Anda di halaman 1dari 17

CLEFT LIP AND PALATE

A. PENDAHULUAN

Labiognatopalatoschisis atau Cleft Lip and Palate (CLP) adalah kelainan bawaan
yang timbul pada saat pembentukan janin sehingga ada celah antara kedua sisi bibir hingga
langit-langit dan bahkan cuping hidung. Dalam bahasa Indonesia, kelainan ini sering disebut
dengan bibir sumbing. Kelainan ini dapat berupa celah pada bibir (cleft lip), celah pada
palatum atau langit-langit mulut (cleft palate), atau gabungan dari keduanya (cleft lip and
palate). Kelainan ini disebabkan oleh kelainan genetik yang berpengaruh pada tahap
pembentukan embrio, sehingga terdapat kelainan yang muncul setelah kelahiran.
Cleft lip atau yang dikenal sebagai cheiloschisis, labioschisis atau bibir sumbing
merupakan suatu keadaan dimana terdapat celah pada bibir. Labiognatopalatoschisis adalah
suatu kelainan atau kecacatan/cacat bawaan berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit.
Celah ini dapat bersifat komplit, tidak komplit, unilateral maupun bilateral yang terjadi
karena adanya gangguan pada kehamilan semester pertama yang menyebabkan terganggunya
proses tumbuh kembang janin sehingga terjadi ketidaksempurnaan penyambungan bibir atas,
gusi dan langit-langit. Faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah
kekurangan nutrisi, stress pada kehamilan, trauma, dan faktor genetik.
Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana
atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa
kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah
cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Oleh karena itu,
pada palatoschisis, anak biasanya pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau.
Cleft palate dapat terjadi pada bagian apa saja dari palatum, termasuk bagian depan dari
langitan mulut yaitu hard palate atau bagian belakang dari langitan mulut yang lunak yaitu
soft palate.
Cleft lips and palate (CLP) adalah suatu kecacatan kongenital pada kraniofasial yang
paling sering ditemui. Pasien CLP sering mengalami gangguan fungsi berupa kesulitan
menghisap ASI, bernafas, infeksi telinga tengah, bahkan masalah psikososial dan lain
sebagainya. Penanganan CLP memerlukan keterlibatan berbagai disiplin ilmu yang dimulai
dari hari pertama dilahirkan hingga umur 20-21 tahun. Untuk penanganan yang optimal
selain diperlukan suatu pengetahuan juga diperlukan keterampilan teknis dalam mendalami
suatu anatomi abnormal dengan tidak menghilangkan nilai estetika didalamnya. Hal ini juga
didukung dalam hal perawatan dalam hal pengawasan dan evaluasi.
B. EPIDEMIOLOGI
Centers for Disease Control dan Preventions (CDC) baru-baru ini memperkirakan
bahwa setiap tahun terdapat 2.651 bayi di Amerika Serikat yang lahir dengan cleft palate dan
4.437 bayi lahir dengan bibir sumbing dengan atau tanpa palate.
Insiden celah palatum muncul pada 1 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden ini
meningkat pada kelompok Asia (1:500) dan menurun pada populasi Negro (1:2000). Insiden
tertinggi yang dilaporkan terjadi pada celah palatum muncul pada suku-suku Indian di
Montana (1:276) . Umumnya, kondisi ini lebih banyak ditemukan pada laki - laki dibanding
perempuan. Insidens secara keseluruhan dari cleft di laporkan oleh Fogh Andersen yakni 1
dari 655 kelahiran dan oleh Ivy yakni 1 dari 762 kelahiran, dimana lebih sering dijumpai pada
laki-laki dibandingkan perempuan
Di Indonesia, jumlah tertinggi penderita kelainan ini terbanyak di Nusa Tenggara
Timur yaitu 6 sampai 9 orang per 1000 penduduk. Jumlah ini sangat tinggi bila dibandingkan
kasus di Internasional yang hanya 1 sampai 2 orang per 1000 penduduk.
Walaupun celah palatum adalah kelainan kongenital yang sangat beragam dan
berubah-ubah, muncul beberapa subgrup berbeda, yang dinamakan celah bibir dengan/tanpa
celah palatum (CL/P), celah palatum (CP) sendiri dan celah palatum submukosa (submucous
cleft palate/SMCP). 1,2

