SKRIPSI
DEVI LISTRIAWATI
1219158
Tugas Akhir ini telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Tugas Akhir
Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Institut Kesehatan
Rajawali dan diterima sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan pada bulan Februari 2021
Judul Tugas Akhir : Gambaran Self Stigma Pasien Dengan Covid 19 Di Rumah
Sakit Paru Dr.H.A Rotinsulu Bandung
Nama Mahasiswa : Devi Listriawati
NPM 1219158
Dewan Penguji :
Mengetahui,
ABSTRAK
Latar Belakang : Covid-19 merupakan penyakit baru yang sangat infeksius dan
memiliki prognosis yang buruk dan menyebabkan kematian. Penambahan jumlah
pasien yang cepat memunculkan gambaran negatif di masyarakat sehingga
terbentuk prasangka negatif, pemberian label, dan diskriminasi terhadap pasien
Covid-19 yang mendukung terbentuknya Public Stigma. Public stigma kemudian
di sadari, diyakini dan di terapkan oleh individu sehingga menimbulkan munculnya
self stigma yang dapat menyebabkan gangguan psikologis sehingga pasien
memutuskan hubungan sosial, menyembunyikan penyakitnya dan tidak mencari
pengobatan, sehingga menghambat penyembuhan diri pasien.
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui gambaran Self Stigma Pasien Covid 19 di
RS Paru dr.H.A Rotinsulu Bandung.
Metode Penelitian : Penelitian ini penulis menggunakan rancangan penelitian
deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan utamanya membuat
gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Pengambilan
sampel melalui total sampling sebanyak 90 pasien yang terkonfirmasi positif Covid
19. Alat ukur kuesioner menggunakan Internalized Stigma of Mental Illness Scale
(ISMI) dengan 28 item pertanyaan.
Hasil : Dari 90 responden pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A Rotinsulu
ditemukan hasil sebanyak 52 orang (57,78%) 50 orang (55,56%) berada pada
kelompok usia dewasa muda (25-44 tahun), 79 orang (87,78%) menikah, 62 orang
(68,89%) memiliki jenjang pendidikan perguruan tinggi, 29 orang (32,22%) bekerja
sebagai PNS. Sebagian besar pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A
Rotinsulu adalah pasien dirawat inap yaitu sebanyak 50 orang (55,56%).
Simpulan: Mayoritas pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A Rotinsulu
memiliki Self Stigma sedang yaitu sebanyak 63 orang (70,00%).
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan
rahmat dan ridha-Nya sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini yang berjudul “Gambaran self stigma pasien dengan Covid-19 di
rumah sakit paru Dr.H.A. Rotinsulu Bandung”. Skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan Program
Studi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Institut Kesehatan Rajawali.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini banyak mengalami
kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan
berkat dari Allah SWT sehingga kendala-kendala tersebut dapat diatasi. Untuk itu
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada:
1. Ibu Tonika Tohri, S.Kp., M.Kes. Selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali
2. Bapak Dr.Edi Sampurno Sp.P., M.M., FISR. Selaku Direktur Utama Rumah
Sakit Paru Dr.H.A. Rotinsulu Bandung
3. Ibu Istianah, S.Kep., Ners, M.Kep. Selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Institut Kesehatan Rajawali.
4. Ibu Dr. Eny Kusmiran, S.Kp., M.Kes. Selaku pembimbing utama
5. Bapak Budi Somantri, S.Kep., Ners, M.Kep. Selaku pembimbing pendamping
6. Rekan-rekan sepejuangan mahasiswa S1 Keperawatan Institut Kesehatan
Rajawali yang senantiasa selalu memberikan dukungan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki untuk itu penulis meng
harapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan tugas akhir
ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna.
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
vii
4.2 Analisis Deskriptif Persepsi Responden. .................................................... 87
4.3 Distribusi Self Stigma Pasien Covid-19 di RS Paru DR H.A Rotinsulu
berdasarkan karakteristik responden ..................................................................91
BAB V SIMPULAN.............................................................................................. 96
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Struktur Kognitif dan Perilaku yang membentuk Public Stigma dan
SelfStigma...............................................................................................................36
Tabel 2.2 Internalized Stigma Of Mental Illness/ ISMI Scale… ......................... 53
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ..............................................................58
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik pasien Covid-19 berdasarkan jenis
kelamin. ................................................................................................ 81
Tabel 4.2Distribusi frekuensi gambaran karakteristik pasien Covid19berdasan
Usia ....................................................................................................... 82
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi gambaran karakteristik pasien Covid-19 berdasarkan
Status pernikahan. ..................................................................................83
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi gambaran karakteristik pasien Covid-19 berdasarkan
Jenjang Pendidikan. .............................................................................. 84
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi gambaran karakteristik pasien Covid -19 berdasarkan
Pekerjaan. ............................................................................................. 85
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi gambaran karakteristik pasien Covid-19 berdasarkan
Status pasien. ........................................................................................ 86
Tabel 4.7 Tanggapan responden terhadap variabel Self Stigma pasien Covid-
19. ......................................................................................................... 88
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi gambaran Self Stigma pasien Covid-19 di RS Paru
Dr H.A Rotinsulu. ..................................................................................90
Tabel 4.9 Distribusi Self Stigma berdasarkan Jenis kelamin. .................................91
Tabel 4.10 Distribusi Self Stigma berdasarkan Usia ................................................ 92
Tabel 4.11 Distribusi Self Stigma berdasarkan Status Pernikahan. ....................... 93
Tabel 4.12 Distribusi Self Stigma berdasarkan Pendidikan.................................... 93
Tabel 4.13 Distribusi Self Stigma berdasarkan Pekerjaan. .................................... 94
Tabel 4.14 Distribusi Self Stigma berdasarkan Status pasien................................ 95
ix
DAFTAR BAGAN
Halaman
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
52 % merasa rendah diri 60 % merasa bahwa orang lain memiliki pandangan negatif
terhadap dirinya. Kondisi tersebut tentunya harus mendapatkan perhatian yang
cukup serius dari semua pihak terkait, sehingga masalah psikososial pasien yang
terkonfirmasi Covid-19 dapat teratasi dan tidak menimbulkan munculnya gangguan
kejiwaan yang lebih berat lainnya.
Alasan untuk pemilihan tempat di RS Paru Dr. H.A. Rotinsulu Bandung,
karena RS Paru dr H.A Rotinsulu merupakan rumah sakit rujukan pasien COVID-
19 di Jawa Barat dan belum ada penelitian yang terkait tentang Self Stigma pasien
yang terkonfirmasi positif Covid-19. Berdasarkan uraian diatas peneliti merasa
tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran self stigma pasien yang terkonfirmasi
positif Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr. H.A. Rotinsulu Bandung.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 COVID-19
2.1.1 Definisi
8
9
2.1.5 Etiologi
masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah
SARS pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International
Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV) memberikan nama penyebab COVID-
19 sebagai SARS-CoV-2.
tetapi dari hasil evaluasi genomik isolasi dari 10 pasien, didapatkan kesamaan
mencapai 99% yang menunjukkan suatu virus baru, dan menunjukkan kesamaan
(identik 88%) dengan batderived severe acute respiratory syndrome (SARS)- like
coronaviruses, bat-SL-CoVZC45 dan bat-SLCoVZXC21, yang diambil pada tahun
2018 di Zhoushan, Cina bagian Timur, kedekatan dengan SARS-CoV adalah 79%
dan lebih jauh lagi dengan MERS-CoV (50%). Gambar 2 menunjukkan evaluasi
filogenetik COVID-19 dengan berbagai virus corona. Analisis filogenetik
menunjukkan COVID-19 merupakan bagian dari subgenus Sarbecovirus dan genus
Betacoronavirus. Penelitian lain menunjukkan protein (S) memfasilitasi masuknya
virus corona ke dalam sel target. Proses ini bergantung pada pengikatan protein S
ke reseptor selular dan priming protein S ke protease selular.Penelitian hingga saat
ini menunjukkan kemungkinan proses masuknya COVID-19 ke dalam sel mirip
dengan SARS. Hal ini didasarkan pada kesamaan struktur 76% antara SARS dan
COVID-19. Sehingga diperkirakan virus ini menarget Angiotensin Converting
Enzyme 2 (ACE2) sebagai reseptor masuk dan menggunakan serine protease
TMPRSS2 untuk priming S protein, meskipun hal ini masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut (Jurnal Respirologi Indonesia Vol.40, 2020).
Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran
napas yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-reseptor
dan membuat jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada envelope
spike virus akan berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-
2. Di dalam sel, SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik dan mensintesis
protein-protein yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion baru yang muncul
di permukaan sel (Adityo susilo, 2020).
Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk
ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan
ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom
virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru
terbentuk masuk ke dalam membran retikulum endoplasma atau Golgi sel. Terjadi
pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein
nukleokapsid. Partikel virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan
14
Golgi sel. Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan
bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan komponen virus yang baru
(de Wit et all, 2016).
Pada SARS-CoV, Protein S dilaporkan sebagai determinan yang
signifikan dalam masuknya virus ke dalam sel pejamu. Sebagaimana telah
diketahui bahwa masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai dengan fusi antara
membran virus dengan plasma membran dari sel. Pada proses ini, protein S2‟
berperan penting dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi terjadinya
proses fusi membran. Selain fusi membran, terdapat juga clathrindependent dan
clathrin-independent endocytosis yang memediasi masuknya SARS-CoV ke dalam
sel pejamu (Adityo susilo, 2020).
Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV. Efek
sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan
keparahan infeksi. Disregulasi sistem imun kemudian berperan dalam kerusakan
jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons imun yang tidak adekuat
menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di sisi lain, respons imun
yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Bao L et all, 2020).
2.1.7 Penularan
hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa patogen dan bertindak
sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu(PDPI, 2020).
Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa
ditemukan untuk Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber
utama untuk kejadian severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle East
respiratory syndrome (MERS). Tetapi pada kasus SARS, saat itu host intermediet
(masked palm civet atau luwak) justru ditemukan terlebih dahulu dan awalnya
disangka sebagai host alamiah. Barulah pada penelitian lebih lanjut ditemukan
bahwa luwak hanyalah sebagai host intermediet dan kelelawar tapal kuda
(horseshoe bars) sebagai host alamiahnya. Secara umum, alur Coronavirus dari
hewan ke manusia dan dari manusia ke manusia melalui transmisi kontak, transmisi
droplet, rute feses dan oral (PDPI, 2020).
Berdasarkan penemuan, terdapat tujuh tipe Coronavirus yang dapat
menginfeksi manusia saat ini yaitu dua alphacoronavirus (229E dan NL63) dan
empat betacoronavirus, yakni OC43, HKU1, Middle East respiratory syndrome-
associated coronavirus (MERS-CoV), dan severe acute respiratory syndrome-
associated coronavirus (SARSCoV). Yang ketujuh adalah Coronavirus tipe baru
yang menjadi penyebab kejadian luar biasa di Wuhan, yakni Novel Coronavirus
2019 (2019-nCoV). Isolat 229E dan OC43 ditemukan sekitar 50 tahun yang lalu.
17
NL63 dan HKU1 diidentifikasi mengikuti kejadian luar biasa SARS. NL63
dikaitkan dengan penyakit akut laringotrakeitis (croup) (PDPI, 2020).
Coronavirus terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih tua,
dengan gejala klinis ringan seperti common cold dan faringitis sampai berat seperti
SARS atau MERS serta beberapa strain menyebabkan diare pada dewasa. Infeksi
Coronavirus biasanya sering terjadi pada musim dingin dan semi. Hal tersebut
terkait dengan faktor iklim dan pergerakan atau perpindahan populasi yang
cenderung banyak perjalanan atau perpindahan. Selain itu, terkait dengan
karakteristik Coronavirus yang lebih menyukai suhu dingin dan kelembaban tidak
terlalu tinggi (PDPI, 2020).
Semua orang secara umum rentan terinfeksi. Pneumonia Coronavirus jenis
baru dapat terjadi pada pasien immunocompromis dan populasi normal, bergantung
paparan jumlah virus. Jika kita terpapar virus dalam jumlah besar dalam satu waktu,
dapat menimbulkan penyakit walaupun sistem imun tubuh berfungsi normal.
Orang-orang dengan sistem imun lemah seperti orang tua, wanita hamil, dan
kondisi lainnya, penyakit dapat secara progresif lebih cepat dan lebih parah. Infeksi
Coronavirus menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang lemah terhadap virus ini
lagi sehingga dapat terjadi re-infeksi (PDPI, 2020). .
Masa inkubasi COVID-19 rata-rata 5-6 hari, dengan range antara 1 dan 14
hari namun dapat mencapai 14 hari. Risiko penularan tertinggi diperoleh di hari-
hari pertama penyakit disebabkan oleh konsentrasi virus pada sekret yang tinggi.
Orang yang terinfeksi dapat langsung dapat menularkan sampai dengan 48 jam
sebelum onset gejala (presimptomatik) dan sampai dengan 14 hari setelah onset
gejala. Sebuah studi Du Z et. al, (2020) melaporkan bahwa 12,6% menunjukkan
penularan presimptomatik. Penting untuk mengetahui periode presimptomatik
karena memungkinkan virus menyebar melalui droplet atau kontak dengan benda
yang terkontaminasi. Sebagai tambahan, bahwa terdapat kasus konfirmasi yang
tidak bergejala (asimptomatik), meskipun risiko penularan sangat rendah akan
tetapi masih ada kemungkinan kecil untuk terjadi penularan (Kemenkes, 2020)
Berdasarkan studi epidemiologi dan virologi saat ini membuktikan bahwa
COVID-19 utamanya ditularkan dari orang yang bergejala (simptomatik) ke orang
18
lain yang berada jarak dekat melalui droplet. Droplet merupakan partikel berisi air
dengan diameter >5-10 μm. Penularan droplet terjadi ketika seseorang berada pada
jarak dekat (dalam 1 meter) dengan seseorang yang memiliki gejala pernapasan
(misalnya, batuk atau bersin) sehingga droplet berisiko mengenai mukosa (mulut
dan hidung) atau konjungtiva (mata).Penularan juga dapat terjadi melalui benda dan
permukaan yang terkontaminasi droplet di sekitar orang yang terinfeksi. Oleh
karena itu,penularan virus COVID-19 dapat terjadi melalui kontak langsung dengan
orang yang terinfeksi dan kontak tidak langsung dengan permukaan atau benda
yang digunakan pada orang yang terinfeksi (misalnya, stetoskop atau
termometer).Dalam konteks COVID-19, transmisi melalui udara dapat
dimungkinkan dalam keadaan khusus dimana prosedur atau perawatan suportif
yang menghasilkan aerosol seperti intubasi endotrakeal, bronkoskopi, suction
terbuka, pemberian pengobatan nebulisasi, ventilasi manual sebelum intubasi,
mengubah pasien ke posisi tengkurap, memutus koneksi ventilator, ventilasi
tekanan positif noninvasif,trakeostomi, dan resusitasi kardiopulmoner. Masih
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai transmisi melalui udara (Kemenkes,
2020).
kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui. Viremia dan
viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah
dilaporkan ( Adityo susilo, 2020).
Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul secara
bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun dan
tetap merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah,
dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung
tersumbat, pilek, nyeri kepala, konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang
penciuman dan pembauan atau ruam kulit.Menurut data dari negara-negara yang
terkena dampak awal pandemi, 40% kasus akan mengalami penyakit ringan, 40%
akan mengalami penyakit sedang termasuk pneumonia, 15% kasus akan mengalami
penyakit parah, dan 5% kasus akan mengalami kondisi kritis. Pasien dengan gejala
ringan dilaporkan sembuh setelah 1 minggu. Pada kasus berat akan mengalami
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik, gagal
multiorgan,termasuk gagal ginjal atau gagal jantung akut hingga berakibat
kematian. Orang lanjut usia (lansia) dan orang dengan kondisi medis yang sudah
ada sebelumnya seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes
dan kanker berisiko lebih besar mengalami keparahan (Kemenkes, 2020).
Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar
3-14 hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau
sedikit menurun dan pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal),
virus menyebar melalui aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang
mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase
ini umumnya ringan. Serangan kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul
gejala awal. Pada saat ini pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di paru
memburuk, limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan mulai terjadi
hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya inflamasi makin tak terkontrol,
terjadi badai sitokin yang mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya
Gambar diatas menunjukkan perjalanan penyakit pada pasien COVID-19 yang
berat dan onset terjadinya gejala dari beberapa laporan (Adityo susilo, 2020).
20
hidrostatik penyebab edema jika tidak ada faktor risiko. Penting dilakukan analisis
gas darah untuk melihat tekanan oksigen darah dalam menentukan tingkat
keparahan ARDS serta terapi.
e. SEPSIS
Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh terhadap suspek
infeksi atau infeksi yang terbukti dengan disertai disfungsi organ. Tanda disfungsi
organ perubahan status mental, susah bernapas atau frekuensi napas cepat, saturasi
oksigen rendah, keluaran urin berkurang, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, akral dingin atau tekanan darah rendah, kulit mottling atau terdapat bukti
laboratorium koagulopati, trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau
hiperbilirubinemia.
f. Syok septik
Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasi volum adekuat
sehingga diperlukan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg dan
serum laktat > 2 mmol/L.
