Anda di halaman 1dari 9

SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN THALASEMIA

DI RSUD KARAWANG

Disusun oleh :
KELOMPOK 2
Fahar Halimi (433131420120009) Iyam Mariam (433131420120012)
Imelawati (433131420120010) Karmila Arum (433131420120013)
Indah Sely Irawan (433131420120012) Linda Nurfitriani (433131420120014)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HORIZON KARAWANG
JL. PANGKAL PERJUANGAN KM 1 BYPASS KARAWANG 41316
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(MANAJEMEN NYERI)

Pokok Bahasan : Thalasemia


Sub pokok bahasan : Pencegahan Thalasemia
Hari/tanggal : Selasa, 31 Mei 2022
Waktu : 10.00 – 10.30 (30 Menit)
Tempat : RSUD Karawang
Sasaran : Pasien dan Keluarga
Penyuluh : Kelompok 2

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit pasien dan keluarga diharapkan dapat
memahami dan menerapkan Pencegahan Thalasemia.

2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit, diharapkan siswa siswi
dapat:
a. Menjelaskan pengertian thalasemia
b. Mengetahui penyebab thalasemia
c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri
d. Menyebutkan kategori nyeri
e. Mengetahui Intensitas nyeri
f. Menjelaskan Efek nyeri
g. Menyebutkan Manajemen nyeri non-farmakologi

B. Sasaran
Pasien dan Keluarga
C. Metode
Ceramah dan Tanya Jawab
D. Media
Leaflet

E. Kegiatan Penyuluhan Kesehatan


No Kegiatan Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
1. Pembukaan  Mengucapkan salam  Menjawab salam
(5 menit)  Memperkenalkan diri  Mendengarkan
 Menjelaskan tujuan penyuluhan  Memperhatikan

Kegiatan Menjelaskan materi Penyuluhan :


Mendengarkan dan memper
2. inti  Menjelaskan pengertian dari
Hatikan
(20 menit) stress
 Mengetahui penyebab dari stress
 Mengetahui dampak stress
 Menyebutkan indikasi gejala
stress
 Menyebutkan jenis-jenis stress
 Menyebutkan cara pencegahan
stress
 Menyebutkan cara penanganan
stres dalam kehidupan sehari-
hari
 Menyebutkan manajemen stress

 Memberikan kesempatan peserta Mengajukan pertanyaan


Penutup
3. untuk bertanya. Mendengarkan dan memper
(5 menit)
 Menjawab pertanyaan peserta hatikan
 Menyimpulkan materi yang Menyimpulkan
disampaikan Menjawab pertanyaan
 Mengadakan evaluasi secara Menjawab salam
lisan
 Menutup penyuluhan dan
memberi salam

F. Materi
 Definisi nyeri
 Penyebab nyeri
 Faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri
 Kategori nyeri
 Intensitas nyeri
 Efek nyeri
 Manajemen nyeri non-farmakologi

G. Evaluasi
a. Struktur : 1. Pelaksana hadir tepat waktu
2. Tempat, media dan waktu telah sesuai dengan
rencana.
3. Kesiapan materi
4. Kesiapan pasien

b. Proses : 1. Penyuluhan berjalan dengan lancar dan kondusif


2. Keluarga kooperatif dan mampu bekerja sama
dengan perawat
3. Pasien antusias dalam sesi tanya jawab
LAMPIRAN MATERI

a. Definisi Thalasemia
Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan
pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah
merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang
dari 120 hari dan terjadilah anemia (Yuyun Rahayu, et al 2015)
Thalassemia adalah sekelompok gejala atau penyakit keturunanyang diakibatkan
karena kegagalan pembentukan salah satu dariempat rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin, sebagai bahan utama darah. Darah manusia terdiri atas plasma dan sel darah
yang berupa seldarah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan kepingan darah
(trombosit). Seluruh sel darah tersebut dibentuk oleh sumsum tulang, sementara
hemoglobin merupakan salah satu pembentuk sel darah merah. Hemoglobin terdiri dari 4
rantai asam amino (2 rantai amino alpha dan 2 rantai amino beta) yang bekerja bersama-
sama untuk mengikat dan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Rantai asam amino
inilah yang gagal dibentuk sehingga menyebabkan timbulnya thalassemia. Berdasarkan
rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassemia dibagi menjadi thalassemia alpha
(hilang rantai alpha) dan thalassemia beta (hilang rantai beta). Sementara itu, hilangnya
rantai asam amino bisa secara tunggal (thalassemia minor/trait/heterozigot) maupun
ganda (thalassemia mayor/homozigot).

b. Penyebab Thalasemia
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara
genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen
pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan
disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak
normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat
berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan
pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua
orang tua yang masing-masing membawa sifa tthalassemia. Pada proses pembuahan,
anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia)dari bapak dan ibunya maka
anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen
thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.Kemungkinan
lain adalah anak mendapatkan gen globin betanormal dari kedua orang tuanya.

