Oleh:
712019044
Pembimbing:
dr. Nafilah Afriyani, Sp. An
Referat berjudul
Peran Anestesi pada Pasien Covid-19
712019044
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang di Departemen Ilmu Anestesi Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari.
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah swt, Yang Maha Esa dengan segala keindahan-
Nya, zat Yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayang-Nya, yang terlepas dari
segala sifat lemah semua makhluk.
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Peran Anestesi pada Pasien Covid-19”
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang di Departemen Ilmu
Anestesi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
dr. Nafilah Afriyani, Sp. An selaku dosen pembimbing.
Semoga Allah swt membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Penulis
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan itu
hanya milik Allah. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... 2
KATA PENGANTAR.................................................................................. 3
DAFTAR ISI................................................................................................. 4
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 COVID-19................................................................................. 3
2.1.1 Definisi............................................................................ 3
2.1.2 Etiologi............................................................................ 3
2.1.3 Epidemiologi.................................................................. 4
2.1.4 Patofisiologi..................................................................... 5
2.1.5 Manifestasi Klinis............................................................. 7
2.1.6 Diagnosis......................................................................... 10
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................... 12
2.1.8 Diagnosis Banding............................................................ 14
2.1.9 Tatalaksana...................................................................... 16
2.2 Anestesi pada Manajemen Jalur Napas......................................... 22
2.3 Peran Anestesi pada COVID-19.................................................. 23
BAB III KESIMPULAN............................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 32
iii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. COVID-19
2.1.1. Definisi
3
memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA serta memiliki genom
RNA sangat panjang.12 Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus
dengan protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein
merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama
untuk penulisan gen. Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya
virus kedalam sel host (interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang).4
Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat
diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 56℃
selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen non-ionik, formalin,
oxidizing agent dan kloroform. Klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan
virus.4
2.1.2. Etiologi
Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family
coronavirus. Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul
dan tidak bersegmen. Terdapat 4 struktur protein utama pada Coronavirus yaitu:
protein N (nukleokapsid), glikoprotein M (membran), glikoprotein spike S
(spike), protein E (selubung). Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga
Coronaviridae. Coronavirus ini dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau
manusia. Terdapat 4 genus yaitu alph acoronavirus, betacoronavirus,
gammacoronavirus, dan deltacoronavirus. Sebelum adanya COVID19, ada 6 jenis
coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu HCoV-229E
(alphacoronavirus), HCoV-OC43 (betacoronavirus), HCoVNL63
(alphacoronavirus) HCoV-HKU1 (betacoronavirus), SARSCoV
(betacoronavirus), dan MERS-CoV (betacoronavirus).5
2.1.3. Epidemiologi
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di
China setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari
2020. Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar,
kemudian bertambah hingga ke provinsi-provinsilain dan seluruh China.17
Tanggal 30 Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi COVID-19 di
4
China, dan 86 kasus lain dilaporkan dari berbagai negara seperti Taiwan,
Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura,
Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis,
dan Jerman.18
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020
sejumlah dua kasus. Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi
berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian.19 Tingkat mortalitas COVID-19 di
Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.
Jumlah kasus terus bertambah seiring dengan waktu dan akhirnya
dikonfirmasi bahwa transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke
manusia. Hingga tanggal 03 Januari 2021, terdapat 85,6 juta kasus dan 1,85 juta
jumlah kematian di seluruh dunia. Sementara di Indonesia sudah ditetapkan
765.000 kasus dengan positif COVID-19 dan 22.734 kasus kematian.4 Sementara
di Sumatera Selatan didapatkan kasus positif sebanyak 12.052 kasus dengan 615
kasus kematian.
