Anda di halaman 1dari 64

MAKALAH SGD

KEPERAWATAN MUSKULOSKELETAL

Asuhan Keperawatan dan Tumbuh Kembang Anak (DDST) dengan


Kelainan Kongenital Sistem Muskuloskeletal : Polidactili dan Syndactili

Fasilitator :
Ilya Krisnana, S.Kep. Ns., M.Kep

Oleh :
Kelompok 1. A2/2015

1. Cintya Della Widyanata 131511133007


2. Ika Zulkafika Mahmudah 131511133008
3. Elma Karamy 131511133026
4. Rizky Sekartaji 131511133028
5. Prisdamayanti Ayuningsih 131511133067
6. Maria Nerissa Arviana 131511133081
7. Nisaul Azmi Nafilah 131511133091
8. Firdha Lailil Fadila 131511133117
9. Lili Putri Roesanti 131511133122

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, ridho , dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Adapun makalah “Asuhan Keperawatan dan Tumbuh Kembang
Anak (DDST) dengan Kelainan Kongenital Sistem Muskuloskeletal : Polidactili
dan Syndactili” ini disusun dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan
pembimbing kepada penulis. Dalam menyelesaikan makalah ini , penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Ilya Krisnana, S. Kep, Ns., M. Kep. selaku dosen dari mata kuliah
Keperawatan Integumen yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk
membimbing dan mengarahkan penulis.
2. Teman-teman, selaku pendorong motivasi dalam menyelesaikan makalah
ini.

Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari
Allah SWT. Saran dan kritik sangat diterima karena penulis menyadari makalah
ini jauh dari kata sempurna . Mohon maaf bila ada kesalahan kata dari penulis.
Akhir kata semoga ilmu dalam makalah ini dapat bermanfaat dan diterapkan
secara efektif . Terimakasih

Surabaya, 3 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................
1.3 Tujuan.................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polidactili ...........................................................................................................
2.2 Syndactili..........................................................................................................
BAB III WEB OF CAUTION
3.1 WOC Polidactili ...............................................................................................
3.2 WOC Syndactil.................................................................................................
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN DAN TUMBUH KEMBANG ANAK
(DDST) DENGAN KELAINAN KONGENITAL MUSKULOSKELETAL
4.1 Asuhan Keperawatan : Polidactili.....................................................................
4.2 Asuhan Keperawatan : Syndactili ....................................................................
4.2 Asuhan Keperawatan Kasus Polidactili
………………………………..43
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Fakta …………………………………………………………………...51
5.2 Teori …………………………………………………………………...52
5.3 Opini …………………………………………………………………..53
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan.......................................................................................................
6.2 Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu kelainan bawaan sejak lahir adalah sindaktili yakni kelainan
jari berupa pelengketan dari dua jari atau lebih sehingga telapak tangan
menjadi berbentuk seperti kaki bebek atau angsa. Dalam keadaan normal,
ada sejumlah gen yang membawa “perintah” kepada deretan sel diantara
dua jari untuk mati, sehingga kedua jari tersebut menjadi terpisah sempurna.
Pada kelainan ini, gen tersebut mengalami gangguan. Akibatnya, jari-jari
tetap menyatu dan tidak terpisah menjadi lima jari. Jari yang sering
menglami pelengketan adalah jari tulunjuk dengan jari tengah, jari tengah
dengan dengan jari manis, atau ketiganya. Sindaktili terjadi pada 1 dari
2.500 kelahiran. Lebih banyak terjadi pada bayi laki-laki dibanding
perempuan.
Polidaktili merupakan kelainan pertumbuhan jari sehingga jumlah jari
pada tangan atau kaki lebih dari lima. Dikenal juga dengan nama
hiperdaktili. Bila jumlah jarinya enam disebut seksdatili, dan bila tujuh
disebut heksadatili. Polidaktili terjadi 1 dari 1.000 kelahiran. Penyebabnya
bisa karena kelainan genetika atau factor keturunan, sehingga kelainan ini
tidak dapat dilakukan pencegahan. Bentuknya bisa berupa gumpalan daging,
jaringan lunak, atau sebuh jari lengkap dengan kuku dan ruas-ruas yang
berfungsi normal. tapi, umumnya hanya berupa tonjolan daging kecil atau
gumpalan daging bertulang yang tumbuh disisi luar ibu jari atau jari
kelingking. Kelebihan jari pada sisi ibu jari lebih banyak daripada sisi jari
kelingking.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep teori Polidactili ?
1.2.2 Bagaimana konsep teori Syndactili ?
1.2.3 Bagaimana asuhan keperawatan dan tumbuh kembang anak (DDST)
dengan kelainan kongenital musculoskeletal Polidactili ?
1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan dan tumbuh kembang anak (DDST)
dengan kelainan kongenital musculoskeletal Syndactili ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui tentang konsep teori Polidactili
1.3.2 Untuk mengetahui tentang konsep teori Syndactili
1.3.3 Untuk mengetahui asuhan keperawatan dan tumbuh kembang anak
(DDST) dengan kelainan kongenital musculoskeletal Polidactili
1.3.4 Untuk mengetahui asuhan keperawatan dan tumbuh kembang anak
(DDST) dengan kelainan kongenital musculoskeletal Syndactili
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polidactili
Konsep Perkembangan dan Stimulus untuk Motorik Halus dan Motorik
Kasar pada anak dengan Polidaktili
Keterampilan motorik adalah gerakan-gerakan tubuh atau bagian-bagian
tubuh yang disengaja, otomatis, cepat dan akurat. Gerakan-gerakan ini
merupakan rangkaian koordinasi dari beratus-ratus otot yang rumit. Namun,
pada anak dengan polidaktili tentu akan lebih sulit dalam perkembangan
motorik halus dan kasar dikarenakan adanya faktor ketidaknormalan, namun
tidak banyak perbedaan tumbuh kembang yang berarti dengan anak normal
pada umumnya. Keterampilan motorik ini dapat dikelompokkan menurut
ukuran otot-otot dan bagian-bagian badan yang terkait, yaitu keterampilan
motorik kasar (gross motor skill) dan keterampilan motorik halus (fine motor
skill). Lerner & Hultsch (1983). Keterampilan Motorik Halus; meliputi otot-
otot kecil yang ada diseluruh tubuh, seperti menyentuh dan memegang.
Keterampilan Motorik Kasar; meliputi keterampilan otot-otot besar lengan,
kaki, dan batang tubuh, seperti berlatih untuk mengikat sepatu sendiri,
melompat dan berjalan. Lerner & Hultsch (1983).
Menurut dr. Radix Hadriyanto, Sp.A beberapa ciri khas tumbuh
kembang anak yang normal secara umum menurut klasifikasi umurnya,
stimulasi gerak kasar dan halus yang dapat diberikan antara lain:
a. Usia 0-1 tahun
Di usia 3-4 bulan kandungan, janin sudah menunjukkan gerakan
tubuh pertamanya, yang semakin bertambah sejalan dengan pertambahan
usia kehamilan. Gerakan kedua muncul saat bayi lahir, yaitu gerak refleks.
Gerakan seperti mengisap puting susu ibu, gerak refleks tangan dan kaki,
mengangkat kepala saat ditengkurapkan, dan membuka jari saat telapak
tangannya disentuh, merupakan gerakan refleks yang bertujuan untuk
bertahan, gerak refleks seharusnya distimulasi agar kemampuan awal si
kecil terbentuk. Contohnya, bila gerak refleks tangan distimulasi dengan
baik, dalam usia 2-3 bulan, bayi memiliki kemampuan menggenggam
benda-benda yang berukuran besar.
Stimulasi yang bertahap dan berjenjang akan memberikan manfaat
dalam kemampuan dan keterampilan menggenggam pada bayi. Bayi akan
mampu menggenggam benda-benda yang lebih kecil hingga akhirnya bisa
menggenggam sendok atau pensil warna.
Kemampuan kinestetik lain yang mesti dimiliki bayi usia 3-6 bulan
adalah merayap dan merangkak. Kemampuan ini merupakan awal dari
perkembangan bergerak maju, duduk, berdiri, dan berjalan. Orangtua bisa
menempatkan bola warna-warni di depan bayi saat ia tengkurap. Warna-
warni akan menarik bayi untuk mengambil dengan berusaha bergerak
maju.
Setelah merangkak, anak akan belajar berjalan. Untuk berjalan,
diperlukan kekuatan otot kaki, punggung, perut, keseimbangan tubuh,
koordinasi mata-tangan-kaki, serta aspek mental, emosional, dan
keberanian. Dengan banyaknya aspek yang terlibat dalam proses berdiri
dan berjalan, jumlah sel otak yang terstimulasi pun bertambah banyak.
Saat belajar berjalan, anak mencoba merambat dan berdiri sambil
berpegangan benda-benda yang kuat
b. Usia 1-2 tahun
Di usia setahun, seluruh kemampuan dan keterampilan
kinestetiknya sudah terbentuk. Untuk itu, perlu diberikan pengembangan
stimulasi dengan penambahan pada bentuk, media, tingkat kesulitan, dan
lainnya. Cara yang mudah adalah banyak bermain bersama anak seperti
berlari, melompat, melempar, menangkap, berguling, dan lain-lain.
Anak akan lebih mudah belajar melempar daripada menangkap.
Agar kemampuan anak menangkap bola atau benda bertambah, rajin-
rajinlah orangtua bermain lempar-tangkap bola. Dengan cara ini pula
kemampuan koordinasi mata dan tangan anak akan terlatih. Bila anak
sudah mampu menangkap dan melempar, tingkat kesulitannya bisa
ditambah. Contohnya, menambah jarak lempar-tangkap, mengganti bola
yang lebih besar dengan yang kecil, serta arah lemparan semakin cepat.
Keterampilan motorik halus dan kasar berguna untuk kemampuan
menulis, menggambar, melukis, dan keterampilan tangan lainnya. Anak
juga bisa dilatih mengembangkan otot kaki, misalnya menendang bola,
melompat dengan dua kaki, serta menaiki anak tangga (tentu dibantu
orang dewasa)
c. Usia 3-4 tahun
Di usia ini, keterampilan dan kemampuan anak sebenarnya tidak
jauh berbeda dengan anak usia 1-2 tahun. Perbedaan yang nyata hanya
pada kualitasnya. Anak usia 3-4 tahun berlari lebih cepat ketimbang anak
usia 1-2 tahun, lemparannya lebih kencang, dan sudah mampu menangkap
dengan baik.
Kemampuan motorik kasar otot kaki anak, selain berjalan dan
berlari cepat, antara lain mampu melompat dengan dua kaki, memanjat
tali, menendang bola dengan kaki kanan dan kiri. Untuk motorik kasar otot
lengan, anak mampu melempar bola ke berbagai arah, memanjat tali
dengan tangan, mendorong kursi, dan lainnya.
Kemampuan yang melibatkan motorik halus untuk koordinasi
mata-tangan, yaitu mampu memantul-mantulkan bola beberapa kali,
menangkap bola dengan diameter lebih kecil, melambungkan balon,
keterampilan coretan semakin baik. Agar kemampuan dan keterampilan
motorik halus serta kasar kian berkembang, anak bisa diberikan stimulasi
kinestetik. seperti berjalan atau berlari zigzag, berjalan dan berlari mundur
untuk mengembangkan otak kanan, melompat dengan dua kaki ke
berbagai arah, menendang bola dengan kaki kanan atau kiri ke berbagai
arah, melempar bola ke berbagai arah dengan bola sedang sampai kecil,
melempar bola ke sasaran seperti huruf, angka, atau gambar, menangkap
bola dari berbagai arah, bermain bulutangkis, mencoret-coret berbagai
bentuk geometri untuk mengembangkan otak kiri dan kanan, serta
menggerakkan kedua tangan dan kaki dengan memukul drum mainan.
d. Usia 5-6 tahun
Pada usia 5-6 tahun, hampir seluruh gerak kinestetiknya dapat
dilakukan dengan efisien dan efektif. Gerakannya pun sudah terkoordinasi
dengan baik. Namun, anak kelompok usia ini lebih menyukai permainan
yang tidak banyak melibatkan motorik kasar. Mereka lebih menyukai
permainan yang menggunakan kemampuan berpikir seperti bermain
puzzle, balok, bongkar pasang mobil, serta mulai tertarik pada games di
komputer maupun play station.

