Anda di halaman 1dari 40

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT PENGANGGURAN,

BELANJA MODAL, TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA DAN


KEMISIKINAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI INDONESIA

RENCANA SKRIPSI

Oleh:
DEVI MURDANINGSIH
NPM: 1731021499

UNIVERSITAS WIJAYAKUSUMA
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
PURWOKERTO
2022

i
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT PENGANGGURAN,
BELANJA MODAL, TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA DAN
KEMISIKINAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI INDONESIA

Oleh:
DEVI MURDANINGSIH
NPM: 1731021499

RENCANA SKRIPSI

Diajukan Untuk Menulis Skripsi


Pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Wijayakusuma
Purwokerto

UNIVERSITAS WIJAYAKUSUMA
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
PURWOKERTO
2022

ii
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT PENGANGGURAN,
BELANJA MODAL, TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA DAN
KEMISIKINAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI INDONESIA

Dipersiapkan dan disusun oleh:


Nama : DEVI MURDANINGSIH
NPM : 1731021499

Telah Diketahui dan Disahkan pada:


Hari :
Tanggal :
Tempat : Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Wijayakusuma
Purwokerto

Pembimbing I

NIS.

Pembimbing II

NIS.

Mengetahui,

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Program Studi Ekonomi Pembangunan


Dekan, Ketua,

Dr. H. Heru Cahyo, M.Si. Zumaeroh, S.E., M.Si.

iii
NIS. 6100732047 NIS. 6100731062

iv
RENCANA SKRIPSI

Judul : PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT


PENGANGGURAN, BELANJA MODAL, TINGKAT
PARTISIPASI ANGKATAN KERJA DAN KEMISIKINAN
TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI
INDONESIA
Pelaksana : DEVI MURDANINGSIH
NPM : 1731021499

A. Latar Belakang Masalah


Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang
menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari
seluruh kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber
daya (pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat
kesehatan (usia hidup panjang dan sehat) dan meningkatnya pendidikan
Machmud dan Djau (2019). Ananta (2013) mengemukakan bahwa
pembangunan manusia merupakan isu sentral yang memiliki dimensi yang
lebih luas dibandingkan dengan konsep pembangunan ekonomi yang lebih
menekankan pada pertumbuhan, pengembangan sumber daya manusia dan
kebutuhan dasar. Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat untuk
melihat pembangunan sosial dan ekonomi suatu negara, namun sejak
publikasi pertama dari Laporan Pembangunan Manusia (Human Development
Reports) pada 1990 oleh UNDP, Human Development Index (HDI) atau
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuktikan sebagai indikator
pengukuran pembangunan manusia di seluruh dunia.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu indeks
komposit berdasarkan tiga indikator, yaitu angka harapan hidup pada waktu
lahir (life expectancy at birth), angka melek huruf penduduk dewasa (adult
literacy rate) dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling), serta

1
kemampuan daya beli (purchasing power parity). Indikator angka harapan
hidup mengukur kesehatan, indikator angka melek huruf penduduk dewasa
dan rata-rata lama sekolah mengukur pendidikan, dan terakhir indikator
kemampuan daya beli mengukur standar hidup. Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan
dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk),
dan IPM juga dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu
wilayah/negara. Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain
sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu
alokator penentuan Dana Alokasi Umum (BPS, 2021). Terkait dengan
pentingnya IPM tersebut, maka perlu dilakukan berbagai upaya untuk terus
meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia melalui berbagai faktor yang
mempengaruhinya.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muslikhati (2018)
memberikan bukti bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan
terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia. Studi yang
dilakukan oleh Noviatamara, Ardina dan Amalia (2019) membuktikan bahwa
tingkat pengangguran terbuka mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
Indeks Pembangunan Manusia. Penelitian yang dilakukan oleh Khikmah,
Sarfiah dan Prasetyanto (2020) menemukan bukti bahwa belanja modal
merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh signifikan terhadap
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Studi yang dilakukan oleh Junian,
Kusnandar dan Sulistianingsih (2018) membuktikan bahwa tingkat partisipasi
angkatan kerja berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan
Manusia. Selanjutnya, hasil penelitian Diastama (2018) menunjukkan bukti
bahwa kemiskinan merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh
signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia. Di sisi yang
lain, penelitian yang dilakukan oleh Rahmat dan Bachtiar (2017); Si’lang,
Hasid dan Priyagus (2019); Sasti dan Latrini (2019); Cahyanti, Muchtolifah
dan Sishadiyati (2021) serta studi yang dilakukan oleh Astuti (2018) justru

2
menunjukkan hasil sebaliknya bahwa pertumbuhan ekonomi, tingkat
pengangguran, belanja modal, tingkat partisipasi angkatan kerja dan
kemisikinan tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di wilayah Indonesia.
Berdasarkan evaluasi dari beberapa penelitian sebelumnya tersebut di
atas menunjukan hasil yang beragam atau terjadi adanya research gap.
Terkait dengan hal tersebut, maka penelitian ini mencoba untuk melakukan
pengujian kembali mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat
pengangguran, belanja modal, tingkat partisipasi angkatan kerja dan
kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia tahun
2016-2020. Sejak tahun 2010, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Indonesia terus tumbuh secara konsisten, namun pada tahun 2020
pertumbuhan IPM di tingkat nasional menghadapi tantangan dengan tumbuh
melambat akibat pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan sebagian
besar negara di dunia (BPS, 2021). Perlambatan pertumbuhan IPM tahun
2020 sangat dipengaruhi oleh turunnya rata-rata pengeluaran per kapita yang
disesuaikan, dimana indikator ini turun dari 11,30 juta rupiah pada tahun
2019 menjadi 11,01 juta rupiah pada tahun 2020. Menurut BPS, perlambatan
pertumbuhan IPM umumnya disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan
umur harapan hidup dan pendidikan, serta menurunnya pengeluaran riil per
kapita sebagai akibat dari kontraksi pertumbuhan ekonomi.
Fenomena terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia,
dan adanya gap dari hasil-hasil penelitian sebelumnya memotivasi peneliti
untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH PERTUMBUHAN
EKONOMI, TINGKAT PENGANGGURAN, BELANJA MODAL,
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA DAN KEMISIKINAN
TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka peneliti mengajukan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:

3
1. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia?
2. Apakah tingkat pengangguran berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia?
3. Apakah belanja modal berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia?
4. Apakah tingkat partisipasi angkatan kerja berpengaruh signifikan terhadap
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia?
5. Apakah kemiskinan berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di Indonesia?

