BIOPESTISIDA
Disusun Oleh :
Dengan memanjatkan rasa puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
segala limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Paper
Teknologi Tepat Guna ini tepat pada waktunya. Paper Teknologi Tepat Guna yang berjudul
“Biopestisida” ini kami susun untuk memenuhi tugas Teknologi Tepat Guna. Tentunya tak
lupa kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya tugas ini, maka dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Bapak Fahmi Arifan, ST, M.Eng selaku dosen pengampu mata kuliah Teknologi
Tepat Guna yang sudah memberikan pelajaran mengenai materi biopestisida ini.
2. Teman – teman TRKI A yang selalu memberikan masukan dalam menyelesaikan
tugas makalah ini
Tak ada gading yang tak retak, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
memiliki banyak kekurangan. Meskipun kami telah mengerahkan segala kemampuan untuk
lebih teliti, tetapi kami masih merasakan adanya kekurangan-kekurangan dalam penyusunan
Makalah Praktikum Kimia Fisika ini. Untuk itu, kami selalu mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi selangkah lebih maju. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembacanya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI…………………………………………………..……………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan……………………………………………………………...……………………..2
1.4 Manfaat…………………………………………………………………….……………..2
ii
3.2 Alat yang digunakan……………………………………………………………………...8
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………………………..11
BAB VI PENUTUP…………………………………………………..…………………….18
6.1 Kesimpulan……………………………………………………………….……………..18
6.2 Saran………………………………………………………………………….………….19
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan suatu
pokok permasalahan yaitu:
1
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Makalah ini dibuat dengan manfaat agar dapat menambah wawasan tentang biopestisida
mulai dari pengertian biopestisida, jenis jenis biopestisida, fungsi biopestisida, cara
pengolahan biopestisida, perkembangan biopestisida, manfaat dari biopestisida sendiri
juga dapat menjadi prospek usaha dalam sektor industri di Indonesia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Biopestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit
pada tumbuhan yang terbuat dari makhluk hidup. Biopestisida adalah bahan yang
berasal dari mahluk hidup seperti tanaman, hewan atau mikroorganisme yang berkhasiat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan atau mematikan hama atau organisme
penyebab penyakit. (Meilanisari, 2017). Biopestisida sebagai senyawa organik dan
mikrobia antagonis yang menghambat atau membunuh hama dan penyakit tanaman.
Biopestisida memiliki senyawa organik yang mudah terdegradasi di alam (Sumartini,
2016).
Biopestisida dilihat dari asalnya atau bahan utamanya dibagi menjadi dua jenis yaitu
pestisida nabati dan pestisida hayati (Meilanisari, 2014).
1. Pestisida nabati
Pestisida nabati merupakan hasil ekstrasi bagian tertentu dari tanaman baik dari
daun, buah, biji atau akar. Contohnya bawang putih, pandan, kemangi, cabe
rawit, tembakau, kunyit, kenikir, daun nimba, serai, lengkuas, daun sirsak,
rimpang sebagai bahan ramuan mengendalikan serangga dan hama wereng.
2. Pestisida hayati
Pestisida hayati adalah merupakan formulasi yang mengandung mikroba tertentu
baik berupa jamur, bakteri, maupun virus. Contohnya memakai virus NPV.
3
2.2.2 Berdasarkan jenis sumbernya
Biopestisida pada saat ini dibagi ke dalam 3 jenis (Meilanisari, 2017) yaitu:
1. Herbisida biologi (Bioherbisida)
4
belalang dan jengkerik. Nama dagangnya ialah NOLOC, Hopper Stopper.
Cacing yang pertama kali didaftarkan sebagai insektisida ialah Neoplectana
carpocapsae, yang diperdagangkan dengan nama Spear, Saf-T-Shield.
Insektisida ini digunakan untuk membunuh semua bentuk rayap.
