PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
( LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KE YOGYAKARTA )
2.1 PEMBERANGKATAN
Pada hari jum’at pukul 20.00 WIB siswa kelas IX SMP Negeri 4 Ciawigebang kumpul di
Sekolah untuk di beri pengarahan. Setelah itu, di absen untuk memastikan bahwa siswa sudah
kumpul semua di Sekolah agar tidak ada yang ketinggalan kemudian menaiki Bis.
Pukul 21.00 WIB bis berangkat. Pukul 00.00 WIB Bis berhenti di sebuah warung di
Daerah Waled untuk beristirahat sebentar. Setelah beberapa saat istirahata, Bis melanjutkan
kembali perjalanan. Pukul 05.00 WIB bis sampaui di Mesjid Poerworedjo untuk melaksanakan
shalat subuh dan untuk bersih-bersih. Setelah itu bis kembali melanjutkan perjalanan untuk sampai
ke tujuan.
2
2.1.1 Sejarah berdirinya candi Borobudur
Sejarah berdirinya candi borobudur diperkirakan dibangun pada tahun 750 masehi oleh
kerajaan syailendra yang pada waktu itu menganut agama budha,pembangunan itu sangat
misterius karena manusia pada abad ke 7 belum mengenal perhitungan arsitektur yang tinggi
tetapi borobudur dibangun perhitungan arsitektur yang canggih ,hingga kini tidak satu pun yang
dapat menjelaskan bagaimana cara pembangunan dan sejarah candi borobudur ini
Sudah banyak ilmuan dari seluruh penjuru dunia yang datang namun tidak satu pun yang
berhasil mengungkapkan misteri pembangunan borobudur. Salah satu pertayaan yang membuat
para peneliti penasaran adalah dari mana asal batu-batu besar yang ada di candi borobudur dan
bagai mana menyusunnya dengan presisi dan arsitektur yang sangat rapih. Ada yang
memperkirakan batu itu berasal dari gunung merapi namun bagaimana membawanya dari gunung
merapi menuju lokasi candi mengingat lokasinya berada di atas bukit.
Candi borobudur memiliki 72 stupa yang berbentuk lonceng ajaib, Stupa terbesar terletak
di puncak candi sementara yang lain mengelilingi stufa hingga kebawah. Ketika ilmuan
menggambar denah candi borobudur, mereka menemukan pola-pola aneh yang mengarah pada
fungsi borobudur sebagai jam matahari, jarum jamnya berupa bayangan stupa yang besar dan
jatuh tepat di stupa lantai bawah namun belum di ketahui secara pasti bagaimana pembagian
waktu yang di lakukan dengan menggunakan candi borobudur ada yang mengatakan jam pada
candi borobudur menunjukan tanda kapan masa bercocok tanam atau masa panen.
3
hasilnya adalah 10 dan jika di jumlahkan lagi 1 dengan 0 hasilnya 1. angka satu yang terakhir
muncul pada jumlah keseluruhan pada patung candi borobudur ada 505 buah patung disana bila
angkanya di jumlahkan hasilnya juga angka satu.
Misteri tentang adanya danau purba muncul ketika seorang seniman belanda mengajukan
sebuah teori bahwa dulunya dataran gedung tempat borobudur berdiri merupakan sebuah danau,
jika di lihat dari atas borobudur melambangkan sebuah bunga teratai, teratai biasanya tumbuh di
atas air postur budha yang berada di puncak borobudur melambangkan sutra teratai yang banyak
di temui dalam naskah agama budha teori ini menimbulkan pertentangan yang cukup pelik. Para
arkeolog menemukan bukti-bukti arkeologi yang membuktikan bahwa kawasan sekitar borobudur
pada masa pembangunan candi adalah dataran kering bukan dasar danau purba sementara pakar
geologi malah mendukung seniman Belanda ini. Mereka menemukan endapan senimen lumpur di
dekat candi penelitian ini di lakukan tahun 2000 dan mendukung keberadaan danau purba di
sekitar borobudur bukti tersebut menunjukan bahwa dasar bukit dekat borobudur pernah kembali
terendam dan menjadi tepian danau sekitar abad ke-13 dan ke-14. itulah penjelasan tentang candi
borobudur yang membuktikan bahwa nenek moyang kita mampu membuat karya megah
sepanjang masa semoga karya ini terjaga dari generasi ke generasi.
