BIOPESTISIDA ( ENTOMOPATOGEN )
OLEH: KELOMPOK 5
Hukmiana 2002406078
Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena atas rahmat karunianya serta kekuatan yang
diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok kami sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pertanian Organik.
Dalam proses penyusunan makalah ini kami mendapat banyak bantuan. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih
yang tulus kepada semua yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini sepenuhnya masih ada kekurangan. Kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk kedepannya agar kami dapat menyusun makalah ini lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan kita semua.
Kelompok V
DAFTAR ISI
SAMPUL ............................................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.3 Tujuan dan Kegunaan ....................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
2.1 Biopestisida ............................................................................................................. 5
2.2 Insektisida Biologi .................................................................................................. 6
2.2.1 Agen Hayati yang berperan sebagai Insektisida Biologi .................................... 6
1. Bakteri Patogen Serangga ............................................................... 6
2. Jamur Patogen Serangga ................................................................. 10
3. Nematoda Patogen Serangga .......................................................... 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 16
3.1 Kesimpulan .................................................................................... 16
3.2 Saran .............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
4. Bagaimana jenis-jenis agen hayati yang berperan sebagai bioinsektisida serta deskripsinya?
2.1 Biopestisida
Biopestisida adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti bakteri patogen, virus
dan jamur. Pestisida biologi yang saat ini banyak dipakai adalah jenis insektisida biologi
(mikroorganisme pengendali serangga) dan jenis fungisida biologi (mikroorganisme pengendali jamur).
Jenis-jenis lain seperti bakterisida, nematisida dan herbisida biologi. Pestisida alami adalah suatu
pestisida yang bahan dasarnya berasal dari alam seperti tumbuhan. Pestisida alami merupakan pemecahan
jangka pendek untuk mengatasi masalah hama dengan cepat, pestisida nabati bersifat ramah lingkungan
karena bahan ini mudah terdegradasi di alam, sehingga aman bagi manusia maupun lingkungan.
Berdasarkan asalnya, biopestisida dapat dibedakan menjadi dua yakni pestisida nabati dan
pestisida hayati.
1. Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tanaman baik dari daun, buah, biji
atau akar yang senyawa atau metabolit sekunder dan memiliki sifat racun terhadap hama dan
penyakit tertentu. Pestisida nabati pada umumnya digunakan untuk mengendalikan hama (bersifat
insektisidal) maupun penyakit (bersifat bakterisidal).
2. Pestisida hayati merupakan formulasi yang mengandung mikroba tertentu baik berupa jamur,
bakteri, maupun virus yang bersifat antagonis terhadap mikroba lainnya (penyebab penyakit
tanaman) atau menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun baik bagi serangga ( hama )
maupun nematoda (penyebab penyakit tanaman).
Bipestisida dapat digolongkan menjadi bermacam-macam dengan berdasarkan fungsi dan
asalnya. Penggolongan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fungisida Biologi (Biofungisida)
Biofungisida berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani spongos yang berarti jamur,
berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan.
Beberapa fungisida yang telah digunakan adalah:
Spora Trichoderma sp. digunakan untuk mengendalikan penyakit akar putih pada tanaman karet dan
layu fusarium pada cabai.
Gliocladium spesies G. roseum dan G. virens. untuk mengendalikan busuk akar pada cabai akibat
serangan jamur Sclerotium Rolfsii.
Bacillus subtilis yang merupakan bakteri saprofit mampu mengendalikan serangan jamur Fusarium sp.
pada tanaman tomat.
2. Herbisida Biologi (Bioherbisida)
Termasuk dalam golongan herbisida ini ialah pengendalian gulma dengan menggunakan
penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, jamur dan virus. Phytophthora palmivora yang digunakan untuk
mengendalikan Morrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk. Colletotrichum gloeosporioides digunakan
pada tanaman padi dan kedelai.
3. Insektisida Biologi (Bioinsektisida)
Berasal dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida. Mikroorganisme yang menyebabkan
penyakit pada serangga tidak dapat menimbulkan gangguan terhadap hewan-hewan lainnya maupun
tumbuhan. Jenis mikroba yang akan digunakan sebagai insektisida harus mempunyai sifat yang spesifik
artinya harus menyerang serangga yang menjadi sasaran dan tidak pada jenis-jenis lainnya. Mikroba
patogen yang telah sukses dan berpotensi sebagai insektisida biologi salah satunya adalah Bacillus
thuringiensis.
