Anda di halaman 1dari 30

1|Page

RESENSI HERLIA INDRIANI


TAKDIR ALLAH ADALAH YANG TERBAIK

(ISTANA KEDUA: ASMA NADIA)

Disusun Oleh:

1. Ananda ChrisMonica Nis: 20200940


2. Herlia Indriane Nis: 20200985

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

CABANG DINAS PENDIDIKAN WILAYAH 1

SMK NEGERI 5 PANGKALPINANG

Jl.Satam,Rt.09/Rw.03 Kel . Semabung Baru . Kec. Girimaya Telp.(09179)4256624

Fax. (077)456836 Email: Smk5@dinpendikpkp.go.id Tahun Ajaran

2021/2022

2|Page
RESENSI HERLIA INDRIANI
DAFTAR ISI

COVER

Halaman judul

Kata pengantar

BAB I Pendahuluan

1. Identitas Buku

2.Ringkasan

BAB II Analisis Setiap Unsur

A. Tema
B. Amanat
C. Alur
D. Setting
E. Karakter
F. Sudut pandang
G. Majas
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Kelompok

Daftar Pustaka

3|Page
RESENSI HERLIA INDRIANI
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang telah memberikan
rahmat serta karunia,sehingga penulis masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk
menyelesaikan resensi buku berjudul “Istana Kedua” ini secara tepat waktu

Bagi penulis ,penyusunan resensi buku yang berjudul “Istana Kedua” adalah tugas yang
tidak ringan.penulis menyadari banyak kendala yang dihadapi dalam proses meresensi buku ini
karena keterbatasan kemamppuan penulis sendiri.kalaupun pada akhirnya pekerjaan ini dapat
diselesaikan tentu karena beberapa pihak yang telah membantu dalam penulisan ini .oleh karena
itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada penulis,trutama kepada yang terhormat
Bapak Aprol Zulkarnain dan juga rekan satu kelompok yang telah membantu menyelesaikan
resensi buku ini.

Tujuan dari meresensi novel ini adalah untuk memberikan gambaran cerita dari sebuah novel
yang berjudul “Istan Kedua” oleh Asma Nadia. Secara singkat kepada orang lain yang akan
membacanya.membantu pembaca lain tentang keebihan dan kekurangan novel yang hendak
dibaca.mengetahui latar belakang kenapa novel tersebut ditulis dan diterbitkan.

Penulis menyadari bahwa ulasan novel masih kurang sempurna .jadi,dengan kerendahan hati
penulis,pembaca dengan senang hati menawarkan saran dan kritik yang membangun .penulis
berharap resensi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memudahkan pembaca dalam
memahami isi novel ,tanpa menghabiskan banyak waktu untuk membaca novel.

Pangkalpinang,11 Mei 2022

4|Page
RESENSI HERLIA INDRIANI
BAB I

PENDAHULUAN

1. IDENTITAS BUKU
Judul : Istana Kedua
Penulis : Asma Nadia
Penerbit : PT.Gramedia Pustaka Utama
Harga Buku : Rp.25.000,00
Jumlah Halaman : 248 Halaman
Jumlah Bab : 22 Bab
Tinggi dan lebar buku : 20cm x 12,5 cm

2. Ringkasan

Arini terpaku ditempatnya.


Pelan,matanya menelusuri kamar yang didominasi warna putih.bagi arini ,kamar
bukan sekedar tempat beristirahat .tapi lebih merupakan perwujudan cintanya yang
putih kepada mas pras.lelaki pertama yang datang melamarnya 10 tahun lalu .lelaki
yang masih dicintainya sepenuhhati,dan mencintainya dengan sepenuh hati.
Benarkah?
Sejam sebelumnya dunia arini masih indah dan sempurna ,namun kini berubah
menjadi serpihan kaca yang berhambutan dan menusuk-nusuk ruang
batinnya.kelembutan mas pras,kasih saying ,cerita-cerita ,dan sikapnya yang selalu
romantis.
Mas Pras,Cuma lelaki itu yang membuat hidupnya bagai Cinderella tatkala
melewati tahun-tahun perkawinan.kebahagiaan yang berawal dari pertemuan sederhana.
“Arini….?”
Arini mendongakkan kepala,mencari sumber suara.sejenak ia melupakan
kekesalannya karena belum juga menemukan sebelah sipatunya yang tersembunyi
diantara puluhan sepatu yang tersebar di anak tangga Masjid Al Ghifran.
“Assalamu’alaikum , lupa ya?”
Menemukan asal sapaan ramah itu,Arrini menyipitkan matanya .pandangan gadis
itu bersirobok dengan sepasang mata cokelat.cepat Arini menundukkan pandangannya.
“He-eh.Maaf” jawab Arini singkat sambil kembli asyik menelusuri berpasang-
pasang sepatu.tetapi lelaki yang menyapanya tak berajak.mungkin tak habis pikir
dengan sikap tak acuh yang ditunjukkan Arini. Bagaimana mungkin sepatu-sepatu itu
bisa lebih menarik perhatian?
“Cari ini?”
Arini menghembuskan napas lega.dari begitu banyak lelaki yang berada disekitar
Masjid Al Ghifari,lelaki itu begitu saja muncul dan dengan ajaib menemukan sepatu
Arini.
“Ada kabar dari pangeranmu itu? Ucapan Lia.
Menyambut sosok sahabatnya yang baru tiba.
“Pangeran?”Ucap Lulu.
“Katanya Makhluk kayak kalian nggak pacaran ?” lanjutnya lagi.
“Siapa yang pacaran?” Ucap sita yang baru muncul kontan menggeser kursi
makan,mendekati sahabtnya.
“Bukan pacaran.”protes Arini,”tapi.

