Anda di halaman 1dari 34

PENYELESAIAN PERSENGKETAAN DALAM

BIDANG EKONOMI SYARIAH

ynal. a

Mata kuliah : Hukum Bisnis


Dosen pengampu : Budiastuti Fatkar, SE.,MM.
DISUSUN OLEH :
LIYO PAENI
2006010016
2A MANAJEMEN

Program Studi Manajemen


Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa pula kita
kirimkan Shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.

Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah hokum ekonomi
syari’ah dan semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi pembacanya
walaupun jauh dari kata sempurna maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran untuk
perbaikan penulis kedepannya. Terima kasih

i
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang
1 B. Rumusan Masalah
1 C. Tujuan
1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian sengketa 2
B. Mekanisme penyelesaian sengketa 3
C. Sumber hukum dalam penyelesaian sengketa syari’ah 8
D, Cara Penyelesaian Sengketa Bisnis 9
E. Penyelesaian Melalui Proses Ligitasi 10
F. Penyelesaian Melalui Proses Non Ligitasi 11
1. Arbitrase 11
2. Negosiasi 14
3. Mediasi 16
4. Konsiliasi 18
G. Sifat Perjanjian Arbitrase Menurut Rv 18
BAB III PENUTUP 29
A. Kesimpulan
29 B. Penutup
29
DAFTAR PUSTAKA 30

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Setiap orang dipastikan memiliki hak yang dapat dilakukannya untuk memenuhi
kehendaknya di dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Hak- yang dimiliki bersumber
dari dua yakni dari undang-undang dan sumber dari perjanjian yang dibuatnya. Hak-hak yang
dimilikinya tersebut, pemiliki mempunyai kewajiban untuk mempertahankan kecuali yang
bersangkutan sengaja melepaskan haknya.
Hampir setiap manusia merupakan bagian dari system bisnis misalnya menyimpan dan
meminjam uang di bank. Memudahkan seseorang namun terkadang mencadi sebuah petaka
ketika salah satu diantara kedua belah pihak melanggar.
Sengketa dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti perbedaan kepentingan ataupun
perselisihan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya karena setiap pihak akan
berupaya semaksimal mungkin untuk mencapai tujuannya sehingga potensi terjadinya sengketa
menjadi besar.
Sengketa dapat diartikan bahwa suatu persoalan yang bersumber dari adanya sebuah
pelanggaran hak, dimana pihak yang merasa haknya dilanggar menuntut untuk melaksanakan
haknya sedang pihak yang diduga sebagai pelanggarnya tidak tetap menghalanginya dan pihak
yang merasa dirugikan haknya memerlukan penyelesaian.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa
2. Bagaiman sumber hukum dalam menyelesaikan ekonomi syari’ah?

C. Tujuan
1. Untuk memahami Mekanisme penyelesaian sengketa.
2. Untuk memahami sumber hokum dalam menyelesaikan ekonomi syari’ah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sengketa Ekonomi Syariah


Sengketa dalam kosa kata Inggris terdapat dua istilah yakni conflict dan dispute yang
keduanya mengandung pengertian tentang adanya perbedaan kepentingan diantara kedua belah
pihak atau lebih tetapi dapat dibedakan. Kata conflict sudah dierap dalam bahasa Indonesia
menjadi konflik sedangkan kata dispute dapat diterjemahkan dalam kosa kata sengketa. Sengketa
dalam bahasa Indonesia adalah pertentangan atau konflik, konflik berarti adanya oposisi atau
pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi terhadap satu
objek permasalahan. Menurut Ali ahmad bahwa sengketa merupakan pertentangan antara dua
pihak atau lebih yang berawal dari pemikiran yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak
milik yang dapat menimbulkan akibat hokum bagi keduanya. Sedangkan menurut Winardi
adalah pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok
yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan yang
menimbulkan akibat hokum antara satu dengan yang lain.
Perselisihan atau sengketa ekonomi syariat pada umumnya disebabkan oleh faktor-faktor
yakni:
1. Konflik data terjadi karena kurangnya informasi, kesalahan informasi, adanya perbedaan
pandangan, adanya perbedaan interpretasi terhadap data dan adanya perbedaan penafsiran
terhadap procedural.
2. Konflik kepentingan. Setiap kegiatan para pihak memiliki kepentingan tanpa adanya
kepentingan para pihak tidak akan mengadakan kerja sama, timbulnya konflik kepentingan
disebabkan karena adanya perasaan atau tindakan yang bersaing, adanya kepentingan substansi
dari para pihak, adanya kepentingan procedural dan adanya kepentingan psikologi.
3. Konflik hubungan akan terjadi disebabkan oleh adanya emosional yang kuat, adanya
kesalahan persepsi, kesalahan komunikasi dll.

2
4. Konflik struktur akan terjadi disebabkan oleh adanya pola merusak perilaku atau interaksi,
kontrol yang tidak sama, kepemilikan atau distribusi sumber daya yang tidak sama, adanya
kekuatan dan kekuasaan dll
5. Konflik nilai akan terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan kriteria evaluasi pendapat atau
perilaku, adanya perbedaan pandangan hidup, ideology dan agama dll.

Pengertian ekonomi adalah salah satu ilmu social yang mempelajari aktivitas manusia
yang berhubungan dengan produksi dan konsumen terhadap barang dan jasa.9 Sedangkan
ekonomi syariah menurut para ahli bahwa menekankan karakter konferensif tentang subjek dan
didasarkan atas nilai moral ekonomi syariah yang bertujuan mengkaji kesejahteraan manusia
yang dicapai melalui pengorganisasian sumber-sumber alam berdasarkan koperasi dan
partisispasi.