Gambar 2. Negara, wilayah, atau wilayah dengan kasus Penyakit Coronavirus yang
5
2.1.4. Patofisiologi
Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran
napas yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-
reseptor dan membuat jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada
envelope spike virus akan berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada
SARS-CoV-2. Di dalam sel, SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik
dan mensintesis protein-protein yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion
baru yang muncul di permukaan sel.21
Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk
ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan
ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom
virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru
terbentuk masuk ke dalam membran retikulum endoplasma atau Golgi sel. Terjadi
pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein
nukleokapsid. Partikel virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan
Golgi sel. Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan
bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan komponen virus yang
baru.22
Pada SARS-CoV, Protein S dilaporkan sebagai determinan yang
signifikan dalam masuknya virus ke dalam sel pejamu. 22 Telah diketahui bahwa
masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai dengan fusi antara membran virus
dengan plasma membran dari sel. Pada proses ini, protein S2’ berperan penting
dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi terjadinya proses fusi
membran. Selain fusi membran, terdapat juga clathrindependent dan clathrin-
independent endocytosis yang memediasi masuknya SARS-CoV ke dalam sel
pejamu.22
Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV.35
Efek sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan
keparahan infeksi.23 Disregulasi sistem imun kemudian berperan dalam kerusakan
jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons imun yang tidak adekuat
6
menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di sisi lain, respons imun
yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Respons imun yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 juga belum
sepenuhnya dapat dipahami, namun dapat dipelajari dari mekanisme yang
ditemukan pada SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika virus masuk ke dalam sel,
antigen virus akan dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC). Presentasi
antigen virus terutama bergantung pada molekul major histocompatibility
complex (MHC) kelas I. Namun, MHC kelas II juga turut berkontribusi.24
Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi respons imunitas humoral dan
selular tubuh yang dimediasi oleh sel T dan sel B yang spesifik terhadap virus.30
Pada respons imun humoral terbentuk IgM dan IgG terhadap SARS-CoV. IgM
terhadap SAR-CoV hilang pada akhir minggu ke-12 dan IgG dapat bertahan
jangka panjang.24 Hasil penelitian terhadap pasien yang telah sembuh dari SARS
menujukkan setelah 4 tahun dapat ditemukan sel T CD4+ dan CD8+ memori yang
spesifik terhadap SARS-CoV, tetapi jumlahnya menurun secara bertahap tanpa
adanya antigen.25 Virus memiliki mekanisme untuk menghindari respons imun
pejamu. SARS-CoV dapat menginduksiproduksi vesikel membran ganda yang
tidak memiliki pattern recognition receptors (PRRs) dan bereplikasi dalam vesikel
tersebut sehingga tidak dapat dikenali oleh pejamu. Jalur IFN-I juga diinhibisi
oleh SARS-CoV dan MERS-CoV. Presentasi antigen juga terhambat pada infeksi
akibat MERS-CoV.24
7
kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika
terinfeksi.8
Klasifikasi Klinis Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi :
a. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala
yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat
disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan
nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien
immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau atipikal. Selain
itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala relatif
ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya
dehidrasi, sepsis atau napas pendek.8
b. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak
ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat
ditandai dengan batuk atau susah bernapas atau tampak sesak disertai napas
cepat atau takipneu tanpa adanya tanda pneumonia berat.8
Definisi takipnea pada anak:
< 2 bulan : ≥ 60x/menit
2-11 bulan : ≥ 50x/menit
1-5 tahun : ≥ 40x/menit.
c. Pneumonia berat
Pada pasien dewasa gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga
infeksi saluran napas. Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: >
30x/menit), distress pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien < 90% udara
luar. 8 Kriteria definisi Severe Community-acquired Pneumonia (CAP) menurut
Diseases Society of America/American Thoracic Society :
8
multilobular Penurunan kesadaran
Uremia (BUN) ≥ 20 mg/dL
Leukopenia (4000 cell/mikrol)
Trombositopenia
(<100.000/microliter)
Hipotermia(<36 C) Hipotensi perlu
resusitasi cairan agresif
Kriteria Minor Syok septik membutuhkan
vasopressor Gagal napas
membutuhkan ventilasi mekanik
9
e. Sepsis
Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh terhadap suspek
infeksi atau infeksi yang terbukti dengan disertai disfungsi organ. Tanda
disfungsi organ perubahan status mental, susah bernapas atau frekuensi napas
cepat, saturasi oksigen rendah, keluaran urin berkurang, frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, akral dingin atau tekanan darah rendah, kulit
mottling atau terdapat bukti laboratorium koagulopati, trombositopenia,
asidosis, tinggi laktat atau hiperbilirubinemia. 8
Skor SOFA dapat digunakan untuk menentukan diagnosis sepsis dari nilai
0-24 dengan menilai 6 sistem organ yaitu respirasi (hipoksemia melalui
tekanan oksigen atau fraksi oksigen), koagulasi (trombositopenia), liver
