Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu,
yang berguna sebagai makanan bagi bayinya (Theresia, 1995).
Sedangkan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi
hanya diberi ASI saja, tanpa pemberian cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu,air
teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya,bubur susu,
biskuit, bubur nasi dan tim (Purwanti, 2004).
Sedangkan menurut Suradi (2008), ASI Eksklusif adalah pemberian ASI
murni tanpa bayi diberi tambahan lain seperti cairan air putih, teh, madu,
buah-buahan, maupun makanan tambahan seperti bubur susu atau bubur
saring dan sebagainya, sampai usia bayi 6 bulan. Non ASI eksklusif adalah
pemberian ASI didampingi dengan makanan lain sebelum bayi berumur 6
bulan seperti teh, madu, sari buah, susu formula, bubur, buah dan lain-lain.
Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu sampai
6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan
padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari
2 tahun (Purwanti, 2004).
ntuk bayi yang ideal seperti ini dapat dicapai
dengan cara menciptakan pengert
ian serta dukungan dari lingkungan sehingga
ibu-ibu dapat menyusui secara eksklusif (Mansjoer dkk, 2002).
Pada tahun 1999, setelah pengalaman selama 9 tahun, UNICEF
memberikan klarifikasi tentang rekom
Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat bila bayi
hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini sesuai
dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI
bersama – sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan.
Deklarasi yang juga ditandatangani oleh Indonesia ini memuat hal-hal
sebagai berikut: sebagai tujuan global untuk meningkatkan kesehatan dan
mutu makanan bayi secara optimal maka semua ibu dapat memberikan ASI
eksklusif dan semua bayi diberi ASI eksklusif sejak lahir sampai 6 bulan.
Setelah berumur 6 bulan, bayi diberi makanan pendamping atau padat yang
benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun atau
lebih. Pemberian makanan uendasi jangka waktu tentang pemberian
ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health
Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (Mansjoer dkk, 2002).
B. Manfaat ASI Eksklusif
1. Manfaat bagi bayi
ASI adalah makanan alamiah yang disediakan untuk bayi anda.
Dengan komposisi nutrisi yang sesuai untuk perkembangan bayi sehat.
ASI mudah dicerna oleh bayi. Jarang menyebabkan konstipasi. Nutrisi
yang terkandung pada ASI sangat mudah diserap oleh bayi. ASI kaya
akan antibodi (zat kekebalan tubuh) yang membantu tubuh bayi untuk
8
melawan infeksi dan penyakit lainnya. ASI dapat mencegah karies
karena mengandung mineral selenium. Dari suatu penelitian di
Denmark menemukan bahwa bayi yang diberikan ASI sampai lebih
dari 9 bulan akan menjadi dewasa yang lebih cerdas. Hal ini diduga
karena ASI mengandung DHA/AA. Bayi yang diberikan ASI eksklusif
sampai 4 bulan akan menurunkan resiko sakit jantung bila mereka
dewasa. ASI juga menurunkan resiko diare, infeksi saluran nafas
bagian bawah, infeksi saluran kencing, dan juga menurunkan resiko
kematian bayi mendadak. Memberikan ASI juga membina ikatan kasih
sayang antara ibu dan bayi (Suradi, 2006).
2. Manfaat untuk ibu:
Memberikan ASI segera setelah melahirkan akan meningkatkan
kontraksi rahim, yang berarti mengurangi resiko perdarahan.
Memberikan ASI juga membantu memperkecil ukuran rahim ke
ukuran sebelum hamil. Menyusui (ASI) membakar kalori sehingga
membantu penurunan berat badan lebih cepat. Beberapa ahli
menyatakan bahwa terjadinya kanker payudara pada wanita menyusui
sangat rendah. ASI lebih hemat waktu karena tidak usah menyiapkan
dan mensterilkan botol susu, dot, dan sebagainya. ASI tidak akan basi.
ASI selalu diproduksi payudara bila ASI telah kosong ASI yang tidak
dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh ibu jadi ASI dalam
payudara tidak pernah basi dan ibu tidak perlu memerah dan
membuang ASInya selalu menyusui (Suradi, 2006).
9
3. Untuk keluarga
Tidak perlu buang uang untuk membeli susu formula. Bayi sehat
berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat) dalam
perawatan kesehatan. Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi
MAL dari ASI eksklusif. Memberikan ASI pada bayi (meneteki)
berarti hemat tenaga bagi keluarga sebab ASI selalu siap sedia (Suradi,
2006).