4
pergi ke suatu tempat untuk bermalam dan bermain di sana nahh ketika mereka bermalam maka
rumahnya tuh di bakar untung kunti dan pandawa tidak terbakar hidup-hidup tapi bisa meloloskan
diri dan menyelamatkan di hutan di dekatnya. Dalam perjalannya di tengah hutan maka pandawa
sampai pada kerajaan yang namanya pancala rajannya drupada,di kerajaan itu sedang ada
sayembara untuk memperebutkan banyak hal tapi di antaranya adalah memperebutkan drupadi itu
adalah drupadi ini putri kerajaan pancala ini lalu pandawa ini menggunakan pakaian penyamaran
pakaian brahmana mengikuti sayembara dan tentunya arjuna yang mewakili dia mempunyai
kehebatan dalam hal memanah memenangkan sayembara ini. Sesampainya pandawa di rumah dia
menceritakan kepada ibunya kunti kemenangan tersebut, “kami memenangkan sayembara kami
dapat hadiah lalu ibunya dengan suara berwibawa seorang ibu begini nak apapun yang kamu
dapatkan kamu harus adil itu hadiah harus di bagi lima tapi ibu, tetapi tidak alasan kamu harus
mendengar orang tua di bagi rata, tapi bu , tidak tapi-tapian. lalu sepakat di bagi lima nah kunti
ibunya baru tahu bahwa hadiahnya termasuk drupadi seorang wanita karena tidak mau menjilat
lidahnya dan kata-katanya maka apa boleh buat drupadi harus menikahi 5 orang laki-laki.
5
Angkatan Udara Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani sebuah prasasti. Hal ini diperkuat
dengan surat perintah Kepala Staf TNI-AU No.Sprin/05/IV/1984 tanggal 11 April 1984 tentang
rehabilitasi gedung ini untuk dipersiapkan sebagai gedung permanen Museum Pusat TNI-AU
Dirgantara Mandala. Dalam perkembangan selanjutnya pada tanggal 29 Juli 1984 Kepala Staf
TNI-AU Marsekal TNI Sukardimeresmikan penggunaan gedung yang sudah direnovasi tersebut
sebagai gedung Museum Pusat TNI AU “Dirgantara Mandala” dengan luas area museum
seluruhnya kurang lebih 4,2 Ha. Luas bangunan seluruhnya yang digunakan 8.765 M2.
6
Parangtritis termasuk salah satu pantai yang berada di selatan kota yogyakarta. Hamparan
yang luas dan juga keindahaan-nya membuat pantai ini selalu ramai oleh para pengunjung.
Mungkin diantara kita pernah ataupun bahkan sering mengunjungi pantai parangtritis tersebut.
Akan tetapi tahukah kamu mengenai sejarah Mitos Parangtritis pantai di Yogyakarta ini? Nah,
untuk mengetahui cerita tersebut ada baiknya kita simak ulasan tentang sejarah pantai parangtritis
dibawah ini.
7
2.4.1 Sejarah Pantai Parang Tritis
Pantai parangtritis begitu erat kaitannya dengan mitos serta misteri Nyi Roro Kidul yang
tumbuh di dalamnya. Sejarah pantai parangtritis mencatat jika cerita-cerita mengenai sejarah mitos
parangtritis pantai di Yogyakarta. Dan Nyi Roro Kidul muncul dalam kalangan masyarakat
khususnya yang ada pada wilayah Yogyakarta sejak ribuan tahun yang lalu. Fenomena-fenomena
misterius yang terjadi pada wilayah pantai parangtritis dan asal usul kisah nyi roro kidul
menambah daya tarik tersendiri. Khususnya bagi wisatawan untuk berkunjung ke pantai yang
terkenal dengan ombak ganas-nya tersebut.
Kepercayaan masyarakat setempat mengenai legenda Nyi Roro Kidul juga dengan
sendirinya melahirkan pesona tersendiri. Sehingga dapat menyedot jumlah wisatawan lebih besar
dibanding dengan pantai-pantai lainnya. Ada kepercayaan unik di Parangtritis. Bisa percaya boleh
tidak jika memakai pakaian berwarna hijau di Parangtritis bisa membawa petaka. Menurut
kepercayaan masyarakat sekitar warna hijau merupakan warna kesukaan Nyi Roro Kidul. Oleh
sebab itu dikhawatirkan yang memakai baju atau kaos hijau akan diseret ombak ke laut. Sebab
dikehendaki oleh sang penguasa laut selatan.
8
2.5 PENGINAPAN ( HOTEL CERIA BUTIK )
Hotel Ceria Butik ( Ceria Boutique Hotel ) merupakan hotel bintang 3 yang beralamat di Jl.
