Anda di halaman 1dari 106

TEKNOLOGI PENANGANAN BAHAN BAKU

TERHADAP MUTU SOSIS IKAN PATIN


(Pangasius pangasius)

ERDIANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Teknologi Penanganan Bahan


Baku terhadap Mutu Sosis Ikan Patin (Pangasius pangasius) adalah karya saya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir.

Bogor, Maret 2006

Erdiansyah
NIM F 051030061
ABSTRAK

ERDIANSYAH. Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu Sosis Ikan


Patin (Pangasius pangasius). Dibimbing oleh MADE ASTAWAN dan JOKO
HERMANIANTO.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh cara penanganan
daging ikan patin terhadap perubahan mutu bahan baku selama penyimpanan beku
serta hubungannya dengan sifat fisik dan organoleptik sosis yang dihasilkan.
Daging ikan patin terlebih dahulu dibuat fillet, daging lumat, dan surimi lalu
dikemas dengan plastik polypropilen kemudian disimpan di freezer pada suhu -
180 C selama 0, 20, 40, dan 60 hari. Pembuatan sosis dilakukan setiap hari ke-i
dari lama penyimpanan bahan baku. Sosis terbaik hasil uji organoleptik
digunakan untuk perlakuan pada penyimpanan pada berbagai suhu (100 C, 50C,
dan -50 C).
Penanganan bahan baku ikan patin menjadi surimi menunjukkan nilai pH
dan WHC relatif lebih tinggi pada awal penyimpanan (hari ke-0) tetapi nilai total
protein terlarut lebih rendah. Selama penyimpanan surimi memperlihatkan
adanya jaminan perlindungan terhadap penurunan mutu, sehingga sosis yang
dihasilkan mempunyai nilai cooking loss, kekerasan, dan kekenyalan lebih baik
hingga hari ke-60 penyimpanan. Hasil uji organoleptik panelis lebih menyukai
sosis dari surimi yang disimpan pada hari ke-60.
Penyimpanan sosis pada suhu -5o C, 5oC, dan 10o C menyebabkan terjadinya
peningkatan nilai TVB, TPC, Sineresis, dan pH. Hingga akhir pengamatan
(minggu ke-4) sosis pada suhu penyimpanan -5o C dan 5o C menunjukkan mutu
masih dalam batas ketentuan dibandingkan suhu 10o C .
TEKNOLOGI PENANGANAN BAHAN BAKU
TERHADAP MUTU SOSIS IKAN PATIN
(Pangasius pangasius)

ERDIANSYAH

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pasca Panen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
Judul Tesis : Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu
Sosis Ikan Patin (Pangasius pangasius)

Nama Mahasiswa : Erdiansyah


NIM : F051030061

Disetujui,

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS. Dr. Ir. Joko Hermanianto
Ketua Anggota

Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Teknologi Pasca Panen

Dr. Ir. Wayan Budiastra, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tanggal Ujian : 8 Maret 2006 Tanggal Lulus :


PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kuasa-
Nya jualah penulisan tesis ini dapat diselesaikan, salam serta sholawat atas nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia ke jalan ya ng benar dan
diridhoi Allaw SWT.
Ikan patin adalah salah satu jenis ikan air tawar yang sudah banyak
dibudidayakan. Ukurannya yang relatif besar sehingga cocok untuk digunakan
sebagai bahan baku produk olahan. Sosis adalah salah satu produk olahan ya ng
banyak dikenal dan disukai, namun kebanyakan yang beredar di pasaran adalah
berbahan baku sapi dan ayam. Pembuatan sosis ikan patin mempunyai peluang
yang cukup luas untuk bersaing dengan produk yang sudah ada. Untuk
menghasilkan sosis dengan mutu yang baik diperlukan bahan baku yang bermutu,
sehingga diperlukan penanganan pascapanen yang benar untuk menjaga kualitas
bahan baku.
Berdasarkan pemikiran diatas, penulis melakukan penelitian sejak bulan
April hingga Nopember 2005 mengenai cara penanganan bahan baku pra-olahan
dan lama penyimpanan beku terhadap mutu bahan baku serta hubungannya
dengan mutu sosis. Mudah- mudahan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan
ilmiah dan menjadi acuan, untuk memperhatikan mutu bahan baku sebelum
digunakan untuk proses selanjutnya.
Untuk istriku tercinta Devi Riani dan ananda Viriyan Ilmi, ayahanda
Burniat, ibunda Asmah, Ayahanda mertua (alm) Be rmawi Djakvar, ibunda mertua
Bayudah Balik, ayunda yati dan adik-adik serta keluarga besar, terima kasih atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Alex Noerdin, SH
selaku Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin yang telah
memberikan fasilitas Tugas Belajar, Ibu Ir. Suratinah Hamzah (mantan Kepala
Dinas), Bapak Ir. Hanafi Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan atas izin serta
restunya.
Selanjutnya terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS
selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Joko Hermanianto sebagai
Anggota Komisi Pembimbing atas segala saran dan bimbingan yang diberikan
selama penulisan tesis ini, semoga menjadi amal yang baik di sisi Allah SWT.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman sejawat
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Musi Banyuasin serta teman- teman
Program Studi Teknologi Pasca Panen khususnya angkatan 2003 (Pak Theis, Pak
Hidayat, Pak Khaidir, Fahrul, Muhdarsyah, Desy, Dian, Ira, Cut, Atik, Meilan,
Mbak Endang, dan Mbak Ana), angkatan 2002 ( Mbak Hani, Pak Munawar, Pak
Enrico), angkatan 2004 (Pak Ismail, Adnan, Asri, Yani, Mala, Mbak Rina).
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2006

Erdiansyah
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang - Sumatera Selatan pada tanggal 8 Januari


1971, putra kedua dari tujuh bersaudara dari ayah Burniat dan ibu Asmah.
Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Wathoniyah Islamiyah Karanganyar –
Kebumen Jawa Tengah dan pada tahun yang sama diterima di Universitas
Muhammadiyah Palembang. Penulis memilih jurusan Budidaya Perairan sebagai
angkatan pertama pada Fakultas Pertanian dan menyelesaikan studi pada tahun
1996.
Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Dinas
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Musi Banyuasin – Sumatera Selatan, sebagai
staf Bagian Tata Usaha.
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………….. vi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………. vii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………….. viii
PENDAHULUAN ……………...........………………………………………………. 1
Latar Belakang .......... …………………………………………………………………. 1
Tujuan …………………………………………………………………………. 2
Hipotesis ………………………………………………………………………. …. 2

TINJAUAN PUSTAKA ……….……………………………………………………… 3


Struktur Daging Ikan .....……….………………………………………………….. 3
Komposisi Kimia Daging Ikan …………………………………………………. 5
Sifat Fungsional Protein ……….………………………………………………….. 8
Ikan Patin………………………………………………………………………….. 10
Penyimpanan Beku…………….. …………………………………………………. 12
Bentuk Pra-olahan…………………………………………………………………. 12
Sosis……………………………………………………………………………….. 14
Bahan-bahan Penyusun Sosis …..…………………………………………………. 15

METODE PENELITIAN …..…………………………………………………………. 20


Tempat dan Waktu .……………………………………………………………….. 20
Bahan..……………………………………………………………………………... 20
Peralatan……………………….. …………………………………………………. 20
Proses Pembuatan Sosis…………………………………………………………… 20
Tahapan Penelitian………………………………………………………………… 24
Pengamatan ……………………………………………………………………….. 25
Rancangan Percobaan…………………………………………………………....... 25
Metode Analisis…………………………………………………………………… 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………………. 33


Pengamatan Perubahan Mutu Bahan Baku Selama Penyimpanan ………………. 33
Pengamatan Perubahan Sifat Fisik Dan Organoleptik Sosis …………………….. 38
Perubahan Mutu Sosis Selama Penyimpanan .......................................................... 47

KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………………… 61


Kesimpulan ……………………………………………………………………… 61
Saran ……………………………………………………………………………… 61

