Anda di halaman 1dari 8

STUDI FENOMENOLOGI BURNOUT SYNDROME PERAWAT DALAM PELAYANAN

KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT PADA MASA PANDEMI COVID – 19

STUDY OF NURSE BURNOUT SYNDROME PHENOMENOLOGY IN NURSING SERVICES IN


HOSPITAL DURIG COVID -19 PANDEMIC
Syariatul Azizah1, Tri Ismu Pujiyanto2, Yunani3
1 Nursing student of Karya Husada Semarang University
2,3 Lecturer of Karya Husada Semarang University
Corresponding author : 1803097@stikesyahoedsmg.ac.id

ABSTRAK

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) telah menjadi krisis kesehatan di dunia dikarenakan dengan penyebaran yang sangat cepat.
Stress tidak hanya dirasakan oleh pasien terkonfirmasi COVID-19, namun juga para tenaga medis sebagai garda depan dalam
perawatan pasien COVID-19. Kejadian burnout syndrome di kalangan tenaga medis meningkat selama pandemi COVID – 19
(Coronavirus Disease 2019). Tujuan penelitian ini untuk mengeksplore burnout syndrome perawat dalam pelayanan keperawatan di
rumah sakit pada masa pandemi COVID-19. Penelitian ini dilakukan di RSUD Ki Ageng Getas Pendowo Gubug Grobogan. Metode
penelitian : penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dengan 6 partisipan yang merupakan perawat yang menangani
COVID-19. Berdasarkan hasil analisis didapatkan 3 tema yaitu kelelahan, depersonalisasi dan rendahnya hasrat pencapaian prestasi
diri.

Kata Kunci : Burnout Syndrome, Covid -19, Perawat

ABSTRACT
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) has become a global health crisis due to its rapid spread. Stress is not only felt by confirmed
COVID-19 patients, but also medical personnel as the frontline in treating COVID-19. The incidence burnout syndrome among medical
personnel has increased during COVID-19 pandemic. The purpose of this study was to explore nurse burnout syndrome in nursing
services in hospital during COVID -19 pandemic. This research was conducted at Ki Ageng Getas Pendowo Hospital Gubug, Grobogan.
Research method use qualitative research with phenomenological approach with 6 participants who are nurse who handle COVID-19.
Based on the results of the analysis obtained 3 themes, namely fatigue, depersonalization and low self-achievement desire.