Babarsari no 23 B, Sleman, Bandara Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia. Penginapan yang bersih,
nyaman, dan terjangkau di Sleman. Terletak di Jalan Babarsari Ceria Boutique Hotel memudahkan
Anda untuk menikmati akses cepat dan mudah ke berbagai lokasi terkenal di kota. Semua kamar
tamu dilengkapi dengan fasilitas modern dan berkualitas, dan semua staf kami selalu siap untuk
melayani sehingga masa menginap tetap menyenangkan dari awal sampai akhir.
2.6 KERATON
2.6.1 Latar Belakang Sejarah Berdirinya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan atas dasar perjanjian Giyantiyang
ditandatangani oleh Sunan Pakubuwono III dan Pangeran Mangkubumi dipihak lain serta Nicolas
Harting pada tangga l 29 Rabiulakhir 1680 Jawa 13 Februari 1755. Perjanjian tersebut
mengakhiri perang saudara antara Pangeran Mangkubumi dengan Sunan Pakubuwono
III. Menurut Perjanjian Giyanti, wilayah Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua : Pangeran
Mangkubumi menjadi raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Sultan
Hamengkubuwono I Senopati Ing Alaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ing
Ngayogyakarta. Sementara sebagian wilayah lain tetap dikuasai oleh Sri Susuhunan Pakubuwono
III dengan Ibukota Kerajaan Surakarta.
Keraton Yogyakarta mempunyai luas wilayah 87.050 km2 dan meliputi daerah Mataram asli
seperti Kedu, Bagelan, Banjarnegara, sebagian Pajang, Pacitan, Madiun, Grobogan, dan
Mojokerto. Semula tempat yang dipilih untuk mendirikan Keraton adalah desa Telogo,
dimana baginda pernah mendirikan pesanggrahan yang diberi nama Ngambar Ketawang, tetapi
kemudian baginda memutuskan untuk mendirikan Keraton di Hutan Garjitawati, dekat Desa
Beringin dan Desa Pacetokan. Dengan alasan daerah ini dianggap kurang memadai untuk
membangun sebuah Keraton dengan bentengnya, maka aliran sungai Code dibelokkan sedikit ke
timur dan aliran sungai Winanga sedikit dibelokkan ke barat.
Menurut cerita mitos, hutan Beringin tersebut dijaga dua ekor ular naga, yaitu bernama kiai
Jaga dan kiai Jegot. Maka setelah Keraton Yogyakarta berdiri, kiai Jaga kemudian bertempat
tinggal pada bangunan tugu, sedang kiai Jegot bersemayam pada bangsal Proboyekso Keraton
Yogyakarta.
Hutan Beringin yang dipilih oleh Sultan merupakan tempat bersejarah karena di daerah itu
pada tahun 1747 dan tahun 1749 Kanjeng Pangeran Haryo Mangkubumi dihadapan rakyat
mengumumkan penobatan dirinya sebagai Susuhunan ing Mataram. Baginda menetapkan tempat
itu untuk didirikan Keraton dan menjadi Ibukota yang kem udian diberi
nama Ngayogyakarta Hadiningrat.
Dari latar belakang perkembangan yang selintas diceritakan di atas, tampak adanya berbagai
faktor yang mempengaruhi perkembangan tempat di Hutan Beringin itu sehingga menjadi pangkal
pertumbuhan kota Yogyakarta. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tersebut meliputi
9
faktor sejarah, keagamaan, pengalaman pribadi Mangkubumi sendiri, dan adanya unsur asing yang
datang yaitu VOC yang dikemudian hari bertambah dengan pengaruh pemerintahan Inggris diawal
abad ke-19.
Pembuatan Keraton Yogyakarta selesai pada tahun 1682 Jawa dan ditandai dengan
sengkalan memet (condrosengkolo memet) dipintu Gerbang Kemagangan dan pintu gerbang
Gedung Mlati, berupa dua ekor naga berlilitan satu sama lainnya. Dalam bahasa Jawa : Dwi naga
rasa tunggal. Artinya, Dwi : 2, naga : 8, rasa : 6, tunggal : 1. Dibaca dari belakang : 1682. Naga
berwarna hijau memiliki makna tersendiri yaitu simbol dari pengharapan. Pembangunan Keraton
Yogyakarta kemudian diikuti dengan pembuatan benteng keliling sebagai batas wilayah ibukota
kerajaan dan pembuatan masjid Agung.