5|Page
RESENSI HERLIA INDRIANI
“Tapi?Kamu mau married ? iya? Subhanallah
Ucap lia ,putri ekosistem yang histeris.
Topik menikah memang ramai dibicarakan dikalangan mahasiswi IPB,apalagi
menjelang tingkat akhir.
“Siapa yang mau Married?”
“Semua juga mau .Memangnya kamu nggak?” ledek seseorang teman .
“Gimana bisa nikah kalo kalian nggak pacaran ?” Ucap lulu
Gelak tawo dan diskusi menghangat kembali .untuk kesekian kali rekan-rekan yang
berkerudung menjelaskan konsep pernikahan ala aktivis islam mulai proses penjajakan
atau ta’aruf dan pacaran ,dilanjutkan dengan khitbah atau lamaran ,sampai resepsi
puncak atau walimahan.
“Jadi akhirnya .” ucap Arini
“Pangeran dan putri akan hidup happy evir ofter…mm…” Gadis itu mengerutkan
keningnya sejenak ,beberapa saat sebelum melanjutkan dengan senyum manis.
“Setidaknya sampai kematian memisahkan mereka”
Dan bagi Arini kalimat itu berarti: Sabar untuk tidak pacaran .sabar menanti lelaki yang
mendekatinya dengan niat menikah dan bukan sekedar meraih kehangatan masa muda.
Arini memerlukan kertas untuk menuangkan angan-angan .dia harus lebih rajin lagi
menulis.Berbagi cerita dengan orang banyak.meski disatu sisi itu membuat hidupnya
berlompatan dari satu dunia ajaib kedunia ajaib lainnya.
Dongeng yang hamper seluruhnya berakhir bahagia itu juga tidak membuat Arini
tergopah-gopah panic melihat rekan-rekannya yang lebih dulu menjejak pelaminan.
Kebahagiaan akan datang pada masanya ,komentarnya dulu .
Arini percaya takdir.dengan keyakinan itu dia telah melewati ribuan hari.pangeran mana
yang akan Allah berikan kepadanya ,bila memang kesempatan itu ada sebelum dia
menjadi tawaran kematian ?
“Bunda…Bunda kenapa?”
Suara Nadia menyadarkan Arini akan keberadaan makhluk-makhluk cilik
dikamarnya ,Arini menyeka air mata .ketika Nadia,Adam ,dan si kecil putri yang
menjalurkan tangan mungilnya minta dirangkul.
Ya Allah….duniaku bukan Cuma pras

Arini menyesali diri yang yang telah terbawa arus kesedihan.


“ Bunda sedih, ya ?”
Adam mengusapkan tangan kecilnya ke pipi Arini. Nadia tampak muram. Putri seperti
akan menangis. Arini buru-buru menghapus setitik air mata yang jatuh. Ia harus sabar dan
tabah. Kesabaran adalah sinar matahari, dan ketabahan adalah bumi yang senantiasa
membangkitkan harapan.
“Bunda, Bunda kenapa ? Nadia mengulangi pertanyaannya.
Istana Bunda serasa runtuh, sayang … Arini menggigit bibir kuat-kuat. Lalu dengan
senyum lebar yang sepenuhnya dipaksakan, Arini merengkuh tiga permata hatinya.
“Bunda tidak apa-apa, sayang ….”
Tapi ujung kalimatnya tenggelam dalam isak tertahan.
“Kalau nggak apa-apa, kenapa Bunda menangis ? Kenapa Bunda tidur seharian ?”
Seharian ? Arini menatap jam tangannya.
“Dan ini … bantal Bunda kok basah?” suara putri sulungnya terdengar lagi.
“Bunda belum jawab…” suara Nadia memprotesnya kembali terdengar Arini tergagap
sebentar.
“Soal apa?”

6|Page
RESENSI HERLIA INDRIANI
“Ini kok bantal Bunda basah ? Bunda nangis, ya ? “ Arini tak punya jawaban yang lebih
baik. Jadi dia menyahut asal. “Bunda kecapekkan. Barangkali tadi Bunda ngiler waktu
ketiduran.” Dalam hati Arini menyesali jawabannya sendiri.
“Nadia, kalian shalat sama-sama, lalu kita makan ya ?”
Tak usah menunggu ayah seperti biasa, batin Arini masih sakit hati.
“Nggak nunggu Ayah, Bunda ?” celetuk Adam.
“Kita makan duluan aja, Ayah mungkin pulang telat”.
Ketiga anaknya tak membantah, menuruti langkah Bunda menuju kamar mandi.
Luka itu …, batin Arini saat menyaksikan ketiga buah hatinya berebut Wudhu begitu
perih.
Tetapi luka itu tidak meninggalkannya. Sebaliknya malah menyebar dan menggerogoti
semangat hidup, seperti sel-sel kanker merongrong tubuh seorang pesakitan. Perasaan yang
kemudian lebih dikenalnya setelah mengenal Ratih, perempuan yang seperti Arini terpenjara
oleh luka yang sama.

Aku Mei Rose. Dan hidupku bukan dongeng. Kehadiran pangeran gagah yang selalu
tahu kapan dan dimana harus muncul demi menyelamatkan putri cantik. Hidup yang bukan dari
negeri dongeng membuatku sangat mengandalkan akal sehat.
Ya, aku Mei Rose.
Ketika kecil teman-teman selalu menganggap ku sombong, sebab aku tak mau bergaul
dengan mereka. Aku tak ingin berteman. Bahkan meski rumahku sangat dekat dengan sekolah.
Aku tak mau teman sekelas mampir kerumah untuk meminta minum atau menumpang ke kamar
kecil karena toilet sekolah yang bau.
“Sudah menyapu ?”
Suara itu, meski diucapkan dengan lembut, diikuti sorot mata pemiliknya yang
menghujam. Lidahku kelu. Pelan-pelan kepalaku mengangguk.
“Bagus !”
Perempuan bertubuh gemuk di depanku masih belum pergi.
“A-ie mau tidur siang. Jangan lupa mengepel!”
Aku kembali mengangguk. A-ie tanteku, selalu memastikan aku tak lupa mengepel
bagian bawah tempat tidur.
“Pel yang becus!”
Sejak kecil aku seolah ditakdirkan tak punya pilihan, kecuali menjalankan perintah
saudara mami satu-satunya ; aku memang yatim piatu. A-ie, perempuan itu yang memegang
kuasa atas diri, pikiran, dan nyawaku.
Aku tak ingin mengel. Bagaimanapun A-ie telah berbaik hati menyekolahkanku hingga
lulus SMA. Meski harus kubayar dengan kerja seperti babu. Tak apa, naluri matematisku
mengatakan, apa pun pengorbanannya sejauh apa yang bisa ku ambil, maka biarkanlah.
Selalu ada harga yang harus dibayar untuk sesuatu yang ingin kita capai.
Letih membuatku kuat. Panas menjadikanku lebih kuat. Itu kata A-ie, mungkin ada
benarnya.
Aku, Mei Rose, dan hidupku bukan dongeng. Sebab dongeng selalu bermuara pada
dongen tentang kebahagiaan. Kehadiran pangeran gagah yang tahu kapan dan dimana harus
muncul demi menyelamatkan putri cantik.

