PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
2
B. Arti Nama Borobudur
Nama Borobudur berasal dari gabungan kata-kata Boro dan Budur,Boro
berasal dari kata sansekerta ''vihara'' yang berarti komplek candi dan bihara
atau juga asrama (menurut poerbatjaraka dan stutterhim).Sedangkan budur
dalam bahasa bali ''beduhur'' yang artinya atas. Jadi nama borobudur berarti
asrama/bihara (kelompok candi yang terletak di atas bukit).
Memang di halaman barat laut dari candi Borobudur sewaktu di adakan
penggalian di temukan sisa-sisa bekas sebuah bangunan yang
dimungkinkan bangunan bihara. Pendapat lain dikemukakan oleh casparis
berdasarkan prasasti Sri kahuluan (842 M). Di dalam prasasti tersebut
terdapat nama sebuah kuil ''Bhumisambhara'' yang menurutnya nama itu
tidak lengkap. Agaknya masih ada lagi sepatah kata untuk''gunung'' di
belakangnya, sehingga nama seharusnya''Bhumisambhara Budhara'' Dari
kata inilah akhirnya terjadi nama Borobudur.
Dari beberapa pendapat yang ada, dapat disebutkan berbagai pendapat
dari para ahli yaitu :
3) Poebatjaraka
Menurut beliau “Boro” berarti “Biara” dengan demikian Borobudur berarti
“Biara Budur”. Penafsiran ini sangat menarik karena mendekati kebenaran
berdasarkan bukti-bukti yang ada.Selanjutnya jika di hubungkan dengan
kitab Negara Kartagama mengenai “Budur” maka besar kemungkinan
penafsiran Poerbatjaraka adalah benar dan tepat.
4) DE Casparis
De Casparis menemukan kata majemuk dalam sebuah prasati yang
kemungkinan merupakan asal kata dari Borobudur. Dalam sebuah prasasti
SrI Kahulunan yang berangka 842 M dijumpai kata “Bhumi Sambhara
Budhara” yaitu satu sebutan untuk bangunan suci pemujaan nenek moyang
atau disebut kuil.
5) Drs. Soediman
Bahwa Borobudur berasal dari dua kata yaitu Bara dan Budur. Bara
berasal dar bahasa sanksekerta Vihara yang berarti komplek candi dan
Bihara yang berarti asrama. Budur dalam bahasa bali bedudur yang artinya
di atas. Jadi nama Borobudur berarti asrama atau vihara dan komplek candi
yang terletak di atas tanah yang tinggi atau bukit.
3
Candi Borobudur dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah
Timur,Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara, dan pegunungan
Menoreh di sebelah Selatan, serta terletak di antara Sungai Progo dan
Elo.Candi Borobudur didirikan di atas bukit yang telah dimodifikasi, dengan
ketinggian 265 dp
4
E. Seni Relief Dalam Candi Borobudur
Relief adalah seni pahat dan ukiran 3-dimensi yang biasanya dibuat di
atas batu. Bentuk ukiran ini biasanya dijumpai pada bangunancandi, kuil,
monumen dan tempat bersejarah kuno. Di Indonesia, relief pada dinding
candi Borobudur merupakan salah satu contoh yang dipakai untuk
menggambarkan kehidupan sang Buddha dan ajaran-ajarannya. Relief ini
bisa merupakan ukiran yang berdiri sendiri, maupun sebagai bagian dari
panel relief yang lain,membentuk suatu seri cerita atau ajaran. Pada Candi
Borobudur sendiri misalkan ada lebih dari 1400 panel relief ini yang dipakai
untuk menceritakan semua ajaran sang Buddha Gautama.
Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga,salah satu raja kerajaan
Mataram Kuno,keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti
Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya
mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang
selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal
dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah
gunung yang berteras-teras (budhara), sementara beberapa yang lain
mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat.
Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi
karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat
paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk
lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang
menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan
kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang
ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan
kehidupan tersebut.
5
layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu
berpusat di Bergotta (Semarang).
Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran
sang Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan media edukasi bagi orang-
orang yang ingin mempelajari ajaran Budha. Berkat mengunjungi Borobudur
dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan
Sriwijaya),Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala
biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan
Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti
ajaran disebut “The Lamp for the Path to Enlightenment” atau yang lebih
dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur
adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi
itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur
awalnya berdiri dikitari rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi.