Keywords : Burnout Syndrome, COVID-19, Nurse


PENDAHULUAN Permasalahan burnout syndrome selama
pandemic COVID – 19 juga ditemukan di RSUD Ki
Burnout syndrome merupakan kumpulan Ageng Getas Pendowo Gubug, Grobogan Jawa
gejala akibat dari kelelahan, baik secara fisik Tengah. Dari hasil studi pendahuluan wawancara
maupun mental yang termasuk di dalamnya mendalam yang dilakukan kepada 5 perawat
berkembang konseop diri yang negative, kurangnya ruangan isolasi COVID – 19 dengan menggunakan 3
konsentrasi serta perilaku kerja yang negative dimensi dari kuesioner Maslach Burnout Inventory
(Maslach, 2003). Stressor tinggi yang sering dialami (MBI), didapatkan hasil 2 perawat (40 %) mengalami
oleh perawat sebagai kondisi dalam upaya kelelahan emosi tingkat sedang dan 3 perawat (60
penyelamatan pasien, mengerjakan rutinitas, ruang %) mengalami kelelahan emosi tingkat tinggi.
kerja yang sumpek, jumlah pasien yang banyak dan Sedangkan untuk dimensi depersonalisasi dan
harus bertindak cepat dalam menangani kebutuhan penurunan capaian diri didapatkan data 1 perawat
pasien. Perawat tidak mampu beradaptasi pada (20 %) mengalami depersonalisasi tingkat sedang
situasi dengan tekanan kerja tinggi dan berlangsung dan penurunan capaian diri tingkat rendah dan 4
terus menerus dalam intensitas tinggi, maka inilah perawat lainnya (80 %) mengalami depersonalisasi
yang disebut dengan burnout (Tawale, 2011). tingkat tinggi dan penurunan capaian diri kategori
tinggi. Penyebab yang dikeluhkan oleh para perawat
Studi pendahuluan yang dilakukan di salah
adalah ketidaksesuaian jumlah perawat dengan
satu RSUD Kota Semarang diketahui bahwa dari 20
beban kerja, selain itu juga beban psikologis yang
perawat terdapat delapan mengalami sindrom
meningkat ketika merawat pasien COVID-19.
kelelahan. Hal ini menunjukkan bahwa angka
Konsekuensi yang ditimbulkan dari burnout
kejadian burnout syndrome di rumah sakit ini sekitar
syndrome adalah penurunan kinerja sehingga
40% dari 20 perawat sampel. Prevalensi burnout
outcome kepada pasien juga buruk (Schaufeli et al,
syndrome hampir sama di sebagian besar rumah
2009).
sakit (de Paiva et al., 2016). Kejadian burnout
syndrome di kalangan tenaga medis meningkat Tenaga kesehatan akan mengalami kondisi mental
selama pandemi COVID – 19 (Coronavirus Disease yang lebih berat, terjadi pemisahan dari keluarga,
2019). situasi yang tidak biasa, peningkatan paparan
terhadap virus corona, ketakutan penularan dan
Penelitian FKUI menyatakan bahwa 83 %
perasaan gagal dalam menghadapi prognosis yang
Tenaga Kesehatan di Indonesia mengalami burnout
buruk dan secara teknis tidak memadai dalam
syndrome selama masa pandemi COVID – 19.
membantu pasien (Widiyanti et al., 2020). Padahal
Pandemi COVID – 19 di Indonesia mengakibatkan
kinerja perawat di rumah sakit dipengaruhi oleh
peningkatan beban yang sangat berat terhadap
keadaan mental dan emosional perawat; semakin
system pelayanan kesehatan di Indonesia. Burnout
tinggi beban kerja maka semakin besar pula stres
Syndrome yang dialami oleh perawat meliputi
kerja perawat (Pujiyanto et al., 2017). Hal inilah yang
kelelahan fisik, kelelahan mental dan emosi yang
dapat mempengaruhi pelayanan perawat dalam
disebabkan oleh stress yang berhubungan dengan
menghadapi pasien COVID -19.
pekerjaan (Pujiyanto, 2018). Resiko aspek
keselamatan, perlindungan dari infeksi serta Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti
berpotensi mempengaruhi kualitas hidup dan merasa tertarik untuk meneliti fenomena burnout
produktivitas pelayanan medis. Tenaga kesehatan syndrome perawat dalam pelayanan keperawatan di
yang bekerja di unit gawat darurat atau perawatan rumah sakit dalam masa pandemi COVID-19. Tujuan
intensif dengan beban kerja yang lebih berat dan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
lebih stress daripada biasanya selama pandemi burnout syndrome perawat dalam pelayanan
karena yang dirawat adalah pasien COVID – 19.
keperawatan di rumah sakit dalam masa pandemi Berdasarkan hasil penelitian didapatkan berbagai
COVID-19. tema yaitu kelelahan, depersonalisasi dan
rendahnya hasrat pencapaian prestasi diri (low
personal accomplishment).
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, 1. Kelelahan
bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai
Tema kelelahan diperoleh 2 sub tema yaitu
burnout syndrome perawat dengan kualitas
kelelahan secara fisik dan kelelahan mental. Sub
pelayanan selama pandemic Covid -19. Pendekatan
tema didapat dari ungkapan masing – masing
penelitian menggunakan pendekatan fenomenologi.