5
Contoh hama pada pertanaman adalah hama wereng (Nilaparvata lugens) yang
menyerang tanaman padi sehingga dapat menyebabkan puso. Kutu beras dan kutu
jagung (Sitophilus oryzae dan S. zeamays) merupakan hama pasca panen yang dapat
merusak gabah atau beras serta jagung di tempat penyimpanan sehingga komoditas
menjadi hancur dan rusak. Tikus merupakan salah satu contoh hama yang merusak
(Hidayat, 2014).
6
Keunggulan
Kelemahan
7
BAB III
METODOLOGI
1. Daun sirsak
2. Aquades
3. Etanol 96%
4. Ulat api (Setothosea asigna V.Eecke)
5. Daun kelapa sawit
8
3.3 Cara pembuatan
Crude ekstrak daun sirsak diteteskan pada alat Fourier Transform Infra Red
Spectroscopy (FTIR)
10
BAB IV
PEMBAHASAN
11
Kedua, adalah Hasil Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR) Analisis
FTIR dilakukan untuk memprediksi gugus fungsi dari senyawa yang terdapat dalam
crude ekstrak. Hasil FTIR dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Gambar 2. Hasil Fourier Transform Infra Red Spectroscopy crude ekstrak daun sirsak
(Sumber : Jurnal Biosains)
1. Pada daerah 1000-1300 cm-1 merupakan puncak spektrum gugus C-O (eter).
2. Pada daerah 1620- 1680 cm-1 menunjukkan spektrum gugus C=C (alkena).
3. Pada 2850–3000 cm-1 menunjukkan spektrum C-H (alkana).
4. Daerah 3200 – 3600 cm-1 merupakan daerah spektrum untuk gugus O-H
(alkohol).
12
Dalam penelitian lain dilaporkan bahwa gugus fungsi daun sirsak dalam bentuk cairan
dan padat dianalisa memiliki spektrum puncak lebar pada 3262,75 cm-1 adalah gugus
fungsi OH, sementara pada fase cairan gugus OH ditunjukkan pada panjang gelombang
3327,21; gugus CH2 dan alkuna pada 2936,15 cm-1, pada 1394,17 cm-1 terdapat gugus
CH3, gugus ester COC pada 1261 cm-1.
Spektrum IR menunjukkan adanya gugus hidroksi dengan puncak yang tajam dan luas
pada 3262,75 cm-1. Berdasarkan struktur annonaceous acetogenins dari sirsak, adanya
alkane, alkuna, ester, cincin aromatic dan gugus hidroksil dapat di deteksi melalui
analisis FTIR.
Ketiga, adalah uji Insektisida Hasil uji insektisida ekstrak daun sirsak ditampilkan
dalam tabel
Dari tabel di atas dilihat bahwa waktu kematian kelompok S0 (deltamethrin) tidak
berbeda jelas dengan perlakuan S3, S4 dan S5 tetapi berbeda jelas dengan S1 dan S2.
Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirsak
maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk membunuh hama ulat api. Ciri fisik
ulat api setelah perlakuan adalah ulat mati dengan badan ulat menjadi kaku, perut
menggelembung, kulit mengkerut dan beberapa ulat tubuhnya menyusut dan
mengeluarkan cairan.