7|Page
RESENSI HERLIA INDRIANI

Arini menatap layar computer nyaris tak berkedip. Pikiran Arini terpaku pada halaman
word kosong di depannya, yang seolah melintaskan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup.
“Sudah ingat ?”
Arini merapikan toga dan baju wisudanya. Ah … pangeran penyelamat sepatunya !
“Belum. Siapa ya ?”
“Teman mas Putra, waktu di Solo dulu kamu masih cilik.”
Teman mas Putra ? Temen masnya yang mana ?
Arini memaksa otaknya bekerja keras. Benaknya mengeja nama teman-teman abangnya
di masa kecil.
“Pohon Jambu di belakang rumahmu di Solo masih ada ? “
“Arini tergagap. Lia malah sudah sejak tadi melemparkan senyum penuh arti. Dari dulu
bagi mereka Arini cuma gadis yang terperangkap dalam negeri dongeng.
“Mas Putra tidak datang ?”
Arini tidak sempat menjawab. Suara panggilan yang hangat terdengar dari belakang. Sekejap
saja acara wisudanya tenggelam oleh keriuhan silaturahmi Bapak, Ibu, Mas Putra, dan … .
“Kamu nggak ingat sama Pras ?”
Arini menggeleng, yakin.
“Yang menggendong kamu turun dari pohon Jambu kita ? Waktu kamu tersangkut dan
tidak bisa turun ?”
Dalam sekejap dongeng indah Arini berganti mimpi buruk mas kecil yang memalukan.
Angannya beberapa waktu ini buyar. Pras tidak mungkin menjadi pangeran yang
menerbangkannya menyentuk langit kebahagiaan. Satu demi satu, lebih baik dia menanti
pangeran yang lain. Seseorang yang tidak ada kaitan sejarah apa pun dengan Arini.
Tapi waktu menggoreskan takdir yang tak bisa dikendalikan. Pras telah menciptakan
keakraban yang membuat Arini, suka atau tidak harus kembali mengubah pendapatnya. Sebab
bersama Pras, keajaiban-keajaiban kecil tercipta. Arini merasa sudah berada dalam istana kaca
yang indah dan memberinya rasa nyaman.
Di dalam istana itu, Arini yang mencintai dongeng namun jauh dari keanggunan putri
sejati perlahan bermetamoforsis. Pernikahan telah memberi Arini sepasang sayap berwarna-
warni.
Arini menikah ? Begitulah yang kemudian terjadi. Acara lamaran pagi itu ternyata
berlanjut dengan keduanya menikah lebih awal.
Mereka melakukan salat sunnah sehabis pernikahan yang sederhana itu. Tiga hari
kemudian, sesuai dengan wanti-wanti Ibu, akad nikah resmi dilakukan di KUA. Perayaan
pernikahan keduanya dilaksanakan cukup meriah sebulan kemudian.
Tiga bulan sesudah itu, Arini hamil. Setelahnya adalah cerita tentang dongeng-dongeng
yang menjadi kenyataan.

8|Page
RESENSI HERLIA INDRIANI

Andika Prasetya menghembuskan napas kesal. Sudah setengah jam Pras melirik jam
yang melingkari pergelangan tangannya. Dia sudah lebih terlambat. Seandainya saja dia tak
harus kerja, tentu tak perlu dibelit macet begini.
Bayangan Arini bermain dimatanya. Mendadak saja lelaki itu disergap rindu, padahal
dia belum lama meninggalkan rumah. Sudah bertahun-tahun, desisnya. Keindahan Arini tidak
pernah hilang dimatanya. Kepulan debu dari mobil-mobil yang memutar arah, ditambah bunyi
klakson dan makian dari jendela mobil yang terbuka, menambah kisruh suasana. Tapi kepala
Pras telah diteduhkan oleh pikiran tentang Arini.

Ah, sedang apa Arini, ya ? Memandikan anak mereka yang paling kecilkah ? Menyuapi
? atau berkutat dengan tuts-tuts di keyboardnya ?
Pras tak pernah mengatakannya, tapi dia suka sekali menatap wajah istrinya saat
menulis. Sayang belakangan ini kesempatan itu semakin berkurang. Tugas-tugas seminar ke
daerah, mengikuti pelatihan, dan lain-lain menyita banyak waktu.
Pras sering tak mengerti ketika teman-temannya sesame dosen mengeluh soal
perubahan fisik istri mereka setelah melahirkan.
“Ah, kamu munafik Pras !”
“Aku serius!”
“Matamu kan normal seperti kami-kami juga” Cibir Arman.
“Masa kamu tidak melihat perubahan istrimu ?”
“Dimana-mana, kecuali selebritis, setiap istri selalu bertambah gemuk setelah
melahirkan!”
Pras tertawa.
“Mungkin aku nggak pernah berdiri disampingnya setiap menimbang badan. Tapi
rasanya Arini tidak banyak berubah.
Hartono menimpali “yang aku lihat, wajahnya memang cantik, tapi kau jangan
tersinggung ya … badannya mulai melebar, Pras !”
“ Ya terima saja dengan syukur kondisi istri” Arman terbahak.
“Kalau begitu kamu mengakuikan, Arini memang berubah ?”
Pras tersenyum lebar.
“Untuk itu aku harus memangkunya dulu biar pasti !”
“Ah, kau ini!”
“Bukan begitu, “ Pras berupaya meredam gelak teman-teman seprofesinya. “Maksudku,
lanjut pras lagi. “Istri gemuk kan karena kita, untuk kita. Aku lebih memilihnya melebar
daripada nggak mendapatkan keturunan”.
“Tapi seharusnya mereka diet. Mata kita kan mata laki-laki!”
“Lalu ?”
Arman menutup wajah Pras dengan pandangan paling serius. Lalu seakan mengerti
pikiran Hartono, lelaki itu meneruskan. “Mata laki-laki adalah mata yang yang setiap hari
melihat pemandangan luar. Menatap yang indah-indah. Dan saat kembali kerumah harus
kecewa karena pandangannya tak menemukan apa yang diinginkannya”.
Pras terdiam. Dia terdiam karena tak bisa membayangkan reaksi Arini jika mendengat
kalimat barusan.

9|Page
RESENSI HERLIA INDRIANI
Melewati bertahun-tahun pernikahan, dia tak pernah menyesali satu hari pun. Istrinya
cantik, berprestasi pula. Beberapa penghargaan tingkat nasional pun telah diraih.
Arini telah menjelma menjadi sosok popular yang lebih membanggakan. Sementara
sebagai Ibu, Arini selalu penuh kasih dan menyenangkan bagi ketiga anak mereka.
Pras tak pernah merasa khawatir suatu hari lukisan indah dihatinya tentang Arini
memudar. Benteng pertahanan lainnya telah pula dibangun. Dengan kesadaran penuh, lelaki itu
menjaga bulat-bulat cintanya bagi Arini dan anak-anak mereka.
Sampai detik itu, keyakinan Pras tak pernah bergeser. Lamunannya usai. Kaki lelaki itu
nyaris menginjak pedal gas lebih dalam. Jika saja sesuatu tak mencegahnya. Sebuah mobil yang
naik hingga ke bahu jalan. Bagian depannya ringsek berat. Pecahan kaca berserakan.
Pras pias. Gugup jantungnya berdetak lebih keras. Sesosok perempuan terbujur di
trotoar. Darah dimana-mana.