partisipan yang menggambarkan tentang kelelahan
Penelitian fenomenologis adalah strategi penelitian
yang dirasakan dan terbagi menjadi 7 kategori yaitu
dimana peneliti mengidentifikasi esensi dari
badan pegal, rasa lelah yang tidak hilang, ketakutan
pengalaman manusia tentang fenomena seperti
tertular, penggunaan APD yang lebih proteksi,beban
yang dijelaskan oleh partisipan. Pengambilan data
sebagai carrier virus dan beban saat merawat
penelitian ini menggunakan wawancara mendalam
pasien.
terhadap partisipan (perawat yang menangani
COVID-19). Kemudian hasil dari wawancara akan
Kelelahan fisik yang dirasakan partisipan meliputi
dianalisis menggunakan teknik Colaizzi. Wawancara
badan pegal dan rasa lelah yang tidak hilang. Badan
yang dilakukan berdasarkan kuesioner Maslach
pegal tergambar dari pernyataan partisipan 1 dan 5
Burnout Inventory (MBI).
berikut ini :
Penelitian ini menggunakan informan 6 orang
“…kalau pagi mau berangkat shift rasanya badan
perawat yang menangani pasien COVID-19 selama
pegal semua..” (P1)
pandemi. Teknik pengambilan data menggunakan
“..capek pasti ya mbak, karena kan kita merawat
wawancara mendalam. Penentuan informan dalam
pasien yang beda dari biasanya. Badan rasanya
penelitian ini dilakuakn dengan teknik purposive
capek semua apalagi pakai APD untuk proteksi
sampling. Wawancara mendalam dilakukan dengan
lebih..” (P5)
menggunakan instrument pedoman wawancara dan
alat perekam suara. Selain itu, peneliti
Sementara itu partisipan 2,3,4, dan 6
mempersiapkan field note atau catatan lapangan
mengemukakan bahwa kelelahan fisik yang dialami
selama wawancara berlangsung. Analisa data
adalah rasa lelah yang tidak kunjung hilang. Hal
dilakukan dengan metode Colaizzi. Keabsahan data
tersebut dapat dilihat dari pernyataan yang
dalam penelitian ini dilakukan melalui metode
disebutkan oleh partisipan 2,3,4, dan 6 berikut ini :
triangulasi sumber dan member checking.
“..Kalau lelah jangan ditanya lagi mbak, sudah
Triangulasi sumber dilakukan dengan melakukan
istirahat pun badan masih terasa lelah..” (P2)
wawancara dari sumber data informan utama
“..shift selesai kan kita pulang ke rumah mbak,
maupun informan pendukung. SEdangkan member
nggak ada karantina di rumah sakit tapi karantina
checking dilakukan dengan pengambilan data lebih
mandiri di rumah. Karena nggak boleh kemana –
dari sekali pada setiap informan agar informan dapat
mana jadi istirahat full tapi ya gitu capeknya masih
mampu memberikan feedback dan tidak adanya bias
kerasa..” (P3)
pemahaman dari peneliti terhadap apa yang sudah
“..udah tidur tetep aja mbak capek semua badan
disampaikan informan.
saya..” (P4)
“..yang herannya lagi mbak, padahal sudah full
HASIL istirahat dan refreshing di rumah tapi tetap aja
lelah..” (P6)
kemampuan individu, hal ini bisa berupa
Subtema kedua yaitu kelelahan mental. Pendapat kecenderungan untuk menarik diri serta mengurangi
mengenai kelelahan mental dikemukakan secara keterlibatan diri dalam bekerja. Depersonalisasi
beragam oleh partisipan yang terbagi menjadi 4 diperoleh 2 kategori dari hasil wawancara mendalam
kategori yaitu: ketakutan akan tertular, penggunaan yang dilakukan dengan partisipan. Partisipan yang
APD yang lebih proteksi, beban sebagai carrier virus mengalami depersonalisasi serta partisipan yang
ketika pulang, beban dalam merawat pasien Covid – tidak mengalami depersonalisasi.
19. Kategori ketakutan tertular dikemukakan oleh
pernyataan partisipan 3 dan 6 berikut ini : Partisipan yang mengalami depersonalisasi
mengatakan lebih menarik diri jika dibandingkan
“..kan kita baru pertama kali menghadapi pandemi dengan sebelumnya, sebagaimana terlihat dari
seperti ini ya mbak, jadi pasti takut tertular..” (P3) petikan transkrip partisipan 2 berikut :
“..saya 2 kali terkena mbak, padahal sudah “..lebih tertutup aja sih mbak setelah ada pandemi
menggunakan APD sebagai proteksi lebih tapi tetap ini, kayak yang lebih simpan tenaga untuk merawat
saja tertular. Jadi ketakutan itu pasti..”(P6) pasien. Jadi ya lebih sedikit ngomong sama yang
lain, trus kalau pulang ya langsung istirahat.
Kategori penggunaan APD yang lebih proteksi Kepikiran karena kontak lebih erat sama pasien..”
dikemukakan oleh partisipan 1 dan 4 berikut ini : (P2)
“..yang jadi beban memang penggunaan APD yang
beda dari biasanya karena kan untuk proteksi diri Sedangkan untuk partisipan 1,3,4,5,6 mengatakan
kita..” (P1) tidak ada depersonalisasi bahkan merasa senang
“..pakai APD yang benar – benar harus menahan karena bisa merawat pasien Covid -19.
haus, lapar ataupun untuk ke toilet..” (P4) Sebagaimana terlihat dari petikan transkrip
