Anda di halaman 1dari 86

Nama : Lilis Mahmudatun

NIM : 181240037

Prodi : PGMI 4A

Mata Kuliah : Tafsir Tarbawi

Tugas Akhir : Resume Materi Kelompok 1-12

KELOMPOK 1

AYAT-AYAT TENTANG KEWAJIBAN BELAJAR MENGAJAR

A. Q.S Ali ‘Imran (3): Ayat 190-191


1. Asbabun Nuzul
Ath-Thabrani dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata,
“orang-orang Quraisy mendatangi orang-orang Yahudi dan bertanya kepada
mereka, ‘apa tanda-tanda yang dibawa Musa kepada kalian?’ orang-orang
Yahudi itu menjawab, ‘tongkat dan tangan yang putih bagi orang-orang yang
melihatnya.’ Lalu orang-orang Quraisy itu mendatangi orang-orang Nasrani, lalu
bertanya kepada mereka, ‘apa tanda-tanda yang diperlihatkan Isa?’ mereka
menjawab, ‘Dia dulu menyembuhkan mereka menjawab, dia dulu menyembuhkan
orang yang buta, orang yang sakit kusta, dan menhidupkan orang mati.’ Lalu
mereka mendatangi Nabi saw lalu mereka berkata kepada beliau, “Berdo’alah
pada Tuhanmu untuk mengubah bukit shafa dan marwah menjadi emas untuk
kami.” Lalu beliau berdo’a,” maka turunlah ayat ini.
2. Penjelasan

Dalam ayat 190, berbicara tentang penciptaan benda-benda angkasa,


seperti matahari, bulan, dan gugusan bintang-bintang, atau berbicara tentang
pengaturan sistem kerja benda-benda langit itu, demikian juga kejadian dan
perputaran bumi ynag melahirkan silih bergantinya malam dan siang atau
perbedaannya dalam panjang dan pendeknya masa masing-masing. Semua
fenomena itu, menurut ayat di atas merupakan tanda-tanda tentang wujud dan
Maha Kuasa Allah swt bagi orang-orang yang berfikir, yakni orang-orang yang
mempunyai akal dan jiwa yang tidak diselubungi oleh kerancuan.

Surat Ali-‘Imran ayat 191, mejelaskan bahwa sebagian dari ciri-ciri orang
yang berakal, mereka adalah orang-orang, baik laki-laki maupun perempuan yang
terus menerus mengingat Allah dengan ucapan dan hati, dan dalam seluruh situasi
dan kondisi saat kerja atau istirahat, sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring atau bagaimanapun, dan mereka memikirkan tentang penciptaan yakni
kejadian dan sistem kerja langit dan bumi, dan setelah itu berkata sebagai
kesimpulan: “Tuhan kami tiadalah Engkau menciptakan alam raya dan segala
isinya ini dengan sia-sia tanpa tujuan yang baik.”

Mengingat Allah dalam segala kondisi manusia merupakan tanda


kebijakan. Barangsiapa mengingat Allah ketika berbaring berdiri, duduk dan
berbaring... Para pemilik pengetahuan adalah mereka yang mengingat Allah dan
merenung. Al-Qur’an memperkenalkan mereka sebagai berikut: Barangsiapa
mengingat Allah ketika berbaring berdiri, duduk dan berbaring serta
merenungi... keimanan lebih berharga ketika didasarkan pada kepandaian dan
kebijakan, ...dan merenungi penciptaan langit dan bumi... kita harus mengetahui
fakta bahwa semakin jauh jarak kita dari tuuan-tujuan mulia, semakin dekatlah
kita kepada neraka, dan kita harus kembali menempuh jarak itu lagi. Dunia
penciptaan ini tidak dihadirkan dengan sia-sia walaupun kita tidak menyadari
semua rahasianya.

Tentang kejadian langit dan bumi dan pertikaian (tidak sama) malam dan
siang, menjadi bukti atau kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal, yaitu
orang-orang yang selalu ingat kepada Allah, baik diwaktu berdiri, duduk atau
berbaring serta memikirkan kejadian langit dan bumi. Mereka mengaku bahwa
semuanya itu dijadikan Allah bukanlah dengan percuma, melainkan mengandung
rahasia-rahasia yang ajaib sebagai bukti bahwa yang menjadikannya dan yang
mengaturnya ialah Allah swt yang Maha Kuasa.

3. Aspek Pendidikan
Dengan menghubungkan definisi ini, maka hubungan antara Al-Qur’an
surah Ali-‘Imran ayat 190-191 dengan pendidikan terutama pendidikan Islam,
diantaranya:
a. Sumber pendidikan Islam adalah Al-Quran. Seperti yang diungkapkan oleh
Sa’id Ismail Ali, sebagaimana yang dikutip Abdul Mujib bahwa sumber
pendidikan Islam terdiri atas enam macam, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah,
kata-kata sahabat, mashalil al-mursalah, ‘urf, dan ijtihad. Ayat ini tentu
menjadi sumber dalam pendidikan Islam karena ia adalah bagian dari Al-
Qur’an.
b. Materi pendidikan. Ibnu Katsir dalam tafsirnya telah menjelaskan hal ini
dalam tafsirnya mengenai tafsir surah Ali-‘Imran ayat 190 di atas. Dengan
merujuk pada tafsirnya, maka ayat ini membicarakan berbagai bidang ilmu
seperti: Astronomi, Biologi, Fisika, Kimia, Geografi, dan lain-lain.
c. Pengetahuan. Dalam aspek pendidikan ada tiga ranah yang dikembangkan
dari peserta didik, yaitu afektif, kognitif, dan psikomotorik. Kognitif
merupakan salah satu kompetensi inti dalam Kurikulum 2013, yaitu
memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar,
melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang
dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang
dijumpainya di rumah dan di sekolah. Pengetahuan tidak didapat kecuali
dengan mengembangkan potensi akal.
d. Sikap dan keterampilan. Pendidikan tidak hanya menekankan pada ranah
kognitif tetapi juga pada aspek afektif dan psikomotorik, ketiganya
(termasuk kognitif) tidak dapat dipisahkan bahkan harus seimbang. Dan
kedua aspek ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. yang tertuang
dalam haditsnya dalam menafsirkan dan merealisasikan ayat ini dalam
kehidupan sehari-hari. Seperti dikatakan bahwa tafakur adalah thinking
(kognitif), shalat dan dzikir adalah (afektif dan psikomotorik). Inilah suri
tauladan yang baik dan patut dicontoh bagi pendidik maupun peserta didik.
B. Q.S At-Taubah (9): Ayat 122
1. Asbabun Nuzul
Allah menjelaskan surat At-Taubah ayat 122 ini bahwa pada waktu itua da
orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang. Mereka tidak berangkat
perang karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya di daerah badui
(pedalaman). Melihat kejadian itu, orang-orang munafik berkomentar, “sungguh
masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka
celakalah orang-orang pedalaman itu.” Kemudian turunlah surat ini (At-Taubah
ayat 122) yang menjawab komentar orang-orang munafik tersebut. “tidak
sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).”
(surat At-Taubah ayat 122).
Ibnu Hatim mengetengahkan pula hadits lainnya yang menjelaskan Asbabun
Nuzul surat At-Taubah ayat 122. Riwayat hadits tersebut melalui Abdullah bin
Ubaid bin Umar yang menceritakan, bahwa keinginan umat Islam yang sangat
besar untuk ikut berjihad, sehingga ketika Rasulullah SAW mengirimkan pasukan
perang, maka mereka semuanya ingin berangkat. Mereka meninggalkan Nabi
SAW di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah surat
At-Taubah ayat 122 sebagai respon atas perilaku para sahabat nabi.
2. Penjelasan

Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa tidak perlu semua orang
mukmin berangkat ke medan perang semuanya, peperangan itu hendaknya
dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja pada saat itu. Harus ada pembagian
tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi
bersungguh-sungguh menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam
supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat
dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat
Islam dapat ditingkatkan. Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh
agama Islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang berjuang di medan
perang. Dalam hal ini Rasulullah SAW telah bersabda: Artinya: “Di hari kiamat
kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para penuntut ilmu (Ulama) akan
ditimbang dengan darah para syuhada (yang gugur di medan perang).”

Oleh sebab itu harus ada sebagian dari umat Islam yang menggunakan
waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama agar
kemudian setelah mereka selesai dan kembali ke masyarakat, mereka dapat
menyebarkan ilmu tersebut, serta menjalankan dakwah Islam dengan cara atau
metode yang baik sehingga mencapai hasil yang lebih baik pula.
Jadi, ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk
mencerdaskan umat, maka tidak dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam
yang menuntut ilmu pengetahuan hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan
atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan
sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang belum
menerima pengetahuan. Orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan
haruslah menjadi mercusuar bagi umatnya. Ia harus menyebarluaskan ilmunya,
dan membimbing orang lain agar memiliki ilmu pengetahuan pula. Selain itu, ia
sendiri juga harus mengamalkan ilmunya agar menjadi contoh dan teladan bagi
orang-orang sekitarnya dalam ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran
agama.

3. Aspek Pendidikan
a. Memahami Agama
Ayat ini adalah tuntunan yang jelas sekali tentang pembagian pekerjaan di
dalam melaksanakan seruan perang. Alangkah baiknya keluar dari tiap-tiap
golongan itu, yaitu golongan kaum beriman yang besar bilangannya, yang
berintikan penduduk kota Madinah dan kampung-kampung sekelilingnya. Dari
golongan yang besar itu adakan satu kelompok; cara sekarangnya suatu
panitia, atau suatu komisi, atau satu khusu’, yang tidak terlepas dari ikatan
golongan besar itu, dalam rangka berperang. Tugas mereka ialah
memperdalam pengertian, penyelidikan dalam soal-soal keagamaan. Dari ayat
ini kita dapat melihat bahwa berperang/jihad dan belajar agama adalah sesuatu
yang penting. Dan keduanya saling mengisi. Tetapi tidak semua kaum
muslimin yang harus ikut berperang, akan tetapi ada juga dari sebagian
mereka yang harus memperdalam ilmu agama.
Maka mempelajari ilmu fikih termasuk wajib, walaupun sebenarnya kata
tafaquh tersebut makna umumnya adalah memperdalam ilmu agama, termasuk
ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu tasir, ilmu tasawuf dan sebagainya. Dalam
alquran Surah At-Taubah ayat 122 menunjukan yang menjadi obyek
pendidikan adalah lebih khusus yakni sebagian dari orang-orang mukmin.
b. Mengajar / Menyampaikan Kepada Orang Lain
Menjadi tanggung jawab orang yang paham agama untuk mengajarkan apa
yang telah dipahaminya dan setiap muslim wajib untuk menuntut ilmu agama,
agar Islam tidak lagi asing di mata pemeluknya. Dengan menuntut ilmu akan
kita raih derajat kemuliaan yang tertinggi. Dengan demikian dapat diambil
suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang
mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu,
mengamalkannya, dan mengajarkannya kepada orang lain.
Dan ilmu dapat diraih dengan:
1) Memiliki azzam yang kuat untuk memperdalam ilmu agama.
2) Meluruskan niat hanya untuk meraih ridha Allah SWT.
3) Rajin menghadiri majelis-majelis ilmu.
4) Istiqomah dalam mencari ilmu agama.
5) Memaksimalkan sarana mencari ilmu sebagai wujud syukur, yaitu
pendengaran, penglihatan dan hati.
6) Mengamalkan apa yang sudah di ilmui.
C. Q.S Al-Ankabut (29): Ayat 19-21
1. Asbabun Nuzul
Ayat ini tidak memiliki asbabun nuzul.
2. Penjelasan

Ayat 19 (Dan apakah mereka tidak memperhatikan) dapat dibaca Yarau


dan Tarau, artinya memikirkan (bagaimana Allah menciptakan manusia dari
permulaannya) lafal Yubdi-u menurut suatu qiraat dibaca Yabda-u berasal dari
Bada-a, makna yang dimaksud bagaimana Allah menciptakan mereka dari
permulaan (kemudian) Dia (mengulanginya kembali) maksudnya mengulangi
penciptaan-Nya kembali sebagaimana permulaan Dia menciptakan mereka.
(Sesungguhnya yang demikian itu) yaitu hal yang telah disebutkan mengenai
penciptaan pertama dan penciptaan kedua (adalah mudah bagi Allah) dan kenapa
mereka mengingkari adanya penciptaan yang kedua itu; yang dimaksud adalah
hari berbangkit.

Ayat 20 (Katakanlah, “Berjalanlah kalian di muka bumi, maka


perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan-ya) yakni menciptakan
orang-orang yang sebelum kalian, kemudian Dia mematikan nereka (lalu Allah
menjadikannya sekali lagi). (Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu) antara lain ialah memulai dan mengulanginya.
3. Aspek Pendidikan

Dalam Islam menuntut ilmu sangatlah di wajibkan bagi kaum muslim laki-
laki maupun perempuan. Menurut Nabi Muhammad SAW, tinta para pelajar
nilainya setara dengan darah para syuhada’ pada hari pembalasan. Dengan
demukian para pelaku dalam proses belajar mengajar, yaitu guru dan murid di
pandang sebagai “orang-orang terpilih” dalam masyarakat yang telah termotivasi
secara kuat oleh agama untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu
pengetahuan mereka.

Dengan demikian, dalam agama Islam mereka yang tekun mencari ilmu
pengetahuan lebih di hargai dari pada mereka yang beribadah sepanjang masa.
Kelebihan orang yang ahli ilmu dari ahli ibadah adalah seperti kelebihan
Muhammad SAW atas orang Islam seluruhnya. Keutamaan nilai orang yang
menutut ilmu tidak diragukan lagi, bahkan Nabi Muhammad SAW menjamin
bahwa orang yang berjuang dalam rangka menuntut ilmu akan diberikan banyak
kemudahan oleh Allah baginya jalan menuju Surga.

D. Q.S Al-Ghasyiyah (88) : 17-21


1. Asbabun Nuzul
Ibnu Jarir dan Ibnu Hatim meriwayatkan dari Qatadah yang berkata, “tatkala
Allah menginformasikan sifat-sifat surga, orang-orang yang sesat menjadi
terheran-heran. Allah lalu menurunkan ayat ini.
2. Penjelasan
Ayat ke 17-21, Allah mempertanyakan apakah mereka tidak memperhatikan
bagaimana unta, yang ada di depan mata mereka dan dipergunakan setiap waktu,
diciptakan. Bagaimana pula langit yang berada di tempat yang tinggi tanpa tiang;
bagaimana gunung-gunung dipancangkan dengan kukuh, tidak bergoyang dan
dijadikan petunjuk bagi orang yang dalam perjalanan. Di atasnya terdapat danau
dan mata air yang dapat dipergunakan untuk keperluan manusia, mengairi
tumbuh-tumbuhan, dan memberi minum binatang ternak. Bagaimana pula bumi
dihamparkan sebagai tempat tinggal bagi manusia. Apabila mereka telah
memperhatikan semua itu dengan seksama, tentu mereka akan mengakui bahwa
penciptanya dapat membangkitkan manusia kembali pada hari Kiamat.
3. Aspek Pendidikan
Q.S Al-Ghasyiyah ayat 17-21 apabila ditinjau dari perspektif psikologi
komunikasi termasuk kepada komunikasi intrapersonal dengan proses berpikir.
Berpikir melibatkan semua proses sensasi, persepsi dan memori. Berpikir
dilakukan untuk memahami realitas. Pada surat inilah Allah memerintahkan
manusia untuk memerhatikan dan memikirkan semua ciptaanNya. Dalam
komunikasi interpersonal ada yang disebut dengan konsep diri yaitu pandangan
tentang diri. Konsep diri memiliki dua komponen, yaitu komponen kognitif dan
komponen afektif. Komponen kognitif disebut citra diri (self image) dan
komponen afektif disebut harga diri (self esteem). Contohnya, konsep diri
Namrudz yang angkuh, telah membawa dirinya kepada kebuntuan pikiran dan
argumentasi karena merasa mampu menyaingi kuasa Allah.
Dalam ayat diatas apa perlunya Allah menyuruh memikirkan onta, langit,
bumi, dan gunung? Betapa pertanyaan ini sangat penting sekali, sebab di zaman
sekarangpun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ternyata
banyak sekali disiplin ilmu yang berkembang justru hakikatnya berawal dari suatu
pertanyaan. Tata pikir manusia untuk selalu belajar melalui fenomena dan
peristiwa alam yang digali lewat penggunaan akal (rasional, obyektif, empirik,
terukur) pada akhirnya mendorong untuk mengimani, meyakini akan kebesaran
dan kekuasaan Allah SWT.
E. Q.S Al-‘Alaq (96): Ayat 1-5
1. Asbabun Nuzul
Yahya bin Bukair menceritakan kepada kami, dia berkata telah menceritakan
kepada al-Lais dan ‘Uqail dari ibnu shihab dan Urwah ibnu Zubair dari ‘aisyah
Ummul mukminin bahwa beliau berkata, wahyu yang pertama sekali diterima
oleh Rasulullah saw adalah mimpi yang baik dalam tidur. Maka beliau tidak tidak
melihat didalam mimpi itu melainkan datang bagaikan cahaya shubuh. Setelah itu
beliau suka menyendiri. Beliau menyendiri di Gua Hira’ untuk beribadah
beberapa malam disana. Setelah itu beliau kembali kerumah untuk mengambil
bekal, lalu kembali lagi ke Gua Hira’sampai datang kepadanya al-haq (kebenaran)
ketika beliau masih berada disana. Tak lama berselang, datang malaikat (Jibril)
seraya berkata ‘bacalah rasulullah saw menjawab; ‘saya tidak bisa membaca.
Perawi mengatakan bahwa untuk kedua kalinya malaikat (Jibril) memegang nabi
dan menekan-nekannya hingga kepayahan, dan setelah itu dilepaskan. Malaikat
(Jibril) memegang Nabi dan menekan-nekannya sehingga beliau dilepaskan
berkata lagi padanya “Iqra’ Nabi menjawab: saya tidak bisa membaca. Perawi
mengatakan bahwa untuk ketiga kalinya kalinya malaikat (Jibril) memegang nabi
dan menekan-nekannya hingga kepayahan, dan setelah itu dilepaskan. Kemudian
melepaskanku dan berkata “bacalah!” Nabi menjawab: “saya tidak bisa
membaca”. Lalu ia merangkul dan memelukku sampai aku kepayahan, kemudian
melepaskanku ketiga kalinya, lalu ia berkata, “bacalah dengan menyebut tuhanmu
yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan tuhanmu maha pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Setelah peristiwa
mencekam di Gua Hira’ itu, Nabi pulang ke rumah Khadijah dengan tubuh
gemetar (ketakutan) dan penuh keringat sehingga begitu sampai di rumah, beliau
untuk meminta khadijah untuk menyelimutinya. Khadijah menenangkan beliau
dengan kata-kata yang menyejukan, bahwa ia tidak akan pernah mengecewakan
kamu selama-lamanya. Engkau akan menghubungkan silaturahmi, memikul
tanggung jawab, mengusahakan yang belum ada, memuliakan tamu, dan membela
kebenaran, kemudian ia menyelimutinya dengan penuh kasih sayang.
2. Penjelasan

Ayat pertama menerangkan bahwa sebelum ayat turun Nabi tidak pandai
membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Ilahi agar beliau membaca,
sekalipun tidak bisa menulis. Dan Allah menurunkan sebuah kitab kepadanya
untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa menulis. Kesimpulan Sesungguhnya Zat
Yang Menciptakan makhluk mampu membuatmu bisa membaca, sekalipun
sebelum itu engkau tidak pernah belajar membaca. Ayat kedua bahwa
sesungguhnya Allah menciptakan manusia dari segumpal darah, kemudian
membekalinya dengan kemampuan berfikir, sehingga bisa menguasai seluruh
makhluk bumi mampu pula menjadikan Muhammad Saw. Bisa membaca,
sekalipun beliau tidak pernah belajar membaca dan menulis. Ayat ketiga bahwa
Allah adalah Tuhan Maha Pemurah kepada orang yang memohon pemberiaNya.
Bagi-Nya amat mudah menganugrahkan kepandaian membaca kepadamu berkat
kemurahannya. Ayat keempat di sini Allah menyatakan bahwa diri-Nyalah yang
telah menciptakan manusia dari alaq, kemudian mengajari manusia dengan
perantara qalam. Demikian itu agar manusia menyadari bahwa dirinya diciptakan
dari sesuatu yang paling hina, hingga ia mencapai kesempurnaan kemanusiaannya
dengan pengetahuannya tentang hakekat segala sesuatu. Ayat kelima ini
merupakan dalil yang menunjukan tentang keutamaan membaca, menulis dan
ilmu pengetahuan. Allah mengajari manusia ilmu yang paling utama, yaitu
menulis dan menganugrahkannya ilmu pengatahuan sebelum itu ia tidak
mengetahui apa pun juga.

3. Aspek Pendidikan
1) Manusia adalah makhluk yang dapat dan harus dididik.
2) Dengan pendidikan maka potensi diniyah dan potensi-potensi kemanusiaan
lainnya yang dimiliki setiap orang akan berkembang secara wajar.
3) Melalui pendidikan harkat martabat kemanusiaan manusia dengan sendirinya
akan terjaga dan akan terus meningkat menuju kesempurnaannya.
4) Melalui pendidikan pula maka sifat-sifat congkak dan sombong yang
dijelaskan pada ayat 6 dengan sendirinya diharapkan akan dapat dihilangkan.

KELOMPOK 2

AYAT-AYAT TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN

A. Q.S Al-Imran (3): 138-139


1. Asbabun Nuzul
Dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a. bahwa pada perang uhud, para sahabat
mengalami kekalahan, lalu ketika itu tiba-tiba Khalid bin Walid beserta pasukan
berkuda kaum musyrik ingin naik ke atas bukit untuk menyerang pasukan islam.
Melihat hal itu lalu rasulullah SAW, berkata: “Ya Allah, jangan sampai mereka
mengalahkan kami, Ya Allah, tiada kekuatan bagi kami kecuali atas izin dan
kehendak-Mu, Ya Allah , di tanah ini tidak ada orang-orang yang menyembah-
Mu kecuali orang-orang ini”. Lalu Allah SWT. Menurunkan ayat-ayat ini. Lalu
ada sekelompok dari kaum Muslimin yang langsung meloncat berlarian ke atas
bukit, lalu mereka menyerang pasukan berkuda kaum musyrik dengan senjata
panah.
2. Penjelasan
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini memerintahkan untuk
mempelajari “sunah” yakni kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan Ilahi dalam
masyarakat. Sunnatullah adalah kebiasaankebiasaan Allah dalam memperlakukan
masyarakat. Perlu diingat bahwa apa yang dinamai hukum-hukum alam pun
adalah kebiasaankebisaan yang dialami manusia menyangkut fenomena alam.
Dari ikhtisar ‘pukul rata’ statistik tentang fenomena tersebut, hukum-hukum alam
dirumuskan. Kebiasaan itu dinyatakan-Nya sebagai tidak beralih (QS. Bani Isra’il
[17]: 77) dan tidak pula berubah (QS. Al-Fath [48]: 23).

Adapun Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini merupakan firman Allah
kepada hanba-hamba-Nya yang mu’min tatkala mereka mendapat musibah dalam
perang Uhud dan gugur tujuh puluh orang diantara mereka sebagai syuhada,”
bahwa hal yang serupa itu telah terjadi pada umat-umat yang sebelum mereka,
para pengikut nabi-nabi yang akhirnya merekalah yang beruntung dan orang-
orang kafirlah yang binasa. Karenanya Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya
mengadakan perjalanan untuk melihat dan menyaksikan bagaimana akibat yang
diderita oleh umat-umat yang mendustakan Nabi-nabi-Nya.

3. Aspek Pendidikan

Pada ayat 138 “(Al Quran) Ini adalah penerangan bagi seluruh manusia,
dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa” dapat kita ketahui
bahwa tujuan pendidikan disini ialah agar manusia mengetahui jalan hidup yang
lurus dan benar, dimana alquranlah yang menjadi pendidik dan menjadi penerang
jalan hidup manusia.