Arini merasa hatinya terbakar, meski angina semilir dari jendela kamar yang terbuka,
juga kolam di belakang rumah yang sesekali mengantarkan kecipak ikan Mas mengirimkan
kesejukan. Anehnya, walau hati Arini panas, tubuhnya justru menggigil, membayangkan
peperangan yang sejak pagi tadi berlangsung dalam dirinya. Anak-anak yang tidak mengerti,
mengira semua baik-baik saja, memaksanya bersikap normal.
Hanya Nadia yang menatapnya lebih dekat dengan sorot menyelidik. Gadis kecilnya itu
sudah kelas tiga sekolah dasar. Cerdas, perhatian, peka, itulah Nadia. Tidak mudah dibohongi,
tidak puas dengan satu dua pertanyaan.
Nadia membuat perjuangan Arini untuk bersikap seolah tak terjadi apa-apa menjadi
kian berat.
Bunda luka, sayang.
Kenapa ?
Sebab Ayah …
Kenapa dengan Ayah ?
Arini diam menggigit bibir menahan suara hati agar tidak terbaca oleh Nadia. Tapi mata
itu masih menatapnya, diselingi suara tawa Adam dan Putri yang bermain salam tepuk.
Kenapa dengan Ayah ?
Arini merasa matanya panas. Dan sebelum menjadi genangan, dia berlari tergesa ke
kamar mandi, lalu menumpahkan semuanya disela suara keran air. Luka, setelah semua
keindahan-keindahan istana kasih Pras yang dikira hanya miliknya. Arini tahu pernikahan
bukan hanya bertemunya dua hati, dua raga, dua keluarga, senang dan susah, tawa dan air mata,
ada dan tiada.

10 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI

“Kamu aneh !” Sita menggelengkan kepala tidak mengerti.
“Bukan itu yang dipikirkan orang yang mau menikah, Rini !.
“Kenapa tidak ? “ Tanya Arini.
“Sebab ,” gadis Priangan itu meneruskan bantahan Sita.
“Orang yang mau menikah berpikir tentang yang indah-indah, undangan, baju
pengantin, cincin kawin, dan dimana akan tinggal!”
“Itu materialistis namanya!” mereka tertawa.
“Aku nggak setuju !”

Tiba-tiba Lulu menggelengkan kepalanya. Diskusi kembali mengalir. “Bagiku


pemikiran Arini wajar kok. Mustahil poin penting begitu malah luput dari pemikiran!. “
“Syukurlah, batin Arini. Akhirnya ada juga temannya yang bisa berpikir logis”.
“Ketika kita menikah dengan seseorang, maka kita tidak hanya menikah dengan sikap
dan karakternya, atau keluarga dan adat istiadatnya”.
“Tapi kita juga menikah dengan umur pasangan. Sesuatu yang tidak pernah kita tahu.
“Takdir kematian sunyi menyelimuti. Ya, sebentar lagi gadis Jawa yang manja itu akan
berumah tangga. Arini akan menikah dengan Pras, dan Pras akan menikahi Arini. Sekaligus
menikah dengan maut keduanya. Pemikiran itu sempat mengganggu Arini berhari-hari.
Bagaimana jika umur Pras tidak panjang ? Bagaimana jika Pras lebih dulu menghadap
yang Kuasa dan meninggalkannya ? Ketika hari H tiba, Arini bertekad membuah jauh-jauh
kekhawatirannya. Sayang, Arini lupa membangun kesiapan jika Pras jatuh cinta dan
meninggalkannya karena perempuan lain.
Sebuah kabar yang diterima Arini pagi tadi. Mbak Hani, bagian keuangan di kampus
tempat Pras mengajar, menelpon. Alis Arini terangkat. Putri sehat, tidak kurang apapun. Arini
yakin betul tidak pernah membawa anak-anak ke dokter selama sedikitnya enam bulan ini.
Lantas apa maksud telepon Mbak Hani ? Ketika Arini mengecek ke rumah sakit, Arini
mendapatkan sebuah nomor telepon.

Tujuh digit angka yang diberikan itu bukan nomor telepon rumah mereka. Tapi
perempuan yang mengangkat gagang telepon disana memperkenalkan dirinya tanpa ragu,
membuat Arini serasa tak lagi menapak, limbung dan nyaris terjatuh. Suara itu tegas, jelas, dan
riang. Ada celoteh seorang anak di dekatnya ketika perempuan itu menyapa.
“Halo, nyonya Prasetya disini …”

Masih ingat aku ?
Akhir usia tiga puluh, seorang laki-laki dating. Jangan bayangkan sosoknya sebagai
pangeran yang menyelamatkan putri kerajaan dari cengkeraman Naga-naga dan kekuatan sihir
yang jahat, laki-laki itu biasa saja.
Pakaiannya Necis, dengan rambut klimis dan mengilap oleh minyak rambut usia tiga
puluh, akhirnya seseorang dating.
“Kamu Mei Rose, kan ? “ sapanya mencegat langkahku menuju lift. “Lantai dua lima ?
Aku Ray, dua lantai di atas kantormu.”

11 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
Minus enamku nyaris lepas ketika genggaman tangannya meremas jemariku hangat.
Dia tertawa, beginikah rasanya diperhatikan ? Dipedulikan ?
Bahkan teman dekat satu ruangan dikantor nyaris menganggap sepi kehadiranku. Padahal, kami
sudah lima tahun berada di ruang yang sama. Ray seperti diturunkan Tuhan dari lantai dua
puluh tujuh. Dia bahkan bersedia menungguku sepulang kantor, dan kami pulang bersama. Ray
memerhatikan seorang “cewek cantik”.
“Kamu gadis cerdas, Mei !” puji Ray
Ketika aku tahu Ray seorang yang taat beragama, aku pun diam-diam mulai
mempelajari agamanya. Sebab bagiku, Ray hal terindah yang pernah terjadi.
“Kamu harus lebih banyak tersenyum!”


Kubiarkan saja mata A-ie terbelalak melihat perubahan penampilan dan dandanan
keponakannya. Sudah waktunya berubah. Padahal logika iu yang membuatku tetap waras,
bahkan ketika teman laki-laki di sekolah kerap menatap dengan pandangan mengejek, atau
menjadikanku bahan tertawaan.
Pernah dalam kemarahan aku meminta agar Tuhan mengambil saja semua laki-laki dari
muka bumi. Dunia ini kujalani dalam arti yang sebenarnya. Telah kutinggalkan A-ie dalam
drama keterasingan kami.
Ya, kami tidak pernah bergaul dengan pribumi.
A-ie selalu menatap mereka lewat di depan rumah dengan penuh kebencian.

Medan, 1965
Sebulan setelah peristiwa pembunuhan 7 pahlawan revolusi.
Dalam kepanikan, mami dan A-ie remaja disembunyikan papanya di dalam dua drum
besar penyimpanan minyak tanah. Berpuluh tahun kisah itu hidup di kepalaku. Tragis, sebab
pada kenyataannya hanya Opa yang menjadi korban, Oma dan anak-anaknya selamat, meski
kemudian kesedihan membuat Oma melihat kematian hanya sejarak botol obat tidur.