partisipan 1,3,4,5 dan 6 berikut :
Kategori beban sebagai carrier virus ketika pulang “..kalau perubahan sikap ga ada sih mbak, senang
dikemukakan oleh partisipan 2 berikut ini : aja sih saya selama merawat pasien disini ya
“..takut waktu pulang ke rumah mbak, meskipun meskipun merasa beban pasti ada..” (P1)
sudah proteksi ketat, minum vitamin tapi tetap “..hubungan dengan rekan yang lain juga baik sih
ketakutan keluarga saya tertular apalagi orang tua..” mbak, tetap seperti biasa nggak ada perubahan
(P2) signifikan. Bahkan kita senang kalau ada pasien
sembuh..” (P3)
Kategori beban dalam merawat pasien Covid-19 “..saya sih merasa biasa aja ya mbak, stress ada
dikemukakan oleh partisipan 5 berikut ini: cuman nggak sampai yang banget gitu. Senang aja
“..stress pasti dirasakan karena beban merawat selama merawat pasien disini..” (P4)
pasien Covid-19 beda dengan pasien biasa ya “..Bahagianya kalau pasien pertama kali masuk
mbak, mulai penggunaan APD, tindakan yang tidak kondisinya jelek trus bisa sembuh mbak. Kerasa
terduga juga..” (P5) banget kita berjuang bareng..” (P5)
“..Kalau disaya sih nggak ada perubahan ya mbak.
2. Depersonalisasi Ya kan disini kita ikhlas untuk merawat pasien
karena sudah bagian dari tugas. Jadi dibuat happy
Depersonalisasi yang dialami oleh partisipan yang aja..” (P6)
merawat pasien Covid-19 diperoleh 3 kategori :
menarik diri serta melakukan pekerjaan dengan 3. Rendahnya Hasrat Pencapaian Prestasi Diri
senang hati. Depersonalisasi sendiri merupakan
proses penyeimbangan tuntutan pekerjaan dengan
Rendahnya hasrat pencapaian prestasi diri diperoleh Dampak yang dirasakan partisipan selama merawat
dari 2 sub tema yaitu mengalami low personal pasien Covid – 19 terhadap pelayanan yang ada
accomplishment dan tidak mengalami low personal adalah tidak adanya perbedaan secara signifikan
accomplishment. Hal ini dijabarkan dalam 5 kategori terhadap pelayanan keperawatan yang ada.
yaitu kurang motivasi, tidak puas akan pekerjaan, Partisipan menjalankan tugas sebagai perawat
merasa gagal, berhasil merawat pasien dan sebagaimana mestinya. Ke enam partisipan
perasaan senang ketika pasien pulang. memaparkan bahwa tidak ada perbedaan dalam
Kurang motivasi sebagaimana tergambar dalam pelayanan saat merawat pasien Covid – 19. Hanya
ungkapan partisipan 6 berikut : jika ada perbedaan dengan merawat pasien non
“..mungkin karena monoton ya mbak kegiatan sehari Covid adalah beberapa tindakan yang mungkin tidak
– hari saya sebagai perawat covid – 19 jadi terduga serta 3 perawat merawat 25 pasien Covid –
motivasinya kurang..” (P6) 19 selama 2 jam kemudian akan dilakukan
pergantian perawat.
Sementara itu perasaan merasa gagal dikemukakan
oleh partisipan 1 di bawah ini :
“..kalau pasien sampai tidak tertolong, atau oksigen DISKUSI
habis tapi kita juga kehabisan stok itu rasanya gagal Gambaran Burnout Syndrome Perawat teridentifikasi
merawat mbak..” (P1) melalui 3 tema yang diperoleh dari wawancara
mendalam dengan partisipan. Ketiga tema tersebut
Perasaan lain yang dirasakan adalah merasa tidak memiliki subtema dan kategori.
puas dengan pekerjaan sebagaimana diuraikan oleh
partisipan 2 berikut ini : Tema 1 : Kelelahan
“..kadang tidak puas dengan apa yang sudah Partisipan mengalami kelelahan baik secara fisik
dikerjakan kalau melihat ada pasien yang kondisinya ataupun mental selama merawat pasien Covid – 19.
memburuk. Kayak mikir apa ada yang salah dengan Hal ini sesuai dengan salah satu dimensi burnout
pelayanan..”(P2) syndrome yaitu kelelahan atau exhaustion yang
ditandai dengan perasaan letih yang
Sementara itu untuk sub tema tidak mengalami low berkepanjangan baik secara fisik ataupun mental
personal accomplishment dengan kategori merasa (Tawale,2011).Pengertian Burnout Syndrome
berhasil merawat pasien dikemukakan oleh merupakan respon yang berkepanjangan terkait
partisipan 3 dan 5 berikut ini : faktor penyebab stress yang terus menerus terjadi di
“..karena pasien disini mulai gejala ringan ke sedang tempat kerja (El Hage, 2019) . Kelelahan fisik yang
jadi lebih banyak yang sembuh mbak daripada yang terjadi dapat meliputi merasakan berkurangnya
nggak tertolong, disitu kami merasa berhasil tenaga, merasa lemah atau kelelahan yang kronis.
merawat pasien dengan baik..” (P3) Sedangkan untuk kelelahan mental dapat berupa
“..Merasa sudah merawat dengan baik kalau pasien menaik diri, tingginya sikap negative pada seseorang
bisa pulih kembali mbak..” (P5) atau hidupnya (Greenberg, 2020)..