B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa


Mekanisme penyelesaian sengketa di bagi atas dua yakni penyelesaian sengketa melalui
pengadilan (litigasi) dan penyelesaian sengketa tidak melalui pengadilan (non litigasi). Indonesia
sebagai suatu Negara yang terdiri atas berbagai macam ragam suku dan budaya, memiliki cara
berbeda-beda dalam menyelesaikan suatu sengketa yang terjadi kepada mereka. Secara garis
besar, masyarakat pada umumnya menyelesaikan sengketa yang terjadi dengan cara
bermusyawarah dan menjadikan petua adat atau orang-orang yang dituakan sebagai penengah
atas sengketa yang di hadapi. Seiring dengan perkembangan zaman, penyelesaian sengketa pada
masyarakat secara perlahan-lahan mulai dipengaruhi oleh budaya barat yang menekankan bahwa
penyelesaian sengketa harus ditempuh melalui pengadilan.
1. Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan
a. Negosiasi berasal dari kata negotiation yang artinya perundingan atau
musyawarah. Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara
dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan.Negosiasi merupakan
komunikasi dua arah, ketika masing-masing pihak saling mengemukakan
keinginannya.

3
Tahapan Negoisasi menurut William Ury dibagi menjadi empat
tahap yaitu :
1) Tahapan Persiapan :
a) Persiapan sebagai kunci keberhasialan
b) Mengenal lawan, pelajari sebanyak mungkin pihak lawan dan lakukan penelitian.
c) Usahakan berfikir dengan cara berfikir lawan dan seolah-olah kepentingan lawan sama dengan
kepentingan anda.
d) Sebaiknya persiapkan pertanyaan – pertanyaan sebelum pertemuan dan ajukan dalam bahasa
yang jelas dan jangan sekali-kali memojokkan atau menyerang pihak lawan.
e) Memahami kepentingan kita dan kepentingan lawan.
f) Identifikasi masalahnya, apakah masalah tersebut menjadi masalah bersama.
g) Menyiapkan agenda, logistik, ruangan dan konsumsi dan Menyiapkan tim dan strategi.
h) Menentukan BTNA (Best Alternative to A Negitieted Agreement) alternative lain atau harga
dasar (Bottom Line).

2) Tahap Orientasi dan Mengatur Posisi :


a) Bertukar Informasi
b) Saling menjelaskan permasalahan dan kebutuhan
c) Mengajuakan tawaran awal.

3) Tahap Pemberian Konsensi/ Tawar Menawar


a) Para pihak saling menyampaikan tawaranya, menjelaskan alasanya dan membujuk pihak lain
untuk menerimanya.
b) Dapat menawarkan konsensi, tapi pastikan kita memperoleh sesuatu sebagai imbalanya.
c) Mencoba memahai pemikiran pihak lawan
d) Mengidentifikasi kebutuhan bersama
e) Mengembangkan dan mendiskusiakan opsi-opsi penyelesaian.

4) Tahapan Penutup
a) Mengevaluasi opsi-opsi berdasarkan kriteria obyektif.
b) Kesepakatan hanya menguntungkan bila tidak ada lagi opsi lain yang lebih
baik, bila tidak berhasil mencapai kesepakatan, membatalkan komitmen.

4
b. Mediasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak
ketiga (mediator) yang tidak memihak yang turut aktif memberikan bimbingan
atau arahan guna mencapai penyelesaian namun ia tidak berfungsi sebagai
hakim yang berwenang mengambil keputusan. Inisiatif penyelesaian tetap
berada pada tangan para pihak yang bersengketa sehingga hasil penyelesaiannya bersifat
kompromi.

Adapun tugas mediator yaitu:


1) Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk
dibahas dan isepakati.
2) Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
3) Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama
proses mediasi berlangsung.
4) Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepeningan mereka
dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.

Adapun prosedur mediasi adalah sebagai berikut :


1) Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis
hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
2) Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut
pihak-pihak yang berperkara tersebut.
3) Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini
diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang
berperkara.
4) Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22
harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan. Jika terdapat
perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.

c. Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga (konsiliator) yang
bersifat aktif dengan mengambil inisiatif menyusun dan merumuskan langkahlangkah
penyelesaian yang selanjutnya diajukan dan ditawarkan kepada para pihak yang bersengketa.
Konsiliator tidak berwenang membuat keputusan tetapi hanya berwenang membuat rekomendasi
yang peaksanaannya sangat tergantung dari itikad baik para pihak yang bersengketa.

5
Hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
1) Tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau
majelis pendamai.
2) Setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan
mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.

d. Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak
menyerahkan kewenangan kepada pihak yang netral yang disebut arbiter untuk memberikan
putusan. Adapun asas- asas arbitrase:
1) Asas kesepakatan artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa
oramg arbiter.
2) Asas musyawarah yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara
musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri.
3) Asas limitatif artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui arbirase,
yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai
sepenuhnya oleh para pihak.
4) Asas final and binding yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan mengikat
yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada
prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.

Tujuan arbitrase adalah sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri
adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai
sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil tanpa
adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelisihan
perselisihan.

2. Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Pengadilan / Litigasi Penyelesaian sengketa secara


kontroversional dilakukan melalui suatu badan pengadilan sudah dilakukan sejak ratusan bahkan
ribuan tahun yang lalu, akan tetapi lama kelamaan badan pengadilan ini semakin terpasung
dalam tembok yuridis yang sukar ditembusi oleh pencari keadilan khususnya apabila pelaku
pencari keadilan adalah pebisnis dengan sengketa menyangkut bisnis sehingga mulailah
dipikirkan suatu alternative lain untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. Ada beberapa
kelemahan penyelesaian sengketa secara litigasi:

6
a. Penyelesaiannya sangat lambat
b. Biaya perkara mahal
c. Peradilan pada umumnya tidak responsive
d. Putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah.

Penyelesaian sengketa memiliki beberapa ketentuan yang patut diperhatiakan:


a. Waktu penyelesaian perkara
b. Pemanggilan para pihak
c. Kualifikasi hakim
d. Pembuktian
e. Kepastian tentang kewenangan mengadili pengadilan agama
f. Sumber-sumber hukum.

