Anda di halaman 1dari 65

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN LAMA KERJA DENGAN

TINGKAT STRES PERAWAT PADA PENANGANAN PASIEN


COVID-19 DI RST SALATIGA

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :

NIM

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ESTU UTOMO

BOYOLALI

NOVEMBER , 2021

i
DAFTAR ISI

Contents
BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................5

C. Tujuan Penelitian.........................................................................................5

D. Manfaat Penelitian.......................................................................................6

E. Keaslian penelitian.......................................................................................6

BAB II......................................................................................................................8

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................8

A. Penanganan covid-19...................................................................................8

B. Stress..........................................................................................................22

C. Pengetahuan...............................................................................................31

D. Lama Kerja.................................................................................................37

E. Konsep teori...............................................................................................38

F. Kerangka konsep........................................................................................39

G. Hipotesa......................................................................................................39

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................40

A. Desain penelitian........................................................................................40

B. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................42

C. Populasi dan sampel...................................................................................42

D. Variabel Penelitian.....................................................................................43

ii
E. Definisi operasional...................................................................................43

F. Pengumpulan data dan instrumen Penelitian.............................................45

G. Uji Validitas dan Reliabitas.......................................................................47

I. Etika penelitian...........................................................................................50

J. Rencana Jalannya Penelitian......................................................................51

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa pandemi covid-19 ini menuntut sumber daya berperan

penting dalam melakukan pekerjaannya. Tenaga kerja yang berada pada

garis terdepan dalam penanggulangan pandemi ini adalah tenaga kesehatan

atau medis khususnya perawat. Perawat sebagai tenaga medis memiliki

peran penting dalam menopang hidup, membantu pemulihan, dan

memberikan dukungan psikologis terhadap pasien yang terdiagnosis

positif covid-19 (Chen J, Qi T, Liu L, Ling Y, Qian Z, Li T, 2020). Karena

sifat penyakit yang masih baru, para perawat bersama jajaran tenaga

kesehatan lain harus mampu menghadapi krisis, beradaptasi dengan

prosedur yang terus berubah, dan sigap terhadap berbagai ketidakpastian

selama memberikan perawatan pada para pasien (Jackson, et al, 2020)

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan garda terdepan yang

terlibat dalam menangani pasien covid-19 memiliki resiko hidup dalam

menjalankan tugasnya dan berisiko mengalami stress. Hal ini bisa

disebabkan oleh tuntutan pekerjaan yang tinggi, sumber daya yang rendah,

dan ketersediaan alat pelindung diri yang sangat minim (Hendro W.

Sihombing, 2020). Stres kerja merupakan bentuk respon psikologis dari

tubuh terhadap tekanan tekanan yang muncul dari interaksi antara individu

dengan pekerjaanya, dan dapat merubah fungsi fisik serta psikis yang
iv
normal, sehingga dinilai membahayakan, dan tidak menyenangkan

(Widyasari, 2010).

Sebuah Studi dilakukan di London United Kingdom untuk melihat

bagaimana prevalensi stress, cemas dan depresi terjadi pada perawat yang

menangani pasien dengan COVID-19, studi ini dilakukan kepada 33 orang

perawat yang bekerja selama pandemik COVID- 19 berlangsung yang

disimpulkan bahwa sebanyak 12 orang perawat mengalami cemas, 5 orang

perawat mengalami stress dan 10 orang perawat mengalami depresi akibat

menangani pasien dengan COVID-19 (Pappa, et al, 2020). Selain itu pada

penelitian yang dilakukan oleh (Salari,et al di benua Eropa sebanyak

31,9% tenaga medis mengalami stres dan di Asia sebanyak 27,9% tenaga

medis mengalami stress. Selain itu pada penelitian (Musta’in, 2021),

terdapat 90% perawat mengalami stress ringan hingga sangat parah.

Banyak faktor yang yang menyebabkan kejadian stres pada tenaga

kesehatan diantaranya riwayat gejala yang dirasakan, riwayat kontak,

pengetahuan dan penerapan universal precaution terkait COVID-19

(Wang et al, 2020). Penelitian yang dilakukan oleh Verma (2020) tentang

faktor- faktor yang mempengaruhi stress pada perawat di masa pandemi

COVID-19 yaitu jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendapatan, dan

pendidikan. Stres kerja memiliki dampak yang bervariasi diantaranya

adanya negatif dan positif namun lebih banyak lagi efek negatifnya yang

secara potensial berbahaya. Akibatnya antara lain kelelahan fisik, perasaan

kesal atau marah bahkan depresi kerja. Tingkat stress kerja yang tinggi

berdampak terhadap prestasi kerja karyawan dan akhirnya merugikan

v
perusahaan, dampak negatif tersebut dapat berupa rendahnya tingkat

produktivitas, minimnya kreatifitas, kurangnya motivasi, pengambilan

keputusan yang tidak efektif, kualitas komunikasi antar karyawan yang

rendah, tingkat absen yang tinggi, bahkan muculnya tindakan kekerasan di

lingkungan kerja.(Ela Nurdiawati, 2018)

Pada penelitian ( Sihombing 2020) menyatakan bahwa ada

hubungan antara pengetahuan perawat dengan tingkat stres dalam merawat

pasien Covid-19, semakin tinggi pengetahuan seseorang maka

kemungkinan mengalami stres sangat rendah. Namun tidak menutup

kemungkinan orang yang memiliki pengetahuan baik juga bisa mengalami

stres berat. Selain itu pada penelitian ( Isnainy 2019) menyatakan ada

hubungan lama bekerja dengan stress ekrja perawat, responden yang lama

bekerja memiliki peluang 5 kali lebih besar untuk tidak stres kerja perawat

jika dibandingkan dengan responden yang baru bekerja.Hal berbeda pada

penelitian (Safitri ,2020) menyatakan tidak ada hubungan masa kerja

denan stress kerja perawat. semakin lama seseorang bekerja pada suatu

organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga

kecakapan kerjanya semakin baik. Adanya pengalaman yang dimiliki oleh

perawat dengan masa kerja yang lebih lama dapat membantu

menyelesaikan masalah pekerjaan yang dihadapi oleh perawat lain dengan

masa kerja yang masih baru.

Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan

September 2021 di ruang IGD terdapat 22 orang dengan masa kerja

rentang 6 bulan hingga 10 tahun dan memiliki pendidikan D3 hingga

vi
profesi Ners.Data dari wawancara pada 5 perawat ditemukan bahwa

selama pandemi perawat merasa mudah marah karena hal sepele, mudah

kesal, tidak bisa tidur dengan nyenyak dan saat bekerja merasa

tegang,cemas, serta tidak bisa rileks. Namun terdapat seorang perawat

yang menyatakan bahwa tidak merasa tegang dan cemas, masih bisa

bersantai walapun mengalami gangguan tidur.

Masa pandemi ini seluruh tenaga keperawatan mengalami stress,

namun stress yang dialami individu akan berbeda-beda tergantung dengan

mekanisme koping yang dimiliki oleh individu itu sendiri. Covid-19

dibilang virus yang baru dan penyebaran virus ini sangat cepat memalui

droplet. Pengetahuan mengenai karakteristik covid saat ini masih tahap

pengembangan. Hal ini mengakibatkan penanganan yang harus dilakukan

dengan hati-hati karena virus ini belum memiliki penatalaksaan

fammakologi yang paten.

Hasil studi pengetahuan yang dilakuan di IGD RST Salatiga,

didapatkan 2 orang perawat lama yang telah bekerja 5 tahun 2 orang

perawat merupakan perawat yang baru yang bekerja selama 6-1 tahun

menyatakan merasa stress karena kadang mengalami konflik dengan rekan

lain, sering dikritik atasan, merasa kurang kurangan dari bagian lain,

sering di kritik dokter dan kadang mengalami pengaturan jadwal tidak

terduga, 1 orang perawat baru yang bekerja selama 6 bulan menyatakan

tidak mengalami stres. Pengetahuan mengenai penanganan pasien covid-

19 pada perawat masih cukup, karena virus covid-19 ini merupakan virus

baru yang muncul pada akhir tahun 2019 , dimana seluruh tenaga

vii
kesehatan masih baru dengan virus ini dan belum ada obat paten untuk

mengatasi virus ini

Dari ulasan diatas peneliti tertarik untuk meneliti mengenai”

hubungan pengetahuan dan lama kerja dengan tingkat stres perawat pada

penanganan pasien COVID-19 di RST Salatiga”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan sebuah masalah

yaitu” apakah ada hubungan pengetahuan dan lama kerja dengan tingkat

stres perawat pada penanganan pasien covid 19 di RST Salatiga?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan lama kerja dengan

tingkat stres perawat pada penanganan pasien covid 19 di RST Salatiga

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan gambaran pengetahuan perawat pada penanganan

pasien covid 19 di RST salatiga

b. Mendiskripsikan gambaran lama kerja perawat dalam penanganan

pasien covid 19 di RST salatiga

c. Mendiskripsikan tingkat stres perawat dalam penanganan pasien

covid 19 di RST salatiga

d. Menganalisis hubungan pengetahuan dan lama kerja dengan

tingkat stres perawat pada penanganan pasien covid 19 di RST

Salatiga

viii
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Peneliti dapat mengaplikasikan penelitian mengenai pengetahuan, lama

kerja dengan stress kerja

2. Bagi responden dan tempat penelitian

Responden memiliki tambahan wawasan mengenai stress dalam

penanganan pasien covid, dan pihak rumah sakit mendapatkan data

tambahan mengenai stress kerja yang dialami oleh perawat

3. Bagi pendidikan dan pelayanan keperawatan

Mendapatkan informasi tambahan mengenai stress yang dialami

perawat dan nantinya dapat mengambil tindakan cara mengurangi

cemas pada perawat

4. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian dapat dijadikan acuhan untuk mengembangan

penelitian selanjutnya mengenai stress dalam menangani pasien covid-

19

E. Keaslian penelitian

Tabel 1.1 keaslian penelitian

No Penelitian Judul Metode Hasil Perbedaan

Mayoritas
responden
1 Hendro W. Hubungan Rancangan memiliki Penelitian
Sihombing pengetahuan cross sectional pengetahuan terdahulu
Dan Zahra perawat survey dengan cukup tentang menggunakan
covid-19 yaitu
230 (58,1%) dan
ix
mengalami
tingkat stres
Maulidia tentang populasi sedang dalam 1 variabel
Septimar covid-19 penelitian merawatpasien independen
(2020) dengan 39.122 covid-19 yaitu pengetahuan
tingkat stres responden, 245 (61,9%). perawat
dalam jumlah sampel Terdapat Penelitian saat
merawat 396 responden ini
pasien covid- dengan teknik hubungan menggunakan
19 sample pengetahuan 2 variabel
accidental dengan tingkat independen
sampling. stress perawat yakni
Analisa diperoleh p pengetahuan
bivariat value= 0,004 dan masa kerja
menggunakan
chi square