Seiring waktu, hidupku kini lumayan, gajiku tak besar tapi cukup untuk membayar seorang
pembantu.
“Maaf, A-ie aku tak bisa lagi mengepel kolong tempat tidurmu”.
A-ie tak membantah. Ketika Ray memintaku menemuinya ke kantornya usai jam kerja.
Mungkinkah Ray melamarku ?
Tidak mungkin ! Tapi jika ya, akan ku katakana pada Ray, aku mau!. Aku siap hidup
dalam susah maupun senang, aku siap! Dialah lelaki pertama dan terakhir dalam hidupku.

12 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
Apa yang ada di kepala laki-laki ketika berkata cinta kepada istrinya ? atau kata cinta
hanya upaya menenangkan agar para istri merasa aman. Keheningan ini sudah waktunya di
buyarkan. Hening yang berlarut membuat suaminya melangkah lebih jauh dari yang bisa
dibayangkan.
“Jujurlah , bang. Saya tak meminta yang lain.”
Lelaki yang bola matanya mengingatkan perempuan itu, tak juga menjawab. Sebaliknya
justru mengalihkan pandang ke tiang-tiang lampu. Sekitar mereka mulai sepi, mungkin karena
itu tak ada yang mempermasalahkan Sedan hitam yang terparkir di sana.
Mata mereka bertatapan. Sorot yang dulu diartikannya penuh sayang dan cinta. Lelaki
berkemeja biru bergaris itu menghimpun seluruh saraf di otaknya yang mendadak tumpul. Dia
tak berniat menyakiti siapa pun.
“Perempuan yang dengan bangga menyandang namamu di belakang namanya, siapa dia ?”
Dimana kalian berkenalan, apa yang membuatmu jatuh cinta padanya ? Lirikannya ?
Senyum manisnyakah ? Merdua suaranyakah ? Atau bentuk tubuhnya ? Apa kalian sudah tidur
bersama ? Sang suami berpikir keras. Dia harus menyingkirkan jawaban sebenarnya. Sebab,
pasti bukan itu yang ingin di dengar istrinya.

Jawaban sebenarnya dan jawaban yang ingin didengarkan. Bedakan ! mereka bertatapan
lagi. Lelaki itu mencoba bersikap wajar. Sungguh, dia tak pernah secara sengaja melukai hari
Ratih. Meskipun dia harus mengakui, deret kesalahan yang telah dibuatnya terlalu banyak untuk
dianggap sebagai sebuah ketidaksengajaan.
Arini dengan cepat mematikan layar monitor. Dia tak ingin waktu larut dalam sunyi,
dan menerbangkan pangerannya kian jauh, begitu jauh hingga tak mungkin lagi ditangkap
seperti Ratih.
Arini menghapus air mata yang meluncur cepat di pipi. Kenyataan yang serta merta
merapuhkan Arini. Dari ruang tamu terdengar suara salam yang diucapkan pelan. Suara itu,
sosok pangeran yang memorakporandakan istana yang mereka bangun berdua. Suara dari
seberang telepon kembali terngiang lagi. Intonasi riang, pasti, dan terkesan penuh percaya diri
itu tanpa ampun mengobrak-abrik pertahanan dan kepercayaan diri Arini.
“Arini ?”
Tahu-tahu Pras sudah berdiri di sisinya. Mata cokelat yang sejuk, seperti menghipnotis
Arini untuk mendekat.
“Cinta, kenapa menangis ?”
Sebelum Arini sanggup berkata apa-apa, Pras sudah merengkuh tubuhnya. Pras adalah
obat mujarab yang sanggup menggantikan hawa kemarahan dengan kedamaian.
Sayang kali ini tidak.
Pras mengangkat wajah Arini. Cintanya pasti habis menangis. Anehnya Pras tidak bisa
menemukan sisi air mata. Sebaliknya, mata istrinya mengilat seperti bara. Menatapnya seperti
melihat orang asing. Arini ingin menempeleng wajah tampan yang selama ini ternyata
menyimpan kebohongan. Pengkhianat itu kini berdiri dekat, menatap dengan mata terlukis
cinta, dengan bibir terkulum senyum, merengkuhnya dalam pelukan penuh kasih.

Selama ini dia merasa tak sedikit pun kehilangan sensitivitas untuk membedakan mana
yang asli dan mana yang palsu. Dimana langit hanya berwarna biru. Dimana hanya ada tawa
tanpa air mata.
Pras menatapnya bingung. Tak mengerti kenapa Arini bersikap begitu dingin dan
menatapnya sinis.
“Cinta, eh … ada apa, sayang ?”

13 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
Arini merasa tubuhnya goyah. Ribuan butir air yang mengambang seperti sudut Kristal
tajam yang kini menyakiti bola matanya.
Laki-laki memang pembohong besar!
Matanya masih tak beralih dari Pras. Arini hanya ingin tahu sebab dia membutuhkan
jawaban itu. Hening, mereka masih bertatap.
Hanya Tuhan yang tahu. Apa yang ada di kepala laki-laki ketika berkata cinta kepada
istrinya !


Bibir A-ie membentuk garis tipis. setelah begitu banyak bilangan tahun terlampaui, Aku
lupa kapan terakhir A-ie memberikan kalimat bernada perintah seperti itu. Beku.sudah tiga
hari.belum pernah aku merasa sepayah ini. Kehadiran A-ie lebih terasa sebagai majikan
ketimbang pengganti mami.
Meski teriakan, lalu kemarahan perempuan itu, serta hukuman yang bertubi-tubi, lambat
laun berhenti sendiri saat aku mulai bisa mencari uang. Dulu hal itu tidak menimbulkan luka
seperti sekarang. Kenyataan bahwa aku tidak memiliki siapa pun sebagai tempat bersandar
membuatku belajar hanya mengandalkan diri sendiri.
Begitulah,aku tumbuh seperti kerang yang hidup dalam cangkang mungil,terpisah dari
Keramaian. Sampai kemudian kay datang dan meluluhlantangkan bangunan kekuatan yang
selama ini susah payah kususun. Laki-laki kenapa mereka membuatku begini ? “Lu nasi bo
chiak, Lu bo lat ! “
Wajah kukuk kay berkelabat.sebagai lelaki dia memang tidak terlalu tampan.
Setidaknya sampai peristiwa di lantai dua puluh tujuh mengubah semua pesona yang selama ini
memancar dari wajahnya. Ray seperti binatang buas yang kelaparan, siap melumat korbannya
sampai ke sumsum tulang.
Dan aku yang bodoh terus menyulam harapan dari hari kehari.Bahkan berpikir untuk
mempelajari agama laki-laki itu lebih jauh.Barangkali A-ie benar,seharusnya aku tidak
bergaul,apalagi mencintai pribumi.selama tiga hari ini , hanya air yang mengisi
kerongkonganku.Air dan sedikit kuah sup yang dimasakkan A-ie.
Ku pandangi wajah bicara ketika harus memainkan peranan sebagai juragan besar yang
perintahnya tak boleh di bantah oleh pelayan kecil. Dimasa lalu ,A-ie kerap mengulang-ulang
kalimat itu saat jariku teriris pisau, atau kakiku berdarah karena sepatu yang ku pakai sudah
tipis solnya, hingga krikil dan panas jalan melukai kaki.
Gurat-gurat usia di wajah A-ie yang biasanya tak pernah meninggalkan kesan ke
ibuan ,kali ini sedikit menyentuh perasaan ku. Tangan tua A-ie bergetar saat menyuapkan nasi
kemulut ku.Pada saatnya aku akan makan ,A-ie nanti,sekarang biarkan keponakanmu
menikmati luka ini lebih lama. Kejadian tiga hari lalu memberikan pelajaran yang harus ku
ingat seumur hidup.