(bilirubin meningkat), kardivaskular (hipotensi), system saraf pusat (tingkat
kesadaran dihitung dengan Glasgow coma scale) dan ginjal (luaran urin
berkurang atau tinggi kreatinin). Sepsis didefinisikan peningkatan skor
Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assesment (SOFA) ≥ 2 poin. Pada
anak-anak didiagnosis sepsis bila curiga atau terbukti infeksi dan ≥ 2 kriteria
systemic inflammatory Response Syndrom (SIRS) yang salah satunya harus
suhu abnormal atau hitung leukosit. 8
f. Syok septik
Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasi volum
adekuat sehingga diperlukan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65
mmHg dan serum laktat > 2 mmol/L.8
Definisi syok septik pada anak yaitu hipotensi dengan tekanan sistolik <
persentil 5 atau >2 SD dibawah rata rata tekanan sistolik normal berdasarkan
usia atau diikuti dengan 2-3 kondisi berikut :
- Perubahan status mental
- Bradikardia atau takikardia
Pada balita: frekuensi nadi 160x/menit
Pada anak-anak:
- frekuensi nadi 150x/menit
10
- Capillary refill time meningkat (>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan
bounding pulse
- Takipnea
- Kulit mottled atau petekia atau purpura
- Peningkatan laktat
- Oliguria
- Hipertemia atau hipotermia
2.1.6. Diagnosis
Pneumonia Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah peradangan
pada parenkim paru yang disebabkan oleh Severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Sindrom gejala klinis yang muncul beragam, dari
mulai tidak berkomplikasi (ringan) sampai syok septik (berat).8 Pada anamnesis
gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama: demam, batuk kering
(sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak. Tapi perlu dicatat bahwa
demam dapat tidak didapatkan pada beberapa keadaan, terutama pada usia geriatri
atau pada mereka dengan imunokompromis. Gejala tambahan lainnya yaitu nyeri
kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah. Pada beberapa kondisi dapat
terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas akut berat (Severe Acute Respiratory
Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi saluran napas akut dengan riwayat
demam (suhu≥ 38 C) dan batuk dengan onset dalam 10 hari terakhir serta perlu
perawatan di rumah sakit. Tidak adanya demam tidak mengeksklusikan infeksi
virus.1,8
11
Tabel 2.2. Kriteria COVID-19 menurut tingkat keparahannya
12
- Saturasi oksigen dapat normal atau turun.
- Dapat disertai retraksi otot pernapasan
- Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan
dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara
napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar.8
Gambar 2.3. Radiografi dada dari pneumonia Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
Seorang wanita berusia 53 tahun mengalami demam dan batuk selama 5 hari. Bercak multifokal
opasitas dapat dilihat di kedua paru-paru.
b. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
- Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan orofaring)
13
- Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)8
- Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila tersedia).
Ketika melakukan pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat.
Ketika mengambil sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral
(Dacron steril atau rayon bukan kapas) dan media transport virus. Jangan
sampel dari tonsil atau hidung.
- Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19 terutama pneumonia atau
sakit berat, sampel tunggal saluran napas atas tidak cukup untuk eksklusi
diagnosis dan tambahan saluran napas atas dan bawah direkomendasikan.
Klinisi dapat hanya mengambil sampel saluran napas bawah jika langsung
tersedia seperti pasien dengan intubasi. Jangan menginduksi sputum
karena meningkatkan risiko transmisi aerosol. Kedua sampel (saluran
napas atas dan bawah) dapat diperiksakan jenis patogen lain.
- Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan pemeriksaan serologi. Pada kasus
terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel dari saluran
napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus. Frekuensi
pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative dari kedua sampel serta
secara klinis perbaikan, setidaknya 24 jam. Jika sampel diperlukan untuk
keperluan pencegahan infeksi dan transmisi, specimen dapat diambil
sesering mungkin yaitu harian.8
c. Bronkoskopi
d. Pungsi pleura sesuai kondisi
e. Pemeriksaan kimia darah
- Darah perifer lengkap Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun;
hitung jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP
meningkat.
- Analisis gas darah
14
streptokokus, pneumonia terkait mikoplasma dan klamidia, serta infeksi virus
korona lainnya. Diagnosis banding sangat penting untuk awal karantina pasien
yang diduga menderita demam dan juga mengurangi infeksi silang.
Pada tabel menunjukkan temuan klinis dan imaging khas yang meniru
COVID-19 seperti flu biasa, influenza, dan penyakit coronavirus lainnya termasuk
SARS dan MERS. Riwayat paparan Wuhan atau kontak dekat dengan pasien yang
dikonfirmasi atau dicurigai adalah petunjuk penting untuk diagnosis. Namun,
untuk pasien dengan riwayat epidemiologis yang tidak diketahui, penampilan
klinis dan imaging yang khas dapat menunjukkan dugaan penyakit COVID-19;
Tes RT-PCR harus dilakukan pada pasien ini. Pada kesimpulannya, diagnosis
COVID-19 harus menggabungkan riwayat epidemiologi, manifestasi klinis dan
imaging, dan uji RT-PCR (standar referensi).27
Tabel 2.3. Perbandingan Radiografi Common cold, Influenza, SARS, MERS, dan
COVID-19
15
Menurut PDPI, diagnosis banding dari COVID-19 adalah sebagai berikut :8
1. Pneumonia bakterial Gejala umum yang muncul diantaranya batuk, batuk
berdahak, atau memberat seperti muncul dahak purulen, dahak berdarah,
dengan atau tanpa adanya nyeri dada. Pada umumnya tidak bersifat
infeksius, dan bukan penyakit infeksius.