hubungan
beban kerja,
2 Usastiawaty Jenis Sebanyak 1 26 Penelitian
budaya kerja
Cik Ayu penelitian (16,9%) dahulu
dan lama
Saadiah kuantitatif responden bertujuan
kerja
Isnainy, Prima dengan mengalami stres mengetahuai
terhadap
Dian Furqoni, metode survei kerja. Sebanyak beban kerja,
Stres kerja
Lidya Aryanti, analitik, 102 (66,2%) budaya kerja
perawat di
Leni Sari Asdi populasi yang responden dan lama kerja
ruang irna III
(2019) digunakan 250 memiliki beban terjadap
rumah sakit
perawat kerja ringan. kejadian stress
umum
dengan jumlah Sebanyak 95 Penelitian
Daerah
sampel 154 (61,7%) sekarang
DR.H. Abdul
dengan teknik responden bertujuan
Moeloek
sampel budaya melihat
Provinsi
purposive organisasi baik, hubungan
Lampung
sampling. sebanyak 117 pengetahuan
Analisa (76,0%) dan lama kerja
bivariat responden lama terhadap stress
menggunakan dalam bekerja. kerja
chi square Dan terdapat
hubungan beban
kerja, budaya
organisasi dan
lama bekerja
dengan kejadian
stress kerja
perawat

x
Deskriptif Tingkat stres
kuantitatif pada perawat di
dengan Rumah sakit
3 Pisga Dwi Tingkat stres Penelitian
Wawasan advent bandar
Lestari Br perawat dahulu
deskriptif, lampung berada
Pasaribu, terkait isu mengguankan
sampel yang pada kategori
Denny Paul covid-19 rancangan
digunakan 75 tinggi.
Ricky (2021) wawasan
perawat
deskriptif
denagn tekanik
Penelitian saat
random
ini
sampling .
menggunakan
Analisa data
rancangan
mengguankan
crosssectional
nilai mean

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penanganan covid-19

Penanganan covid-19 di isntalasai gawat darurat menurut pada buku panduan

asuahn keperawatan di masa pandemi covid-19 (PPNI, 2020)

1. Terapi Suportif Dini dan Pemantauan

a. Berikan terapi suplementasi oksigen segera pada pasien ISPA berat

dan distress pernapasan, hipoksemia, atau syok.

1) Terapi oksigen dimulai dengan pemberian 5 L/menit dengan nasal

kanul dan titrasi untuk mencapai target SpO2 ≥90% pada anak dan

orang dewasa yang tidak hamil serta SpO2 ≥ 92%-95% pada pasien

hamil.

xi
2) Pada anak dengan tanda kegawatdaruratan (obstruksi napas atau

apneu, distres pernapasan berat, sianosis sentral, syok, koma, atau

kejang) harus diberikan terapi oksigen selama resusitasi untuk

mencapai target SpO2 ≥94%. Semua pasien dengan ISPA berat

dipantau menggunakan oksimetri nadi dan sistem oksigen harus

berfungsi dengan baik, dan semua alatalat untuk menghantarkan

oksigen (nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup dengan

kantong reservoir) harus digunakan sekali pakai.

3) Terapkan pemakaian alat pelindung diri level 3 dan kewaspadaan

kontak saat memegang alat-alat untuk menghantarkan oksigen (nasal

kanul, sungkup muka sederhana, sungkup dengan kantong reservoir)

untuk pasien dalam pengawasan atau terbukti COVID-19 karena

dapat menyebabkan aerosolisai

b. Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien dengan ISPA

berat tanpa syok. Pasien dengan ISPA berat harus hati-hati dalam

pemberian cairan intravena, karena resusitasi cairan yang agresif

dapat memperburuk oksigenasi, terutama dalam kondisi keterbatasan

ketersediaan ventilasi mekanik.

c. Pemberian antibiotik empirik berdasarkan kemungkinan etiologi.

Pada kasus sepsis (termasuk dalam pengawasan COVID-19) berikan

antibiotik empirik yang tepat secepatnya dalam waktu 1 jam.

Pengobatan antibiotik empirik berdasarkan diagnosis klinis

(pneumonia komunitas, pneumonia nosokomial atau sepsis),

epidemiologi dan peta kuman, serta pedoman pengobatan. Terapi

xii
empirik harus di de-ekskalasi (diturunkan dosisnya) apabila sudah

didapatkan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan penilaian klinis.

d. Jangan memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin untuk

pengobatan pneumonia karena virus atau ARDS di luar uji klinis

kecuali terdapat alasan lain.Penggunaan jangka panjang sistemik

kortikosteroid dosis tinggi dapat menyebabkan efek samping yang

serius pada pasien dengan ISPA berat/SARI, termasuk infeksi

oportunistik, nekrosis avaskular, infeksi baru bakteri dan replikasi

virus mungkin berkepanjangan. Oleh karena itu,kortikosteroid harus

dihindari kecuali diindikasikan untuk alasan lain.

e. Lakukan pemantauan ketat pasien dengan gejala klinis yang

mengalami perburukan seperti gagal napas, sepsis dan lakukan

intervensi perawatan suportif secepat mungkin.

f. Pahami pasien yang memiliki komorbid untuk menyesuaikan

pengobatan dan penilaian prognosisnya. Perlu menentukan terapi mana

yang harus dilanjutkan dan terapi mana yang harus dihentikan

sementara. Berkomunikasi secara proaktif dengan pasien dan keluarga

dengan memberikan dukungan dan informasi prognostik

g. Tatalaksana pada pasien hamil, dilakukan terapi suportif dan

penyesuaian dengan fisiologi kehamilan.Persalinan darurat dan

terminasi kehamilan menjadi tantangan dan perlu kehati-hatian serta

mempertimbangkan beberapa faktor seperti usia kehamilan, kondisi

ibu dan janin. Perlu dikonsultasikan ke dokter kandungan, dokter

anak dan konsultan intensive care.

xiii
2. Manajemen Gagal Napas Hipoksemi dan ARDS

a. Mengenali gagal napas hipoksemi ketika pasien dengan distress

pernapasan mengalami kegagalan terapi oksigen standar. Pasien dapat

mengalami peningkatan kerja pernapasan atau hipoksemi walaupun

telah diberikan oksigen melalui sungkup tutup muka dengan kantong

reservoir (10 sampai 15 L/menit, aliran minimal yang dibutuhkan untuk

mengembangkan kantong; FiO2 antara 0,60 dan 0,95). Gagal napas

hipoksemi pada ARDS terjadi akibat ketidaksesuaian ventilasi-perfusi

atau pirau/pintasan (shunt) dan biasanya membutuhkan ventilasi

mekanik.

b. Intubasi endotrakeal harus dilakukan oleh petugas terlatih dan

berpengalaman dengan memperhatikan kewaspadaan transmisi

airborne. Pasien dengan ARDS, terutama anak kecil, obesitas atau

hamil, dapat mengalami desaturasi dengan cepat selama intubasi. Pasien

dilakukan preoksigenasi sebelum intubasi dengan Fraksi Oksigen (FiO2)

100% selama 5 menit, melalui sungkup muka dengan kantong udara,

bag-valve mask, HFNO atau NIV dan kemudian dilanjutkan dengan

intubasi. Untuk keamanan saat intubasi hentikan kompresi saat RJP dan

juga bisa digunakan headbox untuk melindungi dari kontaminasi.

c. Ventilasi mekanik menggunakan volume tidal yang rendah (4-8 ml/kg

prediksi berat badan, Predicted Body Weight/PBW) dan tekanan

inspirasi rendah (tekanan plateau <30 cmH2O). Sangat

direkomendasikan untuk pasien ARDS dan disarankan pada pasien

gagal napas karena sepsis yang tidak memenuhi kriteria ARDS.

xiv
 Perhitungkan PBW pria = 50 + 2,3 [tinggi badan (inchi) – 60],

wanita = 45,5 + 2,3 [tinggi badan (inchi) – 60]

 Pilih mode ventilasi mekanik

 Atur ventilasi mekanik untuk mencapai tidal volume awal 8 ml/kg

PBW

 Kurangi tidal volume awal secara bertahap 1 ml/kg dalam waktu ≤ 2

jam sampai mencapai tidal volume 6 ml/kg PBW

 Atur frekeunsi napas untuk mencapai ventilasi semenit (tidak lebih

dari 35 kali/menit)

 Atur tidal volume dan frekuensi napas untuk mencapai target pH

dan tekanan plateau

Hipercapnia diperbolehkan jika pH 7,30-7,45. Protokol ventilasi

mekanik harus tersedia. Penggunaan sedasi yang dalam untuk

mengontrol usaha napas dan mencapai target volume tidal. Prediksi

peningkatan mortalita pada ARDS lebih akurat menggunakan

tekanan driving yang tinggi (tekanan plateau−PEEP) di bandingkan

dengan volume tidal atau tekanan plateau yang tinggi.

d. Manajemen cairan konservatif untuk pasien ARDS tanpa hipoperfusi

jaringan. Hal ini sangat direkomendasikan karena dapat mempersingkat

penggunaan ventilator.

e. Pada pasien dengan ARDS sedang atau berat disarankan menggunakan

PEEP lebih tinggi dibandingkan PEEP rendah. Titrasi PEEP diperlukan

dengan mempertimbangkan manfaat (mengurangi atelektrauma dan

meningkatkan rekrutmen alveolar) dan risiko (tekanan berlebih pada

xv
akhir inspirasi yang menyebabkan cedera parenkim paru dan resistensi

vaskuler pulmoner yang lebih tinggi). Untuk memandu titrasi PEEP

berdasarkan pada FiO2 yang diperlukan untuk mempertahankan SpO2.

Intervensi recruitment manoueuvers (RMs) dilakukan secara berkala

dengan CPAP yang tinggi (30-40 cm H2O), peningkatan PEEP yang

progresif dengan tekanan driving yang konstan, atau tekanan driving

yang tinggi dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko.

f. Pada pasien ARDS sedang-berat (td2/FiO2<150) tidak dianjurkan

secara rutin menggunakan obat pelumpuh otot.

g. Hindari terputusnya hubungan ventilasi mekanik dengan pasien karena

dapat mengakibatkan hilangnya PEEP dan atelektasis. Gunakan kateter

sistem closed suction dan klem selang endotrakeal jika hubungan

ventilasi mekanik dan pasien terputus (misalnya saat pemindahan ke

ventilasi mekanik yang portabel).

