Negosiasi pada hakikatnya merupakan proses membahas dan menyepakati berbagai hal
yang semula milik masing-masing pihak (milik kami atau milik mereka) menjadi milik
bersama (milik kita). Transformasi atas “kami, mereka dan kita” dapat dibedakan menjadi
tiga dimensi. Yakni syariat dalam arti transformasi atas kami berbuat dan mereka berbuat
menjadi kita berbuat. Kedua, hakikat dalam arti transformasi atas kami berharap dan mereka
berharap menjadi kita berharap. Terakhir, makrifat dalam arti transformasi atas kami tahu dan
mereka tahu menjadi kita tahu. Dalam implementasinya para pihak (perusahaan dan SB/SP)
harus berusaha mencari solusi. Mengingat human capital (SDM) sifatnya heterogen, dinamis
dan merupakan aset sangat penting dalam organisasi/perusahaan. Komunikasi yang dibangun
semestinya tidak kontraproduktif, sehingga harus fleksibel dan saling menghargai. Agar tidak
terjadi kegagalan komunikasi maka harus menghindari kesalahan-kesalahan dalam
komunikasi.
Umumnya pengirim pesan/komunikator cepat-cepat berbicara tanpa menyusun ide, terlalu
banyak gagasan, tidak fokus, pernyataan terlalu pendek, mengabaikan pengetahuan pihak lain
dan tidak merumuskan pesan sesuai sudut pandang penerima. Bagi penerima pesan
cenderung tidak memerhatikan, menyusun jawaban sebelum mendengar secara lengkap,
memerhatikan detail bukan pesan secara keseluruhan dan menilai benar salah sebelum
memahaminya. Para pihak yang melakukan negosiasi harus memiliki imaginative,creative
dan argumentative thinking sehingga hasilnya maksimal dan menguntungkan para pihak.
Prinsip yang dipegang meliputi trust/percaya, openned/terbuka, responsible/tanggung jawab
dan interdependency/ketergantungan antara satu dengan yang lain.
Agar negosiasi berjalan baik dan menghasilkan kesepakatan yang maksimal perlu adanya
persiapan yang baik, perkirakan, rencanakan, kendalikan dan koordinasikan secara simultan.
Persiapan yang baik seperti menyiapkan kondisi yang kondusif antarpihak merupakan 50
persen keberhasilan dari negosiasi. Di sinilah diperlukan semacam team building yang
mempertemukan para pihak dalam suatu situasi dan kondisi agar saling memahami dan
mencapai semangat kebersamaan untuk fokus menyelesaikan persoalan secara terbuka,
elegan, dan humanis. Jika prosesnya diperkirakan akan menemui jalan buntu sebaiknya
ditunda, diadakan lobby yang professional. Dapat juga ditempuh jalan tawar-menawar
(bargain) maupun tukar-menukar (barter) sehingga tercapai win-win solution. Strategi yang
dapat dilakukan antara lain: menghindar, mengakomodasi, kompromi, kompetisi dan
penyelesaian masalah.
Keberhasilan negosiasi juga akan mempercepat penandatangan PKB sehingga menjadikan
kedua belah pihak nyaman dalam mencapai target-target tanpa harus ada konflik, kegaduhan,
perselisihan atau bahkan “permusuhan”. Pemecahan masalah dan penyelesaian konflik harus
dimulai dengan positive thinking dan niat baik yang diwujudkan saling memahami dan
menghargai serta melihat kepentingan yang lebih besar dan menjangkau ke depan. Kondisi
ini akan mendukung pembangunan terutama di sektor ekonomi maupun sustainability.
Para pihak yang telah mencapai kesepakatan pada kekitaan sungguh memiliki peranan yang
sangat penting dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
yang berusaha memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi
yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Hubungan industrial yang semacam ini
akan berdampak positif dan memperkukuh pilar ketenagakerjaan nasional Indonesia sehingga
SP/SB akan menjadi wadah perjuangan aspirasi yang profesional, diperhitungkan dan
menjadi tameng yang kuat. Pun, berdampak positif pada sektor ekonomi mengingat
pentingnya human capital dalam proses bisnis perusahaan. Dengan demikian, para pihak
diharapkan mampu memahami dan menguasai keterampilan bernegosiasi dalam hubungan
industrial mengingat negosiasi sangat penting peranannya dalam menyukseskan perundingan;
sehingga mampu melakukannya dengan baik dan mencapai win-win solution. Sebaiknya
meminta para trainer kaliber nasional untuk membantu.