Melakukan Penilaian Perkembangan Anak


Untuk menilai perkembangan anak, yang pertama dilakukan yakni
wawancara tentang faktor yang mungkin menyebabkan gangguan
perkembangan, kemudian melakukan tes skrining perkembangan anak dengan
DDST I, DDST II, inventaris skrining awal.
Instrumen Kisaran umur Waktu Sumber
DDST 0-6 tahun 20-30 menit Bahan-bahan perkembangan Denver
DDST II 0-6 tahun 30-45 menit Bahan-bahan perkembangan Denver II
Skrining multi domain cepat dengan
sensitivitas dan spesifitas lebih baik
Inventaris
3-6 tahun daripada skala Mc Carthy.
skrining awal
Teacher College Press 1234 Amsterdam
Ave and New York NY 100 77
Uji bahas reseptif saja yang divalidasi,
cepat dan mudah digunakan, berkolersi
Uji Kosakata
2,5- 4 tahun 10-20 menit baik IQ verbal tapi bukan uji IQ.
Pea Body
American Guidance Service, POBOX
100 circle MN 550

A. Definisi
Polidactili adalah gabungan kata dari dari bahasa Yunani “polus”
yang artinya banyak dan “Daktulos” yang artinya jari. Polidactili dapat
juga disebut sebagai hiperdactili yaitu kelainan konginetal pada jari bisa
pada jari tangan atupun jari kaki dengan jumlah lebih dari normal. Jumlah
normal jari tangan maupun kaki setiap orang adalah lima. Namun, pada
penderita polidactili terdapat jari tambahan, baik yang terlihat maupun
tidak terlihat, dan letaknya tiap orang berbeda-beda (WHO, 2009).

B. Klasifikasi
Klasifikasi polidactili diantaranya:
1. Preaxial polydactili (Thumb polydactyly)
Preaxial polydactili merupakan duplikasi pada ibu jari. Wassel,
1969 mengklasifikasikan Preaxial polydactili menjadi 7 tipe,
diantaranya:
a. Tipe I, phalanx distal bercabang
b. Tipe II, phalanx distal berduplikasi
c. Tipe III, phalanx proksimal bercabang tetapi phalanx distal
berduplikasi
d. Tipe IV sering terjadi, baik phalanx proksimal maupun phalanx
distal berduplikasi
e. Tipe V metakarpal dari ibu jari bercabang, dan kedua phalanx distal
dan proksimal berduplikasi
f. Tipe VI metakarpal ibu jari dan kedua phalanx distal dan proksimal
berduplikasi
g. Tipe VII ibu jari hanya memiliki 3 ruas phalanx.
Selain yang diklasifikasikan oleh wassel, Al-Qattan
menambahkan 4 jenis preaxial polidactili yaitu :
a. Rudimentary : tonjolan kecil dengan tangkai yang sempit;
b. Triplication : tiga jempol (melipattigakan mungkin pada tingkat
yang sama atau berbeda, satu atau lebih komponen mungkin
menampilkan triphalangism);
c. Symphalangism : jenis Wassel II-VII dengan symphalangism
d. Others : Setiap kasus yang sulit untuk mengklasifikasikan.
Pada penelitian Al-Qattan yang melibatkan 228 orang dengan
polidactili ibu jari menunjukkan tipe wassel IV memiliki insidensi
paling banyak yaitu sekitar 33,8 %. Kasus yang jarang ditemukan yaitu
tipe wassel I dan tipe lainnya yang sulit diidentifikasi yaitu sebanyak
0,4% dari orang yang di teliti (Al-Qattan et al, 2010).
Polidaktili ibu jari biasanya terjadi sporadik, walaupun ketika
dihubungkan dengan triphalanx ibu jari predisposisi herediter lebih
tinggi. Diantara 21 pasien polidaktili ibu jari dengan triphalank ibu
jari, 10 pasien mempunyai riwayat keluarga yang mempunyai kelainan
yang sama. Polidaktili preaxial dapat terjadi pada penyakit sindromic
seperti Fanconi’s anemia, Holt-Oram syndrome dan Rubinstein-Taybi
syndrome (G.H. Baek in Donald Laub’s Conginital anomalis of upper
extremity:etiology and Management).
2. Postaxial Polidactili ( ulnar polydactyly)
Polidactili yang paling sering terjadi, di mana digit ekstra pada
sisi ulnar tangan hingga sisi jari kelingking. Klasifikasi ulnar
polidactili berdasarkan stelling dan turez, diklasifikasikan menjadi 3
tipe, yaitu :
a. Tipe I, terdapat tambahan soft-tissue mass tetapi tidak ada
pertumbuhan tulang tambahan pada tangan, sering tidak terdapat
tulang, sendi atau tendon, dan dihubungkan pada tangan oleh
narrow pedicle. Polidaktili tipe I terdiri dari jaringan lunak yang
terhubung dengan tulang. Sering kali tidak terdapat tulang, kartilago
dan tendon pada tipe ini.
b. Tipe II, sebagian atau seluruh jari terduplikasi dengan tulang
normal, kartilago atau komponen otot, hal itu berhubungan dengan
pembesaran atau terpecah menjadi dua metakarpal atau phalanx.
Polidaktili tipe II terdiri dari duplikasi dari sebuah jari. Tercatat
bahwa jari ini terhubung dengan kepala metakarpal yang melebar.
c. Tipe III, seluruh jari dengan metakarpal dan seluruh komponen soft
– tissue terduplikasi, tetapi tipe ini jarang terjadi. Polidaktili tipe III,
jari tambahan sempurna dengan metakarpal dan semua jaringan
lunaknya sendiri.

Klasifikasi ulnar polidactyly berdasarkan Temtamy dan Mc-


Kusick duplikasi jari kelingking dibagi menjadi dua tipe, diantaranya :
a. Type A, jari tambahan tumbuh penuh. Seeorang dengan polidaktili
tipe A dapat menghasilkan keturunan dengan polidaktili tipe A atau
B.
b. Type B, jari tambahan tumbuh tidak sempurna dan bercabang.
Seseorang dengan polidaktili tipe B dapat menghasilkan keturunan
dengan hanya polidaktili tipe B.