2.1.9 Diagnosis
Anamnesis
Pneumonia Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah peradangan
pada parenkim paru yang disebabkan oleh Severe acute respiratory
syndromecoronavirus 2 (SARS-CoV-2). Sindrom gejala klinis yang muncul
beragam, dari mulai tidak berkomplikasi (ringan) sampai syok septik (berat). Pada
anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama:demam, batuk
kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak. Tapi perlu dicatat
bahwa demam dapat tidak didapatkan pada beberapa keadaan, terutama pada usia
geriatri atau pada mereka dengan imunokompromis. Gejala tambahan lainnya yaitu
nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah. Pada beberapa kondisi dapat
terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas akut berat (Severe Acute Respiratory
Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi saluran napas akut dengan riwayat
demam (suhu≥ 38 C) dan batuk dengan onset dalam 10 hari terakhir serta perlu
22
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya
manifestasi klinis.
a. Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
b. Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat,
tekanan darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi
oksigen dapat normal atau turun.
c. Dapat disertai retraksi otot pernapasan
d. Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris
statis dan dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah
konsolidasi, suara napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki
kasar (PDPI, 2020).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya:
a. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks Pada
pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi
subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan
24
Berdasarkan Buku Protokol Tata laksana Covid-19 yang disusun oleh Erlina
Burhandkk, 2020, Tata laksana pasen Covid-19 terbagi menjadi :
1. TANPA GEJALA (OTG)
a. Isolasi dan Pemantauan
Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas FKTP
Kontrol di FKTP setelah 14 hari karantina untuk pemantauan klinis
b. Non-farmakologis Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu
dikerjakan(leaflet untuk dibawa ke rumah) :
28
Pasien :
- Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan malam hari
- Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksidengan
anggota keluarga
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
seseringmungkin.
- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
- Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
- Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
- Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
- Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya
- Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik /wadah
tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum
dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci
- Ukur dan catat suhu tubuh tiap jam 7 pagi dan jam 19 malam.Segera
berinformasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadipeningkatan
suhu tubuh > 38 C.
Lingkungan/kamar:
- Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
- Membuka jendela kamar secara berkala
- Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar (setidaknya
masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan goggle.
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
seseringmungkin.
- Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan desinfektasn
lainnya
Keluarga:
- Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya
memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
- Anggota keluarga senanitasa pakai masker
- Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
29
2. GEJALA RINGAN
a. Isolasi dan Pemantauan
Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
Ditangani oleh FKTP, contohnya Puskesmas, sebagai pasien rawat jalan
Kontrol di FKTP setelah 14 hari untuk pemantauan klinis
b. Non Farmakologis Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan
(samadengan edukasi tanpa gejala).
c. Farmakologis
Vitamin C
Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5 hari) ATAU
Hidroksiklorokuin (sediaan yg ada 200 mg) 400 mg/24 jam/oral (untuk
5hari)
Azitromisin 500 mg/24 jam/oral (untuk 5 hari) dengan
alternatifLevofloxacin 750 mg/24 jam (5 hari)
30
3. GEJALA SEDANG
a. Isolasi dan Pemantauan
Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan Covid-19/ Rumah Sakit Darurat
Covid-19
Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang Perawatan Covid-19/ Rumah Sakit Darurat
Covid-19 selama 14 hari
b. Non Farmakologis
Istirahat total, intake kalori adekuat, control elektrolit, status hidrasi, saturasi
oksigen
Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung jenis,
bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati dan
ronsen dada secara berkala.
c. Farmakologis
Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam
diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan
Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari) ATAU
Hidroksiklorokuin (sediaan yg ada 200 mg) hari pertama 400 mg/12 jam/oral,
selanjutnya 400 mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari)
Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5- 7 hari) dengan
aternatif Levofloxacin 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari)
Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
Antivirus : Oseltamivir 75 mg/12 jam oral ATAU Favipiravir (Avigan
sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya
2 x 600 mg (hari ke 2-5).
4. BERAT
a. Isolasi dan Pemantauan
31
Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting
b. Non Farmakologis
Istirahat total, intake kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi
cairan), dan oksigen
Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku dengan hitung jenis,
bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati,
Hemostasis, LDH, D-dimer.
Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
- Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
- Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
- PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
- Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada pencitraan
thoraks dalam 24-48 jam,
- Limfopenia progresif,
- Peningkatan CRP progresif,
- Asidosis laktat progresif.
c. Farmakologis
Klorokuin fosfat, 500 mg/12 jam/oral (hari ke 1-3) dilanjutkan 250
mg/12 jam/oral (hari ke 4-10) ATAU Hidroksiklorokuin dosis 400
mg /24 jam/oral (untuk 5 hari), setiap 3 hari kontrol EKG
Azitromisin 500 mg/24 jam (untuk 5 hari) atau levofloxacin 750
mg/24 jam/intravena (5 hari)
Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi
bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis,
fokus infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan
kultur darah harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum
(dengan kehati-hatian khusus) patut dipertimbangkan.
Antivirus : Oseltamivir 75 mg/12 jam oral atau Favipiravir (Avigan
sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
32
Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam
1 jam diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan
Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
Hydroxycortison 100 mg/24 jam/ intravena (3 hari pertama)
Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
Obat suportif lainnya.
2.2 STIGMA
2.2.1 Definisi
Istilah stigma pertama kali digunakan dalam buku STIGMA “Note on the
management of the spoiled identity” oleh Goffman tahun 1963. Sosiolog Erving
Goffman dalam Linden & Kavanagh (2012) membuat konsep tentang stigma yaitu
suatu atribut yang mendiskreditkan secara signifikan.Stigma merupakan suatu
proses dimana reaksi dari orang lain mempengaruhi secara negatif identitas normal
seseorang. (The phenomenon whereby an individual with an attribute is deeply
discredited by his/her society is rejected as a result of the attribute. Stigma is a
process by which the reaction of others spoils normal identity). Goffman juga
mengemukakan istilah stigma merujuk pada keadaan suatu kelompok sosial yang
membuat identitas terhadap seseorang atau kelompokberdasarkan sifat fisik,
33
SINYAL
STEREOTIPIK
1. Simptom DISKRIMINASI
2. Penampilan dan
3. lebel
PRASANGKA
Sumber: Corrigen PW, Mueser KT, Bond GR, Drake RE, Solomon P. Principles
and Practice ofPsychiatric Rehabilitation. New York: The Guilford Press; 2008.
Van Brakel dalam Fiorillo, Volpe, dan Bhugra (2016) mengungkapkan ada 5 tipe
stigma sebagai berikut:
a. Public stigma, dimana sebuah reaksi masyarakat umum yang memiliki
keluarga atau teman yang sakit fisik ataupun mental.
b. Structural stigma, dimana sebuah institusi, hukum, atau perusahaan yang
menolak orang berpenyakitan. Misalnya, perusahaan X menolak memiliki
pekerja HIV.
c. Self-stigma, dimana menurunnya harga dan kepercayaan diri seseorang yang
memiliki penyakit. Contohnya seperti pasien HIV yang merasa bahwa dirinya
39
Dengan demikian, dampak atau konsekuensi dari stigma adalah sebagai berikut
(Stuart, 2016):
1. Stigma membuat orang yang menyembunyikan atau menyangkal gejala
yang mereka rasakan
2. Stigma menghasilkan keterlambatan dalam terapi
3. Stigma membuat seseorang menghindari terapi yang efektif atau tidak
menjalani pengobatan secara terkontrol
4. Stigma membuat masyarakat mengisolasi individu dan keluarga pasien
gangguan jiwa
5. Stigma dapat menurunkan harga diri dan potensi perawatan diri pada pasien
gangguan jiwa
6. Stigma dapat menghambat pasien gangguan jiwa mengakses perawatan
kesehatan yang berkualitas
7. Stigma memberi pengaruh secara negatif terhadap perilaku petugas kesehatan
8. Stigma memberikan kontribusi terhadap tingkat keparahan penyakit
9. Stigma membatasi respons masyarakat terhadap gangguan jiwa.
Stigma, ketidakpahaman, dan ketakutan terhadap gangguan jiwa
berhubungan dengan orang dan agen pemberi pelayanan kesehatan jiwa dan orang
yang menerima pelayanan,yang seringkali adalah orang lanjut usia, orang miskin,
atau anggota kelompok sosial minoritas. Berbeda dengan kondisi penyakit fisik,
yang cenderung mengundang simpati dan keinginan untuk menolong, pada
gangguan jiwa cenderung mengganggu orang lain dan membuat orang lain ingin
menghindarinya (Stuart, 2016).
Adapun menurut ILEP,2011, stigma menimbulkan dampak yang berbeda
pada tiap individu tetapi berdasarkan observasi dan pengalaman, stigma
berdampak pada :
1. Dampak pada emosi
Perasaan seperti takut, sedih, depresi, malu, bersalah, cemas, rendah diri
keputusasaan dan kemarahan, atau ketidakmampuan untuk mengungkapkan
perasaan seperti itu.
