKTUNYA KARENA PERTIMBANGAN EKONOMIS
SEMATA-MATA, DENGAN MEMBAYAR SEKALIGUS KEWAJIBAN
YANG TERSISA.
11A. PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI YANG BERAKHIR
MENJADI LEBIH SINGKAT DARI MASA SEWA GUNA USAHA YANG DISYARATKAN

 Dalam hal terjadi force majeur, maka Pajak Masukan yang


telah dikreditkan oleh lessee tidak wajib dibayar kembali oleh
lessee.
 Apabila barang tersebut diasuransikan dan penggantian
asuransi berupa uang tunai, maka Pajak Masukan yang telah
dikreditkan oleh lessee wajib dibayar kembali, kecuali
penggantian asuransi tersebut berupa barang modal baru atau
bagian barang modal baru, maka Pajak Masukan yang telah
dikreditkan dari barang modal lama tidak wajib dibayar kembali
dan Pajak Masukan dari barang modal baru atau bagian dari
barang modal baru tersebut tidak dapat dikreditkan.
11b. Sewa-guna-usaha Dengan Hak Opsi (SE - 10/PJ.42/1994)

• ASPEK PPh atas Leasing


 Dalam hal perjanjian finance lease menyatakan jangka waktu yang lebih pendek atau
pada pelaksanaannya berakhir dalam jangka waktu yang lebih pendek dari jangka waktu
minimum yang disyaratkan perlakuan perpajakannya disamakan dengan operating lease.
 Dalam hal masa SGU finance lease lebih pendek daripada masa SGU berdasarkan Pasal 3
Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1169/KMK.01/1991 yang disebabkan karena
force majeur (bencana alam seperti kebakaran dan lain-lain), default (lessee tidak dapat
memenuhi kewajiban pembayaran lease payment) ataupun karena pertimbangan
ekonomis tertentu yang dilakukan secara wajar tanpa motif untuk menghindarkan atau
memperkecil besarnya pengenaan pajak terutang serta dilakukan oleh masing-masing
pihak yang tidak terdapat hubungan istimewa, maka tidak perlu mengubah perlakuan
perpajakan dari finance lease menjadi operating lease akan tetapi tetap diperlakukan
sebagai finance lease. Dengan adanya perubahan masa SGU, maka besarnya
penghasilan bagi lessor serta besarnya biaya bagi lessee dengan sendirinya berubah atau
berbeda dibandingkan apabila tidak terjadi perubahan masa SGU.
 Further detail, please read SE - 10/PJ.42/1994!!!!!!!!!
12. PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK OPERATING LEASE

Lessee Lessor

1. Seluruh pembayaran sewa guna usaha yang


1. Lessee tidak boleh melakukan diterima atau diperoleh merupakan obyek
penyusutan atas barang modal yang PPh pasal23.
disewa-guna-usahakan.
2. Berhak menyusutkan barang yang disewa-
2. Pembayaran sewa guna usaha yang guna-usahakan dimulai pada tahun pajak
dibayarkan atau yang terutang adalah barang modal yang bersangkutan disewa-
biaya yang dapat dikurangkan dari guna-usahakan
penghasilan bruto.
3. Lessor tidak diperkenankan membentuk
3. Lesse memotong PPh Pasal 23 setiap cadangan penghapusan piutang ragu-ragu.
kali membayar sewa kepada Lessor
dengan dasar perhitungan pemotongan 4. Lessor memungut pajak pertambahan nilai
PPh Pasal 23 nilai (PPN) jasa sewa yang diberikan

