Classical Conditioning
Selain adanya jadwal wajib kunjungan yang telah diberikan, guru dapat memunculkan minat
baca siswa melalui kegiatan, yaitu: guru menjadi teladan; melalui teknologi; membacakan
cerita; memutarkan video/film dan lain sebagainya selama dalam pembelajaran di dalam kelas.
GLS dilaksanakan secara bertahap tergantung dari persiapan masing-masing sekolah.
Persiapan pelaksanaan mengacu pada kapasitas aktual sekolah ketersediaan komponen
pendukung secara internal di sekolah, stakeholder, juga sistem yang mendukung kelembagaan.
Pelaksanaan kegiatan literasi yang dibangun ke dalam kurikulum madrasah membuat
terlaksananya kegiatan yang berkualitas dan berjalan sesuatu jam 10:45-11:15 Senin sampai
Sabtu setiap minggu, atau 30 menit sebelum waktu kelas. Penerapan GLS dengan teori classical
conditioning mampu meningkatkan dorongan untuk membaca siswa.
Melalui program- program yang telah disusun oleh tim literasi sekolah dengan menerapkan
jadwal kegiatan literasi pada jam pelajaran dapat memberikan stimulus pada peserta didik
untuk membaca dibuktikan dengan adanya kesadaran peserta didik setelah mendengar adanya
bel peringatan dimulainya kegiatan literasi, peserta didik langsung melakukan kegiatan literasi
tanpa harus selalu di ingatkan oleh guru. Adapun program yang telah berhasil dijalankan,
diantaranya; pembiasaan membaca 15 menit, hibah buku, sudut baca, literasi perpustakaan
(kunjungan wajib perpustakaan). Setelah adanya penerapan program GLS dengan melakukan
beberapa pembiasaan dalam pengkondisian lingkungan belajar, minat membaca siswa MIN 1
Kota Palangka Raya mengalami peningkatan.
Penerapan classical conditioning dalam komunitas sebagai setting seperti diatas terbukti
efektif. Komunitas sebagai setting berfokus pada perubahan perilaku individu sebagai metode
untuk mengurangi risiko penyakit pada populasi. Target perubahan mungkin populasi, tetapi
perubahan populasi didefinisikan sebagai agregat (kumpulan) perubahan individu.
Operant Conditioning
Pengkondisian operan mengacu pada penguatan perilaku, yang memiliki tujuan untuk
memunculkan atau menghilangkan suatu perilaku. Frekuensi perilaku tersebut dapat meningkat
ataupun menurun tergantung dengan jenis penguat yang diberikan. Penyajian stimulus yang
bermanfaat (misalnya, hadiah) adalah penguatan positif yang dapat membuat frekuensi perilaku
lebih meningkat atau dalam kata lain sama saja memunculkan perilaku baru, sedangkan
penghapusan stimulus seperti pemberian hukuman disebut penguatan negatif tetapi memiliki
efek positif yang sama karena dapat membuat suatu perilaku lebih mungkin terjadi. Hukuman, di
sisi lain, adalah penerapan stimulus yang tidak menyenangkan dan mengurangi kemungkinan
bahwa suatu perilaku akan terulang kembali.
• Penguatan dapat bersifat internal bagi individu. Misalnya, seseorang mungkin memiliki
perasaan positif dalam menanggapi suatu perilaku.
• Semakin sering dilakukannya penguatan, maka semakin cepat proses pembelajaran. Namun,
semakin terputus-putus (jarang) jadwal penguatan, semakin kuat resistensi terhadap kepunahan
perilaku yang dipelajari.
• Interval waktu yang lebih pendek antara perilaku dan penguat mengarah pada proses
pembelajaran yang lebih cepat.
• Penguat dapat bervariasi antar individu dan antar budaya. Orang belajar membedakan antara
situasi yang mengarah pada penguatan dan situasi yang tidak. Orang juga belajar membedakan
antara perilaku yang diperkuat dengan segera dan yang penguatannya ditunda (R. Schwartz et al.,
2001). Kebanyakan orang akan lebih memilih hadiah yang diberikan secara langsung meskipun
lebih kecil, daripada hadiah yang besar namun diberikan diakhir. Menariknya, ketika dipaksa
untuk memilih pada tahap awal ketika tidak ada penguat yang bersifat segera, kebanyakan orang
akan memilih hadiah yang besar namun diberikan di akhir.
Hal itu mungkin akan membantu untuk membiarkan orang membuat komitmen awal
terhadap pilihan yang lebih sehat dan membantu mereka mengembangkan pengendalian diri dan
keterampilan untuk menindaklanjutinya. Efek penguatan perasaan positif membentuk dasar bagi
teori kognitif sosial. Asumsi dasar teori kognitif sosial adalah bahwa yang penting untuk belajar
bukanlah stimulus lingkungan itu sendiri tetapi persepsi terhadap stimulus lingkungan tersebut.
Persepsi rangsangan lingkungan contohnya adalah harapan hasil dan harapan efikasi diri
(Bandura, 1986; Baranowski, Perry, & Parcel, 2002).