Perasaan senang ketika pasien pulang dikemukakan Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan
oleh partisipan 4 sebagai berikut : partisipan beberapa partisipan mengeluhkan badan
“..yang nggak terlupakan kalau pasien bisa kembali pegal serta rasa lelah yang tidak hilang meskipun
sehat, pulang dan mengucapkan terima kasih ke kita telah beristirahat. Kelelahan mental yang dialami
mbak. Rasanya senang..” (P4) partisipan juga sesuai dengan dimensi dari burnout
syndrome. Hal yang dirasakan partisipan meliputi
4. Dampak Pada Pelayanan Keperawatan ketakutan tertular, proteksi yang lebih, beban
sebagai carrier virus ketika pulang serta beban memicu timbulnya penilaian rendah terhadap
dalam merawat pasien Covid-19. kompetensi diri (Tawale, 2011). Penelitian yang telah
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian dilakukan menemukan bahwa partisipan merasa
yang dilakukan oleh Bektas (2013) yang menyatakan kurang motivasi, tidak puas akan pekerjaan serta
bahwa pekerjaan yang penuh dengan tekananan merasa gagal ketika melihat pasien covid-19 yang
membutuhkan upaya individu yang lebih untuk mengalami kondisi lebih buruk atau bahkan tidak
mengatasi sindrom kelelahan. Sindrom kelelahan tertolong. Serta merasa bahwa kegiatan yang
dalam durasi waktu yang lama akan mengakibatkan dilakukan monoton selama merawat pasien covid-
stress kerja. 19.
Penelitian ini sesuai dengan konsep sumber stress Hasil penelitian ini juga sesuai dengan kerangka
perawat di masa pandemi adalah penggunaan APD model burnout syndrome yang dikembangkan oleh
serta ketakutan akan Khamsia et al (2013) adanya stressor yang terjadi
tertular(Brook,2020).Penggunaan APD yang berbeda pada perawat terkait dengan keadaan pekerjaan
dari sebelumnya serta virus Covid – 19 yang mudah perawat sehingga perawat merasa tidak puas dalam
menular menjadi sumber stress bagi tenaga bekerja. Kepuasan perawat dalam memberikan
kesehatan. Hal ini dikarenakan tenaga kesehatan pelayanan menyebabkan kondisi burnout syndrome
harus bekerja ekstra dalam merawat pasien Covid- pada tahap ketiga yaitu individu sudah menarik diri
19. dan mengalami tekanan emosi.
Penelitian lain menyebutkan bahwa burnout
Tema 2 : Depersonalisasi syndrome berpengaruh terhadap kepuasan kerja
Depersonalisasi adalah penyeimbangan antara menunjukkan bahwa kepuasan kerja yang tinggi
tuntutan pekerjaan dengan kemampuan individu. Hal dapat dibentuk melalui adanya burnout syndrome
ini bisa berupa sikan sinis terhadap orang – orang yang rendah. Selain itu penelitian Nwafor (2015)
yang berada dalam lingkup kerja atau menjelaskan bahwa burnout syndrome berpengaruh
kecenderungan untuk menarik diri (Tawale, 2011) . langsung terhadap kepuasan kerja.
Hal ini dikemukakan oleh salah satu partisipan yang
merasa lebih menarik diri setelah adanya pandemi. Dari hasil penelitian dan data demografi partisipan
Sedangkan partisipan yang lain melakukan didapatkan hasil bahwa (1) partisipan dengan jenis
pekerjaan dengan senang hati. Hasil penelitian ini kelamin laki – laki hanya merasa kelelahan baik
sesuai dengan konsep penyebab stress kerja yaitu secara mental dan fisik, tidak mengalam
dari individual dimana tekanan individual sebagai depersonalisasi serta rendahnya hasrat pencapaian
penyebab stress kerja salah satunya beban kerja diri jika dibandingkan partisipan lain yang berjenis
berlebih. Memiliki terlalu banyak sesuatu pekerjaan kelamin perempuan. (2) Burnout syndrome yang
merupakan beban berlebih yang bersifat kuantitatif dialami partisipan lebih mengarah ke mental jika
serta tanggung jawab yang dapat menjadi beban dibandingkan dengan fisik, hal ini dilihat dari
bagi seseorang dapat menjadikan seseorang beragamnya jawaban partisipan mengenai kelelahan
menarik diri (Garret,2008). secara mental. (3) Partisipan yang mengalami
kelelahan, depersonalisasi serta rendahnya hasrat
Tema 3 : Rendahnya Hasrat Pencapaian Diri (Low pencapaian diri hanya 1 partisipan. (4) Semua
Personal Accomplishment) partisipan memaparkan bahwa tidak ada dampak
Rendahnya hasrat pencapaian diri ditandai dengan signifikan pada pelayanan keperawatan. (5)
adanya perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, Lingkungan kerja yang kondusif dan positif di Rumah
pekerjaan bahkan terhadap hidup. Selain itu, Sakit Ki Ageng Getas Pendowo menurut partisipan,
perawat merasa belum melakukan hal – hal yang sehingga mendukung pelayanan keperawatan yang
bermanfaat dalam hidupnya sehingga pada akhirnya baik selama pandemic Covid -19
during the early outbreak period: A scoping
review. Vol. 9, Infectious Diseases of
SIMPULAN Poverty. 2020.