Jenis insektisida biologi yang lainnya adalah yang berasal dari protozoa, Nosema locustae, yang
telah dikembangkan untuk membasmi belalang dan jangkrik. Cacing yang pertama kali sebagai
insektisida ialah Neoplectana carpocapsae. Insektisida ini digunakan untuk membunuh semua bentuk
rayap.
4. Nematisida Biologi (Bionematisida)
Bionematisida berasal dari kata latin nematoda atau bahasa Yunani nema yang berarti benang,
berfungsi untuk membunuh nematoda (semacam cacing yang hidup di akar).
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
b. Deskripsi
Bacillus thuringiensis adalah bakteri
tanah gram positif, pembentuk spora, berbentuk
batang dengan lebar 1,0 sampai 1,2 µm dan panjang
3,0 sampai 5,0 µm (Sembiring, 2004). Bakteri ini
termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di
daun tanaman
konifer maupun pada tanah. Apabila kondisi
lingkungan tidak menguntungkan maka
bakteri ini akan membentuk fase sporulasi.
B. thuringiensis dibagi menjadi 67
subspesies (hingga tahun 1998) berdasarkan serotipe
dari flagela (H). Ciri khas dari bakteri ini yang
membedakannya dengan spesies Bacillus lainnya
adalah kemampuan membentuk kristal paraspora yang
berdekatan dengan endospora selama fase sporulasi III dan IV. Sebagian besar ICP disandikan oleh DNA
plasmid yang dapat ditransfer melalui konjugasi antargalur B. thuringiensis, maupun dengan bakteri lain
yang berhubungan. Selama pertumbuhan vegetatif terjadi, berbagai galur B. thuringiensis menghasilkan
bermacam-macam antibiotik, enzim, metabolit, dan toksin, yang dapat merugikan organisme lain. Selain
endotoksin (ICP), sebagian subspesies B. thuringiensis dapat membentuk beta-eksotoksi yang toksik
terhadap sebagian besar makhluk hidup, termasuk manusia dan insekta.
Ciri khas yang terdapat pada B. thuringiesis adalah kemampuannya membentuk kristal (tubuh
paraspora) bersamaan dengan pembentukan spora, yaitu pada waktu sel mengalami sporulasi. Kristal
tersebut merupakan komplek protein yang mengandung toksin ( d – endotoksin ) yang terbentuk di dalam
sel 2-3 jam setelah akhir fase eksponesial dan baru keluar dari sel pada waktu sel mengalami autolisis
setelah sporulasi sempurna. Sembilan puluh lima persen kristal terdiri dari protein dengan asam amino
terbanyak terdiri dari asam glutamat, asam aspartat dan arginin, sedangkan lima persen terdiri dari
karbohidrat yaitu mannosa dan glukosa.
Kristal protein merupakan protoksin dalam bentuk protein murni yang kaya akan asam
glutamate dan asam aspartat. Berdasarkan protoksinnya, Kristal protein memiliki berbagai macam bentuk
antara lain bipiramidal, kuboidal, persegi panjang, dan jajaran genjang. Ada hubungan nyata antara
bentuk kristal dengan kisaran daya bunuhnya. Toksisitas B. thuringiensis terhadap serangga dipengaruhi
oleh strain bakteri dan spesies serangga yang terinfeksi. Faktor pada bakteri yang mempengaruhi
toksisitasnya adalah struktur kristalnya, yang pada salah satu strain mungkin mempunyai ikatan yang
lebih mudah dipecah oleh enzim yang dihasilkan serangga dan ukuran molekul protein yang menyusun
kristal, serta susunan molekul asam amino dan kandungan karbohidrat dalam kristal.