PEMBAHASAN
A. Kerangka Pemikiran
Hubungan industrial pada dasarnya merupakan proses dan Fenomena hubungan (interrelasi dan
interaksi) diantara pekerja/Buruh dengan pengusaha, sebagai para pelaku produksi barang Maupun
jasa. Satu sama lain saling mempengaruhi dan saling Ketergantungan, agar tercipta kondisi harmonis
dalam proses Produksi (industrial harmonic), serta pengembangan ekonomi Perusahaan (economic
development). Banyak pihak yang terlibat sebagai pelaku produksi, tetapi thethe Direct actors adalah
pekerja dan pengusaha. Satu sama lain memiliki Tujuan pokok yang sama, yaitu perusahaan yang
tumbuh dan Berkembang secara ekonomis, serta meningkatnya kesejahteraan Pekerja beserta
keluarganya. Tetapi disamping kesamaan dalam Tujuan pokok, sangat memungkinkan adanya
perbedaan dalam Tujuan khusus, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan-kepentingan Individual yang
berbeda (individual interested). Hubungan diantara keduanya terjadi dalam suatu hubungan Kerja
yang terwujud setelah melalui melalui proses hukum yang Dinamakan dengan perjanjian kerja, baik
lisan maupun tertulis. Oleh Karena itu unsur utama dari hubungan industrial adalah perjanjian Kerja,
yaitu perikatan individual (individual agreement), yang di Dalamnya memunculkan hak dan
kewajiban bagi pekerja dan Pengusaha. Selain perjanjian individual, dalam hubungan industrial
Terkait pula dengan perjanjian yang bersifat kolektif (collective labor Agreement), yaitu perikatan
antara pengusaha dengan serikat pekerja Dalam satu perusahaan (konteks mikro), maupun perikatan
antara Gabungan organisasi pengusaha dengan gabungan serikat Pekerja/buruh (konteks makro). Di
dalam perikatan ini juga Memunculkan hak dan kewajiban bagi pekerja dan pengusaha secara
Kolektif. Kedua jenis perjanjian kerja tersebut, pada dasarnya Bertujuan untuk menjamin kepastian
hak dan kewajiban (persyaratan Kerja), untuk meminimalisir terjadinya perbedaan penafsiran yang
Dapat mengarah terjadinya friksi bahkan konflik hubungan Industrial. Dari uraian di atas, maka
konten di dalam hubungan Industrial sangat dipenuhi oleh proses dan kegiatan-kegiatan yang Bersifat
negosiatif, berkaitan dengan berbagai hal dalam proses Hubungan kerja, yaitu:
1. Negosiasi pada saat proses perjanjian kerja individual, sebelum Terjadinya hubungan kerja.
2. Negosiasi pada saat proses penyusunan Perjanjian Kerja Bersama (colective labor agreement),
antara pengusaha dengan serikat Pekerja/buruh maupun gabungan pengusaha dengan
gabungan Serikat pekerja/buruh.
3. Negosiasi dalam hal penerapan dan pelaksanaan perjanjian kerja Maupun perjanjian kerja
bersama, jika dalam pelaksanaannya Dinilai ada hal-hal yang tidak sesuai dengan materi
perjanjian.
4. Negosiasi dalam hal terjadinya perbedaan pendapat antara Pengusaha dengan pekerja dan atau
serikat pekerja/buruh, Mengenai tujuan yang akan dicapai maupun cara mencapai Tujuan.
5. Negosiasi mengenai jenis pekerjaan serta cara melaksanakan Pekerjaan
6. Negosiasi mengenai usulan dan pemenuhannya, berkaitan dengan Kepentingan-kepentingan
di luar materi yang telah diperjanjikan.
7. Dan sebagainya berkaitan dengan hubungan kerja.
Skema di atas ingin menjelaskan bahwa pada dasarnya Terdapat perbedaan antara tujuan organisasi
secara kolektif, dengan Tujuan pegawai secara individual. Tetapi dari perbedaan tersebut Harus
dimunculkan tujuan yang lebih tinggi, yang di dalamnya Mengakomodir kepentingan bersama. Jika
kepentingan bersama Telah dapat ditetapkan, maka akan menjadi sasaran dan tujuan Bersama yang
harus dicapai, yang di dalamnya sudah mewadahi Kepentingan semua pihak. Apabila merujuk pada
skema di atas, maka materi perjanjian Kerja baik individu maupun kolektif, di dalamnya harus
meliputi:
1. Perjanjian Fisik – Ekonomi Mengatur dan memenuhi kebutuhan tentang upah,
kesejahteraan, Jaminan sosial, waktu kerja, kondisi kerja, keselamatan kerja.