Dasarnya adalah prasasti Kalkutta bertuliskan ‘Amawa’ berarti lautan susu.
Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi. Beberapa yang lain
mengatakan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.
Pada dinding candi di setiap tingkatan kecuali pada teras-teras
Arupadhatu dipahatkan panel-panel bas-relief yang dibuat dengan sangat
teliti dan halus. Relief dan pola hias Borobudur bergaya naturalis dengan
proporsi yang ideal dan selera estetik yang halus. Relief-relief ini sangat
indah, bahkan dianggap sebagai yang paling elegan dan anggun dalam
kesenian dunia Buddha. Relief Borobudur juga menerapkan disiplin senirupa
India, seperti berbagai sikap tubuh yang memiliki makna atau nilai estetis
tertentu. Relief-relief berwujud manusia mulia seperti pertapa, raja dan
wanita bangsawan, bidadari atapun makhluk yang mencapai derajat
kesucian laksana dewa,seperti tara dan boddhisatwa, seringkali
digambarkan dengan posisi tubuh tribhanga. Posisi tubuh ini disebut “lekuk
tiga” yaitu melekuk atau sedikit condong pada bagian leher, pinggul, dan
pergelangan kaki dengan beban tubuh hanya bertumpu pada satu kaki,
sementara kaki yang lainnya dilekuk beristirahat. Posisi tubuh yang luwes ini
menyiratkan keanggunan, misalnya figur bidadari Surasundari yang berdiri
dengan sikap tubuh tribhanga sambil menggenggam teratai bertangkai
panjang.
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar seperti sosok manusia
baik bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan
hewan,serta menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional
Nusantara.Borobudur tak ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai
aspek kehidupan masyarakat Jawa kuno. Banyak arkeolog meneliti
kehidupan masa lampau di Jawa kuno dan Nusantara abad ke-8 dan ke-9
dengan mencermati dan merujuk ukiran relief Borobudur. Bentuk rumah
panggung,lumbung,istana dan candi, bentuk perhiasan, busana serta
persenjataan,aneka tumbuhan dan margasatwa, serta alat transportasi,
dicermati oleh para peneliti.Salah satunya adalah relief terkenal yang
menggambarkan Kapal Borobudur. Kapal kayu bercadik khas Nusantara ini
menunjukkan kebudayaan bahari purbakala. Replika bahtera yang dibuat
berdasarkan relief Borobudur tersimpan di Museum Samudra Raksa yang
terletak di sebelah utara Borobudur.
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina
dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sanskertadaksina yang
artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain
relief-relief cerita jātaka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa
dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya,
mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu.
6
Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang
sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi
menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai 0
sudut tenggara)Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang
menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum
karma. Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan ajaran
mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan relief
tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura
menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab
akibat.Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan
tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi
juga perbuatan baik manusia dan pahala.Secara keseluruhan merupakan
penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir – hidup – mati
(samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai
tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.Kini hanya
bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh pengujung. Foto
lengkap relief Karmawibhangga dapat disaksikan di Museum
Karmawibhangga di sisi utara candi Borobudur.
LalitawistaraPangeran Siddhartha Gautama mencukur rambutnya dan
menjadi pertapa. Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam
deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap) yang
dimulai dari turunnya Sang Buddha dari surga Tushita,dan berakhir dengan
wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet
dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief
sebanyak 27 pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura
tersebut menggambarkan kesibukan,baik di sorga maupun di dunia, sebagai
persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa
selaku calon Buddha.Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha
di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha,putra Raja Suddhodana dan
Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120
pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama,yang secara simbolis
dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma,ajaran Sang Buddha di sebut
dharma yang juga berarti “hukum”, edangkan dharma dilambangkan sebagai
roda.
Jataka dan Awadana.Jataka adalah berbagai cerita tentang Sang
Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta.Isinya merupakan
pokok penonjolan perbuatan-perbuatan baik, seperti sikap rela berkorban
dan suka menolong yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain
manapun juga. Beberapa kisah Jataka menampilkan kisah fabel yakni kisah
yang melibatkan tokoh satwa yang bersikap dan berpikir seperti manusia.