Distribusi tipikal dari tipe-tipe celah adalah:


1. Celah bibir saja 15-20%
2. Celah bibir dan palatum 45%
3. Celah palatum tersendiri 30-40%
Pada pasangan dengan labioschisis, memiliki risiko melahirkan anak dengan kelainan
yang sama sebesar 4%. Selain itu, jika anak yang dilahirkan mempunyai labioschisis, maka
risiko labioschisis pada anak selanjutnya adalah sebanyak 4%. Jika 2 anak sebelumnya lahir
dengan labioschisis, risiko labioschisis pada anak selanjutnya adalah sebanyak 9%.

C. EMBRIOLOGI
CLP terjadi akibat dari kesalahan dalam perkembangan normal. Untuk dapat
memahami pembentukan dan morfologi dari kecacatan ini, terlebih dahulu harus dipahami
embriologi normal dari bibir dan langit-langit. Terdapat tiga bagian penting dalam
pembentukan bibir atas yaitu; processus frontonasal yang terletak di sentral dan dua
prominensia maxillaris yang terletak di lateral. Bibir atas berkembang pada minggu 4 – 6
gestasi, bermula dengan pembentukan processus frontonasal. Processus frontonasal akan
berkembang sehingga membentuk bagian tengah bibir atas, alveolus anterior dan palatum
primer. Prominensia maxillaris juga akan berkembang sehingga membentuk bagian lateral
dari bibir. Prominensia maxillaris kiri dan kanan akan bertumbuh dari bagian posterolateral
ke arah anteromedial dan menyatu dengan processus frontonasal. Kegagalan fusi dapat terjadi
di kedua sisi ini dan karena itu cacat bibir sumbing dapat unilateral atau bilateral.
Istilah bibir sumbing adalah menyesatkan karena cacat mungkin melibatkan lebih dari
sekedar bibir. Kegagalan lengkap fusi proses maxillary lateral dengan elevasi nasal medial
menyebabkan belahan bibir atas, alveolus, ala nasi, lantai hidung, dan palatum mole primer.
Langit-langit mulut yang keras dibentuk dari langit-langit primer dan langit-langit sekunder.
Pembentukan langit-langit primer berkembang dari premaxilla. Langit-langit mulut sekunder
berkembang menjadi sisa dari langit-langit keras serta langit-langit lunak dan uvula.
Perkembangan langit-langit sekunder terjadi dari minggu 6-12 dari kehamilan. Proses
dimulai dengan pembentukan tulang langit-langit proses palatine lateral yang berkembang
dari proses maxillary. Awalnya, proses tulang langit-langit berorientasi secara vertikal di
kedua sisi lidah yang berkembang. Akhirnya, kedua proses tulang langit-langit lateral
bertemu di garis tengah dan menyatu. Langit-langit mulut yang keras menyatu dari anterior
ke posterior, dimulai pada alveolar ridge dan berlanjut hingga ke ujung uvula. Oleh karena itu
bentuk paling ringan dari sumbing langit-langit adalah uvula bifida. Fusi selesai dan langit-
langit yang utuh diidentifikasi pada kehamilan minggu ke 12.
Gambar 1. Tahap pertumbuhan wajah manusia

Celah pada palatum merupakan kelemahan fusi parsial atau total dari palatal shelves. Ini
dapat terjadi dengan berbagai cara :
- Defek pertumbuhan dari lempeng palatum
- Kegagalan lempeng palatum untuk mencapai posisi horizontal
- Kelemahan sambungan antar lempeng
- Rupture setelah fusi lempeng
Gambar 2. A: sketsa gambaran sagital dari kepala embrio pada akhir minggu ke-6
menunjukkan proses palatine media, atau palatum primer.B,D,E dan H: gambaran langit-
langit mulut sejak usia ke-6 hingga 12 minggu yang menunjukkan perkembangan palatum.
Garis terputus pada (D) dan (F) menunjukkan bagian yang menyatu pada proses palatina.
Tanda panah menunjukkan proses pertumbuhan medial dan posterior dari palatina lateral.
C,E dan G: gambar potongan frontal kepala menunjukkan proses penyatuan kedua palatina
lateral dan septum nasal, dan sebagian besar nasal dan cavitas oral
Terdapat 3 pusat pertumbuhan fasial :
- Sentra prosensefalik
Bertanggungjawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal otak, tulang
frontal, dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksila dan septum nasal.
- Rombensefalik
Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka bagian bawah
(regio latero-posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami tumpang tindih (overlap)
akibat impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut diaencephalic borders.
- Diasefalik
Diasefalik borders pertama yaitu sela tursika, orbita dan ala nasi, selanjutnya ke arah
filtrum. Filtrum merupakan petanda satu-satunya dari diasefalik border yang bertahan
seumur hidup. Diasefalik border kedua adalah regio spino-kaudal dan leher.

D. ANATOMI
Bibir terdiri dari 3 bagian kutaneus, vermilion, dan mukosa.Bibir bagian atas disusun 3 unit
kosmetik yaitu 2 lateral dan 1 medial. Cupid bow adalah proteksi ke bawah dari unit philtrum
yang member bentuk bibir yang khas. Proyeksi linear tipis yang member batas bibir atas dan
bawah secara melingkar pada batas kutaneus dan vermilion disebut white roll. Menurut The
American Joints Comittee on Cancer, bibir merupakan bagian dari cavum oris, mulai dari
perbatasan vermilion-kulit dan meliputi seluruh vermilion saja. Tetapi para ahli bedah
menyebutkan bahwa bibir atas meliputi seluruh area di bawah hidung, kedua lipatan
nasolabialis, kemudian intra oral sampai sulcus ginggivolabialis, dan bibir bawah meliputi
vermilion, lipatan labiomentalis sampai sulcus ginggivolabialis intraoral.
Gambar 3. Anatomi topografik bibir. 1) Phitral column, 2) Phitral groove, 3) Cupid’s bow 4)
White roll upper lip, 5) Tuberculum, 6) Commissura, 7) Vermilion

Bibir atas yang normal mempunyai otot orbicularis oris utuh, 2 buah philtrum
ridge yang sejajar dan sama panjang dengan di tengahnya terbentuk philtrum dimple.
Disamping itu mempunyai cupid bow, di bagian permukaan mempunyai vermilion yang
simetris (milard). Vaskularisasi berasal dari a. labialis superior dan inferior, cabang dari a.
facialis. Arteri labialis terletak antara m.orbicularis oris dan submukosa sampai zona transisi
vermilion-mukosa.
Innervasi sensoris bibir atas berasal dari cabang N.cranialis V (N.Trigeminus) dan
N.Infraorbitalis. Bibir bawah mendapat innervasi sensoris dari N.Mentalis. Pengetahuan
innervasi sensoris ini penting untuk melakukan tindakan blok anastesi. Innervasi motoric
bibir berasal dari N.Cranialis VII (N.Facialis). Ramus buccalis N. Facialis menginnervasi m.
orbicularis oris dan M. Elevator Labii. Ramus mandibularis N. Facialis menginnervasi
m.orbicularis oris dan m.depressor labii.12 Muskulus utama bibir adalah m. orbicularisoris
yang melingkari bibir. Muskulus ini tidak melekat pada tulang, berfungsi sebangai sfingter
rima oris. Dengan gerakan yang kompleks, muskulus ini berfungsi untuk puckering,
menghisap, bersiul, meniup dan menciptakan ekspresi wajah. Kompetensi oris dikendalikan
oleh m. orbicularisoris, dengan muskulus ekspresi wajah lainnya daerah otot ini dikenal
dengan istilah modiolus.