Dan tujuan pendidikan pada ayat 139 “Janganlah kamu bersikap lemah”
yaitu agar manusia menjadi orang yang kuat, sehat jasmani dan rohani, “dan
janganlah (pula) kamu bersedih hati” yaitu agar manusia bahagia dan tentram
hidup didunia dan diakhirat, kemudian dilanjutkan dengan “padahal kamulah
orang-orang yang paling Tinggi” yaitu agar derajat manusia bertambah tinggi.
Dan kesimpulan tujuan pendidikan yang ada pada ayat 139 ini yaitu agar manusia
menjadi orang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, dengan semakin
tingginya pendidikan yang manusia dapatkan diharapkan manusia tersebut
semakin kuat imannya kepada Allah SWT.

Tujuan pendidikan yang terdapat pada surah Al-Imran ayat 138- 139 yaitu:
a. Agar manusia mengetahui jalan hidup yang lurus dan benar, dimana
alquranlah yang menjadi pendidik dan menjadi penerang jalan hidup
manusia.
b. Agar menjadi manusia yang kuat serta sehat jasmani dan rohani, menjadi
orang yang bahagia dan tentram hidup didunia dan diakhirat, serta menjadi
orang yang derajatnya bertambah tinggi.
c. Agar manusia menjadi orang yang benar-benar beriman kepada Allah.
d. Agar manusia tidak dicela oleh Allah dengan tidak menjadi penghianat
lagi pengingkar nikmat Allah.
e. Agar manusia mampu menjaga dirinya, keluarganya, hartanya, bangsanya,
serta agamanya.
f. Agar manusia mampu melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta
menyuruh.

Jika ayat ini dikaitkan dengan tujuan pendidikan dalam kegiatan


pembelajaran di sekolah, maka dapat dikatakan bahwa:

a. Sebagai seorang guru dalam mengajar harus memiliki persiapan


sebelumnya, misalnya saja mempersiapkan alat atau media yang
digunakan dalam pembelajaran agar para siswa menjadi lebih semangat
dalam belajar dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. demikian juga
seorang anak tesebut hendaklah mempersiapkan diri dengan sebaik-
baiknya di dalam belajar.
b. Pembelajaran yang dilakukan dengan mengunjungi tempat-tempat tertentu
dan melakukan observasi diharapkan dapat membuat anak didik menjadi
orang-orang yang bertakwa. Orang yang bertaqwa adalah orang yang
selalu waspada dan takut akan azab Allah sebagaimana yang terjadi di
pada umat yang mendustakan ayat-ayat Allah.
c. Pembelajaran yang dilakukan hendaknya memberikan motivasi kepada
anak didik agar selalu bersifat optimis, karena orang beriman adalah orang
yang mendapatkan keistimewaan.
B. Q.S Al-Hajj (22): 41
1. Asbabun Nuzul
Ibnu abbas mengatakan tentang Asbabun Nuzul ayat ini. “Tatkala Rasulullah
SAW. Di usir dari mekkah Abu Bakar berkata “Mereka telah mengusir Nabi,
mereka sesungguhnya kita kepunyaan Allah, sesungguhnya kita kembali pada-
Nya benar-benar hancurlah kaum itu.” Maka Allah SWT menurunkan ayat ini
yang artinya: Di izinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh Allah Maha Kuasa Menolong
mereka itu. Abu Bakar berkata: Maka tahulah aku Sesungguhnya aka nada
peperangan.’ (Riwayat Ahmad At-Tarmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majjah).
2. Penjelasan
Para sahabat nabi yang diusir dari kampung halamannya hanya karena
mereka meyakini tidak ada tuhan selain Allah itu adalah orang-orang yang jika
kami beri kedudukan kepada mereka di bumi dengan menjadi umara, mereka akan
menggunakan kekuasaannya untuk mengajak umat melaksanakan salat berjamaah,
di masjid, awal waktu; menunaikan zakat, infak, dan sedekah dengan manajemen
yang baik untuk kesejahteraan umat, dan menyuruh berbuat yang makruf kepada
seluruh lapisan masyarakat dan mencegah dari yang mungkar dari siapa saja yang
mengindikasikan melanggar hukum dan menyimpang dari aturan yang berlaku;
dan kepada Allah-lah kembali segala urusan dengan seadil-adilnya mengenai
nasib manusia di akhirat.
3. Aspek Pendidikan
Pada ayat 41 juga terdapat tujuan suatu pendidikan, dimana tujuan tersebut
yaitu agar manusia menjadi orang yang diteguhkan kedudukan mereka di bumi
dengan melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta menyeru orang lain untuk
berbuat baik dan mengingatkan orang lain untuk tidak berbuat mungkar. Oleh
karena itu, dari surah Al-Hajj ayat 41 ini diharapkan suatu pendidikan mampu
mendidik anak didik menjadi anak didik yang taat dan beriman kepada Allah
bukannya menjadi anak yang ingkar dan kufur terhadap nikmat Allah. Dan
mendidik anak tersebut untuk mampu menjaga dirinya, keluarganya, hartanya,
bangsanya, serta agamanya,. Dan mendidik anak didik agar menjadi orang yang
melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta menyuruh berbuat yang ma’ruf dan
mencegah perbuatan yang mungkar.

C. Q.S Al-Fath (48) : 29


1. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi, dan an-Nasa-i, yang bersumber dari
Anas. Diriwayatkan pula oleh Muslim yang bersumber dari salamah bin al-Akwa’.
Diriwayatkan pula oleh Ahmad dan an-Nasa-i, yang bersumber dari ‘Abdullah bin
Mughaffal al-Muzani. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Ishaq yang bersumber
dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika terjadi peristiwa Hudaibiyyah, ada delapan puluh
pasukan musuh yang bersenjata lengkap bermaksud menyergap Rasulullah saw.
dari Gunung Tan’im. Akan tetapi mereka tersergap dan tertawan, lalu dilepaskan
kembali atas perintah Rasulullah saw. Ayat ini (al-Fath: 24) turun berkenaan
dengan peristiwa tersebut, yang melukiskan kemenangan kaum Muslimin dengan
tidak menumpahkan darah.
2. Penjelasan
Dalam ayat ini menjelaskan tentang sifat dan sikap Nabi Muhammad
beserta pengikut pengikut beliau terhadap orang-orang kafir. Nabi Muhammad
adalah utusan Allah yang diutus membawa rahmat bagi seluruh alam dan orang-
orang bersama dengannya yakni sahabat-sahabat nabi serta pengikut-pengikut
setia beliau adalah orang yang bersikap keras yakni tegas terhadap orang-orang
kafir namun mereka ber kasih sayang antar sesama muslim. mereka ruku’ dan
sujud dengan ikhlas, senantiasa mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya.
Dengan sifat-sifat itu Allah hendak mengekalkan hati orang-orang kafir
dengannya yaitu dengan pertumbuhan, perkembangan dan pertambahan jumlah
dan kekuatan mereka itu. Allah menjanjikan orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal-amal saleh di antara mereka yang bersama Nabi Muhammad
serta siapapun yang mengikuti cara hidup mereka akan mendapatkan ampunan
dan pahala yang besar.

3. Aspek Pendidikan

Dari uraian diatas, tujuan pendidikan, yakni :

a) Menjadikan anak hidup sebagai orang yang selalu menyayangi sesama


muslim, dan tegas dalam menolak segala bentuk kemungkaran.
b) Menjadikan anak didik sebagai orang yang selalu melaksanakan perintah
Allah, dan selalu melakukan pembangunan untuk kesejahteraan umat Islam.
c) Menjadikan anak didik sebagai orang yang selalu melakukan intropeksi diri
dengan memperbaiki segala kekurangan dirinya.
D. Q.S Al-Dzariyat (51) : 56
1. Asbabun Nuzul
Ketika para malaikat mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan
khalifah di muka bumi. Allah SWT menyampaikan perintah-Nya kepada mereka
secara terperinci. Dia memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan manusia dari
tanah. Maka ketika Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya,
para malaikat harus bersujud kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud
tersebut adalah sujud penghormatan, bukan sujud ibadah, karena sujud ibadah
hanya diperuntukkan kepada Allah SWT.
2. Penjelasan
Maksud ayat ini adalah bagi siapa yang menepati atau mengerjakan
perintah-perintah dari Allah akan dibalasnya dengan pahala yang sempurna dan
barang siapa yang mendurhakai-Nya dia juga akan menerima siksa yang pedih di
akhirat kelak. Sementara menurut Muhammad Said, maksud dari ayat yang di atas
ialah Allah menciptakan semua makhluk termasuk jin dan manusia agar semua
menyembahnya, tanpa terkecuali di setiap waktu, baik itu dalam salat ataupun
tidak, supaya ingat kepada Allah sehingga dengan sendirinya akan timbul pada
dirinya kesadaran untuk melakukan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Tujuan
umum pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian sebagai bagai khalifah
Allah atau sekurang-kurangnya mempersiapkan ke jalan yang mengacu kepada
tujuan akhir manusia. Tujuan utama khalifah adalah beriman kepada Allah dan
tunduk patuh secara total kepada-Nya.

Dengan demikian, ayat di atas memerintahkan kepada manusia untuk


belajar agar mereka mengetahui apa yang baik atau buruk lewat perantara nabi,
ulama dan guru. Tujuan utamanya dalam manusia dan jin menjadi hamba yang
mengabdi dan patuh kepada Allah dengan mengerjakan segala perintahnya dan
menjauhi  semua larangannya. Allah menjelaskan dalam ayat ini agar mereka
yang dalam kemewahan dapat memohon ampunan dari Allah dan bertaubat
kepadanya. Ayat ini juga merupakan isyarat bahwa dalam membangun, tidak
jarang terjadi kesalahan dan pelanggaran, namun hal tersebut kiranya dapat
diampuni nya jika yang bersangkutan memohon ampunan-Nya.

3. Aspek Pendidikan
a. Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim
yang sadar akan tujuan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid (hamba).
Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau
anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT dan semata
bertujuan memperoleh ridho Allah SWT.
b. Jika kita durhaka kepada Allah, maka Allah akan memberi azab yang pedih
kepada kita dan tidak ada seorangpun yang mampu menolak azab tersebut, dan
juga tidak ada seorangpun yang dapat menolong kita untuk menghindari azab
tersebut.
c. Dengan ketaatan beribadah, maka akan melahirkan sikap baik terhadap diri
kita sendiri maupun orang lain.
d. Ketika Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan
dengannya Allah SWT mengamanahkan bumi beserta isi kehidupannya
kepada manusia, maka manusia merupakan wakil yang memiliki tugas sebagai
pemimpin dibumi Allah.

KELOMPOK 3

AYAT-AYAT TENTANG SUBJEK PENDIDIKAN

A. QS. An – Nahl (16) : 41 – 43


1. Asbabun Nuzul
Ibnu Jarir at-Tabarī dan Ibnu Hatm meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa ia
berkata, “Ketika Allah mengutus Muhammad sebagai Nabi, orang Arab
mengingkarinya. Kemudian turunlah ayat ini (Departemen Agama RI, 2004: 327).
2. Penjelasan

Kata (arab) az-zubur adalah jamak dari kata (arab) zabur, yakni tulisan.
Yang di maksud disini adalah kitab-kitab yang ditulis, seperti Taurat, Injil, Zabur
dan Shuhuf Ibrahim as. Para ulama berpendapat bahwa zubur adalah kitab-kitab
singkat yang tidak mengandung syariat, tetapi sekedar nasihat-nasihat. Salah satu
nama alquran adalah (Arab) adz-Dzikr yang dari segi bahasa adalah antonim kata
lupa. Alquran dinamai demikian karena ayat-ayatnya berfungsi mengingatkan
manusia apa yang dia berpotensi melupakannya dari kewajiban, tuntunan dan
perringatan yang seharusnya dia selalu ingat, laksanakan dan indahkan.
Pengulangan kata turun dua kali, yakni (arab) anzalna ilaik/ kami turunkan
kepadamu dan (arab) ma nuzzila ilaihim/ apa yang telah diturunkan kepada
mereka mengisyaratkan perbedaan penurunan yang dimaksud. Yang pertama
adalah penurunan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW yang bersifat
langsung dari Allah SWT, dan dengan redaksi pilihan-Nya sendiri, sedang yang
kedua adalah yang ditujukan kepada manusia seluruhnya. Ini adalah penjelasan-
penjelasan Nabi Muhammad SAW tentang alquran. Penjelasan yang dimaksud
adalah berdasar wewenang yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW terkait wahyu atau ilham-Nya yang disampaikan.

3. Aspek Pendidikan

Ayat ini menegaskan bahwa tujuan turunya alquran adalah untuk semua
manusia. Alquran untuk dua hal. Pertama, untuk menjelaskan apa yang diturunkan
secara bertahap kepada manusia, karena ma’rifah Ilahiah tidak dapat diperoleh
manusia tanpa melalui perantara, karena itu diutus seorang dari mereka untuk
menjelaskan dan mengajar. Kedua, adalah harapan kiranya mereka berpikir
menyangkut dirimu Wahai Nabi agung agar mereka mengetahui apa yang engkau
sampaikan adalah kebenaran yang bersumber dari Allah SWT. Ayat ini
menugaskan Nabi Muhammad SAW untuk menjelaskan Al-Qur’an.

Bayan atau penjelasan Nabi Muhammad SAW itu bermacam-macam dan


bertingkat-tingkat. Nilai pendidikan yang dapat kita ambil dari QS. An-Nahl ayat :
43 dan 44 antara lain:

a) Menganjurkan kita untuk bertanya apabila kita tidak tahu. Guru sebagai
subyek sekaligus sebagai “murid” yang aktif.
b) Apabila kita mempunyai ilmu sebaiknya ajarkan kepada yang belum tahu.
c) Dalam mendidik menyesuaikan dengan tingkat kecerdasan dan pemahaman
peserta didik.
d) Pendidik menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami.
e) Pendidikan dilakukan secara bertahap.
f) Pendidik atau guru harus menguasai bahan ajar
B. QS. Al-Kahfi (18) : 66
1. Asbabun Nuzul
Pada suatu Ketika Nabi Musa as memberikan pidato atau semacam ceramah di
suatu tempat yang tidak disebutkan nama tempat dan judul ceramahnya. Ketika
Nabi as menyampaikan pidatonya tiba-tiba ada yang memberanikan diri dan
bertanya kepada beliau. Tanya dia “Apakah ada orang yang lebih pintar dari
dirimu (Musa)”. Mendengar hal tersebut Nabi Musa menjawab “tidak ada”.
Karena jawaban yang dilontarkan Musa kepada orang tersebut tentang perihal
bahwa dialah yang pintar, maka Allah SWT pun segera menyuruh Nabi Musa as
untuk pergi ke suatu tempat, di mana tempat tersebut merupakan pertemuan dua
laut. Didalam perjalanan menuju tempat tersebut, beliau ditemani oleh seseorang.
Yang menurut sebagian mufassir ia adalah murid atau pengikut setia dari Nabi
Musa as sendiri yang bemama Yusa’ bin Nun. Tidak lupa Allah SWT memberi
mereka sebuah petunjuk berupa ikan. Di manapun ikan tersebut berlabuh maka di
sanalah ia akan bertemu dengan seseorang.
Setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh, merekapun lantas beristirahat
untuk beberapa saat untuk melepas penat mereka. Ketika Nabi Musa as tidur,
maka secara tiba-tiba ikan tersebut meloncat kedalam laut dan Yusa bin Nun yang
saat itu pun yang terjaga lupa membangunkan dan menceritakan hal tersebut.
Setelah mereka selesai beristirahat mereka merekapaun melanjutkan perjalanan.
Setelah menempuh perjalanan yang jauh lagi, maka merekapun memutuskan agar
segera beristirahat dan mengambilkan bekal yang dibawa oleh mereka kepada
Yusa. Setelah mendengar perintah Nabi tersebut, barulah Yusa memberi tahu
kepada Musa as mengenai ikan yang di bawa mereka tersebut telah meloncat di
tempat mereka beristirahat pertama kali tersebut. Dan akhirnya merekapun sampai
di sana dan bertemu dengan seseorang dan terjadilah percakapan sebagaimana
yang tertera pada ayat alquran di atas tersebut.
Ucapan Nabi Musa as ini sungguh sangat halus. Beliau tidak menuntut untuk
diajar tetapi permintaannya diajukan dalam bentuk pertanyaan, “Bolehkah aku
mengikutimu? “Selanjutnya, beliau menemani pengajaran yang diharapkannya itu
sebagai ikutan, yakni beliau menjadikan diri beliau sebagai pengikut dan pelajar.
Beliau juga menggarisbawahi kegunaan pengajaran itu untuk dirinya secara
pribadi, yakni untuk menjadi petunjuk baginya. Artinya mengajarkan kepadaku.
Di sini Nabi Musa as meminta persetujuan kepada Khaidir untuk minta
pengajaran dan bimbingan terhadap sesuatu hal sebagaimana yang Allah
perintahkan kepadanya. Di sisi lain, beliau mengisyaratkan keluasan ilmu hamba
yang saleh itu sehingga Nabi Musa as hanya mengharap kiranya dia mengajarkan
sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadanya. Dalam konteks ini, Nabi Musa
as tidak menyatakan “apa yang engkau ketahui wahai hamba Allah” karena beliau
sepenuhnya sadar bahwa ilmu pastilah bersumber dari satu sumber, yakni dari
Allah Yang Maha Mengetahui. Memang, Nabi Musa as dalam ucapannya itu tidak
menyebut nama Allah sebagai sumber pengajaran karena hal tersebut telah
merupakan aksioma bagi manusia beriman. Di sisi lain, di sini kita menemukan
hamba yang saleh itu juga penuh dengan tata karma. Beliau tidak langsung
menolak permintaan Nabi Musa as, tetapi menyampaikan penilaiannya bahwa
Nabi agung itu tidak akan bersabar mengikutinya sambil menyampaikan alasan
yang sungguh logis dan tidak menyinggung perasaan tentang sebab
ketidaksabaran itu.
Dalam ayat ini, Allah menyatakan maksud Nabi Musa as datang menemui
Khaidir, yaitu untuk berguru kepadanya. Nabi Musa memberi salam kepada
Khaidir dan berkata kepadanya, “saya adalah Musa” , Khaidir bertanya “Musa
dari Bani Israil” ? Musa menjawab, “”ya benar”. Setelah memberi salam kepada
Khaidir, Musa lalu berkata kepadanya “Aku memohon kepadamu untuk
mengizinkanku menemanimu agar aku dapat mengambil manfaat dan mendapat
petunjuk dengan ilmumu.” Maka Khaidir pun memberi hormat kepadanya seraya
berkata, “Apa keperluanmu datang kemari?” Nabi Musa menjawab bahwa beliau
datang kepadanya supaya diperkenankan mengikutinya dengan maksud agar
Khaidir mau mengajarkan kepadanya sebagian ilmu yang telah diajarkan Allah
kepadanya, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal shaleh.
2. Penjelasan

Didalam ayat berikut, Allah menceritakan kisah Nabi Musa yang berguru
Khaidir dengan tujuan agar orang-orang musyrik mengerti bahwa kerendahan hati
lebih baik daripada kesombongan. Nabi Musa yang memiliki ilmu dan kedudukan
pun tetap mau belajar dan tidak menyombongkan diri. Ayat ini menunjukkan,
bahwa murid mengikuti guru walaupun tingkatnya terpaut jauh, dan dalam kasus
belajamya Musa as kepada Khaidhir as tidak ada hal yang menunjukkan bahwa
Khaidhir as lebih mulia daripada Musa as, karena adakalanya orang yang lebih
mulia tidak mengetahui oleh orang yang tidak mulia sebab kemuliaan itu adalah
bagi yang dimuliakan Allah.
3. Aspek Pendidikan
a) Kuatnya kemauan Nabi Musa as untuk belajar.
b) Walaupun sudah pintar janganlah sombong. Masih ada orang yang lebih
pintar.
c) Ayat ini juga menganjurkan kita untuk berprilaku sopan dan menghormati
orang lain.
d) Proses belajar adalah proses abadi sepanjang hayat. Karena itu, kita tidak
boleh merasa pintar dan cepat berpuas diri.
e) Orang yang berilmu boleh bangga jika ada orang lain yang ingin belajar
kepadanya.
f) Setiap pelajar harus memiliki kesabaran yang kuat dalam menuntut ilmu.
g) Ada ilmu yang diusahakan dengan sungguh-sungguh (ilmu kasbi). Ada ilmu
yang merupakan pelimpahan ilmu langsung dari Allah SWT dengan kesucian
jiwa (ilmu laduni). Ketaatan kepada guru ini terkait dengan peran guru sebagai
agen ilmu pengetahuan, bahkan agen spiritual. Sejalan dengan itu, maka bagi
orang yang ingin mendapatkan ilmu dari Allah, maka ia harus menghormati
guru sebagai mediatornya, para Rasul pun sudah memerankannya.
h) Seorang guru harus rendah hati, dan selalu menambah wawasan atau ilmunya.
Sebagai seorang guru, dia harus menampilkan perilaku tawadhu, artinya dia
menjadi orang yang tidak sombong, namun sebaliknya menjadi orang yang
selalu bersyukur terhadap nikmat yang Allah berikan.
i) Sebagai seorang muslim, seseorang harus saling menghormati satu sama lain.
apalagi jika dia sebagai seorang murid, dia tentu harus menghargai dan
menghormati orang yang mengajari ilmu.
j) Seorang murid mengharapkan bantuan guru, agar dia mendapatkan bimbingan
dan ilmu. karena itu, seharusnya seorang murid mencari keridhoan guru.
C. QS. An – Najm (53) : 5 – 6
1. Asbabun Nuzul
Jibril memiliki kekuatan-kekuatan pikiran, dan kekuatan-kekuatan tubuh.
Sebagaimana telah diriwayatkan bahwa ia pernah mencukil kaum Luth dari laut
hitam yang waktu itu berada dibawah tanah, lalu memanggulnya pada kedua
sayap dan diangkatnya dari negeri itu ke langit, kemudian dibalikkan. Pernah pula
ia berteriak kepada kaum Tsamud, sehingga mereka meti semua. Ayat tersebut
merupakan jawaban dari perkataan mereka yang mengatakan bahwa Muhammad
itu hanyalah tukang dongeng yang mendongengkan dongeng-dongengan (legenda-
legenda orang terdahulu).
2. Penjelasan

Kata ‘allamahul diajarkan kepadanya bukan berarti bahwa wahyu tersebut


bersumber dari malaikat Jibril. Seorang yang mengajar tidak mutlak mengajarkan
sesuatu yang bersumber dari pengajar. Bukankah kita mengajarkan anak kita
membaca, padahal sering kali bacaan yang kita ajarkan itu bukan karya kita.
Menyampaikan atau mengajarkan sesuatu secara baik dan benar adalah salah satu
bentuk pengajaran. Malaikat menerima wahyu dari Allah SWT dengan tugas
menyampaikan secara baik dan benar kepada Nabi Muhammad SAW, dan itulah
yang dimaksud dengan pengajaran disini.

Kata mirrah terambil dari kalimat amrartu al-habla yang berarti melilitkan
tali guna menguatkan sesuatu. Kata dzu mirrah digunakan untuk menggambarkan
kekuatan nalar dan tingginya kemampuan seseorang. Al-biqa’i memahaminya
dalam arti ketegasan dan kekuatan yang luar biasa untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya tanpa sedikitpun mengarah kepada tugas selainnya disertai
dengan keikhlasan penuh. Ada juga yan g memahaminya dalam arti kekuatan
fisik, akal, dan nalar. Ada lagi ulama yang memahami ayat diatas sebagai
berbicara tentang Nabi Muhammad SAW, yakni Nabi agung itu adalah seorang
tokoh yang kuat kepribadiannya serta matang pikiran dan akalnya lagi sangat
tegas dalam membela agama Allah SWT.

Melalui ayat di atas, Allah secara langsung yang menafikkan kesesatan


Nabi Muhammad SAW, berbeda dengan para Nabi yang lain tampil secara pribadi
menafikkan kesesatan dan kepicikan dari diri mereka. Tetapi ada juga yang
membatasinya hanya pada wahyu Al-Qur’an. Hadits hendaknya dilihat
kandungannya. Apakah ia shahih atau tidak, lalu yang shahih juga dipilah, apakah
ia merupakan ijtihad Nabi SAW atau bukan. Ini karena ada sebagian sabda-sabda
Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan masalah duniawi yang ternyata
meleset dari kebenaran, dan karena itu pula beliau berpesan agar menerima apa
yang beliau sampaikan menyangkut urusan agama, sedang keterangan beliau
menyangkut duniawi dikembalikan kepada ahlinya.

