Manusia
Siapa aku? Aku adalah manusia.
Apa itu manusia?
Mengapa aku hidup sebagai manusia?
Untuk apa?
Apa yang harus aku lakukan dalam hidup sebagai manusia?
Makhluk Rasional
Menurut Max Weber (dalam Kalber, 1980), terdapat empat tipe rasional, yakni:
a. Zweckrational atau purposive rationality, yakni ekspektasi terhadap perilaku atau
objek lain dalam lingkungannya yang dianggap memiliki tujuan dan mampu
dikalkulasikan atau diperhitungkan;
b. Wertrational atau value/belief-oriented, yakni rasional atau masuk akal bagi
seseorang untuk memiliki keyakinan atas etika, estetika, agama atau motivasi lain
yang membuatnya bersikap independen dalam mengarahkan tujuannya menuju
keberhasilan hidup.
c. Affectual atau meaningfully oriented, yakni rasionalitas seseorang yang dipengaruhi
oleh perasaan atau emosi dalam memaknai sesuatu; dan
d. Traditional atau conventional, yakni rasionalitas yang dipengaruhi oleh habit atau
kebiasaan yang telah berurat akar.
Dalam kegiatan bisnis, manusia dipandang sebagai pelaku bisnis yang rasional. Misalnya,
ketika hendak berbisnis, seseorang memulainya dengan membuat business plan atau rencana
bisnis yang didalamnya berisi tentang produk apa, analisis kondisi yang mendukung atau
tidak mendukung bisnis yang hendak dilakukannya, strategi melaksanakan bisnisnya seperti
apa, hingga prediksi berapa keuntungan yang mungkin diraihnya. Membuat business plan
menunjukkan rasionalitas seseorang dalam melakukan kalkulasi atau perhitungan dalam
kegiatan bisnis.
Selanjutnya, seorang pebisnis juga harus memiliki keyakinan atas etika, estetika atau
agama, terutama dalam mengarahkan bisnisnya agar bermanfaat bukan hanya untuk dirinya
sendiri tapi juga orang-orang di sekitarnya. Bahwa berbisnis itu harus jujur, harus
bersemangat, pantang menyerah, tidak boleh menyakiti orang lain dan prinsip-prinsip
lainnya. Pebisnis yang rasional adalah pebisnis yang yakin atas nilai-nilai kebaikan.
Selanjutnya, tidak salah jika seorang pebisnis mengikuti perasaan atau emosi atau kata
hatinya, yang mungkin seringkali dianggap oleh orang lain sebagai sesuatu yang tidak
rasional. Kadang, perasaan atau emosi muncul begitu saja. Kadang, seseorang tidak
mempunyai alasan mengapa perasaan itu muncul. Misalnya, tiba-tiba saja seorang pebisnis
merasa dirinya harus mundur dari seleksi tender proyek tertentu. Tidak ada alasan yang logis
yang bisa dijelaskan kepada bawahan atau rekan-rekan kerja. Ia merasa perasaannya tidak
boleh ikut dalam tender proyek tersebut.
Rasionalitas seorang pebisnis juga dipengaruhi oleh kebiasaan, baik kebiasaan dirinya atau
kebiasaan orang lain yang mampu dijadikan lahan bisnis.
Hakikat manusia lainnya yang perlu dipahami dalam kegiatan bisnis adalah manusia
sebagai makhluk sosial. Yakni, makhluk yang senantiasa membutuhkan orang lain dalam
kehidupannya. Begitu pula dengan bisnis. Adakah bisnis yang bisa dikerjakan seorang diri?
Rasanya sulit menemukan bisnis apa itu. Dengan memahami hakikat manusia sebagai
makhluk sosial, seorang pebisnis dituntut untuk luwes dalam melakukan kegiatan bisnisnya,
mampu berempati dengan kebutuhan orang-orang yang ada di sekitarnya, serta senantiasa
berkeinginan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungannya.
Berikut ini, konsekuensi dari konsepsi manusia sebagai makhluk rasional maupun
makhluk sosial dengan kegiatan bisnis adalah
1. Bisnis merupakan kegiatan rasional manusia untuk memupuk keuntungan. Tidak ada
seorang manusia pun yang melakukan bisnis dengan keinginan untuk rugi. Semuanya
ingin untuk. Kalaupun bisnisnya merugi, kemungkinan seseorang untuk menghentikan
bisnisnya sangat besar.
2. Bisnis merupakan kegiatan sosial untuk membantu sesama. Kesinambungan bisnis
seseorang sangat tergantung dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh orang-orang
sekitarnya dengan eksistensi bisnis yang digeluti seseorang.
3. Perpaduan dari kedua konsepsi ini melahirkan seorang pebisnis dengan jiwa yang
seimbang: antara mengejar keuntungan dan kepekaan serta kepedulian terhadap sesama.
Gambar di atas merupakan iklan NASUWA (Nasi Uduk Warna) dari salah satu produk
makanan inovatif dari CV. 1001 yang mengembangkan berbagai produk olahan instan
dengan bahan baku beras, khususnya beras Garut pilihan. Dalam proses produksinya,
NASUWA mengalami tiga kali proses penggilingan, pencucian dan penyaringan dalam
mesin yang menjadikan beras ini lebih praktis dengan tetap menjaga kualitasnya, sehingga
beras dapat langsung dimasak tanpa harus melakukan pencucuian lagi. Selain beras pilihan,
di dalam satu kotak NASUWA terdapat beberapa bumbu dan rempah-rempah pilihan.
NASUWA mirip mie instan yang sudah popular dalam masyarakat Indonesia. Sangat praktis.
Konsumen hanya perlu mencampurkan semua bahan yang ada dalam paket NASUWA dan
menambahkan air sesuai dengan takaran atau sesuai selera (www.produk1001.com).
Mengaitkan dengan wujud kebudayaan, NASUWA merupakan artefak budaya manusia. Ia
merupakan produk olahan dari aktivitas manusia. Namun bukan sembarang artefak. Ada yang
unik dari NASUWA. Yakni, sebuah innovasi yang memanfaatkan ‘kebiasaan’ masyarakat
setempat dalam mengonsumsi makanan pokok.