3. Manajemen Syok Septik

a. Kenali tanda syok septik

1) Pasien dewasa: Hipotensi yang menetap meskipun sudah

dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor untuk

mempertahankan MAP ≥65 mmHg dan kadar laktat serum >2

mmol/L.

2) Pasien anak: Hipotensi (Tekanan Darah Sistolik (TDS) < persentil

5 atau >2 standar deviasi (SD) di bawah normal usia) atau

terdapat 2-3 gejala dan tanda berikut: perubahan status

mental/kesadaran, takikardia atau bradikardia (HR <90 x/menit

xvi
atau >160 x/menit pada bayi dan HR <70x/menit atau >150

x/menit pada anak), waktu pengisian kembali kapiler yang

memanjang (>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan bounding

pulse, takipnea, mottled skin atau ruam petekie atau purpura,

peningkatan laktat, oliguria, hipertermia atau hipotermia.

Keterangan: Apabila tidak ada pemeriksaan laktat, gunakan MAP

dan tanda klinis gangguan perfusi untuk deteksi syok. Perawatan

standar meliputi deteksi dini dan tatalaksana dalam 1 jam, terapi

antimikroba dan pemberian cairan serta vasopresor untuk

hipotensi. Penggunaan kateter vena dan arteri berdasarkan

ketersediaan dan kebutuhan pasien.

b. Resusitasi syok septik pada dewasa: berikan cairan kristaloid isotonik

30 ml/kg. Resusitasi syok septik pada anak-anak: pada awal berikan

bolus cepat 20 ml/kg kemudian tingkatkan hingga 40-60 ml/kg dalam 1

jam pertama.

c. Jangan gunakan kristaloid hipotonik, starch/kanji, atau gelatin untuk

Resusitasi

d. Resusitasi cairan dapat mengakibatkan kelebihan cairan dan gagal

napas. Jika tidak ada respon terhadap pemberian cairan dan muncul

tanda-tanda kelebihan cairan (seperti distensi vena jugularis, ronkhi

basah halus pada auskultasi paru, gambaran edema paru pada foto

toraks, atau hepatomegali pada anak-anak) maka kurangi atau hentikan

pemberian cairan.

xvii
1) Kristaloid yang diberikan berupa salin normal dan Ringer Laktat.

Penentuan kebutuhan cairan untuk bolus tambahan (250-1000 ml

pada orang dewasa atau 10-20 ml/kg pada anak-anak) berdasarkan

respons klinis dan target perfusi. Target perfusi meliputi MAP >65

mmHg atau target sesuai usia pada anak-anak, produksi urin (>0,5

ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/jam pada anak-anak), dan

menghilangnya mottled skin, perbaikan waktu pengisian kembali

kapiler, pulihnya kesadaran, dan turunnya kadar laktat.

2) Pemberian resusitasi dengan starch (kanji) lebih meningkatkan

risiko kematian dan acute kidney injury (AKI) dibandingkan

dengan pemberian kristaloid. Cairan hipotonik kurang efektif

dalam meningkatkan volume intravaskular dibandingkan dengan

cairan isotonik. Surviving Sepsis menyebutkan albumin dapat

digunakan untuk resusitasi ketika pasien membutuhkan kristaloid

yang cukup banyak, tetapi rekomendasi ini belum memiliki bukti

yang cukup (low quality evidence).

e. Vasopresor diberikan ketika syok tetap berlangsung meskipun sudah

diberikan resusitasi cairan yang cukup. Pada orang dewasa target awal

tekanan darah adalah MAP ≥65 mmHg dan pada anak disesuaikan

dengan usia.

f. Jika kateter vena sentral tidak tersedia, vasopresor dapat diberikan

melalui intravena perifer, tetapi gunakan vena yang besar dan pantau

dengan cermat tanda-tanda ekstravasasi dan nekrosis jaringan lokal.

xviii
Jika ekstravasasi terjadi, hentikan infus. Vasopresor juga dapat

diberikan melalui jarum intraoseus.

g. Pertimbangkan pemberian obat inotrop (seperti dobutamin) jika perfusi

tetap buruk dan terjadi disfungsi jantung meskipun tekanan darah

sudah mencapai target MAP dengan resusitasi cairan dan vasopresor.

 Vasopresor (yaitu norepinefrin, epinefrin, vasopresin, dan

dopamin) paling aman diberikan melalui kateter vena sentral

tetapi dapat pula diberikan melalui vena perifer dan jarum

intraoseus. Pantau tekanan darah sesering mungkin dan titrasi

vasopresor hingga dosis minimum yang diperlukan untuk

mempertahankan perfusi dan mencegah timbulnya efek samping.

 Norepinefrin dianggap sebagai lini pertama pada pasien dewasa.

Epinefrin atau vasopresin dapat ditambahkan untuk mencapai

target MAP. Dopamin hanya diberikan untuk pasien bradikardia

atau pasien dengan risiko rendah terjadinya takiaritmia. Pada

anak-anak dengan cold shock (lebih sering), epinefrin dianggap

sebagai lini pertama, sedangkan norepinefrin digunakan pada

pasien dengan warm shock (lebih jarang).

4. Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup Jantung Lanjut

(BHJL) pada Pasien COVID-19

a. Prinsip Umum Resusitasi pada Pasien yang Terduga atau

Terkonfirmasi COVID-19

1) Mengurangi paparan tenaga kesehatan ke COVID-19

xix
Rasional: Sangat penting untuk tenaga kesehatan melindungi diri

dan kolega dari paparan yang tidak perlu.

Strategi:

o Sebelum memasuki lokasi, semua penyelamat harus

mengenakan APD yang sesuai (disarankan level 3) untuk

menjaga dari kontak dengan partikel udara dan droplet. Batasi

personil di ruangan resusitasi.

o Pertimbangkan untuk mengganti kompresi dada manual dengan

perangkat CPR mekanis untuk mengurangi jumlah penyelamat

yang diperlukan untuk orang dewasa dan remaja yang

memenuhi kriteria tinggi dan berat sesuai dengan mesin

mekanis.

Berkomunikasi tentang status pasien COVID-19 ke tenaga

kesehatan yang akan datang sebelum kedatangan mereka di

tempat kejadian atau menerima pasien saat mentransfer ke

rumah sakit rujukan.

b. Prioritaskan strategi oksigenasi dan ventilasi dengan risiko aerosolisasi

yang lebih rendah.

Rasional: Prosedur intubasi memiliki risiko aerosolisasi yang tinggi,

jika pasien diintubasi dengan endotrakeal tube yang memiliki cuff dan

dihubungkan ke ventilator dengan filter high-efficiency particulate air

(HEPA) di exhalation dan juga penggunaan in-line (closed) suction

catheter akan menghasilkan sirkuit tertutup yang menyebabkan risiko

xx
aerosolisasi yang lebih rendah daripada bentuk ventilasi tekanan positif

lainnya.

Strategi:

o Pasang filter HEPA dengan aman (jika tersedia) ke perangkat

ventilasi manual atau mekanis di jalur exhalation sebelum

memberikan napas.

o Setelah menilai ritme dan melakukan defibrilasi aritmia ventrikel,

pasien yang mengalami henti jantung harus diintubasi dengan ET

yang memiliki cuff sesegera mungkin. Hubungkan ET ke

ventilator dengan HEPA filter.

c. Minimalkan kemungkinan gagal intubasi dengan:

o Menetapkan orang yang paling mahir dalam untuk intubasi untuk

melakukan intubasi

o Menghentikan kompresi dada saat intubasi

o Gunakan video laringoscopy untuk mengurangi paparan intubator

pada partikel aerosol dan hal ini harus dipertimbangkan (jika

tersedia)

o Mengggunakan headbox untuk intubasi (jika tersedia)

d. Pertimbangkan ketepatan untuk memulai dan melanjutkan resusitasi.

Rasional: Resusitasi jantung paru adalah upaya tim yang memiliki

intensitas tinggi yang mengalihkan perhatian dari pasien lain. Dalam

konteks COVID- 19, risiko terhadap tim meningkat dan sumber daya

dapat jauh lebih terbatas, terutama di daerah yang mengalami beban

penyakit yang tinggi. Hasil untuk henti jantung pada COVID-19 masih

xxi
belum diketahui, sementara mortalitas untuk pasien COVID-19 yang

sakit kritis adalah tinggi dan meningkat dengan bertambahnya usia dan

komorbiditas, khususnya penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu,

masuk akal untuk mempertimbangkan usia, komorbiditas, dan

keparahan penyakit dalam menentukan perlunya tindakan resusitasi

dan mempertimbangkan kemungkinan keberhasilan terhadap risiko

untuk tenaga kesehatan dan serta sumber daya yang digunakan.

Strategi:

o Tetapkan tujuan perawatan dengan COVID-19 pasien untuk

mengantisipasi kebutuhan potensial untuk peningkatan tingkat

perawatan.

o Institusi kesehatan harus mempunyai kebijakan untuk memandu

para tenaga kesehatan di garis depan untuk menentukan

kesesuaian memulai dan mengakhiri CPR untuk pasien dengan

COVID-19, dengan mempertimbangkan faktor risiko pasien untuk

memperkirakan kemungkinan bertahan hidup. Stratifikasi dan

kebijakan risiko harus dikomunikasikan kepada pasien dalam

tujuan perawatan.

o Tidak ada data yang cukup untuk mendukung resusitasi

kardiopulmoner ekstrakorporeal (E-CPR) untuk pasien dengan

COVID-19.

5. Bantuan Hidup Dasar di Pre-Hospital

Bantuan Hidup Dasar pada henti jantung di luar rumah sakit (Out Hospital

Cardiac Arrest - OHCA) mungkin saja terjadi. Hal ini tergantung pada

xxii
prevalensi lokal penyakit COVID 19 dan juga penyebaran di komunitas,

sehingga sangat masuk akal untuk mencurigai COVID-19 di semua henti

jantung yang terjadi di luar rumah sakit (RS). Dalam telekomunikasi harus

konsisten dengan protokol lokal untuk melakukan skrining pada semua

panggilan dengan pertanyaan mengenai gejala COVID-19 (misalnya

demam, batuk, sesak napas) atau infeksi COVID-19 yang diketahui pada

korban atau kontak apa pun, termasuk anggota rumah tangga manapun.