Sesungguhnya,pengumpulan jasa atau perbuatan baik merupakan tahapan
persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan
tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan
ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia
kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana.Pada
relief candi Borobudur Jataka dan Awadana, diperlakukan sama, artinya
keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan
yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala
atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura yang hidup dalam abad
ke-4 Masehi.
Gandawyuha.Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,
adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam
usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh
7
Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci
Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian
penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari
8
1) Korosi, yang disebabkan oleh pengaruh iklim;
2) Kerja mekanis,yang disebabkan tangan manusia atau kekuatan lain yang
datang dari luar
3) Kekuatan tekanan,kerusakan karena tertekan atau tekanan batu-batunya
berupa retak-retak,bahkan pecah.
9
bangun Borobudur mirip dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah
umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi
candi ke arah kanan.Borobudur mungkin pada awalnya berfungsi lebih
sebagai sebuah stupa, daripada kuil atau candi.Stupa memang dimaksudkan
sebagai bangunan suci untuk memuliakan Buddha. Terkadang stupa
dibangun sebagai lambang penghormatan dan pemuliaan kepada Buddha.
Sementara kuil atau candi lebih berfungsi sebagai rumah ibadah.
Rancangannya yang rumit dari monumen ini menunjukkan bahwa bangunan
ini memang sebuah bangunan tempat peribadatan. Bentuk bangunan tanpa
ruangan dan struktur teras bertingkat-tingkat ini diduga merupakan
perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk
arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut legenda setempat arsitek perancang Borobudur bernama
Gunadharma, sedikit yang diketahui tentang arsitek misterius ini. Namanya
lebih berdasarkan dongeng dan legenda Jawa dan bukan berdasarkan
prasasti bersejarah. Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat
mengenai perbukitan Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang
berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan bahwa tubuh Gunadharma yang
berbaring berubah menjadi jajaran perbukitan Menoreh, tentu saja legenda
ini hanya fiksi dan dongeng belaka.
Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang
wajah manusia antara ujung garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau
jarak jengkal antara ujung ibu jari dengan ujung jari kelingking ketika telapak
tangan dikembangkan sepenuhnya. Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan
sedikit berbeda antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada monumen
ini. Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang
ditemukan di monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk
menentukan dimensi yang tepat dari suatu fraktal geometri perulangan swa-
serupa dalam rancangan Borobudur. Rasio matematis ini juga ditemukan
dalam rancang bangun Candi Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog
yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi dan makna
penanggalan, astronomi, dan kosmologi.
10
dari dini, harapan lebih luas, kreatifitas anak didik terus diasah, sehingga
bangsa Indonesia tidak hanya menjadi sasaran ekspoliasi pasar teknologi
sendiri. Bangunan taman pintar ini dibangun adanya keterkaitan yang erat
anatara taman pintar dengan fungsi dan kegiatan bangunan disekitarnya,
seperti taman budaya dan Benteng Vrebuderg Sudibyo.
Pembangunan tahap II adalah gedung oval lantai I dan II. Serta gedung
kotak lantai I diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh
Mendiknas Bambang Sudibyodan Menristek Kusmanto Kadiman serta
dihadiri oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubono X.
Pembangunan tahap III adalah : gedung kotak lantai II dan III tampak
Presiden dan gedang memorabilia. Dengan selesainya tahapan
pembangunan, grand opening taman pintar dilaksanakan pada tanggal, 16
Desember 2008 yang diresmikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang
Yudoyono.
11
2.3 Malioboro
A. Sejarah Malioboro
12
nostalgia. Berbagai jenis menu makanan ditawarkan para pedagang kepada
pengunjung yang menikmati suasana malam kawasan
Malioboro. Perjalanan terus berlanjut sampai dikawasan nol kilometer kota
Yogyakarta, yang telah mengukir sejarah di setiap ingatan orang-orang yang
pernah berkunjung ke kota Gudeg ini. Bangunan-bangunan bersejarah
menjadi penghuni tetap kawasan nol kilometer yang menjamu ramah bagi
pengunjung yang memiliki minat di bidang arsitektur dan fotografi.