Protein atau toksin Cry tersebut akan dilepas bersamaan dengan spora ketika terjadi
pemecahan dinding sel. Apabila termakan oleh larva insekta, maka larva akan menjadi inaktif, makan
terhenti, muntah, atau kotorannya menjadi berair. Bagian kepala serangga akan tampak terlalu besar
dibandingkan ukuran tubuhnya. Selanjutnya, larva menjadi lembek dan mati dalam hitungan hari atau
satu minggu. Bakteri tersebut akan menyebabkan isi tubuh insekta menjadi berwarna hitam kecoklatan,
merah, atau kuning, ketika membusuk.
c. Substansi aktif
Istilah substansi aktif yaitu bahan-bahan yang mempunyai aktivitas tertentu yang dihasilkan
oleh makhluk hidup, dan bahan aktif ini biasanya dapat bersifat positif pada makhluknya sendiri akan
tetapi dapat bersifat negatif atau positif pada makhluk hidup lain.
Substansi aktif yang dihasilkan oleh mikroorganisme umumnya digolongkan menjadi dua
macam, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Substansi aktif primer biasanya bersifat
intraseluler atau terdapat didalam sel. Biasanya metabolit primer dihasilkan dalam jumlah yang relatif
kecil. Substansi sekunder adalah hasil dari metabolisme didalam sel yang disekresikan keluar dari sel
atau dikumpulkan dalam kantong-kantong khusus diantara sel atau jaringan didalam tubuhnya.
Bacillus thuringiensis membentuk spora yang membentuk
kristal protein-toksin. Kristal tersebut bersifat toksik terhadap
serangga. Penelitian H eimpel (1967) diketahui bahwa B.
thuringiensis menghasilkan beberapa jenis toksin, seperti α(alfa),
β(beta), γ(gamma)-eksotoksin, dan δ(delta)-endotoksin, serta faktor
louse. Peneliti lain menginformasikan bahwa yang berperan penting
sebagai insektisida adalah protein βeksotoksin dan δ-endotoksin.
Berbagai macam B. thuringiensis diantaranya:
f. Cara Isolasi
Isolat Bacillus thuringiensis dapat diisolasi dari
tanah, bagian tumbuhan, kotoran hewan, serangga dan
bangkainya dan sumber lain. Salah satu cara isolasi yang
cukup efektif adalah dengan seleksi asetat. Beberapa gram
sumber isolat disuspensikan ke dalam media pertumbuhan
bakteri (misal LB) yang mengandung natrium asetat
kemudian dikocok. Media asetat tersebut menghambat
pertumbuhan spora B. thuringiensis menjadi sel vegetatif.
Setelah beberapa jam media tersebut dipanaskan pada suhu
80°C selama beberapa menit. Pemanasan ini akan
membunuh sel-sel bakteri atau mikroorganisme yang sedang
tumbuh termasuk spora-spora bakteri lain yang tumbuh.
Kemudian sebagian kecil dari suspensi yang telah
dipanaskan diratakan pada media padat. Koloni-koloni yang
tumbuh kemudian dipindahkan ke media sporulasi B. thuringiensis. Koloni yang tumbuh pada media ini
dicek keberadaan spora atau protein kristalnya untuk menentukan apakah koloni tersebut termasuk isolat
B. thuringiensis.
h. Cara Perbanyakan
Perbanyakan bakteri B. thuringiensis dalam media cair dapat dilakukan dengan cara yang
mudah dan sederhana. Karena yang diperlukan sebagai bioinsektisida adalah protein kristalnya, maka
diperlukan media yang dapat memicu terbentuknya kristal tersebut. Media yang mengandung tryptose
telah diuji cukup efektif untuk memicu sporulasi B. thuringiensis. Dalam 2–5 hari B. thuringiensis akan
bersporulasi dalam media ini dengan pengocokan pada suhu 30°C. Perbanyakan B. thuringiensis ini dapat
pula dilakukan dalam skala yang lebih besar dengan fermentor.
i. Potensi sebagai Bioinsektisida
Untuk bahan dasar bioinsektisida biasanya digunakan sel-sel spora atau protein kristal Bt
dalam bentuk kering atau padatan. Padatan ini dapat
diperoleh dari hasil fermentasi sel-sel Bt yang telah
disaring atau diendapkan dan dikeringkan. Padatan
spora dan protein kristal yang diperoleh dapat
dicampur dengan bahan-bahan
pembawa, pengemulsi, perekat, perata, dan lain-lain
dalam formulasi bioinsektisida.