Untuk penyelamat yang awam, telekomunikasi harus memberikan

panduan tentang risiko terpapar COVID-19 untuk penyelamat dan

instruksi untuk RJP hanya kompresi. Untuk tim ambulans, telekomunikasi

dari dispatcher harus memberitahukan tim yang dikirim untuk

mengenakan APD apalagi jika ada kecurigaan untuk infeksi COVID-19.

Saat transportasi, anggota keluarga dan kontak pasien lainnya yang diduga

atau dikonfirmasi COVID-19 tidak boleh ikut di dalam kendaraan

transportasi. American Heart Association (AHA) sudah membuat diagram

penanganan henti jantung di luar Rumah Sakit. Adapun urutannya adalah

sebagai berikut:

o Cek respon pasienn dan panggil bantuan serta meminta segera

dibawakan Automated External Defibrillation (AED).

o Tutupi mulut dan hidung penolong dengan menggunakan masker atau

kain. Tutupi juga mulut dan hidung korban dengan masker atau kain.

o Lakukan hands-only CPR (tekan kuat dan cepat di pertengahan dada

atau eperdua bawah sternum) dengan kecepatan 100 – 120 kali per

menit.

xxiii
o Jika AED sudah datang segera gunakan AED

Jika kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) tidak tercapai setelah upaya

resusitasi yang sesuai di lapangan, pertimbangkan untuk tidak

mentransfer ke rumah sakit atau jika kemungkinan bertahan hidup

yang rendah untuk pasien, hal ini untuk mengurangi risiko paparan

tambahan ke penyedia layanan prarumah sakit dan di rumah sakit

rujukan.

6. Pertimbangan Khusus untuk Ibu Hamil dan Neonatus

a. Resusitasi neonatus

Penolong terlatih harus ada dan siap melakukan resusitasi pada seluruh

bayi baru lahir terlepas dari status COVID-19. Meskipun tidak

diketahui secara pasti apakah bayi baru lahir terinfeksi atau berpotensi

menularkan ketika ibu terduga/ positif COVID-19, tenaga kesehatan

harus menggunakan APD yang adekuat. Ibu melahirkan adalah sumber

aerosolisasi potensial bagi tim perawatan neonatus.

o Langkah awal: Pelayanan neonatus rutin dan langkah awal

resusitasi neonatus kemungkinan besar tidak menghasilkan aerosol;

diantaranya mengeringkan bayi, stimulasi taktil, menempatkan

bayi dalam balutan plastik, penilaian frekuensi detak jantung, serta

pemasangan oksimetri dan lead EKG.

o Suction: suction pada jalan napas setelah lahir sebaiknya tidak

dilakukan secara rutin jika cairan amnion jernih atau

terkontaminasi mekonium. Suctioning merupakan prosedur yang

xxiv
menghasilkan aerosol dan tidak diindikasikan untuk persalinan

normal

o Medikasi endotrakeal: Pemberian obat-obatan secara endotrakeal,

seperti surfaktan atau epinefrin, merupakan prosedur yang

menghasilkan aerosol, terutama bila dilakukan dengan pipa

endotrakea tanpa cuff. Pemberian epinefrin secara intravena dengan

kateter vena umbilikus letak rendah (low-lying umbilical venous

catheter) merupakan rute pilihan pada resusitasi neonatus

o Inkubator tertutup: Pemindahan dan perawatan pasien dalam

inkubator tertutup (dengan pengaturan jarak yang sesuai)

sebaiknya digunakan untuk pasien neonatus yang menjalani rawat

intensif jika memungkinkan, namun hal ini tidak melindungi

mereka dari aerosolisasi virus.

b. Henti jantung pada ibu hamil

Prinsip henti jantung pada ibu hamil tidak berbeda untuk perempuan

terduga/terkonfirmasi COVID-19.

 Perubahan fisiologis jantung paru pada saat kehamilan berpotensi

meningkatkan risiko dekompensasi akut pada pasien hamil dengan

COVID-19 yang jatuh kritis.

 Persiapan untuk persalinan perimortem, setelah 4 menit resusitasi,

perlu dipertimbangkan lebih awal pada algoritma resusitasi guna

memberi waktu bagi tim obstetri dan neonatus untuk menggunakan

APD, bahkan jika sirkulasi spontan (ROSC) berhasil kembali dan

persalinan perimortem tidak lagi dibutuhkan

xxv
B. Stress

1. Pengertian

Menurut Charles D. Speilberger, menyebutkan stres adalah tuntutan-

tuntutan eksternal yang mengenai seseorang misalnya objek dalam

lingkungan atau sesuatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya.

Stres juga bias diartikan sebagai tekanan, ketegangan, gangguan yang tidak

menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang (Donsu, 2017).

Menurut (Sarafino, E.P. & Smith, 2011) mengatakan bahwa stres

sebagai keadaan yang dimana seseorang merasa tidak cocok dengan situasi

secara fisik maupun psikologi dan sumbernya berasal dari biologi serta

sistem sosial.

2. Jenis-jenis Stres

Menurut (Donsu, 2017) secara umum stres dibagi menjadi dua yaitu :

a. Stres akut

Stres yang dikenal juga dengan flight or flight response. Stres akut adalah

respon tubuh terhadap ancaman tertentu, tantangan atau ketakutan.

Respons stres akut yang segera dan intensif di beberapa keadaan dapat

menimbulkan gemetaran.

b. Stres kronis

Stres kronis adalah stres yang lebih sulit dipisahkan atau diatasi, dan

efeknya lebih panjang dan lebih.

Menurut (Priyoto, 2014)menurut gejalanya stres dibagi menjadi tiga

yaitu:

1) Stres Ringan
xxvi
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur,

seperti banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan.

Situasi stres ringan berlangsung beberapa menit atau jam saja. Ciri-

ciri stres ringan yaitu semangat meningkat, penglihatan tajam, energy

meningkat namun cadangan energinya menurun, kemampuan

menyelesaikan pelajaran meningkat, sering merasa letih tanpa sebab,

kadang-kadang terdapat gangguan sistem seperti pencernaan, otak,

perasaan tidak santai. Stres ringan berguna karena dapat memacu

seseorang untuk berpikir dan berusaha lbih tangguh menghadapi

tantangan hidup.

2) Stres Sedang

Stres sedang berlangsung lebih lama daripada stress ringan. Penyebab

stres sedang yaitu situasi yang tidak terselesaikan dengan rekan, anak

yang sakit, atau ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga.

Ciri-ciri stres sedang yaitu sakit perut, mules, otot-otot terasa

tengang, perasaan tegang, gangguan tidur, badan terasa ringan.

3) Stres Berat

Stres berat adalah situasi yang lama dirasakan oleh seseorang dapat

berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, seperti

perselisihan perkawinan secara terus menerus, kesulitan financial

yang berlangsung lama karena tidak ada perbaikan, berpisah dengan

keluarga, berpindah tempat tinggal mempunyai penyakit kronis dan

termasuk perubahan fisik, psikologis sosial pada usia lanjut.

xxvii
Ciri-ciri stres berat yaitu sulit beraktivitas, gangguan hubungan

sosial, sulit tidur, negatifistic, penurunan konsentrasi, takut tidak

jelas, keletihan meningkat, tidak mampu melakukan pekerjaan

sederhana, gangguan sistem meningkatm perasaan takut meningkat.

3. Dampak Stres

Stres pada dosis yang kecil dapat berdampak positif bagi individu. Hal ini

dapat memotivasi dan memberikan semangat untuk menghadapi tantangan.

Sedangkan stres pada level yang tinggi dapat menyebabkan depresi, penyakit

kardiovaskuler, penurunan respon imun, dan kanker (Donsu, 2017)

Menurut Priyono (2014) dampak stres dibedakan dalam tiga kategori, yaitu :

b. Dampak fisiologik

1) Gangguan pada organ tubuh hiperaktif dalam salah satu system

tertentu

 Muscle myopathy : otot tertentu mengencang/melemah.

 Tekanan darah naik : kerusakan jantung dan arteri.

 Sistem pencernaan : mag, diare.

2) Gangguan system reproduksi

 Amenorrhea : tertahannya menstruasi.

 Kegagalan ovulasi ada wanita, impoten pada pria, kurang produksi

semen pada pria.

 Kehilangan gairah sex.

xxviii
3) Gangguan lainnya, seperti pening (migrane), tegang otot, rasa bosan,

dll.

c. Dampak psikologik

1) Keletihan emosi, jenuh, penghayatan ini merpakan tanda pertama dan

punya peran sentral bagi terjadinya burn-out.

2) Kewalahan/keletihan emosi.

3) Pencapaian pribadi menurun, sehingga berakibat menurunnya rasa

kompeten dan rasa sukses.

d. Dampak perilaku

1) Manakala stres menjadi distres, sering terjadi tingkah laku yang tidak

diterima oleh masyarakat.

2) Level stres yang cukup tinggi berdampak negatif pada kemampuan

mengingat informasi, mengambil keputusan, mengambil klangkah

tepat.