Zajonc (1980) menunjukkan bahwa orang menjadi lebih positif terhadap rangsangan
karena semakin sering mereka terpapar, bahkan hal itu terjadi saat mereka tidak menyadari
prosesnya. Efek ini mungkin terbatas pada rangsangan yang berhubungan dengan sikap yang
relatif netral di awal. Salah satu cara untuk mengubah sikap orang ke arah yang lebih positif
adalah dengan menampilkan kepada mereka secara berulang kali terhadap perilaku atau objek
baru yang diinginkan. Misalnya, remaja mungkin diperlihatkan kondom berulang kali di kelas
pendidikan untuk tujuan pencegahan HIV.
Umpan balik berfungsi sebagai metode bagi pelajar untuk menyadari pembelajaran dan
kinerja, tetapi juga dapat berfungsi untuk meningkatkan kesadaran pelajar tentang risiko.
Penguatan adalah setiap komponen intervensi yang dirancang untuk memberi penghargaan atau
menghukum pelajar untuk perilaku setelah pelajar telah memberlakukan perilaku.
• Penguatan perwakilan: pengamatan penguatan lain yang berfungsi disebut sebagai model untuk
perilaku
Prediksi lain yang relevan dari teori belajar adalah bahwa seseorang mempelajari perilaku
melalui penguatan positif tetapi sangat lambat melupakannya karena kurangnya penguatan.
Membiarkan orang mengalami kurangnya penguatan atau bahkan hasil negatif tidak akan
langsung menyebabkan mereka tidak mempelajari perilaku tersebut. Untuk merangsang
unlearning dari suatu perilaku, mungkin perlu untuk terus menerus menciptakan kurangnya
penguatan positif.
Salah satu cara untuk memecahkan masalah dalam bidang kesehatan dan bidang sosial
adalah dengan memberikan informasi kepada kelompok masyarakat, hal tersebut dapat
membantu mereka untuk mengubah perilaku mereka. Namun, pengetahuan pada umumnya tidak
secara langsung mengarah pada perubahan perilaku. Teori pemrosesan informasi memberikan
beberapa konsep dan metode untuk berhasil menyampaikan informasi. Kools, Ruiter, van de
Wiel, and Kok (2004) menunjukkan bahwa bidang pendidikan dan bidang kesehatan dapat
memanfaatkan sebagian besar prinsip-prinsip yang terkait dengan teori pemrosesan informasi.
Chunking
Memasukkan informasi ke dalam memori jangka panjang hanyalah bagian pertama dari
pembelajaran. Biasanya pembelajar juga harus mendapatkan informasi kembali (retrieval).
Mengambil informasi dari memori lebih mudah ketika memori kuat. Kenangan yang kuat dibuat
saat pengkodean membutuhkan usaha. Mempromosikan keterampilan untuk pemrosesan
informasi adalah masalah yang relevan dalam Elaboration Likelihood Model (ELM), yang
menyediakan metode untuk meningkatkan keterampilan ini dan juga untuk meningkatkan
motivasi untuk memproses informasi lebih hati-hati (Petty, Barden, & Wheeler, 2002).
Ketika latihan itu bersifat elaboratif maka pengulangan informasi lebih efektif dalam
mendorong proses mengingat, saat pelajar menambahkan sesuatu ke informasi yang dipelajari.
Misalnya, seorang pemimpin yang sedang mengerjakan manajemen kelompok yang lebih efektif
dan yang ingin mengingat tiga keterampilan baru untuk pertemuan berikutnya dapat dengan
mudah melatih konsep meringkas, menjaga gerbang, dan menghubungkan. Namun, begitu dia
berada dalam rapat, konsep-konsep abstrak ini mungkin sulit untuk diambil kembali.
Menguraikan konsep dengan gambar dapat sangat membantu. Pemimpin mungkin menggunakan
visual gambar gerbang untuk penjaga gerbang, membiarkan orang dan ide-ide mereka ke dalam
percakapan. Menambah citra gerbang, pemimpin memasukkan semua domba (ide) ke dalam
“kandang”, meringkas dan kemudian memasangkan (atau menghubungkan) mereka dua per dua.
Elaborasi juga dapat dilakukan dengan konsep. Pemimpin kelompok dapat mengambil setiap
konsep dan memikirkan cara-cara khusus untuk mengimplementasikannya pada pertemuan
berikutnya. Meskipun tampaknya berlawanan dengan intuisi untuk belajar lebih banyak agar
dapat mengingat, metode elaborasi memang menciptakan ingatan yang lebih kuat.
Memberikan isyarat adalah metode lain untuk mengeluarkan informasi dari ingatan. Agar
isyarat menjadi efektif, isyarat itu harus ada pada saat penyandian dan pada saat pengambilan.
Memberikan isyarat memiliki banyak implikasi bagi pendidik kesehatan. Misalnya, untuk remaja
yang sedang belajar untuk menegosiasikan penggunaan kondom, isyarat yang ada selama
pembelajaran dan praktik, seperti apa yang dikatakan pasangan dan situasi atau setting, harus
semirip mungkin dengan apa yang sebenarnya akan ditemui remaja ketika mereka mencoba
untuk mengingat kembali dan menerapkan langkah-langkah negosiasi (R.I. Evans, Getz, &
Raines, 1991; Godden & Baddeley, 1975; Tulving & Thomson, 1973). Isyarat bekerja paling
baik ketika orang diizinkan untuk memilih dan memberikan isyarat mereka sendiri.