Arsitek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ialah Sri Sultan Hamengkubuwono I. Keahlian
sebagai arsitek bangunan sudah dimiliki sejak masih muda, baginda bergelar Pangeran
Mangkubumi Sukowati. Menurut Pigeund dan Adam dimajalah tahun 1940 (1978 : 7) : Sri
Sultan Hamengkubuwono I mendapat julukan de bowmeester van zijn broer Sunan Pakubuwono
II(arsitek dari kakanda Sri Sunan Pakubuwono II). Beliau membuat arsitektur Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat yang arsitekturnya ada kemiripannya dengan arsitektur Kasunanan
Surakarta.
Satu hal yang membedakan adalah bagian utama dari bagian-bagian penting di
Keraton Kasultanan Yogyakarta dibuat lebih megah dan memberi kesan yang lebih berwibawa
daripada Kasunanan Surakarta. Keraton Yogyakarta yang berlatar belakang budaya Islam pada
bangunannya banyak dijumpai unsur-unsur kebudayaan Hindu. Pola dasar pendiri an bangunan
pada komplek Keraton Yogyakarta menggunakan unsur kebudayaan Hindu, ini tampaknya
memang begitu menonjol di dalam proses akulturasi dengan kebudayaan yang sedang berkembang
di Keraton Yogyakarta yang pada dasarnya bernafaskan Islam. Tata letak maupun pengelompokan
bangunan pada komplek Keraton Yogyakarta mempunyai kesamaan dengan sistem yang
digunakan pada komplek Keraton dari periode Hindu.
Bentuk-bentuk bangunan yang terdapat di komplek Keraton Yogyakarta mirip sekali dengan
bentuk bangunan kontruksi kayu yang terdapat dalam relief candi, yang tentunya menggambarkan
bangunan yang digunakan oleh masyarakat pada periode klasik. Beberapa hiasan dengan motif
flora, fauna, ataupun alam banyak dijumpai pada bangunan dalam komplek Keraton Yogyakarta,
antara lain pada gapura, atap bangunan, tiang, umpak, baturana dan sebagainya. Hiasan-hiasan
tersebut merupakan pengisi bidang dan hiasan yang mempunyai arti tertentu. Oleh karena itu,
jelaslah bahwa unsur-unsur kebudayaan Hindu masih tampak pada komplek bangunan Keraton
Yogyakarta yang kemudian berakulturasi dengan kebudayaan yang sedang berkembang.
Adapun bentuk fisik bangunan yang terdapat dalam komplek Keraton Yogyakarta sebagian
besar menggambarkan bentuk rumah tradisional Jawa dan sebagian diantaranya menggunakan
konstruksi kayu. Bangunan-bangunan tersebut menggunakan atap tunggal (atap susun) yang
berbentuk limasan, tajug, kampung (pelana) dan joglo. Bagian tubuh bangunan ada dua bentuk,
yaitu merupakan bangunan terbuka (tanpa dinding penutup ruangan) dan merupakan bangunan
10
yang menggunakan dinding penutup tubuh. Di dalam Keraton Yogyakarta terdapat banyak
bangunan, halaman, dan lapangan. Komplek Keraton terletak di tengah-tengah, tetapi daerah
Keraton membentang dari sungai Code sampai sungai Winanga, dari utara ke selatan, dari Tugu
sampai Krapyak.
Tujuh buah halaman yang terdapat dalam komplek Keraton disusun berderet dari utara dan
selatan. Antara halaman yang satu dengan halaman yang lain dipisahkan oleh dinding penyekat
dan dihubungkan dengan pintu gerbang. Ketujuh buah halaman tersebut masing-masing berisi
bangunan dan nama-nama halaman kebanyakan disesuaikan dengan nama bangunan yang
terdapat didalamnya.
Adapun halaman yang terdapat di Keraton Yogyakarta, antara lain :
1. Halaman sitihinggil utara
2. Halaman kemandungan utara
3. Halaman srimanganti
4. Halaman pusat Keraton Yogyakarta
5. Halaman kemagangan
6. Halaman kemandungan selatan
7. Halaman sitihinggil selatan
Keraton Yogyakarta merupakan komplek bangunan pusat pemerintahanan Kerajaan yang
terletak di pusat ibu kota Kasultanan Yogyakarta. Membicarakan komplek bangunan
Keraton Yogyakarta sebagai pusat Kerajaan, tidak dapat terlepas dari unsur-unsur bangunan yang
terdapat dilingkungan komplek Keraton, diantaranya benteng, parit keliling, alun-alun, masjid
Agung, dan komplek Tamansari.
11
adalah dinding sisi selatan, bagian sudut tenggara, sudut barat daya dan sudut barat laut.
Dilihat dari bekas-bekasnya, benteng pertahanan kota ini mempunyai denah segi empat, tiap-tiap
sisinya menghadap kearah empat mata angin utama. Pada sisi utara terdapat dua buah gapura
(plengkung), sedang pada sisi timur, selatan, dan barat masing-masing terdapat sebuah gapura
(plengkung). Pada tiap-tiap sudutnya terdapat gardu pengintai yang disebut tulak tala ( bastion )
dan sekarang yang masih utuh adalah bagian sudut tenggara, barat daya dan barat laut, sedangkan
bagian timur laut sudah tidak ada.
12
3. Alun-Alun
Alun-alun Ngayogyakarta
Alun-alun adalah tanah la pang yang terdapat di depan dan di belakang komplek Keraton,
yang di depan disebut alun-alun ut ara, sedangkan yang di belakang disebut alun-alun Pangkeran.
Alun-alun selatan berfungsi sebagai tempat latihan baris-berbaris para prajurit untuk persiapan
upacara kerajaan, tempat upacara pemberangkatan jenazah dan sebagainya.
13
tiang yang langsung berdiri di atas lantai bangunan, tanpa umpak. Atap bangunan terdiri dari tiga
tingkat (atap tumpang) yang disangga oleh 36 tiang, empat buah diantaranya adalah tia ng saka
guru (guru utama). Bangunan berdiri di atas lantai yang berdenah bujur sangkar denga n ukuran
27,5 X 27,5 meter dan tebalnya 1,5 meter. Di samping kiri dan kanan bangunan terdapat serambi
samping yang disebut pawestren, yaitu sebagai tempat bersembahyang bagi kaum wanita. Pada
puncak atap masjid terdapat hiasan kamuncak yang disebut mustaka. Di bagian depan masjid
terdapat serambi yang luas dan bersuasana teduh, sedangkan di halaman masjid terdapat bangunan
yang di sebut pagongan, tempat untuk menyimpan gamelan Sekaten yang digunakan sejak
berabad-abad lamanya untuk mengumpulkan masyarakat sekitar. Masjid
Agung Yogyakarta memiliki perpaduan arsitektur bernafaskan Islam dan Jawa. Dibeberapa bagian
masjid terdapat ukiran kayu dan tulisan aksara Jawa.
5. Tamansari
14
Taman ini, khususnya pada wahana pendidikan anak usia dini dilengkapi dengan teknologi
interaktif digital serta pemetaan video yang akan memacu imajinasi anak serta ketertarikan mereka
terhadap teknologi. Pada saat ini ada 35 zona dan 3.500 alat peraga permainan yang edukatif.
2.7.1 Sejarah
Sejak terjadinya ledakan perkembangan sains sekitar tahun 90-an, terutama Teknologi
Informasi, pada gilirannya telah menghantarkan peradaban manusia menuju era tanpa batas.
Perkembangan sains ini adalah sesuatu yang patut disyukuri dan tentunya menjanjikan
kemudahan-kemudahan bagi perbaikan kualitas hidup manusia.
Menghadapi realitas perkembangan dunia semacam itu, dan wujud kepedulian terhadap
pendidikan, maka Pemerintah Kota Yogyakarta menggagas sebuah ide untuk Pembangunan
"Taman Pintar". Disebut "Taman Pintar", karena di kawasan ini nantinya para siswa, mulai pra
sekolah sampai sekolah menengah bisa dengan leluasa memperdalam pemahaman soal materi-
materi pelajaran yang telah diterima di sekolah dan sekaligus berekreasi. Dengan Target
Pembangunan Taman Pintar adalah memperkenalkan science kepada siswa mulai dari dini,
harapan lebih luas kreatifitas anak didik terus diasah, sehingga bangsa Indonesia tidak hanya
menjadi sasaran eksploitasi pasar teknologi belaka, tetapi juga berusaha untuk dapat menciptakan
teknologi sendiri.
Bangunan Taman Pintar ini dibangun di eks kawasan Shopping Center, dengan
pertimbangan tetap adanya keterkaitan yang erat antara Taman Pintar dengan fungsi dan kegiatan
bangunan yang ada di sekitarnya, seperti Taman Budaya, Benteng Vredeburg, Societiet Militer
dan Gedung Agung. Relokasi area mulai dilakukan pada tahun 2004, dilanjutkan dengan tahapan :
Pembangunan Tahap I adalah Playground dan Gedung PAUD Barat serta PAUD Timur, yang
diresmikan dalam Soft Opening I tanggal 20 Mei 2006 oleh Mendiknas, Bambang Soedibyo.