Satu-satunya alasan kenapa pemerkosaan itu terjadi,murni karena kesalahanku. Di


depan mataku,di antara rambut kuperakan milik A-ie, kenangan demi kenangan yang harus
kubunuh melesat satu-persatu .
Inilah aku, itik buruk rupa yang bermimpimeraih akhir cerita yang berbeda dalam
hidupnya. Happily ever after . seperti yang terjadi pada gadis cantik dalam dongeng yang
awalnya bernasib malang. Akan percayakah orang dengan ceritaku? Cerita seorang gadis jelek
melawan kesaksian pegawai baru yang ramah,menarik,dan tampak simpatik ?
14 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
Tidak.Tidak ada yang bisa kulakukan. Dunia Kerja yang tidak ramah dan susah payah
kurintis munhkin kupertaruhkan tiba – tiba untuk alasan yang bahkan aku sendiri tidak benar –
benar mewngerti, tawaku meledak, a – ie kehabisan akal menatapku iyan apalagi sementara aku
tak juga berhenti menertawakan diri sendiri

Aku, Mei Rose, dan aku bersumpah :


Kebodohan ini idak akan berulang tidak tanpa keinginanku.
Sudah berapa lama mereka tidak bertemu?
Selepas wisudah yang disusul pernikahannya, mereka masih semnpat bertemu meski terbilang
jarang masa-masa yang indah, seru dan mengharukan . arini dan tiga sahabatnya,
Sita,Lulu,Dahlia. Empat gadis dengan pembawaan dan sifat yang unik
Dimata teman satu kosnya, sita sosok yang ekspresif mudah menangis, bahkan karena
hal sepele yang belum tentu layak ditangisi kantong air matanya bisa jadi paling banyak
mengalami kebocoran pada saat sedih sedang disaat gembira,dan dalam waktu bersamaan,juga
menangis . uniknya, penampilan gadis berjilbab itu cenderung keras dan jauh dari kelembutan.
Dirumah kos itu memang beda . mungkin karena mereka berempat ikut menghuninya .
pasti lain ceritanya jika semua yang tinggal serumah memiliki karakter- karakter stereotip anak-
anak IPB lain , yang serius dan gila belajar.
Hampir semua penghuninya suka bermimpi dan mencintainya cerita- cerita indah yang
happy ending.semua gara- gara Arini. Penulis yang mencintai dongeng, dan membawa bahasa
dongeng dalam hidup mereka.
Arini ingat , mereka semua harus berhati- hati memperlakukan binatang selama lia ada .
jangan menyiram kucing atau menendang makhluk itu , bahkan jika dimulutnya terselip
sepotong ikan.
“Menyebalkan!” keluh lulu suatu hari sehabis menegur lia yang membiarkan saja seekor
kucing menggondol lauk makan siang mereka. “ semua makhluk itu ada untuk keseimbangan
ekosistem . kenapa tidak dibiarkan begitu”?.
Satu per satu putri yang hidup di “ kastil” baranangsiang blok C-10 lulus, lalu
menemukan pangeran mereka. Bukankah semua dongeng selesai ketika putri menemukan
pangerannya? Kenyataan getir yang belum lama ditemui menyadarkan Arini.
Arini menjadi yang pertama muncul. Sedikit gelisah ia duduk di sudut food court satu
plaza mewah. Mereka sempat bercanda tentang perubahan masing- masing .Arini memang tidak
bisa di bilang kurus. Tapi perubahan fisik lulu yang dulu berpostur tinggi langsing, sungguh
mengagetkan.

Dengan mudah sedrasrtis itu, komentar sita barang kali sudah sering dia dengar.
“Benny!” ucap lia tiba- tiba, sambil menggigit bibir.
“ Ah, ya. Bagaimana kabar Benny ?”
“ kami sudah bercerai.”
Ucapan itu dilontarkan lia begitu saja. Lia benar. Rutinitas telah secara berahap
menghilangkan kesempatan untuk saling menyapa.apa lagi lia sempat meninggalkan mereka
cukup lama karena melanjutkan S2- nya ke amerika.

15 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
Ketika pertemuan usai dan satu persatu mereka meninggalkan food court,Arini masih
termenung ditempat duduknya. Pikirannya kusut. Seklise itu jugakah yang terjadi dengan mas
pras nya?
Logika Arini sulit memahaminya. Tapi dia pun sulit memercayai mas pras yang penuh
kasih saying memiliki perempuan lain.Arini menahan getaran hati . Arini tidak mengerti kenapa
dia tiba- tiba marah. Mungkin karena salah satu perempuan perempuan iseng itu sudah merebut
pras dari sisisnya . mungkin..
Arini berpegang keras pada kursi yang didukinya . tiba- tiba ruangan terasa berputar ,
makin lama makin cepat.Beny yang selingkuh .lia yang melepas jilbab.

Benny yang tidur dengan sekretarisnya . lia yang merokok. Benny….Lia….


Mas Pras…..?
Allah jangan biarkan iman yang sedikit ini terampas waktu.
Aku tidak tahu apakah tuhan memang ada.
Aku sendiri sudah lama menganggap dia tidak ada . kalaupun ada, kerap kali dia tertidur
, hingga makhluk- makhluknya berjalan tanpa pegangan dan harus melalui kejadian mengerikan
sendirian. Dua pekan lebih aku menangis sekaligus tertawa , seperti orang gila , hingga A-ie
terus menatapku khawatir .bahkan memanggil sinse . hal yang membuat tawaku menggema
lebih keras.
Ku biarkan A-ie menatapku heran , saat di hari kelima belas aku bergegas mandi,
bersiap ke kantor dan menjalani rutinitas seperti biasa . bagiku , hidup adalah menjalani, bukan
terus bermimpi.
Aku dan ray masih kerap berpapasan . seperti tahu pikiranku,lelaki itu tak merasa perlu
menghindar jauh-jauh . tak ada ketakutan diwajahnya. Malah sempat pula menyapaku ,”Apa
Kabar Mei?” katanya sambil menyunggingku senyum kemenangan.
Menginjak bulan ketiga, semua mulai terasa normal. Kucurahkan seluruh energi mati- matian ke
urusan kantor , hingga tak sempat mengingat luka.anehnya ,perasaan suka justru hadir bukan
pada teman satu kantor , melainkan pada seseorang yang kebetulan kutemui di halte.lelaki
dengan rambut sebahu,yang menggunakan jaket kulit berwarna hitam,dengan motor besar yang
berhenti tepat di hadapanku.
“numpang Tanya,saya mencari alamat….”
Tiba-tiba saja perhatian lelaki itu beralih dari secarik kertas di tangannya ke
wajahku.beberapa saat kemudian dia menatapku lekat-lekat,hngga perasaanku bergejolak
Tolong lah mei,jangan kembali merajut mimpi dan melayang ke negri bintang!
“coba… saya lihat alamatnya”,jawabanku resah,hanya agar mata elangnya tak lagi
menukik begitu tajam ke dasar hatiku.