C. Pembatasan Masalah
Permasalahan penelitian ini dibatasi pada pertumbuhan ekonomi,
tingkat pengangguran, belanja modal, tingkat partisipasi angkatan kerja,
kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia periode
tahun 2016 sampai dengan 2020.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.
b. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh tingkat pengangguran
terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.
c. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh belanja modal terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.
d. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh tingkat partisipasi angkatan
kerja terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.
e. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kemiskinan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat mendukung pengembangan ilmu
ekonomi pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.

4
b. Kegunaan secara terapan
1) Bagi Fakultas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi
kepustakaan bagi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Wijayakusuma Purwokerto dalam upaya untuk ikut serta
mengembangkan ilmu ekonomi pembangunan, khususnya yang
terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).
2) Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam kaitannya untuk
meningkatkan kemampuan dalam identifikasi permasalahan di
bidang perencanaan pembangunan dan memecahkan permasalahan
yang ada menggunakan metode ilmiah.

E. Landasan Teori
1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) adalah bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan
dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Indeks Pembangunan Manusia diperkenalkan oleh United Nations
Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan
secara berkala dalam laporan tahunan Human Development Report (BPS,
2007). Kegunaan Indeks Pembangunan Manusia antara lain:
a. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam
upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
b. IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu
wilayah/negara.
c. Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai
ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu
alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).

5
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development
Index (HDI) merupakan pengukuran perbandingan dari harapan hidup,
melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara di seluruh
dunia. IPM/HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah
negara adalah negara maju, negara berkembang, atau negara terbelakang,
dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap
kualitas hidup. Suwandi (2015) menjelaskan bahwa Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) atau yang dikenal dengan sebutan Human Development
Index (HDI) adalah indikator yang digunakan untuk mengukur salah satu
aspek penting yang berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan
ekonomi yakni derajat perkembangan manusia. IPM adalah suatu indeks
komposit yang didasarkan pada tiga indikator, yaitu kesehatan, pendidikan
yang dicapai dan standar kehidupan. Ketiga unsur tersebut sangat penting
dalam menentukan tingkat kemampuan suatu Kabupaten/Kota untuk
meningkatkan IPM-nya. Ketiga unsur ini tidak berdiri sendiri, melainkan
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, selain juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain seperti ketersediaan kesempatan kerja, yang pada
gilirannya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan
kebijakan pemerintah.
Menurut Ali (2009), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur
kinerja pembangunan manusia dengan skala 0 (sebagai tingkatan
pembangunan manusia yang terendah) hingga 1 (pembangunan manusia
yang tertinggi). IPM merupakan indeks gabungan dari tiga indikator, yaitu
ukuran harapan hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) yang diukur
dengan kombinasi melek huruf orang dewasa dan gabungan dari rasio
pendidikan tinggi primer, sekunder dan tersier bruto, dan standar hidup
layak (decent standard of living) sebagaimana diukur oleh PDB riil per
kapita dalam ukuran purchasing power parity dengan mata uang dolar.
Gonner, Cahyat, Haug, dan Limberg (2007) mengemukakan bahwa usia
panjang diukur menggunakan persentase orang yang meninggal sebelum
usia 40 tahun; pengetahuan diukur dengan tingkat kemampuan baca tulis

6
penduduk dewasa digabungkan dengan rasio pendaftaran kotor ke
pendidikan dasar, menengah dan tinggi; sementara standar kehidupan
diukur dengan menggunakan PDB per kapita riil.
Indeks Pembangunan Manusia menjelaskan bagaimana penduduk
dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan,
kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) diperkenalkan oleh United Nations Development Programme
(UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan
tahunan Human Development Report (HDR). IPM dibentuk oleh tiga
dimensi dasar yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan
standar hidup layak. Menurut UNDP, pembangunan manusia adalah suatu
proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (a process of
enlarging people’s choices). Konsep atau definisi pembangunan manusia
tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas,
dan pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut
manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya. Sebagaimana
dikutip dari UNDP, sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia
adalah sebagai berikut:
a. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian;
b. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi
penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh
karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk
secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja;
c. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya
meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga dalam
upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara
optimal;
d. Pembangunan manusia didukung oleh empat pilar pokok, yaitu:
produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan;
e. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan
pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk
mencapainya.

7
2. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi
dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat
(Sukirno, 2012). Menurut Sudaryo, Sjarif dan Sofiati (2015), pertumbuhan
ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic Product (GDP)
atau Gross National Product (GNP) tanpa memandang apakah kenaikan
itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau
apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Pertumbuhan
ekonomi merupakan suatu ukuran utama keberhasilan dari pembangunan
yang dilaksanakan.
Pertumbuhan harus berjalan secara berdampingan dan berencana,
mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-
hasil pembangunan yang lebih merata. Dengan demikian, maka suatu
daerah yang kurang produktif dan tertinggal akan menjadi produktif dan
berkembang yang akhirnya mempercepat proses pertumbuhan itu sendiri.
Menurut Boediono (2010), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari
kenaikan output per kapita dalam jangka waktu yang panjang.
Pertumbuhan ekonomi meliputi tiga aspek, yaitu:
a. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis) suatu
perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu.
b. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output
perkapita dalam hal ini dua aspek penting yaitu output total dan jumlah
penduduk. Ouput perkapita adalah output total dibagi jumlah penduduk.
c. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka
panjang (5 tahun) mengalami kenaikan output.
Indikator yang digunakan dalam mengukur pertumbuhan ekonomi
dalam konsep dasar ekonomi makro adalah Produk Domestik Bruto
(PDB). Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang
dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu
tertentu (Mankiw, 2006). Dalam konsep regional, Produk Domestik Bruto

8
dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Menurut
Badan Pusat Statistik (2004), PDRB adalah jumlah nilai tambah yang
dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatu wilayah atau
merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Sedangkan Produk Domestik
Regional Bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto
(gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu
wilayah. Nilai tambah adalah nilai yang ditambahkan dari kombinasi
faktor produksi dan bahan baku dalam proses produksi. Penghitungan nilai
tambah adalah nilai produksi (output) dikurangi biaya antara. Nilai tambah
bruto di sini mencakup komponen-komponen pendapatan faktor (upah dan
gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak
langsung neto. Jadi dengan menjumlahkan nlai tambah bruto dari masing-
masing sektor dan menjumlahkan nilai tambah bruto dari seluruh sektor
tadi akan diperoleh Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga
pasar (BPS, 2021).
3. Tingkat Pengangguran
Pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang
tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan dan
secara aktif tidak sedang mencari pekerjaan (Nanga, 2005). Menurut BPS
(2001), pengangguran adalah orang yang tidak bekerja sama sekali atau
bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan
berusaha memperoleh pekerjaan. Selanjutnya, Marji, Wibawa, Hidayati
dan Febiharsa (2021) mengemukakan bahwa Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) adalah indikator yang digunakan untuk mengukur tenaga
kerja yang tidak diserap oleh pasar tenaga kerja dan menunjukkan keadaan
pasokan tenaga kerja yang kurang dimanfaatkan.
Dwiputra (2018) menjelaskan bahwa tingkat pengangguran
menunjukkan persentase individu-individu yang ingin bekerja tidak
memiliki pekerjaan. Seseorang dianggap menganggur jika tidak bekerja