49
13. COMPARISON EXPENSE RECOGNIZED IN TAXATION FOR CAPITAL
LEASES AND OPERATING LEASE

Expense Recognized – Finance Lease – Lesee Perspective

Interest Executory Cost Principal Amortization


Expense Payment
Yes Yes Yes Not Allowed

Expense Recognized – Operating Lease – Lesee Perspective

Rent Expense
Yes

50
14. COMPARISON EXPENSE RECOGNIZED IN ACCOUNTING FOR FINANCE
LEASES AND OPERATING LEASE

Income Recognized – Finance Lease – Lessor Perspective

Direct Sales
Financing Type
Lease Lease

Interest Revenue Interest Revenue Manufacturer’s Profit


Yes Yes Yes

Income Recognized – Operating Lease – Lessor Perspective

Rent Income
Yes
51
15. KOREKSI FISKAL ATAS SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI DALAM SPT TAHUNAN
PPh BADAN

• Atas beban penyusutan atau amortisasi aset yang disewa dengan hak opsi
dilakukan koreksi fiskal positif.
• Atas beban bunga yang timbul atas hutang sewa guna usaha dengan hak opsi
dilakukan koreksi fiskal negatif dengan menambah jumlah pembayaran pokok
(principal) hutang sebagai biaya.

Laporan L/R Nilai Koreksi Fiskal SPT


Positif Negatif Tahunan
PPh Badan
Beban
Beban Bunga 877.162.240 - 2.406.600.405 3.2………
Beban Penyusutan 2.000.000.000 2.000.000.000 -

Dalam leasing dengan hak opsi lessse boleh membebankan biaya yang dikelurakan selama periode leasing yang terdiri pokok dan bunga
leasing.(KMK.1169/KMK.01/1991)

Pembayaran pokok (principal) hutang


16. CONTOH SEWA OPERASI

Lessor PT. ABC meng-SGU-kan sebuah mesin yang


diperolehnya dengan harga beli Rp. 200.000.000
kepada PT. DEF. Jangka waktu leasing ditetapkan
selama 24 bulan dengan pembayaran berkala sebulan
Rp. 8.000.000,-
16.A Perlakuan Perpajakan PPh

Lessor
1. Seluruh pembayaran sewa yang diterima adalah objek
PPh 23.
2. Lessor berhak melakukan penyusutan barang modal
(kepemilikan barang ditangan lessor)
3. Lessor memungut PPN atas sewa aktiva
Lesse
1. Seluruh biaya sewa merupakan deductable expenses
2. Lesse tidak boleh menyusutkan aktiva leasing
3. Wajib melakukan pemotongan PPh 23
16b. Perlakuan Perpajakan

Lessor PT. ABC


Pendapatan leasing/bulan 8.000.000
Memungut PPN (10%) 800.000
Dipotong PPh 23 (2%) (160.000)
Diterima dari lesse 8.640.000

Lesse PT. DEF


Pembayaran sewa/bulan 8.000.000
Membayar PPN (10%) 800.000
Memotong PPh 23 (2%) (160.000)
Dibayar ke lessor 8.640.000
16c. Operating Leases—Lessee

Lessor: PT.ABC, Lesse: PT.DEF


HP Barang modal selain kendaraan = Rp 200.000.000
Jangka waktu operating lease = 20 bulan
Pembayaran per bulan = Rp 8.000.000

PT. ABC:
Tagihan setiap bulan = Rp 8.000.000
PPN (PM- utk lesse) = Rp 800.000
PT DEF = Rp 8.800.000
Memotong PPh Pasal 23 ( 2% x 8.000.000) = Rp 160.000
Dibayar ke Lessor = Rp 8.640.000

Jurnal PT DEF:
Beban Sewa 8.000.000
PPN-Masukan 800.000
Kas 8.640.000
Hutang PPh Pasal 23 160.000

56
16d. Operating Leases—Lessor

Lessor: PT.XYZ, Lesse: PT.ABC


HP Barang modal selain kendaraan = Rp 200.000.000
Jangka waktu operating lease = 20 bulan
Pembayaran per bulan = Rp 8.000.000

PT.XYZ:
Tagihan setiap bulan = Rp 8.000.000
PPN (PM- utk lesse) = Rp 800.000
PT ABC = Rp 8.800.000
Memotong PPh Pasal 23 ( 2% x 8.000.000) = Rp 160.000
Dibayar ke Lessor = Rp 8.640.000