Berdasarkan hasil analisa dan diskusi, perawat yang Anmella G, Fico G, Roca A, Gómez-Ramiro M,
menangani COVID-19 di RSUD Ki Ageng Getas Vázquez M, Murru A, et al. Unravelling
Pendowo Gubug mengalami burnout syndrome. Hal potential severe psychiatric repercussions on
ini sesuai dengan temuan yang dikemukakan healthcare professionals during the COVID-
partisipan yang meliputi 3 dimensi kelelahan, 19 crisis. Vol. 273, Journal of Affective
depersonalisasi serta rendahnya hasrat pencapaian Disorders. 2020.
diri. Namun tidak semua partisipan mengalami ketiga
hal tersebut. Brook S. AR. RG. & GN. Psychological resilience
Pada dimensi kelelahan semua perawat and post traumatic growth in disaster-
mengemukakan bahwa mengalami kelelahan baik exposed organizations : overview of the
secara fisik (badan pegal dan rasa lelah yang tidak literature . BMJ Mil Heal. 2020;166(1):52–6.
hilang) maupun mental (ketakutan tertular,
penggunaan APD yang lebih proteksi, beban Belingheri M, Paladino ME, Riva MA. Beyond the
sebagai carrier virus saat pulang, serta beban dalam assistance: additional exposure situations to
merawat pasien Covid-19). COVID-19 for healthcare workers. Vol. 105,
Dimensi depersonalisasi hanya satu partisipan yang Journal of Hospital Infection. 2020.
merasa lebih menarik diri dikarenakan agar lebih
menghemat tenaga selama merawat pasien Covid – Handayani RT, Kuntari S, Darmayanti AT, Widiyanto
19. Memiliki terlalu banyak sesuatu pekerjaan A, Atmojo JT. Faktor Penyebab Stres Pada
merupakan beban berlebih yang bersifat kuantitatif Tenaga Kesehatan Dan Masyarakat Saat
serta tanggung jawab yang dapat menjadi beban Pandemi Covid-19. J Keperawatan Jiwa.
bagi seseorang dapat menjadikan seseorang 2020;8(3):353.
menarik diri .Sedangkan partisipan yang lain merasa
senang bisa merawat pasien Covid -19. Kang L, Li Y, Hu S, Chen M, Yang C, Yang BX, et al.
Dimensi rendahnya hasrat pencapaian diri merasa The mental health of medical workers in
dialami oleh tiga partisipan yang mengemukakan Wuhan, China dealing with the 2019 novel
bahwa merasa kurang termotivasi, tidak puas akan coronavirus. Vol. 7, The Lancet Psychiatry.
pekerjaan serta merasa gagal ketika melihat pasien Elsevier Ltd; 2020. p. e14.
Covid-19 mengalami kondisi yang lebih buruk
ataupun tidak dapat tertolong. Sedangkan partisipan Lai J, Ma S, Wang Y, Cai Z, Hu J, Wei N, et al.
yang lain merasa bahwa berhasil merawat pasien Factors Associated With Mental Health
serta merasa senang ketika melihat pasien dapat Outcomes Among Health Care Workers
sembuh dan pulang dalam keadaan sehat. Exposed to Coronavirus Disease 2019.
JAMA Netw open. 2020 Mar 2;3(3):e203976.