9
namun menunggu untuk mendapatkan pekerjaan. Tingkat pengangguran
dihitung bedasarkan rasio antara jumlah pengangguran dengan angkatan
kerja sebagai berikut:
Tingkat Pengangguran = (Jumlah Pengangguran/Angkatan Kerja) x 100%
4. Belanja Modal
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset
tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode
akuntansi (Halim, 2008). Menurut PP No 71 Tahun 2010, belanja modal
merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu
tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan
selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya
pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal
digunakan untuk memperoleh asset tetap pemerintah daerah seperti
peralatan, infrastruktur dan harta tetap lainnya. Cara mendapatkan belanja
modal dengan membeli melalui proses lelang atau tender.
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 menjelaskan bahwa belanja
modal merupakan bagian dari kelompok belanja daerah yang memiliki
pengertian berupa pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan
dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan mesin,
gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
Belanja modal dialokasikan dengan harapan agar terdapat multiplier effect
(efek jangka panjang), baik secara makro dan mikro bagi perekonomian
Indonesia, khususnya bagi daerah. Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat
adanya belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan
pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah
mengalokasikan dana dalam bentuk belanja modal dan APBD dalam
rangka untuk menambah aset tetap yang dimiliki oleh daerah.
Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 pasal 53 ayat 2 mernyebutkan
bahwa nilai asset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal

10
sebesar harga beli/bangun asset ditambah seluruh belanja yang terkait
dengan pengadaan/pembangunan asset sampai asset tersebut siap
digunakan. Kemudian pada pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa Kepala
Daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi sebagai dasar pembebanan
belanja modal selain memenuhi batas minimal juga pengeluaran anggaran
untuk belanja barang tersebut harus memberi manfaat lebih dari satu
periode akuntansi bersifat tidak rutin. Hal tersebut sejalan dengan apa yang
disebutkan pada PP No. 24 tahun 2004 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan Khususnya PSAP No. 7. PSAP No. 7 ini mengatur asset
tetap dimana belanja modal merupaka pengeluaran anggaran yang
digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah asset tetap dan asset
lainnya yang ditetapkan pemerintah.
Halim (2008) menyebutkan bahwa belanja modal terdiri dari belanja
modal tanah, belanja peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan
bangunan, belanja modal jalan, irigasi dan jaringan, belanja aset tetap, dan
belanja aset lainnya. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
disebutkan bahwa belanja modal dapat diklasifikasikan dalam lima
kategori utama sebagai berikut:
a. Belanja Modal Tanah
Belanja modal tanah adalah pengeluaran anggaran atau biaya yang
digunakan untuk pengadaan, pembebasan atau penyelesaian balik nama
dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan
tanah, pembuatan sertifikat dan pengeluaran lainnya sehubungan
dengan perolehan hak atas tanah, sampai tanah yang dimaksud dalam
kondisi siap pakai.
b. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja modal peralatan dan mesin merupakan pengeluaran anggaran
atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan atau
penggantian dan peningkatan kapasitas peralatan mesin serta inventaris
atau aset kantor yang memberikan manfaat lebih dari satu periode
akuntansi (dua belas bulan) sampai dengan peralatan dan mesin yang
dimaksud dalam kondisi siap pakai.

11
c. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja modal gedung dan bangunan merupakan pengeluaran anggaran
atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, atau
penggantian, termasuk di dalamnya pengeluaran untuk perencanaan,
pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang
menambah kapasitas, sampai dengan gedung dan bangunan yang
dimaksud dalam kondisi siap pakai.
d. Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan merupakan pengeluaran
anggaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan,
penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan,
termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan
jalan, irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai dengan
jalan, irigasi, dan jaringan yang dimaksud dalam kondisi siap pakai.
e. Belanja Modal Fisik Lainnya
Belanja modal fisik lainnya merupakan pengeluaran anggaran atau
biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian,
peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan terhadap fisik
lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam belanja modal tanah,
belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan
bangunan, serta belanja modal irigasi, jalan dan jaringan. Belanja modal
fisik lainnya juga termasuk belanja modal kontrak sewa beli, pembelian
barang-barang kesenian, barang purbakala dan barangu ntuk museum
hewan, ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah.
5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam
perekonomian pada suatu waktu tertentu yaitu semua orang yang mampu
dan bersedia bekerja (Sukirno, 2012). Angkatan kerja terdiri atas golongan
yang bekerja dan golongan yang menggangur yang sedang mencari
pekerjaan. Adapun yang dimaksud dengan bukan angkatan keja adalah

12
mereka yang masih sekolah, golongan yang mengurus rumah tangga,
menerima pendapatan, atau golongan yang karena sesuatu dan lain hal
tidak ingin bekerja.
Besarnya angkatan kerja tergantung pada tingkat partisipasi
angkatan kerja (labour force participation rate). Menurut Suwandi (2015),
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah suatu indikator untuk
melihat perbandingan jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.
Penduduk usia kerja adalah penduduk yang telah berusia 15-64 tahun ke
atas yang berpotensi memproduksi barang dan jasa. Angkatan kerja
merupakan bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat dalam
kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa. Dalam konsep
“Labour Force Participation Rate” angkatan kerja mempunyai referensi
waktu yang pasti, misalnya satu minggu dan sebagainya. Menurut konsep
ini berfokus kepada mereka yang bekerja.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (Labour Force Partisipation
Rate) merupakan ukuran tingkat partisipasi penduduk dalam angkatan
kerja yang dapat memberikan gambaran yang jelas sampai berapa jauh
sebenarnya penduduk yang termasuk usia kerja (15 tahun ke atas) benar-
benar aktif di dalam bekerja dan tidak aktif bekerja. Jadi Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja merupakan perbandingan antara angkatan kerja
dan penduduk dalam usia kerja. Semakin besar jumlah penduduk usia
kerja akan menyebabkan semakin besarnya angkatan kerja. Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya
adalah golongan umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, jumlah anak
dan perkembangan kesempatan kerja.
6. Kemiskinan
Kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-
pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai sesuatu standar hidup yang
layak (Kasim, 2006). Faizin (2021) mengemukakan bahwa kemiskinan
adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya
sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu

13
memenfaatkan tenaga, mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Kemiskinan juga dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang
atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi
hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan
yang bermartabat. Pada skala global, Bank Dunia dan PBB menyebutkan
bahwa kemiskinan ekonomi ekstrem adalah jika masyarakat memiliki
pendapatan kurang dari US$ 1 per hari dalam paritas daya beli (Gonner
dkk., 2007).
Badan Pusat Statistik (dalam Kasim, 2006) menyebutkan bahwa
kemiskinan merupakan suatu kondisi kehidupan serba kekurangan yang
dialami seseorang, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal
hidupnya. Menurut Arsyad (2004), ukuran kemiskinan secara sederhana
dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu:
a. Kemiskinan Absolut
Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil
pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup
untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan
untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan
untuk menjamin kelangsungan hidup. Kesulitan utama dalam konsep
kemiskinan absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat
kebutuhan minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhi
oleh adat kebiasaan saja, tetapi juga iklim, tingkat kemajuan suatu
negara, dan faktor-faktor ekonomi lainnya. Walaupun demikian, untuk
dapat hidup layak, seseorang membutuhkan barang-barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan sosialnya.
b. Kemiskinan Relatif
Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah
dibandingkan dengan keadaan masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan
konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat

14
hidup masyarakat berubah sehingga konsep kemiskinan ini bersifat
dinamis atau akan selalu ada. Oleh karena itu, kemiskinan dapat dari
aspek ketimpangan sosial yang berarti semakin besar ketimpangan
antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah, maka
akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan
selalu miskin.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa kemiskinan absolut
Indonesia merupakan ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi
kebutuhan pokok minimum energi kalori yang digunakan tubuh dan
kebutuhan dasar minimum seperti sandang, pangan, papan, transportasi,
pendidikan, kesehatan dan kebutuhan lainnya. Dalam pengukuran
kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan dasar. Pendekatan kemiskinan dapat dilihat dari
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan. Jadi penduduk miskin adalah penduduk
yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan atau di bawah
garis kemiskinan.
Sharp et al., (dalam Wahyudi dan Rejekingsih, 2013)
mengidentifikasi penyebab kemiskinan yang dipandang dari sisi ekonomi,
yaitu:
a. Secara mikro kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pada
kepemilikan sumberdaya oleh masing-masing individu yang
menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan;
b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya
manusia satu sama lain;
c. Kemiskinan muncul akibat perbedaan masing-masing individu dalam
mengakses permodalan.
Ketiga penyebab kemiskinan tersebut di atas bermuara pada teori
lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty). Adanya
keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal
menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas akan

15
mengakibatkan rendahnya pendapatan yang berimplikasi pada rendahnya
tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada
keterbelakangan. Oleh karena itu, setiap usaha untuk mengurangi
kemiskinan seharusnya diarahkan untuk memotong lingkaran dan
perangkap kemiskinan ini.
7. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang relevan dengan tema penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Review Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Muslikhati (2018). Analisis Kausalitas Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi mempunyai pengaruh
terhadap Indeks yang positif signifikan
Pembangunan Manusia. terhadap Indeks
Pembangunan Manusia
(IPM) di Indonesia.
2. Diastama, Annisa Analisis Faktor-Faktor Kemiskinan berpengaruh
Rizky (2018). yang Mempengaruhi negatif dan signifikan
Indeks Pembangunan terhadap Indeks
Manusia di Indonesia Pembangunan Manusia,
Periode 2012-2016. sedangkan pertumbuhan
ekonomi dan
pengangguran tidak
berpengaruh signifikan
terhadap Indeks
Pembangunan Manusia
(IPM) di Indonesia.
3. Noviatamara, Ayu, Analisis Pengaruh Tingkat pengangguran
Tiffany Ardina dan Pertumbuhan Ekonomi terbuka mempunyai
Nurisqi Amalia dan Tingkat pengaruh yang negatif
(2019). Pengangguran Terbuka di signifikan terhadap
Daerah Istimewa Indeks Pembangunan
Yogyakarta. Manusia, sedangkan
pertumbuhan ekonomi
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
Indeks Pembangunan
Manusia (IPM).
4. Khikmah, Z., Pengaruh Kemiskinan, Belanja modal
Sudati Nur Sarfiah Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif dan
dan Panji Kusuma dan Belanja Modal signifikan terhadap
Prasetyanto Terhadap IPM di Pulau Indeks Pembangunan

16
No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
(2020). Sulawesi Tahun 2011- Manusia (IPM),
2018. sedangkan kemiskinan
dan pertumbuhan
ekonomi tidak
berpengaruh signifikan
terhadap Indeks
Pembangunan Manusia
(IPM).
5. Junian, Risma, Analisis Indeks Tingkat partisipasi
Dadan Kusnandar Pembangunan Manusia di angkatan kerja, tingkat
dan Evy Kalimantan Barat dengan penduduk miskin dan
Sulistianingsih Regresi Panel dan Biplot. kepadatan penduduk
(2018). berpengaruh signifikan
terhadap Indeks
Pembangunan Manusia
(IPM).
6. Fadillah, Nurul Analysis of Factors Produk Domestik
dan Lilies Affecting Human Regional Bruto (PDRB)
Setiartiti (2021). Development Index in dan belanja pemerintah
Special Regional of di sektor kesehatan
Yogyakarta. berpengaruh signifikan
terhadap Indeks
Pembangunan Manusia,
sedangkan belanja
pemerintah di bidang
pendidikan tidak
berpengaruh signifikan
terhadap Indeks
Pembangunan Manusia
(IPM).
7. Arisman (2018). Determinant of Human Tingkat pertumbuhan
Development Index in pendapatan per kapita
ASEAN Countries. mempunyai pengaruh
yang positif dan
signifikan terhadap
Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), jumlah
penduduk berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap IPM,
sedangkan tingkat
pengangguran dan inflasi
tidak mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap

17
No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) pada
negara-negara anggota
ASEAN.
8. Asmita, Fitrawaty Analysis of Factors Pertumbuhan ekonomi
dan Dede Ruslan Affecting the Human dan pengeluaran
(2017). Development Index in pemerintah di bidang
North Sumatra Province. kesehatan berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap Indeks
Pembangunan Manusia,
sedangkan kemiskinan,
pengeluaran pemerintah
di bidang Pendidikan
dan ketimpangan
pendapatan tidak
berpengaruh signifikan
terhadap Indeks
Pembangunan Manusia
(IPM).