Jurnal PT XYZ:
Kas 8.640.000
Kredit Pajak Pasal 23 160.000
PPN-Pajak keluaran 800.000
Pendapatan Sewa 8.000.000

57
17. SALE AND LEASE BACK

SALE
and
Lease back
LESSEE LESSOR
18. Sales and Lease Back
(Financial Lease)
Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa guna usaha dengan hak
opsi :

a) penyerahan Barang Kena Pajak dari lessee kepada lessor (sale) tidak termasuk
dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan
Nilai karena :
• Barang Kena Pajak yang menjadi objek pembiayaan berasal dari milik lessee, yang
dijual oleh lessee untuk kemudian dipergunakan kembali oleh lessee;
• lessor pada dasarnya hanya melakukan penyerahan jasa pemmbiayaan, tanpa
bermaksud memiliki dan menggunakan barang yang menjadi objek pembiayaan
tersebut;
• penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari lessee kepada lessor pada dasarnya
merupakan penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;

b)penyerahan jasa sewa guna usaha dengan hak opsi oleh lessor kepada lessee
(leaseback) merupakan jasa pembiayaan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan
Nilai.
19. Sales and Lease Back
Operational Lease

Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa guna usaha


tanpa hak opsi :

a) penyerahan Barang Kena Pajak dari lessee kepada lessor (sale)


dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan;

b) penyerahan jasa sewa guna usaha tanpa hak opsi oleh lessor
kepada lessee (leaseback) dikenai Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana kegiatan usaha sewa menyewa pada
umumnya.
20. SALE AND LEASE BACK
Financial Lease

TIDAK MUNGKIN Ps. 16D NETRALITAS PPN


TERGANGGU
FP a.n. Ya
LESSOR q.q. LESSEE BANK
FP a.n.
LESSOR
NON PKP

KREDIT
SALE
and FINANCIAL LEASING
Lease back
LESSEE
LESSOR
(Supplier)

PPN
Biaya
21. SALE AND LEASE BACK
Ps. 16D NETRALITAS PPN
TERJAMIN

TIDAK
BANK

NON PKP

SALE
KREDIT
and FINANCIAL LEASING
Lease back
LESSEE LESSOR
(Supplier)
22. Transaksi Jual dan Sewa Kembali
Sale-Leaseback Transactions

An arrangement whereby one party sells


property to a second party, and then the
first party leases the property back is a
sale-leaseback transaction.
22a. Sale-Leaseback Transactions in PSAK No.30
 Jika suatu transaksi jual dan sewa kembali merupakan sewa pembiayaan,
selisih lebih dari nilai tercatat tidak dapat diakui segera sebagai
pendapatan oleh penjual-lesee, tetapi ditangguhkan dan diamortisasi
selama masa sewa.

 Jika suatu transaksi jual dan sewa balik merupakan sewa operasi dan jelas
transaksi itu terjadi pada nilai wajar, maka laba atau rugi harus diakui segera.
 Jika harga jual di bawah nilai wajar, laba atau rugi harus diakui segera, kecuali
rugi tersebut dikompensasikan dengan pembayaran sewa di masa depan
yang lebih rendah dari harga pasar, maka rugi tersebut harus ditangguhkan
dan diamortisasi secara proporsional dengan pembayaran sewa selama
periode penggunaan aset tersebut.
 Jika harga jual di atas nilai wajar, selisih lebih dari nilai wajar tersebut
ditangguhkan dan diamortisasi selama periode penggunaan aset .

 Untuk sewa operasi, jika nilai wajar aset pada transaksi jual dan sewa
kembali lebih rendah daripada nilai tercatatnya, rugi sebesar selisih
antara nilai tercatat dan nilai wajar harus diakui segera.
22b. SKEMA PERLAKUAN PPN ATAS PERJANJIAN “SALE & LEASE BACK”
Referensi Surat Dirjen Pajak No: S-813/PJ.53/2005

LESSOR 1 LESSE

1. Lesse menjual barang modalnya kepada lessor dalam rangka memperoleh


fresh money untuk menyehatkan likuiditas perusahaaan

2. Penyerahan hak atas harta yang dijual (transaksi sale) termasuk dalam pengertian
penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
terutang PPN jika memenuhi syarat Ps.16-D UU PPN.

3. Barang modal tersebut kemudian di “lease back” dibawah kondisi sewa


guna usaha dengan hak opsi (finance lease), yang berdasarkan Pasal 4A UU
PPN 1984 Jo. Pasal 9 PP No.50/1994, merupakan jasa yang tidak dikenakan
pajak, tetapi untuk transaksi pengalihan harta (transaksi lease back)
merupakan penyerahan BKP yang terutang PPN.
23. SALE LEASE BACK-Case
• PT XXX merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa penyewaan
alat berat. Oleh karena PT XXX membutuhkan dana untuk mengembalikan
pinjaman/utangnya, maka atas alat berat tersebut PT XXX mengadakan perjanjian sale
and lease back dengan hak opsi dengan PT ABC, pihak perusahaan leasing.
• Perjanjian Sewa Guna Usaha (Sale ang Lease Back) Nomor xxx tanggal xxx antara PT XXX
dengan PT ABC antara lain menyepakati :
• PT XXX menjual barang modal sebagaimana tercantum dalam Pasal 22.1 kepada PT
ABC, dan PT XXX dengan ini mengikat diri untuk secara serta-merta menyewa guna
usaha kembali barang modal tersebut (Pasal 1).
• PT XXX mengakui bahwa PT ABC adalah pembeli dan oleh karena itu, terhitung sejak
tanggal pencairan fasilitas. PT ABC adalah satu-satunya pemilik barang modal (yang
di-sale and lease back-kan) (Pasal 6).
• Pertanyaan:
Apakah atas transaksi sale and lease back yang dilakukan oleh PT XXX terutang PPN?
23b. SALE LEASE BACK
SURAT DIRJEN PAJAK S-813/PJ.53/2005

• Dalam transaksi sale and lease back dengan hak opsi antara PT XXX dengan
PT ABC, perusahaan leasing :

1)Penyerahan hak atas alat berat (BKP) yang dijual oleh PT XXX kepada
perusahaan leasing (transaksi sale termasuk dalam pengertian
penyerahan BKP, dengan sepanjang Pajak Masukan atas perolehan alat
berat tersebut oleh PT XXX dapat dikreditkan, dikenakan PPN mengacu
pada Pasal 16-D); dan

2)Penyerahan hak atas alat berat yang telah menjadi milik perusahaan
leasing kepada PT XXX (transaksi lease back dengan hak opsi) termasuk
dalam pengertian penyerahan BKP yang terutang PPN, sedangkan
penyerahan jasanya (jasa leasing dengan hak opsi) bukan merupakan
yang dikenakan PPN.
24. Ilustrasi Kasus Sale-Leaseback

Pada tanggal 1 Januari 2008, PT ABC menjual sebuah mesin dengan nilai buku
sebesar Rp 750.000.000 kepada PT XYZ dengan harga jual Rp 950.000.000 dan
menyewa kembali aset yang dijual itu dengan beberapa kondisi sebagai
berikut:
1) Masa sewa selama 10 tahun, non-cancelable. Uang muka sebesar Rp
200.000.000 dan pembayaran angsuran leasing setiap awal tahun sebesar
Rp 107.107.000. Tingkat suku bunga implisit sebesar 10%.
2) Mesin itu memiliki nilai wajar (fair value) sebesar Rp 950.000.000 pada tgl
1 Januari 2008 dan estimasi masa manfaat 20 tahun. Metode penyusutan
adalah garis lurus.
3) PT ABC memiliki opsi untuk memperbarui leasing untuk sisa masa leasing
10 tahun dengan pembayaran angsuran leasing sebesar Rp 100.000.000
per tahun. Kepemilikan mesin akan beralih pada akhir masa leasing.
24a. Jurnal Akuntansi-Sale-Lease Back