13
Gambar 3. (a) perlakuan ulat api dengan deltamethrin
Dalam penelitian lain dilaporkan bahwa ekstrak biji sirsak berpotensi sebagai
sebagai insektisida pada S. Zeamais. Biji Sirsak di ekstrak dengan menggunakan pelarut
heksana (non polar), etil asetat (semi polar) dan etanol (polar). Nilai LC50 ditentukan
dengan bioassay ingestion (ditelan). Nilai LC50 ekstrak non polar adalah 4009; 3854;
dan 3760 ppm pada waktu 24, 48 dan 72 jam. Untuk ekstrak etil asetat adalah 3280;
2667 dan 2542 ppm pada waktu yang sama. Untuk bioassay secara topikal, nilai LC50
ekstrak heksana adalah 9368 ppm pada 72 jam. Semua larva mati pada konsentrasi etil
asetat dan heksana 2500 ppm dan 5000 ppm untuk ekstrak etanol. Efektifitas ekstrak
etanol lebih rendah daripada ekstrak non polar dan semipolar. Efek insektisida ini
14
kemungkinan disebabkan oleh adanya acetogenin yang merupakan fraksi yang kurang
polar . Acetogenin mempunyai banyak sekali aktivitas biologi, seperti imunosupresif,
anti malaria, insektisida dan antifeedant. Senyawa ini banyak ditemukan di daun, ranting
dan biji tanaman annonaceous. Mekanisme acetogenin sebagai insektisida adalah
dengan menghambat NADH ubikuinon reduktase (complex I) rantai pernapasan, dan
secara langsung mempengaruhi transpor elektron di mitokondria menyebabkan
penurunan kadar ATP sehingga sel mengalami apoptosis. Jadi, daun sirsak dapat
dimanfaatkan sebagai biopestisida dalam mengendalikan hama ulat api dengan
mekanisme racun kontak dan konsentrasi ekstrak daun sirsak 30% sudah efektif dalam
mengendalikan hama ulat api pada perkebunan kelapa sawit (Saragih, 2019).
15
komitmen. Berbagai faktor internal tersebut sudah tentu banyak berpengaruh dalam
upaya komersialisasi biopestisida, baik itu produk impor ataupun produk dalam
negeri. Namun, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kebutuhan untuk memenuhi
produk-produk pertanian yang bersih dan sehat akan muncul. Maka produk
biopestisida akan menjadi kebutuhan mutlak (Enal, 2015).
Contoh usaha biopeptisida yang penulis temukan yaitu pada Usaha Kecil dan
Menengah (UMKM) Sumber Rejeki “SUMKI” di Jl. Elang II B No 40 B RT
05/RW 04. Kecamatan Tembalang Kelurahan Mangunharjo memproduksi bio
aktivator dari sisa sisa bahan alami seperi sayur sisa, kulit buah sisa dengan metode
fermentasi menggunakan drum kompos. Air yang dihasilkan dari kompos berguna
untuk menyemprotkan hama pada baang jambu dan sudah dibuktikan berhasil hama
serangga pada batang jambu tersebut hilang dan kini tumbuh menjadi pohon jambu
yang sehat dan besar. Bioaktivator ini dijual dengan harga Rp.15.000 – Rp.25.000.
Bioaktivator yang dihasilkan jernih dan tidak bau karena hasil dari fermentasi kulit buah
dan sayur. Bahan yang dipakai sangat alami jadi tidak memakai bahan bahan kimia
dalam jumlah yang besar sehingga hemat, praktis, dan ramah lingkungan.
16
BAB V
PENGEMBANGAN BIOPESTISIDA
17
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
18
6.2 Saran
Dari pembahasan dan informasi yang sudah dijelaskan, maka lebih baik
menggunakanbiopestisida alami yang ramah lingkungan dan dapat dijadikan bisnis
sudah di kembangkan di Indonesia. Penulis menyadari masih ada kekurangan
dalam hal penulisan maupun dalam hal pencarian informasi. Untuk itu, penulis
sangat mengharapkan saran dari pembaca agar penulis bisa memperbaikinya
19
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha. (2014, Maret 1). BAB I Biopestisida. Retrieved Maret 29, 2020, from
Eprints Universitas Muhammadiyah Surakarta: http://eprints.ums.ac.id
Ferayanti. (2015, Juli 13). Tanaman Biopestisida. Retrieved Maret 29, 2020, from
Penelitian Pengembangan Pertanian: http://nad.litbang.pertanian.go.id
Hidayat. (2014, April 3). Modul I Biopestisida. Retrieved Maret 29, 2020, from
Repository Universitas Terbuka: http://repository.ut.ac.id
Pertanian, B. P. (2014, Maret 14). Teknologi Pembuatan Pestisida Nabati dan Manfaat.
Retrieved 29 Maret, 2020, from Penelitian Pengembangan Pertanian:
http://kalteng.litbang.pertanian.go.id
20
21