2. SARS/MERS Jenis virus baru ini memiliki kemiripan dengan virus SARS
dan MERS namun analisis genetik menunjukkan serupa tetapi tidak sama.
Virus jenis baru ini sudah mengalami evolusi. Studi menunjukkan virus
baru ini kemampuan penyebaran dan patogenisitasnya lebih rendah
daripada SARS.
3. Pneumonia Jamur
4. Edema paru kardiogenik (gagal jantung)
2.1.9. Tatalaksana
Karena sifatnya yang baru, tidak ada obat khusus yang diketahui untuk
mengobati COVID-19. Para peneliti sedang berusaha untuk menggunakan
kembali obat antivirus yang ada, seperti obat HIV lopinavir / ritonavir, dan / atau
mengembangkan yang baru. Selain itu, para peneliti di seluruh dunia telah bekerja
untuk mengembangkan vaksin. Dari obat antivirus yang diketahui, remdesivir,
yang merupakan antivirus spektrum luas dengan sifat menghambat polimerase
yang bergantung pada RNA, menunjukkan harapan yang tinggi. Wang dkk
menemukan bahwa remdesivir secara ampuh memblokir infeksi SARS-CoV-2
pada konsentrasi mikromolar rendah secara in vitro. Demikian pula, Holshue et
al30 melaporkan hasil remdesivir yang menggembirakan dalam pengobatan
pasien dengan COVID-19 di Amerika Serikat. Favipiravir, obat yang
dikembangkan untuk mengobati influenza baru di China, juga telah dipelajari. Ini
adalah tipe baru dari RNA polymerase inhibitor yang bergantung pada RNA. Dari
obat nonantiviral yang diketahui, chloroquine phosphate, obat antimalaria yang
banyak digunakan, telah terbukti memiliki sifat anti-SARS-CoV-2 dengan
kemanjuran untuk mengobati COVID-19. Ini memblokir masuknya virus ke
dalam endosom, dan telah berhasil menghambat eksaserbasi pneumonia dan
meningkatkan temuan pencitraan paru-paru. Obat lain yang berpotensi efektif
16
termasuk cepharanthine, selamectin, dan mefloquine hydrochloride. Dengan tidak
adanya vaksin atau obat yang efektif, tindakan nonfarmakologis seperti jarak
sosial dan karantina telah menjadi strategi tanggapan yang paling penting untuk
memperlambat penyebaran virus. Karantina wajib untuk pasien COVID-19 yang
bergejala.28
18
2. Gejala Ringan28
a. Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
- Ditangani oleh FKTP, contohnya Puskesmas, sebagai pasien rawat jalan
- Kontrol di FKTP setelah 14 hari untuk pemantauan klinis
b. Non Farmakologis
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa
gejala).
c. Farmakologis
- Vitamin C dengan pilihan:
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet/24 jam (selama 30
hari)
- Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C,B, E, zink
- Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5 hari) atau
Hidroksiklorokuin (sediaan yg ada 200 mg) 400 mg/24 jam/oral (untuk 5
hari)
- Azitromisin 500 mg/24 jam/oral (untuk 5 hari) dengan alternatif
Levofloxacin 750 mg/24 jam (5 hari)
- Pengobatan simtomatis seperti paracetamol bila demam
- Bila diperlukan dapat diberikan Antivirus : Oseltamivir 75 mg/12 jam/oral
ATAU Favipiravir (Avigan) 600mg/12 jam / oral (untuk 5 hari)
3. Gejala Sedang28
a. Isolasi dan Pemantauan
- Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan Covid-19/ Rumah Sakit
Darurat Covid-19
- Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang Perawatan Covid-19/ Rumah Sakit
Darurat Covid-19 selama 14 hari
b. Non Farmakologis
- Istirahat total, intake kalori adekuat, control elektrolit, status hidrasi,
saturasi oksigen
19
- Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi
hati dan ronsen dada secara berkala.
c. Farmakologis
- Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan
- Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari) atau
Hidroksiklorokuin (sediaan yg ada 200 mg) hari pertama 400 mg/12
jam/oral, selanjutnya 400 mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari)
- Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) dengan
aternatif Levofloxacin 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari)
- Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
- Antivirus : Oseltamivir 75 mg/12 jam oral atau Favipiravir (Avigan
sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
4. Gejala Berat28
a. Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting
b. Non Farmakologis
- Istirahat total, intake kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi
cairan), dan oksigen
- Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi
hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
- Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
- Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
- Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
- Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
- PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
- Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada
pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
20
- Limfopenia progresif,
- Peningkatan CRP progresif,
- Asidosis laktat progresif.