4. Faktor yang menyebabkan stress pada perawat

Menurut (Razhmat, 2021) dan (D’prinzessin, 2021) faktor yang

mempengaruhi tingkatan stress pada tenaga kesehatan yakni

a. Jenis kelamin

Jenis kelamin memiliki korelasi hubungan cukup kuat timbulnya stress

pada tenaga kesehatan. Teori suma’mur yang menyatakan bahwa antara

laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan fisik (otot) yang

berbeda. Perempuan cenderung cepat lelah sehingga stres kerja lebih

xxix
banyak dialami perempuan. Selain itu stres kerja juga dipengaruhi

dengan adanya siklus haid pada wanita yang dapat memengaruhi

kondisi emosionalnya. Emosi yang tidak stabil dapat memperberat stres

kerja yang dialaminya. Perempuan cenderung mengatasi stressor secara

emosional. Perempuan juga lebih banyak meminta dan menggunakan

dukungan sosial untuk mengatasi stres kerja. peran perempuan lebih

banyak, yaitu peran dalam pekerjaannya, ibu, istri, dan ibu rumah

tangga. Kondisi ini mengakibatkan tekanan emosional pada perempuan

juga akan semakin meningkatan

b. Masa kerja

Menurut Koch semakin lama masa kerja seseorang bekerja maka

stres kerja yang dialami akan semakin ringan dikarenakan orang

tersebut sudah berpengalaman dan cepat tanggap dalam menghadapi

berbagai masalah-masalah pekerjaan. Selain itu Atkinson dan

Jacqueline mengemukakan bahwa semakin sedikit massa kerja

cenderung mengalami stress kerja. Pekerja dengan masa kerja lebih

lama cenderung mempunyai kemampuan dan pemahaman yang lebih

baik perihal pekerjaannya dibandingkan dengan pekerja yang

mempunyai masa kerja lebih pendek. Hal ini dikarenakan

pengalaman yang dimiliki oleh pekerja dengan masa kerja yang lebih

pendek harus menyesuaikan diri dengan pekerjaan. Bekerja di

tengah-tengah perhatian media dan publik yang intens, durasi kerja

yang panjang, masif, dan mungkin belum pernah terjadi sebelumnya

pada beberapa tenaga kesehatan memiliki implikasi tambahan dalam

xxx
memicu terjadinya efek psikologis negatif termasuk gangguan

emosional, depresi, stres, suasana hati rendah, lekas marah, serangan

panik, fobia, gejala, insomnia, kemarahan, dan kelelahan

emosional.33 Stigmatisasi yang diterima dan menjadikan para tenaga

medis seakan-akan pembawa virus merupakan sikap yang bisa

memicu terjadinya gangguan psikologis pada tim medis

c. Usia

Faktor usia sulit dianalisis tersendiri karena masih banyak faktor

dalam karakteristik individu lainnya yang ikut memengaruhi

hubungan terhadap timbulnya stres kerja. Adapun dengan

bertambahnya umur pengalaman seseorang juga akan bertambah,

pengetahuan lebih baik dan rasa tanggung jawab akan menjadi lebih

tinggi, di mana hal ini akan menutupi kekurangan untuk mereka

beradaptasi

d. Pengetahuan

Pengetahuan adalah prasyarat untuk membangun keyakinan

pencegahan, membentuk sikap positif, dan mempromosikan perilaku

positif, dan kognisi dan sikap individu terhadap penyakit

memengaruhi efektivitas strategi dan perilaku koping mereka sampai

batas tertentu, semakin besar pengetahuan petugas kesehatan,

semakin yakin mereka bisa mengalahkan virus. Tingkat pengetahuan

yang kurang dalam menghadapi masalah ditempat kerja dapat

memicu terjadinya stres yang daapt mengakibatkan kinerja yang

rendah, komunikasi tidak lancar, kurang inovatif. Semakin tinggi


xxxi
pendidikan seseorang maka akan semakin banyak pengetahuan yang

didapatkan sehingga mereka akan lebih mampu mengatasi stres yang

terjadi dalam dirinya dibandingkan dengan mereka yang

pendidikannya lebih rendah.

e. Status pernikahan

Status pernikahan seseorang dapat menjadi faktor pemicu terjadinya

stres di tempat kerja. Seorang pekerja yang sudah menikah tidak

hanya memikirkan kebutuhan hidupnya sendiri, akan tetapi harus

memikirkan kebutuhan hidup keluarganya juga. Adapun beban

tersendiri yang mereka alami seperti ketakutan pada peningkatan

risiko terpapar, terinfeksi, dan kemungkinan menginfeksi orang yang

mereka sayangi dan cintai. Tenaga kesehatan harus mengisolasi diri

dari keluarga dan orang terdekat walaupun tidak menderita COVID-

19, kondisi ini merupakan keputusan sulit dan dapat membawa

dampak beban psikologis yang signifikan terhadap mereka

4. Faktor resiko stress kerja pada perawat

a. kurangnya peneglaman menghadapi peristiwa kematian dan sekarat

hampir semua perawat terpapr pengalaman bertemu dengan peristiwa

kematian, meninggal ataupun proses menuju kematian. Penaglam

tersebut merupakan pengalaman yang berpotensi menimbulkan

dampak secara psikologis, fisik, sosial dan spiritual bagi perawat.

Kecemasan yang berkaitan dengan peristiwa kematian ini dapat

disebebakan oleh kurangnya pengalaman dan edukasi dalam

menghadapi kematian

xxxii
b. konflik dengan profesi keseahtan lain seperti dokter kekerasan verbal

dilingkungan rumah sakit berkaitan dengans ituasi kerja yang penuh

ketegangan dan hubungan kerja yang tidak sejajar . sperti pelecehan

seksual, ancaman fisik dan kekerasan verbal seringkali dilakukan oleh

dokter terhadap perwat , yang mengakibatakan munculnya rasa kurang

aman, frustai, permasalahan sikap , stress dan kesulitan situasional

c. Kekurangsiapan memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga

Tugas perawat berhubungan dnegan pasiend an keluarga pasien

menuruntu emosional yang cukup. Beban kerja yang berat sementara

menuntut stamina emosional yang cukup . Beban kerja yang berat

sementara jumlah perawat yang terbatas menyiasakan waktu terbatas

untuk pemenuhan aspek keperwatan mental emosional pasien

d. Permasala dalam tim kerja

Kekurangan tenaga perawat pembangian tuga yang tidak merata jadwal

kerja dapat berubah sewaktu-wkatu , kerja sama yang dirasakan kurang

dengan beberapa teman kerja serta kesulitan berkomuniaksi dengan

rekan kerja tertentu

e. Permasalah dengan atas dean kurangnya dukungan

Kurangnya dukungan dari atasan memiliki konsekuensi adanya peran

ganda yang tidak teratasi. Terdapat hubungan erat anatra konflik peran

ganda dan dukungan sosial dengan stress kerja peerawat. Semakin

tinggi konflik ganda dan semakin rendah dukungan sosial maka

semakin tinggi stress kerja yang dialami perawat. Sebaliknya peran

xxxiii
ganda dan semakin tinggi dukungan sosial maka semakin rendha stress

kerja yang dialami perawat

f. Beban kerja

Jadwal kerja yang seringkali harus berubah jarena sistem giliran

merupakans alah satu pencetus stress kerja perawat

g. Ketidakjelasan pengoabtan pasien

Perawat seringkali menjadi pihak yang disalahkan kertia terjadi

kekeliruan baik kecil maupun besar, dikarenakan perwat berhubunagn

lansgung dengan pasien. Kerjaidn seperti itu emmbuat perawat

mengalami ketegangan dan kecemsan ketika sebuah rencana tata

laksana pasien yang dirasakan oelh perwat sebagai faktor

mendatangkan stress

h. Permasalah kekerasan dari pasien dan keluarga

Permintaan pasien dan keluarga yang tdiak masuk akal , karakteristik

individu yang bermacam-macam dan potensi terjadinya perlakuan

kasar dan kekerasan baik verbal maupun fisik meruapkan resiko yang

dhadapai oelh perwat dalma tuganya

i. Distkriminasi perlakukan diskriminatif dapat terjadi ditempat kerja ,

termasu perlakukan diskriminatif pad aperwat. Diskriminatif di tempat

kerja pada perawat adalah satu sumber stress, perlakukan berbeda

disebabkan jensi kemain, rasam dan kerpercyaan yang dianut

5. Pengukruan stress

Expanded nursing stress scale merupakan instrumen penelitian stress

khusus bagi peawat dan disesuaiakan dengan karakteristik pekerjaan

xxxiv
perawat. Expanded nursing stress scale (ENSS) telah diadaptasi sesiao

dengan kondisi pekerjaan spesifik dan budaya indonesia. Expanded

nursing stress scale versi indonesia telah di validasi dan memiliki

reliabiitas yangbaik dimana terdiri dari 57 pertanyaan yang di isi oleh

responden dengan alternatif jawaban menggunakans kala likeret 5 poin

yang digunakan dengan jangka mulai 0 ( hal yang dimaksdu dalam

pernyataan yang tidak dijumpai oleh responden, 2 ( hal yang dimaksdu

dalam pernyataan sesekali/ kadang membuat , 3 hal yang dimaksidu dalam

pernytaan serig kali membuat stress, 4 (hal yang dimaksud stres) , 4 hal

(yang dimaksud dalam penyataan sangat / selalu membuat stress). Nilai

aplha crocnbach kuesioner dalam penelitian sebelumnya 0,956 (Harsono,

2017)

C. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu(Wawan,

2010).Pengetahuan tentang berbagai cara dalam mencapai pemeliharaan

kesehatan, cara menghindari penyakit, maka akan meningkatkan

pengetahuan masyarakat (Priyanto, 2018)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran,

peciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010a)

xxxv
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Dyah Restuning

Prihati, Maulidta K.Wirawati, 2020); (Purnamasari & Raharyani, 2020)

a. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang yang tinggi akan semkin mudah

untuk mendapatkan akses informasi tentang suatu permasalahan

b. Jenis kelamin

jenis kelamin perempuan cenderung memiliki pengetahuan yang

lebih baik jika dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan

karena masyarakat dengan jenis kelamin perempuan memiliki lebih

banyak waktu untuk membaca atau berdiskusi

c. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya

pengetahuan ke dalam individu.

d. Umur

Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Dengan bertambahnya umur individu, daya tangkap dan

pola pikir seseorang akan lebih berkembang, sehingga pengetahuan

yang diperolehnya semakin membaik. Usia yang matang dimana

seseorang pada usia tersebut akan mempunyai pertimbangan dalam

menangkap informasi dan mempunyai daya pikir yang baik

e. Pengalaman

xxxvi
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang

untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan

pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk

melupakan, dan begitu pula sebaliknya

f. Informasi

Seseorang yang telah mengetahui tentang suatu informasi tertentu,

maka dia akan mampu menentukan dan mengambil keputusan

bagaiman dia harus menghadapinya. saat seseorang mempunyai

informasi tentang sesuatu, maka ia akan mampu untuk menentukan

bagaimana dirinya harus berperilaku

3. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan tercakup dalam enam tingkatan yaitu sebagai berikut:

(Effendi, F., 2009)

a. Tahu (Know)

Tahu adalah proses meningkatkan kembali (recall) akan suatu materi

yang telah di pelajari. Tahu merupakan pengetahuan yang tingkatannya

paling rendah dan alat ukur yang dipakai yaitu kata kerja seperti

meyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

sebagainya

b. Memahami (Comprehrension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara tepat

dan benar tentang suatu objek yang telah di ketahui dan dapat

menginterprestasikan materi dengan mejelaskan, menyebutkan contoh,

xxxvii
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang telah

di pelajari

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di

pelajari pada situasi atau suatu kondisi yang nyata

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi di dalam satu struktur organisasi

dan masih ada kaitannya satu sama lainnya yang dapat di nilai dan di

ukur dengan penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan

(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan

sebagainya

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru atau menyusun formulasi dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek yang didasari pada suatu

kriterian yang telah di tentukan sendiri atau menggunakan kriteria-

kriteria yang telah ada.