2. Perjanjian Sosial – Psikologis Mengatur dan memenuhi rasa aman, jaminan
kepastian, perlakuan manusiawi, hubungan relasitas yang baik dan kekeluargaan,
serta dukungan untuk mencapai harapan masa depan. Di bawah ini juga digambarkan
skema kesesuaian pemenuhan kebutuhan antara pekerja dengan pengusaha (Davis &
Newstrom, 1996)
Oleh karena itu, karakteristik perjuangan Serikat Pekerja dalam perumusan Perjanjian Kerja Bersama
(perundingan kolektif) senantiasa berkaitan dengan:
1. Memperjuangkan kepentingan pekerja secara individu,
2. Memperjuangkan kepentingan kolektif pekerja,
3. Memperjuangkan kepentingan Serikat Pekerja,
4. Memperjuangkan hak normatif pekerja.
Suatu perundingan atau negosiasi dikatakan sebagai perundingan kolektif, apabila memenuhi
kualifikasi:
1. Materi perundingan menyangkut kepentingan semua pekerja (paling tidak mayoritas), misalnya
tentang perjanjian kerja bersama (collective labour agreement), yang membahas semua aspek
hubungan kerja.
2. Pelaku perundingan melibatkan mayoritas pekerja, atau melalui perwakilan yang ditunjuk,
misalnya: serikat pekerja.
3. Melibatkan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja, dengan perusahaan atau organisasi
perusahaan.
Beberapa contoh isu yang menjadi materi perundingan dan sumber konflik hubungan industrial.
1. Prosedur penerapan disiplin kerja (disciplinary procedures)
2. Pertolongan pertama pada kecelakaan (first aid)
3. Prosedur penanganan keluhan (grievance procedures)
4. Hari raya resmi (holidays)
5. Waktu kerja (hours of work)
6. Klasifikasi jabatan (job classifications)
7. Prosedur penempatan jabatan (job posting procedures)
8. Aturan-aturan manajemen (management right)
9. Cuti bagi pekerja wanita (maternity leave)
10. Pemeriksaan kesehatan pekerja (medical examination)
11. Tuntutan kenaikan upah minimum ( minimum wage increases)
12. Aturan larangan pemogokan (no strike clause)
13. Kerja paruh waktu (part time work)
14. Pemborongan kerja (out sourcing)
15. Aturan jam kerja: over time, shift work, holidays work.
16. Pembagian keuntungan (profit sharing)
17. Masa percobaan (probationary period)
18. Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan kerja (Safety protection)
19. Cuti tahunan (rest period)
20. Usia pensiun (retirement age)
21. Senioritas (seniority)
22. Pemotongan atau penghentian upah (severance pay)
23. Cuti sakit (sick leave)
24. Jaminan sosial tenaga kerja (social security)
25. Tunjangan khusus (special allowances)
26. Kepastian pekerjaan (job security)
27. Skorsing (suspension)
28. Usia pensiun (superannuation)
29. Pemutusan Hubungan Kerja (termination)
30. Tingkat upah (wage rates)
31. Dan lain-lain.#
G Beberapa Teori dan Model Perundingan Kolektif (Collective Bargaining)
1. Teori dan model perilaku (behavioral approach), dari Walton and Mc. Kersie. Menurutnya
ada 4 jenis proses perundingan kolektif:
a. Perundingan Distributif Digunakan dalam situasi di mana tujuan manajemen dan
Serikat pekerja bertentangan, karena berkaitan dengan Kepentingan yang memang
bertentangan. Misal: perundingan Mengenai tuntutan kenaikan upah, kedua pihak
memiliki latar Belakang rasional yang berbeda.
b. Perundingan Integratif Digunakan untuk menghadapi isu-isu yang satu sama lain
Secara rasional tidak perlu adanya pertentangan, karena tidak Bertabrakan dengan
kepentingan pihak-pihak secara mendasar. Misalnya: mengenai peningkatan
pelaksanaan K3 di tempat Kerja.
c. Attitudinal Structuring Situasi di mana masing-masing pihak berusaha untuk saling
Menguatkan, membina hubungan, mempererat persahabatan, Kepercayaan, respek
dan kerja sama.
d. Perundingan Antar Organisasi Perundingan antar serikat pekerja, yang berkaitan
dengan Konflik keanggotaan maupun aspek-aspek perjuangannya
2. Teori dan Model Matematis dan Ekonomi
a. Teori Rentang Perundingan (Bargaining Range Theory), dari AC. Pigou.Dalam teori
ini pihak manajemen dan pekerja masing-masing Menetapkan batas atas dan batas
bawah dari tuntutan yang Dirundingkan. Selanjutnya masing-masing juga
menetapkan Batas toleransi maksimal, setelah melalui proses perundingan Dan
pengajuan proposal serta kontra proposal.
b. Model Perundingan Hicks Perundingan dengan memperhitungkan faktor kerugian
waktu Dan terhentinya proses produksi, oleh karena itu masing-Masing pihak
membuat konsesi yang ditentukan oleh estimasi Masing-masing tentang waktu dan
biaya pemogokan.
Beberapa karakter dari teori dan model perundingan ekonomi.
a. Poin dan rentang penyelesaian Kesulitan untuk memprediksi penyelesaian yang
terinci secara Akurat, disebabkan sedikitnya informasi hasil perundingan Masa lalu,
tidak jelasnya kondisi ekonomi dan industri, faktor #Penyelesaian perundingan pada
perusahaan lain yang sejenis.
b. Biaya setuju dan tidak setuju. Perundingan akan mencapai persetujuan, apabila pihak-
pihak Menghadapi fakta, bahwa biaya yang harus dikeluarkan Apabila tidak
menyetujui dinilai akan lebih tinggi dibandingkan Dengan biaya apabila menyetujui.
Masalahnya, sering kesulitan Untuk mengukur biaya akibat terhentinya proses
produksi, Serta sulitnya mengukur biaya-biaya yang tidak dapat diukur Dengan uang.
Misalnya: hubungan yang menjadi tidak Harmonis, rasa kecewa dan antipati.
c. Asumsi rasionalitas. Para negosiator dari masing-masing pihak harus bersifat
Rasional dalam perundingan. Tetapi yang terjadi justru sering Bertindak tidak
rasional. Misalnya mempertahankan hal-hal Yang bersifat rasional, tetapi justru
menyebabkan Bertambahnya biaya untuk perundingan.
d. Elemen waktu. Perundingan seringkali mengejar waktu deadline, dengan
Pertimbangan apabila melewati waktu tersebut akan meng-Ganggu proses produksi.
Akibatnya perundingan berlangsung Tidak sehat dan hasilnya seringkali dipaksakan.
e. Isu komunikasi.Karena pertukaran informasi yang begitu cepat dan materi
Pembicaraan yang sangat melimpah di antara para negosiator, Maka besar resiko
terjadinya kesalahpahaman, sehingga Komunikasi menjadi tidak sempurna
H Jenis dan Gaya Negosiasi
Negosiasi lebih diterima sebagai seni dibandingkan sebagai Ilmu pengetahuan (negotiation is an art
than a science), tetapi Pemahaman tentang jenis dan gaya (style) dalam negosiasi cukup Penting untuk
diketahui
Dua jenis negosiasi:
1. Interest Based Negotiation (IBN). Merupakan proses negosiasi yang Dilandasi tujuan untuk
memperjuangkan kepentingan, sering Disebut juga dengan positional negotiation.Ada dua
jenis negosiasi pada tipe ini:
.
K. Kunci Sukses Dalam Negosiasi
1. Berfikir Logis (Logical) Dalam berargumentasi senantiasa didukung fakta dan data yang aktual
dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Bersikap Gigih (Persistent) Tidak terpancing membicarakan hal-hal yang tidak relevan, diLuar
substansi yang dirundingkan. Menghindari posisi untukMenari dengan irama lawan.
3.Bersikap sabar (Patient) Sabar meskipun negosiasi berjalan lambat, yang mungkin Disengaja
oleh pihak lawan, agar kita ingin segera membuat Kesepakatan atau memberikan konsesi-konsesi.
1. Jangan bersifat reaktif, lihatlah persoalan secara komprehensif dan Holistik. GO to the
balcony dan memposisikan diri dengan helicopter View.
2. Tunjukkan seakan-akan kita berpihak pada kepentingan lawan, Beri dukungan dan
persetujuan atas argumentasinya.
3. Jangan terlalu cepat menolak, tapi rumuskan kembali persoalan-Persoalan melalui
pertanyaan-pertanyaan untuk memecahkan Masalah (re-frame ask problem solving question).
Diharapkan Diperoleh jawaban-jawaban yang lebih mendekati harapan.
4. Jangan mempermalukan pihak lawan karena kelemahan-Kelemahannya. Build them as a
golden bridge, and save their face. Sehingga lawan menjadi lebih bersahabat.
5. Sadarkan dan bawa lawan untuk melihat persoalan secara rasional Dan jangan paksakan
mereka untuk tunduk pada kemauan kita (bring them to their senses and not their knees).
PENUTUP
Kesimpulan:
Bahwa negosiasi merupakan fenomena yang akan selalu hadir Dalam proses hubungan
industrial, sehingga menjadi kebutuhan Kritis untuk memiliki kemampuan dalam teknik
negosiasi, baik Pekerja maupun majikan. Tidak ada tempat lagi bagi orang atau
Organisasi yang tidak memiliki kemampuan dalam bernegosiasi. Hal Tersebut karena
dengan negosiasi yang sehat justru akan mendorong Terwujudnya hubungan industrial
yang harmonis.
DAFTAR PUSTAKA