- Monitor keadaan kritis
- Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, shock atau gagal
Multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
- Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan
ventilator mekanik
- 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu
sebagai berikut :
Gunakan high flow nasal canulla (HFNC) atau non-invasive
mechanical ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau
efusi paru luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV.
Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan
edema paru.
Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone
position).
- Prinsip terapi oksigen:
- NRM : 15 liter per menit.
- HFNC
Jika dibutuhkan, tenaga kesehatan harus menggunakan respirator
(PAPR, N95).
Batasi flow agar tidak melebihi 30 liter/menit.
Lakukan pemberian HFNC selama 1 jam, kemudian lakukan
evaluasi. Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria
ventilasi aman (indeks ROX >4.88 pada jam ke-2, 6, dan 12
menandakan bahwa pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif,
sementara ROX <3.85 menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan
intubasi).
- NIV
21
Jika dibutuhkan, tenaga kesehatan harus menggunakan respirator
(PAPR, N95).
Lakukan pemberian NIV selama 1 jam, kemudian lakukan evaluasi.
Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman
(volume tidal [VT] <8 ml/kg, tidak ada gejala kegagalan pernapasan
atau peningkatan FiO2/PEEP) maka lanjutkan ventilasi dan lakukan
penilaian ulang 2 jam kemudian.
Pada kasus ARDS berat, disarankan untuk dilakukan ventilasi invasif.
Jangan gunakan NIV pada pasien dengan syok.
Kombinasi Awake Prone Position + HFNC / NIV 2 jam 2 kali sehari
dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan
intubasi pada ARDS ringan hingga sedang. Hindari penggunaan
strategi ini pada ARDS berat.
22
mengecualikan intubasi bronkial. Bukti paling awal dari intubasi bronkial
adalah peningkatan tekanan inspirasi puncak.
- Setelah intubasi, manset ETT tidak boleh terasa di atas level kartilago
krikoid, karena lokasi intralaring yang berkepanjangan dapat
menyebabkan suara serak pasca operasi dan meningkatkan risiko ekstubasi
yang tidak disengaja.
- Intubasi esofagus yang tidak dikenali dapat menghasilkan hasil yang
sangat buruk. Pencegahan komplikasi ini tergantung pada visualisasi
langsung dari ujung ETT yang melewati pita suara, auskultasi yang hati-
hati untuk mengetahui adanya suara napas bilateral dan tidak adanya
geguk lambung saat melakukan ventilasi melalui ETT, analisis gas yang
dihembuskan untuk mengetahui adanya CO2 (metode otomatis yang
paling andal), radiografi dada, ultrasonografi saluran napas, atau
penggunaan bronkoskopi fiberoptik.
- Petunjuk untuk diagnosis intubasi bronkial termasuk suara napas
unilateral, hipoksia tak terduga dengan oksimetri nadi (tidak dapat
diandalkan dengan konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi),
ketidakmampuan untuk meraba manset ETT di takik sternal selama inflasi
manset, dan penurunan kepatuhan kantong pernapasan (tekanan inspirasi
puncak tinggi ).
- Tekanan intratoraks negatif yang besar yang ditimbulkan oleh pasien yang
mengalami spasme laring dapat menyebabkan edema paru akibat tekanan
negatif, terutama pada pasien yang sehat.
23
- Intubasi atau penempatan masker laring jalan napas (jika ada indikasi)
- Konfirmasi pemasangan selang atau saluran napas yang tepat
- Ekstubasi
24
kit juga tersedia di kereta jika terjadi intubasi yang sulit. Protokol untuk kesulitan
jalan nafas yang tak terduga diikuti, menyoroti peran dari LMA intubasi. 30
Pasien COVID-19 yang diketahui atau dicurigai harus dianggap sebagai
risiko sangat tinggi. Intubasi trakea pada pasien ini adalah prosedur jalan napas
yang menghasilkan aerosol berisiko tinggi yang memerlukan perlengkapan
pelindung pribadi (APD) kelas 3 standar termasuk masker N95, kacamata,
pelindung wajah, gaun ganda, sarung tangan ganda, sepatu pelindung luar, dan
alat bantu pernapasan bertenaga. 30
Kelompok Manajemen Jalan Nafas dari CSA mengeluarkan 'Rekomendasi
Ahli untuk Intubasi Trakea pada Pasien Sakit Kritis dengan Penyakit Novel
Coronavirus 2019' pada 22 Februari 2020. Berdasarkan rekomendasi dan bukti
saat ini, prinsip-prinsipnya mencakup meminimalkan pembentukan aerosol.