4. Pengukuran pengetahuan

Pengeukuran pengetahuan menggunakan skala guttman. skala Guttman

memiliki pengukuran variabel dengan tipe jawaban yang lebih tegas, yaitu

xxxviii
“Ya dan Tidak”, “Benar dan Salah”, “Pernah-Tidak Pernah”. Penelitian

ini menggunakan teknk jawaban Ya dan Tidak, dengan penilaian jawaban

Ya diberik skor 1 dan Tidak diberi skor 0.(Sugiyono, 2017)

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu

sebagai berikut:(Arikunto, 2010)

a) Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab 76-100% dengan

benar dari total jawaban petanyaan

b) Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab 56-75% dengan

benar dari total jawaban pertanyaan

c) Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab <56% dari total

jawaban pertanyaan

5. Pengetahuan penanganan covid-19 di IGD

Menurut (PPNI, 2020) penanganan covid-19 di Instalasi gawat darurat

yaitu

a. Terapi suportif dini dan pemantauan

1) Berikan terapi suplementasi oksigen segera pada pasien ISPA berat

dan distress pernapasan, hipoksemia, atau syok.

2) Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien dengan ISPA

berat tanpa syok.

3) Pemberian antibiotik empirik

4) Jangan memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin untuk

pengobatan pneumonia karena virus atau ARDS di luar uji klinis

kecuali terdapat alasan lain

xxxix
5) Lakukan pemantauan ketat pasien dengan gejala klinis yang

mengalami perburukan seperti gagal napas, sepsis dan lakukan

intervensi perawatan suportif secepat mungkin.

6) Pahami pasien yang memiliki komorbid untuk menyesuaikan

pengobatan dan penilaian prognosisnya

7) Tatalaksana pada pasien hamil, dilakukan terapi suportif dan

penyesuaian dengan fisiologi kehamilan.

b. Managemen gagal napas hipoeksemi dan ARDS

1) Mengenali gagal napas hipoksemi ketika pasien dengan distress

pernapasan mengalami kegagalan terapi oksigen standar.

2) Intubasi endotrakeal harus dilakukan oleh petugas terlatih dan

berpengalaman dengan memperhatikan kewaspadaan transmisi

airborne.

3) Ventilasi mekanik menggunakan volume tidal yang rendah

4) Manajemen cairan konservatif untuk pasien ARDS tanpa

hipoperfusi jaringan

c. Manajemen Syok Septik

1) Kenali tanda syok septik

2) Resusitasi syok septik

3) Jangan gunakan kristaloid hipotonik, starch/kanji, atau gelatin

untuk Resusitas

4) Resusitasi cairan dapat mengakibatkan kelebihan cairan dan

gagal napas.

xl
5) Vasopresor diberikan ketika syok tetap berlangsung meskipun

sudah diberikan resusitasi cairan yang cukup

6) Jika kateter vena sentral tidak tersedia, vasopresor dapat

diberikan melalui intravena perifer, tetapi gunakan vena yang

besar dan pantau dengan cermat tanda-tanda ekstravasasi dan

nekrosis jaringan lokal.

7) Pertimbangkan pemberian obat inotrop (seperti dobutamin) jika

perfusi tetap buruk dan terjadi disfungsi jantung meskipun

tekanan darah sudah mencapai target MAP dengan resusitasi

cairan dan vasopresor.

D. Lama Kerja

1. Pengertian

Lama kerja adalah lama seorang perawat yang bekerja dirumah sakit dari

mulai awal bekerja sampai saat selesai seorang perawat berhenti bekerja.

Semakin lama masa kerja seseorang dalam bekerja maka semakin banyak

pengetahuan dan pengelaman yang dimilikinya, hal ini dapat membantu

dalam meningkatkan keterampilan seorang perawat. Lama bekerja

seseorang dapat diketahui dari mulai awal perawat bekerja sampai saat

berhenti atau masa sekarang saat masih bekerja di rumah sakit

(Nurniningsih, 2018)

Ismael menyimpulkan bahwa semakin lama masa kerja seseorang maka

akan semakin terampil dan pengalaman menghadapi masalah dalam

pekerjaannya. Lama kerja seseorang perawat dalam instansi yaitu dari

mulai perawat resmi sebagai karyawan rumah sakit tersebut. apabila


xli
seseorang bekerja belum cukup lama, sedikit banyaknya akan

mengakibatkan hal-hal yang kurang baik antara lain belum menghayati

pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

2. Klasifikasi

Lama kerja dikategorikan menjadi 2 yaitu :(Handoko, 2010)

a. Lama kerja kategori baru ≤ 3 tahun

b. Lamakerja kategori lama >3 tahun

E. Konsep teori

1. Terap suportif dini dan Penanganan covid


pemantauan
2. Managemen gagalnapas
Dampak stress
hipoksemi dan ARDS 1. Dampak
3. Management syok
Stress perawat fisiologis
septik 2. Dampak
psikologis
3. Dampak perilaku
Faktor yang mempengaruhi :
Keterangan:
: tidak diteliti 1. Usia

: diteliti 2. Jenis kelamin

3. Status pernikahan
Lama kerja
4. Masa kerja

5. Pengetahuan
pengetahuan

Bagan 2.1 Kerangka Teori

(PPNI, 2020); (Razhmat, 2021); (D’prinzessin, 2021);(Priyoto, 2014)

F. Kerangka konsep

xlii
Variabel Independen Variabel Dependen

pengetahuan
Tingkat stress perawat

Lama kerja

Bagan 2.2 kerangka konsep

G. Hipotesa

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang

secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat

kebenarannya (Saryono& Setiawan, 2010).Hipotesis dalam penelitian ini

adalah :

Ha : ada hubungan pengetahuan dan lama kerja dengan tingkat

stres perawat pada penanganan pasien COVID-19 di RST

Salatiga

Ho : tidak ada hubungan pengetahuan dan lama kerja dengan

tingkat stres perawat pada penanganan pasien COVID-19 di

RST Salatiga

xliii
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian

korelasional yaitu penelitian yang bertujuan mengetahui ada tidaknya

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian dilakukan

dengan menggunakan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk

mempelajari korelasi hubungan pengetahuan dan lama kerja dengan tingkat

stres perawat pada penanganan pasien covid 19 di RST Salatiga dengan cara

xliv
pengumpulan data sekaligus pada satu waktu (point time approach)

(Notoatmodjo, 2010)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2021

2. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di RST salatiga

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruan subyek penelitian yang akan diteliti.

Populasi secara spesifik tentang siapa atau golongan mana yang menjadi

sasaran penelitian(Nursalam, 2011).Pada populasi ini populasinya adalah

seluruh perawat di unit gawat darurat RST Salatiga

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari seluruh objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010b). Sampel

penelitian ini sebanyak 30 perawat IGD

3. Metode pengambilan sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di IGD. Teknik

pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik total sampling

adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan

populasi.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independent)


xlv
Variabel independen adalah variable yang mempengaruhi atau variable

yang menjadi sebab perubahannya (Sugiyono, 2012). Variabel bebas

dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan lama kerja

2. Variabel Terikat (dependent)

Variabel dependen adalah variabel variabel yang dipengaruhi atau

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat stress perawat

E. Definisi operasional

Tabel 3.1 Defisni Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala


operasional

variabel hasil dari tahu kuesioner Total Skore 20 ordinal


independent : perawat dalam dengan 20 Pengetahuan
pengetahuan melakukan item Baik Jika Nilai
penanganan pertanyaan 76-100%
pada pasien dengan Pengetahuan
covid-19 di jawaban Cukup Jika
rumah sakit pertanyaan Nilai 56-75%
Pengetahuan
benar (2) Kurang Jika
Nilai <56%
salah (1)

variabel lama seorang kuesioner kategori ordinal


independent perawat yang baru <3 tahun
lama kerja bekerja diruamh
sakit dari mulai lama ≥3 tahun
awal bekerja
sampai saat
selesai
seseorang
perawat berhenti
bekerja

variabel Suatu Expanded interval


dependent tekanan , nursing stress Ringan:
keteganagan scale (ENSS) < μ-σ
tingkat stress dan gangguan (< 76)
perawat yang tidak dengan skala
likert dalam
xlvi
menyenangka lima pilihan Sedang:
n yang berasal jawaban: antara μ+σ
dari perawat 1.Tidak (76-152)
karena pernah
menangani membuat Berat:
pasien covdi- stres skor 1 > μ+σ
19 2.Kadang- (>152)
kdang
membuat
stres skor 2
3. Sering
membuat
stres skor 3
4.Sangat
membuat
stres skor 4
5.Tidak
mengalami
skor 0

xlvii
F. Pengumpulan data dan instrumen Penelitian

1. Pengumpulan data

Ada 2 jenis data dalam penelitian, yaitu data primer dan data sekunder.

Dimana data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari

responden, sedangkan data sekunder adalah data yang didapat melalui

orang lain. (Hidayat AA, 2010)

a) Data Primer

Data primer adalah sumber informasi yang langsung berasal dari

yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap data

tersebut. (Nursalam, 2011) Sumber data primer pada penelitian ini

yaitu kuesioner

b) Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang didapatkan secara tidak langsung.

(Nursalam, 2011). Data sekunder didapat dari sumber data pustaka,

literatur dan dari instansi terkait yaitu di RST Salatiga, berupa data

xlviii
karakteristik responden atau data demografi

(identitas,umur,pendidikan) perawat

2. Instrumen penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan instrumen penelitian lembar

kuesioner. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang digunakan secara

tertulis dalam rangka pengumpulan data suatu penelitian. Penelitian ini

menggunakan 3 kuesioner yakni keusioner pengetahuan penanganan

covid-19, kuesioner lama kerja, kuesioner tingkat stress kerja perawat

a) Kuesioner pengetahuan

Kuesioner pengetahuan penanganan covid-19 dibuat mandiri oleh

peneliti dengan skala guttaman dengan pilihan jawaban benar dan

salah, dengan penilaian jawaban benar (1) dan salah (0)

3.2 kisi-kisi kuesioner pengetahuan

variabel indikator no item

Terapi Suportif Dini 1,2,3,4,6,7,8


dan Pemantauan

Manajemen Gagal 9,10


Napas Hipoksemi dan
pengetahuan ARDS

Manajemen Syok 11,12,13,14,15


Septik

Bantuan Hidup Dasar 16,17,18,19,20


(BHD)

total 20

b) Keusioner lama kerja

xlix
Kuesioner lama kerja terdiri dari 2 pertanyaan dengan skal guttaman

dengan pilihan jawaban ya dan tidak, dengan penilaian jawaban ya (1)

dan tidak (0)

c) Keusioner stress perawat


Peneliti menggunakan kuesioner baku tingkat stress perawat
Expanded nursing stress scale (ENSS) telah diadaptasi dengan
kondisi pekerjaan spesifik dan budaya indonesia. Expanded nursing
stress scale versi indonesia telah di validasi dan memiliki reliabiitas
yangbaik dimana terdiri dari 57 pertanyaan yang di isi oleh responden
dengan alternatif jawaban menggunakans kala likeret 5 poin yang
digunakan dengan jangka mulai 0 (hal yang dimaksud dalam
pernyataan yang tidak dijumpai oleh responden, 2 ( hal yang dimaksdu
dalam pernyataan sesekali/ kadang membuat , 3 hal yang dimaksidu
dalam pernytaan serig kali membuat stress, 4 (hal yang dimaksud
stres) , 4 hal (yang dimaksud dalam penyataan sangat / selalu membuat
stress). Nilai aplha crocnbach kuesioner dalam penelitian sebelumnya
0,956 (Harsono, 2017)

l
3.3. kisi- kisi kuesioner Expanded nursing stress scale (ENSS)

variabel indikator no item

kematian dan sekarat 1,9,17,27,37,47,53

konflik dengan dokter 2,10,28,38,48

stress kerja persiapan emosional 3,11,19


tidak adekuat

masalah dengan rekan 4,12,20,22,21,50


sejawat

masalah 5,30,40,49,31,46,54
supervisor/atasan

beban kerja 13,41,23,32,42,45,51,55,57

pengobatan tidak 6,14,18,24,33,36,43,29,39


adekuat

pasien dan keluarga 7,15,25,34,35,44,52,56

diskriminasi 8,16,26

total 57

G. Uji Validitas dan Reliabitas

1) Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010c) Uji validitas

menggunakan rumus sebagai berikut :

Rumus product moment correlation adalah sebagai berikut :

li
Keterangan :

= koefisien korelasi

X = skor butir

Y = skor faktor

N = jumlah responden

Diketahui valid apabila r hitung lebih besar (>) dari r tabel.

Hasil perhitungan tiap-tiap item akan dibandingkan dengan tabel nilai

r product moment, instrumen dikatakan valid apabila r hitung > r

tabel. Jika pertanyaan tidak valid makan pertanyaan dapat direvisi.

Hasil perhitungan tiap-tiap item akan dibandingkan dengan tabel nilai

r product moment, instrumen dikatakan valid apabila r hitung > r tabel

(0,444) dimana untuk n=20 pada taraf signifikasi 5%.

2) Uji Reliabilitas

Reliabitasi adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

ukur pengukur dapat dipercaya atau dpat diandalkan. Ukuran

dikatakan reliabel jika ukuran tersebut memberikan hasil yang

konsisten (Notoatmodjo, 2010c). Uji reliabitas diukur dengan

menggunakan metode alpha Cronbach

Rumus alpha Cronbach :

Keterangan

lii
r = reabilitas instrument

k = banyaknya butir pertanyaan

= jumlah varian butir

= varians total

Diketahui reliabel apabila nilai Cronbach alpha lebih besar (>)

dari r tabel uji coba kuesionern yang di sebarkan setelah dilakukan uji

reliabilitas.Instrumen atau kuesioner dinyatakan reliabel jik nilai alpha

Cronbach > 0,70. Jika nilai alpha Cronbach< 0,70 maka instrumen

dinyatakan tidak reliabel.

H. Analisis data

1) Analisa Univariat

Analisa univariat dalam penelitian ini menggunakan tabel distribusi

frekuensi dalam bentuk persen tentang karakteristik responden,

pengetahuan, lama kerja dan penanganan covid. Setelah didapatkan

maka dilakukan perhitungan prosentase dengan rumus :

Keterangan :

X: Hasil prosentase

F: Frekuensi hasil pencapaian

n: Total setelah observasi

2) Analisa Bivariat

liii
Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan lama

kerja dengan tingkat stress perawat pada penangaan pasien covid.

Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi Square yaitu

uji yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel

Rumus Chi Square yang digunakan :

Keterangan :

X2 : Chi quadrat

fo : Frekuensi yang diobservasi

fh : Frekuensi yang diharapkan.

Syarat uji chi squre yaitu Sel yang mempunyai nilai expected

kurang dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat chi squre

tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya : Alternatif uji Chi

Square untuk tabel 2x2 adalah uji fisher

I. Etika penelitian.

Dalam melakukan penelitian ini, sebelumnya peneliti menentukan etika

peneliti terhadap calon responden antara lain sebagai berikut :

1) Lembar persetujuan (informed consent)

Penulis memberikan infomed consent kepada responden beserta

penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian, tujuan pengisian

liv
informed consent adalah responden mempunyai kebebasan dalam

berpartisipasi atau menolak menjadi responden.

2) Tanpa nama (Anonymity)

Penulis tidak mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data, cukup dengan memberi kode (nama inisial)

untuk menjaga kerahasiaan.

3) Kerahasiaan (Comfidentiality)

Penulis menjamin kerahasiaan semua informasi yang diperoleh dari

responden sebagai informasi data tertentu sebagai hasil riset.

4) Beneficence

Kewajiban moral untuk melakukan suatu tindakan demi kebaikan

atau kemanfaatan orang lain (pasien).Penelitian ini memberikan

manfaat pada responden dimana responden mendapatkan tambahan

pengetahuan penanganan covid-19

J. Rencana Jalannya Penelitian

Langkah-langkah rencana jalannya penelitian :

1) Peneliti meminta surat ijin dari STIKES Estu Utomo tentang surat

studi pendahuluan atau survey awal

2) Pengajuan surat permohonan yang ditujukan kepada direktur RST

Salatiga

3) Peneliti menemui kepala ruang IGD untuk meminta ijin melakukan

studi pendahuluan

lv
4) Saat post konfrence jaga peneliti melakukan sosialisasi mengani alur

dan tujuan penelitian

5) Selanjutnya peneliti meminta calon responden mengisi lembar

persetujuan menjadi responden

6) Selanjutnya peneliti memberikan penjelasan kepada responden

tentang cara pengisian kuesioner.

7) Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dan peneliti

mendampingi saat mengisi kuesioner untuk menjelaskan yang belum

dipahami oleh responden dengan memberikan penjelasan kembali

pada responden yang belum jelas dan di pandu dengan kuesioner

oleh peneliti sendiri.

8) Peneliti mengecek kembali kelengkapan kuesioner yang telah di isi

oleh responden, dan melengkapi kekurangan lembar kuesioner yang

telah diisi kemudian dikumpulkan diolah dengan menggunakan

program SPSS dan dianalisa.

9) Selanjutnya peneliti membuat hasil dan pembahasan

DAFTAR PUSTAKA

lvi
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.

Chen J, Qi T, Liu L, Ling Y, Qian Z, Li T, Et Al. (2020). Clinical Progression Of


Patients With Covid-19 In Shanghai, China. J Infect.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Jinf.2020.03.004.

D’prinzessin, C. Augla. (2021). Hubungsn Tingkst Pengetshusn Tentsng Covid-19


Terhadap Tingkat Stress Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Farmasi
Universitas Sumatera Utara Angkatan 2017. Universitas Sumatera Utara.

Donsu, J. D. (2017). Psikologi Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Dyah Restuning Prihati, Maulidta K.Wirawati, E. S. (2020). Analisis Pengetahuan


Dan Perilaku Masyarakat Di Kelurahan Baru Kotawaringin Barat Tentang
Covid 19. Malahayati Nursing Journal, 2(4).

Effendi, F., M. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan. Praktik


Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Ela Nurdiawati, N. A. Iatunnisa. (2018). Hubungan Stres Kerja Fisiologis,


Psikologis Dan Perilaku Dengan Kinerja Karyawan. Faletehan Health
Journal, 5(3), 118–124.

Handoko, T. H. (2010). Manajemen Personalia & Sumber Daya Manusia.


Yogyakarta: Bpfe.

Harsono, H. (2017). Uji Validitas Dan Reabilitas Expanded Nursing Stress Scale
Versi Bahasa Indonesia Sebagai Instrumen Penilaian Stess Kerja Perawat.
Universitas Indonesia.

Hendro W. Sihombing. (2020). Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Covid-


19 Dengan Tingkat Stres Dalam Merawat Pasien Covid-19. The Indonesian
Journal Of Infectious Disease, 6(1).

Hidayat Aa. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan. (Nastiti I, Ed.). Jakarata:


Rineka Cipta.

Isna Aulia Safitri. (2020). Stres Kerja Perawat Di Unit Rehabilitasi Kusta Rumah
Sakit Umum Daerah. Higeia Journal Of Public Health Research And
Development.

Jackson, D., Bradbury-Jones, C., Baptiste, D., Gelling, L., Morin, K., Neville, S.,
& Smith, G. (2020). Life In The Pandemic: Some Reflections On Nursing In
The Context Of Covid-19. Journal Of Clinical Nursing, 13.

Musta’in. (2021). Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada
lvii
Perawat Di Masa Pandemi Covid-19 Di Unit Pelayanan Kesehatan Daerah
Surakarta. Jurnal Keperawatan, 13(2).

Notoatmodjo. (2010a). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarata: Pt Rineka Cipta.

Notoatmodjo. (2010b). Metodelogi Penelitian. Jakarata: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010c). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarata: Rineka


Cipta.

Nurniningsih, D. R. (N.D.). Hubungan Antara Karakteristik Perawat Dengan.


Kinerja Perawat Di Instalasi Rawat Jalan Rsup Dr. Kariadi Semaran.

Nursalam. (2011). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarata: Salemba Medika.

Pappa, S., Ntella, V., Giannakas, T., Giannakoulis, V. G., Papoutsi, E., &, &
Katsaounou, P. (2020). Prevalence Of Depression, Anxiety, And Insomnia
Among Healthcare Workers During The Covid-19 Pandemic: A Systematic
Review And Meta-Analysis. Brain, Behavior, And Immunit.
Https://Doi.Org/Doi:10.1016/J.Bbi.2020.05.026

Ppni. (2020). Panduan Asuahan Keperawan Di Masa Pandemi Covid-19 (1st


Ed.). Jakarta: Dpp Ppni.

Priyanto, A. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku


Pencegahan Kekambuhan Luka Diabetik. Jurnal Ners Dan Kebidanan., 5(3).

Priyoto. (2014). Konsep Manajemen Stress. Jakarta: Nuha Medika.