Kelebihan penyelesaian sengketa melalui pengadilan ialah ruang lingkup


pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di indonesia terbagi menjadi beberapa
bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha Negara
sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini). Kelemahan
penyelesaian sengketa melalui pengadilan ialah kurangnya kepastian hukum dan hakim yang
awam (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum). Contoh kasus seorang
warga bandung bernama bapak Sugiharto Widjadja berumur 50 tahun bersengketa dengan
sebuah bank swasta syariah ternama di kota bandung terkait kredit macet. Pada tahun 2014, ia
membeli sebuah lahan dan bangunan di jalan Talagabodas seharga Rp. 20 milyar dengan 70
persen pembiayaan atau sekitar rp. 13 miliar dibiayai oleh bank syariah. Sisanya, sekitar rp. 7
miliyar tersebut dibiayai oleh dirinya sendiri dengan cicilan rp. 136 juta perbulan yang sudah
dibayarkan senilai rp. 1,3 milyar lebih.
Di tengah perjalanan, cicilannya bermasalah sehinggah bank syariah tersebut menyita
lahan dan bangunan tersebut dengan mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Bandung dan
dimenangkan oleh pihak bank secara verstek atau tidak dihadiri oleh pihak tergugat. Pihak bank
kemudian melelang lahan tersebut ke KPKNL kota Bandung sekaligus memenangkan lelang
dengan harga rp. 10 miliar.

7
Sugiharto meradang, ia melawan putusan tersebut dengan kembali melayangkan gugatan
perdata ke PN Bandung dengan gugatan meminta PN Bandung untuk membatalkan putusan yang
memenangkan bank syariah tersebut dengan alasan PN Bandung tidak memiliki kewenangan
untuk mengadili sengketa tersebut. Dasar hukumnya jelas bahwa undang-undang perbankan
syariah dan Perma tentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah, apalagi selama ini bank
syariah tersebut justru memberlakukan memberlakukan denda dan bunga. Saat ini kasus tersebut
masih dalam tahap mediasi antara dua pihak sebelum siding gugatan tersebut dimulai. Mediasi
yang masih berlangsung hingga saat ini masih mentok belum menghasilkan solusi bagi kedua
belah pihak.

C. Sumber Hukum dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah


1. Sumber hukum acara yang berlaku di pengadilan Agama untuk mengadili sengketa ekonomi
syariah adalah hukum acara yang berlaku dan dipergunakan pada lingkungan peradilan umum.
Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan pasal 54 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006.
Sementara ini hukum acara yang berlaku dilingkungan pengadilan umum adalah Herziene
Inlandsch Reglement (HIR) untuk Jawa dan Madura, Rechtreglement Voor De Buittengewesten
(R.Bg) untuk luar Jawa Madura. Kedua aturan hukum acara ini diberlakukan di lingkungan
peradilan agama kecuali hal-hal yang telah diatur secara khusus dalam undangundang nomor 3
tahun 2006 tentang peradilan agama. Disamping dua peraturan sebagaimana tersebut diatas,
diberlakukan juga Bugerlijke Wetbook Voor Indonesia (BW) atau yang disebut dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya buku ke IV tentang Pembuktian yang termuat
dalam Pasal 1865 sampai dengan Pasal 1993.
2. Sumber Hukum Materil
a. Nash al-Qur’an. Dalam al-Qur’an terdapat berbagai ayat yang membahas tentang ekonomi
berdasarkan prinsip syariah yang dapat dipergunakan dalam menyelesaikan berbagai masalah
ekonomi dan keuangan. Syauqi al-Fanjani menyebutkan secara eksplisit ada 21 ayat yaitu Al
Baqarah ayat 188, 275 dan 279, An Nisa ayat 5 dan 32, Hud ayat 61 dan 116, al Isra ayat 27, dan
lain-lain. Disamping ayat-ayat tersebut diatas sebenarnya masih banyak lagi ayat-ayat al Qur’an
yang membahas tentang masalah ekonomi dan keuangan baik secara mikro maupun makro,
terutama tentang prinsip-prinsip dasar keadilan dan pemerataan, serta berupaya selalu siap untuk
memenuhi transaksi ekonomi yang dilakukannya selama tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip Syariah.

8
b. Nash al-hadits. Melihat kepada kitab-kitab Hadits yang disusun leh para ulama hadits dapat
diketahui bahwa banyak sekali hadits Rasulullah SAW yang berkaitan langsung dengan kegiatan
ekonomi dan keuangan islam. Oleh karena itu mempergunakan al Hadits sebagai sumber hukum
dalam penyelesaian sengketa ekonomi Syariah sangat dianjurkan pada pihak-pihak yang
berwenang.
c. Peraturan perundang-undangan. Benyak sekali aturan hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan yang mempunyai titik singgung dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun
2006 ini. Oleh karena itu Hakim Peradilan Agama harus mempelajari dan memahaminya untuk
dijadikan pedoman dalam memutuskan perkara ekonomi syariah.
d. Aqad perjanjian. Mayoritas ulama berpendapat bahwa asal dari semua transaksi adalah halal.
Namun asal dari persyaratan memang masih diperselisihkan. Mayoritas ulama berpendapat
bahwa persyaratan itu harus diikat dengan nash-nash atau kesimpulan-kesimpulan dari nash
melalui ijtihad. Demikian telah disepakati bahwa asal dari perjanjian itu adalah keridhaan kedua
belah pihak, konsekuensinya apa yang telah disepakati bersama harus dilaksanakan. Menurut
Taufiq dalammengadili perkara sengketa ekonomi Syariah, sumber hukum utama adalah
perjanjian, sedangkan yang lain merupakan pelengkap saja.
e. Fiqih dan Ushul Fiqh. Fiqih merupakan sumber hukum yang dapat dipergunakan dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah. Sebagian besar kitab-kitab fiqih tertentu berisi
berbagai masalah muamalah yang dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan masalah ekonomi
syari’ah.
f. Adat kebiasaan. Jika masalah-masalah yang timbul saat ini tidak ada dalilnya dalam al-Qur’an
dan As-Sunnah serta tidak da prinsip-prinsip umum yang dapat disimpulkan dari peristiwa itu
maka dibenarkan untuk mengambil dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, sepanjang
nilai-nilai itu tidak bertentangan dengan syariat islam.