2. Dampak pada pikiran
43
Pikiran dan keyakinan negatif dan pesimis tentang diri, dunia, dan dunia masa
depan. Misalnya, 'Saya bukan siapa-siapa'. Perasaan ini menyebabkan
perubahan perilaku seperti penghindaran, isolasi diri dan isolasi paksa dan
sosial terbatas partisipasi.
3. Dampak terhadap perilaku
Perubahan emosi dan pikiran dapat menyebabkan perubahan pada diri
individu perilaku, seperti kurangnya kepercayaan diri, penghindaran dan
isolasi diri. Ini dapat menyimpan file orang dari mencari bantuan, yang pada
gilirannya dapat menunda diagnosis dan pengobatan dan mengakibatkan
peningkatan risiko kecacatan.
4. Dampak terhadap hubungan
Penolakan, isolasi paksa dan partisipasi sosial yang dibatasi menjadi masalah
yang bisa mengakibatkan diskriminasi sosial sekaligus perilaku defensif. Hal
ini pada gilirannya dapat mengakibatkan masalah lebih lanjut seperti
pengangguran.
Santoso ; 2016). Jadi stigma mengacu kepada atribut yang memperburuk citra
seseorang.
Dalam teori Erving Goffman, Goffman menjelaskan keterkaitan antara self
dan identity yang dimulai atas dirinya sendiri pada konsep self, melalui proses
interaksi suatu individu dengan lingkungan disekitarnya. Kemudian yang berasal
dari orang lain sehingga terjadi pembentukan identitas. Identitas menurut setting
sosialnya dibagi menjadi dua yaitu virtual identity dan actual identity.
Konsep pembentukan identitas ini merupakan konsep utama lahirnya
pemikiran tentang Stigma (Ayunani ; 2016). Konsep stigma Erving Goffman
terbagi menjadi :
1. Self
Self disini berhubungan dengan diri individu, bagaimana individu itu sendiri
melihat atau memaknai dirinya sendiri, dan terbentuk dari bagaimana orang lain
memandang diri kita sendiri yang terbentuk oleh proses interaksi yang dilakukan
atau dialami individu tersebut dengan orang lain dalam kehidupan sosial sehari-hari
sehingga membentuk konsep diri dari individu itu sendiri dalam memandang dan
memaknai dirinya.
2. Identity
Goffman membagi identitas berdasarkan dua pandangan yang kemudian
diberi istilah Virtual social identity dan Actual social identity. Virtual social
identity merupakan identitas yang terbentuk dari karakter-karakter yang kita
asumsikan atau kita pikirkan terhadap seseorang yang disebut dengan karakterisasi.
Sedangkan Actual social identity adalah identitas yang terbentuk dari karakter-
karakter yang telah terbukti (Goffman, 1963 dalam Kurniawati;2016). Setiap orang
yang mempunyai celah diantara dua identitas tersebut kemudian distigmanisasi.
Virtual social identity dan Actual social identitymerupakan dua hal yang berbeda
sehingga jika perbedaan diantara dua hal tersebut di ketahui publik,orang yang
terstigmanisasi akan merasa terkucil. Stigma berfokus pada dramaturgis antara
orang yang terstigmanisasi dan orang-orang normal. Hakikat interaksi itu
bergantung pada stigma yang dimiliki seorang individu (Ritzer2012 dalam Santoso,
2016).
45
Selain itu Goffman juga mengemukakan dua konsep tentang identitas yaitu
Personal Identity dan Self Identity. Personal Identity menurut Goffman mengarah
pada berbagai karakteristik dan berbagai fakta yang diletakkan atau dipasangkan
pada pikiran individu oleh orang lain. Goffman dalam hal ini memberi contoh
bagaimana foto dari seorang individu dapat menampilkan image tertentu dalam
pemikiran orang lain, seorang individu (Goffman,1963 : 56 dalam Pratikno;2010).
Adapun Self Identity atau Ego Identity merupakan perasaan subyektif yang dialami
seseorang, situasi yang dialami dan kelangsungan serta karakternya sendiri terpisah
dari Personal Identity.
1. Takut
2. Tidak menarik
3. Kegelisahan
4. Asosiasi
Stigma oleh assosiasi juga dikenal dengan stigma simbolik, hal ini terjadi
ketika kondisi kesehatan dikaitkan dengan keadaan yang tidak
menyenangkan seperti pekerja seks, kemiskinan, orientasi seksual tertentu,
kehilangan pekerjaan.
Hal ini bisa terlihat ketika penderita Covid-19 di rawat di ruangan isolasi
Rumah Sakit atau fasilitas kesehatan lainnya.
6. Kurangnya kerahasiaan
Pengungkapan yang tidak diinginkan dari kondisi seseorang dalam hal ini
pengungkapan diagnosa Covid-19 tidak dapat dihindarkan disebabkan hal
tersebut harus dilakukan dalam upaya menangani kasus pandemi.
Bruce Link dan Jo Phelan mengusulkan stigma itu ada ketika empat
komponen khusus bertemu, yaitu sebagai berikut (Link & Phelan, 2001):
1. Individu membedakan dan memberi label terhadap manusia secara bervariasi
2. Keyakinan budaya yang berlaku mengikat mereka yang berlabel atribut
yangmerugikan
3. Individu berlabel ditempatkan dalam kelompok-kelompok terhormat yang
bertujuan untuk membangun rasa terputus antara "kita" dan "mereka".
4. Individu berlabel mengalami "kehilangan status dan diskriminasi" yang
mengarah kepada keadaan yang tidak sama. Dalam model ini stigmatisasi juga
bergantung pada "akses kepada kekuatan sosial, ekonomi, dan politik yang
memungkinkan perbedaan identifikasi, konstruksi Stereotipik, pemisahan
orang-orang yang berlabel menjadi kelompok-kelompok yang berbeda, dan
eksekusi penuh penolakan, penolakan, pengecualian, dan
diskriminasi."Selanjutnya, dalammodel ini istilah stigma diterapkan ketika
pelabelan, stereotyping, pemutusan, kehilangan status, dan diskriminasi semua
ada dalam situasi kekuatan yang memfasilitasi stigma terjadi.
Menurut Link dan Phelan (dalam Anggreini 2015) stigma mengacu pada
pemikiran Goffman (1961), komponen-komponen dari stigma sebagai berikut :
a. Labeling
Labeling adalah pembedaan dan memberikan label atau penamaan
berdasarkan perbedaan-perbedaan yang dimiliki anggota masyarkat tersebut (Link
& Phelan dalam Scheid & Brown, 2010).Sebagian besar perbedaan individu tidak
dianggap relevan secara sosial, namun beberapa perbedaan yang diberikan dapat
menonjol secara sosial. Pemilihan karakteristik yang menonjol dan penciptaan label
bagi individu atau kelompok merupakan sebuah prestasi sosial yang perlu dipahami
sebagai komponen penting dari stigma. Berdasarkan pemaparan di atas, labeling
adalah penamaan berdasarkan perbedaan yang dimiliki kelompok tertentu.
b.Stereotipik
Stereotipik adalah kerangka berpikir atau aspek kognitif yang terdiri dari
pengetahuan dan keyakinan tentang kelompok sosial tertentu dan traits tertentu
(Judd, Ryan & Parke dalam Baron & Byrne, 2003). Menurut Rahman (2013)
48
bahwa proses stigmatisasi memiliki sejarah panjang dan bersifat lintas budaya di
mana-mana (Heatherton, 2000).
Menurut Corrigant dan Rao (2012), stigma diri juga adalah penerimaan diri
yang negatif, yang mana pengakuan seseorang bahwa publik memiliki prasangka
buruk dan akan memberikan stigma terhadap mereka. Secara khusus, mereka akan
merasakan devaluasi atau merendahkan diri.dan diskriminasi yang menyebabkan
menurunnya harga diri dan afikasi diri (keyakinan individu mengenai kemampuan
dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil
tertentu).Self stigma muncul bila seseorang sadar mengenai stigma terhadap
kelompok mtiereka. Mereka akan menyetujui stigma tersebut dan menerapkannya
pada diri sendiri (menginternalisasi public stigma). Hal tersebut akan menyebabkan
berkurang atau hilangnya kepercayaan diri (self-esteem) dan efikasi diri (self-
efficacy). Orang dengan efikasi diri yang rendah akibat self stigma memiliki
kemungkinan yang lebih rendah untuk melamar pekerjaan atau bersosialisasi
dengan orang lain.
