Anda di halaman 1dari 9

Artikel

PERANG MASA KINI: Ancaman,


Tantangan Bagi NKRI & Tuntutan
Menyikapinya
Penulis: Ryamizard Ryacudu

Published 3 years ago on July 22, 2016


By Agus Setiawan
https://nusantaranews.co/perang-masa-kini-ancaman-tantangan-bagi-nkri-
tuntutan-menyikapinya/

Berakhirnya perang dingin pada tahun 90-an merupakan titik mula


munculnya perubahaan sikap dan pemikiran dari negara-negara maju dalam
menggunakan kekuatan bersenjata untuk mensukseskan nafsu
imperialismenya.
Secara perlahan telah terjadi pengurangan jumlah tentara profesional termasuk
wajib militer dengan anggapan bahwa dalam teater perang konvensional jumlah
pasukan bukan lagi suatu ukuran deterrence atau ancaman bagi pihak lawan.
Demikian juga strategi, konsep dan doktrin ikut berubah menyesuaikan dengan
kemajuan dan perkembangan teknologi komunikasi dan persenjataan.
Analoginya, dengan kemampuan pasukan dan teknologi persenjataan canggih
yang berimbang apabila dua negara kuat berperang maka kedua negara tersebut
akan sama-sama hancur sehingga mereka akan berfikir dua kali untuk
melancarkan perang yang saling berhadapan.

Kenyataan tersebut mengharuskan grand strategi negara yang memiliki nafsu


imperialisme dilakukan tanpa pengerahanan pasukan dan alutsista. Inilah yang
disebut sebagai perang masa kini atau ”perang modern” dimana perang ini
kehancurannya lebih dahsyat dibandingkan dari perang konvensional dengan
pengerahan alutsita, karena negara sasaran akan dihancurkan secara sistemik
yang pada akhirnya negara sasaran tidak eksis sebagai negara bangsa,
sebagaimana yang sudah terjadi pada Uni Soviet dan negara Balkan.

Bahwa niat menguasai suatu negara atau nafsu imperialisme akan terus terjadi
dimuka bumi ini sejalan dengan kodrat manusia. Dengan berkembangnya strategi
perang dan memikirkan resiko kehancuran saat ini perang dilakukan dengan
skenario lain tanpa harus mengeluarkan biaya besar. Skenario ini dilancarkan
dengan memaksa elite suatu bangsa agar silau dan terpengaruh terhadap faham
luar, yang pada akhirnya mengakibatkan suatu bangsa terpecah dan terkotak-
kotak kedalam tiga parameter yaitu; pertama: mayoritas masyarakat dibuat tidak
tahu apa yang sesungguhnya sedang terjadi, hal ini terjadi pada masyarakat
awam; kedua: sebagian masyarakat tahu namun tidak sadar atau tidak menyadari
bahwa bangsa ini berada dalam jebakan, ini terjadi pada kaum intelektual dan
yang ketiga: sebagian masyarakat tahu dan sadar apa yang sesungguhnya terjadi,
namun akibat kerakusan, mereka justru bersedia berkhianat kepada negara
bangsanya, dengan bekerja sebagai agen asing atau sebagai komprador.

Di Indonesia skenario perang ini sebenarnya dimulai beberapa waktu sebelum


krisis moneter 1997/1998, dimana krisis tersebut sangat cepat berubah menjadi
krisis multidimensi yang dampaknya terus dirasakan sampai sekarang. Krisis
yang berkepanjangan itu seharusnya harus menjadi peringatan sekaligus ujian
bagi bangsa Indonesia karena terjadi melalui desakan keras dari kekuatan luar
agar menerima faham yang dihembuskan dalam kemasan globalisasi, diawali
dengan penggoyangan sektor moneter, kemudian meluas ke sektor ekonomi riil
dan selanjutnya berkembang menjadi krisis kepercayaan dan krisis politik, serta
krisis budaya. Kondisi yang tidak stabil tersebut justru disikapi oleh para elite
politik dan beberapa kelompok kepentingan di dalam negeri untuk mengambil
kesempatan demi kepentingan pribadi dan kelompok-kelompoknya (Oligarkhi di
tingkat partai dan birokrasi), dengan mengabaikan kepentingan nasional dalam
jangkauan jauh ke depan.
Untuk lebih memahami lebih mendalam perlu diketahui definisi ”perang modern”
yang dimaksud yaitu suatu bentuk perang yang dilakukan secara non militer dari
negara maju/asing untuk menghancurkan suatu negara tertentu melalui bidang
IPOLEKSOSBUDHAN (Ideologi Politik Sosial Budaya dan Pertahanan).
Dengan kata lain perang ini adalah bentuk kontrol dari negara-negara koalisi
global yang dimotori oleh salah satu negara kuat terhadap negara lain yang tidak
mengakomodasi kepentingan negara koalisi tersebut atau yang membahayakan
kepentingan negara koalisinya.