D. Cara penyelesaian Sengketa Bisnis


1. Dari sudut pandang pembuat keputusan
a). Adjudikatif: mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan pengambilan
keputusan pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak.
b). Konsensual/Komprom: cara penyelesaian sengketa secara kooperatif/kompromi untuk
mencapai penyelesaian yang bersifat win-win solution.
c) Quasi Adjudikatif: merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.

9
2. Dari sudut pandang prosesnya
1. Litigasi: merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan
menggunakan pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya:
1. Pengadilan Umum
2. Pengadilan Niaga
2. Non Litigasi: merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan tidak
menggunakan pendekatan hukum formal. Lembaga penyelesaiannya melalui mekanisme:
a. Arbitrase Merupakan penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasrkan
pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (pasal 1 angka 1 UU
No.30 Tahun 1999)
b. Negosiasi Sebuah interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling
menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan untuk mendapatkan solusi dari yang
dipertentangkan.
c. Mediasi Negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi yang memainkan peran utama
adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping dan
penasihat.
d. Konsiliasi Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai
persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut.

E. Penyelesaian Melalui proses Litigasi


1. Pengadilan umum Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis, mempunyai
karakteristik:
1) Prosesnya sangat formal
2) Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3) Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4) Sifat keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding)
5) Orientasi ke pada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah)
6) Persidangan bersifat terbuka

10
2. Pengadilan niaga
Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum
yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI. Pengadilan Niaga
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Prosesnya sangat formal
2) Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3) Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4) Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding)
5) Orientasi pada fakta hukum (mencari pihak yang salah)
6) Proses persidangan bersifat terbuka
7) Waktu singkat.

F. Penyelesaian Non Litigasi


Selain itu banyak cara menyelesaikan suatu pertikaian diantaranya yaitu dengan
Arbitrase, Negosiasi, Mediasi, dan Konsiliasi. Ketiga cara penyelesaian ini bisa digunakan agar
pertikaian dapat segera teratasi.bermula dari penyelesaian dengan membicarakan baik – baik
diantara kedua pihak yang bertikai, berlanjut bila pertikaian tidak dapat diselesaikan diantara
mereka maka dibutuhkan pihak ketiga yaitu sebagai mediasi, selanjutnya jika tidak dapat melalui
mediasi maka dibutuhkan pihak yang tegas untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika
tidak dapat diselesaikan juga maka membutuhkan badan hukum seperti pengadilan untuk
menyelesaikan masalah tersebut, Cara ini bisa disebut dengan Ligitasi. Secara keseluruhan cara-
cara tersebut dapat digunakan sehingga pertikaian dapat terselesaikan.

Macam-macam penyelesaian secara non legimitasi antara lain:


1. Arbitrase
Pengertian Arbitrase Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang
berarti “kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
1) Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa
oramg arbiter.
2) Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara
musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri;

11
3) Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui arbirase,
yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai
sepenuhnya oleh para pihak;
4) Asas final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan mengikat
yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada
prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk
menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para
pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil. Tanpa adanya formalitas atau
prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan.
Selain itu Pengertian arbitrase juga termuat dalam pasal 1 angka 8 Undang Undang
Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa Nomor 30 tahun 1999: “Lembaga Arbitrase
adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan
mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat
mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.”
Dalam Pasal 5 Undang-undang No.30 tahun 1999 disebutkan bahwa: ”Sengketa yang
dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak yang
menurut hukum makalahadedidiikirawandan peraturan perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.”
Dengan demikian arbitrase tidak dapat diterapkan untuk masalah-masalah dalam lingkup
hukum keluarga. Arbitase hanya dapat diterapkan untuk masalahmasalah perniagaan. Bagi
pengusaha, arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik guna menyelesaikan sengketa
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka.

Objek Arbitrase
Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan melalui
lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya) menurut Pasal 5
ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 (“UU Arbitrase”) hanyalah sengketa di bidang
perdagangan.
Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan,
keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu Pasal 5 (2) UU
Arbitrase memberikan perumusan negatif bahwa sengketa-sengketa yang dianggap tidak dapat

12
diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan
tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III bab
kedelapan belas Pasal 1851 s/d 1854.

Jenis-jenis Arbitrase
Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui badan
permanen (institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang sengaja
dibentuk untuk tujuan arbitrase. Pada umumnya arbitrase ad-hoc ditentukan berdasarkan
perjanjian yang menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang
disepakati oleh para pihak. Penggunaan arbitrase Ad-hoc perlu disebutkan dalam sebuah klausul
arbitrase. Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan
arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai
aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI).

Keunggulan dan Kelemahan Arbitrase


Keunggulan arbitrase dapat disimpulkan melalui Penjelasan Umum Undang Undang
Nomor 30 tahun 1999 dapat terbaca beberapa keunggulan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dibandingkan dengan pranata peradilan. Keunggulan itu adalah:
a) Kerahasiaan sengketa para pihak terjamin.
b) Keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif dapat dihindari.
c) Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya ;
d) Para pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase
Disamping keunggulan arbitrase seperti tersebut diatas, arbitrase juga memiliki
kelemahan arbitrase. Dari praktek yang berjalan di Indonesia, kelemahan arbitrase adalah masih
sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan arbitrase, padahal pengaturan untuk eksekusi putusan
arbitrase nasional maupun internasional sudah cukup jelas.