4. Untuk masyarakat dan negara
Menghemat devisa negara karena tidak perlu menyimpan susu formula
dan peralatan lain untuk persiapan. Bayi sehat membuat negara lebih
sehat. Terjadi penghematan pada sektor kesehatan karena jumlah bayi
sakit lebih sedikit. Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan
menurunkan kematian. ASI adalah sumber daya yang terus-menerus
diproduksi dan baru (Suradi, 2006).
C. Manajemen Laktasi
1. Pengertian Laktasi
Manajemen laktasi adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
menunjang keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama
dimulai pada masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa
menyusui selanjutnya (Depkes RI, 1994).
10
Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut
a. Pada masa Kehamilan (antenatal)
1). Memberikan penernagan dan penyuluhan tentang manfaat dan
keunggulan ASI, manfaat menyusui baik bagi ibu maupun bayinya,
disamping bahaya pemberian susu botol.
2). Pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara/keadaan putting
susu, apakah ada kelainan atau tidak. Disamping itu perlu dipantau
kenaikan berat badan ibu hamil.
3). Perawatan payudara mulai kehamilan umur enam bulan agar ibu
mampu memproduksi dan memberikan ASI yang cukup.
4). Memperhatikan gizi/makanan ditambah mulai dari kehamilan
trisemester kedua sebanyak 1 1/3 kali dari makanan pada saat
belum hamil.
5). Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Dalam hal ini
perlu diperhatikan keluarga terutama suami kepada istri yang
sedang hamil untuk memberikan dukungan dan membesarkan
hatinya.
b. Pada masa segera setelah persalinan (prenatal)
1). Ibu dibantu menyusui 30 menit setelah kelahiran dan ditunjukkan
cara menysui yang baik dan benar, yakni: tentang posisi dan cara
melakatkan bayi pada payudara ibu.
2). Membantu terjadinya kontak langsung antara bayi-ibu selama 24
jam sehari agar menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal.
11
3). Ibu nifas diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000S1)
dalam waktu dua minggu setelah melahirkan.
c. Pada masa menyusui selanjutnya (post-natal)
1). Menyusui dilanjutkan secara ekslusif selama 4 bulan pertama usia
bayi, yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan/minuman
lainnya.
2). Perhatikan gizi/makanan ibu menyusui, perlu makanan 1 ½ kali
lebih banyak dari biasa dan minum minimal 8 gelas sehari.
3). Ibu menyusui harus cukup istirahat dan menjaga ketenangan
pikiran dan menghindarkan kelelahan yang berlebihan agar
produksi ASI tidak terhambat.
4). Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting untuk
menunjang keberhasilan menyusui.
5). Rujuk ke Posyandu atau Puskesmas atau petugas kesehatan apabila
ada permasalahan menysusui seperti payudara bengkak yang
disertai demam.
6). Menghubungi kelompk pendukung ASI terdekat untuk meminta
pengalaman dari ibu-ibu lain yang sukses menyusui bagi mereka.
7). Memperhatikan gizi/makanan anak, terutama mulai bayi 4 bulan,
berikan MP ASI yang cukup baik kuantitas maupun kualitas.
2. Fisiologi Laktasi
Pada hakekatnya semua wanita dapat menyusui, kecuali pada wanita
yang kelainan (patofisiologis). Bahkan penelitian terakhir menyebutkan
12
bahwa seribu ibu yang menyatakan produksi ASI menurun hanya satu
orang yang benar-benar bermasalah, itupun karena kurang mengerti
tentang teknik-teknik pemberian ASI. Laktasi atau menyusui mempunyai
dua pengertian yaitu produksi dan pengeluaran ASI (Anonymus, 2004).
3. Faktor-faktor yang memperoleh Produksi ASI
Menurut Winarno (1990), adapun hal-hal yang mempengaruhi produksi
ASI antara lain adalah:
a. Makanan Ibu
Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa
menyusui tidak secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah
air susu yang dihasilkan. Dalam tubuh terdapat cadangan berbagai zat
gizi yang dapat digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan. Akan tetapi
jika makanan ibu terus menerus tidak mengandung cukup zat gizi yang
diperlukan tentu pada akhirnya kelenjar-kelenjar pembuat air susu
dalam buah dada ibu tidak akan dapat bekerja dengan sempurna, dan
akhirnya akan berpengaruh terhadap produksi ASI.
Unsur gizi dalam 1 liter ASI setara dengan unsur gizi yang terdapat
dalam 2 piring nasi ditambah 1 butir telur. Jadi diperlukan kalori yang
setara dengan jumlah kalori yang diberikan 1 piring nasi untuk
membuat 1 liter ASI. Agar Ibu menghasilkan 1 liter ASI diperlukan
makanan tamabahan disamping untuk keperluan dirinya sendiri, yaitu
setara dengan 3 piring nasi dan 1 butir telur.
13
Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya tidak mendapat
tambahan makanan, maka akan terjadi kemunduran dalam pembuatan
ASI. Terlebih jika pada masa kehamilan ibu juga mengalami
kekurangan gizi. Karena itu tambahan makanan bagi seorang ibu yang
sedang menyusui anaknya mutlak diperlukan. Dan walaupun tidak
jelas pengaruh jumlah air minum dalam jumlah yang cukup.
Dianjurkan disamping bahan makanan sumber protein seperti ikan,
telur dan kacang-kacangan, bahan makanan sumber vitamin juga
diperlukan untuk menjamin kadar berbagai vitamin dalam ASI.
b. Ketentraman Jiwa dan Pikiran
Pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan.
Ibu yang selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa
tertekan dan berbagai bentuk ketegangan emosional, mungkin akan
gagal dalam menyusui bayinya.
Pada ibu ada 2 macam, reflek yang menentukan keberhasilan dalam
menyusui bayinya, reflek tersebut adalah:
1). Reflek Prolaktin
Reflek ini secara hormonal untuk memproduksi ASI. Waktu bayi
menghisap payudara ibu, terjadi rangsangan neorohormonal pada
putting susu dan aerola ibu. Rangsangan ini diteruskan ke
hypophyse melalui nervus vagus, terus kelobus anterior. Dari lobus
ini akan mengeluarkan hormon prolaktin, masuk ke peredaran
14
darah dan sampai pada kelenjar –kelenjar pembuat ASI. Kelenjar
ini akan terangsang untuk menghasilkan ASI.
2). Let-down Refleks (Refleks Milk Ejection)
Refleks ini membuat memancarkan ASI keluar. Bila bayi
didekatkan pada payudara ibu, maka bayi akan memutar kepalanya
kearah payudara ibu. Refleks memutarnya kepala bayi ke payudara
ibu disebut :”rooting reflex (reflex menoleh). Bayi secara otomatis
menghisap putting susu ibu dengan bantuan lidahnya. Let-down
reflex mudah sekali terganggu, misalnya pada ibu yang mengalami
goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan pikiran. Gangguan
terhadap let down reflex mengakibatkan ASI tidak keluar. Bayi
tidak cukup mendapat ASI dan akan menangis. Tangisan bayi ini
justru membuat ibu lebih gelisah dan semakin mengganggu let
down reflex.
c. Pengaruh persalinan dan klinik bersalin
Banyak ahli mengemukakan adanya pengaruh yang kurang baik
terhadap kebiasaan memberikan ASI pada ibu-ibu yang melahirkan di
rumah sakit atau klinik bersalin lebih menitik beratkan upaya agar
persalinan dapat berlangsung dengan baik, ibu dan anak berada dalam
keadaan selamat dan sehat. Masalah pemebrian ASI kurang mendapat
perhatian. Sering makanan pertama yang diberikan justru susu buatan
atau susu sapi. Hal ini memberikan kesan yang tidak mendidik pada
ibu, dan ibu selalu beranggapan bahwa susu sapi lebih dari ASI.
15
Pengaruh itu akan semakin buruk apabila disekeliling kamar bersalin
dipasang gambar-gambar atau poster yang memuji penggunaan susu
buatan.
d. Penggunaan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen dan
progesteron.
Bagi ibu yang dalam masa menyusui tidak dianjurkan
menggunakan kontrasepsi pil yang mengandung hormon estrogen,
karena hal ini dapat mengurangi jumlah produksi ASI bahkan dapat
menghentikan produksi ASI secara keseluruhan oleh karena itu alat
kontrasepsi yang paling tepat digunakan adalah alat kontrasepsi dalam
rahim (AKDR) yaitu IUD atau spiral. Karena AKDR dapat
merangsang uterus ibu sehingga secara tidak langsung dapat
meningkatkan kadar hormon oxitoksin, yaitu hormon yang dapat
merangsang produksi ASI.
e. Perawatan Payudara
Perawatan fisik payudara menjelang masa laktasi perlu dilakukan,
yaitu dengan mengurut payudara selama 6 minggu terakhir masa
kehamilan. Pengurutan tersebut diharapkan apablia terdapat
penyumbatan pada duktus laktiferus dapat dihindarkan sehingga pada
waktunya ASI akan keluar dengan lancar.
16
3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Proses Laktasi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses menyusui yaitu faktor
bayi, faktor ibu dan faktor budaya.
a. Faktor bayi yang mempengaruhi proses menyusui diantaranya bayi
sakit, kelainan kongenital, seperti labiopalatokisis sehingga bayi
enggan menyusui.
b. Faktor ibu dari segi fisik diantaranya ibu sakit, puting susu lecet,
puting susu datar atau tanggelam, payudara bengkak dan ibu lelah.
Faktor psikologis pada ibu yang berpengaruh adalah bila ibu
mengalami kecemasan, hal ini dapat mengurangi produksi Air Susu
Ibu, bahkan dapat berhenti sama sekali.
c. Faktor budaya setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap
terbentuknya perilaku seseorang dalam pemberian ASI (Anonymus,
2005 )
Beberapa faktor yang menimbulkan kecemasan pada ibu diantaranya
bayi rewel karena sakit, stress karena pekerjaan atau sebab yang lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian air susu ibu dibagi menjadi
tiga bagian yaitu:
1). Predisposing factor, yang meliputi pendidikan, pengetahuan, sikap,
persepsi, penghasilan dan jumlah anak. Faktor predisposisi merupakan
faktor yang menyebabkan sesuatu, namun bukan merupakan penyebab
utama, karena faktor tersebut banyak ibu menyusui yang memilih
memberi air susu formula kepada bayinya daripada memberi ASI.
17
Pendidikan dan pengetahuan ibu yang rendah tentang ASI membuat
bayi tidak mendapat ASI eksklusif.
2). Enabling factors yaitu rawat gabung, Ante Natal Care (ANC), Intra
Natal Care (INC). Faktor ini merupakan faktor pendorong yang dapat
mempengaruhi pemberian air susu ibu.
3). Reinforcing factors, yaitu keluarga dan tenaga kesehatan. Faktor ini
yang merupakan faktor pendukung dalam praktik menyusui.
4. Frekuensi Pemberian Air Susu Ibu
Pemberian air susu ibu pada bayi sejak lahir dianjurkan tanpa jadwal
(on demand) artinya kapanpun bayi merasa lapar setidaknya bayi tersebut
segera disusui. Ibu tidak perlu khawatir produksi air susu ibu akan
berkurang. Produksi air susu ibu pada seorang ibu per hari berkisar 300 –
800 ml. Supaya kebutuhan air susu ibu untuk bayi terpenuhi maka
memerlukan waktu 7 – 10 menit pada satu payudara atau 5 – 19 menit
pada kedua payudara (Anjarwati, 2006). Bahkan pada ibu yang kurang gizi
berat sekalipun, air susu ibu masih mengandung antibody yang dapat
melindungi bayi dari infeksi. Kendati demikian jumlah produksi air susu
ibu mengandung sedikit lemak dan mikro nutrient (Visionet, 2006).
5. Sindrom Air Susu Ibu Kurang
Keadaan dimana ibu merasa bahwa air susu ibu kurang dengan bebagai
alasan yang menurut ibu merupakan tanda tersebut, padahal sebenarnya
bayi sudah mendapatkan air susu ibu yang cukup. Sebenarnya hal ini
18
akibat dari penurunan reflex let down, dimana reflek ini dipengaruhi oleh
rasa tegang, cemas, takut, ataupun bingung. Sindrom air susu ibu kurang
ini antara lain disebabkan karena ibu merasa:
a. Payudara kecil
Sebenarnya payudara kecil tidak mempengaruhi pengaruh terhadap
produksi air susu ibu. Payudara yang kecil lebih disebabkan karena
hormon, gizi kurang atau keturunan.
b. Air susu ibu berkurang kekentalannya
Hal ini adalah wajar sesuai dengan periode laktasi.
1) Bayi sering menangis
Bayi sering menangis tidak selalu berarti kekurangan air susu ibu,
namun banyak sebab yang membuat bayi sering menangis.
2) Payudara lembek atau mengecil
Payudara yang lembek dapat terjadi setelah ibu menyusui yaitu
karena air susu ibu telah keluar.
3) Bayi lebih cepat menyusu dari sebelumnya
Hal ini adalah normal karena bayi sudah terbiasa menyusu.
4) Refleks let down berkurang
Penurunan reflex let down adalah normal sejalan bertambahnya
usia bayi (Anonymus, 2004).
5) Perilaku
Perilaku merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk
19
pengetahuan dan tindakan manusia sebagai mahluk hidup yang di
lengkapi dengan akal yang berfungsi untuk mengontrol dan
mengendalikan perilaku agar sesuai dengan yang diharapkan
(Notoatmodjo, 2003)

D. Karakteristik Ibu Menyusui


1. Usia
Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. (Elizabeth, BH (1995) dalam Wahit, 2006). Semakin
cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja. Waktu reproduksi sehat adalah antara
umur 20-35 tahun (Manuaba, 2002).
Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa
akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya
(Elisabeth dalam Nursalam 2001). Hal ini sesuai dengan pendapat Siagian
(2003), yang menyatakan bahwa umur mempunyai kaitan erat dengan
berbagai segi organisasi, kaitan umur dengan tingkat kedewasaan
psikologis menunjukkan kematangan dalam arti individu menjadi semakin
bijaksana dalam mengambil keputusan bagi kepentingan organisasi.
Kematangan individu dengan pertambahan usia berhubungan erat dengan
kemampuan analisis terhadap permasalahan atau fenomena yang
ditemukan menyatakan bahwa kemampuan analisis akan berjalan sesuai
dengan pertambahan usia, seorang individu diharapkan dapat belajar untuk
memperoleh pengetahuan dan keterampilan tertentu sesuai dengan
20
kematangan usia (Slameto, 2003). Semakin tinggi usia seseorang maka
proses perkembangan seseorang akan semakin matang (Rita, 1993).

2. Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang
wanita (BKKBN, 2006). Menurut Prawirohardjo (2009), paritas dapat dibedakan
menjadi primipara, multipara dan grandemultipara.
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu
hidup diluar rahim (28 minggu) (JHPIEGO, 2008). Sedangkan menurut Manuaba
(2008), paritas adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm.
a. Klasifikasi paritas:
1) Primipara
Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang
cukup besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2006).
2) Multipara
Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih
dari satu kali (Prawirohardjo, 2009).
3) Grandemultipara
Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak
atau lebih (Varney, 2006).
b. Faktor yang mempengaruhi paritas:
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita
tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin
21
mudah dalam memperoleh menerima informasi, sehingga
kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang
mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir rasional bahwa
jumlah anak yang ideal adalah 2 orang.
2) Pekerjaan
Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat.
Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat
pelayanan kesehatan yang diinginkan. Banyak anggapan bahwa
status pekerjaan seseorang yang tinggi, maka boleh mempunyai
anak banyak karena mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-sehari.
3) Keadaan Ekonomi
Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu untuk
mempunyai anak lebih karena keluarga merasa mampu dalam
memenuhi kebutuhan hidup.
4) Latar Belakang Budaya
Cultur universal adalah unsur-unsur kebudayaan yang bersifat
universal, ada di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti
pengetahuan bahasa dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial,
adat-istiadat, penilaian-penilaian umum. Tanpa disadari,
kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap
berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota
22
masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak
pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok
masyarakat asuhannya. Hanya kepercayaan individu yang telah
mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan
dalam pembentukan sikap individual. Latar belakang budaya yang
mempengaruhi paritas antara lain adanya anggapan bahwa semakin
banyak jumlah anak, maka semakin banyak rejeki.
5) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
(Notoatmodjo, 2003)

3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan pengembangan diri dari individu dan
kepribadian yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan serta nilai-nilai
sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Di dalam
beberapa faktor pendidikan sering kali memegang syarat paling pokok
untuk memegang fungsi-fungsi tertentu. Untuk tercapainya kesuksesan di
dalam bekerja dituntut pendidikan yang sesuai dengan jabatan yang
dipegangnya (LAN RI,1993 dalam Mularso, 2001). Disamping itu,
23
semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan juga semakin banyak
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh (Dessler, 1998).
4. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kesibukan sosial yang dilakukan seseorang dengan
bertujuan tertentu. Ibu-ibu bekerja atau kesibukan social lainnya juga tidak
luput dari kurangnya pengetahuan dari pra ibu, tidak sedikit dari apa ibu
yang bekerja akan tetapi tetap memberikan asi secara eksklusif pada
bayinya selama 6 bulan. Pada ibu bekerja cara lain untuk tetap dapat
memberikan asi secara eksklusif pada bayinya adalah dengan memberikan
ASI peras. (Baskoro, 2008:74).
E. Perilaku
Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa perilaku adalah suatu reaksi
psikis atau kejiwaan (berpendapat atau berfikir, bersikap dan sebagainya)
seseorang terhadap lingkungannya. Berarti perilaku baru akan terwujud bila
ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan suatu rangsangan.
Pada dasarnya perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan tetapi juga
bisa bersifat potensial yaitu dalam bentuk pengetahuan, motivasi atau persepsi.
Adapun bentuk operasional perilaku, menurut Notoatmodjo (2003) dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis sebagai berikut :
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu mengetahui situasi atau
rangsangan dari luar.
24
2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar diri si subyek, yang menimbulkan perasaan suka atau
tidak suka.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan atau praktik yang sudah nyata yaitu
perbuatan terhadap situasi atau rangsangan dari luar.
Dalam perkembangannya, teori Bloom (1908) dalam Notoadmodjo (2003) ini
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan yang ada
pada manusia tersebut bertujuan untuk dapat menjawab permasalahan
kehidupan manusia yang dihadapi sehari – hari dan digunakan untuk
kemudahan – kemudahan tertentu.
Sehubungan dengan perihal diatas pengetahuan dapat diibaratkan
sebagai suatu alat yang dipakai manusia di dalam menyelesaikan persoalan
yang dihadapi. Misalnya pengetahuan tentang manfaat ASI eksklusif dapat
digunakan oleh seorang ibu dalam memahami bagaimana cara
memanfaatkannya. Pengetahuan dapat diperoleh seseorang melalui
25
melihat, mendengar atau mengalami suatu kejadian yang nyata, selain itu
dapat diperoleh melalui belajar di bangku pendidikan baik bersifat formal
maupun informal. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, baik dari diri
sendiri maupun dari orang lain. Pengetahuan lebih bersifat pengenalan
suatu benda atau sesuatu hal secara obyektif. Pengetahuan ibu tentang ASI
eksklusif diharapkan akan menjadi dasar untuk bersikap positif terhadap
pemberian ASI kepada bayinya. Dan selanjutnya akan mendorong ibu
untuk memberikan ASI kepada bayinya
2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003).
Sikap dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan suatu predisposisi tindakan
atau perilaku (Wahit, 2006).
Alport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap
mempunyai 3 komponen utama yaitu:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu obyek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek
c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude).
26
3. Praktik atau tindakan (practice)
Praktik atau tindakan adalah merupakan salah satu dari tiga perilaku
berbentuk perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar.
Perbuatan atau praktik tidak sama dengan perilaku, melainkan hanya
sebagaian dari perwujudan perilaku. Perwujudan dari perilaku yang lain
dapat melalui pengetahuan dan sikap.
Suatu sikap belum terwujud dalam suatu tindakan, untuk terwujudnya
suatu sikap agar menjadi tindakan perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain seperti
fasilitas dan dukungan dari pihak lain. Sebagai contoh disini adalah
pemberian ASI oleh ibunya kepada bayinya, dalam hal ini perlu dorongan
dari orang lain seperti suami, dan lain – lain (Notoadmodjo, 2003)

Menurut Notoadmodjo (2003), perbuatan nyata atau praktik dari suatu


perwujudan perilaku mempunyai beberapa tingkatan antara lain:
a. Persepsi (perception)
Persepsi ini meliputi diantaranya adalah mengenal dan memilih
berbagai objek.
b. Respon terpimpin (guided response)
Yaitu dapat melakukan sesuai dengan urutan yang benar. Sebagai
contoh, ibu dapat memberikan ASI eksklusif dengan benar dimulai
dari cara menggendong posisi bayi, memegang payudara, memasukkan
putting kedalam mulut bayi dan memberikan rangsangan pada mulut
bayi.
27
c. Mekanisme (mechanism)
Apabila sesorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
sebagai suatu kebiasaan, maka seorang tersebut sudah berada pada
praktik tingkat ini. Sebagai contoh seorang ibu sudah dapat
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya tanpa di perintah oleh
orang lain.
d. Adaptasi (adaptation)
Pada praktik tingkatan ini sudah berkembang dengan baik artinya
tindakan ini sudah di modifikasi tanpa mengurangi kebenarannya.
Misalnya seorang ibu dapat memberikan ASI sesuai dengan kondisi
dan situasi bayi. Contoh bisa dengan sambil tiduran.
Pengukuran perilaku dapat diukur secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung adalah dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan
responden sedangkan tidak langsung adalah dengan wawancara terhadap
kegiatan – kegiatan yang telah dilakukan. Perubahan perilaku yang terjadi
pada diri seseorang harus ada unsur pengetahuan, keyakinan dan sarana –
sarana kemudahan.
Dalam membuat kerangka konsep, peneliti menggunakan teori model
perubahan perilaku menurut teori Lawrence Green (1991). Green
menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh 3
faktor pokok yakni : faktor-faktor predisposisi (predisposising factors),
faktor-faktor yang mendukung (enabling factors), dan faktor-faktor yang
28
memperkuat atau mendorong (reinforcing factors). Untuk lebih jelasnya
akan diuraikan masing-masing faktor-faktor sebagai berikut :
(a) Faktor predisposisi (predisposising factors), yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,
tradisi dan sebagainya.
(b) Faktor pendukung (enabling factors), adalah faktor-faktor yang
mendukung atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud
dengan faktor pendukung adalah sarana dan prasarana atau fasilitas
untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya ketersediaan sumber
daya kesehatan, keterjangkauan pelayanan kesehatan,
masyarakat/pemerintah, hukum dan komitmen terhadap kesehatan
serta keterampilan yang berhubungan dengan kesehatan.
(c) Faktor penguat/pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor
yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku antara lain
keluarga, teman, tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, pengambil
keputusan (Green,1991).
F. Dukungan Keluarga
a. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan
kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan sebagai
bagian dalam keluarga (Friedman, 1998). Menurut Sukami (2003),
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan keluarga adalah sekelompok
29
orang yang tinggal di bawah satu atap atau dalam satu bangunan yang
mempunyai dapur dan anggaran rumah tangga yang sama. Pendapat lain
mengatakan bahwa keluarga adalah sebagai unit yang terdiri dari ayah, ibu
dan anak-anak mereka dan memperlihatkan pembagian kerja menurut jenis
kelamin (Potter & Perry, 2005).
b. Tipe-tipe Keluarga
Tipe keluarga menurut Potter dan Perry (2005), adalah :
Tipe keluarga merupakan pola manusia yang didasari oleh anggota
keluarga untuk di masukkan ke dalam keluarga, adapun tipe-tipe keluarga :
1) Nuclear family (keluarga inti), terdiri dari suami, istri dan anak.
2) Extended family (keluarga besar), keluarga ini terdiri dari kerabat
(paman, bibi, kakek atau nenek, sepupu) selain keluarga inti.
3) Single family (keluarga dengan orang tunggal), terjadi karena salah satu
orang tua meninggalkan keluarga karena kematian atau perceraian.
4) Mixed family (keluarga campuran), keluarga ini dibentuk pada saat
orang tua membawa anak-anak yang tidak memiliki hubungan dari
hubungan yang sebelumnya ke dalam hubungan yang baru, bergabung
dalam situasi kehidupan.
c. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga dianggap melemahkan dampak stres dan secara
langsung memperkokoh kesehatan mental individu dan keluarga.
Dukungan sosial berfokus pada sifat interaksi yang berlangsung dalam
30
berbagai hubungan sosial sebagaimana dievaluasi oleh individu (Friedman,
1998).
Dukungan sosial keluarga mengacu pada dukungan-dukungan sosial
yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses
atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan,
tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan). Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai
sistem pendukung bagi anggota-anggotanya (Friedman, 1998).
d. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk
mencapai tujuan keluarga tersebut. Fungsi keluarga terbagi atas :
1) Fungsi afektif, yaitu fungsi pemeliharaan kepribadian untuk stabilitas
kaum dewasa, memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggota keluarga.
2) Fungsi sosialisasi dan fungsi penempatan sosial, untuk mengajari anakanak
bagaimana berfungsi dan menerima peran-peran sosial dewasa
seperti suami-ayah, dan istri-ibu.
3) Fungsi reproduksi, untuk menjaga kelangsungan generasi dan juga
untuk keberlangsungan hidup masyarakat.
4) Fungsi ekonomis, untuk mengadakan sumber-sumber ekonomi yang
memadai dan pengalokasian sumber-sumber tersebut secara efektif.
5) Fungsi perawatan kesehatan, untuk pengadaan kebutuhan fisik, pangan,
sandang, papan dan perawatan kesehatan (Friedman, 1998).
31
e. Peran atau Dukungan Keluarga
1) Peran Keluarga
Peran didasarkan pada deskripsi dan harapan peran yang
menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam situasi
tertentu agar dapat memenuhi harapan orang lain menyangkut peranperan
tersebut. Identifikasi peran dasar yang membentuk posisi sosial
sebagai suami-ayah, dan istri-ibu, peran sebagai provider, sebagai
pengatur rumah tangga, perawatan anak, sosialisasi anal, rekreasi,
persaudaraan, peran terapeutik, dan peran seksual.
Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan keluarga
internal dan dukungan keluarga eksternal. Dukungan keluarga internal
seperti dari suami, istri, atau dukungan dari saudara kandung atau dari
dukungan keluarga eksternal adalah dukungan dari luar keluarga inti
dalam jaringan kerja sosial keluarga (Friedman, 1998).
2) Jenis Dukungan Sosial
a) Dukungan instrumental
Merupakan dukungan yang nyata (transaksi-transaksi yang
memberikan pertolongan atau bantuan langsung). Dukungan ini paling
efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat (Niven, 2000). Dalam
hal ini keluarga mencukupi kebutuhan rutin ibu menyusui, membantu
merawat bayi, mengganti popok, menyendawakan bayi setelah selesai
menyusui, menggendong, memandikan, memijat bayi secara teratur
32
atau memberi ASI perah kepada si bayi bila ibu bekerja (Roesli,
2000).
b) Dukungan Emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan atau membantu penguasaan terhadap emosi (Friedman,
1998). Dukungan emosional dapat menguatkan perasaan seseorang
akan hal yang dimiliki dan dicintai (Niven, 2000).
Suami dapat memperlihatkan rasa sayang dan perhatian terhadap
ibu dan bayi sehingga ibu lebih nyaman dan produksi ASI pun lancar
(Roesli, 2000).
c) Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator
penyebar informasi tentang dunia. Suami dapat memberikan masukan
kepada ibu mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan
pemberian ASI (Friedman, 1998).
d) Dukungan penilaian / penghargaan
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik
membimbing dan menangani pemecahan masalah dan sebagai sumber
dan validator identitas anggota (Friedman, 1998). Suami dapat
menyatakan perasaan bangga dan senang atas keputusan ibu untuk
menyusui bayinya / menunjukkan pada semua orang bahwa ia dapat
mendukung upaya pemberian ASI (Roesli, 2000).
33
G. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Modifikasi Teori Lawrence W.Green (1991); Anderson (1974)
dalam Notoatmodjo (2003)
Faktor Predisposisi :
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Nilai
4. Keyakinan
Faktor Pendukung :
1. Ketersediaan sumber daya
kesehatan
2. Keterjangkauan pelayanan
kesehatan
3. Masyarakat / pemerintah,
hukum dan komitmen terhadap
kesehatan
4. Keterampilan yang
berhubungan dengan kesehatan
Faktor Penguat :
1. Dukungan keluarga
2. Dukungan teman
3. Dukungan tenaga kesehatan
4. Dukungan tokoh masyarakat
5. Dukungan pengambil
keputusan
Perilaku
Kesehatan
Karakteristik :
- Jenis kelamin
- Umur
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Paritas
- Kesukuan atau ras
- Kemampuan ekonomi
(pendapatan keluarga)
- Kebutuhan
34
H. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
Bagan 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
I. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah perincian suatu konsep penelitian sehingga
jelas unsur-unsur yang diteliti. Variabel ini secara umum dapat dibedakan atas
2 macam, yaitu :
1. Variabel bebas atau variabel independen
Adalah variabel yang mempengaruhi variabel tergantung atau dependen
(Notoatmodjo, 2005). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur,
paritas, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan dukungan keluarga.
2. Variabel tergantung atau variabel dependen
Adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau independent
(Notoatmodjo, 2005). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah
pemberian ASI eksklusif.
Umur
Paritas
Tingkat pendidikan
Pekerjaan
Dukungan keluarga
Pemberian ASI
eksklusif
35
J. Hipotesis
1. Ada hubungan umur ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja yang
menyusui bayi di Puskesmas Kendal.
2. Ada hubungan paritas dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja yang
menyusui bayi di Puskesmas Kendal.
3. Ada hubungan tingkat pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu
bekerja yang menyusui bayi di Puskesmas Kendal.
4. Ada hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja
yang menyusui bayi di Puskesmas Kendal.
5. Ada hubungan dukungan keluarga ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu
bekerja yang menyusui bayi di Puskesmas Kendal.

Anda mungkin juga menyukai