Tujuan ”perang modern” ini adalah :

1. Mengeliminir kemampuan negara sasaran agar tidak menjadi suatu


potensi ancaman;
2. Melemahkan kemampuan negara sasaran sehingga semakin tergantung
dan lebih mudah ditekan;
3. Penguasaan secara total negara sasaran. Adapun tahapannya sebagai
berikut:

TAHAP I INFILTRASI. Melakukan infiltrasi melalui bidang-bidang: Intelijen,


Militer, Pendidikan, Ekonomi, Ideologi, Politik, SOSBUD / Kultur dan Agama,
Bantuan-bantuan, Kerjasama disemua bidang dan Media / Informasi

TAHAP II EKSPLOITASI. Melakukan ekploitasi dengan melemahkan dan


menguasai bidang-bidang Intelijen, Angkatan Bersenjata, Ekonomi, Politik,
Budaya dan Ideologi dimana semua ini adalah titik berat kekuatan suatu negara.

TAHAP III POLITIK ADU DOMBA. Menjalankan strategi adu domba,


dilakukan untuk timbulkan kekacauan / kekerasan, konflik horisontal (SARA),
berikutnya bertujuan agar muncul keinginan memisahkan diri dari NKRI atau
separatisme dimulai dengan eskalasi pemberontakan pada akhirnya terjadi
pertikaian antar anak bangsa / perang saudara.

TAHAP IV CUCI OTAK. Pada tahap brain wash atau cuci otak, mereka
mempengaruhi paradigma berfikir masyarakat, yakni merubah paradigma berfikir
dalam bingkai Kebangsaan (Nasionalisme) menjadi cara pandang yang universal
dengan keutamaan isu global: Demokratisasi, HAM & Lingkungan, derngan jalan
menyusupkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

TAHAP V INVASI. Ketika wawasan kebangsaan suatu Negara sasaran hancur


dan jati diri bangsa hilang, maka praktis negara sasaran sudah dengan kata lain
dapat dikuasai atau negara sasaran dalam penguasaan dan terjajah dalam
berbagai aspek kehidupan. Berikutnya tinggal membentuk negara boneka yang
diwakili oleh komperador asing.

Sadar ataupun tidak dari situasi dan kondisi saat ini, sesungguhnya sudah dan
sedang berlangsung perang modern di wilayah Indonesia, dengan menjalankan
strategi sesuai tahapan perang modern di atas; kapitalisme internasional yang
dipimpin oleh Negara maju dan sekutunya, berusaha mengkikis wawasan
kebangsaan, berusaha memecah belah persatuan bangsa Indonesia agar lemah
dan akhirnya mampu mempengaruhi berbagai kebijakan dan pelaksanaannya
untuk tujuan akhir yakni menguasai mayoritas Sumber daya alamnya (SDA).

Banyak masyarakat Indonesia tidak menyadarinya bahwa saat ini sedang dijajah
dan menjadi korban dari perang modern. Satu alasan pasti bahwa melakukan
invasi fisik sangat tidak memungkinkan sehingga mereka merubah konsep dari
konvensional menjadi non konvensional (perang modern). Perang modern,
dengan biaya yang murah namun hasilnya sangat dahsyat karena dapat merusak
sendi-sendi kekuatan negara sasaran. Hal tersebut sangat berbahaya bagi
keutuhan wilayah NKRI karena didalamnya hidup jutaan manusia yang berasal
dari berbagai macam elemen suku, agama, ras dan budaya (SARA) sehingga
sangat memungkinkan bagi mereka untuk “bermain” untuk memecah belah
struktur masyarakat yang demikian majemuk.