F. Kerangka Pemikiran
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indikator yang digunakan
untuk mengukur salah satu aspek penting yang berkaitan dengan kualitas dari
hasil pembangunan ekonomi yakni derajat perkembangan manusia (Suwandi,
2015). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau yang dikenal dengan
sebutan Human Development Index (HDI) merupakan suatu indeks komposit
yang didasarkan pada tiga indikator, yaitu kesehatan, pendidikan yang dicapai
dan standar kehidupan. Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri melainkan
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Ketiga unsur tersebut juga
dipengaruhi oleh berbagai factor seperti ketersediaan kesempatan kerja yang
pada gilirannya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan
kebijakan pemerintah.
Studi sebelumnya yang dilakukan oleh Muslikhati (2018) memberikan
bukti bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh posotif dan signifikan
terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Noviatamara, Ardina dan Amalia (2019) menunjukkan

18
bukti bahwa tingkat pengangguran terbuka mempunyai pengaruh yang negatif
dan signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Khikmah, Sarfiah dan
Prasetyanto (2020) dalam hasil penelitiannya membuktikan bahwa belanja
modal mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Studi yang dilakukan oleh Junian, Kusnandar
dan Sulistianingsih (2018) mebemukan bukti bahwa tingkat partisipasi
angkatan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Pembangunan
Manusia. Selanjutnya, hasil penelitian Diastama (2018) menunjukkan bukti
bahwa kemiskinan mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap
Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia.
Mengacu pada hasil-hasil penelitian sebelumnya tersebut di atas,
maka hubungan kausal antara variabel pertumbuhan ekonomi, tingkat
pengangguran, belanja modal, tingkat partisipasi angkatan kerja dan
kemiskinan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dapat diilustrasikan
dalam model penelitian seperti tampak pada Gambar 1.

Pertumbuhan Ekonomi
(X1)

Tingkat Pengangguran
(X2)

Indeks Pembangunan
Belanja Modal Manusia
(X3) (Y)

Tingkat Partisipasi Angkatan


Kerja
(X4)
e

Kemiskinan
(X5)

Gambar 1. Model Penelitian

G. Hipotesis
1. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.

19
2. Tingkat pengangguran berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.
3. Belanja modal berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di Indonesia.
4. Tingkat partisipasi angkatan kerja berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.
5. Kemiskinan berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di Indonesia.

H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu penelitian yang berlandaskan
pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti populasi atau sampel
tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara
random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian dan
analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2017).
2. Macam Variabel
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari pertumbuhan ekonomi,
tingkat pengangguran, belanja modal, tingkat partisipasi angkatan kerja
dan kemiskinan sebagai variabel bebas (Xi) dan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) sebagai variabel terikat (Y).
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode:
a. Dokumentasi
Metode ini dilakukan dengan menganalisis data-data dari BPS dan
dokumen lain yang terkait dengan objek yang diteliti.
b. Studi Pustaka
Metode ini dilakukan dengan mempelajari berbagai literatur yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti untuk memperoleh
landasan teori yang digunakan dalam penelitian.

20
4. Sumber dan Jenis Data
Sumber data penelitian ini adalah data sekunder yaitu sumber data
penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara (Indriantoro dan Supomo, 2014). Jenis data penelitian ini adalah
data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka atau bilangan yang
bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data penelitian diperoleh
melalui browsing internet pada situs resmi Badan Pusat Statistik (BPS)
dengan alamat www.bps.go.id.
5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen (Y) dan lima
variabel independen (Xi). Definisi operasional dan pengukuran dari
masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel tidak bebas atau variabel yang
nilainya dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yaitu
indikator yang digunakan untuk mengukur salah satu aspek penting
yang berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi yakni
derajat perkembangan manusia di sejumlah provinsi di Indonesia.
Variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam penelitian ini
diukur menggunakan indeks komposit yang didasarkan pada tiga
indikator, yaitu kesehatan, pendidikan yang dicapai dan standar
kehidupan masyarakat dari masing-masing provinsi di Indonesia selama
tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS).
b. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel bebas atau variabel yang
mempengaruhi variasi perubahan variabel dependen. Terdapat 5 (lima)
variabel independen dalam penelitian ini yaitu:
1) Pertumbuhan Ekonomi (X1)
Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi

21
dalam masyarakat untuk masing-masing provinsi di Indonesia
selama tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 bertambah, dan
kemakmuran masyarakat meningkat. Variabel pertumbuhan ekonomi
dalam penelitian ini diukur menggunakan data laju pertumbuhan
PDRB atas dasar harga konstan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS).
2) Tingkat Pengangguran (X2)
Tingkat pengangguran adalah tenaga kerja yang tidak diserap oleh
pasar tenaga kerja dan menunjukkan keadaan pasokan tenaga kerja
yang kurang dimanfaatkan di masing-masing provinsi di Indonesia
selama tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS).
3) Belanja Modal (X3)
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran dari masing-masing
provinsi di Indonesia selama tahun 2016 sampai dengan tahun 2020
untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat
lebih dari satu periode akuntansi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS).
4) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (X4)
Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah angka perbandingan antara
jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja di
masing-masing provinsi di Indonesia selama tahun 2016 sampai
dengan tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS).
5) Kemiskinan (X5)
Kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-
pelayanan yang dibutuhkan oleh penduduk dalam masing-masing
provinsi di Indonesia selama tahun 2016 sampai dengan tahun 2020
untuk mencapai sesuatu standar hidup yang layak. Variabel
kemiskinan diukur menggunakan data jumlah penduduk miskin dari

22
masing-masing provinsi di Indonesia selama tahun 2016 sampai
dengan tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS).