Tahapan Self-stigma terdiri dari tiga langkah yaitu tahap pertama menyadari
(awareness) bahwa adanya Stereotipik terhadap dirinya (misalnya: “orang-orang
dengan gangguan jiwa harus disalahkan atas gangguan yang mereka alami”), tahap
kedua menyetujui (agreement) Stereotipik yang diberikan orang lain kepadanya
(misalnya „iya itu benar, orang dengan gangguan jiwa harus disalahkan atas
penyakit yang mereka alami”), dan tahap ketiga menerapkannya (application)
(misalnya “saya sakit jiwa, jadi saya harus disalahkan atas gangguan yang saya
alami). Sebagai hasil dari proses ini, orang menderita penurunan harga diri dan
penurunan self-efficacy dan kemudian berdampak kepada kualitas hidup (Corrigan
et al., 2009).
51
KESADARAN
(AWARENESS)
PERSETUJUAN
(AGREEMENT)
KERUGIAN
(HARM)
APLIKASI
(APPLICATION)
Hal inilah yang kemudian menjadi tahap pertama dari model stigma diri.
Proses menginternalisasi stigma publik atau masyarakat yang terjadi melalui
serangkaian tahap yang berturut-turut mengikuti satu sama lain menjadi tahap awal
dari pembentukan self-stigma atau stigma diri. Pada umumnya, orang dengan
kondisi yang tidak diinginkan ini sadar akan fenomena yang ada di masyarakat
tentang kondisi mereka. Dengan demikian tahap ini disebut dengan tahap
Kesadaran (Awareness). Orang ini kemudian setuju bahwa Stereotipik negatif
tentang mereka di masyarakat itu benar, tahap ini disebut dengan tahap Persetujuan
(Agreement). Selanjutnya, orang tersebut setuju bahwa Stereotipik ini berlaku untuk
dirinya sendiri atau disebut degan tahap Aplikasi (Apply). Hal ini menyebabkan
52
kerugian, penurunan harga diri dan self-efficacy atau efikasi diri yang signifikan,
sehingga tahap ini menjadi tahap akhir stigma diri yang disebut Kerugian (Harm)
(Corrigan dan Reo, 2012).
Proses (public
Mengalami Persepsi reaksi Antisipasi
stigma sebagai
reaksi sosial sosial negatif reaksi sosial
Konsekuensi
Internalized stigma
Manifestasi
Perasaan negatif Transforma Perilaku
mengenai diri si identitas Maladaptif
ISMI merupakan alat ukur untuk mengetahui stigma yang dirasakan oleh pasien
dari lingkungannya. Dalam kuesioner ISMI terdapat lima komponen penyusun
yaitu : keterasingan, dukungan Stereotipik, diskriminasi yang dirasakan,
penarikan sosial, dan perlawan stigma.
Pilihan Jawaban / Skor 4 Pilihan, yaitu Sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2),
setuju (3), dan sangat setuju (4).
Capaian Rata–rata dari seluruh item Semakin tinggi skor rata- rata ,
semakin tinggi tingkat self stigma
Hal yang perlu diperhatikan Item 24, 25, 26, 27 dan 28 harus dibalik kodenya dengan
mengurangi skor dari 5
2.3.1 Pengkajian
2.3.2 DiagnosaKeperawatan
2.3.3 IntervensiKeperawatan
Di bawah ini adalah intervensi keperawatan untuk pasien yang didiagnosis dengan
COVID-19:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
Manajemen jalan napas
Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, pola napas).
Monitor sekret (jumlah, warna, bau, konsistensi).
Monitor kemampuan batuk efektif.
Posisikan semi fowler/fowler.
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari (jika tidak ada kontraindikasi).
Ajarkan teknik batuk efektif.
Kolaborasi pemberian bronkodilator dan atau mukolitik jika perlu.
Manajemen isolasi
Identifikasikan pasien-pasien yang membutuhkan isolasi.
Monitor suhu tubuh pasien.
Monitor efektifitas pemberian terapi antimikroba.
Tempatkan satu pasien untuk satu kamar.
Dekontaminasi alat-alat kesehatan sesegera mungkin setelah
digunakan.
Lakukan kebersihan tangan pada 5 momen.
Pasang alat proteksi diri sesuai dengan SPO.
Lepaskan alat proteksi diri segera setelah kontak dengan pasien.
Pakaikan masker pada pasien.
Minimalkan kontak dengan pasien, sesuai kebutuhan.
Pastikan kamar pasien selalu dalam kondisi bertekanan negatif.
Anjurkan membuang sekresi/ludah/sputum pada kantung kuning
yang disediakan.
2.3.5 Evaluasi
STIGMA
DAMPAK 1. Pengertian
COVID- Suatu prasangka yang mendeskripsikan
1. Fisik (Ardhiyanti et al).
19
2. Psikologi 2. Tipe stigma (Goffman dalam Scheit dan
3. Ekonomi Brown, 2010) terbagi menjadi stigma cacat
4. Sosial tubuh, stigma karakter individu, stigma
SARA.
(Smelltzer dan 3. Penyebab stigma
Bare, 2001) 4. Mekanisme Stigma (Major dan O BRIEN,
2015, yaitu diskriminasi, self fullfilling
prophecy, stereotip dan ancaman terhadap
identitas dari tubuh.
5. Dimensi stigma (Link and phlan dalam
Scheit dan Brown, 2010), meliputi
Labeling, stereotip, separation dan
diskriminasi.
STIGMA 1. Kesadaran.
2. Persetujuan
3. Aplikasi
4. Kerugian
62
Tabel 2.3 Menentukan Instumen Pengukuran Stigma Orang yang Terkena Dampak Stigma
ISMI
63
64
No. Variabel Definisi Operasioanl Indikator Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Ukur
1. Variabel Tingkat penilaian Self Stigma Alat ukur Ordinal Skor dalam
terhadap dirinya menggunakan rentang 1-4. Nilai
Self stigma ketika mendapatkan 1.Pengasingan. kuesioner Internalized 1 = Sangat tidak
labelling, Stereotipik, 2.Streotipik Stigma of Mental setuju, 2 = tidak
separation dan Illness (ISMI) scale setuju, 3 =
mengalami 3. Pengalaman terdiri dari 28 Setuju, 4 =
diskriminasi .masya diskriminasi. pernyataan tentang Sangat setuju
karena penyakit stigma dan telah diuji
COVID-19. 4. Resistensi stigma validitas dan reliabilitas
n stigma yang
lebih kuat
Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan (Nursalam, 2016). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien
Covid-19 yang terkonfirmasi positif Covid-19 di RS Paru Dr.H.A Rotinsulu Kota
Bandung periode bulan Maret 2021 yaitu sebanyak 90 pasien.
66
3.4.2 Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah yang dimiliki oleh populasi
besar (Sugiyono, 2016). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,
berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya
(Notoadmodjo,2012).
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden atau
67
pasien. Data sekunder adalah data yang diperoleh seorang peneliti secara tidak
langsung dari objeknya, tetapi melalui dari pihak lain, badan atau instansi yang
secara rutin mengumpulkan data (Setiadi, 2007). Data sekunder pada penelitian
ini didapatkan dari catatan medis pasien COVID-19 di Rumah Sakit Paru dr H.A
Rotinsulu.
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti untuk
mengobservasi mengukur atau menilai fenomena yang mengadop dari
Internalized Stigma of Mental Illness (ISMI ) scaleyang telah diterjemahkan oleh
Ritcher et al. Kuesioner berisi 28 pertanyaan yang 4 pilihan jawaban yaitu sangat
tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Rentang skor yang diberikan
antara 1-4. Total skor tertinggi menunjukkan semakin besar stigma yang
dirasakan.
a. Uji Validitas
Uji validitas dan reliabilitas terhadap butir-butir pertanyaan
kuesioner diperlukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, agar
nantinya data-data yang diperoleh akurat dan dapat diandalkan.Uji
validitas dan reliabilitas dilakukandengan interval kepercayaan 95%.
Teknik uji validitas yang digunakan adalah validitas isi dan
validitas tampang. Suatu inkator dikatakan valid apabila indikator itu dapat
mengukur apa yang hendak diukur. Uji validitas digunakan untuk
mengukur suatu indikator valid dan cocok untuk digunakan dalam
pengumpulan data pada penelitian. Adapun untuk pengujian validitas
digunakan dengan melihat korelasi ítem indikator dengan korelasi
prodeuct moment. (Sugiyono, 2012 : 356). Suatu pernyataan dikatakan
valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika nilai
koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan r tabel.
68
b. Uji Reliabilitas
r tabel
Item Pertanyaan Koef. Validitas( r ) Keterangan
(n=28, α=5%)
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai r hitung seluruh ítem pertanyaan
> r tabel (0,374). Dengan demikian, seluruh indikator dinyatakan telah
valid.Berdasarkan tabel diatas, maka seluruh item instrumen dinyatakan reliabel
dimana nilai Alpha Croncbach 0.970 > 0,6.
70
h) Peneliti memeriksa kembali identitas dan jawaban dari kuesioner yang telah
diisi, jika masih ada yang belum lengkap maka responden akan diminta
untuk melengkapinya.
a. Data Entry
Adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel
atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau
bisa juga dengan membuat tabel kontigensi.
b. Editing
Adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang telah diperoleh dan
dikumpulkan.Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah
data terkumpul.
c. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang
terdiri atas beberapa kategorik.Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar
kode artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat
lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.
1. Prinsip manfaat
a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden (right to self determination)
c. Informed consent
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan sesudah
keikutsertaanya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi.
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus
dirahasiakan,untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia
(confidentiality).
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dipaparkan hasil penelitian tentang gambaran self stigma
Pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A Rotinsulu. Data penelitian
merupakan data primer yang diambil dengan cara menyebarkan kuesioner kepada
pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 di RS Paru Dr.H.A Rotinsulu Bandung
periode Maret 2021. Dari hasil penelitian didapatkan jumlah responden sebanyak
90 orang yang telah memenuhi kriteria penelitian.
Laki-laki 38 42.22
Perempuan 52 57.78
Total 90 100.00
Sumber : Data primer, 2021
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien Covid-19 di Rumah Sakit
Paru Dr.H.A Rotinsulu berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 52 orang
(57,78%) dan 38 orang lainnya berjenis kelamin laki-laki (42,22%). Gambaran
karakteristik jenis kelamin responden dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut :
74
75
100
80
Jumlah (%)
60 52 (57,78%)
38 (42,22%)
40
20
0
Laki-laki Perempuan
Total 90 100.00
Sumber : Data primer, 2021
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa mayoritas pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru
Dr.H.A Rotinsulu berada pada kelompok usia dewasa muda (25-44 tahun) yaitu
sebanyak 50 orang (55,56%). Pasien pada kelompok usia remaja (15-24 tahun)
76
terdapat sebanyak 2 orang (2,22%), pasien pada kelompok usia dewasa tua (45-59
tahun) terdapat sebanyak 28 orang (31,11%) dan pasien pada kelompok lanjut usia
(≥60 tahun) terdapat sebanyak 10 orang (11,11%). Gambaran karakteristik usia
responden dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut :
100
80
Jumlah (%)
60 50 (55,56%)
40
28 (31,11%)
20 10 (11,11%)
2 (2,22%)
0
Remaja Dewasa muda Dewasa tua Lanjut usia
(15-24 th) (25-44 th) (45-59 th) (≥60 th)
Menikah 79 87.78
Janda/Duda 4 4.44
Total 90 100.00
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa mayoritas pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru
Dr.H.A Rotinsulu berstatus menikah yaitu sebanyak 79 orang (87,78%). Pasien
yang belum menikah terdapat sebanyak 7 orang (7,78%) dan pasien dengan status
janda/duda terdapat sebanyak 4 orang (4,44%). Gambaran karakteristik status
pernikahan responden dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut :
100
79 (87,78%)
80
Jumlah (%)
60
40
20
7(7,78%) 4 (4,44%)
0
Belum Menikah Menikah Janda/Duda
SD 5 5.56
78
SMP 3 3.33
SMA 20 22.22
Total 90 100.00
Sumber : Data primer, 2021
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien Covid-19 di Rumah Sakit
Paru Dr.H.A Rotinsulu memiliki jenjang pendidikan perguruan tinggi yaitu
sebanyak 62 orang (68,89%). Pasien dengan jenjang pendidikan SMA terdapat
sebanyak 20 orang (22,22%). Pasien dengan jenjang pendidikan SMP terdapat
sebanyak 3 orang (3,33%) dan pasien dengan jenjang pendidikan SD terdapat
sebanyak 5 orang (5,56%). Gambaran karakteristik pendidikan responden dapat
dilihat pada Gambar 4.4 berikut :
100
80
Jumlah (%)
62 (68,89%)
60
40
20 (22,22%)
20
5 (5,56%) 3 (3,33%)
0
SD SMP SMA Perguruan
Tinggi
Pelajar/Mahasiswa 4 4.44
Wiraswasta 12 13.33
Lainnya 3 3.33
Total 90 100.00
Sumber : Data primer, 2021
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A
Rotinsulu sebagian besar memiliki latar belakang pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
yaitu sebanyak 29 orang (32,22%) dan pasien dengan latar belakang tenaga
kesehatan terdapat sebanyak16 orang (17,78%). Gambaran karakteristik pekerjaan
responden dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut :
Karyawan Swasta 17
Tenaga Kesehatan 16
Wiraswasta 12
Pelajar/Mahasiswa 4
Lainnya 3
0 5 10 15 20 25 30 35
Total 90 100.00
Sumber : Data primer, 2021
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa jumlah pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru
Dr.H.A Rotinsulu yang dirawat inap lebih banyak dari pasien yang isolasi mandiri
yaitu sebanyak 50 orang (55,56%), sedangkan pasien isolasi mandiri terdapat
sebanyak 40 orang (44,44%). Gambaran karakteristik status pasien responden dapat
dilihat pada Gambar 4.6 berikut :
81
100
80
Jumlah (%)
60 50 (55,56%)
40 (44,44%)
40
20
0
Rawat Inap Isolasi Mandiri
Angka indeks yang dihasilkan menunjukkan skor 22,5 – 90, dengan rentang
sebesar 67,5. Dengan menggunakan three box method, maka rentang 67,5 dibagi
menjadi 3 bagian, sehingga menghasilkan rentang untuk masing-masing bagian
sebesar 22,5, dimana akan digunakan sebagai dasar interpretasi indeks persepsi
responden sebagai berikut :
Teknik scoring yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan skor
minimum 1 dan skor maksimum 4, maka perhitungan indeks jawaban responden
dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Tabel 4.7 Tanggapan responden terhadap variabel self stigma pasien Covid-19
Skor
Indikator Item Jumlah Indeks Stigma
STS TS S SS
1 11 31 39 9 226
2 15 40 29 6 206
3 17 31 35 7 212
Allenation 52 Sedang
4 26 30 28 6 194
5 18 47 22 3 190
6 21 27 31 11 212
7 8 38 35 9 225
8 22 41 25 2 187
9 11 37 35 7 218
Stereotip 49 Sedang
10 30 40 15 5 175
11 46 29 14 1 150
12 18 20 41 11 225
13 13 34 35 8 218
14 22 48 19 1 179
15 17 49 23 1 188
16 14 50 24 2 194
17 11 43 35 1 206
Discrimination
18 10 32 42 6 224 51.18 Sedang
Experience
19 12 41 33 4 209
20 13 35 37 5 214
21 12 40 35 3 209
22 11 47 30 2 203
23 6 51 32 1 208
24 10 33 44 3 230
25 2 5 67 16 173
Stigma Resistance 26 4 3 53 30 161 45.50 Sedang
27 1 13 57 19 176
28 5 6 53 26 170
Total 197.52
Sedang
Rata-rata 49.38
Sumber : Data primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.7 diatas diketahui bahwa nila rata-rata untuk variabel self
stigma adalah 49,38 dan termasuk dalam kategori sedang. Artinya stigma yang
disadari dan diterima oleh pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A Rotinsulu
masih dalam batas yang wajar. Indeks tertinggi terdapat pada indikator keterasingan
84
(allenation) dengan nilai indeks 52, hal ini menunjukkan bahwa stigma yang paling
dirasakan oleh pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A Rotinsulu adalah
merasa terasingkan ditengah masyarakat.
4.2.2 Gambaran Self Stigma Pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A
Rotinsulu
Rendah 21 23.33
Sedang 63 70.00
Tinggi 6 6.67
Total 90 100.00
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa mayoritas pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru
Dr.H.A Rotinsulu memiliki self stigma dengan kategori sedang yaitu sebanyak 63
orang (70%), pasien Covid-19 dengan self stigma dengan kategori rendah terdapat
sebanyak 21 orang (23,33%) dan pasien Covid-19 dengan self stigma dengan
kategori tinggi terdapat sebanyak 6 orang (6,67%). Gambaran self stigma responden
dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut :
85
100
80
63 (70,00%)
Jumlah (%)
60
40
21 (23,33%)
20
6 (6,67%)
0
Rendah Sedang Tinggi
4.3 Distribusi Self Stigma Pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A
Rotinsulu Berdasarkan Karakteristik Responden
4.3.1 Distribusi Self Stigma Pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A
Rotinsulu Berdasarkan Jenis Kelamin
Self Stigma
Total
Jenis Kelamin Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % N %
Laki-laki 10 11.11 27 30.00 1 1.11 38 42.22
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.9, dapat diihat bahwa distribusi
tertinggi self stigma berdasarkan usia adalah responden perempuan dengan self
stigma sedang yaitu sebanyak 36 orang (40,00%) dan distribusi terendah adalah
responden laki-laki dengan self stigma tinggi yaitu sebanyak 1 orang (1,11%). Self
stigma yang tinggi terlihat lebih banyak dialami oleh responden berjenis kelamin
perempuan.