Ventilasi bag-mask sebelum intubasi, batuk pasien selama laringoskopi atau
intubasi, dan sedasi yang tidak memadai yang membuat pasien berisiko agitasi
dapat menimbulkan aerosol. 30
Dengan preoksigenasi yang memadai, ventilasi bag-mask idealnya dapat
dihindari. CPAP dengan oksigen 100% selama 5 menit direkomendasikan untuk
preoksigenasi. Jika tersedia, sistem pengiriman kanula hidung aliran tinggi
(HFNC) dapat digunakan untuk pra-oksigenasi, meskipun ini dapat meningkatkan
risiko penyebaran virus melalui pembentukan aerosol. Untuk meminimalkan
risiko ini, mulut dan hidung pasien dapat ditutup dengan kain kasa normal saline
jenuh selama preoksigenasi. Untuk menghindari agitasi dan batuk, paling baik
intubasi dilakukan dengan menggunakan teknik intubasi urutan cepat. Midazolam,
propofol, dan etomidate dapat digunakan tergantung pada kondisi pasien. Setelah
sedasi, setidaknya 0,9 mg kg 1 rocuronium atau 1 mg kg 1 succinylcholine harus
digunakan. Filter hidrofobik harus dipasang pada kantong resusitasi, antara
masker atau selang trakea (TT) dan kantong. Ketika jalan nafas yang sulit
diantisipasi, intubasi bronkoskopi fleksibel dapat dilakukan dengan menggunakan
videobronkoskop. Intubasi fibreoptik yang terjaga harus dihindari untuk
mengurangi paparan aerosol. Jika terjadi kesulitan jalan nafas yang tidak terduga,
LMA intubasi dan pembedahan jalan nafas dapat dipertimbangkan. 30
25
Ekstubasi dengan agitasi dan batuk minimal penting untuk pasien ICU dan
pasien bedah. Penyedotan yang hati-hati dengan alat penghisap dahak yang
tertutup sebelum kesadaran kembali bisa menjadi penting. Sebuah meta-analisis
baru-baru ini melaporkan bahwa prosedur (termasuk dexmedetomidine,
remifentanil, fentanyl, dan lidocaine i.v., intracuff, trakea, atau topikal) semuanya
lebih baik daripada plasebo dalam mengurangi batuk yang sedang sampai parah,
dengan dexmedetomidine digolongkan sebagai yang paling efektif.
Dexmedetomidine dan lidocaine dengan berbagai cara telah digunakan dalam
kasus COVID-19. Ekstubasi sebelum kembalinya kesadaran dianjurkan untuk
pasien tanpa kesulitan jalan nafas. Namun, perangkat untuk reintubasi harus
tersedia. Ekstubasi tanpa melepas filter itu penting. 30
Perawatan Intensif
Ahli anestesi di ICU bedah (SICU) dan ICU anestesi (AICU) berkontribusi
besar dalam penanganan kasus COVID-19. Di Rumah Sakit Jinyintan di Wuhan,
16 dari 17 pasien yang mengembangkan ARDS, memburuk dalam waktu singkat.
Di Rumah Sakit Zhongnan di Wuhan, 47,2% pasien di ICU menerima ventilasi
invasif dan empat dialihkan ke oksigenasi membran ekstrakorporeal (ECMO).
Laporan pracetak kematian mengungkapkan bahwa durasi dari gejala awal hingga
kematian singkat (15 hari; rentang antar kuartil, 11-20 hari) . Hasil otopsi kasus
COVID-19 menunjukkan lendir yang sangat lengket di saluran udara kecil.
Sebagian besar pasien di ICU memerlukan intervensi jalan napas 'aktif', dan
pasien yang sakit kritis dapat memperoleh manfaat dari ECMO, dua bidang yang
ahli anestesiologi. 30
Selama wabah, layanan perawatan kritis di China dihadapkan pada
peningkatan permintaan sumber daya yang cepat. Semua rumah sakit dan
organisasi lain terlibat dalam perawatan kasus COVID-19. Di banyak rumah sakit,
anggota tim jalan napas bertanggung jawab atas manajemen ventilasi setelah
intubasi trakea. Setelah diintubasi, strategi ventilasi klasik efektif pada pasien
COVID-19 yang sakit kritis, termasuk strategi ventilasi mekanis pelindung paru
dan ventilasi posisi tengkurap. Strategi ventilasi mekanis pelindung paru-paru
meliputi target volume tidal yang rendah (6 ml kg 1 berat badan yang diprediksi),
26
tekanan dataran tinggi 30 cm H2O, target SaO2 88-95%, pH 7,25, dan manuver
rekrutmen intermiten. 30
Ultrasonografi, teknik lain yang banyak digunakan di bidang anestesiologi,
sangat berguna dalam manajemen pasien COVID-19 yang sakit kritis. Ahli
anestesi biasanya menggunakan ultrasonografi untuk blok saraf, tusukan vaskular,
dan pemeriksaan darurat pada dada dan perut. Mengingat potensi keterlambatan
dalam memperoleh pemeriksaan termasuk radiografi dada untuk pasien di bawah
isolasi airborne, ultrasonografi portabel berguna untuk membantu dengan cepat
dalam diagnosis kondisi seperti efusi pleura dan pneumotoraks. APD, terutama
alat pemurni respirator, dapat menghalangi prosedur seperti auskultasi.
Ultrasonografi juga dapat digunakan dalam evaluasi jalan napas dan penentuan
kedalaman TT. 30
27
kontak dekat dalam waktu 14 hari sejak timbulnya penyakit dengan pasien yang
dikonfirmasi, atau kontak dekat dengan orang yang mengalami demam dan gejala
pernafasan dan perjalanan ke daerah yang terkena dalam waktu 14 hari sejak
timbulnya penyakit. Demam mungkin tidak terjadi pada semua pasien. Tidak
adanya demam pada COVID-19 lebih sering terjadi dibandingkan SARS dan
MERS, jadi tindakan pencegahan pengendalian infeksi yang tepat harus dilakukan
bahkan pada mereka yang tidak memiliki gejala khas. Dengan penyebaran virus
ke lebih banyak daerah dan negara, ahli anestesi di seluruh dunia mungkin
menghadapi tantangan untuk menimbang risiko infeksi dan kebutuhan perawatan
medis pasien. 30
Dukungan psikologis untuk ahli anestesi garis depan
Dalam perawatan pasien COVID-19, ahli anestesi rentan terhadap infeksi
dan masalah kesehatan mental. Mereka mungkin mengalami depresi karena
situasinya, takut tertular, dan takut menyebarkan virus ke keluarga dan orang lain.
Beban kerja yang berat dan ketidaknyamanan saat memakai APD dalam jangka
waktu lama dapat memperburuk depresi. Petugas kesehatan dalam pengaturan
klinis berisiko tinggi seperti unit SARS memiliki gejala stres pasca-trauma yang
jauh lebih banyak. Pada 13 Februari 2020, CSA membentuk platform untuk
memberikan dukungan psikologis bagi penyedia layanan kesehatan, terutama
untuk ahli anestesi lini depan dan keluarganya. Lebih dari 20 psikolog
memberikan konsultasi untuk ahli anestesi yang merawat pasien COVID-19. 30
Pembaruan informasi terus menerus tentang COVID-19
Komunikasi yang jelas dengan pembaruan rutin dan akurat tentang wabah
COVID-19 diberikan kepada ahli anestesi untuk meningkatkan kualitas perawatan
dan untuk mengatasi rasa ketidakpastian dan ketakutan mereka. CSA dan Asosiasi
Ahli Anestesi China (CAA) mengeluarkan dan memperbarui serangkaian
rekomendasi praktik dan pedoman konsensus, yang mencakup organisasi fasilitas
dan perawatan anestesi selama wabah pneumonia COVID-19. Salah satu yang
terbaru adalah rekomendasi ahli untuk anestesi dan pengendalian infeksi dalam
operasi elektif selama pemulihan setelah wabah. CSA juga mendirikan platform
untuk informasi tentang perawatan pasien COVID-19. Pertanyaan yang paling
28
sering diajukan tentang COVID-19 dikumpulkan dan dijawab secara terus
menerus. 30
Diskusi online tentang perawatan anestesi oleh para ahli dan ahli anestesi lini
depan
CSA dan CAA menyelenggarakan diskusi online tentang berbagai topik
termasuk manajemen jalan napas, pengendalian infeksi, dan perawatan medis
untuk populasi tertentu, seperti ibu melahirkan, selama wabah COVID-19. Para
ahli dengan pengalaman dalam manajemen H1N1, SARS, dan Ebola serta ahli
anestesi garis depan diundang ke dalam diskusi. Kesimpulannya, ahli anestesi
Tiongkok sangat penting untuk berbagai aspek penting dalam menanggapi wabah
COVID-19. Ventilasi invasif lebih dini, pembentukan tim manajemen jalan napas
dan tim resusitasi respons cepat, dan penggunaan ultrasonografi di tempat
perawatan merupakan kontribusi utama. Dengan perubahan karakteristik
epidemiologi pasien COVID-19, ahli anestesi mengambil tanggung jawab
pengendalian infeksi juga. 30
29
epidemiologis (perjalanan atau pajanan berisiko tinggi) dapat digunakan untuk
menilai risiko infeksi COVID-19 dan indikasi untuk pengujian. Kriteria yang
diterima untuk diagnosis COVID-19 meliputi 1 dari berikut ini: (1) RTqPCR
positif COVID-19 asam nukleat; (2) gen virus yang diidentifikasi oleh sekuensing
gen sangat homolog dengan COVID-19 yang diketahui; atau (3) adanya antibodi
IgM dan IgG yang spesifik untuk COVID-19.31