I. Metode Analisis
1. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang digunakan dalam regresi linier dengan
pendekatan Ordinary Least Square (OLS) adalah uji normalitas, linearitas,
multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Meskipun
demikian, tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada setiap model
regresi linier dengan pendekatan OLS. Menurut Basuki dan Prawoto
(2017), uji asumsi klasik yang digunakan pada analisis regresi data panel
adalah uji multikolinearitas dan heteroskedastisitas karena beberapa alasan
berikut:
a. Uji normalitas pada dasarnya bukan merupakan syarat Best Linier
Unbias Estimator (BLUE) dan beberapa pendapat tidak mengharuskan
syarat ini sebagai sesuatu yang wajib dipenuhi.
b. Uji linieritas hampir tidak dilakukan pada setiap model regresi linier
karena sudah diasumsikan bahwa model bersifat linier. Kalaupun harus
dilakukan semata-mata untuk melihat sejauh mana tingkat linearitasnya.
c. Autokorelasi hanya terjadi pada data time series. Pengujian autokorelasi
pada data yang tidak bersifat time series (cross section atau panel) akan
sia-sia semata atau tidaklah berarti (Basuki dan Prawoto, 2017).
Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut (Suliyanto, 2011):
a. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau
sempurna antar variabel independen. Jika dalam model regresi
yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna
diantara variabel bebas maka model regresi tersebut dinyatakan

23
mengandung gejala multikolinier. Untuk mendeteksi ada tidaknya
gejala multikolinieritas adalah dengan melihat nilai variance
inflation factor (VIF) dari masing-masing variabel bebas terhadap
variabel terikatnya. Jika nilai VIF tidak lebih dari 10, maka
model dinyatakan tidak terdapat gejala multikolinier (Suliyanto,
2011).
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas berarti ada varian variabel pada model
regresi yang tidak sama (konstan). Uji heteroskedastisitas dalam
penelitian ini menggunakan metode park gleyser test. Dengan
menggunakann metode ini, gejala heteroskedastisitas akan ditunjukkan
oleh koefisien regresi dari masing-masing variabel independen terhadap
nilai absolut residunya (e). Jika nilai probabilitasnya > nilai alpha
(0,05), maka dapat dipastikan bahwa model tidak mengandung unsur
heteroskedastisitas (Suliyanto, 2011).
2. Analisis Regresi Data Panel
Pengujian signifikansi pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi,
tingkat pengangguran, belanja modal, tingkat partisipasi angkatan kerja
dan kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Indonesia tahun 2016-2020 dalam penelitian ini dilakukan menggunakan
analisis regresi data panel dengan bantuan software Eviews. Regresi data
panel adalah regresi yang menggunakan data panel atau pool data yang
merupakan kombinasi dari data time series dengan data cross section
(Suliyanto, 2011). Menurut Kuncoro (2012), terdapat beberapa keuntungan
yang diperoleh dengan menggunakan estimasi data panel, yaitu
meningkatkan jumlah obeservasi (sampel), dan memperoleh variasi antar
unit yang berbeda menurut ruang dan variasi menurut waktu. Persamaan
regresi data panel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yit = a + b1X1it + b2X2it + b3X3it + b4X4it + b5X5it + e
Keterangan:
Y = Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

24
X1 = Pertumbuhan Ekonomi
X2 = Tingkat Pengangguran
X3 = Belanja Modal
X4 = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
X5 = Kemiskinan
i = Cross section (perusahaan i)
t = Time series (tahun ke-t)
a = Konstanta
b1 = Koefisien regresi variabel X1
b2 = Koefisien regresi variabel X2
b3 = Koefisien regresi variabel X3
b4 = Koefisien regresi variabel X4
b5 = Koefisien regresi variabel X5
e = Variabel residu
Terdapat 3 (tiga) model dalam analisis regresi data panel yaitu
Common Effect Model atau Pooling Least Square, Fixed Effect Model dan
Random Effect Model dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Common Effect Model
Common effect merupakan model paling sederhana dibandingkan
dengan fixed effect dan random effect model, dimana estimasi data
panel dilakukan menggunakan metode Ordinary Least Square
(Widarjono, 2009). Menurut Kuncoro (2012), model common effect
tidak dapat membedakan varians antara silang tempat dan titik waktu
karena memiliki intercept yang tetap, dan bukan bervariasi secara
random. Gujarati (2012) menjelaskan bahwa model common effect tidak
memperhatikan adanya perbedaan karakteristik dalam cross section
maupun time series dalam persamaannya. Melalui pendekatan common
effect ini akan terlihat perbedaan antar individu dan perbedaan antar
waktu karena intercept maupun slope-nya sama.
b. Fixed Effect Model

25
Fixed effect adalah model dengan intercept berbeda-beda untuk
setiap subjek (cross section), tetapi slope setiap subjek tidak berubah
seiring waktu (Gujarati, 2012). Menurut Kuncoro (2012), model fixed
effect mengasumsikan bahwa intercept berbeda untuk setiap subjek,
sedangkan slope tetap sama antar subjek, dimana dalam membedakan
satu subjek dengan subjek lainnya digunakan variabel dummy sehingga
model ini sering disebut dengan model Least Square Dummy Variables
(LSDV).
c. Random Effects Model
Gujarati (2012) menjelaskan bahwa regresi data panel model
random effects mempunyai kesamaan dengan model fixed effects,
dimana dimasukan juga dimensi individu dan waktu namun pembeda
dari model ini adalah pada saat mengestimasi dimasukan juga error
term karena dalam mengansumsikan error term berhubungan dengan
dimensi individu. Random effects model disebut juga model komponen
error karena perhitungan model ini menggunakan error term dari
gabungan atas dua (atau lebih) komponen. Menurut Kuncoro (2012),
random effect disebabkan variasi dalam nilai dan arah hubungan antar
subjek diasumsikan random yang dispesifikasikan dalam bentuk
residual. Model ini mengestimasi data panel dengan variabel residual
diduga memiliki hubungan antar waktu dan antar subjek. Model
random effect digunakan untuk mengatasi kelemahan dari model fixed
effect yang menggunakan variabel dummy. Metode analisis data panel
dengan model random effect harus memenuhi persyaratan yaitu jumlah
cross section harus lebih besar daripada jumlah variabel penelitian.
Langkah selanjutnya setelah mendapatkan hasil dari ketiga model
tersebut di atas adalah memilih model regresi yang terbaik. Terdapat tiga
uji yang dapat dijadikan sebagai alat untuk memilih model regresi data

26
panel yang terbaik yaitu uji Chow, uji Hausman, dan uji Langrange
Multiplier (LM) dengan penjelasan sebagai berikut (Widarjono, 2009):

a. Uji Chow
Uji Chow digunakan untuk memilih model regresi data panel
terbaik di antara common effect model dan fixed effect model dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Perumusan Hipotesis
H0 : Common Effect Model
Ha : Fixed Effect Model
2) Rumus Uji Chow
Uji Chow dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
SSE1 = Sum Squared Resid dari Common Effect Model
SSE2 = Sum Squared Resid dari Fixed Effect Model
n = Jumlah perusahaan (cross section)
nt = Jumlah perusahaan (cross section) x jumlah period (time
series)
k = Jumlah variabel independen
3) Kriteria Pengujan Hipotesis
Berdasarkan degrees of freedom (df) = (n - 1) dan (nt – n – k) dengan
tingkat kepercayaan (confidence level) = 95% atau  = 0,05, maka:
H0 ditolak atau Ha diterima jika nilai Fhitung > Ftabel atau nilai
probabilitas < α (0,05) berarti model yang paling tepat digunakan
adalah fixed effect model
H0 diterima atau Ha ditolak jika nilai Fhitung ≤ Ftabel atau nilai
probabilitas ≥ α (0,05) berarti model yang paling tepat digunakan
adalah common effect model.

27
b. Uji Hausman
Uji Hausman merupakan uji lanjutan dalam memilih model
regresi data panel. Uji ini dilakukan ketika hasil uji Chow menunjukkan
bahwa model fixed effect lebih baik dari common effect, dimana dalam
uji Hausman akan dipilih lagi manakah yang lebih baik di antara fixed
effects dengan random effects menggunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Model Random Effect
Ha : Model Fixed Effect
Kriteria penerimaan hipotesis dalam uji Hausman mengikuti
distribusi statistik Chi Square dengan degree of freedom (df) sebanyak
k, dimana k adalah jumlah variabel independen. Jika nilai statistik
Hausman lebih besar dari nilai kritisnya atau nilai probabilitas < α
(0,05) maka H0 ditolak dan model yang tepat adalah fixed effect,
sedangkan sebaliknya jika nilai statistik uji Hausman lebih kecil dari
nilai kritisnya atau nilai probabilitas ≥ α (0,05) maka H 0 diterima dan
model yang tepat adalah random effect (Gujarati, 2012).
c. Uji Langrange Multiplier (LM)
Uji Langrange Multiplier (LM) dilakukan untuk memililh model
estimasi antara common effect atau random effect. Uji LM ini dilakukan
ketika hasil uji Chow menunjukkan bahwa Ho diterima yang berarti
model common effect lebih baik dari fixed effect. Hipotesis yang
digunakan dalam uji Langrange Multiplier (LM) adalah sebagai berikut:
H0 : Model Common Effect
Ha : Model Random Effect
Kriteria penerimaan hipotesis dalam uji Langrange Multiplier
(LM) didasarkan pada nilai probabilitas (p-value) Breush-Pagan. Jika
nilai probabilitas (p-value) Breush-Pagan ≥ α (0,05) maka H0 diterima
dan model yang tepat adalah common effect, sedangkan sebaliknya jika
nilai probabilitas (p-value) Breush-Pagan < α (0,05) maka H0 ditolak
dan model yang tepat adalah random effect.

28
Pembentukan model regresi dilanjutkan dengan pengujian kelayakan
model berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dan uji F sebagai
berikut (Gani dan Amalia, 2015):
a. Uji F
Uji F atau goodness of fit test adalah pengujian kelayakan model
(Gani dan Amalia, 2015). Model yang layak adalah model yang dapat
digunakan untuk mengestimasi populasi. Model regresi dikatakan layak
jika nilai F sebuah model memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Bilangan F dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut (Gani dan
Amalia, 2015):

Keterangan:
F = Nilai F hitung
R2 = Koefisien determinasi
k = Jumlah variabel
n = Ukuran sampel
Pengujian kelayakan model dilakukan dengan kriteria sebagai
berikut (Gani dan Amalia, 2015):
1) Ho diterima dan Ha ditolak jika nilai F hitung  Ftabel, sehingga model
regresi dinyatakan tidak layak digunakan untuk mengestimasi
populasi atau tidak memenuhi goodness of fit.
2) Ho ditolak dan Ha diterima jika nilai Fhitung > Ftabel, sehingga model
regresi dinyatakan layak digunakan untuk mengestimasi populasi
atau memenuhi goodness of fit.
Dimana,
Ho : b1, b2...bi ≤ 0, Model regresi dinyatakan tidak layak digunakan
untuk mengestimasi populasi atau tidak memenuhi
goodness of fit.

29
Ha : b1, b2...bi > 0, Model regresi dinyatakan layak digunakan untuk
mengestimasi populasi atau memenuhi goodness of
fit
b. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan variabel independen (pertumbuhan ekonomi,
tingkat pengangguran, belanja modal, tingkat partisipasi angkatan kerja
dan kemiskinan) dalam menjelaskan variabel dependen (Indeks
Pembangunan Manusia) relatif terbatas. Nilai yang mendekati satu
berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi perubahan variabel dependen.
Koefisien determinasi dihitung dengan rumus berikut (Gani dan
Amalia, 2015):

Keterangan:
R2 = koefisien determinasi
bi = koefisien regresi variabel bebas ke-i
Xi = variabel bebas ke-i
Y = variabel terikat
c. Pengujian Hipotesis dengan Uji t
Pengujian hipotesis pada model regresi digunakan untuk
mengetahui pengaruh nyata (signifikansi) variabel bebas atau
independen terhadap variabel terikat atau dependen (Gani dan Amalia,
2015). Uji t dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
signifikansi pengaruh variabel independen (pertumbuhan ekonomi,
tingkat pengangguran, belanja modal, tingkat partisipasi angkatan kerja
dan kemiskinan) secara parsial dalam menerangkan variasi perubahan

30
variabel dependen (Indeks Pembangunan Manusia). Tahapan pengujian
hipotesis pertama, kedua, ketiga, keempat dan hipotesis kelima dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Rumus
Uji t dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Gani dan
Amalia, 2015):

Keterangan:
t = thitung
bi = Koefisian regresi variabel bebas ke-i
Sbi = Standard error variabel bebas ke-i
2) Perumusan Hipotesis
Ha : b1,2,3,4,5 ≠ 0 Pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran,
belanja modal, tingkat partisipasi angkatan kerja
maupun kemiskinan berpengaruh signifikan
terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Indonesia.
H0 : b1,2,3,4,5 = 0 Pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran,
belanja modal, tingkat partisipasi angkatan kerja
maupun kemiskinan tidak berpengaruh signifikan
terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Indonesia.
3) Penentuan Tingkat Kepercayaan
Penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95 persen dengan
level of significance (α) = 0,05 dan degree of freedom (df) = (n - k).
4) Kriteria Pengujian Hipotesis Satu Sisi (One Tailed)
Ho diterima jika nilai -ttabel ≤ thitung ≤ ttabel
Ho ditolak jika nilai -ttabel > thitung > ttabel

31
Hipotesis pertama, kedua, ketiga, keempat dan hipotesis kelima
dalam penelitian ini diterima jika hasil uji t regresi (nilai t hitung)
berada pada daerah penolakan Ho (Ho ditolak).

32
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad, 2009. Pendidikan untuk Pembangunan Nasional Menuju


Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi, Penerbit
Intima, Jakarta.