(Gambar: Klasifikasi ulnar polydactyly. Matthew, Hilthon, Terry in


Donald Laub’s Conginital anomalis of upper extremity:etiology and
Management)
3. Axial polydactili
Duplikasi dari jari telunjuk, jari tengah dan jari manis
dihubungkan pada polidaktili sentral atau axial. Kelebihan jari tengah
dan jari manis sering disembunyikandalam jaringan antara
penghubung jari- jari yang normal.
C. Etiologi
Faktor-faktor penyebab Polydactil
1. Kelainan Genetik dan Kromosom
Diturunkan secara genetik (autosomal dominan). Jika salah satu
pasangan suami istri memiliki polidaktili, kemungkinan 50% anaknya
juga polidaktili. Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan
besar akan berpengaruh atas polidaktili pada anaknya. Di antara
kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi
dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur
dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.
Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan
kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-
langkah selanjutya.
2. Faktor Teratogenik
Teratogenik (teratogenesis) adalah istilah medis yang berasal dari
bahasa Yunani yang berarti membuat monster. Dalam istilah medis,
teratogenik berarti terjadinya perkembangan tidak normal dari
sel selama kehamilan yang menyebabkan kerusakan pada embrio
sehingga pembentukan organ-organ berlangsung tidak sempurna
(terjadi cacat lahir).
Teratogenik adalah perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ
yang dihasilkan dari perubahan fisiologi dan biokimia. Senyawa
teratogen akan berefek teratogenik pada suatu organisme, bila
diberikan pada saat organogenesis. Apabila teratogen diberikan setelah
terbentuknya sel jaringan, sistem fisiologis dan sistem biokimia, maka
efek teratogenik tidak akan terjadi. Teratogenesis merupakan
pembentukan cacat bawaan. Malformasi (kelainan bentuk) janin
disebut terata, sedangkan zat kimia yang menimbulkan terata disebut
zat teratogen atau teratogenik.
Umumnya bahan teratogenik dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan
golongan nya yakni bahan teratogenik fisik, kimia dan biologis.
a. Faktor teratogenik fisik
Bahan tertogenik fisik adalah bahan yang bersifat teratogen
dari unsur-unsur fisik misalnya Radiasi nuklir, sinar gamma dan
sinar X (sinar rontgen). Bila ibu terkena radiasi nuklir (misal pada
tragedi chernobil) atau terpajan dengan agen fisik tersebut, maka
janin akan lahir dengan berbagai kecacatan fisik. Tidak ada tipe
kecacatan fisik tertentu pada paparan ibu hamil dengan radiasi,
karena agen teratogenik ini sifatnya tidak spesifik karena
mengganggu berbagai macam organ. Dalam menghindari terpaaan
agen teratogen fisik, maka ibu sebaiknya menghindari melakukan
foto rontgen apabila ibu sedang hamil. Foto rontgen yang terlalu
sering dan berulang pada kehamilan kurang dari 12 minggu dapat
memberikan gangguan berupa kecacatan lahir pada janin.
b. Faktor teratogenik kimia
Bahan teratogenik kimia adalah bahan yang berupa senyawa
senyawa kimia yang bila masuk dalam tubuh ibu pada saat saat
kritis pembentukan organ tubuh janin dapat menyebabkan
gangguan pada proses tersebut. Kebanyakan bahan teratogenik
adalah bahan kimia. Bahkan obat-obatan yang digunakan untuk
mengobati beberapa penyakit tertentu juga memiliki efek
teratogenik.
Alkohol merupakan bahan kimia teratogenik yang umum
terjadi terutama di negara-negara yang konsumi alkohol tinggi.
Konsumsi alkohol pada ibu hamil selama kehamilannya terutama
di trisemester pertama, dapat menimbulkan kecacatan fisik pada
anak dan terjadinya kelainan yang dikenal dengan fetal alkoholic
syndrome . Konsumsi alkohol ibu dapat turut masuk kedalam
plasenta dan memperngaruhi janin sehingga pertumbuhan otak
terganggu dan terjadi penurunan kecerdasan/retardasi mental.
Alkohol juga dapat menimbulkan bayi mengalami berbagai
kelainan bentuk muka, tubuh dan anggota gerak bayi begitu ia
dilahirkan. Obat-obatan untuk kemoterapi kanker umumnya juga
bersifat teratogenik. Beberapa polutan lingkungan seperti gas CO,
senyawa karbon dan berbagai senyawa polimer dalam lingkungan
juga dapat menimbulkan efek teratogenik.
c. Faktor teratogenik biologis
Agen teratogenik biologis adalah agen yang paling umum
dikenal oleh ibu hamil. Istilah TORCH atau toksoplasma, rubella,
cytomegalo virus dan herpes merupakan agen teratogenik biologis
yang umum dihadapi oleh ibu hamil dalam masyarakat. Infeksi
TORCH dapat menimbulkan berbagai kecacatan lahir dan bahkan
abortus sampai kematian janin. Selain itu, beberapa infeksi virus
dan bakteri lain seperti penyakit sifilis/raja singa juga dapat
memberikan efek teratogenik

D. Patofisologi
Polidaktili disebabkan kelainan kromosom pada waktu pembentukan
organ tubuh janin. Ini terjadi pada waktu ibu hamil muda atau trimester
pertama pembentukaan organ tubuh. Kemungkinan ibu banyak
mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet. Atau ada
unsur teratogenik yang menyebabkan gangguan pertumbuhan. kelebihan
jumlah jari bukan masalah selain kelainan bentuk tubuh. Namun demikia,
sebaiknya diperiksa kondisi jantung dan paru bayi, karena mungkin terjadi
multiple anomali.
Orang noralnya adalah yang memiliki hemozigotik reseif pp. Pada
individu heterozigotik Pp derajat ekspresi gen dominan itu dapat berbeda-
beda sehingga lokasi tambahan jari dapat bervariasi. Bila seseorang laki-
laki polidaktili heterozigotik manikah dengan perempuan normal, maka
dalam keturunan kemungkinan timbulnya polidaktili adalah 50% (teori
mendel). Ayah polidaktili heterozigot (Pp) x , ibu normal heterozigot (pp)
maka anaknya polidaktili (heterozigot Pp) 50%, norma (heterozigot pp)
50%.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala polidaktili pada anak
1. Ditemukan sejak lahir
2. Dapat terjadi pada salah satu atau kedua jaritangan atau kaki
3. Jari tambahan bisa melekat pada kulit ataupun saraf, bahkan dapat
melekat sampai tulang
4. Jari tambahan bisa terdapat dijempol (paling sering) dan keempat jari
lainnya
5. Dapat terjadi bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya, walaupun
jarang

F. Penatalaksanaan
1. Vascular Clip
Jika digit terbentuk tidak menyerupai jari atau lebih seperti
gumpalan kecil dan tidak mengandung tulang, maka perawatan
sederhana yang dapat dilakukan yaitu dengan memasang klip vaskular
pada area yang menempel pada kunjungan klinik. Klip akan
menghentikan aliran darah ke digit kemudian insisi dapat dilakukan
sama seperti saat pemotongan tali pusar setelah bayi lahir. Setelah
memasang klip, dokter akan menempatkan perban di tangan atau kaki
anak. Setelah beberapa minggu, anak dapat datang kembali ke klinik
untuk control dan melepas perban.
2. Operasi
Jika digit atau jari tambahan yang terbentuk lebih sempurna, ahli
bedah akan mengangkat melalui pembedahan di ruang operasi ketika
anak berusia sekitar 1 tahun. Operasi akan dilakukan sesuai dengan
kondisi jari yang tumbuh. Pada kasus yang lebih kompleks akan
memerlukan operasi yang lebih kompleks. Operasi dapat melibatkan
pemotongan pada area tulang, ligament, otot dan tendon untuk
mengangkat digit tambahan. Ahli bedah kemudian akan memindahkan
atau menyambung kembali beberapa struktur sebelum menutup kulit
sehingga seluruh tangan atau kaki bekerja dapat dengan baik dan
terlihat normal.
Setelah operasi, anak mungkin perlu memakai gips atau belat di
tangan atau kaki mereka saat fase penyembuhan. Dokter bedah akan
memeriksa pada kunjungan selanjutnya pada saat control untuk
memastikan bahwa proses penyembuhan berjalan dengan baik.
Beberapa anak yang menjalani proses operasi yang luas dengan
memotong banyak jaringan dapat mendapatkan terapi okupasi untuk
keadaan dengan begkak, jaringan parut dan kekakuan.

G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita polidaktil adalah
ketidaknyamanan, terutama polidaktili di kaki, saat memakai sepatu.
Multiple anomali yaitu terjadi atau terdapat beberapa kelainan. Ini
dikarenakan zat teratogenik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan janin
yang dapat menyebabkan kelainan lain pada anak misalnya pada jantung,
alat kelamin, dan sebagainya. Tetapi terjadinya kelainan bawaan
bersamaan polidaktili ini jarang terjadi.

H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan, yaitu:
d. Pemeriksaan Fisik
Terlihat adanya jari tambahan (inspeksi).
e. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi. Foto polos digunakan untuk menentukan
klasifikasi sindaktili yang terjadi pada klien anak serta melihat
keterlibatan tulang, tendon maupun jaringan lunak yang lain.
Pemeriksaan rontgen mungkin diperlukan untuk menentukan
apakah jari tambahan mengandung struktur tulang, dan untuk
menentukan perubahan yang dapat terjadi saat operasi (Jordan,
2007).
DDST (Denver Development Screening Test) adalah salah satu
metode screening terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini
bukanlah tes diagnostik atau tes IQ. (Soetjiningsih, 1998). DDST
digunakan untuk menaksir perkembangan personal sosial, motorik
halus, bahasa dan motorik kasar pada anak umur 1 bulan sampai 6
tahun.
b. Analisa kromosom merupakan tes untuk memeriksa kromosom
dalam sampel sel, yang dapat membantu mengidentifikasi masalah
genetic yang menyebabkan gangguan atau penyakit. Tes ini dapat
digunakan untuk tujuan hitung jumlah kromosom dan
mengidentifikasi perubahan struktural dalam kromosom.
c. USG dapat digunakan untuk diagnosis dini inta uteri.
d. Pemeriksaan biokimia. Beberapa kelainan bawaan menyebabkan
peningkatan produksi dan ekskresi enzim. Pemerikaan enzim
dapat dilakukan melalui pemeriksaan serum darah, sel-sel darah
atau kultur sel fibroblast kulit.
e. Biopsy tulang. Kadang kala diperlukan pada kelainan kelainan
tertentu.
2.2 Syndactili
Perkembangan dan Stimulus untuk Motorik Halus dan Motorik Kasar
pada anak dengan Sindaktili post operasi
Pada anak dengan Sindaktili post operasi tentu akan lebih sulit dalam
perkembangan motorik halus dan kasar karena terdapat bagian tubuh yang
akan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dan beraktivitas layaknya
anak normal pada umumnya, namun tidak banyak perbedaan tumbuh
kembang, hanya saja mengalami perlambatan dengan anak normal pada
umumnya.
Penilaian Perkembangan Anak
- Denver Developmental Screening Test (DDST) adalah metode pengkajian
yang digunakan secara luas untuk menilai kemajuan perkembangan anak.
Tes ini dapat memberikan jaminan kepada orang tua atau bermanfaat
dalam mengidentifikasi berbagai masalah dini yang mengancam tumbuh
kembang anak.
- Tes Denver II merupakan alat skrining untuk menemukan penyimpangan
perkembangan pada anak pasca kelahiran hingga usia 6 tahun. Tes
Denver II bukan merupakan tes IQ sehingga tidak dapat meramal
kemampuan intelektual, adaptif atau perkembangan anak dimasa
mendatang. Tujuannya adalah menilai tingkat perkembangan anak sesuai
kelompok seusianya, serta digunakan untuk memonitor dan memantau
perkembangan bayi atau anak dengan resiko tinggi terjadinya
penyimpangan perkembangan secara berkala.

A. Definisi
Sindaktili merupakan defek pada diferensiasi (Scanderbeg &
Dallapiccola , 2005). Sindaktili adalah kondisi terdapatnya tidak adanya
atau pembentukkan inkomplet jeda jarak diantara dua jari-jari (Brunner, et
al, 2007). Sindaktili merupakan kegagalan pemisahan antara jari-jari yang
berdekatan yang menghasikan adanya jaringan pada jari-jari (Hurley,
2011).
B. Klasifikasi
Sindaktili kongenital diklasifikasikan berdasarkan pada keterlibatan
jari-jari dan karakter dari jaringan yang bergabung (Hurley, 2011).
a. Simpel Sindaktili
Perlekatan terbatas pada jaringan lunak dan kulit diantara dua jari
tangan yang berdekatan (simple atau kutaneus sindaktili).

b. Sindaktili Komplek
Sindaktili atau perlekatan yang melibatkan tulang, jaringan
lunak, dan struktur neurovaskuler (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005)

c. Sindaktili Parsial
Sindaktili yang melibatkan daerah proksimal pada jari-jari tangan
disebut sindaktili parsial (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).
d. Sindaktili Komplit
Sindaktili yang memanjang kearah ujung dari seluruh panjang
jari-jari tangan disebut sindaktili komplit (Scanderbeg & Dallapiccola ,
2005).
e. Complicated Syndactyly
Tulang yang abnormal diantara jari-jari (Hurley, 2011).
f. Acrosyndactyly
Acrosyndactyly adalah perlekatan yang hanya melibatkan bagian
distal pada jari-jari tangan (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).

C. Etiologi
Jari tangan pada sebuah janin awalnya hanyalah berbentuk seperti
dayung, namun pada minggu keenam atau ketujuh, jari tangan mulai
membelah menjadi jari yang sesungguhnya. Penyebab dari Sindactily ini
akibat dari kegagalan jari tangan berdiferensiasi selama masih ada di
dalam kandungan. Riwayat keluarga didapatkan 15%-40% kasus. Pola
pewarisan genetik ditemukan pada pasien sindaktili tanpa berhubungan
dengan kondisi lain. Sindaktili merupakan tipe autosom dominan dengan
variable pentrance (Herring, 2013). Sindaktili terjadi karena mutasi,
predisposisi keluarga yang mengindikasikan adanya pola autosom
dominan.

D. Patofisiologi
Sindaktili merupakan hasil kegagalan dari diferensiasi dan
diklasifikasikan oleh klasifikasi embriologi pada anomali kongenital
yang diadopsi dari International Federation for Societies for Surgery of
the Hand. Secara embriologi jari-jari tumbuh dari kondensasi
mesoderm dalam dasar perkembangan upper limb. Selama kehamilan
5-6 minggu, terbentuk pembelahan antar jari melalui proses apoptosis atau
programed cell death, bermula pada ujung jari dan diteruskan ke arah
distal serta proksimal. Daerah ektodermal meregulasi proses embriologi
ini dalam kombinasi dengan faktor pertumbuhan, protein
morfogenetik tulang, perubahan faktor pertumbuhan. Terjadinya
kegagalan pada proses ini dapat terjadi sindaktili. Terdapat lima perbedaan
fenotip pada sindaktili tangan, dengan menyertakan kaki atau tidak.
Pada semua tipe merupakan warisan ciri pembawaan autosom
dominan serta keseragaman dari tipe yang dikenali dalam silsilah.
Sindaktili berhubungan dengan bermacam-macam anomali dan
sindrom malformasi. Sindaktili biasanya terjadi pada acrocephalo
(poly) syndactyly syndrome dengan kekhasan abnormal pada craniofasial.
Pada Sindaktili tipe I yaitu mutasi pada lokus 2q34-q36 terdapat
perlekatan yang kuat komplit atau parsial. Seperti pada perlekatan kutan
diantara jari ke – 3 dan ke -4, kadang kadang terdapat pula perlekatan
tulang pada tulang jari ( phalanx ) distal. Pada kaki biasanya sindaktili
terjadi diantara jari kaki ke-2 da ke-3. Pada sindaktili tipe II
(synpolydactyly) adanya mutasi di dalam gen HOXD13 dipetakan pada
2q31-q32 (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005). biasanya pada jari ke-3 dan
ke-4 berhubungan dengan duplikasi pada jari 3 atau 4 dalam selaput
diantara jari-jari. Pada kaki selalu menunjukkan terjadi sindaktili pada jari
kaki ke-4 dan 5 dengan duplikasi pada kelima jari kaki Sindaktili tipe III
adanya mutasi gen di dalam 6q22-q24 (ring and little finger syndactyly)
biasanya komplit dan sindaktili jaringan lunak bilateral diantara jari ke-4
dan ke-5. Kadang-kadang perlekatan ossues pada tulang jari distal terjadi.
Terjadinya ketidakadaan, pendek atau dasar pada phalanx ke-5 bagian
tengah (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005). Pada sindaktili tipe IV tidak
terdapat sindaktili kutaneus komplit pada seluruh jari di kedua tangan yang
dihubungkan dengan pre- atau postaxial hexadactyly (jari-jari tambahan
yang berkembang sepenuhnya dengan duplikasi metakarpal komplit).
Flexi pada jari-jari membuat tangan berbentuk mangkok. Sindaktili tipe IV
tidak terdapat perlekatan tulang. Sindaktili kutaneus parsial pada jari kaki
2 dan 3 dapat terjadi (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005). Sindaktili tipe V
jarang ditemukan, jarinagan lunak sindaktili terjadi berhubungan dengan
metakarpal dan metatarsal sinostosis. Sindaktili jaringan lunak biasanya
mempengaruhi jari-jari tangan ke-3 dan 4 serta jari-jari kaki ke-2 dan 3
tetapi tidak dapat lebih luas. Metakarpal dan metatarsal biasanya
melibatkan jari ke-4 dan 5 (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005)
E. Manifestasi Klinis
Adanya kelainan bentuk jari dan bermacam – macam mulai dari
pelekatannya hanya sepertiga dari panjang jari, atau sepanjang jari saling
melekat. Pelekatan juga bisa hanya terjadi pada jaringan kulit, tendon
(jaringan lunak), bahkan pada kedua tulang jari yang bersebelahan.

F. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Kolaboratif
Orang tua pasien dengan sindaktili diinstruksikan untuk
melakukan physical therapy yaitu masase pada kulit yang menyatu.
Masase daerah yang menyatu sebelum pembedahan tujuannya untuk
meregangkan kulit sehingga dapat diperbaiki lebih mudah (Kenner,
2013).
b. Penatalaksanaan Non-Bedah
Penatalaksanaan non-bedah dipertimbangkan untuk sindaktili
ringan, inkomplit yang sederhana. Pemilihan non-bedah juga dipilih
pada kasus sidaktili yang rumit (Compicated Syndactyly) yang
biasanya disebut “superdigit” atau pada kasus polisindaktili kompleks
kaena kesulitan dalam mencapai perbaikan fungsi yang optimal setla
dilakukan pembedahan. Pada sindaktili simple complete tidak
dianjurkan penatalaksanaan non-bedah (Hurley, 2011).
c. Pembedahan
Pembedahan menakutkan karena risiko komplikasi pada kaki
lebih banyak daripada tangan. Postoperasi tidak menjamin jarak antara
jari kering diantara jari-jari, pada akhirnya dapat memicu potensi adesi
pada luka dan pembentukan skar yang dapat menyebabkan masalah
fungsi (Brunner, et al, 2007).

Pertimbangan pembedahan yaitu (Hurley, 2011):


a. Jari-jari yang berbeda harus dilepas segera untuk mencegah deformitas
dan gangguan pertumbuhan pada jari-jari.
b. Penutup sekitar kulit digunakan untuk membentuk batas dan mencegah
kontraktur skar.
c. Pembungkus lateral zigzag digunakan untuk mencegah kontraktur skar
longitudinal.
d. Pembungkus untuk mempercepat penutupan kulit, mengurangi tekanan
disekitar pembungkus, dan memperindah estetik dari jari-jari yang
direkonstruksi.

Gb. Perencanaan insisi untuk memisahkan simple complete sydactyly (A).


Dorsal (B) Volar. (C) Jari-jari dipisahkan. (D) komusira intedigital.
(E) Pemisahan sudah selesai.

g. Pemeriksaan Diagnostik
Plain radiograph pada jari atau tangan yang terdampak dapat
diperoleh secara akurat klasifikasi sindaktili dan untuk mengkaji adanya
perlekatan tulang atau penempatan aksesoris tulang (Hurley, 2011)
BAB III
WOC
Faktor Teratogenik
3.2 Polydactili
Kelainan Genetik atau
Kromosom Fisik Kimia Biologis

Terpaut Kromosom PP
atau Pp

Perkembangan tidak normal


dari sel selama kehamilan

Kerusakan Embrio

Perubahan pembentukan
organ

Duplikasi jaringan lunak dan


falang pada jari

MK : Gangguan Pembentukan organ tidak


Perkembangan sempurna

POLYDACTY

Gangguan pertumbuhan dan


Penambahan Jari
perkembangan anak

Pre Operasi Post Operasi

Luka Post Operasi Port de entre


Ketidaktahuan Malu kuman
tentang proses
penyakit MK : Nyeri
MK : Gangguan MK : Risiko
Citra Tubuh Infeksi
MK : Kerusakan
MK : Ansietas
Kegagalan proses differensiasi
pembentukan jari / mutasi gen Riwayat Sindaktiliti
pada keluarga
3.2 Syndactili
Tipe I : Tipe II : Tipe III : Pewarisan
Tipe VI Tipe V :
Mutasi lokus Mutasi lokus : Mutasi lokus : gen
Unknown Unknown
: 2q34 – q36 2q31 – q2 6q22 – q21

Kegagalan Perkembangan Jari


tangan

Malformasi Jari

SINDAKTILITI

Pre Opreasi
Post Operasi

Orangtua tidak mengetahui Kecemasan orangtua pada Luka Pembedahan


kondisi bayinya bayinya yang akan operasi

MK : Defisit Pengetahuan MK : Ansietas Stimulus pegeluaran Pintu masuk kuman Kurang perwatan
mediator Nyeri luka operasi

MK : Nyeri Akut MK : Resiko Infeksi Terjadi Infeksi

MK : Kerusakan
Integritas Kulit
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Polidactili


A. Pengkajian
 Pengkajian tanggal
 MRS tangga
 Ruang/Kelas
 Jam
 No. RM
 Diagnosa
a. Anamnesa
1) Identitas
- Anak
Meliputi nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, diagnosa
medis, sumber informasi
- Orang tua
Nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah/ibu, pendidikan,
agama, suku/ bangsa, alamat
2) Keluhan utama
Pada pasien dengan polidaktil, orang tua mengeluhkan kalau jari
tangan anaknya berbeda dengan yang lainnya, selain itu pada
anak yang lebih dewasa mereka mengeluh malu pada teman
sebayanya dikarenakan jumlah jarinya lebih dari normal.
3) Riwayat penyakit sekarang
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya malu jika bermain dengan
teman-temannya karena dia memiliki jumlah jari yang lebih
banyak dibandingkan teman-temannya. Karena tidak nyaman,
maka ibu pasien membawa anaknya ke rumah sakit.
4) Riwayat Kesehatan yang lalu
- Menanyakan pada pasien atau keluarga pasien apakah pernah
mengalami sakit misalnya seperti demam, kejang, batuk
pilek, mimisan dll.
- Menanyakan juga riwayat operasi
- Menayakan riwayat alergi misalnya alergi makanan atau
minuman tertentu, maupun alergi obat-obatan tertentu.
- Menanyakan Riwayat imunisasi dari anak. Mengkaji riwayat
pada saat prenatal dan post natal.
5) Riwayat penyakit keluarga
- Menanyakan pada keluarga apakah ada anggota keluarga lain
yang menderita polidaktili seperti yang dialami pasien.
- Menanyakan bagaimana lingkungan rumah dan komunitas
yang ditinggali anak
- Pada kasus polidaktil perlu menanyakan juga mengenai
riwayat kehamilan ibu karena kasus ini merupakan kelainan
congenital
- menanyakan bagaimana persepsi keluarga terhadap penyakit
anak
6) Riwayat nutrisi
- Menanyakan pada ibu pasien bagaimana nafsu makan
anaknya, apakah pasien bisa menghabiskan 1 porsi
makanannya
- Menanyakan pola makan dalam satu hari
- Menanykan kebutuhan cairan/ minum selalama sehari
- Menanyakan pasien mempunya pantangan terhadap makanan
tertentu
7) Riwayat Pertumbuhan
- Mengukur BB, TB, LD, dan LILA
- Menanyakan BB lahir, panjang lahir
8) Riwayat Perkembangan
- Pengkajian perkembangan DDST
- Kondisi psikososial
Adanya kondisi kesehatan yang tidak normal mempengaruhi
hubungan interpersonal. Selain itu, karena pada pasien
polidaktilii ditemukan adanya kelainan pada jumlah jari
tangan atau kaki, biasanya pasien merasa malu.
- Tahap Perkembangan Psikoseksual
Menanyakan kepada orang tua bagaiamana perkembangan
psikosesksualnya.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan ke seluruh tubuh untuk menggali
adanya kelainan atau anomali lainnya di bagian tubuh lain.
Pemeriksaan fisik dengan dilakukan secara sistematik. Berikut
adalah pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu :
a) ROS (Review of System)
1) Keadaan Umum: Baik
2) Kesadaran : Komposmentis
3) TTV (TD, nadi, RR, dan suhu)
b) Pemeriksaan B1-B6
1) B1 (breathing):
Secara umum tidak ditemukan masalah keperawatan.
Bentuk dada simetris, suara nafas vesikuler, pola nafas
teratur serta tidak ditemukan adanya sesak nafas, dan tidak
menggunakan alat bantu pernafasan.
2) B2 (blood):
Secara umum tidak ditemukan masalah keperawatan.
Irama jantung teratur, tidak ada nyeri dada, bunyi jantung
normal, CRT < 2 detik, akral hangat.
3) B3 (brain) :
- Tidak ditemukan masalah keperawatan. GCS 456,
reflek fisiologis anak dapat menghiap, menoleh, dan
mengalami kesulitan untuk menggenggam, reflek
patologis tidak ditemukan, anak juga tidak mengalami
gangguan tidur, menanyakan kebiasaan sebelum tidur
apakah minum susu, mainan, atau cerita.
- Melakukan pemeriksaan fungsi panca indera dan
apakah terjadi gangguan meliputi penglihatan,
pendengaran, penciuman
4) B4 (bladder) :
Tidak ditemukan masalah keperawatan. Area genitalia
bersih, produksi urine normal, warna urine kuning jernih
serta baunya khas, bentuk kelamin normal atau tidak,
kandung kemih membesar atau tidak, uretra normal atau
mengalami gangguan.
5) B5 (bowel) :
- Nafsu makan : Baik atau menurun
- Frekuensi makan : berapa kali sehari
- Porsi makan : Habis atau tidak
- Minum : berapa liter perhari, jenis minuman yang
diberikan
- Kondisi mulut : Bersih, kotor, atau berbau
- Kondisi mukosa : Lembab, kering, atau stomatitis
- Kondisi tenggorakan : sakit/ neyri telan, kesulitan
menelan, atau terjadi pembesaran tonsil
- Abdomen : tegang, kembung, asites, atau nyeri tekan
(lokasi)
- Peristaltik : berapa kali permenit
- Pembesaran hepar dan lien : ya atau tidak
- BAB berapa kali sehari, konsistensi, bau, warna
6) B6 (bone) :
- Look : Terdapat pertumbuhan jari tambahan pada
ektremitas atas atau bawah
- Feel : Jari tambahan tersebut ada kulit, tendon,
kartilago bahkan terkadang hingga ke tulang dan soft
tissue lengkap terduplikasi
- Move : Pergerakan jari tambahan tersebut terbatas
- Kemampuan pergerakan sendi : bebas atau terbatas
- Kekuatan otot : normal atau tidak
- Warna kulit : ikterus, sianosis, kemerahan, pucat, atau
hiperpigementasi
- Turgor kulit : baik, sedang atau jelek
- Edema : apakah ada atau tidak
c) Endokrin
1) Tiroid : tidak mengalami pembesaran
2) Hiperglikemi : Tidak mengalami hiperglikemi
3) Hipoglikemi : Tidak mengalami hipoglikemi
4) Luka gangren : Tidak ada luka gangren
d) Prsonal Hygiene
Kebersihan anak baik, mandi 2x sehari, keramas 1x/hari, sikat
gigi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari
e) Psiko-sosio-spiritual
1) Ekspresi afek dan emosi: senang, cemas, sedih, marah,
menangis, diam
Klien biasanya akan mengalami kecemasan dengan
keadaannya karena malu.
2) Hubungan dengan keluarga : Akrab atau kurang akrab
3) Dampak hospitalisasi bagi anak : Apakah klien mengalami
stres
4) Dampak hospitalisasi bagi orang tua
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiografi (rontgen atau foto polos) diperlukan
untuk menentukan apakah jari tambahan mengandung struktur
tulang dan untuk menentukan perubahan yang dapat terjadi saat
operasi.
2) Analisa kromosom dilakukan untuk memeriksa kromosom
dalam sampel sel, yang dapat membantu mengidentifikasi
masalah genetik yang menyebabkan gangguan atau penyakit.
Tes ini dapat digunakan untuk tujuan hitung jumlah kromosom
dan mengidentifikasi perubahan struktural dalam kromosom

B. Diagnosa Keperawatan
a) Pre Operasi
1. Gangguan perkembangan b.d gangguan genetik
2. Gangguan citra tubuh b.d kelainan bentuk tubuh
3. Ansietas b.d krisis terkini (rencana pembedahan)
b) Post Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
2. Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik (pembedahan)
3. Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif

C. Intervensi
1) Intervensi Pre Operasi
No Diagnosa NOC NIC
. Keperawatan

1. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan orang tua


perkembangan keperawatan, klien dapat tentang tugas
motorik halus menunjukkan perilaku yang perkembangan yang
b.d gangguan sesuai sesuai dengan
genetik Kriteria hasil: kelompok usia
1. Klien dapat 2. Kaji tingkat
melakukan perkembangan anak
perawatan diri dalam seluruh area
2. Kemampuan fungsi menggunakan
motorik halus klien alat pengkajian yang
meningkat spesifik DDST
3. Beri kesempatan
bagi anak yang sakit
untuk memenuhi
tugas perkembangan
sesuai kelompok
usia anak
2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Bangun hubungan
citra tubuh b.d keperawatan selama 3x24 saling percaya
kelainan jam ggangguan citra tubuh dengan anak
bentuk tubuh dapat teratasi. 2. Dampingi anak
Kriteria hasil: untuk menyadari
1. Klien tidak bahwa anak adalah
menghindar pribadi yang penting
2. Klien tidak 3. Dukung anak untuk
menangis berinteraksi dengan
3. Pasien merasa teman-temannya
nyaman dan 4. Dukung anak untuk
menerima kondisi mengekspresikan
tubuhnya diri melalui
4. Pasien dapat penghargaan yang
menerima dirinya positif atau umpan
sendiri secara balik yang baik
positive 5. Peluk anak dan
5. Pasien menunjukan nyamankan anak
perubahan sikap dari saat anak merasa
negative ke positif sedih
terhadap penampilan 6. Monitor pernyataan
fisiknya anak terhadap
persepsi negatif
terhadap perubahan
tubuh yang dialami
7. Membantu anak
mengenali
perubahan tubuh
terhadap kondisi
yang dialami
8. Memotivasi anak
untuk meningkatkan
harapan kesembuhan
9. Libatkan keluarga
untuk membantu
mendukung dan
memotivasi anak
terhadap kondisi
yang dialami
3. Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan
krisis situasi keperawatan selama 1x24 yang tenang dan
(rencana jam ansietas klien dapat meyakinkan
pembedahan) teratasi 2. Jelaskan semua
Kriteria hasil: prosedur termasuk
1. Klien mampu sensasi yang akan
mengidentifikasi dan dirasakan yang
mengungkapkan ungkin akan di
gejala cemas alami klien selama
2. Mengidentifikasi, prosedur kepada
mengungkapkan dan keluarga
menunjukkan tehnik 3. Bantu klien
untuk mengontrol mengidentifikai
cemas situasi yang memicu
3. TTV dalam rentang kecemasan.
normal 4. Dukung penggunaan
4. Postur tubuh, mekanisme koping
ekspresi wajah, yang sesuai.
bahasa tubuh dan 5. Berada disisi klien
tingkat aktivitas untuk meningkatkan
menunjukkan rasa aman dan
berkurangnya cemas mengurangi
ketakutan.
6. Dukung pasien
untuk
mengidentifikasi
kekuatan dan
kemampuan diri.