Langit-langit mulut membentuk batas dinamis antara rongga mulut dan rongga hidung. Ini
terdiri dari anterior palatum durum dan posterior palatum molle. Palatum molle mulut adalah
struktur dinamis yang berfungsi sebagai katup antara oropharynx dan nasofaring. Platum
yang intak dapat secara berkala, selektif, dan benar-benar mengisolasi nasofaring dari
oropharynx. Palatum molle yang utuh penting untuk untuk bicara dan makan yang normal.
Palatum durum terdiri dari palatum bertulang dan mukosa yang melekat secara utuh
kepada periosteum. Palatum durum bertulang ini terdiri dari pasangan prosesus palatina
maksilla dan porsi horizontaldari tulang palatina. Bagian ujung alveolar dari maksila
menunjukkan bahgian anterior dan batas lateral palatum durum. Aspek posterior dikenal
sebagai ujung bebas karena tidak memiliki sebarang tulang. Dari tepi batas ini palatum molle
menempel pada palatum durum. Palatum terdiri dari palatum durum dan palatum molle yang
bersama-sama membentuk atap mulut dan dasar hidung. Prosesus palatina dari maksila dan
lamina horizontal dari tulang palatine membentuk palatum durum. Suplai darah palatum
berasal dari arteri maksilaris interna, arteri palatina yang lebih besar memperdarahi palatum
durum, arteri palatina yang lebih kecil memperdarahi palatum molle

Gambar 5. Anatomi rongga mulut dan rongga hidung, tampak sagital

Palatum molle juga dikenali sebagai velum. Persarafan berasal dari nervus palatina
inferior dan nervus nasopalatina. Palatum molle terjadi dari jaringan fibromuskular yang
terdiri dari otot-otot yang saling melekat pada bagian posterior palatum durum. Bagian ini
menutup nasofaring dengan menekan dan mengangkat, dengan cara ini berhubungan dengan
sisi passavants di posterior. Palatum molle terdiri dari tensor velli palatini, levator velli
palatini, muskulus uvula, palatoglosus, dan muskulus palatofaringeus.
Mukosa dari palatum molle menempel pada anterior palatum durum dan ke
lateral dinding faringeal. Sisi posterior palatum molle bebas dari sembarang pelengketan.
Otot dari paltum molle secara selektif dapat mengisolasi nasofaring dari oropharynx. Ketika
bernapas, tepi posterior palatum molle berada dalam posisi hampir vertikal. Hal ini
memungkinkan komunikasi antar kavitas oral dan kavitas nasal, diamana memfasilitasi
pernafasan pada nasal. Sebaliknya selama berbicara dan menelan otot dari palatum molle
berkontraksi dan menarik palatum molle ke arah yang lebih horizontal yang menghubungkan
faringeal posterior.
Palatum molle terdiri dari lima pasangan otot dan pusat aponeurosis. Pasangan otot
uvula berasal dari posterior tulang belakang hidung dan dimasukkan di anak uvula. Tensor
veli palatini yang berasal dari dinding lateral tuba Eustachian. Ia menjadi tendon yang sempit
dimana secara lateral melengkung hamulus sebelum bergabung palatum molle sebagai tendon
triangular yang luas. Didalam palatum molle, fiber tensor veli palatini berjalan lateral ke
medial. Kontraksi otot ini menghasilkan sebuah kekuatan lateral yang mengeraskan palatum
molle. Tensor veli palatini adalah pembuka utama tuba estachius. Levator veli palatini berasal
dari aspek medial tuba Eustachii dan pada permukaan inferior dari tulang temporal. Ini
menyebabkan penyisipan secara anterior dan inferior di permukaan atas palatum molle.
Kontraksi levator veli palatini menaikkan palatum molle dan menutup nasofaring. Dua
pasang otot terakhir yang berkontribusi terhadap palatum molle adalah otot palatoglossus dan
palatopharyngeus. Palatoglossus bersama-sama dengan mukosa atasnya membentuk tiang
anterior tonsillar. Palatoglossus memanjang dari inferior lidah ke superior palatum molle.
Palatoglossus berfungsi sebagai sfingter untuk mencegah regurgitasi oral selama menelan
makanan. Pasangan otot palatopharyngeus berjalan dari lateral dinding faring ke palatum
molle. Palatopharyngeus bersama-sama dengan mukosa membentuk tiang posterior tonsilar.
Palatoglossus mengangkat laring selama menelan untuk membantu mencegah aspirasi.