c. Gejala Thalasemia
Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung
jenis rantai asam amino yang hilangdan jumlah kehilangannya (mayor atau minor).
Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik.
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada beta-thalassemia mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati
akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ
tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat,
lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal
jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam
usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalandan pembesaran
tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan
mudah patah. Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan
mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena
penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat
besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang padaakhirnya bisa
menyebabkan gagal jantung.

d. Patofisiologi Thalasemia
Pada keadaan normal, disintetis hemoglobin A (adult : A1) yang terdiri dari 2
rantai alfa dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh
hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dari 2
rantai delta sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada keadaan normal. Hemoglobin
F (foetal) setelah lahir fetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar
seperti orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4% pada keadaan normal. Hemoglobin F
terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Pada penderita thalasemia satu atau lebih
dari satu rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena
tidak ada pasangan dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewasa (HbA).
Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit.
Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran
anemia hipokrom dan mikrositer. Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu,
mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak
terganggu karena tidak memerlukan rantai beta dan justru memproduksi lebih banyak
dari pada keadaan normal, mungkin sebagai usaha kompensasi. Eritropoesis di dalam
susunan tulang sangat giat, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal, dan juga serupa
apabila ada eritropoesis ekstra medular hati dan limfa. (Soeparman, dkk, 1996).
Masing-masing HbA yang normal terdiri dari empat rantai globin sebagai rantai
polipeptida, dimana rantai polipeptida tersebut terdiri dari dua rantai polipeptida alfa dan
dua rantai polipeptida beta. Empat rantai tersebut bergabung dengan empat komplek
heme untuk membentuk molekul hemoglobin, pada thalasemia beta sintesis rantai globin
beta mengalami kerusakan. Eritropoesis menjadi tidak efektif, hanya sebagian kecil
eritrosit yang mencapai sirkulasi prifer dan timbul anemia. Anemia berat yang
berhubungan dengan thalasemia beta mayor menyebabkan ginjal melepaskan
erythropoietin yaitu hormon yang menstimulasi bone marrow untuk menghasilkan lebih
banyak sel darah merah, sehingga heatopoesis menjadi tidak efektif, eritropoesis yang
meningkat mengakibatkan hyperplasia dan ekspansi sumsum tulang, sehingga timbul
deformitas pada tulang. Eritropoetin juga merangsang jaringan hematopoiesis ekstra
meduler di hati dan limpa sehingga timbul hepatosplenomegali. Efek lain dari anemia
adalah meningkatnya absorbsi besi dari saluran cerna menyebabkan penumpukan besi
berkisar 2-5 gram pertahun (Potts & Mandleco, 2007).

e. Pencegahan Thalasemia
Karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan dini menjadi hal yang lebih
penting dibanding pengobatan. Programpencegahan thalassemia terdiri dari beberapa
strategi, yakni :
(1) Penapisan (skrining) pembawa sifat thalassemia,
(2) Konsultasi genetik (genetic counseling
(3) Diagnosis prenatal.Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan
retrospektif.
Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung
dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan
pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita thalassemia (family study).
Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang
keadaannya dan masadepannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk
thalassemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal
tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang
berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas
dasaritu harus dibedakan antara usaha program pencegahan dinegara berkembang
dengan negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah
dilaksanakan di negara berkembang daripada program prospektif. Konsultasi genetik
meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah kawin tetapi belum hamil.
Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan informasi dan nasehat tentang
keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak Diagnosis prenatal meliputi
pendekatan retrospektif dan prospektif. Pendekatan retrospektif, berarti melakukan
diagnosis prenatal pada pasangan yang telah mempunyai anak thalssemia, dan
sekarang sementara hamil. Pendekatan prospektif ditujukan kepada pasangan yang
berisiko tinggi yaitu mereka keduanya pembawa sifat dan sementara baru hamil.
Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan
mengambil sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan
analisis DNA. Dalam rangka pencegahan penyakit thalassemia, ada beberapa
masalah pokok yang harus disampaikan kepada masyarakat, ialah :
(1) Bahwa pembawa sifat thalassemia itu tidak merupakanmasalah baginya;
(2) Bentuk thalassemia mayor mempunyaidampak mediko-sosial yang besar,
penanganannya sangat mahal dan sering diakhiri kematian;
(3) Kelahiran bayi thalassemia dapat dihindarkan. Karena penyakit ini menurun,
maka kemungkinan penderitanya akan terus bertambah dari tahun ke tahunnya.
Oleh karena itu,pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sangat penting
dilakukan untuk mencegah bertambahnya penderita thalassemia ini. Sebaiknya
semua orang Indonesia dalam masa usia subur diperiksa kemungkinan membawa
sifat thalassemia. Pemeriksaaan akan sangat dianjurkan bila terdapat riwayat :
(1) Ada saudara sedarah yang menderita thalassemia,
(2) Kadar hemoglobin relatif rendah antara 10-12 g/dl walaupun sudahminum
obat penambah darah seperti zat besi,
(3) Ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal walaupun keadaan Hbnormal
DAFTAR PUSTAKA
Sukri, A. (2016). Mengenal, Mendampingi, dan Mengenal Thalasemia. Jakarta: Bee Media
Pustaka.
Wong, D. L. et all (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai