THALASEMIA
Oleh:
TIM PKRS
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
2017
I. LATAR BELAKANG
IV. MATERI
1. Pengertian Thalasemia.
2. Klasifikasi Thalasemia
4. Dampak Thalasemia
V. METODE
VI. MEDIA
1. Leaflet
2. PPT
Keterangan:
Presenter Pembimbing
Klinik
Moderator Audience
Observer
Fasilitator
1) Moderator
Job Description:
b) Memperkenalkan diri
2) Presenter
Job Description:
3) Fasilitator
Job Description:
4) Observer
Job Description:
b) Mencatat perilaku verbal dan non verbal peserta selama kegiatan penyuluhan
berlangsung
5. Menggali
pengetahuan awal
tentang
Thalasemia
2. Menjelaskan
Klasifikasi 2. Mendengarkan dan
Thalasemia memperhatikan
4. Menjelaskan
Dampak 4. Peserta bertanya
Thalasemia
5. Menjelaskan 5. Peserta bertanya
makanan untuk
Thalasemia
X. EVALUASI
a. Struktural
4. Tidak ada peserta penyuluhan yang meninggalkan tempat sebelum penyuluhan selesai
b. Proses
2. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan, serta peserta yang terlibat aktif dalam
penyuluhan 50% dari yang hadir
c. Hasil
Peserta mengerti dan memahami penjelasan yang diberikan oleh penyuluh yaitu sesuai
dengan tujuan khusus.
\
MATERI
THALASEMIA
A. DEFINISI
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan
dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk
eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yang sedikit berkurang (Supardiman, 2002).
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat
berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005). Thalasemia
adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak
atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia
akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar
tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan
sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam
sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke
seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin
berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi
tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi
menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah sekelompok penyakit
keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari
keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (Ganie, 2004). Menurut
Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang menyebabkan gangguan
sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin (Hb).
B. KLASIFIKASI
1. Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami
defek, yaitu Thalassemia dan Thalassemia . Pelbagai defek secara delesi dan
nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).
a. Thalassemia
Oleh karena terjadi duplikasi gen (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan
terdapat total empat gen (/). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia maka
terminologi untuk Thalassemia tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada
satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen
yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada
satu gen dilabel + sedangkan pada dua gen dilabel o (Sachdeva, 2006).
b. Thalasemia
Thalassemia disebabkan gangguan pada gen yang terdapat pada
kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia disebabkan point
mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara
resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah
dengan prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
2. Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan
penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya,
penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih
lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga
yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya.
Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan
akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti
jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas
thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat
sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.
Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada
umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan
seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya
dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan
lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun
individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia
minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi
masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis
keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai
ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami
pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang
hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
C. GEJALA KLINIS
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan
tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung
jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor).
Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik
(Tamam, 2009)
Talasemia- dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru
ditentukan, yakni (1) Talasemia- minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik
hipokrom. (2) Talasemia- mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada
transfusi darah. (3) Talasemia- intermedia: gejala di antara Talasemia mayor dan
minor. Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier)
(Atmakusuma, 2009).
Empat sindrom klinik Talasemia- terjadi pada Talasemia-, bergantung pada
nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai- yang diproduksi. Keempat
sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier),
Talasemia- trait (Talasemia- minor), HbH diseases dan Talasemia- homozigot
(hydrops fetalis) (Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia- mayor, penderita
dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa
dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran
kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu
empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan
mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang
terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan
penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang
panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan
tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak
lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani
transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung,
yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2009).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak
jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus
yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat
dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali,
ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu
terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya
penipisan tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis.
Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu
empedu.
2. Thalasemia Minor
Pucat
Hitung sel darah merah normal
Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah
kadar normal Sel darah merah tidak terlalu rapuh
D. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah
yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah
sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa,
kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang
kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan
trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan
dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis,
diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis,
karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008).