E. ETIOLOGI
Penyebab labiognatopalatochisis sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa
hipotesis yang dikemukanan dalam perkembangan kelainan antara lain:
1. Insuffisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan untuk proses tumbuh kembang
organ-organ terkait selama masa embrional, seperti juga pada anomaly kongenital lainnya.
Insuffisiensi ini disebabkan beberapa hal :
a. Kuantitas : gangguan sirkulasi feto-maternal, termasuk stress pada masa kehamilan dan
syok hipovolemik terutama pada trimester pertama kehamilan
b. Kualitas : defisiensi gizi (vitamin dan mineral khususnya asam folat, vitamin C dan zink,
anemi dan kondisi hipoksik. Defisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan menyebabkan
gangguan dan/atau hambatan pada pusat pertumbuhan dan rangkaian proses kompleks.
c. Teori bioseluler : perkembangan palatum melibatkan interaksi mesenkhim epithelial.
Proses signaling melibatkan molekul matriks dan growth factor yang mempengaruhi ekspresi
genetic dari sel-sel neural crest yang mengalami migrasi dan kematian sel terprogram (dan ini
dipengaruhi oleh asam retinoat, glukokortikoid); dan gen-gen yang terpengaruh ini akan
mengakibatkan timbulnya gangguan fusi. Mediator-mediator yang kemudian diketahui
mempengaruhi gen-gen tersebut antara lain Hox B (murine hox2), Transforming Growth
Factor (TGF A&B), Epidermal Growth Factor (IGF 1&2). Pola ekspresi dari gengen ini
melibatkan proses replikasi mRNA dan penurunan jadar protein, sehingga sel yang
bersangkutan tidak memiliki kemampuan bermigrasi, proliferasi dsb.
2. Pengaruh penggunaan obat-obatan yang bersifat teratologik, termasuk jamujamuan dan
penggunaan kontrasepsi hormonal.
3. Infeksi khususnya infeksi viral dan khalimidial (toksoplasmosis)
4. Factor genetik, yang diduga kuat pada keluarga dengan riwayat kelainan yang sama.
Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu X-linked gen,
yaitu Xq13-21 pada lokus Sp243 pada pasien sumbing bibir dan langitan. Kenyataan lain
yang menunjang, bahwa demikian banyak kelainan/sindrom disertai celah bibir dan langitan
(khususnya jenis bilateral), melibatkan anomaly skeletal, maupun defel lahir lainnya.

F. DIAGNOSIS
CLP memberikan tanda klinis yang spesifik sehingga mudah untuk didiagnosis. Bahkan
beberapa dapat dideteksi pada waktu kehamilan.

Diagnosis Prenatal
Deteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi telah digunakan untuk
memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat invasif dan dapat
menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik ini mungkin tepat
digunakan untuk konfirmasi pada beberapa cacat/kelainan pada kehamilan yang
kemungkinan besar akan diakhiri. Teknik lain seperti ultrasonografi intrauterine, magnetic
resonance imaging, deteksi kelainan enzim pada cairan amnion dan transvaginal
ultrasonografi keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses CLP secara antenatal. Tetapi,
pemeriksaan-pemeriksaan yang tersebut di atas dibatasi pada biaya, invasifitas dan
persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal merupakan alat yang paling sering digunakan
pada deteksi antenatal CLP, yang memberikan keamanan dalam prosedur, ketersediaannya,
dan digunakan secara luas pada skrining anatomi antenatal.
Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan diri terlebih dahulu
terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan memiliki suatu kelainan/cacat. Mereka
dapat menemui anggota dari kelompok yang memiliki CLP, belajar mengenai pemberian
makanan khusus dan memahami apa yang harus diharapkan ketika bayi lahir. Sebagai
pembanding, ibu yang menerima konseling pada 2 pekan awal kehidupan mungkin akan lebih
merasa bingung dan kewalahan. Deteksi dini juga memperkenankan kepada ahli bedah untuk
bertemu dengan keluarga sebelum kelahiran dalam atmosfer yang rileks dan mendiskusikan
pilihan perbaikan. Dengan waktu konseling dan rencana yang tepat, dapat menjadi hal yang
mungkin untuk dapat melaksanakan perbaikan dari unilateral cleft lip pada minggu pertama
kehidupan.

Diagnosa Postnatal
Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat kelahiran. Celah
dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang dari bibir hingga ke gusi
atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah hanya terdapat pada otot palatum molle (soft
palate (submucous cleft), yang terletak pada bagian belakang mulut dan tertutupi oleh
mouth's lining. Karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat didiagnosa
hingga beberapa waktu. Masalah-masalah yang ditemukan pada bayi misalnya sulit
menyusui, gangguan berbicara, infeksi telinga serta gangguan gigi dan mulut dapat
menambah tegaknya diagnosis.

G. KLASIFIKASI
Palatoschisis dapat berbentuk sebagai palatoschisis tanpa labioschisis atau disertai
dengan labioschisis. Palatoschisis sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh sebagai celah
hanya pada palatum molle, atau hanya berupa celah pada submukosa. Celah pada keseluruhan
palatum terbagi atas dua yaitu komplit (total), yang mencakup palatum durum dan palatum
molle, dimulai dari foramen insisivum ke posterior, dan inkomplit (subtotal). Palatoschisis
juga dapat bersifat unilateral atau bilateral.2,11
:
 CLP Unilateral Inkomplit
Celah unilateral inkomplit ditandai dengan berbagai derajat pemisahan bibir vertikal, tetapi
masih memiliki nasal yang intak atau pita Simonart.

CLP Unilateral Inkomplit

 CLP Unilateral Komplit


Celah unilateral komplit ditandai dengan gangguan pada bibir, batas nostril, dan alveolus
(palatum komplit primer). Pada jenis ini, tidak terdapat pita simonart yang menghubungkan
dasar alar ke kaki palatum di kartilago lateral bawah hidung sehingga mengakibatkan
penyambungan abnormal pada muskulus orbikularis oris.
CLP Unilateral Komplit

 CLP Bilateral Inkomplit


CLP bilateral komplit merupakan celah yang terjadi dikedua sisi bibir dan tidak memanjang
hingga ke hidung.

CLP Bilateral Inkomplit

 CLP Bilateral Komplit


Jika celah bibir terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. Dapat
terlihat adanya penonjolan pada daerah premaxilla, yang disebabkan tidak adanya hubungan
dengan daerah lateral dari palatum durum.
CLP Bilateral Komplit

Meskipun banyak para ahli bedah yang menggunakan klasifikasi deskriptif dari cacat
sumbing selama pengkajian awal pasien, system klasifikasi lain sering digunakan untuk
penelitian maupun pencatatan data. Kernahan dan Stark menciptakan skema klasifikasi
diagram “Y” dan modifikasinya terus digunakan di banyak cleft center. Diagram ini
didasarkan pada pembagian embriologi atas langit primer (bibir dan alveolus) dan langit
sekunder di foramen incisivus.
Sedangkan Otto Kriens memperkenalkan suatu pengklasifikasian yang berbeda berdasarkan
akronimnya. Akronim LASHAL menunjukkan anatomi bilateral dari bibir (L), alveolus (A),
langit keras (H), dan langit lunak (S), dengan arah dari kanan ke kiri. Huruf kecil mewakili
struktur yang tidak cacat, yang mana menunjukkan tidak ada celah. Saat ini, system ini
digunakan untuk pencatatan hasil dari Asosiasi American Cleft Palate dan Craniofacial.
Bibir disingkat sebagai L (lips), gusi disingkat sebagai A (alveolar), langit-Iangit dibagi
menjadi dua bagian yaitu H (hard palate) dan S (soft palate).Bila norrnal (tidak ada celah)
maka urutannya dicoret, celah komplit (lengkap) dengan huruf besar, celah inkomplit (tidak
lengkap) dengan huruf kecil dan huruf kecil dalam kurung untuk kelainan microform.
Pemakaian sistem LAHSHAL ini juga sesuai dengan ICD(International Code Of
Diagnosis).1
LAHSHAL SYSTEM
L=Lip; A=Alveolus; H=Hard Palate; S=Soft Palate
 S selalu di tengah
 Yang mendahului S adalah bagian kanan dan sesudah S adalah bagian kiri
 Huruf besar menunjukkan bentuk celah total
 Huruf kecil menunjukkan bentuk partial
 Di dalam kurung adalah bentuk microform
 Strip berarti normal atau intak.1

H.PENATALAKSANAAN
Penanganan dari CLP meliputi kerjasama multidisiplin untuk mendapatkan hasil yang
optimal dimulai sejak bayi hingga dewasa. Ini termasuklah kerjasama dari ahli bedah plastik,
spesialis THT, orthodontist, ahli fisioterapi, speech therapist, ahli psikologis, spesialis anak
maupun pekerja sosial. Penanganan CLP memerlukan rencana terapi yang lama dan panjang
mengikut umur pasien dengan tujuan untuk memberikan hasil yang optimal.
Dalam penanganan penderita Cleft lip dipedukan kerjasama para spesialis dalam suatu
tim yang akan diatur dalam sebuah protokol Cleft lip, yaitu:1
1. Pasien umur 3 bulan (the over tens)
a. Operasi bibir dan hidung
b. Pencetakan model gigi
c. Evaluasi telinga
d. Pemasangan grommets bila perlu

2. Pasien umur 10 - 12bulan


a. Operasi palatum
b. Evaluasi pendengaran dan telinga

3. Pasien umur 1 - 4 tahun


a. Evaluasi bicara, dimulai3 bulan pasca operasi, follow up dilakukan oleh speech
pathologist.
b.Evaluasi pendengaran dan telinga

4. Pasien umur 4 tahun


Kalau bicara tetap jelek dipertimbangkan repalatografy atau pharyngoplasty.

5. Pasien umur 6 tahun


a. Evaluasi gigi dan rahang, pembuatan model.
b. Melakukan nasoendoskopi bagi yang memerlukan.
c. Evaluasi pendengaran

6. Pasien umur 9-10 tahun


Alveolar bone graft
7. Pasien umur 12 -13 tahun
a. Final touch untuk operasi-operasi yang dulu pemah dilakukan, bila masih ada
kekurangannya.

8. Pasien umur 17 tahun


a. Evaluasi tulang-tulang muka
b. Operasi advancement osteotomy Le Fort I

I.PROGNOSIS

Tindakan operasi dan rekonstruksi yang mendetail pada umumnya menghasilkan


perbaikan yang lebih baik, sehingga terlihat sebagai bibir yang normal. Pada kenyataannya
banyak faktor yang berpengaruh di luar dari teknik perbaikan itu sendiri. Pada akhirnya, hasil
yang dicapai tergantung dari komplikasi yang terjadi, keadaan tulang tengkorak dimana
terjadi celah, dan efek pertumbuhan dan perkembangan jaringan dari masing-masing individ
DAFTAR PUSTAKA

1. Hopper RA, Cutting C, Grayson B. Cleft Lip and Palate. In: Thorne CH,
Beasley RW, Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL, editors. Grabb& Smith’s
Plastic Surgery 6th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 201-205.
2. Leksana, Mirzanie H. Chirurgica Re-Package Edition. Jogjakarta: Tosca
Enterprise; 2005. p. IX13-5.
3. Randall S.W, Dianne C.D. Cleft lip and palate. In: Townsend C.M. editor.
Sabiston Textbook of Surgery 17th Edition. Pennsylvania: Elsevier Saunders; 2004.
p. 2189-2191.
4. Saleh M.S, John W.S, Alan B., Forest S.R, Eser Y. Plastic and Reconstructive
Surgery. In: Brunicardi F.C. Scwartz’s Manual 0f Disease 8th Edition. p. 1173- 1174
5. Hongshik H, Kang N.H, Patel P.K. Craniofacial, Cleft Lip Repair; (cited on
18th February 2010); available at http://emedicine.medscape.com/article/457394-

Anda mungkin juga menyukai