2) Intervensi Post Operasi


No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan

1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan kualitas


agen cedera keperawatan selama 3x24 dan keparahan nyeri
fisik jam nyeri akut klien dapat 2. Gunakan strategi
teratasi komunikasi
Kriteria hasil: terapeutik untuk
1. Melaporkan gejala mengetahui
yang tidak terkontrol pengalaman nyeri
pada profesional 3. Berikan penggunaan
kesehatan tehnik non
2. Menggunakan farmakologi
tindakan (relaksasi, terapi
pengurangan nyeri musik, dll)
tanpa analgesik 4. Kendalikan faktor
3. Menggunakan lingkungan yang
analgesik yang dapat mempengaruhi
direkomendasikan repon pasien
4. Nyeri yang terhadap
dilaporkan ketidaknyamanan
berkurang 5. Kolaborasi dengan
5. Panjangnya episode tenaga kesehatan
nyeri berkurang lain (dokter)
pemberian analgesik
sesuai dosis yang
dibutuhkan
6. Berikan informasi
yang akurat untuk
meningkatkan
pengetahuan dan
respon keluarga
terhadap pengalamn
nyeri

2. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji daerah sekitar


integritas kulit keperawatan selama 5x24 luka apakah terdapat
b.d faktor jam kerusakan integritas kemerahan, bengkak
mekanik kulit klien dapat berkurang 2. Catat karakteristik
(pembedahan) Kriteria hasil: drainase
1. Tidak ada drainase 3. Bersihkan daerah
purulen, serosa pada sayatan dengan
bekas luka pembersihan yang
2. Kondisi luka baik tepat
3. Tidak ada eritema 4. Monitor luka secara
teratur
5. Perhatikan intake
nutrisi klien
3. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV klien
b.d efek keperawatan selama 3x24 meliputi suhu, TD,
prosedur jam klien tidak mengalami RR, dan nadi
invasif resiko infeksi 2. Jaga agar barier kulit
Kriteria hasil: yang terbuka tidak
1. TTV dalam rentang terpapar lingkungan
normal (TD, suhu, dengan menutup
nadi, RR)
2. Tidak ada luka
kemerahan 3. Mengajarkan
3. Tidak ada drainase keluarga tentang
purulen perawatan kulit yang
benar
4. Kolaborasi
pemberian antibiotik
5. Evaluasi hasil
pemeriksaan
laboratorium darah
lengkap (WBC)
6. Monitor gejala dan
tanda sistemik/ lokal
7. Memberikan
perawatan kulit

D. Evaluasi
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien dapat menunjukkan
perilaku yang sesuai
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ggangguan
citra tubuh dapat teratasi
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam ansietas
klien dapat teratasi
4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri akut
klien dapat teratasi
5. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam kerusakan
integritas kulit klien dapat berkurang
6. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien tidak
mengalami resiko infeksi
3.2 Asuhan Keperawatan Syndactili
A. Pengkajian
- Pengkajian tgl
- MRS tanggal
- Ruang/kelas
- Jam
- No.RM
- Diagnosa
a. Anamnesa
1. Identitas
- Anak
Meliputi nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, diagnosa
medis, sumber informasi
- Orang tua
Nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah/ibu, pendidikan, agama,
suku/ bangsa, alamat
2. Keluhan utama :
keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien adalah jari
yang berlekatan menghambat pergerakan jari-jari.
3. Riwayat Kesehatan Klien
a. Riwayat kesehatan sekarang : terkait dengan kondisi
penyakitnya saat ini, kapan klien di diagnosa mengalami
sakitnya, dan aktivitas klien terhambat oleh adanya perlekatan
jari jari tangannya sehingga klien merasa kesulitan memegang
sesuatu
b. Riwayat kesehatan masa lalu :
1. Menanyakan pada pasien atau keluarga pasien apakah pernah
mengalami sakit misalnya seperti demam, kejang, batuk
pilek, mimisan dll.
2. Menanyakan juga riwayat operasi
3. Menayakan riwayat alergi misalnya alergi makanan atau
minuman tertentu, maupun alergi obat-obatan tertentu.
4. Menanyakan Riwayat imunisasi dari anak. Mengkaji riwayat
pada saat prenatal dan post natal.
f. Riwayat Kehamilan dan kelahiran : pada saat hamil apakah ibu
sering mengkonsumsi obat-obatan tanpa resep dokter, perokok,
minum alkohol, pemenuhan gizi saat hamil tercukupi atau tidak
g. Riwayat kesehatan keluarga : mengkaji ada atau tidaknya
keluarga klien pernah menderita penyakit sindaktili.
h. Integritas ego : perasaan cemas, menolak, malu, gelisah,
menangis.
i. Riwayat nutrisi
1. Menanyakan pada ibu pasien bagaimana nafsu makan
anaknya, apakah pasien bisa menghabiskan 1 porsi
makanannya
2. Menanyakan pola makan dalam satu hari
3. Menanykan kebutuhan cairan/ minum selalama sehari
4. Menanyakan pasien mempunyai pantangan terhadap
makanan tertentu
j. Riwayat pertumbuhan
1. Mengukur BB, TB, LD, dan LILA
2. Menanyakan BB lahir, panjang lahir
k. Riwayat perkembangan
1. Pengkajian perkembangan DDST
2. Kondisi psikososial:
Adanya kondisi kesehatan yang tidak normal mempengaruhi
hubungan interpersonal. Selain itu, karena pada pasien
polidaktilii ditemukan adanya kelainan pada jumlah jari
tangan atau kaki, biasanya pasien merasa malu.
3. Tahap Perkembangan Psikoseksual:
Menanyakan kepada orang tua bagaiamana perkembangan
psikosesksualnya.
4. Pengkajian Fisik
Priharjo (1996) mengatakan pengkajian tulang diantaranya
amati kenormalan susunan tulang dan kaji adanya deformitas,
lakukan palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan,
dan amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan.
Skelet tubuh di kaji mengenai adanya deformitas tulang dam
kesejajaran. saat inspeksi tampak adanya jari-jari yang saling
melekat, dan saat palpasi teraba adanya dua jari yang menyatu.
a. Review of system :
- Keadaan umum : baik
- Kesadaran : composmentis
- TTV (TD, nadi, RR dan suhu)
b. Pemeriksaan B1-B6
- B1 (breathing):secara umum tidak ditemukan masalah
keperawatan. Bentuk dada simetris, suara nafas vesikuler,
pola nafas teratur serta tidak ditemukan adanya sesak nafas.
- B2 (blood) :secara umum tidak ditemukan masalah
keperawatan. Irama jantung regular, tidak ditemukan nyeri
dada, CRT < 2 detik.
- B3 (brain) :secara umum tidak ditemukan masalah
keperawatan. GCS 456, pasien tidak mengeluh pusing, serta
tidak ditemukan gangguan tidur pada pasien.
- B4 (bladder) :secara umum tidak ditemukan masalah
keperawatan. Area genitalia bersih, produksi urine sekitar
1500 cc/hari, warna urine kuning jernih serta baunya khas.
- B5 (bowel) :secara umum tidak ditemukan masalah
keperawatan. Porsi makan baik, pasien dapat menghabiskan
1 porsi makanannya, kondisi mulut bersih dan membrane
mukosa lembab, frekuensi BAB 1x sehari, tidak terdapat
ketegangan abdomen.
- B6 (bone) :
Look :perlekatan beberapa jari pada ektremitas atas / bawah
Feel : terasa ada jari yang melekat satu sama lain tidak
hanya kulit, tendon, bahkan hingga ke tulang yang melekat
Move : pergerakan jari tangan yang terjadi perlekatan
terbatas
c. Endokrin
- Tiroid : tidak mengalami pembesaran
- Hiperglikemi : Tidak mengalami hiperglikemi
- Hipoglikemi : Tidak mengalami hipoglikemi
- Luka gangren : Tidak ada luka gangren
d. Personal hygiene
Kebersihan anak baik, mandi 2x sehari, keramas 1x/hari, sikat
gigi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari
e. Psio-sosio-spiritual
- Ekspresi afek dan emosi: senang, cemas, sedih, marah,
menangis, diam
- Klien biasanya akan mengalami kecemasan dengan
keadaannya karena malu.
- Hubungan dengan keluarga : Akrab atau kurang akrab
- Dampak hospitalisasi bagi anak : Apakah klien mengalami
stres
- Dampak hospitalisasi bagi orang tua

B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan rencana operasi D.0080; Psikologis;
Integritas Ego
2) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi domain
5 persepsi/kognisi; kelas 4 kognisi; kode 00126
Post Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur bedah)
domain 12 kenyamanan; kelas 1 kenyamanan fisik; kode 00132
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (akibat
pembedahan) domain 11 keamanan/ perlindungan; kelas 2 cedera fisik;
kode 00046
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif domain 11
keamanan/ perlindungan; kelas 2 cedera fisik; kode 00004
                                
C. Intervensi Keperawatan
PRE OPERASI
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan  Konseling
dengan rencana operasi keperawatan 2x24 jam 1. Sediakan infomasi
kecemasan pada klien dapat
faktual yang tepat
berkurang dengan kriteria hasil:
dan sesuai
 Koping
kebutuhan
1. Mencari informasi
2. Bantu pasien untuk
terpercaya tentang
mengidentifikasi
pengobatan
masalah atau situasi
2. Menggunakan strategi
yang menyebabkan
koping yang efektif
distress
 Teknik menenangkan
1. Kurangi stimulasi
yang menciptakan
perasaan takut
maupun cemas
2. Identifikasi orang-
orang yang terdekat
klien yang bisa
membantu klien
3. Instruksikan klien
untuk menggunakan
metode mengurangi
kecemasan (mis,
nafas dalam dll)
4. Bicara dengan
lembut atau
bernyanyi pada anak
atau bayi
Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan tindakan  Pengajaran preoperatif
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam 1. Jelaskan prosedur
kurang informasi pengetahuan pasien adekuat persiapan pre
dengan kriteria hasil: operasi (mis, jenis
 Perilaku pencarian anastesi, diit yang
kesehatan sesuai, pemeriksaan
1. Mengajukan lab yang
pertanyaan-pertanyaan dibutuhakan, dll)
yang berhubungan 2. Fasilitasi
dengan kesehatan kecemasan pasien
2. Mendapatan bantuan dan keluaraga
dari profesional terkait
kesehatan kecemasannya
3. Melakukan perilaku 3. Berikan kesempatan
kesehatan yang pasien untuk
disarankan bertanya
4. Menjelaskan strategi 4. Gunakan metode
untuk mengoptimalkan pendidikan
kesehatan kesehatan yang
sesuai dengan
kemampuan pasien
meliputi pendekatan
secara holistik dan
penggunaan bahan-
bahan keshatan
yang tepat