Aku mencoba menjelaskan sesingkat mungkin alamat yang ditujunya.bukan hal


mudah mengingat pada saat yang sama hatiku terus berusaha keras menahan debaran . Apakah
lelaki itu merasakan ? Aku tidak tahu . Tapi sesuatu membuat lelaki itu memundurkan
motornya kembali, lalu mengulurkan tangan.
Aku jatuh cinta . kali ini dengan kesiagaan penuh. Untunglah sejauh ini David bersikap
sangat lembut dan melindungi.” Aku ingin terus menjagamu , lanjutnya sambil mencium
tanganku.Tuhan , inikah kebahagiaan yang kautunda untukku?
Aku mencoba mencari tangan tuhan di antara kebahagiaan yang ragu- ragu kuraih.” Apa
kabar, Mei? Sepertinya kamu baik-baik saja . Aku melongoskan wajah. Namun ray mencekal
pergelangan tanganku sambil berbisik,” Bagaimana kalau kita ulangi lagi, Mei ? kau lebih
cantik sekarang.

16 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
Malam itu david membawaku lebih jauh dengan motornya. Begitu jauh hingga aku
mengira laki- laki itu tidak akan pernah berhenti . hari sudah larut ketika motor akhirnya
diparkir di sebuah rumah besar namun terkesan tua.
Bulan- bulan berlalu ,dan Arini masih saja limbung. Ibu hidup dalam tradisi kental
perempuan jawa. Memang , dalam keseharian bahasa kromo inggil jarang terdengar dalam
percakapan karena keluarga mereka sudah lama tingggal di Jakarta, tapi tradisi bukan hanya
bahasa.

Arini tiba- tiba merasa tidak berarti .berkali- kali perempuan itu menghabiskan waktu
didepan cermin. Mencoba membandingkan dirinya dengan sosok perempuan dalam khayalan .
yang terjadi
kemarahan- kemarahan didalam diri Arini berpindah- pindah seperti pusaran angina beliung.
Jika saja dia cukup merawat diri.
Jika saja dia memberi waktu lebih untuk memerhatikan kebutuhan mata suaminya.
Jika saja dia tak lengah.
semua jerih payah yang kerap menghabiskan energinya untuk menulis dan membangun
eksistensi diri.setelah semua bakti itu , Arini merasa telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menjadi istri yang saliha.
Dia tidak bisa melabrak pras . dia juga tidak punya cukup keberanian untuk menelpon
perempuan yang telah menjadi madunya, betapun kuatnya keinginan itu.
Perempuan yang merelakan suaminya menikah lagi dengan ikhlas akan melewati jembatan
shiratal mustaqim dengan kecepatan luar biasa.
Sejujurnya, ketika belum menikah dan mempunyai perasaan memiliki,Arini, seperti
juga sita,lulu,dan lia,mengira akan siap berbagi . sebab di banding dengan keutamaan yang allah
berikan kepada mereka yang ikhlas membagi suaminya.
Seorang lelaki, sesama penulis yang menikah lagi pernah berkomentar soal ini dengan
amat gamblang.saat itu Arini sedang berkumpul dengan rekanan penulis dan penerbit dalam
sebuah acara peluncuran buku.
“ Lelaki menikah lagi karena ingin menolong?”
Omong kosong !” bantah hari dengan senyum lebar.” Lelaki yang menikah lagi .seperti
aku misalnya,Cuma punya satu alasan. Mereka jatuh cinta , naksir, dasarnya memang suka pada
perempuan itu. Titik . Habis perkara!”.
Laki- laki yang jatuh cinta melakukan itu karena dengan begitu mereka menolong dirinya
sendiri agar tak jatuh pada perzinahan.

Kecuali dizaman Rasul, Arini nyaris sulit melihat bagaimana laki- laki yang berpoligini
sekarang mampu bersikap adil.kenyataanya, keadilan yang seharusnya menjadi persyarat bagi
lelaki untuk mengambil istri lagi, nyaris keluar dari agenda mereka. Arini punya banyak contoh
tentang itu.
Masih banyak cerita lain. Indri , teman satu pengajian Arini, misalnya. Sejak suaminya
menikah lagi dengan gadis berusia tujuh belas tahun, indri terpaksa menjual rumah dan hidup
mengontrak. Semata- mata karena istri kedua suaminya terus merongrong ingin punya rumah
sendiri.
Yadi tidak mungkin nikah lagi kalau si pur bisa merawat diri!
Ahh, si ina itu pasti servisnya nggak oke, makanya suaminya mencari yang lain!
Salahnya si indri yang tidak bisa masak dari dulu .
Cinta zaman sekarang kan dari mata turun ke perut!

17 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
Sementara perempuan, apakah mereka mereka akan meninggalkan suami atau berpikir
mencari pengganti ketika melihat perubahan fisik lelaki yang mereka nikahi: tubuh yang
menambun , wajah yang terlihat tua dan jelek, seluruh rambut berangsur putih atau bahkan
rontok hingga tidak tersisa sehelai pun di kepala? Tidak !
Pemikiran itu lambat laun membantu Arini bangkit . Dia tidak menolak ketentuan
Allah , tapi menuntut keadilan , dan menolak kesalahan melulu dituduhkan kepada perempuan.
Sebab lebih dari siapa pun , arini tahu , kecuali kondisi fisiknya yang berubah, bertahun- tahun
dia telah meladeni mas pras sebaik yang dia bisa.