Filum : Ascomycota
Kelas : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Famili : Cordycipitaceae
Genus : Beauveria
1. Cendawan berwarna putih, penyebaran spora melalui air atau terbawa angin.
2. Menginfeksi serangga melalui integument/jaringan lunak. Selanjutnya hifa tumbuh dari konidia dan
merusak jaringan.
3. Cendawan tumbuh keluar dari tubuh inang pada saat cendawan siap menghasilkan spora untuk
disebarkan.
4. Apabila keadaan tidak mendukung, perkembangan cendawan hanya berlangsung didalam tubuh
serangga tanpa keluar menembus integument.
5. Tubuh serangga mati yang terinfeksi Beauveria bassiana mengeras seperti mumi.
Isolat jamur B. bassiana diambil dari tanah. Tanah asal isolat diambil secara acak di sekitar
pertanaman pisang. Tanah diambil dengan menggalinya pada kedalaman 5–10 cm masing-masing
sebanyak 4 x 500 g kemudian dimasukkan ke kantongan plastik diberi label berupa lokasi dan tanggal
pengambilan sampel. Tanah kemudian diayak dengan ayakan 600 mesh dan dimasukkan ke dalam kotak
plastik berukuran 13 x 13 x 10 cm masing-masing sebanyak 400 g (tiap daerah menggunakan 4 buah
kotak).
Larva T. molitor stadia larva instar 3 yang baru berganti kulit (kulitnya masih berwarna putih)
dimasukkan kedalam kotak yang berisi tanah masing-masing sebanyak 10 ekor, sebagai perangkap
umpan agar terserang jamur B. bassiana (insect bait methode). Larva ini kemudian ditutupi dengan selapis
tipis tanah dan dilembabkan dengan menyemprotkan aquadest steril diatasnya. Selanjutnya kotak ditutupi
dengan potongan kain puring hitam ukuran 25 x 25 cm yang juga telah dilembabkan. Larva T. molitor
yang diduga terserang jamur B. bassianadiamati 3 hari setelah diperlakukan kemudian diamati setiap
harinya dan segera setelah terserang jamur B. bassiana diisolasi sebagai sumber isolat.
Larva yang terinfeksi jamur B. bassiana terlebih dahulu disterilisasi permukaan dengan 1%
Natrium hipoklorit selama 3 menit. Kemudian dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali dan dikering
anginkan diatas kertas filter steril. Larva tersebut kemudian diletakkan dalam petridish berisi tissu lembab
steril dan diinkubasikan untuk merangsang pertumbuhan jamur. Spora yang keluar dari tubuhnya
kemudian diambil menggunakan jarum inokulasi dan dibiakkan pada PDA (Potato Dextrose Agar) dan
diinkubasikan selama 7 hari.
Ordo : Rhabditida
Famili : Rhabditidae
Genus : Heterorhabditis
6. Nematoda dicuci dengan cara membuang air permukaan, sedimentasi nematoda sebanyak 1 – 2 kali
dengan spoid sehingga terlihat jernih.
7. Untuk penyimpanan nematoda dimasukkan ke dalam spon lembab pada suhu 100 C, pada suhu
tersebut nematoda dapat hidup dan tetap aktif selama 8 bulan.
8. Untuk pemeliharaan Nematoda dapat disimpan dalam toples dengan penambahan air serta dipasang
aerator untuk suplai oksigen.
1. Lahan tanaman yang akan diaplikasikan NPS harus sangat lembab atau macak-macak air.
2. Tangki semprot yang akan digunakan tidak boleh bekas pestisida kimia.
3.2 Saran
Sebaiknya para penyuluh bekerja ekstra untuk memperkenalkan insektisida biologi kepada para
petani sehingga lingkungan dapat. Selain itu karena insektisida biologi dapat mengatasi kasus-kasus
serangga yang telah kebal terhadap pestisida sintesis. Walaupun suatu saat serangga tertentu tidak bisa
kebal terhadap pestisida biologi.
DAFTAR PUSTAKA