13
2. Negosiasi
Pengertian Negosiasi ·
Proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap dan
perilaku orang lain.
· Proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-
pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingankepentingan yang berbeda satu
dengan yang lain.
· Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal
lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan
kedua pihak.

Pola Perilaku dalam Negosiasi :


 Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui,
menunjukkan kelemahan pihak lain.
 Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui, membangkitkan
motivasi, mengembangkan interaksi.
 Moving away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan,
berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
 Not moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and
now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.

Ketrampilan Negosiasi:
1) Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
2) Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam
negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
3) Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan tuntutan di
luar perhitungan.
4) Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan memahami
sepenuhnya gagasan yang diajukan.
5) Memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan
keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.

14
Negosiasi dan Hiden Agenda
Dalam negosiasi tak tertutup kemungkinan masing-masing pihak memiliki hiden
agenda. Hiden agenda adalah gagasan tersembunyi/ niat terselubung yang tak diungkapkan (tak
eksplisit) tetapi justru hakikatnya merupakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh pihak
yang bersangkutan.

Negosiasi dan Gaya Kerja


1) Cara bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh gaya kerjanya.
2) Kesuksesan bernegosiasi seseorang didukung oleh kecermatannya dalam memahami gaya
kerja dan latar belakang budaya pihak lain.

Fungsi Informasi dan Lobi dalam Negosiasi


1) Informasi memegang peran sangat penting. Pihak yang lebih banyak
memiliki informasi biasanya berada dalam posisi yang lebih menguntungkan.
2) Dampak dari gagasan yang disepakati dan yang akan ditawarkan
sebaiknya dipertimbangkan lebih dulu.
3) Jika proses negosiasi terhambat karena adanya hiden
agenda dari salah satu/ kedua pihak, maka lobbying dapat dipilih untuk menggali hiden agenda
yang ada sehingga negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan yang lebih terbuka.

Teknik Negoisasi Secara umum terdapat beberapa cara teknik negoisasi yang dikenal dapat
dibagi kedalam:
1) Tahap negoisasi kompetitip
2) Tahap negoisasi koperatif
3) Tahap negoisasi lunak dan keras
4) Tahap negoisasi interest based

15
3. Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para
pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang
esensinya sama dengan proses musyawarah atau consensus, Maka tidak boleh ada paksaan untuk
menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung.
Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.

Prosedur Untuk Mediasi


 Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis
hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
 Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut
pihak-pihak yang berperkara tersebut.
 Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini
diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang
berperkara.
 Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22
harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan.Jika terdapat
perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.

Mediator
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna
mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah:
1) Netral
2) Membantu para pihak
3) Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian Jadi, peran
mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan
pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung kepada
para pihak.

16
Tugas Mediator
1. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk
dibahas dan disepakati.
2. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
3. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama
proses mediasi berlangsung.
4. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka
dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak

Daftar Mediator
Demi kenyamanan para pihak dalam menempuh proses mediasi, mereka berhak untuk memilih
mediator yang akan membantu menyelesaikan sengketa.
1) Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan menyediakan daftar
mediator yang sekurang-kurangnya memuat 5(lima) nama dan disertai dengan latar belakang
pendidikan atau pengalaman dari para mediator.
2) Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam
daftar mediator.
3) Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada hakim dan bukan hakim yang
bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar
mediator.
4) Kalangan bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada ketua
pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan yang
bersangkutan.
5) Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan menempatkan
nama pemohon dalam daftar mediator.
6) Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator.
7) Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator berdasarkan
alasan-alasan objektif, antara lain karena mutasi tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah
penugasan dan pelanggaran atas pedoman perilaku.

17
Honorarium Mediator
1) Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.
2) Uang jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh para pihak berdasarkan
kesepakatan para pihak.

4. Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai
persetujuan dan penyelesaian. Namun, undang-undang nomor 30 tahun 1999 tidak memberikan
suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian dari konsiliasi. Akan tetapi, rumusan itu dapat
ditemukan dalam pasal 1 angka 10 dan alinea 9 penjelasan umum, yakni konsiliasi merupakan
salah satu lembaga untuk mennyelesaikan sengketa.
Dalam menyelesaikan perselisihan, konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk
menyampaikan pendapat secara terbuka dan tidak memihak kepada yang bersengketa. Selain itu,
konsiliator tidak berhak untuk membuat keputusan dalam sengketa untuk dan atas nama para
pihak sehingga keputusan akhir merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para
pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan di antara mereka.
Konsiliator dapat menyarankan syarat-syarat penyelesaian dan mendorong para pihak
untuk mencapai kesepakatan. Berbeda dengan negosiasi dan mediasi, dalam proses konsiliasi
konsiliator mempunyai peran luas. Ia dapat memberikan saran berkaitan dengan materi sengketa,
maupun terhadap hasil perundingan. Dalam menjalankan peran ini konsiliator dituntut untuk
berperan aktif .

G. Sifat Perjanjian Arbitrase Menurut Rv


Undang-undang mensyaratkan bahwa setiap persetujuan arbitrase harus dilakukan
secara tertulis, baik notariil maupun di bawah tangan, serta ditanda tangani oleh para pihak.
Dalam hal salah satu atau kedua belah pihak tidak dapat membubuhkan tanda tangannya, maka
persetujuan tersebut harus dilakukan secara notariil. Klausula atau persetujuan arbitrase tersebut
juga harus memuat masalah yang menjadi sengketa, nama-nama dan tempat tinggal (kedudukan)
para pihak, nama-nama dan tempat tinggal (para) arbiter, dan jumlah arbiter yang harus selalu
ganjil. Jika hal-hal tersebut tidak dipenuhi, maka persetujuan tersebut batal demi hukum (pasal
618 ayat (1), (2), dan (3) Rv.)

18
Dalam pada itu, penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase lebih disukai oleh
pelaku ekonomi dalam kontrak bisnis yang bersifat nasional maupun internasional dikarenakan
sifat kerahasiaannya, prosedur sederhana, putusan arbiter mengikat para pihak, dan disebabkan
putusan yang diberikan bersifat final.
Arbitrase adalah sebagai upaya hukum dalam perkembangan dunia usaha, baik nasional
maupun internasoinal. Pemerintah telah mengadakan pembaharuan terhadap Undang-Undang
arbitrase nasional dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999, arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar pengadilan
umum yang didasarkan perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula arbitrase yang
tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau
suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
Sementara itu, sengketa ini dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di
bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undang
dikuasi sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh
suatu keadaan, seperti dibawah ini :
a. Meninggalnya salah satu pihak
b. Bangkrutnya salah satu pihak
c. Novasi (pembaruan utang)
d. Insolvensi (keadaaan tidak
mampu membayar) salah satu pihak e. Pewarisan
f.
Berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok g.
Bilamana perlaksanaan perjanjian tersebut dialih tugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan
pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut h.
Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok

19
Suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan
penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke pengadilan
negeri maka pengadilan negeri wajib menolak dan tidak akan ikut campur tangan di dalam suatu
penyelesaian sengketa yang telah di tetapkan.
Dalam pada itu, arbitrase ada dua jenis, yakni arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter dan
arbitrase institusional.
1. Arbitrase Ad Hoc atau Arbitrase Volunter
Arbitrase Ad Hoc atau Arbitrase Volunter merupakan arbitrase yang dibentuk secara
khusus untuk menyelesaikan atau memutuskan perselisihan tertentu. Oleh karena itu. Arbitrase
ad hoc bersifat “insedentil”, dimana kedudukan dan keberadaannya hanya untuk melayani dan
memutuskan kasus perselisihan tertentu maka apabila telah menyelesaikan sengketa dengan
diputuskan perkara tersebut, keberadaan dan fungsi arbitrase ad hoc lenyap dan berakhirnya
dengan sendirinya.
2. Arbitrase Institusional
Arbitrase institusional merupakan suatu lembaga atau badan arbitrase yang bersifat
“permanen”, sehingga arbitrase institusional tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar,
meskipun perselisihan yang ditangani telah selesai diputus.
Semetara itu, di Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase yang memberikan jasa
arbitrase, yakni Badan arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia (BAMUI).
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, para pihak berhak untuk
memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari
suatu perjanjian. Lembaga arbitrase dapat menerima permintaan yang diajukan oleh pihak dalam
suatu perjanjian dan memberikan suatu pendapat yang mengikat (biding opinion) mengenai
persoalaan berkenaan dengan perjanjian tersebut, misalnya terdapat penafsiran ketentuan belum
jelas, yakni adanya penambahan atau perubahan pada ketentuan yang berhubungan dengan
munculnya keadaan baru.

20
Pemberian pendapatan oleh lembaga arbitrase menyebabkan kedua belah pihak terkait
padanya. Apabila tindakannya ada yang bertentangan dengan pendapat tersebut maka dianggap
melanggar perjanjian sehingga terhadap pendapat yang mengikat tersebut tidak dapat diajukan
hukum atau perlawanan baik upaya hukum banding atau kasasi.
Sementara itu, pelaksanaan putusan arbitrase nasional dilakukan dalam waktu paling
lama 30hari terhitung sejak tanggal pertama putusan ditetapkan. Dengan demikian, lembar asli
atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya
kepada penitera pengadilan negeri dan oleh panitera diberikan catatan yang merupakan akta
pendaftaran.
Dengan demikian, putusan arbirase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum dan
mengikat pada pihak. Keputusan arbitrase bersifat fnal, berarti putusan arbitrase merupakan
putusan final dan karenanya tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Sementara itu, ketua pangadilan negeri dalam memberikan perintah pelaksanaan
keputusan arbitrase harus memeriksa syarat-syarat untuk dijadikan suatu putusan arbitrase,
seperti:
a. Para pihak telah menyetujui bahwa sangseketa diantara mereka akan diselesaikan melalui
arbitrase;
b. Persetujuan untuk menyelesaikan sangketa melalui arbitrase dimuat dalam suatu dokumen
yang ditanda tangani oleh para pihak;
c. Sangketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya dibidang perdagangan dan mengenai
hak yang menurut hukum dan aturan perundang-undangan;
d. Sangketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah tidak bertentangan dengan
kesusilaan dan keterlibatan umum.

Dengan demikian, putusan arbitrase dibutuhi perintah oleh ketua pengadilan negeri untuk
dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata dan keputusannya
telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam pelaksanaan keputusan arbutrase internasional
berdasarkan undang-undang nomor 30 tahun 1999, berwenang menangani maslah pengakuan
dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah pengadilan negeri jakarta pusat.

21
Sementara itu, berdasarkan pasal 66 undangan-undangan nomor 30 tahun 1999, suatu
putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan diwilayah hukum republik
indonesia, jika telah memenuhi persyaratan seperti berikut.
a. Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbitrase atau majelis arbitrase disuatu negara
yang dengan dengan negara indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun
multilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internaisonal.
b. Putusan arbitrase internasioal terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum indonesia
termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
c. Putusan arbitrase internasional hanya dapat dilaksanakan di indonesia dan keputusannya tidak
bertentangan dengan ketertiban umum.
d. Putusan arbitrase internasiona dapat dilaksanakan di indonesia setelah memperoleh eksekutor
dari ketua pengadilan negeri jakarta pusat.

Dengan demikian, suatu putusan arbitrase terhadap para pihak dapat mengajukan
permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengadung unsur-unsur, seperti
berikut.
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan diketahui
palsu atau dinyatakan palsu.
b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan dan disembunyikan
oleh pihak lawan.
c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan sangketa.

