Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

SISTEM DRAINASE PERKOTAAN

DISUSUN OLEH :

MEYSI HALIVAH

NIM. M1D118008

Dosen Pengampu : Dr. Ir. Jalius, M. S.

Program Studi Teknik Lingkungan


Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Jambi
2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. Wb.

Salam sejahtera semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya kepada kita semua. Syukur alhamdulillah, saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas
tersusunnya makalah ini guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah drainase perkotaan.
Makalah ini disusun secara sistematik sehingga mempermudah kita untuk mempelajarinya.
Makalah ini merupakan sarana pendukung dalam kegiatan belajar khusunya mengenai drainase
perkotaan. Makalah ini berjudul “Sistem Drainase Perkotaan” diharapkan kita bisa mengetahui
dan memahami lebih dalam mengenai Drainase Perkotaan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada pembaca menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jambi, 21 Maret 2021

Meysi Halivah

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I ................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN................................................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2

1.3. Tujuan ................................................................................................................................... 2

1.4. Manfaat ................................................................................................................................. 2

BAB II.................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN .................................................................................................................. 3

2.1. Drainase Perkotaan .............................................................................................................. 3

2.2. Fungsi Drainase Perkotaan .................................................................................................. 4

2.3. Bentuk Saluran Drainase ..................................................................................................... 5

2.4. Klasifikasi Saluran Drainase Perkotaan ............................................................................. 7

2.5. Pola Jaringan Drainase ...................................................................................................... 13

2.6. Permasalahan Drainase ...................................................................................................... 15

2.7. Studi Kasus mengenai Drainase Perkotaan ...................................................................... 16

BAB III .............................................................................................................................. 25

PENUTUP ......................................................................................................................... 25

3.1. Kesimpulan ........................................................................................................................ 25

3.2. Saran ................................................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Drainase berasal dari kata drainage yang memiliki arti mengeringkan atau
mengalirkan. Drainase adalah sarana atau prasarana untuk mengalirkan air hujan dari suatu
tempat ke tempat yang lain (Dewi et al., 2014). Sedangkan sistem drainase adalah rangkaian
kegiatan yang membentuk upaya pengaliran air, baik air permukaan (limpasan/run off),
maupun air tanah (underground water) dari suatu daerah atau kawasan. Suatu kawasan harus
memiliki sistem drainase yang tertata denganbaik. Penataan sistem drainase berfungsi untuk
mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan sehingga tidak
menimbulkan genangan air yang dapat menganggu aktivitas masyarakat hingga dapat
menimbulkan kerugian dalam berbagai aspek (Fairizi, 2015).
Genangan merupakan suatu peristiwa tergenangnya air dikarenakan debit air yang
meningkat. Namun, juga dapat diartikan kurangnya kapasitas penampang saluran pembuang di
suatu kawasan sehingga air akan menggenanngi daerah tersebut. Genangan disebabkan oleh
peningkatan jumlah penduduk dan perubahan tata guna lahan. Kapasitas drainase tidak
memenuhi dan banyaknya sedimen dalam saluran drainase menyebabkan genangan.
Permasalahan genangan berawal dari meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang pesat,
selanjutnya perubahan fungsi tata guna lahan penyebab adanya genangan (Chayati & Rezi,
2018).
Banjir merupakan bencana yang umum dan biasa terjadi di Indonesia, khususnya ketika
musim hujan. Permasalahan ini hampir setiap tahun berulang, bahkan cenderung mengalami
peningkatan dari segi frekuensi, luasan, kedalaman, dan durasi. Penyebab utama banjir di
perkotaan dimulai dari pertambahan penduduk yang sangat besar di atas rata-rata pertumbuhan
nasional akibat urbanisasi. Pertambahan penduduk ini tidak diimbangi dengan penyediaan
sarana dan prasarana perkotaan yang memadai sehingga morfologi kota menjadi tidak teratur.
Banjir terjadi akibat tidak berfungsinya drainase sebagai saluran untuk menyalurkan kelebihan
air. Pemanfaatan lahan yang tidak tertib turut menyebabkan persoalan drainase di perkotaan
menjadi sangat kompleks. Selain karena masalah sedimentasi, kondisi saluran yang rusak juga
menjadi salah satu penyebab terjadinya genangan. Penyebab lain terjadinya banjir atau
genangan air adalah adanya perubahan dari lanskap alami menjadi lahan terbangun dalam
wujud jalan, area parkir, trotoar, dan gedung perkantoran, sehingga meningkatkan permukaan
yang kedap air (Sadewo & Sutoyo, 2018). Drainase berkaitan erat dengan terjadinya peristiwa

1
genangan atau banjir, maka dari itu perlu diketahui lebih dalam mengenai drainase terutama
drainase di daerah perkotaan dalam suatu bidang ilmu drainase perkotaan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah djelaskan sebelumnya, maka diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan drainase perkotaan?
2. Apakah fungsi dari drainase perkotaan?
3. Bagaimana bentuk saluran drainase perkotaan?
4. Bagaimana jenis-jenis saluran drainase perkotaan?
5. Apa saja pola saluran drainase perkotaan?
6. Bagaimana permasalahan drainase perkotaan?
7. Jelaskan studi kasus mengenai drainase perkotaan?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan definisi drainase perkotaan.
2. Mengetahui fungsi dari drainase perkotaan.
3. Mengetahui berbagai macam bentuk saluran drainase perkotaan.
4. Mengetahui jenis-jenis saluran drainase perkotaan.
5. Mengetahui pola saluran drainase perkotaan.
6. Mengetahui permasalahan drainase perkotaan.
7. Mengetahui studi kasus mengenai drainase perkotaan.
1.4. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui pengertian dan definisi drainase perkotaan.
2. Mahasiswa mengetahui fungsi dari drainase perkotaan.
3. Mahasiswa mengetahui berbagai macam bentuk saluran drainase perkotaan.
4. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis saluran drainase perkotaan.
5. Mahasiswa mengetahui pola saluran drainase perkotaan.
6. Mahasiswa mengetahui permasalahan drainase perkotaan.
7. Mahasiswa mengetahui studi kasus mengenai drainase perkotaan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Drainase Perkotaan


Drainase dalam bahasa Inggris berasal dari kata drainage memiliki arti mengalirkan,
menguras, membuang, atau mengalihkan air. Drainase berasal dari kata kerja “to drain” yang
berarti mengerinkan atau mengalirkan air merupakan terminology yang berguna untuk
menyatakan sistem sistem mengenai penanganan masalah kelebihan air, baik diatas maupun
dibawah tanah yang terbentuk secara alami atau rekayasa buatan manusia.
Drainase didefinisikan secara umum sebagai suatu tindakan untuk mengurangi
kelebihan air yang berasal dari air hujan, rembesan, hingga kelebihan air irigasi dari suatu
kawasan atau lahan sehingga kawasan atau lahan berfungsi secara optimal (Suripin, 2004).
Sedangkan menurut Hasmar (2011) drainase diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan
tertentu. Selanjutnya menurut Kodoatie (2005) drainase adalah usaha untuk mengontrol
kualitas air tanah mencakup air permukaan dan air tanah, air yang mengalir dipermukaan
diusahakan dibuang supaya tidak menimbulkan genangan yang mengganggu aktivitas hingga
menyebabkan kerugian. Sistem drainase didefinisikan sebagai rangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi hingga membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan,
sehingga dapat berfungsi secara optimal. Bangunan sistem drainase secara umum terdiri dari
saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (conveyor drain), saluran induk
(main drain), dan badan air penerima (receiving water) (Suripin, 2004).
Pertumbuhan penduduk dan aktivitas pembangunan yang meningkat akan
menyebabkan perubahan tata guna lahan, seperti lahan terbuka dibangun perumahan dan
dijadikan area pemukiman. Dampak dari perubahan tataguna lahan adalah meningkatnya aliran
permukaan dan menurunnya kandungan atau cadangan air tanah. Air selain berfungsi sebagai
sumber kehidupan, namun juga berpotensi sagngat besar dalam terjadinya bencana yang
merugikan manusia (Brata, 2020).
Pengembangan drainase berkelanjutan berkonsep pada meningkatkan daya penggunaan
air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan konservasi lingkungan. Konsep tersebut
dipresentasikan dengan mengelola air limpasan permukaan dengan cara mengembangkan
fasilitas untuk menahan air hujan (rainfall retention fascilities). Fasilitas penahan air hujan
berdasarkan fungsi dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe yakni; tipe penyimpanan (storage
types) dan tipe peresapan (infiltration types) (Brata, 2020).

3
Gambar Klasifikasi Fasilitas Penahan Air Hujan
Fasilitas penyimpanan air hujan di luar lokasi berguna untuk mengumpulkan dan
menyimpan limpasan air hujan diujung hulu saluran atau tempat lain dengan membangun
retarding basin atau kolam pengatur basin. Penyimpanan di lokasi dikembangkan supaya air
yang jatuh di daerah tersebut tidak langsung dibuang ke saluran. Fasilitas penyimpanan tidak
hanya memanfaatkan bangunan, tapi dapat juga menggunakan lahan terbuka. Fasilitas resapan
dikembangkan di area yang memiliki tingkat permeabilitas tinggi dan secara teknis pengisian
air tanah tidak mengganggu stabilitas geologi. Fasilitas resapan berupa parit, sumur, kolam
maupun perkerasan yang porus. Sistem drainase konvesional berbeda dengan sistem drainase
berkelanjutan. Sistem drainase konvensional dilakukan dengan mengalirkan air hujan langsung
ke badan air dan diteruskan ke laut. Sistem tersebut hanya berfokus dalam membuang atau
mengalirkan air hujan supaya tidak menggenang, maka dari itu tidak memerlukan fasilitas
resapan air seperti sumur resapan, kolam, dan fasilitas lainnya (Brata, 2020).

2.2. Fungsi Drainase Perkotaan


Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang penting untuk dirancang sebagai sistem
sehingga memenuhi kebutuhan masyarakat dalam perencanaan kota terkhusus dalam
perencanaan infrastruktur (Murtaningsih, 2009). Drainase dalam mengontrol kualitas air tanah
menurut R. J. Kodoatie memiliki fungsi sebagai berikut.

4
1. Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat dari permukiman) dari genangan
air, erosi dan banjir.
2. Karena aliran lancar maka drainase juga berfungsi memperkecil resiko kesehatan
lingkungan, bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya.
3. Kegunaan tanah permukiman padat akan menjadi lebih baik karena terhindar dari
kelembaban.
4. Dengan sistem yang baik tata guna lahan dapat dioptimalkan dan juga memperkecil
kerusakan-kerusakan struktur tanah untuk jalan dan bangunan lainnya.

Drainase perkotaan memiliki fungsi secara umum diuraikan dalam 4 (empat) hal sebagai
berikut (Dewi et al., 2014).
1. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya lebih rendah dari
genangan
2. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya agar tidak
membanjiri atau menggenangi kota yang dapat merusak selain harta benda masyarakat
juga infrastruktur perkotaan.
3. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat dimanfaatkan untuk
persediaan air dan kehidupan akuatik.
4. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.

2.3. Bentuk Saluran Drainase


Saluran drainase memiliki bentuk-bentuk yang beragam dimana akan diaplikasikan
sesuai dengan peruntukan dan kebutuhan dilapangan. Berikut bentuk-bentuk saluran drainase
(Anggraini, 2018), antara lain:

2.3.1. Bentuk Saluran Terbuka


1. Bentuk Trapesium
Saluran dengan bentuk trapesium biasanya digunakan untuk daerah yang mempunyai
lahan cukup luas, dan harga lahan murah, serta dirancang untuk saluran yang relatif
besar.

5
Gambar Bentuk Saluran Trapesium
2. Bentuk Segi Empat
Saluran dengan bentuk segi empat digunakan pada daerah yang lahannya tidak terlalu
lebar dan harga lahan tinggi, biasanya digunakan untuk saluran yang relative besar dan
sedang.

Gambar Bentuk Saluran Segi Empat


3. Bentuk Setengah Lingkaran
Saluran berbentuk setengah lingkaran dipergunakan untuk saluran di lingkungan
permukiman yakni saluran sekunder dan tersier.

Gambar Bentuk Saluran Setengah Lingkaran


4. Bentuk Segi Tiga
Saluran bentuk segi tiga digunakan secara umum di daerah pemukiman sebagai saluran
tersier. Saluran ini memiliki keuntungan berupa dapat mengalirkan air dengan debit
yang kecul, sedangkan kerugiannya yaitu sulit dalam pemeliharaan.

6
Gambar Bentuk Saluran Segi Tiga
2.3.2. Bentuk Saluran Tertutup
Saluran tertutup secara umum dipergunakan pada daerah yang memiliki kriteria sebagai
berikut.
1. Daerah dengan lahan terbatas seperti pasar dan pertokoan
2. Daerah dengan lalu lintas padat pejalan kaki
3. Daerah dengan lahan yang dipergunakan sebagai lahan parker.
Keuntungan saluran tertutup diuraikan dalam poin berikut.
1. Mudah dalam menyiapkan cekungan
2. Mudah dalam menghitung ukuran yang dibutuhkan oleh debit air.

Kerugian saluran tertutup yaitu perlu menyiapkan peletakan yang sesuai supaya tidak
sulit dalam pemeliharaan, dan apabila terjadi penyumbatan sulit untuk diidentifikasi.

Gambar Bentuk Saluran Tertutup

2.4. Klasifikasi Saluran Drainase Perkotaan

2.4.1. Klasifikasi Saluran Drainase secara Umum

Sistem jaringan saluran drainase di dalam wilayah suatu perkotaan terbagi menjadi 2
(dua) sebagai berikut.
1. Sistem drainase mayor merupakan suatu sistem saluran yang menampung dan
mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hucan (catchment area). Umumnya

7
sistem ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase
utama (major system) atau drainase primer. Sistem jaringan menampung aliran yang
berskala besar dan luas meliputi saluran primer, kanal-kanal atau sungai-sungai.
Perencanaan drainase makro direncanakan untuk dipakai dengan periode 5 hingga 10
tahun serta pengukuran topografi yang detail sangat diperlukan dalam perencanaan.
2. Sistem drainase minor adalah sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang
berguna untuk menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan dimana
sebagian besar di dalam wilayah kota, secara keseluruhan seperti saluran di sepanjang
sisi jalan, saluran atau selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran
drainase kota lain yang debit airnya yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar.
Secara umum saluran drainase mikro direncanakan dengan periode 2, 5, hingga 10
tahun tergantung pada tata guna lahan. Daerah pemukiman biasanya menggunakan
sistem drainase minor.
2.4.2. Klasifikasi Saluran Drainase Buatan
Saluran drainase perkotaan berdasarkan cara kerjanya, jenis saluran drainase buatan
dibedakan menjadi;
1. Saluran interceptor (saluran penerima)
Saluran penerima berguna sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu
daerah terhadap daerah lain di bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan
pada bagian yang relatif sejajar dengan garis kontur. Outlet dari saluran ini biasanya
terdapat di saluran collector atau conveyor atau langsung di natural drainage/sungai
alam.
2. Saluran collector (saluran pengumpul)
Saluran pengumpul berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran
drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran conveyor (pembawa).
3. Saluran conveyor (saluran pembawa)
Saluran pembawa berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi
pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui.
2.3.3. Klasifikasi Saluran Drainase berdasarkan Fisiknya
Saluran drainase berdasarkan fisiknya dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai
berikut.
1. Sistem saluran primer

8
Sistem saluran primer adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran
sekunder. Dimensi saluran ini relatif besar dan aliran dari saluran primer langsung
dialirkan ke badan air.
2. Sistem saluran sekunder
Sistem saluran sekunder berupa saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima
aliran air dari salura tersier dan limpasan air dari permukaan sekitarnya dan
meneruskannya kesaluran primer. Dimensi saluran ini tergantung dengan debit yang
dialirkan.
3. Sistem saluran tersier
Sistem saluran tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase
lokal. Sistem saluran ini umumnya melayani kawasan kota tertentu seperti kompleks
perumahan, areal pasar, areal industri dan komersial.

2.3.4. Klasifikasi Saluran Drainase berdasarkan Keberadaan


Sistem jaringan drainase menurut keberadaannya dapat dibedakan menjadi dua, antara
lain:
1. Natural drainage (drainase alamiah)
Drainase alamiah terbentuk melalui proses alamiah yang terbentuk dalam kurun waktu
yang lama mengikuti hukum alam yang berlaku. Sistem ini berwujud sebagai sungai
beserta anak-anak sungainya yang membentuk suatu jaringan alur aliran.
2. Artifical drainage (drainase buatan)
Drainase buatan dibuat oleh manusia, dimaksudkan sebagai upaya penyempurnaan atau
melengkapi kekurangan-kekurangan sistem drainase alamiah dalam fungsinya
membuang kelebihan air yang dapat mengganggu. Kedua sistem drainase ini menjadi
suatu kesatuan yang berfungsi bersama dan berdampingan.
2.3.5. Klasifikasi Saluran Drainase berdasarkan Konstruksi
Saluran drainase menurut konstruksinya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis
meliputi:
1. Drainase saluran terbuka
Drainase saluran terbuka berupa saluran drainase primer yaitu saluran terbuka, saluran
dari tanah, pasangan batu kali atau beton.
2. Drainase saluran tertutup
Kawasan perkotaan yang padat biasanya menggunakan saluran drainase tertutup
Saluran berupa beton yang dilengkapi dengan bak pengontrol, atau saluran pasangan
9
batu kali/beton yang diberi plat penututup dari beton bertulang. Karena tertutup, maka
perubahan penampang saluran akibat sedimentasi, sampah dan lain-lain tidak dapat
terlihat dengan mudah.

2.3.6. Klasifikasi Saluran Drainase berdasarkan Fungsi

Saluran drainase menurut fungsinya dapat dibedakan menjadi 3 (dua) jenis sebagai
berikut.
1. Sistem Jaringan Terpisah (Sepairate Sistem)
Sistem jaringan terpisah adalah sistem dimana air buangan disalurkan tersendiri dalam
jaringan roil tertutup, sedangkan limpasan air hujan disalurkan tersendiri dalam saluraan
drainase khusus untuk air yang tidak tercemar. Air kotor dan air hujan dilayani oleh sistem
saluran masing-masing secara terpisah. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa
pertimbangan antara lain:
a. Periode musim hujan dan kemarau yang terlalu lama.
b. Kualitas yang jauh berbeda antara air buangan dan air hujan.
c. Air buangan memerlukan pengolahan terlebih dahulu sedangkan air hujan tidak perlu
dan harus secepatnya dibuang ke sungai yang terdapat pada daerah yang ditinjau.
Keuntungan:
a. Sistem saluran mempunyai dimensi yang kecil sehingga memudahkan pembuatannya
dan operasinya.
b. Penggunaan sistem terpisah mengurangi bahaya bagi kesehatan masyarakat.
c. Pada instalansi pengolahan air buangan tidak ada tambahan beban kapasitas, karena
penambahan air hujan.
d. Pada sistem ini untuk saluran air buangan bisa direncanakan pembilasan sendiri, baik
pada musim kemarau maupun musim hujan.
Kerugian:
Perencanaan harus membuat 2 sistem saluran sehingga memerlukan tempat yang luas
dan biaya yang cukup besar.

10
Gambar Sistem Jaringan Terpisah
2. Sistem Tercampur (Pseudo Sepairate Sistem)
Air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran yang sama. Saluran ini harus
tertutup, pemilihan sistem ini didasarkan atas beberap pertimbangan antara lain:
a. Debit masing-masing buangan relative kecil sehingga dapat disatukan.
b. Kuantitas air buangan dan air hujan tidak jauh berbeda.
c. Fluktuasi curah hujan dari tahun ke tahun relative kecil.
Keuntungan:
a. Hanya diperlukan satu sistem penyaluran air sehingga dalam pemilihannya lebih
ekonmis.
b. Terjadi pengeceran air buangan oleh air hujan sehingga konsentrasi air buang
menurun.
Kerugian:
Memerlukan area yang luas untuk menempati instalansi tambahan untuk penaggulangan
di saat-saat tertentu.
3. Sistem Kombinasi (Combinated Sistem)
Sistem kombinasi adalah gabungan antara saluran air buang dan saluran air hujan dimana
pada waktu musim hujan air buangan dan air hujan tercampur dalam saluran air buangan.
Sedangkan air hujan berfungsi sebagai pengecer dan pengelontor. Kedua saluran ini tidak
bersatu tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaan interseptor. Beberapa faktor yang dapat
digunakan dalam menetukan pemilihan sistem antara lain:
a. Perbedaan yang besar antara kuantitas air buangan yang akan disalurkan melalui
jaringan penyalur air buangan dan kuantitas curah hujan pada daerah pelyanan.
b. Umumnya didalam kota dilalui sungai-sungai dimana air hujan secepatnya dibuang ke
dalam sungai-sungai tersebut.

11
c. Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi air hujan yang tidak
tetap.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka secara teknis dan ekonomis sistem
yang memungkinkan untuk diterapkan adalah sistem terpisah antara air buangan rumah tangga
dengan air buangan yang berasal dari air hujan. Jadi air buangan yang akan diolah dalam
bangunan pengelohan air bungan hanya berasal dari aktivitas penduduk dan industri.

2.3.7. Klasifikasi Saluran Drainase berdasarkan Konsep

Berdasarkan konsepnya sistem jaringan drainase dapat dibedakan menjadi 2 (dua),


antara lain:
1. Drainase konvensional
Drainase konvensional adalah upaya membuang atau mengalirkan air kelebihan
secepatnya ke sungai terdekat. Dalam konsep drainase konvensional, seluruh air hujan
yang jatuh di suatu wilayah harus secepatnya dibuang ke sungai dan seterusnya
mengalir ke laut. Jika hal ini dilakukan pada semua kawasan, akan memunculkan
berbagai masalah, baik di daerah hulu, tengah, maupun hilir. Dampak dari pemakaian
konsep drainase konvensional tersebut dapat kita lihat sekarang ini, yaitu kekeringan
yang terjadi di mana-mana, juga banjir, longsor, dan pelumpuran. Kesalahan konsep
drainase konvensional yang paling pokok adalah filosofi membuang air genangan
secepatnya ke sungai. Demikian juga mengalirkan air secepatnya berarti menurunkan
kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah. Dengan demikian, cadangan air
tanah akan berkurang kekeringan di musim kemarau akan terjadi. Sehingga banjir dan
kekeringan merupakan dua fenomena yang saling memper parah dan terjadi susul-
menyusul.
2. Drainase ramah lingkungan
Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan
dengan cara sebanyak-banyaknya meresapkan air ke dalam tanah secara alamiah atau
mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya. Dalam
drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan harus dikelola
sedemikian rupa sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun diusahakan
meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan pada
musim kemarau. Beberapa metode drainase ramah lingkungan yang dapat dipakai
diantaranya adalah metode kolam konservasi, metode sumur resapan, metode river side
polder, dan metode pengembangan areal perlindungan air tanah.

12
2.5. Pola Jaringan Drainase
Pola jaringan drainase merupakan perpaduan antara satu saluran dengan saluran
lainnya, baik saluran yang memiliki fungsi sama maupun berbeda dalam suatu kawasan
tertentu. Perencanaan sistem drainase bukan hanya memperhatikan dimensi saluran yang
sesuai, namun juga memperhatikan kinerja setiap saluran sehingga pengaliran lancar dan
berjalan dengan baik (Fathurrahman, 2020). Beberapa contoh model pola jaringan yang dapat
diterapkan dalam perencanaan jaringan drainase meliputi:
1. Pola alamiah
Pola alamiah memiliki kesamaan dengan pola siku, namun meimiliki beban sungai pada
pola alamiah lebih besar.

Gambar Pola Jaringan Drainase Alamiah

2. Pola siku
Pembuatan pola siku dilakukan pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih
tinggi dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada akhir berada di
tengah kota.

Gambar Pola Jaringan Drainase Siku


3. Pola paralel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang
(sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi perkembangan kota,
saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri.

13
Gambar Pola Jaringan Drainase Paralel
4. Pola grid iron
Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran
cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulan.

Gambar Pola Jaringan Drainase Grid Iron

5. Pola radial
Pola radial dibangun di daerah berbukit, dimana saluran ini mempunyai pola saluran
memencar ke segala arah.

Gambar Pola Jaringan Drainase Radial


6. Pola jaring-jaring
Pola jaring-jaring mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan
raya dan cocok untuk daerah dengan topografi datar.

14
Gambar Pola Jaringan Drainase Jaring-Jaring

2.6. Permasalahan Drainase


Drainase perkotaan memiliki permasalahan yang kompleks, dimana terdapat banyak
faktor yang mempengaruhi dan perlu dipertimbangkan dalam perencanaan (Murtaningsih,
2009), antara lain:
1. Peningkatan Debit
Manajemen sampah di daerah perkotaan yang kurang baik memberikan dampak berupa
percepatan pendangkalan/penyempitan saluran dan suangai. Kapasitas penampungan
saluran dan sungai menjadi berkurang sehingga tidak mampu menampung debit yang
ada kemudian air akan meluap dan menjadi genangan hingga banjir.
2. Penataan Lingkungan
a. Perkembangan perumahan-perumahan baru terutama oleh developer/pengembang
tidak diikuti dengan penataan drainase yang memadai.
b. Bangunan-bangunan penduduk yang mempersempit dimensi saluran.
c. Perubahan bentuk kontur untuk pengembangan pemukiman sebagian telah merubah
arah aliran yang berdampak kesenjangan antara rencana penataan drainase dengan
kenyataan.
3. Perubahan Tata Guna Lahan
a. Pada daerah-daerah bekas persawahan, pada awalnya saluran drainase yang ada
merupakan saluran irigasi. Perubahan fungsi ini tidak diikuti dengan perubahan
desain saluran.
b. Perubahan tata guna lahan yang tidak sesuai dengan perencanaan, terutama pada
daerah bantaran sungai dan badan-badan saluran untuk pemukiman.
c. Hampir semua kawasan merupakan lahan bangunan dan kawasan resapan yang ada
sangat kecil.
d. Sebagian saluran yang ada masih saluran alam padahal lahan yang semula kosong
telah menjadi pemukiman padat.

15
4. Kapasitas Saluran
Saluran yang sudah ada kurang mampu menampung kapsitas debit air hujan, namun
lahan untuk pengembangan saluran sudah tidak ada (normalisasi) non teknis.
5. Penyalahgunaan Fungsi
Penyalahgunaan fungsi saluran itu sendiri yang sebagian saluran masih berfungsi
campuran (mixed used) untuk drainase dan saluran limbah.
6. Peran Masyarakat
Kurangnya kesadaran masyarakat/partisipasi masyarakat yang rendah yang membuang
sampah pada saluran sehingga mengakibatkan jalan air tidak lancar.

Pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaan sistem drainase di wilayah kota yang


sudah padat mempunyai beberapa permasalahan (Anggraini, 2018), antara lain:
1. Kurangnya lahan untuk pengembangan sistem drainase.
2. Kesulitan teknis sering timbul pada pemeliharaan saluran karena bagian atas sudah
ditutup oleh bangunan sehingga pada waktu pengerukan tidak bisa dinormalisir seluruh
sistem yang ada.
3. Sampah terutama sampah domestik banyak menumpuk di saluran sehinggga
mengakibatkan pengurangan kapasitas dan penyumbatan saluran.
4. Drainase masih dipandang sebagai proyek yang menyulitkan keterlibatan aktif
masyarakat karena drainase sering dipandang tempat kumuh dan berbau.
5. Sistem drainase sering tidak berfungsi optimal akibat adanya pembangunan
infrastruktur lainnya yang tidak terpadu dan tidak melihat keberadaan sistem drainase
seperti jalan, kabel Telkom dan pipa PDAM.
6. Secara estetika, drainase tidak merupakan infrastruktur yang bisa dilihat keindahannya
karena fungsinya sebagai pembuangan air dari semua sumber.

2.7. Studi Kasus mengenai Drainase Perkotaan


Studi kasus drainase perkotaan di Kota Tangerang. Penelitian dengan judul “Evaluasi
Perencanaan Sistem Penyaluran Drainase di Kelurahan Jurumudi Kecamatan Benda Kota
Tangerang” dilakukan oleh Mirza Khoerun Furqon Mulya, Eka Wardhani, dan Agung Ghani
Kramawijaya. Berdasarkan pada Peratutan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012
tentang RTRW, kelurahan Jurumudi termasuk daerah rawan banjir, terdapat dua titik banjir
yakni Jalan Permata Bandara dan Jalan Pergudangan. Penelitian dilakukan dengan
mengevaluasi dimensi eksisting dan rencana. Tahapan yang dilaksanakan berupa analisis
CHHM dengan Metode Gumbel, Log Pearson III, dan Iwai Kedoya. Analisis intensitas hujan

16
dilakukan dengan Metode Van Breen, Bell-Tanimoto, dan Hasper der Weduwen melalui
pendekatan matematis persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Perhitungan debit rencana
dilakukan dengan metode rasional. Perhitungan dimensi saluran dilakukan berdasarkan
persamaan Manning (Mulya, 2020).

2.7.1. Pendahuluan

Kota Tangerang termasuk kedalam 2 provinsi terbesar di Indonesia. Letak geografis Kota
Tangerang yang strategis mendukung pertumbuhan aktivitas industry, perdagangan, dan jasa.
Serta bidang perekonomian lainnya. Peratutan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012
tentang Rencana tata Ruang Wilayah Kota Tangerang menjelaskan bahwa Kecamatan Benda
termasuk didalam kawasan rawan banjir. Kondisi rawan banjir di Kecamatan Banda
diakibatkan oleh terdapat pendangkalan di beberapa bagian saluran, konstruksi drainase yang
tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan serta alih fungsi lahan dari kondisi alam menjadi
lahan dengan fungsi komersial seperti pertokoan, mall, jalan, perumahan, serta tertutupnya
street inlet oleh beberapa aktivitas sehingga air hujan tidak dapat masuk ke dalam saluran
drainase menyebabkan tutupan lahan berubah yang kemudian meningkatkan debit limpasan.
Menurut Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang, salah satu Kelurahan di Kecamatan Benda
yang selalu tergenang saat hujan adalah Kelurahan Jurumudi.
Kelurahan Jurumudi memiliki 2 titik genangan utama yaitu pada Jalan Permata Bandara
dan Akses Jalan Belakang Pergudangan. Banjir juga menyebabkan kerusakan fasilitas umum
seperti jalan, tanggul, pintu air, dan jembatan yang membuat akses menuju kantor
pemerintahan, rumah penduduk, serta industri terhambat. Maka dari itu diperlukan evaluasi
sistem pengendalian banjir di Kelurahan Jurumudi, karena akan menyeabkan kerugian di
berbagai aspek kehidupan kota seperti; resiko terhadap kesehatan, kerugian ekonomi, dan
gangguan terhadap infrastruktur perkotaan.

2.7.2. Metodologi

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Kota Tangerang dengan luas


wilayah sebesar 232,1 Ha dan panjang saluran drainase keseluruhan 14.331 meter. Analisis
titik genangan dilakukan dengan membandingkan dimensi hasil perhitungan dengan dimensi
eksisting.

2.7.3. Pengumpulan Data

17
Data yang diperlukan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa
observasi kondisi wilayah di daerah perencanaan sistem drainase yajkni daera aliran sungai
eksisting dan titik bajir di Kelurahan Jurumudi. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan
meliputi data curah hujan, peta topografi, peta tata guna lahan, dokumen Rencana Tata Ruang
Wilayan (RTRW) yang didapatkan dari instansi Badan Perencanaan Daerah Kota Tangerang,
BMKG Kota Tangerang, Badan Pusat Statistik, dan Dinas Perumahan dan Pemukiman.

2.7.4. Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data dilakukan secara berurutan antara lain;


1. Limpasan permukaan
a. Curah hujan harian maksimum
Kelurahan Jurumudi mempunyai 4 pos pengamat hujan antara lain Stasiun Cengkareng,
Cengkareng Drain, Tangerang dan Pondok Betung. Penentuan stasiun utama dilakukan
dengan Metode Poligon Thiessen. Apabila telah diketahui data tinggi curah hujan harian
maksimum dari stasiun utama dan pembanding, dilakukan uji konsistensi dan uji homogenitas
untuk melihat distribusi yang paling tepat dari data-data curah hujan yang tersedia. Data yang
telah homogen kemudian dilakukan analisis curah hujan rancangan berdasarkan metode
distribusi Gumbel, Log Pearson III dan Iwai Kedoya.
b. Intensitas curah hujan
Analisis intensitas hujan dilakukan dengan Metode Van Breen, Bell-Tanimoto, dan
Hasper der Weduwen melalui pendekatan matematis persamaan Talbot, Sherman, dan
Ishiguro untuk kemudian dicari persamaan terbaik berdasarkan tipe umum, yaitu:
𝑎
𝐼= .................................................................................................................. (1)
𝑡+𝑏
Keterangan:
I : intensitas curah hujan (mm/jam)
a = b : koefisien terpilih
t : durasi hujan (menit)

c. Koefisien aliran permukaan


Jika Daerah Aliran Sungai (DAS) terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan
koefisien aliran permukaan (C) yang berbeda maka persamaan yang digunakan sebagai
berikut.
(∑ 𝐶𝑖 ×𝐴𝑖)
𝐶𝑟 = ∑ 𝐴𝑖
........................................................................................................ (2)
Keterangan:
Cr : koefisien limpasan
Ci : koefisien limpasan ke-i

18
A : luas lahan daerah tangkapan (ha)

d. Waktu konsentrasi
Perhitungan waktu konsentrasi terdiri dari waktu yang dibutuhkan oleh air hujan mengalir
di atas permukaaan tanah ke saluran terdekat (to) dan waktu yang diperlukan air mengalir di
dalam saluran (td).
𝑡𝑐 = 𝑡0 + 𝑡𝑑 ........................................................................................................ (3)
𝑅1,92
𝑡𝑒 = ............................................................................................................ (4)
1,1 . 𝑅
54𝑅+0,7𝑅2
𝑡𝑒 = ....................................................................................................... (5)
0,3 𝑅
6,33 ( 𝑛 𝐿𝑜 0,62 )
𝑡𝑒 = .................................................................................................. (6)
(𝐶𝑜.𝐼𝑒)0,4 𝑆𝑜 0,3
𝐿𝑠
𝑡𝑑 = ............................................................................................................ (7)
60 .𝑣𝑑
Keterangan:
tc : waktu konsentrasi (menit); t 0 : waktu limpasan awal (menit); t e : waktu hujan kritis (menit);
R : tinggi hujan (mm/hari); Ie: tinggi hujan kritis (mm/hari); L0 : panjang medan limpasan awal
(meter); Ls : panjang saluran (meter); vd : kecepatan rata-rata dalam saluran (meter/detik)
e. Debit banjir rencana
Metode rasional digunakan dalam menghitung debit banjir rencana. Persamaan yang
digunakan sebagai berikut.
1
𝑄 = 360 × 𝐶. 𝐼. 𝐴 ................................................................................................. (8)
Keterangan:
Q : debit limpasan (m3/detik); C : koefisien limpasan; I : intensitas hujan rencana (mm/hari);
A : luas lahan daerah tangkapan (ha)
2. Dimensi penampang saluran
analisis kapasitas saluran yang berbentuk segiempat digunakan persamaan sebagai berikut.
𝐴 = 𝐵 × ℎ .............................................................................................................. (9)
𝑃 = 𝐵 × 2ℎ ........................................................................................................... (10)
𝐴
𝑅 = 𝑃 ..................................................................................................................... (11)
1
𝑉= × 𝑅1/2 × 𝑆 2/3 ......................................................................................... (12)
𝑛
𝑄 = 𝐴 × 𝑉 ............................................................................................................. (13)
𝑓 = √𝐵 × 𝐶𝑓 ........................................................................................................ (14)
Keterangan:
R : jari-jari hidrolis (meter); A : luas saluran (ha); P : keliling basah saluran (meter); B : lebar
saluran (meter); h : tinggi saluran (meter); Q : debit limpasan (m3/detik); v : kecepatan aliran
(m/detik); S : kemiringan memanjang saluran (m/m); n : koefisien kekasaran Manning
3. Evaluasi kapasitas saluran

19
Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan dimensi saluran eksisting dan rencana.
Perbandingan dimensi dilakukan pada Jalan Komplek Pergudangan dan Jalan Permata Bandara
meliputi 5 saluran drainase.

2.7.5. Hasil dan Pembahasan


1. Saluran Drainase Eksisting
Pengaliran air saluran drainase mengikuti kondisi topografi dan kontur alami tanah.
Penentuan debit dilakukan dengan membagi daerah pengaliran dalam blok. Maka ditentukan
11 blok pengaliran di Kelurahan Jurumudi. Berikut gambar permasalahan drainase di
Kelurahan Jurumudi.

Gambar Kondisi Eksisting Saluran Drainase Bermasalah di Kelurahan Jurumudi

Gambar Saluran Drainase di Kelurahan Jurumudi

20
2. Analisis Curah Hujan Harian Maksimum
Penentuan stasiun utama dengan metode Poligon Thiesen diperoleh stasiun sengkaren.
Berikut gambar grafik hujan harian maksimum yang sebelumnya telah dilakukan konsistensi
dan homogen.

Gambar Curah Hujan Harian Maksimum di Stasiun Cengkareng


Analisis untuk memperoleh frekuensi besaran peristiwa ekstrim menggunakan tiga
metode sebagai berikut.
Tabel Perbandingan Metode Curah Hujan Harian Maksimum

Metode ditentukan dengan uji chi kuadrat. Maka ditentukan menggunakan metode Iwai
kedoya dalam menentukan curah hujan maksimum dalam periode 5 tahun sebesar 235 mm/hari
dan 10 tahun sebesar 321 mm/hari.
3. Analisis Intensitas Hujan
Penentuan dengan menggunakan uji statistik chi kuadrat, diperoleh pendekatan dengan
Metode Van Breen. Berikut kurva intensitas hujan berdasarkan Metode Van Breen.

21
Gambar Kurva Intensitas Hujan berdasarkan Metode Van Breen
Pendakatan yang digunakan untuk besaran intensitas hujan rencana setiap daerah
pengaliran di Kelurahan Jurumudi adalah:
𝟏𝟑.𝟎𝟕𝟓,𝟎𝟒 𝟏𝟖.𝟎𝟑𝟎,𝟒𝟓
𝑰𝟓 = ; 𝑰𝟏𝟎 =
𝒕+𝟕𝟐,𝟖𝟒 𝒕+𝟗𝟗,𝟑𝟖

4. Perhitungan Debit
Perhitungan debit rencana dibutuhkan untuk mengetahui besaran air limpasan yang
berpengaruh pada lokasi genangan di ruas Jalan Pergunangan dan Jalan Permata Bandara.

Tabel Perhitungan Debit Rencana

5. Perhitungan Dimensi
Perhitungan dimensi menggunakan persamaan kontinuitas. Saluran yang direncanakan
berbentuk persegi, hasil perhitungan dimensi saluran dilihat pada tabel berikut.

22
Tabel Dimensi Saluran Rencana

6. Evaluasi Dimensi Eksisting


Jaringan drainase dievaluasi bertujuan untuk mengetahui saluran-saluran yang tidak
mampu menampung debit air hujan dengan intensitas tertentu. Apabila dimensi eksisting
kurang dari dimensi rencana maka perlu direncanakan ulang sebagai upaya perbaikan.
Tabel Perbandingan Dimensi Rencana dan Dimensi Eksisting

Perbandingan antara dimensi eksisting dan dimensi rencana menunjukkan bahwa


seluruh jalur pada ruas Jalan Pergudangan dan jalan Permata Bandara tidak sapat menampung
debit limpasan. Maka dari itu, diperlukan penanganan dengan mempersesar dimensi saluran
yakni melalui memperlebar atau memperdalam saluran.

Penelitian ini dapat disimpulkan bahawa di Kelurahan Jurumudi terdapat pada Jalan
Permata Bandara dan Jalan Pergudangan dimana saluran dibagi menjadi 2 outfall. Debit akhir
pada outfall 2 sebesar 1,52 m3/detik dan 6,42 m3/detik pada outfall 3 dengan dimensi saluran
rencana 50x30 cm – 240x80 cm. Hasil perbandingan dimensi eksisting dan rencana
menunjukkan dimensi eksisting seluruh saluran di ruas Jalan Pergudangan dan Jalan Permata

23
Bandara sudah tidak dapat menampung debit limpasan, sehingga perlu dilakukan perbaikan
dimensi di kedua ruas jalan tersebut.

24
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Drainase adalah usaha untuk mengontrol kualitas air tanah mencakup air permukaan dan
air tanah, air yang mengalir dipermukaan diusahakan dibuang supaya tidak menimbulkan
genangan yang mengganggu aktivitas hingga menyebabkan kerugian. Sistem drainase
didefinisikan sebagai rangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi hingga
membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga dapat berfungsi secara
optimal.
2. Drainase perkotaan memiliki fungsi antara lain;
a. Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat dari permukiman) dari genangan
air, erosi dan banjir.
b Karena aliran lancar maka drainase juga berfungsi memperkecil resiko kesehatan
lingkungan, bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya.
c Kegunaan tanah permukiman padat akan menjadi lebih baik karena terhindar dari
kelembaban.
d Dengan sistem yang baik tata guna lahan dapat dioptimalkan dan juga memperkecil
kerusakan-kerusakan struktur tanah untuk jalan dan bangunan lainnya.
3. Saluran drainase perkotaan memiliki berbagai bentuk seperti; trapesium, segi empat,
setengah lingkaran, dan segi tiga.
4. Drainase perkotaan memiliki abanyak pengklasifikasian, meliputi;
a Klasifikasi saluran drainase secara umum, saluran drainase terbagi menjadi dua
yakni sistem drainase mayor dan minor.
b Klasifikasi saluran drainase buatan, klasifikasi ini membagi saluran menjadi tiga
antara lain; saluran penerima, saluran pengumpul, saluran pembawa.
c Klasifikasi saluran drainase berdasarkan fisiknya, terbagi menjadi sistem saluran
primer, sistem saluran sekunder, sistem saluran tersier.
d Klasifikasi saluran drainase berdasarkan keberadaan, yaitu drainase alamiah dan
drainase buatan.
e Klasifikasi saluran drainase berdasarkan fungsi, yakni sistem jaringan terpisah,
sistem tercampur, dan sistem kombinasi.
f Klasifikasi saluran drainase berdasarkan konsep terbagi menjadi drainase
konvensional dan drainase ramah lingkungan.

25
5. Pola saluran drainase perkotaan ter bagi dalam beberapa jenis sebagai perikut;
a Pola alamiah
b Pola siku
c Pola paralel
d Pola grid iron
e Pola radial
f Pola jaring-jaring
6. Permasalahan drainase perkotaan disebabkan oleh beberapa faktor berikut.
a Peningkatan Debit
b Penataan Lingkungan
c Perubahan Tata Guna Lahan
d Kapasitas Saluran
e Penyalahgunaan Fungsi
f Peran Masyarakat
7. Studi kasus sistem drainase di Kelurahan Jurumudi Kecamatan Benda Kota Tangerang
dilakukan oleh Mirza Khoerun Furqon Mulya, Eka Wardhani, dan Agung Ghani
Kramawijaya. Kelurahan Jurumudi termasuk daerah rawan banjir berdasarkan Perda
Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012 tentang RTRW, terdapat dua titik banjir yaitu
Jalan Permata Bandara dan Jalan Pergudangan. Analisis titik genangan dilakukan
dengan membandingkan dimensi hasil perhitungan dengan dimensi eksisting. Dalam
penelitian diperoleh bahwa Kelurahan Jurumudi terdapat pada Jalan Permata Bandara
dan Jalan Pergudangan dimana saluran dibagi menjadi 2 outfall. Debit akhir pada
outfall 2 sebesar 1,52 m3/detik dan 6,42 m3/detik pada outfall 3 dengan dimensi saluran
rencana 50x30 cm – 240x80 cm. Hasil perbandingan dimensi eksisting dan rencana
menunjukkan dimensi eksisting seluruh saluran di ruas Jalan Pergudangan dan Jalan
Permata Bandara sudah tidak dapat menampung debit limpasan, sehingga perlu
dilakukan perbaikan dimensi di kedua ruas jalan tersebut.
3.2. Saran
Penulis memahami kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam materi serta penyusunan
kata. Penulis akan memperbaiki makalah ini dengan menambah sumber dan kritik dari
pembaca.

26
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, T. A. (2018). Evaluasi Sistem Drainase Dalam Upaya Penanggulangan Banjir di


Kelurahan Lumpue Kecamatan Bacukiki Barat Kota Parepare. Skripsi. Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar.

Brata, B. A. K. (2020). Studi Kasus Sistem Jaringan Drainase Kelurahan Patemon Kecamatan
Gunungpati Kota Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Chayati, C., & Rezi, N. H. (2018). Perencanaan Drainase Vertikal Di Jalan Cendana 2
Perumahan Bumi Sumekar Asri Kecamatan Kota Kabupaten Sumenep. Ge-STRAM:
Jurnal Perencanaan Dan Rekayasa Sipil, 1(2), 58-64.

Dewi, A. K., Setiawan, A., & Saido, A. P. (2014). Evaluasi Sistem Saluran Drainase Di Ruas
Jalan Solo Sragen Kabupaten Karanganyar. E-Jurnal Matriks Teknik Sipil, 2(1), 170–
176.

Fairizi, D. (2015). Analisis dan Evaluasi Saluran Drainase pada Kawasan Perumnas Talang
Kelapa di Sub DAS Lambidaro Kota Palembang. Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan,
3(1), 755–765.

Fathurrahman. (2020). Perencanaan Saluran Drainase Bawah Tanah di Desa Midang


Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Mataram.

Mulya. (2020). Evaluasi Perencanaan Sistem Penyaluran Drainase di Kelurahan Jurumudi


Kecamatan Benda Kota Tangerang. 8(2), 90–100.

Murtaningsih. (2009). Analisis Kinerja Saluran Drainase di Daerah Tangkapan Air Hujan
Sepanjang Kali Pepe Anyar Kota Surakarta. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.

Sadewo, T., & Sutoyo, S. (2018). Kajian Sistem Drainase di Daerah Jalan Pemuda Kota
Bogor. Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan, 3(3), 111–120.

27

Anda mungkin juga menyukai