13
semaraknya Malioboro juga tidak terlepas dari banyaknya pedagang kaki
lima yang berjajar sepanjang jalan Malioboro menjajakan dagangannya,
hampir semuanya yang ditawarkan adalah barang/benda khas Jogja sebagai
souvenir/oleh-oleh bagi para wisatawan. Mereka berdagang kerajinan rakyat
khas Jogjakarta, antara lain kerajinan ayaman rotan, kulit, batik, perak,
bambu dan lainnya, dalam bentuk pakaian batik, tas kulit, sepatu kulit, hiasan
rotan, wayang kulit, gantungan kunci bambu, sendok/garpu perak, blangkon
batik [semacan topi khas Jogja/Jawa], kaos dengan berbagai model/tulisan
dan masih banyak yang lainnya. Para pedagang kaki lima ini ada yang
menggelar dagangannya diatas meja, gerobak adapula yang hanya
menggelar plastik di lantai. Sehingga saat pengunjung Malioboro cukup
ramai saja antar pengunjung akan saling berdesakan karena sempitnya jalan
bagi para pejalan kaki karena cukup padat dan banyaknya pedagang di sisi
kanan dan kiri. Dan ini juga perlu di waspadai atau mendapat perhatian
khusus karena kawasan Malioboro menjadi rawan akan tindak kejahatan, ini
terbukti dengan tidak sedikitnya laporan ke pihak kepolisian terdekat soal
pencopetan atau penodongan, dan tidak jarang pula wisatan asing juga
menjadi korban kejahatan dan ini sangat memalukan sebenarnya.
B.Manfaat Malioboro
Berkembang pesatnya Malioboro sebagai denyut nadi perdagangan dan
pusat belanja, menuntut macam-macam pelayanan dan fasilitas yang
semakin meningkat baik jumlah dan ragamnya. Hal ini memberi dampak
positif dari segi ekonomi bagi penduduk, pengusaha dan pemerintah
setempat seperti:
1. Penerimaan Devisa : Masuknya wisatawan mancanegara akan
membawa valuta asing, yang berarti akan memperkuat neraca pembayaran
dan perdagangan. Penerimaan devisa negara dari pariwisata bersumber dari
: Uang yang dikeluarkan atau dibelanjakan oleh wisatawan asing selama
yang bersangkutan melakukan kunjungan, berupa pengeluaran untuk
penginapan (akomodasi), makan dan minum, transportasi lokal dan tour,
cenderamata, tip, dan lain-lain. Biaya yang diterima oleh perusahaan
penerbangan dimana wisatawan yang berkunjung dimasukkan sebagai
penerimaan sektor pariwisata. Investasi bidang pariwisata. Biaya promosi
pariwisata dari negara lain.
2. Kesempatan Berusaha : Kesempatan berusaha menjadi terbuka luas, baik
usaha yang langsung untuk memenuhi kebutuhan wisatawan maupun yang
tidak langsung. Lapangan usaha langsung seperti usaha akomodasi,
restoran dan rumah makan, biro perjalanan, toko cenderamata, sanggar-
sanggar kerajinan dan seni, pramuwisata, pusat perbelanjaan, dan lain
sebagainya. Lapangan usaha tidak langsung seperti pertanian, perikanan,
peternakan, perindustrian dan kerajinan, industri olah raga, industri pakaian
jadi, dan lapangan usaha lain yang berkaitan dengan kebutuhan manusia.
14
masyarakat setempat, seperti biaya penginapan, angkutan local, makan
minum, cenderamata dan pembelian jasa-jasa, dan barang lainnya.
Disamping itu pemerintah setempat pun akan memperoleh pendapatan
berupa pajak-pajak dari perusahaan dan dari uang asing yang dibelanjakan
oleh wisatawan.
5. Mendorong Pembangunan Daerah : Berkembangnya kepariwisataan di
daerah akan mendorong pemerintah daerah dan masyarakat
mempersiapkan dan membangun prasarana dan sarana yang diperlukan
seperti pembangunan dan perbaikan jalan, instalasi air, instalasi listrik,
pembenahan obyek dan daya tarik wisata, perbaikan lingkungan,
pengkondisian masyarakat, penataan kelembagaan dan pengaturan, dan lain
sebagainya. Selain itu juga akan mendorong investor untuk menanamkan
modalnya dalam pembangunan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana
akomodasi, usaha jasa biro perjalanan, restoran dan rumah makan serta
lain-lain.
