Ada yang janggal dengan laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk. Dua
komisarisnya, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, menolak untuk menandatangani laporan buku
tahunan Garuda 2018. Padahal, dalam laporan tersebut Garuda berhasil membukukan untung
hingga $809,85 ribu AS (Rp11,54 miliar), jauh lebih baik dari neraca 2017 yang rugi hingga
$216,58 juta AS.
Chairal dan Dony malah mempertanyakan realisasi Perjanjian Kerja Sama Penyediaan
Layanan Konektivitas dalam Penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dengan dua anak
perusahaan Garuda; PT Citilink Indonesia dan PT Sriwijaya Air; yang diteken 31 Oktober 2018.
Melalui kesepakatan ini, Garuda diklaim mendapat keuntungan hingga $239,94 juta AS
(sekitar Rp2,98 triliun)—termasuk $28 juta AS di antaranya adalah bagi hasil Garuda dengan PT
Sriwijaya Air.
Laporan keuangan maskapai dengan kode emiten GIAA itu menyebutkan kerja sama
antara Mahata berlaku hingga 15 tahun. Kontrak disepakati lantaran Mahata berkomitmen untuk
menyediakan layanan konektivitas internet (on board WiFi) dan hiburan pesawat lainnya.
Dari nilai kontrak sebesar $239,94 juta AS itu, Mahata ternyata baru membayar $6,8 juta
AS. Sisanya kemudian dicatatkan sebagai piutang lain-lain. Pencatatan itu yang kemudian
membuat laporan keuangan Garuda Indonesia menjadi necis.
Chairal dan Dony menyatakan tak sependapat dengan pencatatan tersebut, dan mengisyaratkan
tudingan Perseroan telah melakukan manipulasi laporan keuangan.
Chairal menyatakan, catatan transaksi kontrak Mahata dengan Garuda seharusnya tidak
dapat diakui sebagai pendapatan dalam tahun buku 2018. Bahkan, pencatatan itu bertentangan
dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PASK) No. 23 tentang Pendapatan, paragraf 28
dan 29. Chairal—adik kandung pebisnis Chairul Tanjung--dan Dony merupakan perwakilan dari
PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd yang menguasai sekitar 28,08 persen saham
GIAA.
Perseroan—didukung pemerintah—telah membantah adanya manipulasi dalam
pencatatan. Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Jasa Konsultasi Kementerian
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Gatot Trihargo menegaskan laporan keuangan Garuda
2018 sudah melalui proses audit sehingga tak perlu diragukan. Dalam keterbukaan informasi
publik pada situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) juga dijelaskan bahwa transaksi tersebut
telah diaudit dan mendapat predikat wajar.
Risiko lainnya adalah mengganggu keuangan negara. Bila Garuda benar-benar mencatat
laba, maka pemerintah bisa mendapatkan dividen. Tapi, lantaran pendataan sumber laba itu
hanya berupa piutang, maka pemerintah tak dapat sepeser pun dana.
Belum ada risalah resmi dari hasil pertemuan tersebut. Direktur Penilaian BEI I Gede
Nyoman Yetna hanya mengatakan bahwa pihak bursa bakal menindaklanjuti persoalan ini
setelah adanya tanggapan direksi Garuda yang dipublikasikan di situs resmi BEI.
Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) Fakhri Hilmi menyatakan pihaknya masih menelaah laporan keuangan Garuda. Dalam
proses telaah itu, pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap direksi Garuda dan juga
Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengaudit laporan tersebut.
Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/pencatatan-janggal-atas-laba-garuda-indonesia