Peradilan
Dalam hal terjadi suatu pelanggaran hukum, baik berupa hak seseorang maupun
kepentingan umum maka tidak boleh begitu saja terhadap si pelanggar itu diambil suatu tindakan
untuk “menghakimi sendiri” sangatah tercela, tidak tertib, dan harus dicegah. Tidak hanya
dengan suatu pencegahan, tetapi diperlukan perlindungan dan penyelesaian. Oleh karena itu,
yang berhak memberikan perlindungan dan penyelesaian adalah negara. Untuk itu, negara

22
menyerakan kepada kekuasaan kehakiman yang berbentuk badan peradilan negeri denan para
pelaksanaanya, yaitu hakim.

Pengadilan berdasarkan undang-undang nomor 2 tahun 1986 adalah pengadilan negeri


dan pengadilan dan pengadilan tinggi dilingkungan peradilan umum. Dalam menegakkan
hukum, hakim melaksanakan hukum yang berlaku dengan dukungan rasa keadilan yang ada
padanya berdasarkan hukum yang berlaku, meliputi yang tertulis dan tidak tertulis dan tidak
tertulis. Oleh karena itu, disebutkan bahwa hakim atau pengadilan adalah penegak hukum.
Sementara itu, beradasarkan pasal 2 undang-undang nomor 4 tahun 2004, penyelenggara
kekuasaan dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan peradilan yang berbeda
dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradila tata usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.

Peradilan Umum
Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 tentang peradilan umu, yang dimaksud dengan peradilan umum adalah
salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya mengenai perkara
perdata dan pidana.
Dengan demikiam, kekuasaan kahakiman dilindungi peradilan umum dilaksanakan oleh
pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung.
1. Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri adalah pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan dikotamadya
kabupaten atau ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau
kabupaten, yang dibentuk dengan keputusan presiden. Sementara itu, pengadilan negeri bertugas
dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara perdata ditingkat pertama.
2. Pengadilan Tinggi
Pengadilan tinggi adalah pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota
propinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi yang dibentuk dengan undang-undang.
Sementara itu, pengadilan tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara
perdata ditingkat banding. Pengadilan tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat
pertama dan terakhir sangketa kewenangan yang mengadili antar pengadilan negeri di daerah
hukumannya.

23
3. Mahkamah Agung
Ketentuan mengenai Mahkamah Agung diatur dalam Undang-undang No. 14 tahun 1985,
merupakan pengadilan yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah
dan pengaruh-pengaruh lain, yang berkedudukan di ibukota negara republik indonesia.
Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus
a. Permohon kasasi
b. Sangketa tentang kewenangan mengadili
c. Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.

Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat


banding atau singkat terakhir dari semua lingkungan peradilan. Dalam tingkat kasasi Mahkamah
Agung membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan
peradilan, kerana
1). Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
2). Salah menerapka atau melanggar hukum yang berlaku
3). Lalai memenuhi syarat-syarat yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.

Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali tingkat


pertama dan terakhir atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
berdasarkan alasan-alasan yang diatur dalam perundang-undangan. Permohonan peninjauan
kembali dapat diajukan hanya satu kali dan tidak di menangguhkan atau menghentikan
pelaksanaan putusan pengadilan.
Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut selama belum diputus dan dalam hal ini
sudah dicabut permohonan peninjauan kembai itu tidak dapat diajukan lagi. Permohonan
peninjauan kembali putusan perkara perdata harus diajukan sendiri oleh para pihak yang
berpekra atau ahli warisnya atau seorang wakilnya secara khusus dikuasi untuk itu dengang
tenggang waktu pengajukan 180 hari yang didasarkan atas alasan, seperti berikut.

24
1).Didasakan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah
perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidna
dinayatakan palsu.
2). Setelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada
waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
3). Apabilah telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang ditunut.
4). Mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan sebab-sebabnya.
5). Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama
oleh pengadilan yang sama atau tingkatnya telah diberikan butusan yang bertentangan satu
dengan yang lain.
6). Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu keliruan yang nyata.

Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Litigasi1

Proses Perundingan Arbitrase Litigasi

 Yang
mengatur  Para pihak  Arbiter hakim 

Agak formal sesuai


 Prosedur  Informal dengan rute  Sangat formal dan teknis 

 Segera (3-6
 Jangka waktu minggu)  Agak cepat (3-6bulan)  Lama (2tahun lebih)

 Terkadang sangat
 Biaya  Murah (low cosh) mahal  Sangat mahal (expensive)

 Aturan bukti  Tidak perlu  Agak formal  Sangat formal dan teknis

25
 Publikasi  Konfidensial  Konfidensial  Terbuka untuk umum

 Hubungan
para pihak  Kooperatif  Antagonistis  antagonistis

 Fokus
penyelesaian  For the future  Masa lalu (the past)  Masa lalu (the past)

 Metode Sama keras pada Sama keras pada prinsip


negosiasi  Kompromis prinsip hukum  hukum 

 Memperbaiki yang
 Komunikasi sudah lalu  Jalan buntu (bloked) Jalan buntu(bloked) 

 Result  Win-win Win-lose  Win-lose 

 Selalu ditolaj dan


 Pemenuhan  Sukarela mengajukan oposisi  Ditolak dan mencari dalih

 Suasana
emosional  Bebas emosi  Emosional  Emosi bergejolak

Memutuskan sangseketa mengenai wewenang mengadili

Pasal 147
Setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan penuntut umum, ketua
mempelajari apakah perkara itu termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya.