6. Dengan adanya tempat pariwisata Malioboro ini maka pembangunan dan
pengembangan pariwisata akan mempunyai dampak positif dalam bidang
sosial budaya, seperti : Pelestarian budaya dan adat istiadat salah satu
sasaran wisatawan dalam melakukan perjalanan adalah untuk menikmati,
mengagumi dan mempelajari kebudayaan, dan adat istiadat serta sejarah
suatu bangsa.
7. Oleh karena itu seni dan budaya serta tata cara hidup yang unik dan khas
perlu dipertahankan dan dikembangkan. Apalagi Yogyakarta terkenal dengan
kota yang penuh dengan seniman jalanan serta orang-orangnya yang ramah.
Itu menyebabkan akan lebih banyak lagi wisatawan yang ingin berkunjung ke
Yogyakrta. Hal tersebut dapat meningkatkan kecerdasan masyarakat yang
dikunjungi karena penduduk asli akan banyak belajar dari wisatawan yang
berkunjung, demikian pula dengan yang datang berkunjung akan banyak
belajar dari kunjungannya dengan cara melihat, mendengar, dan merasakan
segala sesuatu yang dijumpai selama dalam perjalanannya. Dengan
demikian, pengembangan pariwisata merupakan salah satu cara untuk
menambah pengetahuan dan pengalaman.
8. Dampak positif lainnya dengan adanya tempat pariwisata yaitu dapat
mengurangi konflik sosial sering terjadi saling curiga antara suatu penduduk
dengan penduduk lainnya, karena kurang saling mengenal, baik dalam soal
adatistiadat, budaya sejarah, kebiasaan maupun perbedaan tingkat sosial.
Salingberkunjung melalui berwisata dapat mengurangi atau menghilangkan
saling curiga dan kecemburuan sosial, karena terjadinya komunikasi dan
saling mengenal satu sama lainnya.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Maka dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat pariwisata yang ada di
Yogyakarta itu sangat banyak, dan kita harus senantiasa menjaga serta
merawatnya agar tetap asri seperti aslinya. agar menarik para wisatawan
untuk berlibur ke jogja.
Selain itu, kota jogja yang menawan itu tidak harus kita tambahkan
dengan budaya-budaya barat yang kita rasa sangat bagus atau trendy. tapi
justru itu salah,kita harus tetap menjaga budaya asli itu sendiri,agar
mempunyai keaslian yang khas dimata dunia.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu kota favorit para
wisatawan untuk berlibur dan menghabiskan sisa waktu istirahatnya di
tempat-tempat wisata yang ada di Yogyakarta. walaupun banyak cerita-cerita
mistis yang beredar di masyarakat luas, para wisatawan tetap antusias
menikmati tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak ditemui
kesulitan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik agar kami
dapat menyempurnakan makalah ini.
Demikianlah Kesimpulan dan saran dalam pembuatan makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, untuk
itu penulis sebagai manusia biasa mohon maaf atas segala keurangan dan
kekhilafan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://efd-awesome.blogspot.co.id/2016/02/contoh-makalah-study-tour-
yogyakarta.html
https://www.google.com/search?client=firefox-
17
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ilahi robbi atas limpahan rahmat
dan karunia‐Nya, serta anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami
terima, serta petunjuk‐Nya sehingga memberikan kemampuan dan
kemudahan bagi kami dalam menyusunan makalah ini.
Didalam makalah ini kami selaku penyusun hanya sebatas pengetahuan
yang bisa kami sajikan. Dimana didalam tema tersebut ada beberapa hal
yang bisa kita pelajari khususnya tempat – tempat wisata yang ada di
Yogyakarta yang indah dan menawan.
Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman
kami tentang Kota Yogyakarta, menjadikan keterbatasan kami pula untuk
memberikan penjabaran yang lebih dalam tentang masalah ini, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Harapan kami, semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita,
setidaknya untuk sekedar membuka pola berpikir kita tentang budaya dan
sosial yang ada di kota Yogyakarta.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses pembuatan ini. Terutama kepada rekan satu
kelompok atas kerjasamanya, dan Guru pembimbing yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
i
18
DAFTAR ISI
19
ii