Pembangunan Tahap II adalah Gedung Oval lantai I dan II serta Gedung Kotak lantai I, yang
diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh Mendiknas, Bambang Soedibyo,
bersama Menristek, Kusmayanto Kadiman, serta dihadiri oleh Gubernur DIY, Sri Sultan
Hamengku Buwono X.
Pembangunan Tahap III adalah Gedung Kotak lantai II dan III, Tapak Presiden dan Gedung
Memorabilia.
Dengan selesainya tahapan pembangunan, Grand Opening Taman Pintar dilaksanakan
pada tanggal 16 Desember 2008 yang diresmikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
15
2.7.2 Makna Logo
Kembang api adalah simbolisasi dari intelegensi dan imajinasi. Dalam bahasa Jawa,
kembang api menggambarkan MLETHIK = PINTAR = PADHANG MAK BYAAR = PINTAR.
Kembang api merupakan sesuatu yang menyenangkan, menghibur, sesuai dengan visi Taman
Pintar sebagai wahana ekspresi, apresiasi dan kreasi sains dalam suasana yang menyenangkan.
Gambar logo yang muncul ke luar mengandung makna Outward Looking, selalu melihat
ke luar untuk terus belajar mengikuti dinamika perubahan di luar dirinya. Gambar logo tampak
seperti matahari mengandung makna menyinari sepanjang masa. Jari jemari kembang api
melambangkan keselarasan antara INTELEGENSI dan SOCIAL LIFE, diharapkan pengguna
Taman Pintar mempunyai IQ, SQ, dan EQ.
Efek perspektif adalah simbolisasi "sesuatu yang tinggi", CITA-CITA, pengharapan bahwa
Taman Pintar akan membantu generasi muda Indonesia, khususnya Yogyakarta dalam meraih
cita-citanya. Miring ke kanan sebagai visualisasi pergerakan ke arah yang lebih baik. Warna
gabungan HIJAU-BIRU melambangkan PERTUMBUHAN TAK TERBATAS.
16
2.7.3 Zona
Playground
Sebagai ruang publik dan penyambutan bagi pengunjung Taman Pintar. Menyediakan
berbagai peralatan peraga yang menyenangkan bagi anak dan keluarga. Dapat diakses secara
cuma-cuma/gratis
Gedung PAUD Barat dan Gedung PAUD Timur
Menampilkan peralatan peraga dan permainan edukasi bagi anak-anak, khususnya anak usia
Pra-TK sampai dengan TK.
Gedung Oval - Kotak
Menampilkan berbagai peralatan peraga berbasis edukasi sains yang dikemas menyenangkan
dan dapat diperagakan. Dapat diakses oleh semua lapisan pengunjung.
Gedung Memorabilia
Menampilkan peralatan peraga tentang pengetahuan sejarah Indonesia, seperti sejarah
Kasultanan dan Paku Alaman Yogyakarta, Tokoh-tokoh Pendidikan, dan Tokoh-tokoh
Presiden RI hingga saat ini
Planetarium
Menampilkan peralatan peraga berbentuk pertunjukan film pengetahuan tentang antariksa dan
tata surya
2.8.1 Arsitektur
Benteng ini dibangun sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan residen Belanda kala itu,
dengan dikelilingi oleh sebuah parit (jagang) yang sebagian bekas-bekasnya telah direkonstruksi
dan dapat dilihat hingga sekarang. Benteng berbentuk persegi ini mempunyai menara pantau
(bastion) di keempat sudutnya.
2.8.2 Sejarah
Benteng vredeburg pertama kali dibangun pada tahun 1760 atas perintah dari Sri Sultan
Hamengku Buwono I dan permintaan pihak pemerintah Belanda yang saat itu dipimpin oleh
Nicholaas Harting yang menjabat sebagai Gubernur Direktur Pantai Utara Jawa. Adapun dalih
awal tujuan pembangunan benteng ini adalah untuk menjaga kemananan keratin. Akan tetapi,
maksud sebenarnya dari keberadaan benteng ini adalah untuk memudahkan pengawasan pihak
Belanda terhadap segala kegiatan yang dilakukan pihak keraton Yogyakarta. Pembangunan
benteng pertama kali hanya mewujudkan bentuk sederhana, yaitu temboknya yang ahnya
berbahankan tanah, ditunjang dengan tiang-tiang yang terbuat dari kayu pohon kelapa dan aren,
17
dengan atap ilalang. Bangunan tersebut dibangun dengan bentuk bujur sangkar yang di keempat
ujungnya dibangun seleka atau bastion. Oleh Sri Sultan HB IV, keempat sudut itu diberi
nama Jaya Wisesa (sudut barat laut), Jaya Purusa(sudut timur laut), Jaya
Prakosaningprang (sudut barat daya), dan Jaya Prayitna (sudut tenggara).