Pasal 148
1). Dalam hal ketua pengadilan negeri berpendapat, bahwa perkara pidana itu tidak termasuk
wewenang pengadilan negeri yang di pimpinnya, tetapi termasuk wewenang pengadilan negeri
lain, ia menyerahkan surat pelimpahan perkara tersebut kepada pengadilan negeri lain yang
dianggap berwenang mengadilinya dengan surat penetapan yang membuat alsannya.
2). Surat pelimpahan perkara tersebut diserahkan kembali kepada penuntut umum selanjutnya

26
kejaksaan negeri yang bersangkutan menyampaikannya kepada kejaksaan negeri ditempat
pengadilan negeri yang tercantum dalam surat penetapan.

3). Turunan surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada
terdakwa atau penasihat hukum dan penyidik.

Penjelasan :
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal kejaksaan negeri yang menerima surat pelimpahan perkara yang dimaksud
dari kejaksaan negeri semula, ia membuat surat pelimpahan baru untuk disampaikan ke
pengadilan negeri yang tercantum dalam surat ketetapan.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 149
1. Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap surat penetapan pengadilan negeri
sebagaimana dimaksud dalam pasal 148, maka:
a. Ia mangajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan dalam waktu tujuh
had setelah penetapan tersebut diterima.
b. Tidak dipenuhinya tenggang waktu tersebut diatas mengakibatkan batalnya perlawanan.
c. Perlawanan tersebut disampaikan kepada ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud
dalam pasal 148 dan hal itu dicacat dalam buku daftar panitera.
d. Dalam waktu tujuh hari pengadilan negeri wajib meneruskan perlawanan tersebut kepada
pengadilan tinggi yang bersangkutan.
2. Pengadilan tinggi dalam waktu paling lama empat belas hari stelah menerima perlawanan
tersebut dapat menguatkan atau menolak perlawanan itu dengan surat penetapan.
3. Dalam hal pegadilan tinggi menguatkan perlawanan penuntut umum, maka dengan surat
penetapan diperintahkan kepada pengadilan negeri yang bersangkutan untuk menyidanngkan
perkara tersebut.
4. Jika pengadilan tinggi menguatkan pendapat pengadilan negeri, pengadilan tinggi
mengirimkan berkas perkara pidana tersebut kepada pengadilan negeri yang bersangkutan.

27
5. Tembusan surat penetapan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat
(4) disampaikan kepada penuntut umum.

Penjelasan:
Pasal 149
Cukup jelas

Pasal 150
Sangketa tentang wewenang mengadili terjadi:
a. Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwewenang mengadili atas perkara yang
sama,
b. Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang
sama.

Penjelasan :
Pasal 150
Cukup jelas

Pasal 151
1. Pengadilan tinggi memutus sangketa wewenang mengaili antara dua pengadilan negeri atau
lebih yang berkedudukan dalam daerah hukumnya.
2. Mahkama agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sangketa tentang
wewenang mengadili:
a. Antara pengadilan dari satu lingkungan peradilan dengan pengadilan dari lingkungan peradilan
yang lain.
b. Antara dua pengadilan negeri yang berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan tinggi yang
berlainan.
c. Antara dua pengadilan tinggi atau lebih.

Penjelasan :
Pasal 151
Cukup jelas

28
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Mengamati kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari, tidak mungkin
dihindari terjadinya sengketa (dispute/ difference) antar pihak yang terlibat. Setiap jenis sengketa
yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelesaian yang cepat. Makin banyak dan luas
kegiatan perdagangan, frekuensi terjadi sengketa makin tinggi, hal ini berarti sangat mungkin
makin banyak sengketa yang harus diselesaikan.
Membiarkan sengketa bisnis terlambat diselesaikan akan mengakibatkan perkembangan
pembangunan tidak efesien, produktifitas menurun, dunia bisnis mengalami kemunduran dan
biaya produksi meningkat. Konsumen adalah pihak yang paling dirugikan di samping itu,
peningkatan kesejahteraan dan kemajuan sosial kaum pekerja juga terhambat. Kalaupun akhirnya
hubungan bisnis ternyata menimbulkan sengketa diantara para pihak yang terlibat, peranan
penasihat hukum, konsultan dalam menyelesaikan sengketa itu dihadapkan pada alternatif
penyelesaian yang dirasakan paling menguntungkan kepentingan kliennya.
Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan secara Litigasi atau
penyelesaian sengketa di muka pengadilan. Selain melalui cara ligitasi juga ada cara yaitu
melalui metode non litigasi. Cara yang dimaksud adalah melalui Arbitrase,Negosiasi,Mediasi
dan Konsoliasi.
Penyelesaian sengketa secara litigasi tetap dipergunakan manakala penyelesaian secara
nonlitigasi tersebut tidak membuahkan hasil. Jadi penggunaan metode nun ligitasi adalah sebagai
salah satu mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan mepertimbangkan segala
bentuk efesiensinya dan untuk tujuan masa yang akan datang sekaligus menguntungkan bagi
para pihak yang bersengketa.

29
B.PENUTUP
Semoga makalah ini bisa berguna bagi penulis atau pembaca. Kami mohon maaf jika ada
kesalahan baik dalam pemilihan kata atau penulisan makalah. Sesungguhnya kesempurnaan
hanya milik ALLAH SWT dan kekurangan merupakan milik hambaNya.

DAFTAR PUSTAKA

Amriani Nurnaningsih,2012. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di

Pengadilan Jakarta: Rajawali Pers

Karjadi. M, R. Soesilo,1998. Kitab Undang-undangan Hukum Acara Pidana, Bogor


Sukabumi: Politelia

Mahkamah Agung R.I.,2004. Mediasi dan Perdamaian, Jakarta: MA-RI

Riduan Syahrani, Seluk-beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1985)

Sari Elsi Kartika, Advendi Simanunsong,2008. Hukum Dalam Ekonomi Edisi Kedua,

Jakarta: PT Grasindo

Widjaja Gunawan, Ahmad Yani,2000. Hukum Arbitrase Ed.1 Cet.1, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada

30

Anda mungkin juga menyukai