Anda di halaman 1dari 6

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

DOSEN PENGAMPU:
AYU MENTARI MUTMAINNAH M.Pd
pe

Di Susun Oleh:

ROZIQ FIRDIANTO
(O1366.111.17.2021)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


TUANKU TAMBUSAI PASIR PENGARAIAN
PROGRAM PENDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AKADEMIK 2021-2022
PEMBAHASAN
1. MODEL PROGAM PELATIHAN

Model pelatihan pada awalnya berkembang pada dunia usaha terutama


melalui magang tradisional, dalam sebuah magang tradisional kegiatan
belajar membelajarkan dilakukan oleh seorang warga belajar (sasaran didik)
dan seorang sumber belajar (tutor). Dalam perkembangan selanjutnya
interaksi edukatif yang terjadi tidak hanya melalui perorangan akan tetapi
terjadi melalui kelompok warga belajar (sasaran didik, sasaran pelatihan)
yang memiliki kebutuhan dan tujuan belajar yang sama dengan seorang, dua
orang, atau lebih pelatih (sumber belajar, trainers). Pelatihan sebagai sebuah
konsep program yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan seseorang (sasaran didik), berkembang sangat pesat dan
modern. Perkembangan model pelatihan (capacity building, empowering
dan training) saat ini tidak hanya terjadi pada dunia usaha, akan tetapi pada
lembaga-lembaga profesional tertentu. Model pelatihan pesat dengan
kebutuhan belajar, proses, belajar (proses edukatif), asesmen, sasaran, dan
tantangan lainya.1 Ada beberapa model latihan yang dikembangkan para ahli
untuk disesuaikan dengan pendekatan, strategi serta materi latihan, model-
model pelatihan tersebut sebenarnya sudah lama dikembangkan. Saat ini
model-model tersebut masih tetap dipergunakan namun proses dan langkah-
langkahnya disesuaikan dengan perkembangan kemampuan sasaran
pelatihan, masalah-masalah yang perlu dipecahkan, kebutuhan kurikulum
dan metodologi pelatihan itu sendiri.
Model latihan keterampilan kerja (skill training for the job) yang
dikembangkan oleh Louis Genci (1966) mencakup empat langkah yang
harus ditempuh dalam penyelenggaraan pelatihan sebagai berikut:
1. Mengkaji alasan dan menetapkan progam latihan. Kegiatan lainnya
mencakup identifikasi kebutuhan, penentuan tujuan latihan, analisis isi
latihan, dan pengorganisasian progam latihan.

1
Mustopa Kamal. 2003. Model-model Pelatihan. Bandung: UPI
2. Merancang tahapan pelaksanaan latihan. Kegiatan mencakup
penentuan pertemuan-pertemuan formal dan informal selama latihan
(Training sessions), dan pemahaman terhadap masalah-masalah pada
peserta latihan.
3. Memilih sajian yang efektif. Kegiatan mencakup pemilihan dan
penentuan jenis-jenis sajian, pengkondisian lingkungan termasuk
didalamnya penggunaan sarana belajar dan alat bantu, dan penentuan
media komunikasi.
4. Melaksakan dan menilai hasil latihan. Kegiatannya meliputi
transformasi pengetahuan dan keterampilan dan nilai berdasarkan
progam latihan, serta evaluasi tentang perubahan tingkah laku peserta
setelah mengikuti progam latihan.