Kemudian pada masa selanjutnya, gubernur Belanda yang bernama W.H. Van Ossenberg
mengusulkan agar benteng ini dibangun lebih permanen dengan maksud kemanan yang lebih
terjamin. Kemudian pada tahun 1767, pembangunan benteng mulai dilakukan di bawah
pengawasan seorang arsitek Belanda bernama Ir. Frans Haak dan pembangunannya selesai pada
tahun 1787. Setelah pembangunan selesai, benteng ini diberi nama “Rustenburg” yang berarti
benteng peristirahatan. Pada tahun 1867, terjadi gempa hebat di Yogyakarta dan mengakibatkan
banyak bangunan yang runtuh, termasuk Rustenburg. Kemudian, segera setelahnya diadakan
pembangunan kembali benteng Rustenburg ini yang kemudian namanya diganti menjadi
“Vredeburg” yang berarti benteng perdamaian. Hal ini sebagai wujud simbolis manifestasi
perdamaian antara pihak Belanda dan Keraton.
Secara historis, sejak awal pembangunan hingga saat ini, terjadi beberapa kali perubahan
status kepemilikan dan fungsi benteng, yang antara lain:
1. Tahun 1760-1765, pada awal pembangunannya status tanah tetap atas nama milik Keraton,
tetapi penggunaannya di bawah pengawasan Nicolaas Harting, Gubernur Direktur wilayah
Patai Utara Jawa.
2. Tahun 1765-1788, status tanah secara formal tetap milik Keraton, tetapi penguasaan benteng
dan tanahnya dipegang oleh Belanda di bawah Gubernur W.H. Ossenberg.
3. Tahun 1788-1799, status tanah tetap milik keratin, kemudian pada masa ini, benteng
digunakan secara sempurna oleh VOC.
4. Taghun 1799-1807, status tanah secara formal tetap milik Keraton, dan penggunaan benteng
secara de facto menjadi milik pemerintah Belanda di bawah pemerintahan Gubernur Van De
Burg.
5. Tahun 1807-1811, secara formal tanah tetap milik Keraton, dan penggunaan benteng secarade
facto menjadi milik pemerintah Belanda di bawah pemerintahan Gubernur Daendels.
6. Tahun 1811-1816, secara yuridis benteng tetap milik Keraton, kemudian secara de
factobenteng dikuasai oleh pemerintahan Inggris di bawah pimpinan Jenderal Raffles.
7. Tahun 1816-1942, sattus tanah tetap berada pada kepemilikan Keraton, dan secara de
factodipegang oleh pihak Belanda, sampai menyerahnya Belanda di tangan Jepang dan
benteng ini mulai dikuasai penuh oleh pihak Jepang, yang ditandai dengan penandatanganan
perjanjian Kalijati di Jawa Barat, Maret 1942.
8. Tahun 1942-1945, satus tanah tetap milik Keraton, tetapi secara de facto penguasaan berada di
tangan Jepang sebagai markas Kempetei atau polisi jepang, gudang mesiu, dan rumah tahanan
bagi orang-orang Belanda dan Indo-Belanda serta kaum politisi RI yang menentang Jepang.
9. Tahun 1945-1977, status tanah tetap milik Keraton, setelah proklamasi kemerdekaan RI pada
tahun 1945, benteng diambil alih oleh instansi militer RI. Dilanjutkan dengan diambil alih
18
kembali oleh pihak Belanda tahun 1948 karena adanya peristiwa Agresi Militer Belanda II,
dan akhirnya direbut kembali oleh Indonesia setelah adanya peristiwa Serangan Umum 1
Maret 1949 dan pengelolaan benteng ditangani oleh APRI (Angkatan perang Republik
Indonesia).
10. Tahun 1977-1992, dalam periode ini, satus pengelolaan benteng diserahkan kembali pada
pemerintahan Yogyakarta oleh pihak Hankam, dan pada tanggal 9 Agustus 1980 diadakan
perjanjian tentang pemanfaatan bangunan bekas benteng Vredeburg antara Sri Sultan HB IX
dengan Mendikbud DR. Daud Jusuf. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan dari Mendikbud Prof.
Dr. Nugroho Notosusanto tanggal 5 November 1984 bahwa bekas benteng Vredeburg ini akan
difungsikan sebagai sebuah museum. Tahun 1985, Sri Sultan HB IX mengijinkan diadakannya
perubahan bangunan sesuai dengan kebutuhannya, dan tahun 1987, museum benteng
Vredeburg baru dibuka untuk umum. Mengenai status tanah pada periode ini tetap milik
Keraton.