PT ABC (Penjual - Lesee) - Ribuan

1 Januari 2008 Cash 950,000


Equipment-net 750,000
Unearned Profit on Sale-Leaseback 200,000
To record original sale of equipment

1 Januari 2008 Leased Equipment 950,000


Obligation under Capital Lease 642,893
Cash 307,107
To record lease of equipment, including down payment & first payment

31 Desember 2008 Amortization Expense on Leased Equipment 47,500


Accumulated Depreciation on Leased Equipment 47,500
To record amortization of equipment over 20 year (Rp 950 juta /20)

31 Desember 2008 Interest Expense 64,289


Obligation under Capital Lease 42,818
Cash 107,107
To record second lease payment, interest expense (10% X Rp 642.893.000)

31 Desember 2008 Uearned Profit on Sale-Leaseback 10,000


Revenue Earned on Sale-Leaseback 10,000
To record recognition of revenue over 20 year life in proportion to the amortization
24b. Jurnal Akuntansi-Sale-Lease Back

PT XYZ (Pembeli - Lessor) - Ribuan

1 Januari 2008 Equipment 950,000


Cash 950,000
To record purchase of equipment

1 Januari 2008 Cash 307,107


Lease Payments Receivable 642,893
Equipment 950,000
To record direct financing sale -lease back to PT ABC

31 Desember 2008 Cash 107,107


Lease Payments Receivable 42,818
Interest Revenue 64,289
To record receipt of second lease payment
Selisih Kurs
01. Pengakuan Awal
Suatu transaksi dalam mata uang asing adalah suatu
transaksi yang didenominasi atau membutuhkan
penyelesaian dalam suatu mata uang asing, termasuk
transaksi yang timbul ketika suatu perusahaan:

• membeli atau menjual barang atau jasa yang harganya


didenominasi dalam suatu mata uang asing.
• meminjam (hutang) atau meminjamkan (piutang) dana
yang didenominasi dalam suatu mata uang asing.
• menjadi suatu pihak untuk suatu perjanjian dalam valuta
asing yang belum terlaksana; atau
• memperoleh atau melepaskan aktiva, menimbulkan atau
melunasi kewajiban, yang didenominasi dalam suatu mata
uang asing.
02. Pengakuan Awal
Transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan
menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi.

Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering


disebut kurs spot (spot rate).

Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs


tanggal transaksi sering digunakan, contohnya, suatu
kurs rata-rata selama seminggu atau sebulan mungkin
digunakan untuk seluruh transaksi dalam setiap mata
uang asing yang terjadi selama periode itu. Namun,
jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunakan
kurs rata-rata untuk satu periode tidak dapat
diandalkan.
03. Pelaporan pada Tanggal Neraca
Pada setiap tanggal neraca:
• pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing
dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan
menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila terdapat
kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka
dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebagai
indikator yang obyektif;
• pos non-moneter (tidak liquid) tidak boleh dilaporkan
dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi tetap
harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal
transaksi; dan
• pos non-moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam
mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan
kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan.
04. Pengakuan Selisih Kurs
• Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing
pada tanggal neraca dan laba rugi kurs yang timbul dari
transaksi dalam mata uang asing dikreditkan atau
dibebankan pada laporan laba rugi periode berjalan.

• Selisih kurs timbul apabila terdapat perubahan kurs antara


tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian (settlement
date) pos moneter yang timbul dari transaksi dalam mata
uang asing. Bila timbulnya dan penyelesaian suatu
transaksi berada dalam suatu periode akuntansi yang
sama, maka seluruh selisih kurs diakui dalam periode
tersebut. Namun jika timbulnya dan diselesaikannya suatu
transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi,
maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode
akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs
untuk masing-masing periode.
05. Selisih Kurs menurut Ketentuan Perpajakan

Pasal 9 PP : 94 tahun 2010


 Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sebagai
penghasilan atau biaya berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan
dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku di Indonesia.

 Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang berkaitan
langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:
a. dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
b. tidak termasuk objek pajak,
tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.

 Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang tidak berkaitan
langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:
a. dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
b. tidak termasuk objek pajak,
diakui sebagai penghasilan atau biaya sepanjang biaya tersebut dipergunakan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
06. Selisih Kurs (Hutang-Piutang) menurut Ketentuan Perpajakan

SELISIH KURS – 2008 DAN SEBELUMNYA

• Keuntungan karena selisih kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs mata uang
asing atau adanya kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter.
• Atas keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing,
pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut oleh
Wajib Pajak dengan syarat dilakukan secara taat asas.
• Pilihan wajib pajak dalam memperlakukan hutang piutang dalam valuta asing
menurut perpajakan adalah:
1. Menggunakan kurs tengah
Apabila digunakan metode kurs tengah, maka setiap akhir periode pembukuan
dilakukan penilaian kembali saldo hutang piutang dalam valuta asing
berdasarkan kurs tengah BI pada tanggal neraca. Konsekuensinya diakui
adanya laba atau rugi selisih kurs setiap akhir periode pembukuan Metode ini
yang digunakan dalam akuntansi sesuai PSAK No.10 “ Transaksi dalam mata
uang asing”.
2. Menggunakan kurs tetap
Apabila digunakan metode kurs tetap, saldo hutang piutang valuta asing pada
akhir periode pembukuan tidak dilakukan penilaian kembali, sehingga tidak
perlu diakui adanya laba atau rugi selisih kurs. Laba atau rugi selisih kurs baru
diakui ketika terjadi realisasi (pembayaran) atas hutang piutang tersebut. Hal
tersebut akan memyebabkan timbulnya beda sementara.
07. SELISIH KURS – 2009 DAN SETERUSNYA

• Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata


uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang
dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan
Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

• TIDAK ADA Pilihan wajib pajak dalam memperlakukan


selisih kurs menurut perpajakan, HANYA Menggunakan
kurs tengah.

• Apabila digunakan metode kurs tengah, maka setiap akhir


periode pembukuan dilakukan penilaian kembali saldo
hutang piutang dalam valuta asing berdasarkan kurs
tengah BI pada tanggal neraca. Konsekuensinya diakui
adanya laba atau rugi selisih kurs setiap akhir periode
pembukuan Metode ini yang digunakan dalam akuntansi
sesuai PSAK No.10 “ Transaksi dalam mata uang asing”.
08. ILUSTRASI: PELAPORAN LABA/RUGI SELISIH
KURS DALAM SPT TAHUNAN PPh BADAN
• Ilustrasi:
• PT XYZ, sebuah perusahaan dagang, menggunakan metode
kurs tengah untuk kepentingan fiskal dan pada laporan laba
rugi tahun 2007, terdapat penghasilan berikut:

Laporan L/R Nilai Koreksi Fiskal SPT Tahunan


Positif Negatif PPh Badan
Pendapatan Lain-Lain:
Laba Selisih Kurs – Akhir Tahun 1.000 - - 1.000
Laba Pembayaran Hutang Valas 985 - - 985
Total 1.985 1.985
Note:
Sepanjang WP Badan menggunakan metode kurs tengah dalam pembukuannya
maka tidak diperlukan lagi koreksi fiskal
Koreksi fiskal dilakukan jika WP Badan menggunakan metode tengah BI dalam
pembukuan komersial sedangkan untuk fiskal menggunakan metode kurs tetap.
09. Contoh kasus

• PT. Butuh Duit adalah wajib pajak badan yang menggunakan tahun
kalender sebagai tahun buku/pajaknya. pada tanggal 15 November 2001
membeli/import barang modal seharga USD 2.000.000,- dari induknya,
Rich Generous Inc. yang berkedudukan di Amerika. Rich Generous Inc.
Memberikan fasilitas/kemudahan pembayaran berupa penundaan
pembayaran selama 1 tahun dan mengangsurnya per-semester dimulai
pada tanggal 14 Mei 2003. Sehingga PT. Butuh Duit mengakuinya
sebagai pinjaman berjangka 1,5 tahun atau jatuh tempo 14 Mei 2002
dan 14 November 2003.

• Kurs tengah BI 15-11-2001 Rp 10.500,00


31-12-2001 Rp 10.400,00
31-12-2002 Rp 9.700,00
14-05-2003 Rp. 9.000,00
14-11-2003 Rp 8.500,00

• Pertanyaan: Berapa laba rugi selisih kurs yang harus diakui sesuai
ketentuan perrpajakan atas transaksi dalam mata uang asing untuk
kasus diatas?
09a. Jawaban:

• Pembukuan berdasarkan Kurs tetap:


Pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya pembayaran utang valas,
tiap-tiap akhir tahun (31 Desember) tidak adanya pengakuan selisih Kurs.
15-11-2001 Pembelian dan Pembukuan Utang valas
Mesin Rp 21.000.000.000,-
Hutang Valas Rp 21.000.000.000,-

14-05-2003 Pembayaran USD 1.000.000,-


Hutang Valas Rp 10.500.000.000,-
Kas Rp.9.000.000.000,-
Laba selisih kurs Rp.1.500.000.000,-

14-11-2003 Pembayaran USD 1.000.000,-


Hutang Valas Rp 10.500.000.000,-
Kas Rp.8.500.000.000,-
Laba selisih kurs Rp.2.000.000.000,-

Sehingga laba selisih kurs yang harus diakui pada tahun 2003 adalah sebesar
Rp.3.500.000.000,-. Seluruh selisih kurs baru diakui pada tahun 2003.
09b. Jawaban:

• Pembukuan berdasarkan Kurs Tengah


• Pada tiap-tiap akhir tahun dapat mengakui rugi selisih kurs.
15-11-2001 Pembelian dan Pembukuan Utang valas
Mesin Rp 21.000.000.000,-
Hutang Valas Rp 21.000.000.000,-

31-12-2001 Penilaian utang valas (USD 2.000.000 x Rp 10.400,- = Rp


20.800.000.000,-)
Hutang Valas Rp 200.000.000,-
Laba selisih kurs Rp 200.000.000,-
Sehingga laba selisih kurs yang harus diakui pada tahun 2001 adalah
sebesar Rp.200.000.000,-.

31-12-2002 Penilaian utang valas (USD 2.000.000 x Rp.9.700,- = Rp


19.400.000.000,-)
Hutang Valas Rp 1.400.000.000,-
Laba selisih valas Rp 1.400.000.000,-
Sehingga laba selisih kurs yang harus diakui pada tahun 2002 adalah
sebesar Rp.1.400.000.000,-.

Continued
09c. Jawaban:
14-05-2003 Pembayaran USD 1.000.000,-
Hutang Valas Rp.9.700.000.000,-
Kas Rp.9.000.000.000,-
Laba selisih kurs Rp. 700.000.000,-

14-11-2003 Pelunasan USD 1.000.000,-


Hutang Valas Rp.9.700.000.000,-
Kas Rp.8.500.000.000,-
Laba selisih kurs Rp.1.200.000.000,-

Sehingga laba selisih kurs yang harus diakui pada tahun 2003
adalah sebesar Rp.1.900.000.000,-.

Total keseluruhan selisih kurs yang timbul dari transaksi ini adalah
sebesar Rp.3.500.000.000,-

Anda mungkin juga menyukai