Ananta, Prayudha, 2013. Determinants of Human Development in Lampung


Province, Jurnal Ekonomi Pembangunan (JEP), Vol. 2, No. 3, Hal: 243-
257.

Arisman, 2018. Determinant of Human Development Index in ASEAN Countries,


Signifikan: Jurnal Ilmu Ekonomi, Vol. 7, No. 1, Hal: 113-122.

Arsyad, Lincolin, 2004. Ekonomi Pembangunan, Penerbit STIE YKPN,


Yogyakarta.

Asmita, Fitrawaty dan Dede Ruslan, 2017. Analysis of Factors Affecting the
Human Development Index in North Sumatra Province, IOSR Journal of
Business and Management (IOSR-JBM), Vol. 19, Issue 10, Hal: 27-36.

Astuti, Maulida, 2018. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks


Pembangunan Manusia di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2010-2016, Jurnal, UII, Yogyakarta.

Basuki dan Prawoto, 2017. Analisis Regresi dalam Penelitian Ekonomi dan Bisnis
Dilengkapi Aplikasi SPSS & Eviews, Rajawali Pers, Jakarta.

Boediono, 2010. Teori Pertumbuhan Ekonomi, BPFE UGM, Yogyakarta.

Cahyanti, Novita Dwi, Muchtolifah dan Sishadiyati, 2021. Faktor-Faktor Indeks


Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Timur, Jambura Economic
Education Journal, Vol. 3, No. 2, Hal: 93-101.

Diastama, Annisa Rizky, 2018. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Periode 2012-2016, Jurnal
Publikasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Hal: 1-14.

Dwiputra, Reza Maulana, 2018. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Ketimpangan Pendapatan di Indonesia, Jurnal Ilmiah, Universitas
Brawijaya, Malang, Hal: 1-11.

Fadillah, Nurul dan Lilies Setiartiti, 2021. Analysis of Factors Affecting Human
Development Index in Special Regional of Yogyakarta, Journal of
Economics Research and Social Sciences, Vol. 5, No. 1, Hal: 88-104.

Faizin, Moh., 2021. Buku Ajar Ekonomi Makro Islam, Penerbit Nasya Expanding
Management (NEM), Pekalongan.

33
Gani, Irwan dan Siti Amalia, 2015. Alat Analisis Data: Aplikasi Statistik untuk
Penelitian Bidang Ekonomi dan Sosial, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Gonner, C., A. Cahyat, M. Haug, dan G. Limberg, 2007. Menuju Kesejahteraan:


Pemantauan Kemiskinan di Kutai Barat, Indonesia, CIFOR, Bogor.

Gujarati, Damonar N., 2012. Dasar-dasar Ekonometrika, Erlangga, Jakarta.

Halim, A., 2008. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah, Salemba
Empat, Jakarta.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 2014. Metodologi Penelitian Bisnis,


BPFE, Yogyakarta.

Junian, Risma, Dadan Kusnandar dan Evy Sulistianingsih, 2018. Analisis Indeks
Pembangunan Manusia di Kalimantan Barat dengan Regresi Panel dan
Biplot, Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (BIMASTER), Vol. 07,
No. 03, Hal: 177-184.

Kasim, M., 2006. Karakteristik Kemiskinan di Indonesia dan Strategi


Penanggulangannya (Studi Kasus: Padang Pariaman), Indomedia Global,
Jakarta.

Khikmah, Z., Sudati Nur Sarfiah dan Panji Kusuma Prasetyanto, 2020. Pengaruh
Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal Terhadap IPM di
Pulau Sulawesi Tahun 2011-2018, DINAMIC: Directory Journal of
Economic, Vol. 2, No. 4, Hal: 1127-1142.

Kuncoro, Mudrajad, 2012. Metode Kuantitatif, Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen


YKPN, Yogyakarta.

Machmud, Joice dan Desi Saputriyanti Djau, 2019. Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Gorontalo,
JPPE (Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Ekonomi), Vol. 2, No. 2,
Hal: 101-109.

Mankiew, Gregory, 2006. Teori Makro Ekonomi, Erlangga, Jakarta.

Marji, Setya Chendra Wibawa, Laili Hidayati dan Dhega Febiharsa, 2021. Pasar
Kerja Generasi-Z Bidang Vokasi, Penerbit Cerdas Ulet Kreatif Publisher,
Jember.

Muslikhati, 2018. Analisis Kausalitas Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks


Pembangunan Manusia, FALAH Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 3, No. 2,
Hal: 72-83.

Nanga, Muana, 2005. Makro Ekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan,


PT. Grafindo Persada, Jakarta.

34
Noviatamara, Ayu, Tiffany Ardina dan Nurisqi Amalia, 2019. Analisis Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jurnal REP (Riset Ekonomi Pembangunan), Vol. 4,
No. 1, Hal: 53-60.

Rahmat, David dan Nasri Bachtiar, 2017. Analisis Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Sumatera Barat, Artikel
Ilmiah, Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, Padang.

Sasti, Ida Ayu Tari Purnama, dan Made Yenni Latrini, 2019. Pengaruh Alokasi
Belanja Operasi dan Belanja Modal pada Indeks Pembangunan Manusia,
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol. 26, No. 2, Hal: 1632-1659.

Si’lang, Indrasuara Luther Sirangi, Zamruddin Hasid dan Priyagus, 2019. Analisis
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Indeks Pembangunan Manusia,
Jurnal Manajemen, Vol. 11, No. 2, Hal: 159-169.

Sudaryo, Y., D. Sjarif dan Nunung A. Sofiati, 2015. Keuangan di Era Otonomi
Daerah, CV. Andi Offset, Yogyakarta.

Sugiyono, 2017. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D), Alfabeta, Bandung.

Sukirno, Sadono, 2012. Makro Ekonomi Teori Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta.

Suliyanto, 2011. Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS,


PT. Andi, Yogyakarta.

Suwandi, 2015. Desentralisasi Fiskal dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan


Ekonomi, Penyerapan Tenaga, Kemiskinan, dan Kesejahteraaan di
Kabupaten/Kota Induk Provinsi Papua, Deepublish, Yogyakarta.

Wahyudi, D., dan Tri Wahyu Rejekingsih, 2013. Analisis Kemiskinan di Jawa
Tengah, Diponegoro Journal of Economics, Vol. 2, No. 1, Hal: 1-15.

Widarjono, Agus, 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya, Ekonisia,


Yogyakarta.

35
RENCANA DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERNYATAAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
RINGKASAN
SUMMARY
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
B. Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis
III. METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Metode Penelitian
B. Metode Analisis
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Subyek Penelitian
B. Hasil Analisis dan Pembahasan
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
B. Implikasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

36

Anda mungkin juga menyukai