Lalu apa menariknya Indonesia untuk dikuasai? Faktor utama yang menjadi daya
tarik adalah kekayaan yang dimiliki Indonesia yang luar biasa besarnya. Dapat
dibayangkan jumlah penduduk lebih kurang 230 juta jiwa merupakan pasar yang
besar bagi penjualan barang-barang produksi.

Berikutnya potensi ekonomi baik dari aspek letak geografis maupun sumber daya
alam yang menjadi sasaran tujuan untuk dikuasai.

POTENSI EKONOMI

40 jt ton lalu-lintas cargo/hari. 21 juta barrel/hari lalu lintas minyak dari Timur
Tengah ke Asia Pasifik (Tahun 2030 prediksi meningkat 2x lipat). Produksi ikan
dari wilayah Timur dapat memberikan konsumsi hampir separuh penduduk dunia
— bila dikelola dengan benar. Hutan sebagai paru-paru dunia. Energi alternatif
panas bumi, hydro, solar, angin dan bifuel dari tumbuhan (jarak, sagu, tebu, ubi
kayu dll), ethanol, alcohol dll. Penghasil lada putih No. 1 dunia. Penghasil Kayu
Lapis No. 1 di dunia. Penghasil Puli dari buah Pala No. 1 di dunia. LNG No. 1 di
dunia. Penghasil Lada Hitam No. 2 di dunia. Penghasil Karet Alam No. 2 di
dunia. Penghasil Minyak Sawit (CPO) No. 2 di Dunia. Penghasil Timah No. 2 di
Dunia. Penghjasil Tembaga No. 3 di dunia. Penghasil Kopi No. 4 di dunia.
Jumlah Penduduk No. 4 di dunia. Penghasil karet Sintetik No 4 di dunia.
Penghasil Ikan No. 6 di dunia. Penghasil Biji-bijian No. 6 di dunia. Penghasil Teh
No. 6 di dunia. Penghasil Natural Gas No. 6 di Dunia. Penghasil Emas No. 8 di
dunia. Penghasil Batu-bara No. 9 di dunia. Penghasil Minyak Bumi No. 11 di
dunia. Negara dengan luas No. 15 di dunia. Penghasil Aspal. Penghasil Bauxit.
Penghasil Nikel. Penghasil Granit. Penghasil Perak. Penghasil Uranium.
Penghasil Marmer & Mineral ikutan lainnya. Pasir besi kualitas terbaik di dunia
Faktor inilah yang mengundang pihak asing ingin menguasai Indonesia, dengan
strategi penguasaan secara tidak langsung yang dibungkus dengan cara
mempengaruhi baik cara hidup maupun cara berpikir masyarakat melalui
globalisasi komunikasi, media, kebudayaan, ekonomi, keuangan, sosial dan
politik.

Dari sisi jumlah penduduk, masyarakat Indonesia didorong agar konsumtif


atau menjadi pasar potensial dengan membelanjakan uangnya. Sementara, untuk
menguasai sisi potensi sumber daya alamnya, didorong adanya aturan atau
kebijakan investasi yang mengikuti atau berpihak kepada pasar bebas yang lebih
banyak menguntungkan investor.

Sejalan dengan tujuan dari perang modern maka sasaran antaranya adalah
melemahnya wawasan kebangsaan serta menghilangkan jati diri dimana
berikutnya akan muncul persoalan-persoalan kebangsaan mulai dari pelecehan
terhadap negara, tumbuhnya terorisme, penguasaan dan pengelolaan sumberdaya
alam oleh pemodal asing, konflik horizontal terutama di masyarakat kelas bawah,
korupsi merajalela, perseteruan antar lembaga negara dan banyak lagi contoh
persoalan yang memprihatinkan. Demikian juga adanya campur tangan asing
dalam pembuatan berbagai undang-undang merupakan bagian dari agenda perang
modern untuk merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pembelajaran dari invasi yang di motori oleh Amerika Serikat (AS) terhadap
negara-negara Timur Tengah khususnya Irak dengan dalih mencari senjata
pemusnah massal dan terorisme adalah bukti nyata dari digelarnya konsep perang
modern. Pada mulanya invasi ke Irak dilakukan dengan pengerahan kekuatan
senjata, tetapi karena tidak bisa dikuasai ataupun dikontrol secara penuh sehingga
skenario invasi diganti dengan cara menggulingkan pemerintahannya yang
kemudian digantikan oleh pemerintahan baru yang pro AS sehingga lebih mudah
untuk mengontrol sesuai dengan keinginan mereka. Untuk menutupi operasi
perang yang dilancarkan, maka dicari alasan pembenar di mata internasional
dengan dalih pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Sasaran berikutnya
masyarakat Irak dipecah belah dan dikotak-kotakan (Sunni dan Syiah) sehingga
pada saat di invasi, Irak dalam posisi lemah karena tidak ada persatuan.