Aku tak siap kalah oleh kehidupan. bertubi—tubi kenyataanya getir telah kualami sejak
kedua orangtuaku meninggal, dan kehidupan menyerahkanku pada A-ie. Perempuan keturunan
yang tak memiliki seorang anak , namun tidak sekali pun berbelas kasih padaku. Aku belajar
keras dan berusaha menguasai pelajaran meski susah payah. Karierku rintis dari bawah, hanya
sebagai operator telepon, tetapi dengan dedikasi diatas seratus persen. Aku tahu harus berusaha
lebih keras .
Kehidupanku membaik , pendapatanku meningkat terus. Lelaki itu membuatku
kehilangan david. Memandangi perut yang semakin hari semakin membuncit menyisakan
kekalahan yang lain.
Apa yang harus kulakukan?
Bicaralah …. Kau butuh teman bicara ! bisik sebuah suara.
Aku tak bisa kalah . hidup telah ku perjuangkan dengan teramat benar. Tak bisa
kubiarkan ray menghancurkannya, juga tidak melalui bajingan kecil yang kini meringkuk
diperutku yang bukit. Mengingat semuanya , kebencian meluap lagi pada bayi di perutku.
Kecuali kutemukan seseorang untuk menjadi ayahmu , kau akan segera mati.
Akan kutempuh cara apapun untuk mengeluarkanmu. Meski bidan sialan yang
kudatangi mengatakan kau terlalu besar untuk diaborsi. Ruangan kantor sudah lengang . satu
persatu karyawan telah turun ketika jarum jam menunjukkan lima sore.

Namaku bulan . aku perempuan normal ,mapan dan mandiri yang mencari laki- laki yang siap
menjadikan aku sebagai istri kedua.aku tak butuh kunjungan rutin yang dapat mengurangi jatah
waktu bagi keluarga istri pertama . aku tidak tidak butuh perhatian, bahkanseks
sekalipun.kecuali bila kuinginkan.

18 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
19 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
20 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
21 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
22 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
23 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
24 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
25 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
26 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
BAB II
ANALISIS

Tema
Tema adalah pokok pikiran : dasar cerita ( yang dipercakapan dipakai sebagai
mengarang
Tema novel: Ketika mempertahankan kesetiaan tidak semudah yang di pikirkan
Amanat
Amanat adalah segala sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya,
Amanat pada Istana Kedua adalah cerminan dari lapis superego yang mampu
mengatasi id dan ego-nya. Kita dapat lebih mengejar hal-hal yang bersifat moral daripada
kenyataan pahit bahwa dirinya telah dimadu. kita menyadari sepenuhnya, ada anak-anaknya
yang masih membutuhkan perhatian dan bimbingannya sebagaimana ibunya mendidiknya
selama ini.

Alur
Alur flashback campuran dengan berbagai latar kejadian dan tahun yang berbeda

Setting
Setting ceritanya,itu tempat aku tinggal beberapa waktu lalu ..di bogor! Kalo pernah ke bogor ,
pasti tahu banget yang namanya IPB dan baranangsiang
Karakter
watak tokoh-tokoh utama yaitu Arini, Pras dan Mei Rose dalam novel tersebut mempunyai
kepribadian yang bersifat dinamis.

WATAK TOKOH UTAMA ARINI


Watak tokoh utama Arini menarik untuk dicermati. Arini dengan amat pintar menata
dirinya hingga melewati lapis-lapis id, ego dan superego.
Arini digambarkan sebagai sosok penulis sukses. Pernikahannya dengan Pras nyaris
sempurna dengan kehadiran tiga bocah lucu di tengah-tengah mereka. Tak diragukan lagi, Pras
yang baik, santun, dan saleh itu teramat mencintainya

WATAK TOKOH UTAMA PRASETYO (Pras)


Lapis watak atau kepribadian setelah id adalah ego. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, ego dalam perjalanan fungsinya tidak ditujukan untuk menghambat pemuas
kebutuhan atau naluri yang berasal dari id, melainkan bertindak sebagai perantara dan pengarah
dari tuntunan–tuntunan naluriah organisme di satu pihak dengan keadaan lingkungan di pihak
lain.

27 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
Pada awalnya, Pras memiliki pandangan yang indah tentang cinta dan pernikahan. Hal
ini didasari pada sebuah kesadaran bahwa dorongan nafsunya itu hanya akan disalurkan kelak
pada perempuan yang menjadi istrinya. Pras menyikapi egonya dengan cara yang berbeda. Bagi
Pras, cintanya hanya akan berlabuh pada perempuan yang akan menjadi istrinya kelak.

WATAK TOKOH MEI ROSE


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, selain naluri kehidupan, dalam tataran id,
ada naluri kematian yaitu naluri yang ditujukan kepada penghancuran atau pengrusakan yang
telah ada. Naluri inilah yang mendominasi Mei Rose saat itu. Dia hanya ingin mati untuk
melepaskan diri dari segala penderitaannya. Mei Rose berniat mengakhiri hidupnya dalam
sebuah kecelakaan mobil yang memang disengajanya namun tertolong oleh Prasetyo (Pras).
Bahkan, Mei Rose masih tetap ingin mencoba bunuh diri setelah melahirkan di rumah sakit. Dia
hanya benar-benar ingin mati saat itu.
Perubahan sikap Mei Rose mulai terjadi. Sikap Pras yang tetap sabar dan telaten
menemani Mei Rose melewati hari-harinya di rumah sakit, lambat laun menumbuhkan benih
cinta Mei Rose pada bayinya dan Pras.

SUDUT PANDANG
Melalui sudut pandang orang pertama sebagai aku,
Tiga sudut pandang sekaligus . Arini,Mei rose, Pras, dan Ratih.

MAJAS

28 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Mencermati watak tokoh-tokoh utama dalam novel Istana Kedua ini yaitu Arini, Pras,
dan Mei Rose jelas tergambar struktur kepribadian yang berkaitan dengan id, ego dan superego.
Gambaran nyata tentang id dan ego tercermin dalam watak tokoh Mei Rose yang
berusaha melampiaskan keinginannya meskipun dengan cara-cara di luar norma-norma.
Sementara itu, watak tokoh Pras mewakili kepribadian yang pada awalnya mampu
melewati dorongan id, ego dalam bingkai superego. Namun pada akhirnya, kemampuan itu
kalah melawan dorongan id Mei Rose yang demikian kuat. Watak Pras dalam lapisan tataran id
dan ego yang lebih dominan.
Sedangkan sosok Arini, dengan bekal kedewasaannya dan bimbingan ibunya, mampu
mengatasi dorongan id, ego dan selalu berada dalam koridor superego. Dengan segala
kesabarannya itu, Arini mampu melewati perihnya kehidupan dan berhasil melewati ujiannya.

SARAN

29 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2008. Psikologi Kepribadian.Malang: UMM Press

Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Endaswara, Suwandi. 2008. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Med Press

Mahsun, 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Nadia, Asma. 2007. Istana Kedua. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Pradopo, Racmat Djoko. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Siswanto, Wahyudi. 2013. Pengantar Teori Sastra. Malang:Aditya Media Pubishing

Wiyatmi. 2011. Psikologi Sastra, Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Kahwa Publisher

30 | P a g e
RESENSI HERLIA INDRIANI

Anda mungkin juga menyukai