11. Tahun 1992 sampai sekarang, berdasarkam SK Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan No.
0475/0/1992 tanggal 23 November 1992, secara resmi Museum Bneteng Vredeburg menjadi
Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Vredeburg Yoyakarta
yang menempati tanah seluas 46.574 m persegi. Kemudian tanggal 5 September 1997, dalam
rangka peningkatan fungsionalisasi museum, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta
mendapat limpahan untuk mengelola museum Perjuangan Yogyakarta di Brontokusuman
Yogyakarta berdasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM. 48/OT.
001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003.
2.9 MALIOBORO
Jalan Malioboro adalah nama salah satu kawasan jalandari tiga jalan di Kota
Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos
Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan
Margo Mulyo. Jalan ini merupakan porosGaris Imajiner Kraton Yogyakarta.
Pada tanggal 20 Desember 2013, pukul 10.30 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X nama
dua ruas jalan Malioboro dikembalikan ke nama aslinya, Jalan Pangeran Mangkubumi menjadi
jalan Margo Utomo, dan Jalan Jenderal Achmad Yanimenjadi jalan Margo Mulyo.
Terdapat beberapa objek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu
Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung,Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, dan Monumen
Serangan Oemoem 1 Maret.
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan
khas Jogja dan warung-warunglesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg Jogja serta
terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman yang sering mengekpresikan kemampuan
mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim, dan lain-lain di sepanjang jalan
ini.
19
Saat ini, Jalan Malioboro tampak lebih lebar karena tempat parkir yang ada di pinggir jalan
sudah dipindahkan ke kawasan parkir Abu Bakar Ali. Sehingga, untuk para pejalan kaki jadi lebih
leluasa karena trotoar di Jalan Malioboro bisa digunakan sepenuhnya.
SEJARAH
Jalan itu selama bertahun-tahun dua arah, namun pada tahun 1980an menjadi satu jalan saja,
dari jalur kereta api (di mana ia memulai) ke selatan - ke pasar Beringharjo, di mana ia berakhir.
Hotel terbesar, tertua di Belanda, Hotel Garuda, terletak di ujung utara jalan, di sisi timur yang
berdekatan dengan jalur kereta api. Ini memiliki bekas kompleks Perdana Menteri
Belanda, kepatihan, di sisi timur.
Selama bertahun-tahun di tahun 1980an dan kemudian, sebuah iklan rokok ditempatkan di
bangunan pertama di sebelah selatan jalur kereta api - atau secara efektif bangunan terakhir di
Malioboro, yang mengiklankan rokok Marlboro, tidak diragukan lagi menarik bagi penduduk
setempat dan orang asing yang akan melihat kata-kata dengan Nama jalan dengan produk asing
sedang diiklankan.
Tidak sampai ke tembok atau halaman Keraton Yogyakarta, karena Malioboro berhenti
bersebelahan dengan pasar Beringharjo yang sangat besar (di sisi timur juga). Dari titik ini nama
jalan berubah menjadi Jalan Ahmad Yani (Jalan Ahmad Yani) dan memiliki bekas kediaman
Gubernur di sisi barat, dan Benteng Vredeburg Belanda tua di sisi timur.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari bacaan diatas dapat disimpulkan bahwa Yogyakarta memiliki banyak sekali tempat wisata
yang unik dan mengagumkan, tempat-tempat bersejarah dan tempat-tempat yang indah. Dan
semua itu sangat berkaitan erat dengan pendidikan, karena dengan mengetahui tempat-tempat
wisata tersebut kita bisa tahu sejarah dan menambahilmupengetahuan.
• KESAN
1. Saya pribadi mendapatkan banyak pengetahuan dengan diadakanya study tour ini.
2. Saya dapat mengetahui tempat-tempat sejarah yang ada di Yogyakarta
3. Saya dapat menambah pengalaman baik di dalam ilmu pelajaran maupun tidak
3.2 SARAN
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan kelompok Kami meskipun penulisan ini
jauh dari sempurna minimal kita mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari
penulisan kelompok kami, karna kami manusia yang adalah tempat salah dan dosa dan kami juga
butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada masa
sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas guru guru yang telah membimbing kami
dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
21
DAFTAR PUSTAKA
Atikah Anindyarini, dkk. 2008. Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.
http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Borobudur
http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Prambanan
http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Sejarah DIY
http://id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat
http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Pintar_Yogyakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Dirgantara
22