3. Aspek Pendidikan
Pada surat Najm ayat 5-6 ditegaskannya klasifikasi seorang pendidik atau
siapa saja yang berkompeten menjadi subjek pendidikan yakni seperti yang
tersurat dalam ayat ini adalah seperti halnya seorang malaikat Jibril yang mana
beliau digambarkan sebagai berikut:

a. Sangat kuat, maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu
memecahkan masalah.
b. Mempunyai akal yang cerdas, yakni seorang pendidik haruslah memiliki akal
yang mumpuni dalam bidangnya yakni berkompeten dalam mengajarkan apa
yang diajarkannya sebagai seorang subyek pendidikan.
c. Guru hendaklah bersikap wajar yang tidak melebih-lebihkan segala sesuatu
baik dari dirinya maupun apa yang dilakoninya dalam bidangnya. Dengan
beberapa kompetensi yang dimilikinya diharapkan seorang guru bisa menjadi
pengajar dan pendidik yang baik dan profesional. Bisa menjadi learning
manager yang baik dan profesional dalam suatu proses pembelajaran.
D. QS. Ar – Rahman (55) : 1 – 4
1. Asbabun Nuzul
Ayat 1-2, turun sebagai bantahan bagi penduduk Mekah yang mengatakan:
"Sesungguhnya al-Qur`an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya
(Muhammad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (Muhammad) itu
belajar kepadanya bahasa azam, sedang al-Qur`an adalah dalam bahasa Arab yang
terang. Oleh karena isi ayat ini mengungkapkan beberapa nikmat Allah atas
hambaNya, maka surat ini dimulai dengan menyebut nikmat yang paling besar
faedahnya dan paling banyak manfaatnya bagi hamba-Nya, yaitu nikmat mengajar
al-Qur’an. Pada ayat 3 dan 4 dijelaskan bahwa Allah yang mengajarkan al-Qur’an
itu, dan Dialah yang menciptakan manusia makhluk yang paling membutuhkan
tuntunan-Nya, sekaligus yang paling berpotensi memanfaatkan tuntunan itu dan
mengajarkannya.
2. Penjelasan

‫ٲﻟر ۟ﺣﻤٰ ُﻦ‬


َ
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama bahasa tentang derivasi
(isytiqaq) lafadz ini. Sebagian ulama mengatakan bahwa kata tersebut tidak
berasal dari kata lain (ghaer musyfaq), dengan alasan bahwa kata tersebut
adalah sebuah nama khas bagi Allah SWT. Anda kata pula kata tersebut
adalah kata musytaq, maka kata itu dipergunakan bersama obyeknya, seperti
penggunaan kata rahimun dalam rahimun bi ‘ibadatihi Sedang jumhur ulama
berpendapat bahwa kata tersebut berasal dan kata rahmat, yakni Dzat yang
memiliki rahmat dan tak ada bandingannya dalam memberi rahmat.

Lalu, kepada siapalah Dia mengajarkannya? Ada mufassir yang


mengatakan kepada Jibril as. Ada yang berpendapat bahwa Allah mengajarkan
alquran kepada Muhammad. Kedua pendapat itu benar, karena, pertama-tama
alquran diterima oleh Malaikat Jibril, untuk kemudian disampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW. Hal ini akan lebih jelas apabila memperhatikan ayat
berikutnya ‘’allahuma al-bayan’’. Dan potensi al-bayan itulah manusia dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan.

َ‫ٲﻹ ۟ﻧ ٰﺴﻦ‬
ِ۟
Dalam Al-Qur’an kata ini ditemukan terulang sebanyak 65 kali. Dari
ke-65 kali tersebut bersama kaitan kontekstualnya dengan keseluruhan teks-
teks ayat, dapat ditemukan makna yang khas dari apa. yang disebut al-
insaniyah, berbeda maknanya dengan kata albasyar dan al-Iins yang keduanya
dipergunakan Al-Qur’an untuk menunjuk arti leksikal manusia. Al-insan, al-
basyar, dan al-Iins, baik dalam kamus-kamus maupun dalam kitab-kitab,
makna ketiganya disinonimkan.

َ‫ﻟَ۟ﺒَﻴَﺎن‬
Akar kata Ba Ya Na dengan segala bentuk derivasinya menunjukkan
pengertian “menjelaskan”, “menerangkan”, dan “mengungkapkan”.

Faktor yang menjadi penentu kemanusiaan manusia bukan terletak pada


kemampuan berbicaranya, melainkan pada kemampuan menjelaskan,
menerangkan dan mengungkapkan dari apa yang disimbolkannya melalui bahasa.
Dari kemampuan berbahasa inilah dimulainya proses, peradaban manusia dengan
mengembangkan ilmu pengetahuan; berbagai keterampilan dan teknologi.

3. Aspek Pendidikan
Term-term qurani yang terdapat pada surah Al-Rahman ayat 1.4 yang
menjadi turunan untuk konsepsi pendidikan adalah:

a. Allama, term yang dijadikan turunan untuk konsep pendidikan itu sendiri.
b. Al-Rahman, term yang menunjuk kepada subyek pendidikan.
c. Al-Insan, term yang selain menunjuk kepada subyek juga obyek pendidikan.
d. Alquran, sebagai dasar dan sekaligus isi pendidikan.

Beberapa aspek tarbawi yang dapat ditangkap dan isyarat ayat, ayat
tersebut adalah:

1) Seorang pendidik selaku subyek pendidikan harus memiliki sifat kasih sayang
terhadap anak didiknya selayaknya mereka menyayangi anaknya sendiri.
Kasih sayang itu ditunjukkan kepada semua anak didiknya tanpa terkecuali.
2) Pendidikan sebagai pengembangan potensi memanusiakan manusia
semestinya dilaksanakan atas dasar sifat kasih sayang yang pada hakikatnya
adalah refleksi dari sifat al-Rahman.
3) Alquran, baik ia sebagai sumber dan dasar pendidikan, maupun sebagai isi
atau materi pendidikan, sarat dengan isyarat-isyarat ilmiah yang apabila
manusia mampu menggunakan potensi albayan, ia akan mengenal dirinya dan
pada ujung-ujungnya ia akan mengenal Tuhan Penciptanya.
4) Guru harus mampu berbicara dengan bahasa yang mudah dipahami. Oleh
karena itu, seorang pendidik harus menguasai bahasa dengan baik. dia
hendaknya berbicara dengan lembut, sopan, jelas, padat dan mudah dipahami
anak didik.
5) Bertanggung jawab. Allah menegaskan bahwa Dia menciptakan manusia.
Karena itu, pendidikan telah bertanggung jawab untuk membimbing manusia
yang memerlukan bimbingan menuju kedewasaan sambil memperhatikan
perkembangan dan pertumbuhan jasmani anak didik.

KELOMPOK 4

AYAT-AYAT TENTANG OBJEK PENDIDIKAN


A. Q.S An-Nisa (4): 170
1. Asbabun Nuzul
Tidak terdapat asbabun nuzul.
2. Penjelasan
Dalam ayat ini Allah menyeru kepada manusia untuk beriman, sebab
sudah ada Rasul (Nabi Muhammad SAW) yang diutus untuk membawa syari’at
yang benar. Tidak ada alasan lagi untuk berpaling darinya. Sebagaimana
diketahui, bahwa kaum yahudi dahulu kala senantiasa menunggu-nunggu
datangnya al-masih (Isa) dan seorang Nabi, yaitu Nabi Muhammad SAM. Bahkan
mereka mengirimkan para pendeta dan ahli mereka untuk bertanya pada Yahya a.s
apakah ia merupakan al-masih yang disebut dalam Taurat, ataukah Nabi akhir
zaman. Namun Yahya menjawab “tidak”. Dengan turunnya ayat di atas,
sesungguhnya pertanyaan-pertanyaan kaum Yahudi telah terjawab, bahwa yang
mereka nantikan selama ini sebagaimana disbutkan dalam Taurat dan Injil, adalah
Nabi Muhammad SAW yang telah hadir dihadapan mereka. Oleh karnanya,
seharusnya mereka beriman kepadanya, karna iman itulah yang menyucikan
mereka dari segala kotoran najis, dan keimanan itulah yang membawa mereka
kepada kebahagian.
Walaupun ayat di atas sebab turunya adalah terkait yahudi, namun bahasa
yang digunakan Allah SWT adalah bahasa yang bersifat umum yaitu, “ya-
ayyuhannasu” yang artinya “wahai sekalian manusia”. Dengan demikian,
sesungguhnya ayat ini berkaitan dengan objek pendidikan secara global, yaitu
seluruh umat manusia. Artinya menjadi kewajiaban setiap muslim untuk memiliki
misi mendidik seluruh umat manusia.
3. Aspek Pendidikan

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa yang menjadi objek pendidikan adalah
seluruh manusia, yaitu setiap manusia. Wajib menerima kebenaran apabila
kebenaran itu telah datang, Nabi Muhammad datang membawa tuntutan dari
Allah. Oleh karena itu, wajib bagi yang didatangi untuk menyambut dengan
gembira.

B. Q.S At-Taubah (9): 122.


1. Asbabun Nuzul
Ibnu Abu Hatim menjelaskan Asbabun nuzul surah At-Taubah 122 dari
sebuah hadis yang diriwayatkan Ikrimah. Beliau menceritakan, bahwa ketika
diturunkan firman-Nya ini, yaitu, "Jika kalian tidak berangkat untuk berperang,
niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih." (Q.S. At-Taubah 39).
Ketika umat Islam berada dalam peperangan, hendaknya semua orang Islam tidak
berangkat ke medan perang. Akan tetapi sebagian umat Islam harus ada yang di
tinggal di daerahnya untuk menuntut ilmu. Para sahabat yang tidak berangkat ke
medan perang bertugas menuntut ilmu dan mendalaminya dengan tekun agar
ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat
dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat
Islam dapat ditingkatkan. Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis lainnya
yang menjelaskan Asbabun nuzul surah At Taubah 122.
Riwayat hadis tersebut melalui Abdullah bin Ubaid bin Umair yang
menceritakan, bahwa keinginan umat Islam yang sangat besar untuk ikut berjihad
sangat besar sehingga ketika Rasulullah mengirimkan pasukan perang, maka
mereka semuanya ingin berangkat. Mereka meninggalkan Nabi SAW di Madinah
bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah surat at-Taubah ayat 122
sebagai respon atas prilaku para sahabat Nabi
2. Penjelasan
Maksud dari ayat ini adalah tidaklah patut bagi orang-orang Mukmin, dan juga
tidak dituntut supaya mereka selalu ruhnya berangkat menyertai setiap urusan
perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena, sebenarnya perang itu
fardhu kifayah. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rasul sendiri keluar dan
mengarahkan kaum Mukmin menuju medan perang. Hal ini bermaksud bahwa
hanya sebuah golongan atau kelompok kecil saja yang berangkat ke medan perang
dari tiap-tiap golongan besar kaum Mukmin. Sedangkan sebagian yang lain tidak
berangkat dan tetap tinggal di kota (Madinah). Mereka berusaha keras untuk
memahami agama, berupa ayat-ayat maupun hadits-hadits nabi, baik perkataan
maupun perbuatan.
Ayat ini merupakan isyarat tentang wajibnya memperdalam agama dan
bersedia mengajarkan di tempat tempat pemukiman serta memberikan
pemahaman ajaran agama kepada orang lain. Ini dilakukan agar dapat
memperbaiki keadaan orang mukmin. Dengan demikian, mereka dapat
mengetahui tentang hukum-hukum agama yang wajib diketahui oleh setiap
muslim.
3. Aspek Pendidikan
Di dalam ayat ini yang menjadi objek pendidikan adalah masyarakat.
Pendidikan diri dan keluarga harus pula dibarengi dengan pendidikan masyarakat.
Hal ini menjadi sangat penting karena pendidikan sendiri diarahkan untuk
mencerdaskan masyarakat dalam pembangunan masyarakat dan negara bangsa.
Yang dimaksud masyarakat adalah masyarakat dengan latar belakang agama
tertentu, dalam hal ini Islam. Ini dapat dipahami dari klausa qaumuhun, yang
berarti kaum mereka.
C. QS. As-Syura (26): 24
1. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dengan sanad yang agak lemah, yang
bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa kaum Anshar bermaksud mengumpulkan harta
benda untuk Rasulullah saw. Maka Allah menurunkan ayat ini (asy-Syuuraa: 23)
yang menegaskan bahwa Rasulullah tidak mengharapkan upah sedikitpun atas
misi-nya itu, kecuali menumbuhkan kasih sayang dan persaudaraan. Setelah turun
ayat ini, sebagian dari mereka berkata: “Kalau demikian pantaslah ia selalu
membela sanak-saudaranya.” Maka Allah menurunkan ayat berikutnya (asy-
Syuuraa: 24-25) sebagai bantahan terhadap tuduhan mereka dan anjuran untuk
bertobat atas perbuatannya itu.
2. Penjelasan

Kementrian Agama RI berpendapat bahwa pada ayat ini, Allah


menerangkan jawaban Musa atas pertanyaan Fir’aun tentang Tuhan yang diakui
Musa itu sebagai Tuhan yang mengutusnya. Untuk memudahkan pengertian
Fir’aun tentang yang ditanyakan itu, maka Musa menjelaskan sebagian sifat-sifat
yang menunjukkan kekuasaan Tuhan seru sekalian alam, sesuai dengan maksud
pertanyaan Fir’aun. Musa mengatakan bahwa Tuhan yang mengutusnya adalah
Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara
keduanya dengan sebaik-baiknya. Tuhan yang menjadikan matahari, bulan,
bintang-bintang yang gemerlapan di langit, sungai-sungai, lautan, gunung-gunung,
pohon-pohon, hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan di bumi, angin, hawa, dan lain-
lain yang ada di antara langit dan bumi.
3. Aspek Pendidikan QS. As-Syura (26): 24, adalah:

Menurut ayat ini objek pendidikan adalah manusia dalam mempelajari ilmu-
ilmu selain ilmu agama. Melainkan juga mempelajari ilmu-ilmu umum yang
dalam ayat ini adalah ilmu astronomi.

D. Q.S At-Tahrim (66): 6


1. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan bahwa nabi menggilir para istri. Ketika tiba giliran Hafshah,
maka dia meminta izin berkunjung kepada orang tuanya dan nabi memberi izin.
Ketika Hafshah keluar, nabi memanggil seorang budak perempuan beliau yang
bernama Mariyah al-Qibtiyah dan berbincang-bincang dengannya di kamar
Hafshah. Ketika Hafshah kembali, dia melihat Mariyah di kamarnya dan sangat
cemburu seta berkata, “Anda memasukkan dia ke kamarku ketika kami pergi dan
bergaul dengannya di atas ranjangku? Kami hanya melihatmu berbuat demikian
karena hinaku di mata mu”. Nabi bersabda untuk menyenangkan Hafshah,
“sesungguhnya aku mengharamkannya atas diriku dan jangan seorangpun kamu
beritahu hal itu.” Namun ketika nabi keluar dari sisinya, Hafshah mengetuk
tembok pemisah antara dirinya dan Aisyah, dan memberitahukan rahasia tersebut.
Maka nabi marah dan bersumpah bahwa beliau tidak akan mengunjungi para istri
selama sebulan. Maka Allah menurunkan ayat, Hai Nabi mengapa kamu
mengharamkan apa yang Allah menghalalkan bagimu.
Kemudian setelah ayat 6 ini turun terjadi peristiwa seperti berikut : Telah
diriwayatkan, bahwa Umar berkata ketika ayat itu turun, “Wahai Rasulullah, kita
menjaga diri kita sendiri. Tetapi bagaimana kita menjaga keluarga kita?”
Rasulullah saw. menjawab, “Kamu larang mereka mengerjakan apa yang dilarang
Allah untukmu, dan kamu perintahkan kepada mereka apa yang diperintahkan
Allah kepadamu. Itulah penjagaan diri mereka dengan neraka.”
2. Penjelasan

Di dalam kitab tafsir Jalalain menjelaskan bahwa (Hai orang-orang yang


beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu) yakni dengan mengarahkan mereka
kepada jalan ketaatan kepada Allah, (dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia) yang dimaksud manusia ialah orang-orang kafir (dan batu) seperti
berhala-berhala yang mereka sembah yang menjadi bahan bakar neraka. Atau
dengan kata lain api neraka itu sangat panas, sehingga hal-hal tersebut dapat
terbakar. Berbeda dengan api di dunia yang dinyalakan dengan kayu dan
sebagainya. (penjaganya malaikat-malaikat) yakni, juru kunci neraka itu adalah
malaikat-malaikat yang jumlahnya sembilan belas, seperti yang dijelaskan surat
al-Muddatsir, (yang kasar) yakni kasar hatinya, (yang keras) sangat keras
hantamannya, (mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa diperintahkan-Nya
kepada mereka) malaikat-malaikat penjaga neraka itu tidak pernah mendurhakai
Allah, (dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan) lafadz ayat ini
berkedudukan sebagai badal dari lafadz sebelumnya. Dalam ayat ini terkandung
ancaman bagi orang-orang mukmin supaya jangan murtad, juga ayat ini
merupakan ancaman pula bagi orang-orang munafik, yaitu mereka yang mengaku
beriman dengan lisannya tetapi hati mereka masih tetap kafir.

3. Aspek Pendidikan

Menurut ayat ini objek pendidikan yang paling utama adalah diri sendiri,
baru setelah itu keluarga yaitu anak dan istri. Orang beriman harus membentengi
diri dan keluarga dari siksaan neraka dan memberi pendidikan, agar dengan
pendidikan itu mereka tahu mana yang hak dan mana yang bathil, sehingga
terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Apabila
pendidikan keluarga baik, maka anak didik itu juga akan tumbuh menjadi anak
yang baik karena seorang anak lebih akrab dengan keluarganya.

KELOMPOK 5

AYAT-AYAT TENTANG METODE PENGAJARAN

A. Qs. Al-Maidah (5): 67


1. Asbabun Nuzul
Abu Hurairah (RA) menuturkan bahwa ketika Rasulullah SAW beserta para
sahabatnya tiba disebuah desa, mereka (para sahabat) melihat sebatang pohon besar
untuk berteduh dan mereka menyaranakn kepada Nabi SAW untuk berteduh dan
mereka menyarankan kepada Nabi SAW untuk berteduh dibawahnya sesaatnya,
dan tidur dibawahnya, sedang para sahabat tidur ditempat lain. Saat Nabi SAW
sedang tertidur karena istirahat, tiba-tiba datang seorang badui dengan
menghembus pandang dan membangunkan Nabi SAW sambil berkata, “ wahai
Muhammad, sekarang katakana padaku, siapa yang dapat menyelamatkanmu
dariku?” Beliau menjawab “Allah”. Maka turunlah ayat diatas (Hadist hasan,
riwayat Ibnu Hibban).
2. Penjelasan

Dari ayat tersebut kita dapat mengetahui bahwa Allah SWT memerintahkan
Nabi Muhammad SAW mengenai cara menyampaikan risalah, yaitu dalam
menyampaikan risalah tidak boleh ada yang ditutup-tutupi bahkan harus terang dan
jelas. Dan metode pengajaran yang terdapat dalam ayat ini adalah metode suri
teladan, di mana pera pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan tidak boleh
asal-asalan tapi harus merujuk pada pedoman mengajar.

3. Aspek Pendidikan

Pendidikan yang tersirat dalam Surat Al-Maidah ini mengandung makna


bahwa menyampaikan risalah itu merupakan perintah Tuhan. Allah SWT
memerintahkan Nabi SAW untuk menyampaikan risalah kenabian kepada umatnya
jika tidak maka nabi termasuk orang yang tidak menyampaikan amanat. Peringatan
Allah kepada Nabi mengakibatkan beliau sangat ketakutan sehingga dada nabi
terasa sesak, saking beratnnya tugas ini. Salah satu dari metode untuk
menyampaikan ilmu dalam proses pembelajaran adalah dengan menggunakan
metode ceramah atau tabligh semua ilmu yang diturunkan Allah dimuka bumi ini.
Yaitu suatu metode pendidikan dimana guru tidak sekadar menyampaikan
pengajaran kepada murid, tetapi dalam metode itu terkandung beberapa
persyaratan guna terciptanya efektivitas proses belajar mengajar.

Beberapa persyaratan dimaksud adalah :

a. Aspek kepribadian guru yang selalu menampilkan sosok uswah hasanah,


suri tauladan yang baik bagi murid-muridnya.
b. Aspek kemampuan intelektual yang memadai.
c. Aspek penguasaan metodologis yang cukup sehingga mampu meraba dan
membaca kejiwaan dan kebutuhan murid-muridnya.
d. Aspek keikhlasan yang tinggi.
e. Aspek spiritualitas dalam arti pengamal ajaran Islam yang istiqamah, misal
melalui pembudayaan/pengkarakteran pengamalan agama.

Apabila beberapa persyaratan di atas dipenuhi oleh seorang guru, maka


nasehat dan materi yang disampaikan kepada murid akan merupakan qaulan
baligha, yaitu ucapan yang ditaati, komunikatif dan efektif.

B. Qs. Al-A’raf (7) : 176-177


1. Asbabun Nuzul
Terdapat riwayat yang mengatakan bahwa dia adalah seorang laki-laki dari
bani Israel yang bernama Bal’am bin Ba’ura’. Riwayat lain mengatakan bahwa
orang itu adalah seorang laki-laki dari palestina yang dictator. Riwayat lain juga
mengatakan bahwa dia adalah orang arab yang bernama Umayyah bin Shalt.
Adapula riwayat yang mengatakan bahwa dia adalah seseorang yang hidup
sezaman dengan masa Rasulullah, yang bernama Amir al-fasik. Dan ada pla
riwayat yang mengatakan bahwa orang tersebut semasa dengan Nabi Musa a.s. ada
lagi riwayat yang mengatakan bahwa dia hidup sepeninggalan Nabi Musa a.s. yaitu
sezaman dengan Israel sesudah mereka kebingungan dan terkantung-kantung di
padang pasir selama empat puluh tahun. Yakni, sesudah bani Israel tidak mau
memenuhi perintah Allah untuk memasukinya dan berkata kepada Nabi Musa a.s.
maka pergilah engkau bersama tuhanmu, lalu pergilah mereka sedang kami
menunggu disini.
Diriwayatkan juga dalam menafsirkan ayat-ayat yang diberikan kepadanya
bahwa yat-ayat yang diberikan kepadanya bahwa ayat-ayat itu adalah nama Allah
yang teragung. Orang itu berdo’a dengan menyebutnya, lalu dikabulkan do’anya.
Sebagaimana juga ada riwayat yang mengatakan bahwa ayat-ayat itu adalah kitab
suci yang diturunkan, sedang dia adalah seorang Nabi. Setelah itu, terdapat
keterangan yang berbeda-beda mengenai perincian cerita tersebut.
2. Penjelasan

Dalam ayat ini dijelaskan kehendak Allah itu mengikuti amal kita. Dalam
penciptaan, kita diberi kemampuan (potensi) untuk berikhtiar (berusaha dan
memilih). Dengan potensi ikhtiar kita bisa berbuat suatu amal yang berpahala atau
yang mengandung dosa. Jika seseorang memilih kebajikan, Allah memberi jalan-
jalan yang memudahkannya, demikian pula sebaliknya, bagi mereka yang memilih
kejahatan (kemaksiatan) juga diberi jalan untuk itu.

Dalam ayat ini diterangkan bahwa bagi orang yang mengamalkan ayat-ayat
Allah akan ditinggikan derajatnya, dan bagi orang yang tidak mengamalkan ayat-
ayat Allah karena cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya, maka
Allah tidak akan memberikan hidayah baginya. Orang yang seperti itu
diumpamakan seperti seekor anjing apabila dihalau ia mengulurkan lidahnya dan
apabila dibiarkan ia mengeluarkan lidahnya pula. Begitu hinamya orang yang tidak
mengamalkan ayat Allah sehingga Allah akan memberikan peringatan kepada
orang yang demikian itu.

3. Aspek Pendidikan

Ayat diatas menggunakan kata matsal (perumpamaan) dan qashash (kisah).