4.3.2 Distribusi Self Stigma Pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A
Rotinsulu Berdasarkan Usia
Self Stigma
Total
Usia Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Remaja (15-24 th) 1 1.111 1 1.11 0 0.00 2 2.22
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.10, dapat dilihat bahwa distribusi
tertinggi self stigma berdasarkan usia adalah responden kelompok usia dewasa
muda (25-44 th) dengan self stigma sedang yaitu sebanyak 35 orang (38,89%).
Sementara itu dari 6 orang responden dengan self stigma tinggi diantaranya 2 orang
merupakan kelompok usia dewasa muda (25-44 th), 2 orang merupakan kelompok
usia dewasa tua (45-59 th) dan 2 orang merupakan kelompok usia lanjut usia (≥60
th).
87
4.3.3 Distribusi Self Stigma Pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A
Rotinsulu Berdasarkan Status Pernikahan
Self Stigma
Total
Status Pernikahan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % N %
Belum Menikah 1 1.11 6 6.67 0 0.00 7 7.78
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.11, dapat dilihat bahwa distribusi
tertinggi self stigma berdasarkan status pernikahan adalah responden yang menikah
dengan self stigma sedang yaitu sebanyak 57 orang (63,33%) dan distribusi
terendah adalah responden belum menikah dengan self stigma rendah dan
responden janda/duda dengan self stigma tinggi masing-masing sebanyak 1 orang
(1,11%). Self stigma yang tinggi terlihat lebih banyak dialami oleh responden
dengan status pernikahan menikah.
4.3.4 Distribusi Self Stigma Pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A
Rotinsulu Berdasarkan Pendidikan
Self Stigma
Total
Pendidikan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % N %
SD 1 1.11 4 4.44 0 0.00 5 5.56
SMP 1 1.11 2 2.22 0 0.00 3 3.33
88
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.12, dapat dilihat bahwa distribusi
tertinggi self stigma berdasarkan pendidikan adalah responden lulusan perguruan
tinggi dengan self stigma sedang yaitu sebanyak 43 orang (47,78%) dan distribusi
terendah adalah responden lulusan SD dan SMP dengan self stigma rendah masing-
masing sebanyak 1 orang (1,11%). Self stigma yang tinggi terlihat lebih banyak
dialami oleh responden lulusan perguruan tinggi.
4.3.5 Distribusi Self Stigma Pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A
Rotinsulu Berdasarkan Pekerjaan
Self Stigma
Total
Pekerjaan Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % N %
Pelajar/Mahasiswa 2 2.22 2 2.22 0 0.00 4 4.44
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.13, dapat dilihat bahwa distribusi
tertinggi self stigma berdasarkan pekerjaan adalah responden yang bekerja sebagai
89
karyawan swasta dengan self stigma sedang yaitu sebanyak 12 orang (47,78%) dan
distribusi terendah adalah ibu rumah tangga dengan self stigma rendah yaitu
sebanyak 1 orang (1,11%). Self stigma yang tinggi paling banyak dialami oleh
pegawai negeri sipil.
4.3.6 Distribusi Self Stigma Pasien Covid-19 di Rumah Sakit Paru Dr.H.A
Rotinsulu Berdasarkan Status Pasien
Self Stigma
Total
Status Pasien Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % N %
Rawat Inap 15 16.67 30 33.33 5 5.56 50 55.56
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.14, dapat dilihat bahwa distribusi
tertinggi self stigma berdasarkan status pasien adalah pasien covid-19 isolasi
mandiri dengan self stigma sedang yaitu sebanyak 33 orang (36,67%) dan distribusi
terendah adalah pasien covid-19 isolasi mandiri dengan self stigma tinggi yaitu
sebanyak 1 orang (1,11%). Self stigma yang tinggi lebih banyak dialami oleh pasien
rawat inap.
BAB V
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
90
91
Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar sebagai bahan penelitian selanjutnya.
Peneliti selanjutnya dapat mengambil variabel yang lebih banyak dengan metode
penelitian yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Corrigen PW, Mueser KT, Bond GR, Drake RE, Solomon P. Principles and
Practice of Psychiatric Rehabilitation. New York: The Guilford Press; 2008.
Corrigan. P. W., Watson, A.C. The Paradox of Self Stigma and Mental Ilness.
Clinical Psychology: Science and Practice, 9(1): 35-53;
2002. http://www.mifras.org/know/wp-content/uploads/2014/04/The-Paradox-of-Self-
Stigma-and-Mental-Illness.pdf
Ritsher, J. B., Phelan, J. C., & Bell, J. Internalized stigma of mental illness:
psychometric properties of a new measure, University of California San Francisco
Postprints, UC San Francisco. Permalink; 2003.
Kato, A., Takada, M., & Hashimoto, H.Reliability and Validity of the Japanese
Version of the Self-Stigma Scale in Patients with Type 2 Diabetes. Health and
Quality of Life Outcome, 12(179); 1-9. Doi: 10.1186/s12955-014-0179-z ; 2014.
92
93
Link BG, Phelan JC. Conceptualizing stigma. Annual Review of Sociology ; 27:
363-85. ; 2001.
Major B & O‟Brien L.T . The social psychology of stigma, Annual Review of
psychology56, 393-421 ; 2005.
Read, J., & Harre, N. The role of biological and genetic causal beliefs in the
stigmatization of 'mental patients‟. Journal of Mental Health, 10, 223-235 ; 2001.
Susilo, Adityo., Rumende, Martin., Pitoyo, Ceva W., dkk. Coronavirus Disease.
Review of Current Literatures. | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No.1 ;
2019.
Vogel DL, Bitman RL, Hammer JH, Wade NG. Is stigma internalized? The
longitudinal impact of public stigma on self-stigma. Journal of
CounsellingPsychology; 2013.
(Devi Listriawati)
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
( )
KARAKTERISTIK RESPONDEN
No. Responden :
1. Inisial Responden:
2. Jenis Kelamin:
Laki–Laki Perempuan
3. Usia :
4. Pendidikan Terakhir:
DIII S1 S2 yanglain
5. Status Pernikahan:
Menikah Belummenikah
Internalized Stigma of Mental Illness scale (ISMI) dalam versi bahasa Indonesia
Berikut terdapat beberapa pertanyaan, jawablah sesuai dengan apa yang anda
rasakan dengan memberikan tanda ( ) pada kolom jawaban yang ada disebelah kanan
pertayaan. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, isilah sesuai dengan kondisi diri
anda apa adanya.
22 Berada di sekitar
orang-orang yang tidak
mengalami penyakit
COVID-19 membuat
saya mersa berada
tidak pada tempatnya.
23 Saya menghindari
berhubungan dengan
orang yang tidak
mengalami penyakit
COVID-19 untuk
menghindari
penolakan.
24 Saya merasa nyaman
ketika berada bersama
orang yang juga
mengalami penyakit
COVID-19.
25 Secara umum, saya
bisa menjalani hidup
seperti yang saya
inginkan.
26 Saya dapat memiliki
kehidupan yang baik
dan lengkap meskipun
mengalami penyakit
COVID-19.
27 Orang yang mengalami
penyakit COVID-19
memiliki peran penting
dalam masyarakat.
28 Terkena COVID-19,
membuat hidup saya
menjadi seseorang
yang tangguh dalam
kehidupan.