DAFTAR PUSTAKA Maslach C. Burnout the cost of caring. Malor B.


2003;
Adhikari SP, Meng S, Wu YJ, Mao YP, Ye RX, Wang
QZ, et al. Epidemiology, causes, clinical Moleong L. Metodologi Penelitian Kualitatif : Edisi
manifestation and diagnosis, prevention and Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya;
control of coronavirus disease (COVID-19) 2010.
Kuantitaif, Kualitatif, Dan R &D). Bandung:
Pujiyanto TI, Suprihati S, Nursalam N, Ediyati A. Alfabeta; 2007.
Improving Nursing Work Services through
Development Model of Quality of Nursing Tawale EN. Hubungan antara Motivasi Kerja
Work Life. Vol. 12, Jurnal Ners. 2017. Perawat dengan Kecenderungan mengalami
Burnout pada Perawat di RSUD Serui -
Pujiyanto TI. Buku Model Kualitas Kehidupan Kerja Papua. Insa Media Psikol. 2011;13(2):74–84.
Perawat.pdf. 2018.
Wang C, Pan R, Wan X, Tan Y, Xu L, McIntyre RS,
Schaufeli WB, Bakker AB. Job demands, job et al. A longitudinal study on the mental
resources, and their relationship with burnout health of general population during the
and engagement: A multi-sample study. J COVID-19 epidemic in China. Brain Behav
Organ Behav. 2004;25(3). Immun. 2020 Jul 1;87:40–8.

Sugiono. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan

Anda mungkin juga menyukai