POST OPERASI
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan  Pemberian analgesik
dengan agen cedera fisik keperawatan 2x24 jam nyeri 1. Cek perintah
(prosedur bedah) akut klien berkurang sampai pengobatan meliputi
tidak ada nyeri dengan kriteria obat, dosis, dan
hasil: frekuensi obat
 Kontrol nyeri analgesik yang
1. Klien dapat mengenali diresepkan
kapan terjadi nyeri 2. Monitor TTV
2. Menggunakan sebelum dan
analgesik yang sesudah pemberian
direkomendasikan analgesik
 Status kenyamanan 3. Berikan kebutuhan
1. TTV klien normal kenyamanan dan
2. Klien mendapat aktivitas lain yang
dukungan dari dapat membantu
keluarga relaksasi untuk
3. Klien mendapat memfasilitasi
perawatan sesuai penurnan nyeri
kebutuhan  Pengalihan
1. Gunakan teknik
distraksi/
pengalihan untuk
anak yang baru dan
menstimulasi lebih
dari satu indera
serta tidak
memerlukan
kecakapan menulis
dan membaca
ataupun
kemampuan berfikir
(contoh bermain,
terapi aktivitas,
membaca cerita,
menyanyikan lagu
atau kegiatan
irama)
2. Dorong partisipasi
keluarga dan orang
terdekat lainnya
serta berikan
pengajaran yang
diperlukan
Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan  Perawatan luka
kulit berhubungan keperawatan 3x24 jam 1. Monitor
dengan faktor mekanik integritas kulit klien kembali karakteristik luka,
(akibat pembedahan) normal dengan kriteria hasil: termasuk drainase,
 Penyembuhan luka: primer warna, ukuran, dan
1. Memperkirakan bau
kondisi tepi luka 2. Oleskan salep
2. Pembentukan luka sesuai dengan kulit/
klien lesi
3. Peningkatan suhu 3. Berikan balutan
kulit klien yang sesuai dengan
 Penyembuhan luka: jenis luka
sekunder  Pengecekan kulit
1. Ukuran luka 1. Periksa kulit dan
berkurang selaput lendir
2. Tidak ada peradangan terkait dengan
luka adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim,
edema atau drainase
2. Peiksa kondisi luka
operasi dengan
tepat
3. Pertahankan tknik
balutan steril ketika
melakukan
perawatan luka
dengan tepat
4. Ajarkan anggota
keluaraga atau
pemberi asuhan
mengenai tanda-
tanda kerusakan
kulit dengan tepat
Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan  Kontrol infeksi
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam klien 1. Berikan terapi
prosedur invasif tidak mengalami infeksi pada antibiotik yang
luka setelah pembedahan sesuai
dengan kriteria hasil: 2. Pantau intake cairan
 Deteksi resiko dan nutrisi yang
1. Mengenali tanda dan tepat
gejala yang  Perawatan area sayatan
mengidentifikasi 1. Periksa daerah
resiko sayatan terhadap
2. Memonitor kemerahan,
perubahan status bengkak, atau
kesehatan tanda-tanda
 Status imunitas dehiscene atau
1. Suhu tubuh normal eviserasi
2. Integritas kulit dan 2. Monitor sayatan
mukosa tidak untuk tanda dan
terganggu gejala infeksi
3. Tidak ada infeksi 3. Arahkan pasien dan
berulang atau keluarga cara
merawat luka insisi
termasuk tanda-
tanda dan gejala
infeksi

D. Evaluasi
Pre Operasi :
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Ansietas
pasien teratasi
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam disiensi
oengethuan meningkat
Post Operasi
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam nyeri klien
berkurang
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kerusakan
integritas kulit normal
3. Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam resiko infeksi teratasi
3.3 Asuhan Keperawatan Kasus Polidactili
Pada tanggal 5 September 2018, Ny. A datang untuk memeriksakan
bayinya (bayi S) yang berusia 3 bulan ke poli anak RS Airlangga, Ny. A
mengatakan bahwa anaknya memiliki kelainan jari bercabang pada daerah jari
kelingking sejak lahir. Pada saat hamil Ny. A sering mengkonsumsi obat-
obatan yang dibeli di warung. Ny. A sangat mencemaskan kondisi masa depan
anaknya, Ny. A ingin kodisi anaknya kembali normal dengan meminta dokter
untuk melakukan operasi agar memperbaiki kondisi jari tangan anakya. Bayi S
lahir normal dengan berat badan 3,5 kg dengan panjang 52 cm. BB bayi S saat
ini 4,9 Kg dan PB 57 cm. Nenek dari bayi S juga mengalami kelainan seperti
yang dialami Bayi S namun pada ibu jarinya. Pada saat datang ke poli anak
suhu badan bayi Z 38,50C dan Ibu mengatakan demam sudah sejak 2 hari yang
lalu.

A. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : Bayi S
Tanggal lahir : 5 Juni 2018
Usia : 3 bulan
Nama Orang tua : Tn. B dan Ny. A
b. Riwayat penyakit sekarang
Bayi S lahir pada tanggal 5 Juni 2018, lahir pervaginam (normal)
dengan berat badan 3,5 kg dan panjang badan 52 cm. Semenjak lahir
bayi S memiliki kelainan berupa jari bercabang pada ibu jarinya
(polidaktili). Ny.M merasa sangat khawatir akan kondisi anaknya dan
ingin segera dilakukan pembedahan agar dapat memperbaiki kondisi
anaknya. Pada saat datang ke poli anak suhu badan bayi S 38,5 0C dan
demam dirasakan sejak 2 hari yang lalu.
c. Riwayat penyakit dahulu
Bayi S tidak memiliki riwayat penyakit dan tidak pernah MRS.
d. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga bayi S (Neneknya) juga memiliki kelainan yang sama pada
ibu jarinya.
B. Pemeriksaan Fisik
BB = 4,9 Kg
PB = 57 cm
RR = 30 x/menit
Nadi = 115 x/menit
Suhu = 38,50 C
Review of system (ROS)
a. B1 (breathing)
RR = 40 x/menit, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
b. B2 (blood)
Suara jantung normal, murmur (-), CRT < 3detik, tidak terdapat
sianosis, suhu badan 380 C
c. B3 (brain)
Kesadaran komposmentis
d. B4 ( bowel)
Bising usus normal
e. B5 (bladder)
Urin normal, tidak ada distensi pada kandung kemih
f. B6 (bone)
Terjadi percabangan pada daerah ibu jari (polidaktili radialis)

C. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Subjektif : ibu pasien Peningkatan metabolisme Hipertermi
mengatakan ba hwa tiga tubuh
hari ini anaknya demam
peningkatan suhu tubuh
Objektif : suhu badan =
380C Hipertermi

2 Subjektif : Ny. A Polidaktili Ansietas


menyatakan bahwa dia
sangat mengkhawatirkan Kenyataan anak terlahir
kondisi masa depan dengan jari yang tidak
anaknya sempurna

Objektif : Ny. A dan Tn. B Orang tua khawatir dengan


terlihat panik dan kondisi anaknya
menunjukkan raut wajah
gelisah
Ansietas

3 Subjektif : Ny. A dan Tn. Polidaktili Kurang pengetahuan


B menyatakan bahwa
mereka tidak paham Reaksi kepanikan dari
mengenai kondisi anaknya orang tua dan keluarga

Objektif : Ny. A dan Tn. B


tidak dapat menjelaskan Orang tua dan keluarga
tentang proses penyakit bingung dan tidak tahu
tentang penatalaksanaan
yang tepat

Kurang Pengetahuan

D. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b/d peningkatan metabolisme tubuh
2. Ansietas pada orangtua b/d ancaman intregitas biologis aktual atau yang
dirasa sekunder akibat: Polydactili
3. Kurang pengetahuan b/d proses penyakit dan pengobatan
E. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC

1. Hipertermi b/d Tujuan : 1. Pantau suhu pasien (derajat


peningkatan Setelah diberikan asuhan dan pola)
metabolisme tubuh keperawatan selama 2x24 2. Pantau suhu lingkungan,
jam, diharapkan batasi/tambahan linen
menunjukkan suhu tubuh tempat tidur, sesuai indikasi
pasien dalam batas normal. 3. Berikan kompres mandi
Kriteria Hasil : hangat pada lipatan paha
- Suhu badan kembali dan aksila, hindari
normal ( 36-370 C) penggunaan alcohol
- Kulit pasien tidak teraba 4. Tingkatkan intake cairan
hangat dan nutrisi (ASI)
5. Kolaborasi dengan
pemberian antipiretik,
misalnya ASA (aspirin),
asetaminofen (Tylenol)

2. Ansietas pada Tujuan : Setelah 1. Kaji tingkat pemahaman


orangtua b/d dilakukan tindakan klien polydactili
ancaman intregitas keperawatan pada anak, ibu 2. Informasikan pada klien,
biologis aktual atau klien memahami tentang keluarga, atau orang
yang dirasa penyakit anaknya dan terdekat tentang rencana
sekunder akibat: tindakan untuk mengatasinya. prosedur tindakan
Polydactili Kriteria Hasil : 3. Anjurkan orang tua dan
Ibu klien paham terhadap keluarga untuk
proses penyakit atau operasi, mengungkapkan segala
dan harapan operasi, cemas permasalahan dan keluh
berkurang, wajah tidak kesah yang dihadapi
tegang.
3. Kurang Tujuan : Setelah dilakukan 1. Berikan informasi
pengetahuan b/d tindakan keperawatan mengenai terapi obat-
proses penyakit dan diharapkan orangtua klien obatan, interaksi, efek
pengobatan dapat mengungkapkan samping dan pentingnya
perencanaan pengobatan pada program
tujuan dari pemberian terapi 2. Anjurkan ibu anak untuk
Kriteria hasil : tetap merangsang stimulasi
Menunjukan pemahaman motoric kasar dan halus
akan proses penyakit dan anak melalui komunikasi
prognosis, mampu dan melatih gerak anak
menunjukan prosedur yang 3. Tinjau faktor-faktor resiko
diperlukan dan menjelaskan individual dan bentuk
rasional dari tindakan dan penularan/tempat masuk
pasien ikut serta dalam infeksi
program pengobatan. 4. Berikan koseling terapi
secara intensif tentang
polydactili kepada orang
tua, keluarga maupun
kerabat dekat
5. Tinjau perlunya pribadi dan
kebersihan lingkungan
F. Implementasi
No.
Diagnos Waktu Implementasi Paraf Waktu Evaluasi Paraf
a

1. Menganjurkan Izm S : Ibu klien Izm


NY. A mengatakan
mengompres demam agak
hangat bayi S menurun

2. Melakukan O : Suhu tubuh


kolaborasi 37,70 C
memberikan
A : Masalah belum
antipiretik
teratasi
sesuai dosis

1 09.00 yang 09.30 P : Anjurkan Ny. A


dianjurkan tetap
dokter melanjutkan
intervensi
(kompres hangat
dan minum obat
sesuai anjuran)
hingga suhu
anak berada di
rentang 37-37,50
C.