2. MODEL PROGAM E-LEARNING


E-learning adalah teknologi informasi dan komunikasi untuk mengaktifkan
siswa untuk belajar kapanpun dan dimanapun. Dan model pembelajaran e-
learning biasa nya menggunakan pemanfaatan jaringan internet (online).
Proses pembelajaran secara online dapat diselenggarakan dalam berbagai
berikut:
1. Proses pembelajaran secara konvesial (face to face meeting) dengan
tambahan pembelajaran melalui media interaktif komputer melalui
internet atau menggunakan grafik interaktif komputer.
2. Dengan metode campuran,tetap menggunakan komputer namun tidak
juga memerlukan fece to face meeting untuk kepintingan tutorial atau
mendiskusikan bahan ajar.
3. Metode pembelajaran secara keseluruhan hanya dilakukan secara online,
metode ini sama sekali tidak ditemukan face to face meeting.
Model pembelajaran berbasis teknologi informasi yang menggunakan e-
learning berakibat pada perubahan budaya belajar dalam kontek
pembelajarannya. Ada 4 komponen penting dalam membangun budaya
belajar dengan menggunakan e-learning di sekolah,ialah:
1. Peserta didik dituntut secara mandiri dalam belajar dengan pendekatan
yang sesuai, agar siswa mampu mengarahkan, motivasi, mengatur
dirinya sendiri dalam pembelajaran.
2. Dalam pembelajaran pendidik harus mampu mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan, memfasilitasi peserta didiknya.
3. Tersedianya infrastuktur yang memadai.
4. Adanya administor yang kreatif serta penyiapan infrastuktur dalam
memfasilitasi pembelajaran.
4. MODEL PROGAM PAKET ( A B C )
Pendidikan kesetaraan merupakan pendidikan nonformal yang mencakup
progam paket A setara SD / MI, paket B setara SMP / MTS, dan paket C
setara SMA / MA.2
Sasaran pendidikan kesetaraan meliputi:
1. Pendidikan usia tiga tahun di atas SD / MI (13-15 th) untuk paket A
dan tiga di atas usia SMP / MTS (16-18 th) untuk paket B.
2. Penduduk usia sekolah yang bergabung dalam komunitas e-learning,
sekolah rumah, dan sekolah alternatif, serta komunitas yang berpotensi
khusus.
3. Penduduk usia sekolah yang terkendala ke jalur formal karena
berbagai hal (faktor ekonomi, waktu, sosial dll).
4. Penduduk usia 15- 44 yang belum tuntas wajib belajar pendidikan
dasar 9 tahun.
5. penduduk usia SMA/ MA yang berminat mengikuti Program Paket C
terutama karena masalah ekonomi.
6. penduduk di atas usia 18 tahun yang berminat mengikuti Program
Paket C karena berbagai alasan.
Sebagai pendidikan berbasis masyarakat dan meluas, program Pendidikan
Kesetaraan dapat diselenggarakan oleh berbagai bentuk lembaga, organisasi,
dan komunitas belajar. Karakteristik Penyelenggara Komunitas Belajar
sebagai berikut: PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), SKB

2
Direktorat Jenderal Pendidikan NonFormal dan Informal (2007): Acuan Proses
Pelaksanaan dan Pembelajaran Pendidikan Kesetaraan Program Paket A, B dan C,
Departemen Pendidikan Nasional.
(Sanggar Kegiatan Belajar), Pondok Pesantren, Majlis Taklim, Sekolah
rumah, Sekolah alam, Sekolah Kelas Campuran, Susteran, Diklat-diklat dan
Unit Pelaksanan Teknis.3
5. MODEL PROGAM LIFE SKIL
Pengertian kecakapan hidup bukan sekedar keterampilan untuk bekerja
(vokasional) tetapi memiliki makna yang lebih luas. Kecakapan hidup
sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan
berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi
berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan secara lebih efektif.
Barrie Hopson dan Scally mengemukakan bahwa kecakapan hidup
merupakan pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan
berkembang, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan
baik secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam menghadapi
situasi tertentu.
Pengenalan pendidikan kecakapan hidup (life skills) pada dasarnya
merupakan upaya untuk memperkecil perbedaan antara dunia pendidikan
dengan kehidupan nyata sehingga pendidikan akan lebih realistis dan lebih
konstektual dengan nilai-nilai kehidupan nyata sehari-hari. Menurut Slamet,
peranan dan fungsi serta tugas dari Pendidikan Formal (PF) dan Pendidikan
Non Formal (PNF) adalah mempersiapkan peserta didik agar mampu :

1) Mengembangkan kehidupan sebagai pribadi.


2) Mengembangkan kehidupan untuk bermasyarakat.
3) Mengembangkan kehidupan untuk bernegara dan berbangsa.
4) Mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan yang
lebih tinggi.

Konsep kecakapan hidup (life skill), Tyler dan Taba mengemukakan


bahwa kecakapan hidup merupakan salah satu fokus analisis dalam
pengembangan kurikulum pendidikan yang menekankan pada kecakapan
hidup dan bekerja. Pengembangan kecakapan hidup mengedepankan aspek-
aspek berikut:

3
Op. cit, h. 14-17.
1. Kemampuan yang relevan untuk dikuasai peserta didik.
2. Materi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan peserta
didik.
3. Kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik untuk mencapai
kompetens.
4. Fasilitas, alat dan sumber belajar yang memadai.
5. Kemampuan-kemampuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan
peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai