KRITIS.
Magister Hukum
Oleh :
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS HUKUM
2022
1
KATA PENGANTAR
Peresensi
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
BAB IV PENUTUP......................................................................... 10
A. KESIMPULAN .................................................................... 10
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. IDENTIFIKASI BUKU
Gerakan Studi Hukum Kritis atau biasa juga disebut Critical
Legal Studies, merupakan suatu gerakan yang muncul di tahun 1970
an di Amerika Serikat, terutama melalui Conferencee on Critical Legal
Studies yang pertama sekali di selenggarakan tahun 1977. Gerakan
ini berkembang dalam periode kekecewaan era pasca perang Vietnam
untuk mengembangkan gagasan mengenai hukum dan lembaga
hukum dengan menciptakan suatu pandangan alternatif mengenai
hukum dan masyarakat guna meningkatkan visi substantif mengenai
kepribadian manusia.
Pertama kali yang megembangkan pemikiran teori ini adalah
mazhab frankfurt, yang umumnya merupakan sarjana berhaluan kiri
dengan terinspirasi pemikiran filsafat kritis dari The Frankfurt School,
Jacquess Derrida, G.W.F. Hegel, Helbert Marcuse, dan lain-lain.
Salah satu buku yang membahas tentang CLS ini adalah buku
yang akan kami review, buku yang berjudul Teori Hukum Kritis :
Posisi Hukum Dalam Masyarakat Modern karya Roberto M. Unger
yang diterbitkan pertama kali pada April 2007 setelah diterjemahkan
oleh Dariyanto dan Derta Sri Widowatie dari karya asli Roberto
M.Unger, Law ang Modern Society : Toward a Criticism of Social
Theory, The Free Press, 1976. Buku yang terdiri dari empat BAB ini
mencoba membahas tentang tema krusial berkaitan dengan
hubungan hukum dan masyarakat. Bab pertama membahas
Permasalahan Teori Sosial yang mencakup beban masa lalu teori
sosial, masalah metode, masalah tatanan sosial, modernitas watak
dasar manusia dan sejarah serta masalah hukum. Pada BAB kedua,
mengulas tentang bentuk hukum dan masyarakat mencakup
konsepsi hukum, sejarah hukum birokrastis dan tatanan hukum,
analisis komparatif hukum di Cina, india, Romawi, Yunani, Israel dan
Negara-negara Islam.
4
Kemudian, BAB ketiga membahas perubahan bentuk peraturan
hukum dalam masyarakat modern, sedangkan bab empat mengkaji
topik-topik pengantar berdasarkan apa yang sudah diketahui dari
kajian hukum yang dilakukan dalam bab-bab sebelumnya.
Namun, yang akan kami bahas disini merupakan BAB ketiga,
terutama berkaitan dengan Sub bab tema HUKUM DAN
MASYARAKAT ARISTOKRATIS EROPA SERTA MASYARAKAT
LIBERAL DAN HUKUMNYA.
5
BAB II
RINGKASAN
A. HUKUM DAN MASYARAKAT ARISTOKRATIS EROPA
1. Antara Feodalisme dan Liberalisme
Diawal pembukaan pembahasan bab tiga buku ini,
penulisnya mengungkapkan bahwa tujuannya adalah untuk
mendekati tema yang tampak luas dan tersembunyi di balik wajah
teori sosial klasik. Bahwa keinginan penulis buku ini adalah
berharap dapat melampaui titik yang sudah dicapai teoritisi-
teoritisi sosial klasik dalam analisis kemodernan, yang hal itu bisa
dicapai dengan mulai di tempat mereka meninggalkannya.
Catatan selanjutnya, penulis buku ini memberikan statment
bahwa umumnya tipe masyarakat di Eropa yang berlangsung
sesudah tatanan feodal, tetapi sebelum negara liberalm disebut
sebagai masyarakat golongan (society of state) atau Standestaat
dapat dianggap sebagai spesies masyarakat aristokratis, tetapi
standestaat lah yang langsung melahirkan liberalisme di Barat.
Ciri-ciri institusional khas Standestaat adalah :
a. Ditandai dengan dua kesenjanjgan. Yang satu adalah
kesenjangan antara massa rakyat yang sebagian besar adalah
petani dan golongan elite. Kesenjangan yang satu lagi
memisahkan status-status sosial atau golongan yang berbeda-
beda di dalam elite dengan kekuasaan kebangsawanan.
b. Golongan-golongan yang menyusun elite itu terorganisasikan
menurut kelompoknya menjadi majelis, seperti etat di Perancis,
Stande di Austria dan Jerman dan lain-lain.
c. Sistem golongan tersebut berkembang dengan berlatar belakang
kapitalisme perdagangan di kota-kota perdagangan dan
sentralisasi birokratis sebagai pengabdian bagi kekuasaan
bangsawan.
6
2. Hukum Pada Standestaat
Hukum birokraris mencakup dua unsur yang berlawanan,
Pertama adalah alam duniawi berisi perintah-perintah berdasarkan
kebijaksanaan, wilayah yang penguasa relatif bebas bergerak di
dalamnya sesuai dengan konsepsinya tentang kebijaksanaan
penguasa atau kesejahteraan sosial. Kedua, wilayah dalam
kehidupan sosial yang kebal terhadap penguasa, dan tunduk
semata-mata terhadap suatu tatanan yang suprapositif dan suci.
Sebagian besar hukum ini berbentuk ajaran Tuhan yang
eksegesisnya di percayakan kepada sekelompok agama terpelajar
atau kaum cerdik-pandai.
Kontras antara dua wajah hukum praliberal ini ditekankn
oleh perbedaan tradisional antara Polizeisache dan Justizsache.
Polizeisache adalah urusan-urusan yang menjadi wilayah
kompetensi raja untuk memelihara kedamaian rakyat, mengawasi
para bawahan, dan menghimpun sumber-sumber daya yang
penting untuk melanggengkan kekuasaan. Justizsache adalah
urusan-urusan yang menyangkut privilesedan kewajiban golongan
di bidang itu.
B. MASYARAKAT LIBERAL DAN HUKUMNYA
Dari pemabandingan terhadap bentuk-bentuk kehidupan
sosial diketahui bahwa kesadaran dan eksistensi pada masyarakat
liberal didasarkan pada interpendensi di antara tiga faktor. Faktor
yang pertama adalah semakin bertambahnya jumlah kelpmok
signifikan seiring dengan mengurangnya wilayah kehidupan
individu. Faktor kedua yang emndasari masyarakat liberal ialah
sirnanya perbedaan mencolok antara orang dalam dan luar. Faktor
yang ketiga ialah ideal-ideal yang ternyata bertentangan dengan
kenyataan.
7
BAB III
PEMBAHASAN
A. SEBUAH RESENSI KRITIS
9
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
10