2 09.10 1. Menjelaskan Izm 09.35 S : Ny. A masih Izm


kepada Ny. A khawatir kondisi
tentang bayi S saat
kondisi dewasa nanti
kelainan yang
O : Wajah Ny. A
dialami oleh
cemas dan
bayi S, faktor
tegang, sering
penyebab, dan menanyakan
kemungkinan pertumbuhan
yang akan bayi S nantinya
dialami oleh
A : Masalah belum
bayi S
teratasi
2. Melibatkan
P : Berikan
keluarga
konsultasi dan
untuk
libatkan keluarga
memberikan
untuk
dukungan
memberikan
dukungan dan
ketenangan bagi
Ny. A

3 09.20 1. Menjelaskan Izm 09.35 S : Ny. A Izm


kepada Ny. A mengatakan
tentang sudah faham
polidaktili, tentang kondisi
tindakan polidaktili yang
pengobatan, dialami oleh
operasi, dan bayinya
kemungkinan
O : Ny. A dapat
prognosis
memahami
yang timbul
adanya faktor
dari tindakan
genetik dan
2. Menganjurkan menjelaskan
ibu untuk tetap tindakan
mengajak anak penatalaksanaan
berkomunikasi yang tepat
dan melatih untuk bayinya
stimulasi
motorik kasar A : Masalah teratasi
dan halus anak
P : Berikan
konsultasi jika
diperlukan Ny.
A sewaktu-
waktu
BAB V
PEMBAHASAN

A. Fakta
Di masyarakat, Polidaktili dan sindaktili cukup banyak ditemukan.
Dimana insidensi polidaktili ini terjadi pada 1 anak dari 1000 kelahiran,
sedangkan sindaktili terjadi pada 1 anak dari 2000-3000 kelahiran. Dan
berikut adalah beberapa contoh berita dan fakta yang terjadi masyarakat.

Berita
detikHealth  Konsultasi  Detail Artikel
Selasa, 11 Jan 2011 11:01 WIB
2 dari 3 Anak Kena Polidaktili, Bagaimana Anak ke-4?

Share 0 Tweet 0 Share 0 0 komentar

Jakarta -
Dok, suami saya penderita polidaktili sedangkan saya normal. Kami
memiliki 3 orang anak, 2 anak kami menderita polidaktili dan yang 1
normal. Jika kami mempunyai anak lagi, apakah anak kami akan normal
atau menderita polidaktili juga?

Apakah bisa dilakukan operasi dengan cara pembuangan jari yang


berlebihan, apabila jari tersebut tidak berkembang dan berfungsi normal?
Di rumah sakit mana yang menyediakan fasilitas itu? Saran dan
petunjuknya saya tunggu. Terimakasih.

Neneng Muwarni (Perempuan Menikah, 28 Tahun),


neng.warni@yahoo.com
Tinggi Badan 154 Cm dan Berat Badan 50 Kg

Jawaban
Polidaktili adalah suatu kondisi dimana terdapat jari (tangan atau kaki)
tambahan, disamping 5 jari yang normal disetiap anggota gerak. Kondisi
ini dapat terjadi secara independen, dimana penderitanya hanya memiliki
kelainan jari atau dapat juga merupakan bagian dari suatu sindrom
(misalnya Down Syndrome) dimana penderitanya memiliki kelainan-
kelainan lain. Pada sebagian besar kasus, polidaktili adalah kelainan
independen.

Polidaktili independen disebabkan oleh mutasi pada satu atau lebih


gen-gen yang bertanggungjawab pada pembentukan tangan dan kaki.
Kelainan ini diwariskan secara autosomal dominan, sehingga kelainan
pada salah satu orangtua sudah cukup untuk membuatnya muncul pada
keturunan. Pada pewarisan autosomal dominan, terdapat kemungkinan
50% pada setiap anak yang dilahirkan juga akan menjadi polidaktili.
Kelainan ini dapat dengan relatif mudah dikoreksi dengan
pembedahan, bergantung pada jenis jaringan yang terlibat pada
pembentukan jari tambahan. Jika tidak melibatkan tulang tambahan,
pembedahannya tentu lebih mudah daripada jika melibatkan tulang
tambahan. Konsultasi pada dokter bedah ortopedik tentu dapat
memberikan jawaban mengenai penanganan yang sesuai untuk keluarga
Ibu Neneng.

dr. Teguh Haryo Sasongko, PhD


Ahli Genetika Molekuler, (peneliti dan pengajar) di Human Genome
Center, School of Medical Sciences, Universiti Sains Malaysia, 16150
Kubang Kerian, Kota Bharu Kelantan, Malaysia.
Sumber: https://health.detik.com/konsultasi-genetika/d-1543818/2-dari-3-
anak-kena-polidaktili-bagaimana-anak-ke-4

B. Teori
Polidaktili adalah suatu kelainan yang diwariskan oleh gen
autosomal dominan P. yang di maksud dengan sifat autosomal ialah sifat
keturunan yang ditentukan oleh gen pada autosom. Gen ini ada yang
dominan dan ada pula yang resesif. Oleh karena laki-laki dan perempuan
mempunyai autosom yang sama, maka sifat keturunan yang ditentukan
oleh gen autosomal dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan.
Sehingga orang bisa mempunyai tambahan jari pada kedua tangan atau
kakinya. Yang umum dijumpai ialah terdapatnya jari tambahan pada satu
atau kedua tangannya. Tempatnya jari tammbahan itu berbeda-beda, ada
yang terdapat didekat ibu jari dan ada pula yang terdapat didekat jari
kelingking. Meskipun belum ditemukan penyebab yang pasti, namun
terdapat faktor resiko yang berhubungan dengan kelainan kongenital, yaitu
faktor genetik dan faktor teratogenic.
Sindaktili adalah suatu kondisi dimana terdapat suatu kelainan jari
berupa pelekatan dua jari atau lebih sehingga telapak tangan menjadi
berbentuk seperti jari itik (webbed finger). Penyebab pasti belum
diketahui, tetapi sekitar 10-40% dari kasus terdapat riwayat keluarga.
Faktor ibu yang merokok berat selama kehamilan, terutama trimester
pertama menjadi predisposisi penting terjadinya sindaktili. Yang perlu
diperhatikan adalah komplikasi pasca bedah, seperti kekambuhan
sindaktili, iskemia jari, kontraktur, dan komplikasi skin graft.

C. Opini
Pada berita 1 dan 2 yang membahas tentang polidaktili, disebutkan
bahwa polidaktili yang dialami disebabkan karena faktor keturunan. Hal
tersebut sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa polidaktili memang
belum diketahui penyebab pastinya, namun ada faktor resiko yang
mempengaruhi, salah satunya adalah faktor genetik. Jika salah satu
pasangan suami istri memiliki polidaktili, kemungkinan 50% anaknya juga
polidaktili.
Waktu operasi yang dilakukan oleh bayi Hong dalam berita 1 juga
sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa waktu yang ideal minimal
pada usia 6-12 bulang dengan berat badan yang normal. Selanjutnya pada
berita 3 dan 4 yang membahas tentang sindaktili, disebutkan bahwa
sindaktili juga dapat diturunkan seperti yang terjadi pada keluarga
Kannathu. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa sekitar
40% kasus berasal dari keluarga yang mengalami sindaktili, dan anak laki-
laki dua kali lebih sering daripada perempuan. Namun, ternyata masih
banyak masyarakat yang menganggap bahwa sindaktili merupakan
penyakit yang disebabkan oleh kutukan dewa.
Selain itu, mengenai ketulian yang terjadi setelah operasi z plasty
atau skin graft, belum ada teori yang mengatakan bahwa komplikasi yang
ditimbulkan setelah menjalani z plasty atau skin graft dapat menyebabkan
ketulian.
BAB VI
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Polidaktili adalah suatu kelainan yang diwariskan oleh gen
autosomal dominan P. Polidaktili disebabkan oleh kelainan genetik dan
kromosom sertafaktor teratogenik. Manifestasi linik polidaktili adalah
jumlah jari lebih dari normal pada salah satu atau kedua jari tangan atau
kaki. Polidaktili terdapat 7 tipe. Penatalaksanaan Polidaktili dengan
tindakan pembedahan. Sindaktili adalah kondisi terdapatnya tidak adanya
atau pembentukkan inkomplet jeda jarak diantara dua jari-jari. Sindaktili
disebabkan oleh faktor eturunan. Sindaktili terdapat 5 tipe dan
diklasifikasikan menjadi simpel sindaktili, sindaktili komplek, sindaktili
parsial, sindaktili komplit, complicated syndactyly, acrosyndactyly.
Penatalaksanaan sindaktili dengan cara bedah dan non-bedah.

5.2 Saran
Setelah mahasiswa mengikuti SGD serta membaca membaca
makalah ini diharapkan lebih memahami tentang konsep teori Polidaktili
dan Syndaktili. Serta dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan pada
anak dengan Polidaktili dan Syndaktili secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan MM, Al-Shanawani B, Al-Thunayan A, Al-Namla A. The clinical


features of ulnar polydactyly in a Middle Eastern population. J Hand
Surg Eur. 2008, 33: 47–52.
Al-Qattan MM. The distribution of the types of thumb polydactyly in a
Middle Eastern population: a study of 228 hands. J Hand Surg
Eur.2010, 35E: 3: 182–187.
Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman, dan Hal B. Jenson, editor.
Nelson Textbook of Pediatrics. Ed 16. Philadelphia: WB Saunders
Company, 2000
Hurley, Robert A. 2011, Operative techniques in orthopaedic pediatric
surgery, Lippicot Williams, Philadelphia.
Jordan D, Hindocha S, Dhital M, Saleh M & Khan W. 2007. The
Epidemiology, Genetics and Future Management of Syndactyly.The
Open Orthopaedics Journal. Vol. 6, N0.1:M2 (Hlm. 14-27).
Kenner, Carol & Judy Wright Lott 2013, Comprehensive neonatal nursing
care fifth edition, Springer, USA.
Muttaqin, Arif (2008), Asuhan Keperawatan dengan Klien Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.

Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC


Scanderbeg, A. Castriota & B. Dallapiccola 2005, Abnormal skeletal
phenotypes: from simple signs to complex diagnosis, Springer,
Germany.
Temtamy S, McKusick V. 1978. The genetics of hand malformations. Birth
Defects 14:3–128.
Wassel HD. 1969. The results of surgery for polydactyly of the thumb: A
review. Clin Orthop 1969;64:175-193.
WHO. Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Jakarta;
2009.
https://www.epainassist.com/hands/syndactyly diakses pada tanggal 4
September 2018 14:4
61

Anda mungkin juga menyukai