Prosedur Radiologi Neurointervensional
Dengan pengecualian terapi endovaskular untuk stroke iskemik akut,
sebagian besar prosedur radiologi neurointervensional yang dilakukan selama
pandemi akan dianggap mendesak, bukan darurat (misalnya, embolisasi
aneurisma intrakranial, tumor tulang belakang). Oleh karena itu, setiap pasien
dengan dugaan COVID 19 harus diuji sebelum melakukan prosedur (asalkan hasil
pengujian tersedia dalam <24 jam), dan APD yang sesuai diterapkan sesuai
dengan kebijakan institusi. Untuk kasus di mana pengujian tidak memungkinkan
karena kasus yang mendesak, pasien harus diperlakukan sebagai dugaan positif
COVID-19. Hanya personel penting yang harus hadir selama pengelolaan jalan
napas dan, idealnya, intubasi harus dilakukan di ruang isolasi airborne dengan
tekanan negatif relatif terhadap area sekitarnya. Namun, diketahui bahwa ini
mungkin tidak tersedia di dekat banyak ruang radiologi intervensi, dan intubasi
kemudian perlu dilakukan di ruang radiologi dengan hanya personel penting yang
hadir. 31
Anestesi untuk prosedur radiologi neurointervensional selama pandemi
memerlukan beberapa pertimbangan lain yang unik. Misalnya, penyedia anestesi
harus memastikan bahwa pelindung timbal digunakan sebelum APD, karena
praktisi anestesi mungkin diminta untuk tetap berada di ruang radiologi intervensi
daripada di ruang kontrol. Setelah itu, setelan timbal yang dikenakan selama
prosedur memerlukan dekontaminasi yang ketat dengan tisu desinfeksi yang
mengandung senyawa amonium kuaterner dan alkohol; urutan pembersihan top-
down dapat mengurangi beban biologis. Lokasi untuk mengenakan, melepaskan,
dan membersihkan timbal perlu didirikan di dekat suite intervensi, dan APD yang
sesuai tersedia di lokasi itu. Akhirnya, mengingat lokasi terpencil dari banyak
ruang radiologi intervensi, diperlukan rencana ekstubasi. Pengangkutan ke ruang
30
isolasi bertekanan negatif di lokasi lain untuk ekstubasi harus dipertimbangkan.
Setelah ekstubasi, minimal, kehati-hatian harus dilakukan untuk memastikan
bahwa pasien dipindahkan tanpa risiko intervensi jalan napas yang mendesak atau
batuk selama transit. 31
31
BAB III
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32
10. WHO. WHO Director-General’s remarks at the media briefing on 2019-
nCov on 11 February 2020. Available on:
https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-generals-remarks-at-
the-media-briefing-on-2019-ncov-on-11-february2020 ; cited on )
11. Centers for Disease Control and Prevention. Human Coronavirus types.
Cited June 2nd 2020. Available on:
https://www.cdc.gov/coronavirus/types.html (Jan 10th 2020).
14. Xu X, Chen P, Wang J et al. Evolution of the novel coronavirus from the
ongoing Wuhan outbreak and modeling of its spike protein for risk of
human transmission. Sci China Life Sci. 2020 Jan 21. doi:
10.1007/s11427-020-1637-5.
15. Gorbalenya AE, Baker SC, Baric RS et al. Severe acute respiratory
syndrome-related coronavirus: the species and its viruses – a statement of
the coronavirus study group. bioRxiv preprint first posted online February
11, doi:10.1101/2020.02.07.937862.
16. Zhang L, Shen FM, Chen F, Lin Z. Origin and evolution of the 2019 novel
coronavirus. Clin Infect Dis. 2020 Feb 3:ciaa112. doi:
10.1093/cid/ciaa112.
33
https://www.who.int/docs/default-source/ coronaviruse/situation-
reports/20200130-sitrep-10-ncov. pdf?sfvrsn=d0b2e480_2.
22. de Wit E, van Doremalen N, Falzarano D, Munster VJ. SARS and MERS:
recent insights into emerging coronaviruses. Nat Rev Microbiol.
2016;14(8):523-34.
34
28. Erlina B, Agus D, Sally A, Eka G, Ceva W, et al. Protokol Tatalaksana
Covid-19. Pedoman Tatalaksana COVID-19. 2020.
35