Perumpamaan merupakan bentuk ilustrasi (penggambaran). Bahwa salah satu
metode pendidikan adalah melalui pengambilan pelajaran (i’tibar) dari peristiwa-
peristiwa berupa matsal (perumpamaan) dan qashash (kisah), yang tidak baik
ditinggalkan, yang baik diambil, mengambil makna-makna dari peristiwa, aplikasi
dalam zaman kontemporer.

C. Qs. Ibrahim (14): 24-25


1. Asbabun Nuzul
Berdasarkan satu riwayat yang menyatakan (Abdullah) putra Umar ra.
Berkata bahwa suatu ketika kami berada disekeliling Rasulullah SAW, lalu beliau
bersabda:”Beritahu aku tentang sebuah pohon yang serupa dengan seorang
muslim,memberikan buahnya pada setiap muslim!” putra Umar
berkata:”Terlintas dalam benakku bahwa pohon itu adalah pohon kurma,tetapi
aku lihat Abu Bakar dan Umar tidak berbicara,maka akan segan berbicara.” Dan
seketika Rasul SAW,tidak mendengar jawaban dari hadirin,beliau bersabda:
“pohon itu adalah pohon kurma”. Setelah selesai pertemuan dengan Rasul
SAWitu,aku berkata pada (ayahku) ‘Umar’. “Hai ayahku! Demi Allah telah
terlintas dalam benahku bahwa yang dimaksud adalah pohon kurma.“Beliau
berkata: ”Mengapa engkau tidak menyampaikannya ?”Aku menjawab:”Aku tidak
melihat seorang pun berbicara, maka aku pun segera berbicara. ”Umar ra.
Berkata: ”Seandainya engkau menyampaikannya maka sungguh itu lebih kusukai
dari ini dan itu.” HR.Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan lain-lain.
2. Penjelasan

Wahai manusia, tidakkah kalian mengetahui begaimana Allah memberikan


perumpamaan mengenai kalimat yang baik seperti pohon yang baik. Kalimat yang
baik adalah kalimat Tauhid, kalimat orang Islam dan kalimat menyeru dalam
alquran. Dan pohon yang baik itu adalah pohon kurma. Pohon kurma disifati
dengan enpat sifat, yaitu:
a) Pohon yang baik itu adalah pohon yang enak dipandang baik bentuknya, baik
aromanya, baik buahnya, baik kegunaannya (buahnya lezat) dan memberikan
manfaat yang sangat besar.
b) Akarnya teguh (sisa akarnya melekat dan kuat tidak akan tercabut).
c) Cabangnya menjulang ke langit (keadaannya sempurna dapat memanjangkan
daun), dan apabila daunnya jatuh maka akan membusuh di dalam tanah, untuk
itu buahnya harus bersih dari berbagai kotoran.
d) Pohon itu memberikan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya (akan
berbuah setiap waktu dengan seizin Allah, kekuasaanNya, penciptaan-Nya dan
anugerah-Nya), dan apabila pohon-pohon itu memberikan buahnya setiap
waktu itu sudah merupakan aturan musim.
3. Aspek Pendidikan
Salah satu metode yang digunakan alquran dalam menyampaikan pesan-
pesannya adalah metode perumpamaan. Dalam terminology Ulum Al-Qur’an,
metode ini disebut Amsal A1-Qur’an. Konsep tarbawi yang tersimpul pada ayat
di atas, bahwa perumpamaan adalah salah satu metode yang dapat diterapkan
dalam proses pendidikan dan pengajaran. Melalui ungkapan-ungkapan
permisalan, anak didik akan mudah memahami materi pelajaran dan akan lebih
termotivasi untuk melakukan karya-karya nyata dan positif. Gambaran
perumpamaan pada ayat di atas tentang pohon bagus yang akarnya kokoh
menancap ke dasar bumi dan cabangnya menjulang ke angkasa untuk sebuah
kalimah thayyibah, bertujuan agar obyek yang diajak bicara lebih gampang
memahami pentingnya memiliki prinsip tauhid yang kuat dalam menempuh
perjalanan kehidupan di dunia ini.
D. Qs. An-Nahl (16): 125
1. Asbabun Nuzul
Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah SAW.
Menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam perang uhud, termasuk
Hamzah, paman Rasulullah. Al-Qurtubi menyatakan bahwa ayat ini turun di
Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah SAW, untuk melakukan
gencatan senjata (muhadanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir
tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut.
Meskipun demikian, ayat ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa
saja, muslim ataupun kafir, dan tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan
sebab-sebab turunnya. Sebab, ungkapan yang ada memberikan pengertian
umum. Ini berdasarkan kaidah ushul: yang artinya: “Yang menjadi patokan
adalah keumuman ungkapan, bukan kekhususan sebab”.
2. Penjelasan

Ayat ini dipahami menjelaskan tiga macam metode dakwah yang harus
disesuaikan dengan sasaran dakwah. Terhadap cendekiawan yang memiliki
pengetahuan tinggi diperintahkan menyampaikan dakwah dengan hikamah,
yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian
mereka. Terhadap kaum awam diperintahkan untuk menerapkan mau’izhah,
yakni memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai
dengan taraf pengetahuan mereka yang sederhana. Sedang terhadap Ahl al-
Kitab dan penganut agama-agama lain yang diperintahkan adalah
jidal/perdebatan dengan cara yang terbaik, yaitu dengan logika dan retorika
yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.

3. Aspek Pendidikan

Berdasarkan uraian di atas, terdapat tiga kandungan pendidikan yang


terkandung dalam Surat An-Nahl ayat 125 tersebut, yaitu: hikmah, mauizhah
hasanah, dan jidal.

a) Hikmah
Dalam konteks pendidikan, metode hikmah dimaksud adalah penyampaian
materi pendidikan dengan perkataan yang lemah lembut namun tegas dan
benar berdasarkan ilmu melalui argumentasi yang dapat diterima oleh akal
dengan dialog menggunakan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian
dan bahasa yang dikuasai peserta didik. Hal ini dimaksudkan agar tidak
menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai materi yang diajarkan,
sehingga materi yang disampaikan kepada peserta didik diterima dengan baik
dan sempurna sesuai maksud yang diinginkan oleh pendidik.
Pendidik harus mampu menciptakan suatu interaksi yang kondusif dalam
proses pendidikan sehingga tercipta suatu komunikasi yang arif dan bijaksana
yang tentunya akan memberikan kesan mendalam kepada peserta didik
sehingga “teacher oriented” akan berubah menjadi “student oriented”, dengan
melakukan hubungan akademik dengan guru dan hubungan akademik dengan
berbagai sumber belajar selain guru.
b) Mau’izhah Hasanah (Nasihat-Nasihat atau Perkataan yang Halus)
Metode Mauizah Hasanah, maksudnya dengan memberikan nasihat-
nasihat yang baik. Dapat disimpulkan bahwa nasihat dan pelajaran yang
diberikan itu haruslah bersifat baik dalam segi tata cara penyampaian yang
bersifat lemah lembut dan tidak menyinggung perasaan yang berdampak
kepada rusaknya hubungan ikatan antara subjek dan objek pendidikan, juga
harus memperhatikan situasi dan kondisi yang tepat kapan nasihat itu tepat
disampaikan. Namun begitu, hal yang lebih urgen dalam metode ini adalah
kesesuaian antara nasihat/pelajaran yang diberikan kepada peserta didik
dengan keteladan yang tercermin dalam sikap pendidik, atau dengan kata lain
hendaknya pelajaran yang disampaikan adalah berdasarkan pengalaman yang
telah dilakukan, bukan berdasarkan teori saja.
c) Jidal/Mujadalah
Jidal di sini maksudnya adalah berdebat dengan mengeluarkan pendapat
yang kebenarannya dapat dipahami oleh akal dan diyakini oleh hati. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa jidal/mujadalah di sini mengandung makna
sebagai proses penyampaian materi melalui diskusi atau perdebatan, bertukar
pikiran dengan menggunakan cara yang terbaik, sopan santun, saling
menghormati dan menghargai serta tidak arogan. Dalam proses pendidikan,
jidal/mujadalah bi al-lati hiya ahsan secara esensial adalah metode
diskusi/dialog yang dilaksanakan dengan baik sesuai dengan nilai Islami.
Proses diskusi bertujuan menemukan kebenaran, memfokuskan diri pada
pokok permasalahan.
KELOMPOK 6

AYAT-AYAT TENTANG PENDIDIKAN KELUARGA

A. QS. Al isra (17) :23-24


1. Asbabun Nuzul
Ibnu Abbas menerangkan bahwa kedua ayat ini di turunkan berkenaan dengan
jawaban tergesa gesa Rasulullah ketika orang orang quraisy datang dan bertanya
kepada beliau tentang kisah para zaman dahulu yang tertidur ke gua.
2. Penjelasan

Dalam surat QS Al Isra 23-24 Allah memerintahkan kepada hamba-


hamba-Nya untuk menyembah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Kandungan ayat ini juga menunjukkan betapa kaum muslimin memiliki
kedudukan yang sangat tinggi dibanding dengan kaum yang mempersekutukan
Allah subḥānahū wa taʻālā. Ayat ini juga menjelaskan tentang iḥsān (bakti)
kepada orang tua yang diperintahkan agama Islam adalah bersikap sopan kepada
keduanya dalam ucapan dan perbuatan sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat,
sehingga mereka merasa senang terhadap kita, serta mencukupi kebutuhan-
kebutuhan mereka yang sah dan wajar sesuai kemampuan kita (sebagai anak).
Allah memerintahkan agar merendahkan diri kepada kedua orang tua dengan
penuh kasih sayang. Yang dimaksud merendahkan diri dalam ayat ini ialah
mentaati apa yang mereka perintahkan selama perintah itu tidak bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan syara’.

3. Aspek Pendidikan

Di dalam kedua ayat tersebut di atas terdapat kandungan yang berisi


konsep tarbiyah (pendidikan) yang mencakup antara lain :

a. Pendidikan (tarbiyah) agar tidak menyembah Tuhan selain Allah SWT. Oleh
karena itu yang berhak mendapat penghormatan tertinggi, hanyalah yang
menciptakan alam dan semua isinya. Dia-lah yang memberikan kehidupan dan
kenikmatan pada seluruh makhluk-Nya.
b. Pendidikan (tarbiyah) agar berbuat baik kepada kedua orang tua/ ibu bapak,
dengan sikap sebaik-baiknya. Allah SWT memerintahkan demikian agar
manusia memahami betapa pentingnya berbuat baik terhadap ibu bapak itu
dan agar mereka mensyukuri kebaikan mereka. Maka pantaslah apabila
berbuat baik kepada ibu bapak itu dijadikan sebagai kewajiban yang paling
penting di antara kewajiban-kewajiban yang lain dan diletakkan dalam urutan
kedua sesudah kewajiban manusia beribadah hanya kepada Allah Yang Maha
Kuasa.
B. QS. Al- Luqman (31) : 14-15
1. Asbabun Nuzul

Sa’ad bin Malik seorang lelaki yang sangat taat dan menghormati ibunya.
Ketika ia memeluk islam, ibunya berkata: “Wahai Sa’ad mengapa kamu tega
meninggalkan agamamu yang lama, memeluk agama yang baru. Wahai anakku,
pilihlah salah satu kau kembali memeluk agama yang lama atau aku tidak makan
dan minum sampai mati.” Maka Sa’ad kebingungan, bahkan ia dikatakan tega
membunuh ibunya. Maka Sa’ad berkata: “ Wahai ibu, jangan kau lakukan yang
demikian, aku memeluk agama baru tidak akan mendatangkan madharat, dan aku
tidak akan meninggalkannya”. Maka Umi Sa’ad pun nekad tidak makan sampai
tiga hari tiga malam. Sa’ad berkata: “Wahai ibu, seandainya kau memiliki seribu
jiwa kemudian satu per satu meninggal, tetap aku tidak akan meninggalkan baruku
(Islam). karena itu terserah ibu mau makan atau tidak”. Maka ibu itupun makan.
Sehubungan dengan itu, maka Allah swt menurunkan ayat ke-15 sebagai ketegasan
bahwa kaum muslimin wajib taat dan tunduk kepada perintah orang tua sepanjang
bukan yang bertentangan dengan perintah-perintah Allah SWT.

2. Penjelasan

Allah memerintahkan kepada manusia agar mereka menghormati dan


memuliakan orang tuanya. Susah payah seorang ibu mengandung sejak bulan
pertama hingga bertambah bulan bertambah payah kemudian susah ayah
melahirkannya lalu mengasuh dan menyusukan, memomong, menjaga, memelihara
sakit senangnya. Kemudian memerintahkan bersyukur, syukur yang pertama
adalah kepada Allah karena semuanya itu dipenuhi rasa cinta dan kasih adalah
berkat rahmat Allah Swt. Setelah itu bersyukur kepada orang tua, ibu yang
mengasuh dan ayah yang melindungi ibu dan anak-anaknya. Ayah juga mencari
sandang dan pangan setiap hari. Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada
manusia agar mereka menghormati, memuliakan dan berbuat baik kepada ibu
bapaknya, sebab karena keduanyalah manusia dilahirkan ke muka bumi. Oleh
sebab itu sudah sewajarnya jika keduanya dihormati dan dimuliakan.

3. Aspek Pendidikan

Luqman Al-Hakim menasehati anaknya agar berbuat baik kepada kedua


ibu bapaknya agar sang anak menjadi sebaik-baik pembantu dan pembela bagi
keduanya, oleh karena itu kita sebagai anak hendaklah jahui perkara-perkara
berikut ini.

a. Tidak boleh memberatkan ibu bapak dengan berbagai macam permintaan.


b. Tidak boleh menyusahkan keduanya
c. Tidak boleh menentang, membantah dan sombong kepada keduanya.
d. Tidak membebankan kedaunya dengan pekerjaan yang tidak patut.
e. Tidak boleh mencaci, membentak dan mengutuk keduanya. Malah sebaliknya
anak-anak hendaklah berusaha agar menjadi rahmat penyelamat pengobat hati
penenang jiwa bagi ibu bapaknya

KELOMPOK 7

AYAT-AYAT TENTANG DASAR PENDIDIKAN ISLAM

A. Q.S Al-Baqarah (2) : 21


1. Asbabun Nuzul

Hadis dari Abdullah bin Mas’ud, ia menceritakan: “Telah menceritakan


kepadaku 'Utsman bin Abu Syaibah Telah menceritakan kepada kami Jarir dari
Manshur dari Abu Wail dari 'Amru bin Syurahbil dari 'Abdullah dia berkata; Aku
bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; 'Dosa apakah yang paling
besar di sisi Allah? Beliau menjawab; 'Bila kamu menyekutukan Allah, padahal
dialah yang menciptakanmu. Aku berkata; tentu itu sungguh besar.' Aku bertanya
lagi; 'Kemudian apa? Beliau menjawab; 'Apabila kami membunuh anakmu karena
takut membuat kelaparan.' Aku bertanya lagi; 'kemudian apa? ' beliau menjawab;
'Berzina dengan istri tetanggamu.’” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2. Penjelasan
Surat al-Baqarah ayat 21 ini merupakan bentuk peringatan kepada umat
manusia agar menyembah Allah SWT. Meskipun pada mulanya, perintah tersebut
ditujukkan kepada orang-orang kafir dan orang munafik. Kemudian, perintah
dalam ayat tersebut ditujukkan kepada orang-orang kafir. Mereka jelas-jelas
belum mengikrarkan untuk beriman kepada Allah SWT. Mereka masih
menyembah berhala sebagai Tuhannya. Maka dari itu hendaklah mereka
membebaskan diri dari yang lain dan hanya menambatkan batin kepada Allah
yang telah menciptakan kalian. Yakni mengabdilah hanya kepada Allah supaya
kalian terbebas dari perbudakan orang lain.
3. Aspek Pendidikan
Dari ayat tadi terdapat tujuh poin pelajaran yang dapat dipetik:
a) Al-Quran ditujukan kepada semua orang yaitu dengan kata-kata "Ya
ayyuhan-Naas" yang artinya "Hai manusia".
b) Salah satu sebab dan falsafah ibadah kepada Allah ialah untuk menyatakan
rasa bersyukur atas nikmat-nikmat Allah yang tak terhingga kepada kita dan
kepada orang tua kita.
c) Nikmat penciptaan adalah nikmat yang paling utama dan terbesar yang telah
diberikan Allah kepada kita. Nikmat ini menuntut ketaatan kita kepada
seluruh perintah ilahi.
d) Ibadah adalah faktor ketakwaan dan kesucian. Jika ibadah tidak menambah
spirit ketakwaan dalam diri kita, maka itu bukan ibadah.
e) Kita harus ingat dan waspada supaya jangan sampai membuat dan
membiarkan adat dan tradisi orang-orang tua kita bertentangan dengan
perintah ilahi.Sebab mereka juga merupakan makhluk-makhluk Allah.
Jangan sampai ketaatan kepada mereka itu menghalangi ketaatan kita kepada
perintah-perintah Allah.
f) Allah tidak memerlukan ibadah dan penyembahan kita. Shalat dan munajat
kita tidak akan menambah kekuasaan dan keagungan Allah. Sesuatu yang
ada pada Allah juga tidak akan berkurang jika kita meninggalkan ibadah.
Kitalah yang memerlukan Allah demi perkembangan dan kesempurnaan kita.
Kita harus pasrah mutlak kepada aturan dan ketentuan Allah.
g) Kita jangan sombong dengan ibadah kita sebab ujub yaitu rasa takjub kepada
diri sendiri serta sifat riya akan mencegah kita untuk sampai kepada takwa.
Betapa banyaknya ibadah kita yang tidak menyampaikan kita kepada derajat
takwa.
B. QS. Ali ‘Imran (3) : 76
1. Asbabun Nuzul
Al - Asy'ats berkata, "Suatu ketika aku bersengketa dengan seorang yahudi
karena permasalahan tanah. aku mengadukan sengketa ini kepada Rasulullah.
Beliau berkata kepadaku, "Apakah kamu mempunyai bukti?" "tidak" jawab ku
kemudian Rasulullah berkata kepada orang Yahudi itu, "bersumpahlah kamu!" aku
segera berkata, "Wahai Rasulullah! jika bersumpah, tentulah tanahku akan hilang."
atas masalah itu Allah menurunkan ayat ini.
2. Penjelasan

Dalam ayat ini terdapat satu peringatan bahwa orang Yahudi itu tidak mau
menepati janji semata-mata karena janjinya, tetapi mereka melihat dengan siapa
mereka berjanji. Apabila mereka mengadakan perjanjian dengan Bani Israil mereka
memandang wajib memenuhinya, tetapi apabila mereka mengadakan perjanjian
dengan selain Bani Israil, mereka tidak memandang wajib memenuhinya. Allah
menyebutkan pahala orang yang menepati janjinya untuk memberikan pengertian
bahwa menepati janji termasuk perbuatan yang diridai Allah dan orang yang
menepati janji itu akan mendapat rahmat-Nya di dunia dan di akhirat. Pada ayat ini
dijelaskan bahwa prinsip agama yaitu menepati janji dan tidak mengingkarinya,
serta memelihara diri dari berbuat maksiat adalah perbuatan yang mendekatkan diri
kepada Allah, dan patut mendapat limpahan kasih sayang-Nya.

3. Aspek Pendidikan

Dalam ayat ini Allah menyebutkan pahala orang yang menepati janjinya
untuk memberikan pengertian bahwa menepati janji termasuk perbuatan yang
diridai Allah dan orang yang menepati janji itu akan mendapat rahmat-Nya di
dunia dan di akhirat. Pada ayat ini dijelaskan bahwa prinsip agama yaitu menepati
janji dan tidak mengingkarinya, serta memelihara diri dari berbuat maksiat adalah
perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah, dan patut mendapat limpahan
kasih sayang-Nya. Maka sangatlah wajib bagi setiap orang yang telah berjanji
untuk menepati janjinya tersebut.

C. QS Yunus (10) : 62-63


1. Asababun Nuzul
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abu Malik al-
Asy’ari, ia berkata, Rasulullah bersabda: “Akan datang suatu kaum dari (antara)
manusia-manusia dan suku-suku, di antara kaum itu belum pernah tersambung tali
persaudaraan, mereka saling mencintai karena Allah dan berjuang (bersama-sama)
karena Allah. Pada hari Kiamat, Allah menyediakan untuk mereka mimbar-mimbar
dari cahaya, kemudian Allah menyuruh mereka duduk di atasnya, pada saat orang-
orang dalam keadaan ketakutan, mereka tidak dalam ketakutan, mereka adalah
wali-wali Allah yang tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak pula
bersedih.” (Hadits ini adalah potongan dari hadits yang panjang)
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu ad-Darda’ dari Nabi saw. mengenai
firman-Nya yang artinya “Bagi mereka kabar gembira di dalam kehidupan dunia
dan [kehidupan] di akhirat,” beliau bersabda: “Mimpi yang baik adalah, yang orang
mukmin bermimpi dengannya, atau diperlihatkan untuknya.” Imam Ahmad berkata
dari Abu Dzar, sesungguhnya di berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimanakah
tentang seseorang yang mengerjakan suatu amal lalu orang-orang memuji dan
menyanjungnya?” Maka Rasulullah bersabda: “Itulah kegembiraan seorang
mukmin yang disegerakan.” (HR. Muslim)
2. Penjelasan

Di ayat 62 ini, Allah mengarahkan perhatian kaum Muslimin agar mereka


mempunyai kesadaran penuh, bahwa sesungguhnya wali–wali Allah, tidak akan
merasakan kekhawatiran dan gundah hati. Dikatakan tidak ada rasa takut bagi
mereka, karena mereka yakin bahwa janji Allah pasti akan datang, dan
pertolongan-Nya tentu akan tiba, serta petunjuk-Nya tentu membimbing mereka ke
jalan yang lurus. Dan apabila ada bencana menimpa mereka, mereka tetap sabar
menghadapi dan mengatasinya dengan penuh ketabahan dan tawakal kepada Allah.
Hati mereka tidak pula gundah, karena mereka telah meyakini dan rela bahwa
segala sesuatu yang terjadi di bawah hukum–hukum Allah berada dalam
genggaman-Nya.

Selanjutnya pada ayat 63, Allah menjelaskan siapa yang dimaksud dengan
wali–wali Allah yang berbahagia itu dan apa sebabnya mereka demikian.
Penjelasan yang didapat dalam ayat ini menunjukkan bahwa wali itu ialah orang-
orang yang beriman dan bertakwa. Dimaksud beriman di sini ialah orang yang
beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kepada kitab–kitab-Nya, kepada
rasul–rasul-Nya, kepada hari akhir, segala kejadian yang baik dan yang buruk
semuanya dari Allah, serta melaksanakan apa yang seharusnya dilakukan oleh
orang-orang yang beriman.

Sedang yang dimaksud dengan bertakwa ialah memelihara diri dari segala
tindakan yang bertentangan dengan hukum–hukum Allah, baik hukum–hukum
Allah yang mengatur tata alam semesta, ataupun hukum syara yang mengatur tata
hidup manusia di dunia.

3. Aspek Pendidikan

Dari tiga ayat tadi terdapat aspek pendidikan yaitu:

a. Barangsiapa yang hatinya takut dan khawatir kepada Allah, pastilah dia tidak
pernah takut kepada seseorang.
b. Iman tanpa diikuti dengan takwa adalah kontra produktif. Karena itu orang
mukmin harus senantiasa menjauhkan diri dari dosa dan kejahatan.
c. Seseorang yang memperoleh kebahagiaan, pastilah berada dalam naungan iman
dan takwa. Mereka akan berbahagia baik di dunia maupun di akhirat.
D. Q.S Luqman (31) : 13
1. Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul ayat 13 adalah ketika ayat ke-82 dari surat Al-An’am
diturunkan, para sahabat merasa keberatan. Kemudian mereka datang menghadap
Rasulullah saw seraya berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah di antara kami yang
dapat membersihkan keimanannya dari perbuatan zalim?” Jawab beliau: “Bukan
begitu. Bukankah kau telah mendengar wasiat Luqman Hakim kepada anaknya:
Hai anakku, janganlah kau mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
2. Penjelasan

“Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman


yang besar” (ujung ayat 13) yaitu menganiaya diri sendiri, membodohi diri sendiri.
Menurut tafsir Al-Maraghi, Luqman menjelaskan kepada anaknya bahwa
perbuatan syirik itu merupakan kezaliman yang besar. Syirik dinamakan perbuatan
yang zalim dan dikatakan dosa besar karena perbuatan itu berarti menyamakan
kedudukan Tuhan dengan sesuatu yang tidak memiliki nikmat apapun yaitu
berhala-berhala.

Sesudah Allah menuturkan apa yang telah diwariskan oleh Luqman


terhadap anaknya, yaitu supaya ia bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan
semua nikmat yang tiada seorang pun bersekutu dengan-Nya dalam menciptakan
sesuatu. Kemudian Luqman menegaskan bahwasanya syirik adalah perbuatan yang
buruk

3. Aspek Pendidikan

Pada ayat 13 ini lah Luqman mengawali nasihatnya kepada anaknya,


nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik/persekutuan Allah.
Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud dan keesaan.

E. Qs. At-Tahrim (66) : 6


1. Asbabun Nuzul

Diriwayatkan ketika turun ayat ini maka Sayyidina Umar bin khattab
berkata: “Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana
menjaga keluarga kami?” Rasulullah Shallahu alaihia wasalam. menjawab:
“Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan
perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu
melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu
dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras, mereka dikuasakan mengadakan
penyiksaan di dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepadanya.”

2. Penjelasan

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar


menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu,
dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah. Mereka juga diperintahkan
untuk mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah
untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Keluarga merupakan amanat yang
harus dipelihara kesejahteraannya baik jasmani maupun rohani.

3. Aspek Pendidikan
Berikut adalah beberapa pelajaran yang dapat diambil dari surat at-tahrim ayat 6:

a. Perintah Taqwa Kepada Allah SWT dan berdakwah


Kita diwajibkan oleh Allah untuk taat kepada-Nya supaya selamat
daripada siksa-Nya. Caranya membina diri kita terlebih dahulu dalam
mendalami akidah dan adab islam kemudian setelah kita mampu
melaksanakan maka kita wajib mendakwahkan kepada yang lain yaitu
orang-orang terdekat kita / keluarga yaitu orang tua, istri, anak, adik, kakak
dan karib kerabat.
b. Anjuran menyelamatkan diri dan keluarga dari api neraka
Dalam ayat ini firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang
percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya
mereka, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari
manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan
mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah
Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka.
Banyak sekali amalan shalih yang menjadikan seseorang masuk surga
dan dijauhkan dari api neraka, misalnya bersedekah, berdakwah, berakhlaq
baik, saling tolong menolong dalam kebaikan dan sebagainya. Di antara cara
menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan shalat dan bersabar.
c. Pentingnya pendidikan islam sejak dini
Anak adalah aset bagi orang tua dan di tangan orangtualah anak-anak
tumbuh dan menemukan jalan-jalannya. Banyak orang tua “salah asuh”
kepada anak sehingga perkembangan fisik yang cepat diera globalisasi ini
tidak diiringi dengan perkembangan mental dan spiritual yang benar kepada
anak sehingga banyak prilaku kenakalan-kenalakan oleh para remaja.
d. Keimanan kepada para malaikat
Ayat diatas mengandung pelajaran keimanan kita kepada sifat para
malaikat yang suci dari dosa dan tidak pernah membangkang apa yang
diperintahkan oleh Allah SWT. Berbeda dengan manusia dan jin yang
kadang taat kadang pula melanggar bahkan ada juga yang tidak pernah taat
sama sekali atau selalu berbuat maksiat.
KELOMPOK 8

AYAT TENTANG SYARAT PENDIDIK DAN GURU

A. QS. An-Nisa (4) : 114


1. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan Bahwa diantara keluarga serumah Bani
Ubayriq, yaitu Bisyr dan Mubasysyir, terdapat terdapat seorang munafik yang
bernama Busyair, yang hidupnya melarat sejak jaman jahiliyah. Ia pernah
menggubah syair untuk mencaci maki para shahabat Rasulullah saw, dan
menuduh bahwa syair itu gubahan orang lain. Pada waktu itu makanan orang
melarat adalah kurma dan sya’ir yang didatangkan dari madinah (sedangkan
makanan orang-orang kaya adalah terigu). Suatu ketika Rifa’ah bin Zaid ( paman
Qatadah) membeli terigu beberapa karung yang kemudian disimpan di dalam
gudang tempat penyimpanan alat perang, baju besi dan pedang. Pada tengah
malam gudang itu dibongkar orang dan semua isinya dicuri. Pagi harinya Rifaah
datang kepada Qatadah dan berkata: “wahai anak saudaraku semalam gudang kita
dibogkarkan orang, makanan dan senjata dicuri.” Kemudian mereka
menyelidikinya dan bertanya-tanya disekitar kampung itu, ada yang mengatakan
bahwa semalam bani Ubairiq menyalakan Api dan memasak terigu (makanan
orang kaya). Berkatalah Bani ‘Ubairiq: “kami telah bertanya-tanya pada kampung
ini. Demi Allah kami yakin bahwa pencurinya adalah labid bin Sahl.” Labid bin
Sahl terkenal sebagai seorang muslim yang jujur. Ketika Labid mendengar ucapan
Bani Ubayriq, ia naik darah dan menarik pedangnya sambil berkata dengan
marah, “engkau menuduhku mencuri? Demi Allah, pedang ini akan ikut campur
berbicara, sehingga terang dan jelas siapa si pencuri itu.” Bani Ubayriq berkata:
“Jangan berkata kami yang menuduhmu, sebenarnya bukan kamu pencurinya.”
Maka berangkatlah Qatadah dan Rifa’ah meneliti dan bertanya-tanya disekitar
kampung itu sehingga yakin bahwa pencurinya adalah Bani Ubairiq. Berkatalah
Rifa’ah: “Wahai anak saudaraku, bagaimana sekiranya engkau menghadap
Rasulullah saw untuk menerangkan hal ini?.” Maka berangkatlah Qatadah
menemui Rasulullah saw dan menerangkan adanya satu keluarga yang tidak baik
dikampung itu, yang mencuri makanan dan sejata kepunyaan pamannya.
Pamannya menghendaki agar senjatanya saja yang dikembalikan, dan
membiarkan makanan itu untuk mereka. Maka bersabdalah Rasulullah saw. “Saya
akan meneliti hal ini.
Ketika Bani Ubairiq mendengar hal itu, mereka mendatangi salah seorang
keluarganya yang bernama Asir bin ‘Urwah untuk menceritakan peristiwa
tersebut. Maka berkumpullah orang-orang sekampungnya seraya menghadap
Rasulullah saw, dan berkata: “wahai Rasulullah, sesungguhnya Qatadah bin
Nu’man dan pamannya telah menuduh seorang yang baik, jujur, dan lurus di
antara kami, yaitu menuduh mencuri tanpa bukti apapun”. Ketika Qatadah
berhadapan dengan Rasulullah, ia pun ditegur dengan sabdnya: “kamu telah
menuduh dan mencuri kepada seorang muslim yang jujur dan lurus tanpa bukti
apapun?” kemudian Qatadah pulang untuk menceritakan hal itu kepada
pamannya, berkatalah Rifa’ah: “Allahul Musta’an” (Allah tempat kita
berlindung). tidak lama kemudian turunlah ayat ini ( QS. Al-Nisa 105) sebagai
teguran kepada Nabi saw. berkenaan dengan pembalaannya terhadap bani Ubairiq
dan surah An-Nisa ayat 106-114 berkenaan dengan ucapan Nabi Muhammad saw.
terhadap Qatadah.
Setelah itu Rasulullah saw membawa sendiri senjata yang hilang itu dan
menyerahkannya kepada Rifa’ah, sedang Busyair menggabungkan diri dengan
kaum musyrikin dan menumpang pada Sullafah binti Sa’d, Maka Allah
menurunkan Ayat selanjutnya (QS. An-Nisa ayat 115-116) sebagai teguran
kepada orang-orang yang menggabungkan diri dengan musuh setelah jelas
petunjuk Allah kepadanya. ( Diriwayatkan oleh Turmudzi, al Hakin, dan lain-lain,
yang bersumber dari Qatadah bin An-Nu’man. menurut al-Hakim, hadits ini sahih
berdasarkan Syarat imam Muslim).
2. Penjelasan

Ayat ini merupakan pendidikan yang sangat berharga bagi masyarakat,


yakni hendaklah anggota masyarakat saling terbuka, sebisa mungkin tidak saling
merahasiakan sesuatu. Kerahasian mengandung makna ketidakpercayaan,
sedangkan keterbukaan dan keterusterangan menunjukkan keberanian pembicara.
Keberanian atas dasar kebenaran dan ketulusan. Karena itu, ayat ini menyatakan
tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka manusia. Dari sini
juga dapat dipahami larangan Nabi SAW. melakukan pembicaraan rahasia
dihadapan orang lain. Perintah bersedekah, perintah melakukan amal makruf, dan
melakukan perbaikan antar manusia, ketiga hal yang dikecualikan dari
pembicaraan rahasia yang buruk, menunjukkan bahwa amal-amal dapat menjadi
terpuji bila dilakukan secara rahasia, seperti bersedekah, melakukan perbaikan
antar manusia dan amal makruf tertentu.

3. Aspek Pendidikan
a) Bersedekah

Mendidik anak untuk mengamalkan sedekah dimulai sejak dini. Sehingga,


nantinya bisa tertanam dalam jiwa masing-masing anak. Berawal dari
memberikan pengetahuan tentang ayat Al-Qur’an dan hadits, serta hukum
sedekah itu sendiri. Mengajarkan ilmu yang bermanfaat adalah sedekah.
Contohnya mengajari anak-anak membaca Al-qur’an di rumah sendiri tanpa
memungut bayaran, mengajarkan ilmu lewat pengajian, mengajarkan ilmu di
bangku Sekolah, mengajarkan ilmu lewat buku, dan sebagainya.

b) Berbuat Ma’ruf

Menasihati seseorang untuk berbuat ma’ruf di hadapan orang banyak,


mungkin akan menimbulkan rasa kurang enak pada yang dinasihati, apabila
yang diberi nasihat itu teman sebaya atau orang yang lebih tinggi derajatnya
dari orang yang menasihati. Allah memerintahkan agar menasihati seseorang
untuk berbuat ma’ruf dengan cara berbisik dan tidak didengar orang lain.

c) Mengadakan perdamaian di antara manusia

Tujuan perdamaian (ishlah) dalam al-Qur’an adalah membina manusia


secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai hamba Allah dan khalifahNya, guna membangun perdamaian dan
mencegah konflik atau perselisihan, termasuk di dalamnya mencegah
kemungkinan terjadinya konflik dunia ini sesuai dengan konsep yang
ditetapkan Allah.

B. QS. Al-Maidah (5) : 56-57


1. Asbabun Nuzul
Dalam riwayat sejarah disebutkan bahwa seorang fakir masuk kedalam masjid
dan meminta-minta kepada orang yang ada di sana. Namun tak seorangpun
memberikan sesuatu kepadanya. Waktu itu Imam Ali bin Abi Thalib as sedang
melakukan shalat dan ketika sedang rukuk, Imam memberikan cincin-nya kepada
orang fakir tersebut. Untuk memuji perbuatan Imam Ali as tersebut, Allah Swt
menurunkan ayat ini kepada Nabi Saw. Ammar bin Yasir salah seorang sahabat
besar Nabi mengatakan, setelah peristiwa itu dan turunnya ayat ini kepada Nabi,
maka Rasulullah Saw mengatakan, "Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai
pemimpinnya, maka dia juga harus menjadikan Ali sebagai pemimpinnya."
Mengenai asbabun nuzul yang melatarbelakangi turunnya surat al-Maidah ayat
57 yaitu dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rifa’ah bin Zaid bin at-Tabut
dan Suwaid bin al-Haris memperlihatkan keislaman, padahal sebenarnya mereka
itu munafik. Salah seorang dari kaum Muslimin bersimpati kepada kedua orang
tersebut. Maka dengan kejadian tersebut Allah langsung menurunkan ayat ini.
2. Penjelasan
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa surat al-Maidah ayat 56 ini berbicara
tentang kewajiban manusia menjadikan Allah sebagai wali, karena hanya Allah
yang dapat menolong dan membela manusia. Selain Allah tidak ada yang mampu
menolong, kecuali atas izin-Nya. Dalam hal menjadikan Allah sebagai wali, maka
Rasulullah adalah teladan yang terbaik. Selanjutnya sesudah Rasulullah SAW yang
juga bisa dijadikan teladan adalah orang-orang yang beriman, yang terbukti
ketulusan iman mereka yakni dengan mendirikan shalat pada waktunya secara
benar dan bersinambungan, menunaikan zakat dengan tulus dan sempurna. Di
samping itu mereka juga senantiasa rukuk atau tunduk kepada Allah, melaksanakan
semua tuntunan-Nya. Wali mengandung makna penolong yang mampu
memberikan pertolongan, baik penolong di dunia maupun penolong di akhirat.
Penolong dalam setiap urusan, baik urusan dunia maupun urusan akhirat.
3. Aspek Pendidikan

Berdasarkan surat Al-Maidah: 56-57 syarat-syarat menjadi seorang


guru sebagai berikut:

a) Takwa kepada Allah SWT


Guru sesuai dengan tujuan surat Al-Maidah: 56-57 tidak mungkin
mendidik anak agar bertakwa kepada Allah jika dia sendiri tidak takwa
kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi muridnya sebagaimana guru
mampu memberi teladan baik kepada murid-muridnya sejauh itu pulalah ia
diperkirakan akan mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa
yang baik dan mulia.
b) Berkelakuan baik
Budi pekerti guru sangatlah penting dalam pendidikan watak
muridnya. Guru harus menjadi suri teladan, karena anak-anak bersifat suka
meniru. Di antara tujuan pendidikan ialah membentuk akhlak baik pada
anak dan ini hanya mungkin jika guru itu berakhlak baik pula.
C. QS. At-Taubah (9) : 71
1. Asbabun Nuzul
Dalam surat At-Taubah ayat 71, di turunkan tanpa di dahului oleh sebab
dengan kata lain surat At-Taubah ayat 71 tidak mempunyai asbabun nuzul.
2. Penjelasan

ٍ ‫م َأوْ لِيَا ُء بَع‬pُْ‫ضه‬


Dalam menggambarkan kaum mukmin Allah berfirman: ‫ْض‬ ُ ‫بَ ْع‬
“sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain”. Sedangkan dalam
menggambarkan kaum munafik, Allah berfirman: “sebagian dengan sebagian
yang lain adalah sama. Maksudnya orang mukmin dan mukmin lainnya adalah
sama dalam hal saling tolong menolong, sedangkan kaum munafik, sebagian
mereka dengan sebagian yang lain adalah sama dalam hal keburukan. Oleh
karena, di antara kaum mukmin terdapat rasa persaudaraan, kecintaan, saling
menolong dan saling mengasihi, sehingga Nabi SAW menyerupakan kesatuan
mereka dengan tubuh yang satu dan bangunan yang sebagiannya menguatkan
sebagaian yang lain.

(mereka melarang dalam segala kejahatan), yakni jenis kemunkaran yang


tergabung kedalam segala kejahatan. Diantara kemunkaran itu ialah kekafiran dan
kemaksiatan yang dapat memutuskan hamba dari Allah SWT. seperti dunia dan
sebagainya. Dalam tafsir Nurul Qur’an dikatakan bahwa mereka juga mencegah
orang-orang dari kebiasaan buruk, kekejian dan hal-hal yang melanggar syari’at
(agama). (dan mereka mendirikan shalat). Maksudnya adalah shalat yang lima
waktu. Menurut Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam tafsir Al-Aisar termasuk
di dalamnya shalat fardu lima waktu dan dan shalat-shalat sunnah.
Menunaikannya dengan khusyu serta memenuhi syarat, rukun sunnah dan adab-
adabnya. (dan mereka menunaikan zakat) demikian pula zakat, mencakup zakat
yang wajib dan sedekah-sedekah yang sunnah. (dan mereka taat kepada Allah
dan Rasul-Nya). Dalam segala perintah dan larangan.

3. Aspek Pendidikan

Berdasarkan hasil analisis, beberapa nilai pendidikan sosial yang termasuk


dalam syarat-syarat pendidik yang terkandung dalam Surat At-Taubah Ayat 71
sebagai berikut:

a) Tolong Menolong
Islam telah memerintahkan kepada manusia untuk saling tolong-
menolong tanpa membedakan siapa yang harus kita tolong dan siapa yang
tidak harus ditolong, Allah memerintahkan kita untuk saling menolong kepada
semua orang yang membutuhkan bantuan (dalam kebaikan saja). Seperti
halnya seorang guru bertugas untuk menolong siswanya dari ketidak
tahuannya tentang pelajan, maka seorang guru membimbingnya hingga siswa
memahami pelajaran tersebut.
b) Amar ma'ruf nahi mungkar
Ayat ini menjelaskan bahwa yang dimaksud ma'ruf adalah segala
perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah, sedangkan Munkar ialah
segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya. Syarat-syarat guru
yang baik itu di antaranya sebagai berikut.
1) Niat yang baik.
2) Lemah lembut dalam menyeru atau melarang.
3) Bijaksana
4) Berakhlak mulia.
c) Shalat

Dalam melaksanakan shalat terdapat nilai pendidikan sosial seperti


terhindar dari perbuatan dosa dan juga seseorang pendidik dapat bertingkah
laku dengan baik dilingkungan sekolah karena dalam dirinya sudah tertanam
sifat yang baik sebagai akibat dari perbuatannya melakukan ibadah shalat.
Dengan shalat seseorang akan mampu mengendalikan dirinya dari perbuatan-
perbuatan dosa yang dilarang oleh Allah Swt dan shalat juga dapat
memperbaiki akhlak dimanapun dia berada khususnya di lingkungan
masyarakat dimana dia tinggal.
d) Zakat

Adanya kewajiban zakat dapat mengajarkan kepada individu bahwa


zakat dapat menumbuhkan, mendidik dan membina, membantu individu
dalam lingkungan yang baik (positif) dan dapat menjauhi lingkungan yang
jelek (negatif). Dengan adanya zakat kita bisa belajar untuk berbagi,
menyisihkan sebagian harta yang kita miliki untuk membantu masyarakat
yang kurang mampu. Adapun pendidikan sosial dalam zakat adalah sebagai
berikut:

1) Mendidik anak untuk melaksanakan disiplin dan loyalitas dalam


menjalankan kewajiban.
2) Dapat membangun sikap tanggung jawab dan perduli terhadap
kepentingan masyarakat dan kepentingan umum.
3) Dapat membina dan merentangkan tali persudaraan sesama manusia.
e) Taat kepada Allah dan Rasul-Nya

Seperti yang telah dijelaskan bahwa tolong-menolong bukan hanya


dalam hal harta saja tetapi juga dalam ketaatan kepada Allah dan Rasulnya,
kaum mukminin diperintahkan untuk selalu taat kepada Allah dan Rasulnya
dengan penuh keikhlasan tanpa ada keraguan.

KELOMPOK 9

AYAT-AYAT TENTANG KURIKULUM

A. Surah al-Baqarah (2) : 43


1. Asbabun Nuzul
Muqotil mengatakan ayat ini ditunjukan untuk ahlu kitab, Allah memerintah
mereka untuk mengerjakan sholat bersama Nabi Sholallohu’alaihi wasallam dan
memerintahkan mereka untuk mengeluarkan zakat, yaitu menyerahkannya kepada
Nabi sholallahu’ alaihi wasallam dan Allah menyuruh mereka untuk ruku’
bersama orang-orang yang ruku’ dari umat Muhammad sholallohu’ alaihi
wasallam. Walaupun khitob ayat ini adalah kepada ahlul kitab, akan tetapi’ ibroh
da isi kandungan ayat ini mencakup juga kaum muslimin umat nabi Muhammad
sholallohu’ alaihi wasallam hingga akhir zaman.
2. Penjelasan
Yang dimaksud ialah : shalat berjama’ah dan dapat juga diartikan:
tunduklah kepada perintah-perintah bersama-sama orang yang tunduk Firman-
Nya (‫ )وأقيموا الصالة‬artinya, Allah Ta’ala memerintahkan kepada ahlu kitab untuk
mengerjakan salat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Firman-Nya (
‫اة‬pp‫ )وآتوا الزك‬artinya, Allah Ta’ala juga memerintahkan kepada ahlu kitab untuk
mengeluarkan zakat, yaitu dengan menyerahkannya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Mubarak bin Fuhdhalah meriwayatkan dari Al-
Hasan Al-Bashri, katanya: “Pembayaran zakat itu merupakan kewajiban, yang
mana amal ibadah tidak akan manfaat kecuali dengan menunaikannya dan dengan
mengerjakan salat.” Firman-Nya (‫ع الراكعين‬ppp‫وا م‬ppp‫ )واركع‬artinya, Allah Ta’ala
menyuruh mereka untuk rukuk bersama orang-orang yang rukuk dari umat
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ikutlah bersama mereka dan bagian
dari mereka. Jadilah bersama orang-orang mukmin berbuat yang terbaik, di antara
amal kebaikan yang paling khusus dan sempurna itu adalah salat. Banyak ulama
yang menjadikan ayat ini sebagai dalil yang menunjukkan kewajiban salat
berjamaah.
3. Aspek Pendidikan
Pada ayat ini terdapat tiga macam perintah Allah yang ditujukan kepada
Bani Israil, ialah:
a) Agar mereka melaksanakan salat setiap waktu dengan cara yang sebaik-
baiknya, melengkapi segala syarat dan rukunnya, serta menjaga waktu-
waktunya yang telah ditentukan, menghadapkan seluruh hati kepada Allah
dengan tulus dan khusyuk, sesuai dengan syariat yang dibawa Nabi Musa.
b) Agar mereka menunaikan zakat, karena zakat merupakan salah satu
pernyataan syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya,
dan menumbuhkan hubungan yang erat antarsesama manusia, dan
menyucikan hati, karena zakat itu merupakan pengorbanan harta benda
untuk membantu fakir miskin, dan dengan zakat itu pula dapat dilakukan
kerja sama dan saling membantu dalam masyarakat, di mana orang-orang
yang miskin memerlukan bantuan dari yang kaya dan sebaliknya, yang
kaya memerlukan pertolongan orang-orang yang miskin.
c) Agar mereka rukuk bersama orang-orang yang rukuk. Maksudnya ialah
agar mereka masuk Islam dan melaksanakan salat berjamaah seperti
halnya kaum Muslimin. Kita telah mengetahui, bahwa salat menurut
agama Islam terdiri dari bermacam-macam gerakan jasmaniyah, seperti
rukuk, sujud, iktidal, dan sebagainya. Tetapi pada akhir ayat ini salat
tersebut hanya diungkapkan dengan kata-kata "rukuk". Hal ini
dimaksudkan untuk menekankan agar mereka menunaikan salat dengan
benar seperti yang dikehendaki syariat Islam seperti yang diajarkan
Rasulullah, bukan salat menurut cara mereka dahulu, yaitu salat tanpa
rukuk.
B. QS. Luqman (31) : 16-17
1. Asbabun Nuzul
16. Luqman melanjutkan nasihatnya, 'wahai anakku! sungguh, jika ada suatu
perbuatan yang sangat kecil dan tersembunyi, layaknya benda yang bobotnya
hanya seberat biji sawi dan berada dalam batu atau berada di langit atau di perut
bumi, niscaya Allah akan memberinya balasan. Sesungguhnya Allah mahahalus,
mahateliti. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu, betapa pun kecil dan halus. 17.
Wahai anakku! laksanakanlah salat secara sempurna dan konsisten, jangan sekali
pun engkau meninggalkannya, dan suruhlah manusia berbuat yang makruf, yakni
sesuatu yang dinilai baik oleh masyarakat dan tidak bertentangan dengan syariat,
dan cegahlah mereka dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpamu sebab hal itu tidak lepas dari kehendak-Nya dan bisa jadi menaikkan
derajat keimananmu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang
penting dan tidak boleh diabaikan.
2. Penjelasan
Pada ayat 16 ini, Luqman berwasiat kepada anaknya agar beramal dengan
baik karena apa yang dilakukan manusia, dari yang besar sampai yang sekecil-
kecilnya, yang tampak dan yang tidak tampak, yang terlihat dan yang
tersembunyi, baik di langit maupun di bumi, pasti diketahui Allah.
Sedangkan dalam ayat 17, menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal
kebajikanyang tercermin dalam amr ma’ruf dan nahi munkar, juga nasihat berupa
perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah. Kata
‘azm dari segi bahasa bararti keteguhan hati dan tekad untuk melakukan sesuaatu.
Kata ini berpatron mashdar, tetapi maksudnya adalah objek, sehingga makna
penggalan ayat itu adalah shalat, amr ma’ruf dan nahi munkar – serta kesabaran –
merupakan hal-hal yang telah diwajibkan oleh Allah untuk dibulatkan atasnya
tekad manusia. Thabathaba’i tidak memahami kesabaran sebagai salah satu yang
ditunjuk oleh kata yang demikian itu, karena menurutnya kesabaran telah masuk
dalam bagian azm. Maka atas dasar itu, bersabar yakni menahan diri termasuk
dalam ‘azm dari sisi bahwa ‘azm yakni tekad dan keteguhan akan terus bertahan
selama masih ada sabar. Dengan demikian kesabaran diperlukan oleh tekad serta
kesinambungannya.
3. Aspek Pendidikan
Aspek pendidikan surah Luqman ayat 16 menjelaskan tentang: sebesar apapun
kebaikan yang kita lakukan akan Allah beri balasan. Dimanapun kita melakukan
kebaikan Allah akan mengetahuinya, jadi tidak perlu mmberitahu orang lain
bahwa kita mengerjakan kebaikan karena itu hanya akan menimbulkan sifat riya
Surat Lukman ayat 17, memberikan penegasan adanya pendidikan yang
bersifat dialogis antara orang tua terhadapa anaknya untuk memilih antara yang
baik dengan yang tidak baik. Dengan memahami itu pendidikan kita sudah
diisyaratkan perlunya dialog dan komunikasi sebagai bentuk proses untuk
mengenal antar sesama. Proses dialog dalam pendidikan merupakan salah satu
bentuk dimana pendidikan dapat memberikan ruang gerak berfikir kepada peserta
didik memberi kesempatan untuk dapat mengutarakan pendapat dan berimajinasi
dalam berfikir merupakan langkah awal untuk dapat memberikan kebebasan
berfikir menuju kesempurnaan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Keberadaan pendidikan bukan hanya sekedar proses transformasi pengetahuan
saja, akan tetapi lebih pada penyampaian nilai-nilai yang lebih luas, yaitu
bagaimana manusia dapat mengetahui akan dirinya dalam lingkungan sekitarnya.
Disinilah salah satu nilai pendidikan yang mengantarkan dan mendialogkan
peserta didik menuju realitas menjawab permasalahan dan kebutuhan aktual.
Luqman as. melanjutkan nasihatnya kepada anaknya nasihat yang dapat
menjamin kesinambungan Tauhid serta kehadiran Illahi dalam kalbu sang anak.
Dia berkata sambil tetap memanggilnya dengan panggilan mesra: wahai anakku
sayang, laksanakanlah shalat dengan sempurna syarat, rukun dan sunah-
sunahnya.
C. QS. An-Nisa' (4) : 136
1. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Surat An Nisa Ayat 136 diturunkan berkenaan
dengan Abdu ‘I-Lah bin Salam, Asad dan Usaid yang keduanya putra Ka’ab,
Tsa’labah bin Qais, Salam bin saudara perempuan Abdu ‘I-Lah bin Salam, dan
Yamin bin Yamin. Mereka datang kepada Rasulullah SAW dan seraya berkata,
“Kami beriman kepadamu dan kitabmu, kepada Musa dan Taurat, dan kepada
‘Uzair; tetapi kami ingkar kepada selain kitab-kitab dan rasul-rasul itu”. Maka,
Rasulullah SAW bersabda, “Bahkan, hendaknya kalian beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, Muhammad, beserta kitab-Nya, al-Qur’an, dan seluruh kitab yang
diturunkan sebelum itu.” Mereka berkata, “Kami tidak akan melakukannya”.
Maka turunlah ayat ini, kemudian mereka semua beriman. (Ahmad Musthafa Al-
Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi 5, hal. 301.)
2. Penjelasan
Ayat ini menyeru kaum Muslimin agar mereka tetap beriman kepada
Allah, kepada Rasul-Nya Muhammad, kepada Alquran yang diturunkan
kepadanya, dan kepada kitab–kitab yang diturunkan kepada rasul–rasul
sebelumnya. Kemudian ayat ini memperingatkan orang-orang yang mengingkari
seruan-Nya. Barang siapa mengingkari Allah, para malaikat-Nya, kitab–kitab-
Nya, dan hari akhirat, ia telah tersesat dari jalan yang benar, yaitu jalan yang akan
menyelamatkan mereka dari azab yang pedih dan membawanya kepada
kebahagiaan yang abadi. Iman kepada kitab–kitab Allah dan kepada rasul–rasul-
Nya adalah satu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Tidak boleh
beriman kepada sebagian rasul dan kitab saja, tetapi mengingkari bagian yang
lain seperti dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Iman serupa ini
tidak dipandang benar, karena dipengaruhi oleh hawa nafsu atau hanya mengikuti
pendapat-pendapat dan pemimpin-pemimpin saja.
3. Aspek Pendidikan
Kandungan Surat An-Nisa Ayat 136 dibagi menjadi 2 bagian yaitu berupa
perintah dan larangan.
Bagian pertama, yaitu berupa perintah :
a) Tetaplah istiqomah untuk beriman kepada Allah SWT
b) Tetaplah beriman atas kenabian atau kerasulan Nabi Muhammad SAW
c) Tetaplah beriman kepada kitab Al Quran
Bagian kedua, yaitu berupa larangan :
a) Dilarang mengkufuri kepada Allah SWT
b) Dilarang mengkufuri akan adanya malaikat-malaikat Allah
c) Dilarang mengkufuri kitab-kitab Allah
d) Dilarang mengkufuri para utusan Allah (para rasul)
e) Dilarang mengkufuri akan datangnya hari pembalasan
f) Kemudian barang siapa yang mengingkari atas apa yang Allah SWT telah
dituliskan dalam Surat An Nisa ayat 136, maka sesungguhnya orang itu
telah sesat dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya.
D. QS. At-Taubah (9): 122
1. Asbabun Nuzul
Allah menjelaskan dalam surat At Taubah ayat 122 ini bahwa pada waktu itu
ada orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang. Mereka tidak berangkat
perang karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya di daerah Badui
(pedalaman). Melihat kejadian itu, orang-orang munafik berkomentar, "Sungguh
masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka
celakalah orang-orang pedalaman itu."Kemudian turunlah surat ini (At-Taubah
ayat 122) yang menjawab komentar orang-orang munafik tersebut. "Tidak
sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang)." (Q.S At-Taubah ayat 122).
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis lainnya yang menjelaskan
Asbabun nuzul surah At Taubah 122. Riwayat hadis tersebut melalui Abdullah
bin Ubaid bin Umair yang menceritakan, bahwa keinginan umat Islam yang
sangat besar untuk ikut berjihad sangat besar sehingga ketika Rasulullah
mengirimkan pasukan perang, maka mereka semuanya ingin berangkat. Mereka
meninggalkan Nabi SAW di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah.
Maka turunlah surat at-Taubah ayat 122 sebagai respon atas prilaku para sahabat
nabi.
2. Penjelasan
Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa tidak semua orang mukmin
harus berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh
sebagian kaum Muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam
masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi harus
menuntut ilmu dan mendalami agama Islam, supaya ajaran-ajaran agama itu
dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang
lebih efektif dan bermanfaat sehingga kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan.
Perang bertujuan untuk mengalahkan musuh-musuh Islam serta mengamankan
jalan dakwah Islamiyah. Sedang menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama
bertujuan untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama Islam, agar
dapat disebarluaskan dan dipahami oleh semua macam lapisan masyarakat.
Tugas ulama dalam Islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta
mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama itu
kepada yang belum mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut merupakan tugas umat
dan setiap pribadi muslim, sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan masing-
masing,
3. Aspek Pendidikan
Surat at-Taubah ayat 122 merupakan ayat yang menjelaskan tentang
pentingnya menuntut ilmu agama. Nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat
itu adalah sebagai berikut:
a) Kewajiban mendalami agama dan kesiapan untuk mengajarkannya.
b) Maksudnya, tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak
dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan
perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena menuntut ilmu
itu merupakan suatu kewajiban sehinnga menuntut ilmu mempunyai
derajat yang sangat tinggi. sehingga di sejajarkan dengan orang yang
perang dijalan Allah.
c) Hasil dari pembelajaran itu tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi
diharapkan mampu untuk menyampaikan terhadap orang lain
E. Q.S Hud (11) : 37
1. Asbabun Nuzul
Manakala Nuh merasa putus asa dari keimanan kaumnya setelah perjalanan
waktu yang sangat panjang maka Allah Swt menurunkan wahyu kepadanya
bahwa sungguhnya kaumnya tidak akan beriman kepada lagi dengannya selain
yang yang sudah beriman sebelumnya. Artinya:” Dan diwahyukan kepada Nuh,
bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang
yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa
yang selalu mereka kerjakan”.
Ketika itu Nuh a.s baru berdoa kepada Allah Swt agar membinasakan
kaumnya. Maka Allah pun mengabulkan do’anya dengan memberitahukan bahwa
Dia akan membinasakan semuanya dengan angin topan. Allah Swt perintahkan
Nuh untuk membuat kapal untuk dia dan orang-orang yang beriman naik ke
dalamnya. Maka Allah berfirman kepadanya. Allah berfirman dalam surat Hud
ayat 37. Artinya: ”Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk
wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang
yang zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan”. Dalam ayat itu
menunjukkan bahwa Allah memerintahkan Nuh a.s untuk tidak menghiraukan
lagi kaumnya karena azab Allah ketika diturunkan tidak satu orangpun yang
dapat membendungnya terhadap orong-orang mujrimin.
2. Penjelasan
Pada ayat ini diterangkan bahwa Allah memerintahkan kepada Nuh
`alaihis salam, supaya membuat kapal yang akan dipergunakan untuk
menyelamatkan Nabi Nuh dan pengikutnya yang beriman dari topan (air bah)
yang akan melanda dan menenggelamkan permukaan bumi sebagai azab di dunia
ini kepada orang-orang kafir dari kaumnya yang selalu membangkang dan
durhaka. Nabi Nuh diperintahkan membuat kapal penyelamat itu dengan
petunjuk-petunjuk dan pengawasan dari Allah. Selanjutnya pada ayat ini Allah
memperingatkan Nuh `alaihis salam, agar tidak lagi berbicara dengan kaumnya
yang zalim (kafir) dan tidak lagi memohon supaya dosa mereka diampuni atau
dihindarkan dari azab-Nya, karena sudah menjadi ketetapan Allah bahwa mereka
akan ditenggelamkan.
3. Aspek Pendidikan
Alangkah pentingnya ayat ini untuk menjadi tuntunan dan pimpinan bagi
para penyeru jalan kebenaran, mubalig, dan terutama orang yang telah dihargai
kaumnya seperti ulama, supaya mereka memerhatikan nasihat Allah kepada Nuh
itu, janganlah berduka cita karena pengikut yang beriman itu tidak bertambah,
hanya sebesar yang ada itu sajalah. Yang memang telah beriman juga.
F. Q.S Al-Qashash (28) : 77
1. Asbabun Nuzul
Setelah Qarun dianugerahi harta yang melimpah, dia tidak bersyukur kepada
Allah. Dia malah menjadi sombong dan berbuat aniaya dan tidak mendermakan
hartanya kepada orang yang membutuhkan. Maka orang-orang shahih dari
kaumnya memberikan nasehat kepada Qarun. Mereka mengingatkan Qarun agar
tidak sombong terhadap harta yang dimilikinya, karena Allah membenci orang-
orang yang sombong dan tidak bersyukur atas nikmat yang Dia anugerahkan
kepada mereka.
2. Penjelasan
Maksudnya, gunakanlah harta yang berlimpah dan nikmat yang
bergelimang sebagai karunia Allah kepadamu ini untuk bekal ketaatan kepada
Tuhanmu dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan berbagai amal
pendekatan diri kepada-Nya, yang dengannya kamu akan memperoleh pahala di
dunia dan akhirat. Yakni yang dihalalkan oleh Allah berupa makanan, minuman,
pakaian, rumah dan perkawinan. Berbuat baiklah kepada sesama makhluk Allah
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Yaitu janganlah cita-cita yang
sedang kamu jalani itu untuk membuat kerusakan di muka bumi dan berbuat jahat
terhadap makhluk Allah.
3. Aspek Pendidikan
Nlai-nilai pendidikan yang terdapat dalam QS. al-Qashas ayat 77 adalah
pendidikan jasmaniah, ruhaniah, ihsan dan ramah lingkungan.
a. Pendidikan ruhaniah adalah usaha untuk memperkuat hubungan antara ruhani
manusia dengan Sang Pencipta yaitu Allah melalui jalan menyembah dan
merendahkan diri kepada-Nya serta taat dan tunduk kepada syari’at-Nya
untuk mencapai kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri
kepada Allah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan
ruhaniah yaitu beribadah kepada Allah melalui shalat, dzikir, menolong
sesama, pemaaf, sabar, rendah diri, ikhlas, semua itu hanya semata-mata
untuk mendapatkan kebahagiaan di akhirat.
b. Pendidikan jasmaniah merupakan usaha untuk memperhatikan dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat jasmaniah bagi manusia. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan jasmaniah yang
meliputi: makan, minum, tempat tinggal, pakaian dan pasangan hidup. Tetapi
hal ini tidak boleh dilakukan secara berlebih-lebihan sehingga melupakan
untuk meraih kebahagiaan akhirat.
c. Pendidikan ihsan adalah membimbing manusia dalam bertingkah laku sehari-
hari baik terhadap Allah maupun sesama makhluk-Nya. Ihsan terhadap
Allah, yaitu mencintai Allah, melaksanakan segala perintah dan menjauhi
larangan-Nya, mensyukuri nikmat dan karunia-Nya, menerima dengan
ikhlas, qadha dan qadar setelah berikhtiar. Ihsan terhadap manusia: menolong
dengan harta dan kemuliaan, bermuka manis, menyambung silaturahmi,
menemui secara baik, mendengarkan dengan baik, memuji tanpa
sepengetahuan yang dipuji.
d. Pendidikan ramah lingkungan adalah upaya membimbing manusia agar
peduli dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap kelestarian alam. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara tidak membuat kerusakan di muka bumi.
Seimbang dalam memenuhi kebutuhan vertikal (terhadap Tuhan) dan
horizontal (makhluk-Nya). Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara:
beribadah untuk kehidupan akherat, tidak melupakan kebahagiaan dunia,
berlaku ihsan dan tidak membuat kerusakan di bumi.
G. Q.S Al-Ankabut (29) : 45
1. Asbabun Nuzul
Dilihat dari segi turunnya, Al-Qur‟an dibedakan ke dalam dua kelompok,
yang pertama adalah ayat yang tidak memiliki sebab dan hubungan dengan suatu
kejadian. Bagian yang kedua adalah ayat yang memiliki sebab dengan suatu
peristiwa. Adapun sebab turunnya surat Al- Ankabut ayat 45, sejauh penelusuran
pustaka yang penulis lakukan tidak ditemukan adanya sebab yang melatar
belakangi turunnya ayat tersebut.
2. Penjelasan
Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad saw agar selalu membaca.
Mempelajari dan memahami Alquran yang telah diturunkan kepadanya untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian ia akan mengetahui
rahasia dan kelemahan dirinya, sehingga ia dapat memperbaiki, dan membina
dirinya sesuai dengan tuntunan Nya. Perintah ini juga ditujukan kepada seluruh
kaum Muslimin. Penghayatan seseorang terhadap kalam Ilahi yang pernah
dibacanya itu akan nampak pengaruhnya pada sikap, tingkah laku, dan budi pekerti
orang yang membacanya itu.
Setelah Allah SWT memerintahkan membaca dan mempelajari dan
melaksanakan ajaran-ajaran Alquran, maka Allah memerintahkan pula agar kaum
Muslimin mengerjakan salat wajib, yaitu salat yang lima waktu. Salat itu
hendaklah dikerjakan dengan rukun-rukun dan syarat-syaratnya dan dikerjakan
dengan penuh kekhusyukan. Sangat dianjurkan mengerjakan salat itu lengkap
dengan sunah-sunahnya. Jika salat itu dikerjakan sedemikian rupa, maka salat itu
dapat menghalangi dan mencegah orang yang mengerjakannya dari perbuatan-
perbuatan keji dan mungkar.
3. Aspek Pendidikan
Adapun relevansi nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam Tafsir
Al-Mishbah Q.S Al-Ankabut ayat 45 dengan pembentukanakhlakul karimah
diantaranya yaitu:
a) Penjelasan perintah membaca Al-Qur‟an dalam Tafsir Al-Mishbah QS Al-
Ankabut ayat 45, Allah telah mengingatkan hambanya untuk terus membaca
Al-Qur’an, karena di dalamnya terdapat petunjuk hidup, pembeda antara hak
dan batil, obat penenang jiwa dan rahmat bagi seluruh alam. Penjelasan di
atas sesuai dengan tujuan pembentukan akhlakul karimah, yang di
dalamnya menuntut seseorang untuk membiasakan berbuat atau melatih jiwa
dalam perbuatan yang baik.
b) Apa yang dijelaskan dalam Tafsir Al-Mishbah QS Al-Ankabut ayat 45
tentang perintah mendirikan shalat, dimana shalat dapat membentengi diri
dari perbuatan keji dan mungkar. karena shalat mengandung berbagai
macam ibadah, seperti takbir, tasbih, berdiri di hadapan Allah, rukuk,
dan sujud dengan kerendahan hati, seraya pengagungan, lantaran di
dalam ucapan dan perbuatan shalat terdapat isyarat untuk meninggalkan
kekejian dan kemungkaran.Penjelasan di atas selaras dengan pembentukan
akhlakul karimahyang mengajarkan untuk membersihkan jiwa.
Pembentukan akhlak dalam Islam terintegrasi dengan pelaksanaan rukun
Islam
c) Dalam Tafsir Al-Mishbah QS Al-Ankabut ayat 45 dijelaskan mengenai dzikir
kepada Allahyaitu menghadirkan hati untuk senantiasa mengingat Allah.
Shalat merupakan salah satu bentuk dzikrullah (mengingat Allah) yang hakiki
dan sejati.

KELOMPOK 10

AYAT-AYAT TENTANG ANAK DIDIK

A. Surah Al-An’am (6) : 151


1. Asbabun Nuzul
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari sahabat Ibnu Mas'ud r.a.. bahwa ia
pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Amal apakah yang paling utama?"
Rasul Saw. menjawab, "Mengerjakan salat tepat pada waktunya." Ia bertanya,
"Kemudian apa lagi?" Rasul Saw. menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua."
Ia bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Rasul Saw. menjawab, "Jihad di jalan
Allah." Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan, "Kesemuanya itu disampaikan oleh
Rasulullah Saw. kepadaku secara langsung. Seandainya aku meminta tambahan
keterangan, niscaya beliau Saw. memberikan tambahannya kepadaku."
Selanjutnya diceritakan karena orang Arab pada zaman itu membunuh anak-
anak mereka, menuruti bisikan setan kepada mereka. Mereka mengubur bayibayi
perempuan mereka karena takut aib, adakalanya pula mereka membunuh bayibayi
lakilaki mereka karena takut jatuh miskin. Karena itu, disebutkan di dalam kitab
Sahihain melalui hadis Abdullah ibnu Mas'ud r.a., bahwa Abdullah Ibnu Mas'ud
pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Dosa apakah yang paling besar?"
Rasulullah Saw. bersabda, "Bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal
Dialah Yang menciptakan kamu." Ibnu Mas'ud bertanya, "Kemudian apa lagi?"
Rasul Saw. menjawab, "Bila kamu membunuh anakmu karena takut si anak ikut
makan bersamamu." Ibnu Mas'ud bertanya lagi, "Kemudian dosa apa lagi?" Rasul
Saw. menjawab, "Bila kamu menzinai istri tetanggamu."
2. Penjelasan

Ayat diatas memulai wasiat pertama dengan larangan mempersekutukan


Allah. Walaupun larangan ini mengandung perintah mengesakan-Nya, karena
menghindari keburukan lebih utama dari melakukan kebajikan, redaksi itulah
yang dipilih. Di samping itu, ayat ini disampaikan dalam konteks uraian terhadap
kaum musyrikin, yang mempersekutukan Allah, yang pada awal ayat ini
dijanjikan untuk disampaikan kepada mereka apa yang diharamkan Allah swt.

Awal ayat ini menjanjikan untuk menyampaikan apa yang diharamkan


Allah, tetapi ketika berbicara tentang kedua orang tua, redaksi yang digunakannya
adalah redaksi perintah berbakti dan tentu saja berbakti, tidak termasuk yang
diharamkan Allah.
Harus dipahami bahwa ihsan (bakti) kepada kedua orang tuanya yang
diperintahkan agama Islam adalah bersikap sopan kepada keduanya dalam ucapan
dan perbuatan sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat sehingga mereka merasa
senang terhadap kita serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka yang sah dan
wajar sesuai kemampuan kita (sebagai anak).

Ayat ini menyebutkan aneka hal yang haram tanpa menyebutkan sesuatu
yang berkaitan dengan makanan. Hal tersebut agaknya untuk mengisyaratkan
bahwa menghindari kebejatan moral terhadap Allah dan terhadap manusia jauh
lebih penting daripada diskusi berkepanjangan menyangkut hukum halal dan
haram, dan bahwa mengamalkan halal atau menghindari yang haram harus
dilandasi oleh kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa dan membuahkan
penghormatan kepada hak-hak asasi manusia.

Dalam ayat ini terdapat tiga kali larangan membunuh. Pertama, larangan
membunuh anak, kedua larangan melakukan kekejian seperti berzina dan
membunuh, dan ketiga larangan membunuh kecuali dengan haq.

3. Aspek Pendidikan

Di dalam surah Al-An’am ayat 151 terdapat beberapa hal yang harus
dilakukan oleh seorang anak didik antara lain :

1) Larangan Berbuat Syirik

Syirik adalah sebesar-besar dosa yang seorang hamba lakukan


terhadap Zat Yang telah menciptakan dan mengaruniakannya berbagai
macam nikmat yang tiada terhinga. Allah ta‟ala berfirman: “janganlah
kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia”.

Betapa besarnya kedzaliman seorang hamba yang berlaku syirik,


maka Allah telah menetapkan beberapa konsukuensi logis yang akan
diterima oleh orang tersebut sebagai hukuman atas kejehatan terbesar yang
telah diperbuat, sanksi di dunia dan di akhirat.

2) Taat kepada kedua orangtua

Salah satu ayat tentang keharusan taat kepada orang tua dalam
surat Al-An'am merupakan wasiat Allah SWT kepada hamba-Nya. Allah
berfirman:“berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak” ( QS.Al-
An‟am ayat 151). Quraish Shihab berkata: Ihsan kepada orang tua adalah
berbuat baik dan menjaga mereka, melaksanakan perintah mereka, dan
menjauhkan kesulitan dari mereka dan tidak menguasai ke-duanya..

3) Larangan membunuh anak.


Larangan Allah SWT merupakan keharaman membunuh anak-anak
karena takut kelaparan dan Allah SWT juga menjelaskan bahwa hal itu
merupakan kesalahan (dosa) yang besar. Karena itu, larangan membunuh
anak-anak merupakan salah satu wasiat yang dikandung ayat mulia ini.
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: "Orang tua dan kakek sama memiliki
kebaikan dan kasih sayang terhadap anak-anak dan cucu.
4) Larangan mendekati perbuatan keji.
Maksudnya, janganlah kamu mendekati perbuatan keji yang
menampak darinya yang samar atau yang yang berkaitan dengan lahir dan
yang batin. Seluruh jenis kemaksiatan adalah perbuatan keji dan dzalim,
karena perbuatan itu adalah bentuk pengingkaran kepada Allah, bahkan
sekecil apapun jenis kemaksiatan itu. Al Qur’an Al Karim telah
menyebutkan tentang haramnya perbuatan-perbuatan keji secara berulang-
ulang baik yang nampak ataupun tersembunyi.
5) Larangan membunuh jiwa yang diharamkan
Sungguh agama Islam sangat keras tentang larangan membunuh jiwa
tanpa hak, pelaku pembunuhan menurut Islam merupakan kejahatan yang
luar biasa jahatnya. Dapat disimpulkan, bahwa haram hukumnya
membunuh jiwa yang diharamkan baik laki-laki atau perempuan, besar
atau kecil.
B. Q.S Luqman (31) : 13-17
1. Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul ayat 13 adalah ketika ayat ke-82 dari surat AlAn’am
diturunkan, para sahabat merasa keberatan. Kemudian mereka datang menghadap
Rasulullah saw seraya berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah di antara kami yang
dapat membersihkan keimanannya dari perbuatan zalim?” Jawab beliau: “Bukan
begitu. Bukankah kau telah mendengar wasiat Luqman Hakim kepada anaknya:
Hai anakku, janganlah kau mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Sa’ad bin Malik seorang lelaki yang sangat taat dan menghormati ibunya.
Ketika ia memeluk islam, ibunya berkata: “Wahai Sa’ad mengapa kamu tega
meninggalkan agamamu yang lama, memeluk agama yang baru. Wahai anakku,
pilihlah salah satu kau kembali memeluk agama yang lama atau aku tidak makan
dan minum sampai mati.” Maka Sa’ad kebingungan, bahkan ia dikatakan tega
membunuh ibunya. Maka Sa’ad berkata: “ Wahai ibu, jangan kau lakukan yang
demikian, aku memeluk agama baru tidak akan mendatangkan madharat, dan aku
tidak akan meninggalkannya”. Maka Umi Sa’ad pun nekad tidak makan sampai
tiga hari tiga malam. Sa’ad berkata: “Wahai ibu, seandainya kau memiliki seribu
jiwa kemudian satu per satu meninggal, tetap aku tidak akan meninggalkan
baruku (Islam). karena itu terserah ibu mau makan atau tidak”. Maka ibu itupun
makan. Sehubungan dengan itu, maka Allah swt menurunkan ayat ke-15 sebagai
ketegasan bahwa kaum muslimin wajib taat dan tunduk kepada perintah orang tua
sepanjang bukan yang bertentangan dengan perintah-perintah Allah SWT.
2. Penjelasan
Surat Luqman ayat 13

Menurut tafsir Al-Maraghi, Luqman menjelaskan kepada anaknya bahwa


perbuatan syirik itu merupakan kezaliman yang besar. Syirik dinamakan
perbuatan yang zalim dan dikatakan dosa besar karena perbuatan itu berarti
menyamakan kedudukan Tuhan dengan sesuatu yang tidak memiliki nikmat
apapun yaitu berhala-berhala.

Surat Luqman ayat 14

Allah memerintahkan kepada manusia agar mereka menghormati dan


memuliakan orang tuanya. Kemudian memerintahkan bersyukur, syukur yang
pertama adalah kepada Allah karena semuanya itu dipenuhi rasa cinta dan kasih
adalah berkat rahmat Allah Swt. Setelah itu bersyukur kepada orang tua, ibu yang
mengasuh dan ayah yang melindungi ibu dan anak-anaknya. Ayah juga mencari
sandang dan pangan setiap hari. Adapun dalam tafsir Al-Maraghi juga
menyebutkan hal yang senada bahwasanya manusia diperintahkan untuk berbakti
kepada kedua orang tua.
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada manusia agar mereka
menghormati, memuliakan dan berbuat baik kepada ibu bapaknya, sebab karena
keduanyalah manusia dilahirkan ke muka bumi. Oleh sebab itu sudah sewajarnya
jika keduanya dihormati dan dimuliakan.

Surat Luqman ayat 15

Isi kandungan ayat ini dibagian awal diterangkan bahwasanya ketika


kedua orang tua memaksa atau memerintah anaknya untuk melakukan perbuatan
yang mungkar, terlebih lagi menyekutukan Allah, maka seorang anak diperintah
oleh Allah untuk diam atau boleh tidak mematuhi perintah orang tuanya, karena
yang paling utama adalah mematuhi perintah Allah melalui kitab dan Rasul-Nya,
kemudian baru mematuhi perintah kedua orang tua.

Surat Luqman ayat 16

Didalam nasihat Luqman, Luqman selalu menasehati dengan cara yang


baik, dan dengan bahasa yang halus sehingga anak mampu menerima nasihat
dengan baik. Lain halnya jika orang tua menasehati anaknya dengan kasar pasti
hasilnya tidak akan maksimal, bahkan akan berakibat fatal terhadap mental dan
karakter anak. Di dalam Tafsir al-azhar “Wahai anakku! Jika ada sesuatu”.
Yang dimaksud ialah sesuatu amalan, sesuatu amal dan usaha, sesuatu jasa
kebajikan: “sebesar biji sawi dari dalam batu”. Sehingga tidak ada yang lepas dari
perhitungan-Nya dan keadilan-Nya. “ Maha Teliti”. Sehingga sejak dari yang
serba kasar dan besar sampai kepada yang serba halus dalam pengetahuan-
Nya semua.

Surat Luqman ayat 17

Untuk memperkuat pribadi dan meneguhkan hubungan dengan Allah, untuk


memperdalam rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat dan perlindungannya yang
selalu kita terima, dirikanlah sholat, dengan sholat kita melatih lidah, hati dan
seluruh anggota badan selalu ingat kepada Tuhan. Maka apabila pribadi telah kuat
karena ibadah terutama tiang agama lakukanlah tugas selanjutnya, berani menyeru
berbuat yang makruf. Setelah itu hendaklah berani pula menegur mana perbuatan
yang munkar, yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Berani mengatakan yang
benar walaupun pahit, tinggal lagi kebijaksanaan. Mendirikan salat dan
melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar merupakan dua tugas yang dituntut
oleh Allah SWT.

3. Aspek Pendidikan
Kemudian Luqman melanjutkan dengan memberikan Pelajaran kepada anaknya
antara lain sebagai berikut:
a. Perintahkan untuk tidak mempersekutukan Allah (Siyrik).
Pada ayat 13 ini lah Luqman mengawali nasihatnya kepada anaknya,
nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik/persekutuan Allah.
Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud dan keesaan.
b. Perintah berbakti kepada kedua orang tua.
Kedua orang tua mempunyai kedudukan yang tinggi disisi Alah, oleh
karena itu nasihat berbuat baik terhadap keduanya diletakan setelah nasihat
agar tidak menyekutukan Allah Allah saw. kerna Allah mengetahui apa yang
telah keduanya kerjakan dan mengetahui apa yang akan dikerjakan oleh
keduanya. Ketahuilah bahwa kedua ibu bapak telah mengorbankan seluruh
hidupnya demi anak-anaknya.
Luqman Al-Hakim menasehati anaknya agar berbuat baik kepada
kedua ibu bapaknya agar sang anak menjadi sebaik-baik pembantu dan
pembela bagi keduanya, oleh karena itu kita sebagai anak hendaklah jahui
perkara-perkara berikut ini.
1. Tidak boleh memberatkan ibu bapak dengan berbagai macam
permintaan.
2. Tidak boleh menyusahkan keduanya
3. Tidak boleh menentang, membantah dan sombong kepada keduanya.
4. Tidak membebankan kedaunya dengan pekerjaan yang tidak patut.
5. Tidak boleh mencaci, membentak dan mengutuk keduanya. Malah
sebaliknya anak-anak hendaklah berusaha agar menjadi rahmat
penyelamat pengobat hati penenang jiwa bagi ibu bapaknya.
c. Sadar akan pengawasan Allah
Ketahuilah bahwa Allah swt itu maha mengetahui, maha melihat dan
maha mendengar terhadap apa saja yang dibuat oleh manusia dan apa saja
yang disembunyikannya. Allah maha kuasa dan menampakkan perkara yang
disembunyikan oleh manusia walau sekecil dan sehalus apa sekalipun.
d. Perintah Mendirikan Shalat

Dalam ayat ke 17 Luqman melanjutkan nasihatnya dengan


memerintahkan kepada anaknya utntuk selalu melaksanakan shalat dengan
sempurna syarat, rukun dan sunah-sunahnya.

Kedudukan Shalat

a) Shalat sebagai tiang agama.


b) Shalat kewajiban umat islam yang ditetapkan secara langsung
melalui pristiwa isra’ dan Mi’raj.
c) Shalat merupakan kewajiban umat Islam yang pertama akan dihisab
dihari kiamat.
d) Shalat merupakan amalan paling utama di antara amalan-amalan
lain dalam Islam.
e) Perbedaan anatara muslim dengan kafir terletak pada shalatnya.
e. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Manfaat Melakukan Amar Ma’ruf Nahi MunkarAda beberapa manfaat
bila amar ma’ruf dan nahi munkar ditegakkan:
1. Kita akan menjadi bagian dari orang-orang mukmin.
2. Segala kebaikan akan diberikan siapa saja yang melakukan aksi amar
ma’ruf nahi munkar, yaitu, orang-orang yang lahir dari umat terbaik
(umat muslim).
3. Kita akan menjadi orang-orang yang shaleh.
4. Kita akan mendapatkan keselamatan apabila kita mencegah perbuatan
buruk (munkar).
5. Kita akan menjadi orang-orang yang meraih kemenangan.
6. Allah akan memberikan rahmat dan karunianya kepada kaum tersebut,
sehingga tercipta kerukunan, kedamaian dan ketentraman.
7. Akan dijauhkan dari Azab Allah.
8. Ilmu yang dibawa oleh para ulama (sebagai pewaris para nabi) akan
terjaga dengan baik, sehingga dijauhkan dari kesesatan dalam menuntut
ilmu, yaitu niat/motivasi yang salah dan belajar pada orang yang salah.
Dengan terjaganya para ulama yang sholeh, maka akan lahirlah umara
(penguasa) yang baik dan mampu memimpin umatnya dengan adil.
f. Perintah Bersabar
Artinya: ”dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu”. (QS.
Luqman:17).
Keutamaan Sabar
1. Orang yang sabar akan senantiasa bersma-sama Allah.
2. Allah memberikan apresiasi predikat taqwa kepada orang-orang
yang bersabar dalam menghadapi ujian Allah
3. Allah akan memberikan balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dan tanpa batas.
4. Orang-orang yang sabar akan mendapatkan kabar gembira.
5. Allah memberitakan bahwa orang-orang yang sabar adalah orang-
orang yang mulia.
6. Berita gembira dari Allah bahwa hanya orang-orang yang
bersabarlah yang dapat mengambil hikmah atau pelajaran yang
bermanfaat dari ayat-ayat Allah.

KELOMPOK 11

AYAT-AYAT TENTANG PEMBINAAN ANAK

A. QS. Al Mujadalah : 22
1. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan
Abu 'Ubaidah bin Al-Jarrah (seorang shahabat Rasulullah saw.) yang membunuh
bapaknya (dari golongan kafir Quraisy) dalam peperangan Badr. Ayat ini
menegaskan bahwa seorang Mukmin akan mencintai Allah melebihi cintanya
kepada sanak keluarganya sendiri. [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang
bersumber dari Ibnu Syaudzab].
Pendapat lain mengatakan bahwa dalam perang Badr, bapak dari Abu
'Ubaidah menyerang dan ingin membunuh Abu 'Ubaidah yang merupakan anaknya
itu. Abu 'Ubaidah berusaha menghindarkan dengan jalan menangkis dan
mengelakkan segala senjata yang ditujukan kepada dirinya. Tapi Abu 'Ubaidah
akhirnya terpaksa membunuh bapaknya. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa
tersebut, yang melukiskan bahwa cinta seorang Mukmin kepada Allah akan
melebihi cintanya kepada orang tuanya. [Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan al-
Hakim di dalam kitab al-Mustadrak]
2. Penjelasan

Orang-orang yang tidak menjadikan penolong dari orang-orang yang


memusuhi Allah dan Rasul-Nya -meskipun masih kerabat mereka- adalah orang-
orang yang telah ditetapkan keimanan di dalam hati mereka sehingga tidak
berubah. Allah menguatkan mereka dengan bukti nyata dan cahaya dari-Nya, dan
memasukkan mereka pada Hari Kiamat ke dalam Surga-surga ‘Adn yang di bawah
istana-istana dan pepohonannya mengalir sungai-sungai. Orang-orang yang
mempunyai kriteria seperti ini adalah tentara Allah yang senantiasa menaati apa
yang diperintahkan oleh Allah dan menahan diri dari apa yang dilarang-Nya.
Ketahuilah bahwa tentara Allah adalah orang-orang yang menang karena
mendapatkan apa yang mereka inginkan dan terhindar dari apa yang mereka takuti
di dunia dan di Akhirat.
3. Aspek Pendidikan

Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman


kepada Allah dan hari akhirat (Mukmin), maka ia tidak akan pernah mau berlemah
lembut ataupun berkasih sayang kepada orang-orang kafir yang memerangi Allah
dan Rasul, sekalipun itu adalah keluarga bahkan orang tua mereka sendiri. Karena
mereka tahu, jika mereka berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul, maka mereka juga pasti akan diajak dan dipengaruhi untuk
menentang Allah dan Rasul, sedangkan kecintaan mereka amat tinggi kepada allah
dan rosulnya.
Sehingga, mereka lebih memilih untuk tegas dan bahkan memperingati
dengan keras, atau bahkan memerangi orang-orang yang memerangi Allah dan
Rasul tersebut daripada harus berkasih sayang dengan mereka, sekalipun mereka
adalah orang terdekatnya. Lalu benarkah tindakan demikian? Maka Allah
menegaskan bahwa balasan dari orang yang berbuat seperti itu adalah pertolongan
Allah, surganya Allah, dan mereka termasuk ke dalam golongan Allah yang
beruntung dan tidak pernah menyesal atas perbuatannya itu karena mereka
mendapat rahmat dari Allah.
B. QS. Huud : 45-46
1. Asbabun Nuzul
Dan setelah nabi Nuh beserta orang-orang beriman selamat dan kapal
berlabuh, lalu nabi Nuh memohon kepada tuhannya sambil berkata, “ya tuhanku,
sesungguhnya anakku adalah termasuk keluargaku, sedang engkau telah
memerintahkan kepadaku mengajak keluargaku masuk ke dalam kapal agar
selamat, dan aku yakin bahwa janji-Mu akan menyelamatkan mereka itu pasti
benar. Engkau adalah hakim yang paling adil dalam menentukan ketetapan. ”
Mengabarkan perihal putra nabi Nuh yang ikut tenggelam, dia yang mahaadil dan
bijaksana berfirman, “wahai nuh! sesungguhnya putramu (kan'an), dia bukanlah
termasuk keluargamu yang dijanjikan akan diselamatkan, karena dalam
pengetahuan-ku, dia tidak beriman, berlaku jahat, durhaka, bahkan mengingkarimu
sendiri. Perbuatan yang ia lakukan sungguh tidak baik. Oleh sebab itu, jangan
engkau memohon kepada-ku sesuatu yang tidak engkau ketahui hakikatnya. Aku
menasihatimu agar tidak meminta sesuatu yang belum diketahui dengan yakin
bahwa permohonan itu benar atau wajar, agar engkau tidak termasuk golongan
orang yang bodoh. ”
2. Penjelasan

Pada ayat ini diterangkan bahwa Nabi Nuh `alaihis salam, memohon
kepada Tuhan agar anaknya yang bernama Kanan atau Yam diselamatkan dari
topan itu, karena anaknya itu adalah termasuk keluarganya dan Allah telah
menjanjikan bahwa keluarganya akan diselamatkan dari topan, dan janji Allah
adalah benar, tidak berubah, dan Ia adalah Hakim Yang Paling Bijaksana dari
segala hakim. Doa Nabi Nuh `alaihis salam, ini terjadi sebelum anaknya
tenggelam, sesudah ia memanggil dan mengajaknya supaya turut masuk ke dalam
kapal itu.

Meskipun Nabi Nuh `alaihis salam, tidak mengetahui bahwa ia, setelah
diperintahkan Allah membuat kapal, masih diperkenankan memohon doa bagi
orang-orang kafir, sedang anaknya sudah nyata-nyata membangkang tidak mau
diajak masuk ke dalam kapal, tetapi ia belum yakin bahwa anaknya itu termasuk
orang-orang kafir yang harus turut ditenggelamkan, apalagi ia didorong oleh
perasaan kasih sayang seorang ayah terhadap anaknya.

3. Aspek Pendidikan
Adapun nilai-nilai pendidikan akhlak anak dalam surat Hud Ayat 45-46
menurut tafsir Al-Qurthubi meliputi:

a. Nilai keteladanan. Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang


berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan
membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial peserta didik.

b. Nilai akidah. Menanamkan nilai akidah sejak kecil merupakan sebuah


keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Karena akidah merupakan pilar yang
mendasari keislaman seseorang.

c. Nilai kesabaran. Mengajarkan anak berlatih kesabaran pada usia dini dapat
membantu anak-anak meningkatkan hubungan interpersonal dan membantu
anak tumbuh menjadi individu yang dapat mengatasi tantangan dengan lebih
baik dalam hidup.

d. Etika dialog. Penting adanya dialog antara orang tua dengan anakanaknya,
dalam rangka mengetahui apa yang anak inginkan dan apa yang orang tua
harapkan

e. Etika pergaulan dengan lingkungan. lingkungan pergaulan sangat berpengaruh


terhadap pembentukan kepribadian anak.

Sekalipun anak diberikan dan dibekali pendidikan yang baik, apabila


lingkungan pergaulannya tidak mendukung, maka sia-sia saja upaya pendidikan
yang diberikan itu. Impikasi nilai-nilai pendidikan akhlak anak dalam surat Hud
ayat 45-46 menurut tafsir al-Qurthubi terhadap pendidikan akhlak di dalam
keluarga yaitu:

a. Nilai keteladanan anak yang terbiasa meniru kebiasaan baik orang tua maka
anak akan mudah meniru hal-halyang baik yang dilihatnya di lingkungan
masyarakat ataupun teman sekolahnya.

b. Nilai akidah anak akan mengenal siapa penciptanya, apa agamanya dan apa
saja yang wajib diimaninya.

c. Etika dialog dialog yang baik akan mengajarkan anak untuk saling terbuka
dan saling menghargai antara satu dengan yang lainnya.
d. Nilai kesabaran dengan kesabaran anak akan mudah mengendalikan emosi,
amarah dan nafsu.

e. Etika pergaulan dengan lingkungan dengan membiasakan anak untuk


menempatkan dan memilih lingkungan pergaulan yang baik maka akan
mengajarkan anak untuk membedakan mana yang baik dan buruk.

C. QS. Al-Baqarah : 124


1. Asbabun Nuzul
Dalam Tafsir Al-Mizan karya Allamah Thabathaba’i juz 1 hal. 273,
diriwayatkan bahwa Imam Ja’far Ash-Shadiq as berkata : “Sesungguhnya Allah
Azza wa Jalla menerima Nabi Ibrahim as sebagai seorang hamba sebelum Dia
mengangkatnya menjadi seorang mabi, mengangkatnya menjadi nabi sebelum Dia
memilihnya menjadi rasul, mengangkatnya menjadi rasul sebelum Ia
menjadikannya sebagai kekasih-Nya (Khalilullah), dan menjadikannya sebagai
khalilullah sebelum mengangkatnya menjadi seorang imam. Dan setelah Allah
menganugerahkan semua itu kepadanya, Dia berfirman: “Sungguh Aku telah
mengangkatmu menjadi imam bagi seluruh manusia”. Karena imamah itu sangat
agung baginya, maka beliau memohon kepada Allah: “Dan dari keturunanku
juga!”. Kemudian Allah menjawab: “Janjiku ini (imamah) tidak akan dapat digapai
oleh orang-orang yang zalim”. Selanjutnya Imam Ja’far berkata: “Orang yang
bodoh tidak akan menjadi imam bagi orang yang bertakwa”
2. Penjelasan
Adapun kandungan surah al-Baqarah ayat 124 adalah sebagai berikut:
a. Kedudukan imamah atau pemimpin, dikaruniakan oleh kepada Nabi Ibrahim
as setelah ia diuji oleh Allah dengan bermacam ujian, antara lain mendapat
keturunan pada usia yang sangat tua.
b. Pengorbanan puteranya menghadapi kezaliman Namrud dan lainnya.
c. Kedudukan imamamh dikaruniakan oleh kebaikannya, tidak berbarengan dan
imamah bukan nubuwah.
d. Do’a Nabi Ibrahim as sehubungan dengan prajurit Imamah hanya untuk
keturunannya, mereka yang tidak pernah melakukan kezaliman.
e. Imamah adalah kedudukan mulia yang telah ditetapkan oleh wahyu, Imam
harus ma’shum dengan ‘Ishmah (penjagaan) Ilahi.
f. Bumi tidak akan teratur tanpa seorang Imam pembawa kebenaran yang sejati.
g. Karena Imam adalah pilihan Allah, bukan hasil pilihan dan ksepakatan
manusia.
h. Perbuatan manusia akan disaksikan langsung oleh ilmu sejati Imam.
i. Imam harus mengetahui kebutuhuan-kebutuhan manusai dalam kehidupan dan
spiritualnya.
j. Tidak ada seorangpun yang dapat melebihi keutamaan-keutamaan Imam dan
seorang Imam harus ma’shum terjaga dari salah dan dosa.
3. Aspek-aspek Pendidikan
Aspek-aspek yang terkandung dalam surah al-Baqarah ayat 124 adalah
sebagai berikut:
a. Kepemimpinan hanya dapat diperoleh dengan keyakinan yang benar dan
kesabaran untuk menapaki jalan-jalan orang yang mendapatkan petunjuk.
b. Penentuan kepemimpinan dengan cara warisan kepemimpinan dengan standar
keimanan, ilmu, amalan, keadilan dan kesabaran bukan suatu hal yang
terlarang dalam agama.
c. Melaksanakan aturan-aturan syariat Islam baik ucapan maupun perbuatan
menjadikan seseorang untuk menjadi pemimpin yang baik bagi umat manusia.
d. Hendaklah kita selalu istiqomah di jalan Allah ketika sedang mendapatkan
ujian apapun.
e. Hendaklah kita fokus untuk mendapatkan kemuliaan di sisi Allah bukan di sisi
makhluk.
f. Sungguh ini bersifat terpuji, menginginkan kebikan bukan hanya untuk dirinya
sendiri. Akan tetapi untuk oranglain juga terutama keluarga.
g. Allah yang maha pengasih memberitahukan bahwa orang-orang dzalim tidak
akan layak menjadi seorang pemimpin, apalagi pemimpin agama. Karena
orang-orang dzalim hanya akan membuat kerusakan sehingga madaratnya
lebih banyak dari manfaatnya.
D. QS. Maryam (19) : 12-14
1. Asbabun Nuzul
12. Ketika Yahya telah dilahirkan dan telah mencapai usia yang bisa
menjelaskan tanda-tanda yang meyakinkan nabi Zakaria tentang anugerah berupa
anak yang diberi nama Yahya, pada ayat ini Allah beralih menguraikan kejadian
setelah anak ini dewasa. Allah berfirman, 'wahai Yahya! ambillah dan pelajarilah
kitab taurat itu. Pahami kandungannya dan laksanakan tuntunannya dengan
sungguh-sungguh.' Kami telah mengajarinya isi Taurat dan kami berikan hikmah
kepadanya selagi dia masih kanak-kanak, sehingga saat dewasa ia telah paham
betul kitab itu dan tidak pernah lalai dalam melaksanakannya. 13. Selain
pemahaman tentang kandungan taurat, kami jadikan pula dia pemuda yang santun
dan memiliki rasa kasih sayang kepada sesama. Inilah anugerah dari kami dan
kami jadikan dia orang yang bersih dari dosa. Dan dia pun seorang yang bertakwa
dan taat pada aturan-aturan Allah.
14. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: …dan seorang yang berbakti kepada
kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka. Allah
subhanahu wa ta’ala menyebutkan tentang ketaatan Yahya kepada Tuhannya, dan
bahkan Allah menciptakannya dengan menganugerahinya rasa kasih sayang,
kesucian dari dosa dan bertakwa. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan
bahwa selain itu Yahya adalah seorang yang taat dan berbakti kepada kedua orang
tuanya serta menjauhi hal-hal yang menyakitkan kedua orang tuanya, baik secara
ucapan maupun perbuatan, perintah dan larangan kedua orang tuanya selalu ditaati.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: …dan bukanlah ia orang yang
sombong lagi durhaka.
2. Penjelasan
Allah memerintahkan kepada Yahya supaya mengambil kitab Taurat yang
merupakan nikmat terbesar dari Allah kepada Bani Israil dengan penuh perhatian
dan sungguh-sungguh dan mengamalkan isinya dengan tulus ikhlas. Kemudian
Allah mengungkapkan sifat-sifat Nabi Yahya yang sangat terpuji yang patut ditiru
oleh sekalian pengikutnya. Di antaranya, Allah telah memberikan kepadanya
hikmah dan pengertian yang sangat mendalam tentang agama dan kegairahan
untuk mengamalkan segala amal kebaikan walaupun ketika itu Yahya masih sangat
muda.
Diriwayatkan bahwa beliau pernah dikerumuni oleh anak-anak sebayanya dan
diajak supaya main bersama-sama, lalu beliau menjawab, "Kita ini diciptakan
Tuhan bukan untuk bermain-main. Marilah ikut bersama saya salat."
3. Aspek Pendidikan

Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam surah Maryam ayat 12-14 adalah
sebagai berikut:
a. Nilai religius (cinta kepada Allah)
Nilai religius merupakan pendidikan karakter kepada Allah SWT yang
mengajarkan tentang kebenaran wahyu yaitu di dalamnya membahas tentang
hal-hal yang mengEsakan Allah dengan rajin beribadah kepada Allah dan
mensucikan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah. Allah dalam firmannya
selalu mengingatkan kita agar selalu beribadah kepada-Nya dan tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, kita diperintahkan untuk
selalu mengabdikan hidup kita hanya untuk Allah, karena Allah adalah satu-
satunya Dzat yang patut disembah dan tiada yang berhak disembah selain-
Nya.
b. Nilai cinta kepada orang tua
Keridhoan Allah terletak pada keridhoan keduanya, maka dari itu
Allah dalam firman-Nya mengingatkan kepada kita untuk selalu menghormati
kedua orang tua kita tanpa sekali-kali mendurhakai keduannya dan kita juga
diperintahkan untuk bersikap lemah lembut dan sopan kepada keduanya.
c. Nilai cinta kepada sesame manusia
Sebagai makhluk sosial kita diperintahkan untuk memiliki sikap lemah
lembut, kelamah lembutan adalah buah dari akhlak yang baik dan bersih.
Akhlak tidak menjadi bagus melainkan dengan menekankan kekuatan amanah
dan menjaganya agar selalu dalam keadaan adil. Oleh karena itu, Rasulullah
memuji kelemah lembutan dengan sangat dalam.

KELOMPOK 12
TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN FISIK

A. Q.S Al-Baqarah : 233


1. Asbabun Nuzul
Ayat ini turun sebagai petunjuk atas beberapa peristiwa yang dianggap
melecehkan posisi bayi pada zaman jahiliyyah. Sehingga dibutuhkan penegasan
(petunjuk) atas perilaku kasih sayang kepada seorang anak lewat penyusuan.
Setiap ibu (meskipun janda) berkewajiban menyusui anaknya sampai anak itu
mencapai usia dua tahun. Kalau dikurangi dari masa tersebut apabila kedua ibu-
bapak memandang ada masalahnya
2. Penjelasan
• Adalah merupakan kewajiban bagi seorang ibu untuk menyusui anaknya
sendiri dan tidak mengabaikan hak anak untuk menyusu bila ibu tersebut
memang dapat melakukan kewajibannya.
• Lama menyusui anak, bila ingin secara sempurna, adalah dua tahun penuh.
Penyusuan tersebut boleh dihentikan sebelum dua tahun dengan syarat
keputusan didasarkan atas persetujuan bersama antara suami-istri setelah
keduanya membicarakan untung-ruginya, serta telah memperoleh ganti
pemeliharaan kebutuhan makanan bayi tersebut sebaik-baiknya.
• Ayah bayi tersebut harus membantu agar air susu ibu terus tersedia cukup
dengan cara menyediakan makanan yang cukup bagi ibu dan suasana
tenteram. Hal ini menunjukkan bahwa Islam menganggap menyusui anak
sebagai kewajiban utama bagi ibu sehingga ia tidak boleh dibebani pekerjaan
yang menganggu tugasnya menyusui tersebut.
• Bilamana ayah bayi tersebut sedang bepergian atau telah meninggal, maka
salah seorang anggota keluarganya harus mengambil alih kewajiban
memelihara bayi tadi dengan menyediakan kebutuhan-kebutuhannya dan
kebutuhan-kebutuhan ibunya agar ia bisa meneruskan tugasnya menyusui
anaknya.
• Seorang ibu yang dapat menyusui anaknya dilarang mengalihkan kewajiban
itu kepada orang lain. Islam mewajibkan ayah bayi tersebut menanggung
biaya keuangan atau biaya hidup istri yang telah dicerainya yang masih
menyusui anaknya itu. Dalam hal seperti itu, Islam menjamin agar si bayi
tersebut tetap memperoleh hak susuan sebagaimana yang ia butuhkan.
2. Aspek Pendidikan
• Tugas seorang ibu dalam penyempurnaan radha’ah selama dua tahun.
• Tugas seorang ayah berkewajiban memberikan makan dan pakaian dengan
cara yang ma’ruf.
• Bermusyawarah dalam menyapih anak dan mengalihkan penyempurnaan
susuan kepada wanita lain.
• Tidak saling menyengsarakan dengan adanya kewajiban-kewajiban yang harus
dilakukan.
• Bertakwa
B. Q.S Al-Anfal : 60
1. Asbabun Nuzul
Untuk menghadapi pengkhianatan kaum Yahudi dan persekongkolan mereka
dengan kaum musyrikin karena ingin menghancurkan kaum Muslimin Allah
memerintahkan pada ayat ini agar kaum Muslimin menyiapkan kekuatan guna
menghadapi musuh-musuh Islam, baik musuh yang nyata yang telah mereka
ketahui, maupun yang belum menyatakan permusuhannya secara terang-terangan.
Pertama-tama sekali yang harus dibina ialah kekuatan iman yang akan menjadikan
mereka percaya dan berkeyakinan bahwa mereka adalah pembela kebenaran,
penegak kalimat Allah di muka bumi dan mereka pasti menang dalam menghadapi
dan membasmi kezaliman dan keangkaramurkaan. Kekuatan iman yang sempurna
inilah yang dapat membina kekuatan mental yang selalu ditanamkan pada hati
segenap rakyat agar mereka benar-benar menjadi bangsa yang tangguh dan perkasa
dalam menghadapi berbagai macam kesulitan dan cobaan. Bangsa yang kuat
mentalnya tidak akan dapat dikalahkan oleh bangsa lain bagaimana pun
sempurnanya peralatan dan senjata mereka. Hal ini telah dibuktikan dalam perang
Badar di mana tentara kaum musyrikin jauh lebih besar jumlah dan
persenjataannya. Mereka dapat dipukul mundur oleh tentara Islam yang sedikit
jumlahnya dan amat kurang persenjataannya tetapi kuat mental dan teguh imannya.
2. Penjelasan
Untuk menghadapi pengkhianatan kaum Yahudi dan persekongkolan mereka
dengan kaum musyrikin dengan tujuan menghancurkan kaum Muslimin, Allah
memerintahkan pada ayat ini agar kaum Muslimin menyiapkan kekuatan guna
menghadapi musuh-musuh Islam, baik musuh yang nyata mereka ketahui, maupun
yang belum menyatakan permusuhan-nya secara terang-terangan. Yang harus
dibina lebih dahulu adalah kekuatan iman. Kekuatan iman yang sempurna inilah
yang dapat membina kekuatan mental yang selalu ditanamkan pada hati segenap
rakyat agar mereka benar-benar menjadi bangsa yang tangguh dan perkasa dalam
menghadapi berbagai macam kesulitan dan cobaan.
Di samping kekuatan iman/mental mereka, harus pula dipersiapkan kekuatan
fisiknya karena kedua kekuatan ini harus digabung menjadi satu, kekuatan fisik
saja akan kurang keampuhannya bila tidak disertai dengan kekuatan mental.
Demikian pula sebaliknya kekuatan mental saja tidak akan berdaya bila tidak
ditunjang oleh kekuatan fisik. Umat Islam wajib berusaha mencapai ilmu
pengetahuan setinggi-tingginya dan menguasai teknologi dan selalu mengikuti
perkembangan dan kemajuannya.
Untuk mencapai ilmu dan teknologi yang tinggi kita memerlukan biaya yang
sangat besar. Kita wajib mempercepat kemajuan ekonomi dan memperbesar
penghasilan rakyat.
3. Aspek Pendidikan
 Kekuatan Maksimal
Sebagian ulama menyebutkan, segala kekuatan itu bisa bemakna
kepandaian (ilmu), keterampilan (skill), kekuatan fisik, berbagai persenjataan
dan perlengkapan lainnya yang membantu mengalahkan mereka seperti
berbagai macam senjata, meriam, senapan, pistol, kendaraan, pesawat tempur,
tank, kapal tempur, parit, benteng dan mengetahui taktik dan strategi
berperang. Termasuk di antaranya menggunakan senjata memanah.
C. Q.S Al-Baqarah : 195
1. Asbabun Nuzul
Imam bukhari meriwayatkan dari Hudzaifah, dia berkata “ayat ini turun pada
masalah sedekah” Abu dawud, at-tirmidzi (dan dia menshahihkannya), ibnu
Hibban, al-Hakim dan yang lainnya meriwayatkan dari abu ayyub al-anshari, dia
berkata “ayat ini turun pada kami, orang-orang Anshar, ketika Allah membuat
kami jaya dan para penolongnya berjumlah banyak. Ketika itu secara diam-diam
sebagian dari kami ada yang berkata kepada sebagian yang lainnya,
sesungguhnya sudah banyak harta kita yang hilang. Dan kini Allah telah
membuat islam jaya. Bagaimana kalau kita merawat harta agar kita dapat
mengembalikan jumlah yang telah hilang itu?’ Maka Allah menurunkan ayat
yang membantah apa yang kami katakan tadi.
Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari abu jabirah
ibnund dhahhak, dia berkata. “dulu orang-orang Anshar menginfakkan harta
mereka dengan jumlah yang banyak. Lalu pada suatu ketika paceklik menimpa
mereka , sehingga mereka pun tidak berinfak lagi, maka Allah menurunkan ayat,
”dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan, …..”
Ath-Thabrani juga meriwayatkan dengan sanad shahih dari an-Nu’man bin
Basyir, dia berkata, “dulu ada orang yang melakukan sebuah perbuatan dosa,
lalu karena putus asa dia berkata,’Allah tidak akan mengampuniku.’ Maka Allah
menurunkan firman-Nya,’…. Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke
dalam kebinasaan dengan tangan sendiri …”
2. Penjelasan
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kaum Mukminin agar menginfakkan
harta mereka di jalan Allah, seperti jihad untuk menyiapkan perbekalan,
memudahkan perjalanan satuan-satuan perang khusus dan para pejuang serta
melarang mereka untuk meninggalkan infak di jalan Allah -yang tidak lain adalah
jihad- sebab bilamana mereka meninggalkan infak dan jihad, maka itu sama
dengan orang yang menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. Hal ini
dikarenakan, bila musuh yang selalu mengintai melihat mereka tidak lagi
berjihad, maka mereka akan menyerang dan memerangi mereka bahkan bisa
mengalahkan mereka sehingga karenanya mereka akan binasa.
Di samping itu, Allah juga memerintahkan mereka agar berlaku baik dalam
seluruh perbuatan-perbuatan mereka. Berlaku baik dalam perbuatan artinya
menekuninya, memperbagusnya dan membersihkannya dari segala ketimpangan
dan kerusakan. Allah juga berjanji kepada mereka bahwa jika mereka berlaku
baik dalam perbuatan-perbuatan mereka tersebut, maka Dia akan menolong
membantu dan menolong mereka.
3. Aspek Pendidikan
 Perintah untuk berinfak dijalan Allah
Perintah untuk berinfak dijalan Allah, baik infak yang sifatnya wajib
maupun yang sifatnya sunnah. Dan infak yang sifatnya wajib tentu harus lebih
didahulukan dari pada yang sunnah. Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
dalam hadits-hadits yang sangat banyak menganjurkan umatnya untuk banyak
berinfak.
 Isyarat agar kita ikhlas dalam beramal shalih
Karena Allah berfirman di situ: “Berinfaklah dijalan Allah.” Kata-kata
“dijalan Allah” memberikan isyarat hendaknya kita ikhlas dan sesuai dengan
syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena kalau kita tidak ikhlas tidak
disebut dijalan Allah. Dan kalau tidak sesuai dengan syariat, tidak pula disebut
dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Maka disebut infak yang benar yang
diterima oleh Allah kalau memang benar-benar dijalan Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
 Haramnya melemparkan diri kita kepada kebinasaan
Dan semua dosa, hakikatnya adalah kebinasaan, bukan hanya kikir.
Orang yang lemparkan dirinya kepada kemaksiatan, misalnya dengan ghibah,
dengan namimah, dengan makan riba dan yang semisalnya, berarti orang ini
sudah melemparkan dirinya kepada jurang kebinasaan. Na’udzubillah..
 Perintah untuk berbuat ihsan
Ihsan itu artinya melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Dalam
shalat kita wajib ihasan. Yaitu kita berusaha memperhatikan rukunnya,
memperhatikan syarat-syaratnya, memperhatikan kekhusyuannya. Dalam
zakat kita berusaha untuk ihsan, dalam haji, dalam umroh, dan dalam segala
sesuatu. Bahkan dalam cara berpakaian kita diperintahkan untuk ihsan, dalam
bergaul, dalam berumah tangga, dalam cara makan, cara minum. Maka semua
harus berbuat ihsan.
 Sifat cinta bagi Allah
Berarti cinta itu adalah merupakan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala
secara hakiki. Tidak boleh ditakwil kepada makna yang lain.
D. Q.S An-Nisa : 29
1. Asbabun Nuzul
Sayyid Qutub (Sayyid Qutb, 2004: 239) menyebutkan tidak bisa dipastikan
secara tegas kapan ayat tersebut diturunkan. Apakah sesudah atau sebelum
pengharaman riba. Jika turun sebelum pengharaman riba maka ayat ini berfungsi
sebagai peringatan awal tentang pelarangan riba, jika turun setelah pengharaman
riba, maka ayat ini berfungsi sebagai penjelasan terhadap sebagai salah satu
larangan mengambil harta manusia secara batil.
2. Penjelasan
Ayat ini melarang mengambil harta orang lain dengan jalan yang batil (tidak
benar), kecuali dengan perniagaan yang berlaku atas dasar kerelaan bersama.
Sekalipun seseorang mempunyai harta yang banyak dan banyak pula orang yang
memerlukannya dari golongan-golongan yang berhak menerima zakatnya, tetapi
harta orang itu tidak boleh diambil begitu saja tanpa seizin pemiliknya atau tanpa
menurut prosedur yang sah. Mencari harta dibolehkan dengan cara berniaga atau
berjual beli dengan dasar kerelaan kedua belah pihak tanpa suatu paksaan. Karena
jual beli yang dilakukan secara paksa tidak sah walaupun ada bayaran atau
penggantinya. Dalam upaya mendapatkan kekayaan tidak boleh ada unsur zalim
kepada orang lain, baik individu atau masyarakat. Tindakan memperoleh harta
secara batil, misalnya mencuri, riba, berjudi, korupsi, menipu, berbuat curang,
mengurangi timbangan, suap-menyuap, dan sebagainya.
Selanjutnya Allah melarang membunuh diri. Menurut bunyi ayat, yang
dilarang dalam ayat ini ialah membunuh diri sendiri, tetapi yang dimaksud ialah
membunuh diri sendiri dan membunuh orang lain. Membunuh orang lain berarti
membunuh diri sendiri, sebab setiap orang yang membunuh akan dibunuh, sesuai
dengan hukum kisas. Dilarang bunuh diri karena perbuatan itu termasuk
perbuatan putus asa, dan orang yang melakukannya adalah orang yang tidak
percaya kepada rahmat dan pertolongan Allah.
3. Aspek Pendidikan
Dalam Q.S An-Nisa: 29 sudah jelas bahwa peserta didik sudah diajarkan sejak
dini untuk tidak memakan harta sesama dengan cara bathil artinya orang tua atau
pendidik harus membimbing atau bertanggung jawab dalam menanamkan
laranganNya. Orang tua atau pendidik pun harus mengarahkan perbuatan-
perbuatan yang benar dan tepat agar anak tidak salah dalam mengambil
keputusan.
E. Q.S Al-Mu’minun : 1-7
1. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa apabila Rasulullah saw shalat,
beliau suka memandang ke langit, maka turunlah ayat ini (QS: 23 al-Mu’minun:
2) sebagai petunjuk bagi orang yang shalat. Sejak itu beliau shalat dengan
menundukkan kepala. [Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Abu
Hurairah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih dengan lafal: “Rasulullah saw,
pernah menoleh pada waktu shalat.” Diriwayakan pula oleh Sa’id bin Manshur
yang bersumber dari Ibnu Sirin dengan lafal: “Rasulullah melirikan matanya pada
waktu shalat.” Hadits ini Mursal. ] Dalam Riwayat lain dikemukakan bahwa
apabila para shahabat shalat, mereka suka memandang langit. Maka turunlah ayat
ini (QS: 23 al-Mu’minun: 2) sebagai petunjuk bagaimana seharusnya shalat.
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Sirin. Hadits ini
mursal.]
2. Penjelasan
a. Pernyataan Allah buat kemenangan orang-orang mukmin
b. ciri-ciri orang mukmin yaitu :
 orang yang khusus dalam melaksanakan sholatnya
 orang yang menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak berguna
 orang-orang yang menunaikan zakat
 orang-orang yang menjaga kemaluannya
c. ciri-ciri orang yang mewarisi surga firdaus
 orang-orang yang memelihara amanat
 orang-orang yang menepati janji
 orang-orang yang memelihara sholatnya
d. Pernyataan Allah bahwa orang-orang yang masuk surga, kekal (selamanya)
3. Aspek Pendidikan
Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam surat al-mu’minum ayat 1-7
berdasarkan telaah kitab Tafsir Al-Mishbahdan An-Nur adalah sebagai berikut:
b. Religius
Religius adalah sikap perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan
hidup rukun dengan pemeluk agama lain (Fadhillah dan Kharida, 2012:190)
c. Disiplin
Disiplin berasal dari bahasa latin discare yang berarti belajar. Dari kata
ini kemudian muncul kata disclipina yang berarti pelajaran atau pelatihan.
Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem
yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, pemerintah dan
peraturan yang berlaku.
d. Kerja keras
Ayat dalam surat al mu’minun yang menunjukan bahwa ada nilai kerja
keras di dalamnya adalah ayat ke lima dan ke enam. Ayat ke5 dan ke6 al-
mu’minum menunjukan nilai pendidikan karakter berupa kerja keras karena
untuk menghindari perbuatan zinah dibutuhkan kerja keras untuk mencapai
hal tersebut. Setiap orang mu’min di perintahkan oleh Allah SWT, untuk
menjaga kemaluan mereka kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang
mereka miliki. Dengan kata lain, orang mukmin dilarang melakukan
persetubuhan kecuali dibawah naungan pernikahan serta budak yang mereka
berdekakan.
e. Peduli sosial
Ayat ke4 menunjukan peduli sosial karena dengan memberi zakat kepada
orang-orang yang berhak menerimanya secara tidak langsung adalah kita telah
memberi bantuan kepada mereka. Penggunaan zakat selain berguna untuk
membantu sesama yang membutuhkan juga sebagai ajang mencuci jiwa dan
juga harta yang telah dimiliki. Harta yang dimiliki selama hidup didunia
adalah titipan Allah SWT, yang tidak akan kekal serta kita tidak bawa ketika
kita meninggal dunia.
F. Q.S Al-Maidah : 90-91
1. Asbabun Nuzul
Terjadinya suatu peristiwa yang menimpa dua kabilah dari kalangan
kaum Anshar yang gemar minum khamr. Imam Nasa-I dan imam Baihaqi telah
meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas telah berkata:
“sesungguhnya ayat pengharaman khamr itu diturunkan berkenaan dengan
peristiwa yang menimpa dua kabilah dari kalangan kaum Anshar yang gemar
minum khamr. Pada suatu hari mereka minum-minum khamr hingga mabuk,
sewaktu keadaan mabuk mulai menguasai mereka, sebagian dari mereka
mempermainkan sebagian lainnya. Dan tatkala mereka sadar dari mabuknya,
seseorang diantara mereka melihat bekas-bekasnya pada wajah, kepala, dan
janggutnya. Lalu ia mengatakan: “Hal itu tentu dilakukan oleh si Fulan
saudaraku’. Mereka adalah bersaudara, di dalam hati mereka tidak ada rasa
dengki atau permusuhan antara sesamanya. Selanjutnya laki-laki tadi berkata:
‘Demi Allah, andai kata si Fulan itu menaru belas kasihan dan sayang kepadaku,
niscaya ia tidak akan melakukan hal ini terhadap diriku’. Akhirnya setelah
peristiwa itu rasa dengki mulai merasuk di dalam dada mereka, lalu Allah SWT.
menurunkan ayat 90-91 dari surat al-Maidah ini.
2. Penjelasan
Pada ayat 90-91 surah Al-Maidah menjelaskan tentang larangan
meminum khamar, berjudi, berkurban untuk berhala dan mengundi nasib
dengan anak panah dengan penegasan bahwa diharamkannya meminum
minuman keras, Allah hanya menyeru kepada ummatnya untuk memakan
makan yang halal lagi baik. Alasan mengapa Allah mengharamkan meminum
khamar dan berjudi bagi orang-orang mukmin, yaitu: pertama, karena dengan
perbuatan tersebut setan ingin menimbulkan permusuhan, dan rasa saling
membenci diantara sesama manusia. Kedua, karena akan melalaikan mereka
dari mengingat Allah dan sholat.
2. Aspek Pendidikan
Dalam QS. Al-Maidah : 90-91 ada beberapa masalah persoalan yang
mendapatkan perhatian yang cukup serius mencakup dengan proses pengharaman
khamar bagi kaum muslimin. Dalam konteks ajaran Islam, upaya pencegahan
penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama adalah
pendidikan agama perlu ditanamakan sejak dini. Pendidikan agama juga harus
diajarkan kepada anak secara partisipatif yaitu yang dapat merangsang anak untuk
berpikir secara rasional. Penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa remaja yang
memiliki komitmen agama yang lemah akan memiliki resiko yang lebih tinggi
dalam keterlibatannya penyalahgunaan narkoba bila mana dibandingkan dengan
remaja yang memiliki komitmen agama yang kuat.
Kedua adalah kehidupan di dalam rumah tangga perlu diciptakan dengan
suasana kasih sayang antara orang tua dengan anak. Seperti kebanyakann yang
dilihat bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga religius memiliki
risiko keterlibatannya penyalahgunaan narkoba lebih besar daripada anak yang
dibesarkan dalam keluarga yang religius.
Ketiga adalah yang perlu ditanamkan anak/remaja dari sedini mungkin bahwa
penyalahgunaan narkoba adalah haram menurut hukum Islam, sebagaimana
haramnya memakan babi dan najisnya anjing namun lupa mengajarkan bahwa
minuman keras dan narkoba juga dilarang oleh agama.
Keempat adalah peran dan tanggung jawab orang tua/guru/masyarakat
sangatlah penting dan menentukan bagi keberhasilan pencegahan penyalahgunaan
narkoba. Orang tua yang banyak menyediakan waktu dirumah akan dapat
menciptakan suasana di dalam rumah yang harmonis (sakinah), dapat
berkomunikasi dengan anak secara baik. Selain itu, orang tua juga harus dapat
member teladan yang baik sesuai dengan tuntutan agama, serta memberi contoh
bagaimana cara hidup yang tidak konsumtif. Di sekolah pendidik dan guru juga
harus dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dan pengawasan yang
ketat bagi anak didik sehingga anak didik menjadi manusia yang berilmu dan
disiplin. Tokoh masyarakat juga harus menciptakan kondisi yang sehat serta
memberi contoh pergaulan yang harmonis.

Anda mungkin juga menyukai