Lalu pertanyaan berikutnya, apakah Indonesia bisa bernasib sama? Untuk


menjawabnya kita sama-sama menilai kondisi dan situasi yang sudah dan sedang
terjadi dewasa ini. Beberapa fakta dan data berikut ini dapat dijadikan sumber
pemikiran dan menjawab sudah pada tahap mana Indonesia saat ini berada.

Sejak reformasi sebagian rakyat Indonesia mengalami pelunturan wawasan


nasional termasuk kepercayaan terhadap dasar negara Pancasila sebagai sistem
ideologi nasional. Elite reformasi mulai pusat sampai daerah mempraktekkan
budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme. Rakyat dan bangsa
Indonesia mengalami erosi jati diri nasional. Elite reformasi dan kepemimpinan
nasional hanya mempraktekkan budaya demokrasi liberal atas nama
Demokratisasi, HAM, Lingkungan, sampai terjadinya praktek budaya oligarki
bahkan sebagian mempraktekkan budaya anarki. NKRI sebagai negara hukum
tidak menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Pancasila–UUD 45.
Praktek dan “budaya” korupsi semakin parah dari tingkat pusat sampai daerah.
Kekayaan negara dan kekayaan PAD bukan dimanfaatkan demi kesejahteraan
dan keadilan bagi rakyat, melainkan dinikmati oleh segelintir elit. Dalam
berdemokrasi baik legislatif maupun eksekutif berkompetisi untuk merebut
jabatan dan kekuasaan (melalui pemilu dan pilkada). Yang jelas sedang
berlangsung rekayasa-rekayasa yang dapat menjadi sumber perpecahan mulai
dari pemekaran daerah sampai usul perubahan UUD 45.

Perubahan UUD 45 yang masih ramai diperdebatkan masih mengandung


kontroversi baik dari sisi filosofis-ideologis karena bukan sebagai jabaran dari
dasar negara Pancasila. Sementara, secara konstitusional amandemen sarat
dengan konflik kelembagaan. Kontroversi tersebut merupakan dampak dari
diberikannya kesempatan kepada pihak diluar bangsa Indonesia yang dimotori
dan dibiayai asing. Berikutnya pihak-pihak tersebut berperan besar
mempengaruhi dalam menghasilkan produk perundang-undangan yang bersifat
strategis dalam bidang ekonomi moneter, hukum, sumber daya alam, politik,
pertahanan dan keamanan. Seperti yang terlihat pada data berikut ini.

Undang-Undang di Indonesia yang merupakan hasil intervensi pihak luar


(Jaringan Subversi Asing):

(1) UU No 5 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak


Sehat; (2) UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten; (3) UU No. 15 Tahun 2001
Tentang Merk; (4) UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan; (5) UU No. 22
Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi; (6) UU No. 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencusian Uang; (7) UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Hak Cipta;
(8) UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Hak Advocat; (9) UU No. 25 Tahun 2003
Tentang Perubahan Atas RUU Tentang Pertambangan dan Mianeral; (10) Dan
DRAF AKADEMIK yang disiapkan adalah: a) RUU Rahasia Negara; b) RUU
Perintah Transfer Dana; c) RUU Informasi dan Transaksi Elektronik; (11) UU
No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi; (12) UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah; (13) UU No. 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; (14) UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen; (15) UU No. 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan; (16) UU No. 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; (17) UU No. 24 tahun
2000 tentang Perjanjian Internasional; (18) UU No. 25 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004; (19) UU No. 14 tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak; (20) UU No. 20 tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan; (21) UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran; (22) UU No.
17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; (23) UU No. 19 tentang BUMN; (24)
UU No. 27 tahun 2003 tentang Keuangan Negara; (25) UU No. 3 Tahun 2004
Pewrubahan Atas UU No. 23 Th. 1999 tentang Bank Indonesia; (26) UU No. 7
tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; (27) UU No. 19 tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 2004
tentang Perubahan Atas UU No 41 th. 1999 tentang Kehutanan menjadi UU; (28)
UU No. 32 tahun 2004 tentang Perimbangan Pemerintahan Daerah; (29) UU No.
33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah; (30) UU No. 22 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial; (31) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; (32) UU No. 21
tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Bruruh.