Psychometric Evaluation of the Internalized Stigma of Mental Illness Scale
for Patients with Mental Illnesses: Measurement Invariance across Time
1 SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS
2 S S S S TS S S S S TS TS S TS TS TS TS S S TS S S TS TS STS S S S S
3 STS STS STS STS STS S S STS STS STS STS STS STS TS STS STS STS TS STS TS STS STS TS STS S SS S SS
4 SS TS S S TS TS S S S TS TS S S S TS TS TS TS S S TS TS TS S S S S S
5 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S
6 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S
7 S S S S S S S TS S TS TS S SS S S S S S S S S S S S S S S S
8 S S S S S S S S S S S S S S S S S S SS SS SS SS TS S S S S S
9 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S
10 S SS S S S SS SS S SS S S SS SS S S S S S S S S S S S S S S SS
11 STS STS STS STS STS STS S TS TS STS STS STS STS STS STS STS STS STS STS TS STS STS TS STS S TS S S
12 S TS TS TS TS S TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS SS TS S S
13 S S S SS S SS SS SS SS S TS SS SS S S TS S S S S S TS S S SS SS SS SS
14 S S S S TS S S TS S TS TS S S TS TS TS TS S TS S S TS TS STS S S S S
16 SS SS SS STS STS SS TS STS STS STS STS TS SS STS STS S STS STS STS SS STS SS S STS TS SS TS TS
17 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S
18 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S SS S SS
19 TS TS TS TS TS SS S S TS TS TS S TS TS TS TS TS S TS S S S S TS TS TS TS TS
Lampiran Output SPSS
1. Validitas
total
a1 Pearson Correlation .583**
Sig. (2-tailed) .009
N 19
a2 Pearson Correlation .748**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a3 Pearson Correlation .662**
Sig. (2-tailed) .002
N 19
a4 Pearson Correlation .906**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a5 Pearson Correlation .923**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a6 Pearson Correlation .475*
Sig. (2-tailed) .040
N 19
a7 Pearson Correlation .531*
Sig. (2-tailed) .019
N 19
a8 Pearson Correlation .799**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a9 Pearson Correlation .767**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a10 Pearson Correlation .911**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a11 Pearson Correlation .864**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a12 Pearson Correlation .906**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a13 Pearson Correlation .764**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a14 Pearson Correlation .850**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a15 Pearson Correlation .954**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a16 Pearson Correlation .835**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a17 Pearson Correlation .901**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a18 Pearson Correlation .842**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a19 Pearson Correlation .912**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a20 Pearson Correlation .640**
Sig. (2-tailed) .003
N 19
a21 Pearson Correlation .869**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a22 Pearson Correlation .675**
Sig. (2-tailed) .002
N 19
a23 Pearson Correlation .698**
Sig. (2-tailed) .001
N 19
a24 Pearson Correlation .824**
Sig. (2-tailed) .000
N 19
a25 Pearson Correlation .388
Sig. (2-tailed) .101
N 19
a26 Pearson Correlation .329
Sig. (2-tailed) .170
N 19
a27 Pearson Correlation .532*
Sig. (2-tailed) .019
N 19
a28 Pearson Correlation .344
Sig. (2-tailed) .149
N 19
2. Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.970 28
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 38 42.2 42.2 42.2
Perempuan 52 57.8 57.8 100.0
Total 90 100.0 100.0
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Remaja (15-24 tahun) 2 2.2 2.2 2.2
Dewasa muda (25-44 50 55.6 55.6 57.8
tahun)
Dewasa tua (45-59 tahun) 28 31.1 31.1 88.9
Lanjut usia (>=60 tahun) 10 11.1 11.1 100.0
Total 90 100.0 100.0
Status Pernikahan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Belum menikah 7 7.8 7.8 7.8
Menikah 79 87.8 87.8 95.6
Janda/Duda 4 4.4 4.4 100.0
Total 90 100.0 100.0
Jenjang Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 5 5.6 5.6 5.6
SMP 3 3.3 3.3 8.9
SMA 20 22.2 22.2 31.1
Perguruan Tinggi 62 68.9 68.9 100.0
Total 90 100.0 100.0
Status Pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rawat Inap 50 55.6 55.6 55.6
Isolasi Mandiri 40 44.4 44.4 100.0
Total 90 100.0 100.0
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid IRT 9 10.0 10.0 10.0
Karyawan Swasta 17 18.9 18.9 28.9
Lainnya 3 3.3 3.3 32.2
Mahasiswa 3 3.3 3.3 35.6
Pelajar 1 1.1 1.1 36.7
PNS 29 32.2 32.2 68.9
Tenaga Kesehatan 16 17.8 17.8 86.7
Wiraswasta 12 13.3 13.3 100.0
Total 90 100.0 100.0
Stigma
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 21 23.3 23.3 23.3
Sedang 63 70.0 70.0 93.3
Tinggi 6 6.7 6.7 100.0
Total 90 100.0 100.0
Crosstabs
Jenis Kelamin * Self Stigma Crosstabulation
Count
Self Stigma
Rendah Sedang Tinggi Total
Jenis Kelamin Laki-laki 10 27 1 38
Perempuan 11 36 5 52
Total 21 63 6 90
1. Allenation
Jawaban
Item Alternatif Bobot Responden
Pertanyaan Jawaban (b) fx
f Skor
b
Sangat tidak
1 11 11
setuju
P1 Tidak setuju 2 31 62 226
Setuju 3 39 117
Sangat setuju 4 9 36
Sangat tidak
1 15 15
setuju
P2 Tidak setuju 2 40 80 206
Setuju 3 29 87
Sangat setuju 4 6 24
Sangat tidak
1 17 17
setuju
P3 Tidak setuju 2 31 62 212
Setuju 3 35 105
Sangat setuju 4 7 28
Sangat tidak
1 26 26
setuju
P4 Tidak setuju 2 30 60 194
Setuju 3 28 84
Sangat setuju 4 6 24
Sangat tidak
1 18 18
setuju
P5 Tidak setuju 2 47 94 190
Setuju 3 22 66
Sangat setuju 4 3 12
Sangat tidak
1 21 21
setuju
P6 Tidak setuju 2 27 54 212
Setuju 3 31 93
Sangat setuju 4 11 44
Skor Total 1240
2. Stereotip
Jawaban
Item Alternatif Bobot Responden
Pertanyaan Jawaban (b) fx
f Skor
b
Sangat tidak
1 8 8
setuju
P7 Tidak setuju 2 38 76 225
Setuju 3 35 105
Sangat setuju 4 9 36
Sangat tidak
1 22 22
setuju
P8 Tidak setuju 2 41 82 187
Setuju 3 25 75
Sangat setuju 4 2 8
Sangat tidak
1 11 11
setuju
P9 Tidak setuju 2 37 74 218
Setuju 3 35 105
Sangat setuju 4 7 28
Sangat tidak
1 30 30
setuju
P10 Tidak setuju 2 40 80 175
Setuju 3 15 45
Sangat setuju 4 5 20
Sangat tidak
1 46 46
setuju
P11 Tidak setuju 2 29 58 150
Setuju 3 14 42
Sangat setuju 4 1 4
Sangat tidak
1 18 18
setuju
P12 Tidak setuju 2 20 40 225
Setuju 3 41 123
Sangat setuju 4 11 44
Skor Total 1180
3. Discrimination Experience
Jawaban
Item Alternatif Bobot Responden
Pertanyaan Jawaban (b) fx
f Skor
b
Sangat tidak
1 13 13
setuju
P13 Tidak setuju 2 34 68 218
Setuju 3 35 105
Sangat setuju 4 8 32
Sangat tidak
1 22 22
setuju
P14 Tidak setuju 2 48 96 179
Setuju 3 19 57
Sangat setuju 4 1 4
Sangat tidak
1 17 17
setuju
P15 Tidak setuju 2 49 98 188
Setuju 3 23 69
Sangat setuju 4 1 4
Sangat tidak
1 14 14
setuju
P16 Tidak setuju 2 50 100 194
Setuju 3 24 72
Sangat setuju 4 2 8
Sangat tidak
1 11 11
setuju
P17 Tidak setuju 2 43 86 206
Setuju 3 35 105
Sangat setuju 4 1 4
Sangat tidak
1 10 10
setuju
P18 Tidak setuju 2 32 64 224
Setuju 3 42 126
Sangat setuju 4 6 24
Sangat tidak
1 12 12
setuju
P19 Tidak setuju 2 41 82 209
Setuju 3 33 99
Sangat setuju 4 4 16
Sangat tidak
1 13 13
setuju
Tidak setuju 2 35 70
P20 214
Setuju 3 37 111
Sangat setuju
4 5 20
Sangat tidak
1 12 12
setuju
P21 Tidak setuju 2 40 80 209
Setuju 3 35 105
Sangat setuju 4 3 12
Sangat tidak
1 11 11
setuju
P22 Tidak setuju 2 47 94 203
Setuju 3 30 90
Sangat setuju 4 2 8
Sangat tidak
1 6 6
setuju
P23 Tidak setuju 2 51 102 208
Setuju 3 32 96
Sangat setuju 4 1 4
Skor Total 2252
4. Stigma Resistance
Jawaban
Item Alternatif Bobot Responden
Pertanyaan Jawaban (b) fx
f Skor
b
Sangat tidak
4 10 40
setuju
P24 Tidak setuju 3 33 99 230
Setuju 2 44 88
Sangat setuju 1 3 3
Sangat tidak
4 2 8
setuju
P25 Tidak setuju 3 5 15 173
Setuju 2 67 134
Sangat setuju 1 16 16
Sangat tidak
4 4 16
setuju
P26 Tidak setuju 3 3 9 161
Setuju 2 53 106
Sangat setuju 1 30 30
Sangat tidak
4 1 4
setuju
P27 Tidak setuju 3 13 39 176
Setuju 2 57 114
Sangat setuju 1 19 19
Sangat tidak
4 5 20
setuju
P28 Tidak setuju 3 6 18 170
Setuju 2 53 106
Sangat setuju 1 26 26
Skor Total 910
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Riwayat Pendidikan :
Riwayat Pekerjaan :