Purnamasari, I., & Raharyani, A. E. (2020). Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku


Masyarakat Kabupaten Wonosobo Tentang Covid-19. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, (Mei), 33–42.

Razhmat, A. Silino. (2021). Faktor Yang Mempenagruhi Stress Pada Tenga


Kesehatan Di Rsud Daya Makasar Selama Pandemi Covid-19. Universitas
Muhammadiyah Makasar.

Salari, N. Hosseinian-Far, Jalali, Vaisi-Raygani, Rasoulpoor, Mohammadi, R.


And K.-P. (2020). Prevalence Of Stress, Anxiety, Depression Among The
General Population During The Covid-19 Pandemic: A Systematic Review
And Meta-Analysis.‟, Globalization And Health. Globalization And Health,
16(1).

Sarafino, E.P. & Smith, T. . (2011). Health Psychology: Biopsychosocial


Interactions (7th Ed.). Canada: John Wiley & Sons, Inc.

lviii
Saryono& Setiawan. (2010). Metodologi Dan Aplikasi. Yogyakarta: Mitra
Cendikia Press.

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:


Afabeta.

Usastiawaty Cik Ayu Saadiah Isnainy. (2019). Hubungan Beban Kerja, Budaya
Kerja Dan Lama Kerja Terhadap Stres Kerja Perawat Di Ruang Irna Iii
Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
[Manuju: Malahayati Nursing Journal, 1(11).

Wawan, A. Dan M. D. (2010). Teori Dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan


Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN LAMA KERJA DENGAN TINGKAT


STRES PERAWAT PADA PENANGANAN PASIEN COVID-19

lix
A. Identitas diri
Nama :
Jenis kelamin :
Usia :
Pendidikan :

B. KUESIONER Pengetahuan
Pilihlah jawaban dengan tepat dan beri tanda centang (√)

Pertanyaan Jawaban
No
benar salah
terapi suportif dini
Terapi oksigen dimulai dengan pemberian 5
1. L/menit dengan nasal kanul dan titrasi untuk
mencapai target SpO2 ≥90% pada anak
Terapi oksigen dimulai dengan pemberian 5
L/menit dengan nasal kanul dan titrasi untuk
2.
mencapai target SpO2 92%-95% pada pasen orang
dewasa tidak hamil dan hamil
cara menangani pasien ISPA berat tanpa syok
3.
menggunakan managemen cairan konservatif
Memberikan antibiotik empirik dalam waktu 1
4.
jam pada kasus sepsis
Memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin
untuk pengobatan pneumonia karena virus atau
5.
ARDS di luar uji klinis kecuali terdapat alasan
lain
Penggunaan jangka panjang sistemik
kortikosteroid dosis tinggi dapat menyebabkan
efek samping yang serius pada pasien dengan
6.
ISPA berat/SARI, termasuk infeksi oportunistik,
nekrosis avaskular, infeksi baru bakteri dan
replikasi virus mungkin berkepanjangan
Pada anak dengan tanda kegawatdaruratan
(obstruksi napas atau apneu, distres pernapasan
7. berat, sianosis sentral, syok, koma, atau kejang)
harus diberikan terapi oksigen selama resusitasi
untuk mencapai target SpO2 90%.
Pada terapi antibiotik empirik apabila didapatkan
8. hasil pemeriksaan mikrobiologis dan penialian
klinik dosisnya harus dinaikan
Menagement gagal napas hipoksemi dan ARDS
yang menggunakan Ventilasi mekanik harus
disetting pada volume tidal yang rendah (4-8
9.
ml/kg prediksi berat badan, Predicted Body
Weight/PBW) dan tekanan inspirasi
rendah (tekanan plateau <30 cmH2O)
lx
Pada pasien dengan ARDS sedang atau berat
10. disarankan menggunakan PEEP lebih tinggi
dibandingkan PEEP tinggi
gunakan kristaloid hipotonik, starch/kanji, atau
11.
gelatin untuk resusitasi.
Resusitasi syok septik pada dewasa: berikan
12.
cairan kristaloid isotonik 30 ml/kg.
Resusitasi syok septik pada anak-anak: pada awal
13. berikan bolus cepat 20 ml/kg kemudian tingkatkan
hingga 40-60 ml/kg dalam 1 jam pertama.
Resusitasi cairan dapat mengakibatkan kelebihan
14.
cairan dan gagal napas.
Prioritaskan strategi oksigenasi dan ventilasi
15.
dengan risiko aerosolisasi yang lebih rendah.
Saat memebrikan Bantuan hidup dasar pada
16. pasien covid-19 , perawat menggunakan APD
level 1
Perawat harus membatasi personil diruangan
17.
resusitasi
Resusitasi pada neunatus yang belum diketahui
18. secara pasti pisitif covid atau tidak perawat
menggunakan APD seadanya
Langkah awal resusitasi neonatus seperti
mengeringkan bayi, stimulasi taktil, menempatkan
19. bayi dalam balutan plastik, penlilaian frekuensi
detak jantung dan pemasangan oksimetri serta
lead EKG
perubahan fisiologis jantung paru pada saat
kehamilan berpotensi meningkatakan resiko
20.
dekompensasi akut pada pasien hamil dengan
covid-19 yang jatuh kritis

C. Kuesioner Lama Kerja

NO LAMA KERJA YA TIDAK

1 ≤ 3 tahun

2 >3 tahun

D. Kuesioner stress perawat Expanded nursing stress scale (ENSS)


Berilah tanda check list (√) pada kolom jawaban yang bersedia
dari masing- masing pernyataan dengan penjelasan sebagai
berikut.
lxi
1= Tidak mengalami, jika pernyataan yang ada tidak pernah
mengalami dengan situasi ditempat kerja
2=Tidak pernah membuat stres, jika pernyataan yang ada
tidak membuat stres dengan situasi ditempat kerja
3=Kadang-kadang membuat stres, jika pernyataan yang
ada kadang- kadang terjadi dengan situasi ditempat kerja
4=Sering membuat stres, jika pernyataan yang ada
sering terjadi dengan situasi ditempat kerja
5=Sangat membuat stres, jika pernyataan yang ada
sangat sesuai dengan situasi ditempat kerja

No Pernyataan 1 2 3 4 5

1. Melakukan tindakan medis yang


dirasakan nyeri oleh pasien
2. Dikritik oleh dokter

3. Merasa tidak cukup siap untuk


membantu kebutuhan emosional
keluarga pasien
4. Kurangnya kesempatan untuk
berbicara secara terbuka dengan
staf lain mengenai masalah di
tempat kerja
5. Konflik dengan
supervisor/atasan
6. Informasi yang tidak cukup dari
dokter terkait kondisi medis
pasien
7. Pasien mengajukan
permintaan yang tidak masuk
akal
8. Dilecehkan secara seksual

9. Merasakan tidak berdaya ketika


ad pasien yang
kondisinya tidak membaik
10. Konflik dengan dokter

lxii
11. Ditanya oleh pasien sesuatu yang
saya tidak dapat memberikan
jawaban yang memuaskan
12. Kurangnya kesempatan berbagi
pengalaman/perasaan dengan staf
lain mengenai permasalaha ditempat
kerja
13. Pengaturan jadwal dan susunan staf
yang tidak terduga
14. Dokter memerintahkanpengobata yan
tampaknya tidak tepat bagi pasien
15. Keluarga pasien mengajukan
permintaan yang tidak masuk
akal
16. Mengalami diskriminasi suku,
agama ras, atau antar golongan
SARA)
17. Mendengarkan atau berbicara
dengan pasien tentang kondisinya
mendekati kematian
18. Takut membuat kesalahan dalam
merawat pasien
19. Merasa tidak cukup siap untuk
membantu kebutuhan emosional
pasien
20. Kurangnya kesempatan untuk
mengungkapkan perasaan negatif
saya terhadap pasien kepada staf
lain di unit
21. Kesulitan bekerja dengan perawat
tertentu di unit saya sekarang
22. Kesulitan bekerja perawat
tertentu di unit lain
23. Tidak cukup waktu untuk
memberi dukungan
emosional kepada pasien
24. Dokter tidak ada pada saat terja
situasi darurat medis
25. Disalahkan atas setiap
kesalahan yang terjadi
26. Mengalami diskriminasi karena
jenis kelamin

lxiii
27. Kematian seorang pasien

28. Ketidaksepakatan mengenal


pengobatan pasien
29. Merasa belum cukup terlatih
untuk tugas yang harus saya lakukan
30. Kurangnya dukungan dari
supervisor/atasan langsung saya
31. Dikritik oleh
supervisor/atasan
32. Tidak cukup waktu untuk
menyelesaikan tugas-tugas
keperawatan saya
33. Tidak tahu apa yang harus
disampaikan kepada
pasien/keluarganya perihal kondisi
dan pengobatan
pasien
34. Menjadi orang yang harus
berurusan dengan keluarga pasien
35. Harus berurusan dengan pasien
yang melakukan kekerasan
36. Terpapar risiko
keselamatan dan kesehatan kerja
37. Meninggalnya pasien yang
dalam perawatan saya menjadi
dekat dengan saya
38. Harus mengambil
keputusan mengenai pasien
pada saat dokter sedang tidak ada
39. Bertanggung jawab atas suatu
tugas tanpa pengalaman memadai
40. Kurangnya dukungan dari bagian
keperawatan
41. Terlalu banyak tugas non
keperawatan yang harus dilakukan,
seperti tugas administrasi
42. Kekurangan staf untuk
memenuhi kebutuhan unit
43. Tidak begitu mengerti cara
pengoperasian dan
penggunaan peralatan khusus

lxiv
44. Harus berurusan dengan
pasien yang kasar
45. Tidak cukup waktu untuk
merespek kebutuhan keluarga
pasien
46. Diminta bertanggung jawab atas
sesuatu hal yang berada di luar
kekuasaan saya
47. Dokter tidak ada pada saat pasien
meninggal
48. Harus mengatur pekerjaan dokter

49. Kurangnya dukungan dari bagian


lain
50. Kesulitan bekerja dengan perawat
lawan jenis
51. Tuntutan pelayanan terkait
sistem penggolongan pasien
52. Harus berurusan dengan
perlakua kasar dari
keluarga pasien
53. Menyaksikan pasien
menderita
54. Dikritik dari bagian
keperawatan
55. Harus bekerja di jam istirahat

56. Tidak mengetahui apakah keluarga


pasien akan melaporkan saya atas
perawatan yang tidak memadai
57. Harus mengambil
keputusan di bawah
tekanan

lxv

Anda mungkin juga menyukai