Semua persoalan bangsa yang disebutkan tidak terjadi begitu saja mengikuti
perkembangan yang ada namun pasti ada sumber pemicunya atau bagian dari
agenda pihak asing untuk menguasai bangsa Indonesia. Sebagai contoh polemik
pemberantasan korupsi dan isu terorisme dapat dijadikan alasan pembenar bahwa
Indonesia belum mampu menjadi negara demokratis.

Akar masalah daripersoalan yang ada bersumber ketidakpastian sumber peraturan


dan perundang-undangan dimana akibat perubahan terhadap UUD 1945 yang
bukan didasari oleh semangat dan cita-cita proklamasi serta jati diri bangsa
Indonesia ditambah lagi adanya keterlibatan pihak asing dalam menghasilkan
perundang-undangan sehingga bermunculan persoalan-persoalan yang memaksa
Indonesia masuk dalam perangkap agenda mereka sebagaimana yang dirasakan
saat ini.

Lalu apa yang harus dilakukan dan bagaimana caranya agar Indonesia tidak
terjebak dalam skenario perang modern tersebut ? Pengalaman negara-negara
yang mengalami kehancuran akibat skenario ini bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan mereka terpecah adalah tidak adanya kesatuan dan persatuan baik
bahasa maupun tindakan menghadapi demokratisasi dan kebebasan yang
dihembuskan. Berikutnya nasionalisme yang merupakan roh suatu bangsa luntur
berakibat pada kewaspadaan nasionalnya menurun, kehilangan martabat dan jati
diri, kesetiakawanan dan kerelaan berkorban ikut hilang.

Bagi Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai namun lebih cinta kemerdekaan,
mempertahankan kedaulatan negara dan eksistensi NKRI adalah keharusan.
Tetapi dalam mempertahankan kedaulatannya haruslah tetap membangun
kemampuan alutsistanya. Berkaitan dengan kenyataan bahwa ancaman invasi
fisik sangat kecil kemungkinannya pada era globalisasi ini, Indonesia harus
senantiasa siap dan waspada walaupun dapat diperhitungkan apabila maju ke
medan perang dengan kondisi alutsista yang ada saat ini maka pada pertempuran
udara Indonesia akan kalah dalam hitungan jam sedangkan di laut akan kalah
dalam hitungan hari. Namun di darat maka seribu tahun peperangan Indonesia
tetap eksis dengan satu catatan TNI dan rakyatnya harus bersatu dalam bahasa
pikiran dan tindakan.
Tanpa mengesampingkan peranan penting angkatan udara dan laut, dalam
peperangan kedua matra tersebut harus menopang pertahanan di darat sebagai
kunci sukses pertempuran. Dasar pemikiran ini berangkat dari pengalaman
bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan mengacu dari kondisi
teritorial Indonesia. Pemikiran demikian didasari oleh kekurang kemampuan
Indonesia membangun kekuatan alutsista akibat anggaran yang kurang memadai.
Oleh karena itu, sebaiknya konsep pembangunan kekuatan TNI harus disesuaikan
dengan kenyataan tersebut artinya pembangunan kekuatan alutsista dengan
mengikuti perkembangan teknologi secara paralel melakukan pembangunan
kekuatan personil dengan tingkat latihan yang melebihi dari personil reguler
untuk terciptanya perimbangan kekuatan seperti yang pernah dilakukan dengan
pembentukan batalyon raiders dimana kemampuannya tiga kali kemampuan
prajurit infantri reguler.

Kita harus bercermin dari semangat Sumpah Pemuda 1928, ketika seluruh
pemuda-pemudi dari berbagai daerah di Indonesia bertekad menyingkirkan
perbedaan-perbedaan di antara mereka untuk bersatu. Karena hanya dengan
persatuan ketika itu Indonesia merdeka dapat terwujud dan dengan kemerdekaan
bangsa Indonesia akan terbebas dari kemiskinan dan kebodohan. Kita juga harus
belajar dari sejarah bangsa dimana mempertahankan kemerdekaan dilakukan
dengan bergandengan tangan dengan seluruh elemen rakyat. Karena di zaman
serba canggih ini kemenangan dalam perang modern bukan ditentukan
kecanggihan alutsista melainkan oleh siapa yang dapat merebut hati rakyat.

Dalam tahapan perang modern dimana tahapan cuci otak adalah usaha bagaimana
mempengaruhi pikiran masyarakat sasaran. Jadi melawan ”perang modern” harus
dihindari hati dan pikiran rakyat suatu bangsa direbut. Dalam konteks ini bentuk
pertempurannya adalah menundukkan tanpa kekerasan sebagaimana negara-
negara modern, seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Cina yang pernah
melakukan operasi militer tetapi mengalami kekalahan karena tidak dapat
memenangkan hati rakyat. TNI pada masa lalu berhasil menghadapi berbagai
ancaman terhadap kedaulatan NKRI karena manunggal dengan rakyat jadi jalinan
kemanunggalan TNI dengan rakyat harus terus dipupuk dan dijaga dengan motto
berbaik-baik dengan rakyat.

Mengacu dari dua gambaran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa menghadapi
ancaman perang modern terhadap NKRI ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan. Tetapi sebelumnya seluruh elemen bangsa ini harus memahami dan
menyadari dengan benar apa yang sedang terjadi terhadap bangsa ini kemudian
mengerti perannya dalam menghadapi ancaman yang artinya siapa berbuat apa.
Jadi, hal utama yang harus dilakukan adalah merapatkan barisan dalam
kebersamaan bahasa dan tindakan agar tumbuh persatuan dan kesatuan
menghadapi setiap ancaman. Berikutnya, meningkatkan wawasan nusantara agar
tumbuh ketahanan nasional karena dalam ketahanan nasional itu terkandung
unsur-unsur kekuatan bidang-bidang yang dijadikan sasaran antara dari skenario
perang modern yaitu kekuatan Idiologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan
Pertahanan Keamanan. Kedua faktor diatas pada hakekatnya saling mengisi
karena dengan memantapkan wawasan nusantara maka akan tumbuh integrasi
dari unsur-unsur tadi sehingga akan bermuara pada persatuan dan kesatuan.

Iklim kebebasan seperti saat ini merupakan dampak negatif dari kebebasan yang
dihembuskan globalisasi dimana ia tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia
meskipun kebebasan itu merupakan tuntutan hakiki setiap manusia namun bukan
berarti sebebas-bebasnya. Dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan
bernegara tentu ada etikanya bukan menonjolkan kebebasan artinya sistem
ketatanegaraan harus dijalankan diatas jalur yang benar dan bermoral. Untuk itu
perlu dipahami keadaan bangsa yang sebenarnya dan diketahui ancaman dan
tantangan apa yang sedang terjadi. Yang pasti ancaman atau tantangan yang
dihadapi NKRI akan semakin berat dan tidak mungkin dilakukan oleh perorangan
atau kelompok saja melainkan harus dilakukan oleh seluruh komponen bangsa.
Sebagai anak bangsa yang memiliki bangsa ini yang akan mewariskannya kepada
generasi akan datang, harus merapatkan barisan dalam kebersamaan untuk
menyelesaikan kerapuhan ini dengan cara menolak segala hal yang tidak sesuai
dengan karakter, jati diri dan budaya bangsa ini serta jangan mau menjadi
pengkhianat bangsa.

Sebagai bangsa yang memperjuangkan kemerdekaannya harus tetap ada


kewaspadaan nasional dan bertindak secara nyata untuk menjaga eksistensi NKRI
yang dijalankan berdasakan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (yang dilahirkan
dari Proklamasi) untuk mencapai cita-cita luhur masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur serta sebagai negara bangsa yang kuat, bermartabat, mandiri dan
disegani sehingga tidak akan pernah terjerumus kedalam skenario “perang
modern”. (Selesai).

Anda mungkin juga menyukai