DAFTAR PUSTAKA...……………………………………………………………….. 62
LAMPIRAN ………………………………………………………………………….. 68
DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi kimia rata-rata daging ikan……………………................... 5

2 Penggolongan protein daging ikan berdasarkan kelarutan……………. 6

3 Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemaknya …. 8

4 Sifat fungsional protein yang dibutuhkan dalam sistim pangan. ……. 9

5 Komposisi kimia ikan patin. ………………………………………… 11

6 Formulasi adonan sosis ikan patin…………………………………… 24

7 Rataan analisa mutu bahan baku fillet, lumat, dan surimi pengaruh
lama penyimpanan beku………………………………. ......................... 33

8 Rataan sifat fisik sosis yang dihasilkan……………………………… 40

9 Rataan hasil uji organoleptik sosis yang dihasilkan…………………. 45

10 Rataan perubahan mutu sosis selama penyimpanan………………… 51

11 Kandungan proksimat sosis pada awal dan akhir penyimpanan…….. 58


GAFTAR GAMBAR
Halaman

1 Tipe daging merah dalam berbagai jenis ikan ……………………….......… 3

2 Daging ikan dan komponen penyusunnya ………………................…….. 4

3 Ikan patin (Pangasius pangasius) ………………………..................…… 11

4 Proses pembuatan sosis ikan patin……....…………………...................… 22

5 Proses pembuatan bahan baku..…………………......................……......... 23

6 Perubahan Total protein terlarut bahan baku selama penyimpanan beku... 34

7 Perubahan pH bahan baku selama penyimpanan beku............................... 37

8 Perubahan WHC bahan baku selama penyimpanan beku........................... 39

9 Cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku.............................................................................................................. 41

10 Kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama


penyimpanan beku...................................................................................... 42

11 Kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama


penyimpanan ............................................................................................. 43

12 Nilai TVB Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ....…......… 52

13 Reaksi kimia degradasi histidin menjadi histamin ………....................…… 53

14 Log Total Mikroba Sosis Patin pada berbagai suhu penyimpanan ............. 54
.
15 pH Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ..………............… 56

16 Sineresis Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ..….........…. 57


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil pengukuran protein terlarut bahan baku sela ma penyimpanan…… 68

2 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku
terhadap total protein terlarut bahan baku ……………………………… 68

3 Uji Wilayah Berganda Duncan total protein terlarut bahan baku.............. 68

4 Hasil pengukuran pH bahan baku selama penyimpanan ………….……... . 69

5 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku
terhadap pH bahan baku ……………………………………………. ..... 69

6 Uji Wilayah Berganda Duncan pH bahan baku……………………......... 69

7 Hasil pengukuran WHC bahan baku selama penyimpanan…………... . 70

8 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap WHC bahan baku…...………………………………....... 70

9 Uji Wilayah Berganda Duncan WHC bahan baku……………………... 70

10 Hasil pengukuran cooking loss sosis pengaruh jenis baha n baku dan lama
penyimpanan beku…………………………………………………… 71

11 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap cooking loss sosis …….……………………………… 71

12 Uji Wilayah Berganda Duncan cooking loss sosis………………….... 71

13 Hasil pengukuran kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan


baku dan lama penyimpanan beku………...…………………………. 72

14 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap kekerasan (obyektif) sosis …..…...…………………... 72

15 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis…………………….… 72

16 Hasil pengukuran kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku


dan lama penyimpanan beku……………………………………….…… 73

17 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap kekenyalan (obyektif) sosis ………..…………............ 73

18 Uji Wilayah Berganda Duncan kekenyalan sosis….………….......... 73


19 Hasil uji hedonik penampakan irisan sosis pengaruh jenis bahan baku
dan lama penyimpanan beku ………………………………………. 74

20 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap penampakan irisan sosis ....………………………… 75

21 Uji Wilayah Berganda Duncan penampakan irisan sosis……………. 75

22 Hasil uji hedonik kekerasan sosis pengaruh jenis bahan baku


dan lama penyimpanan beku ……………………………………… 76

23 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap kekerasan sosis ……….......………………………… 77

24 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis…………………….. 77

25 Hasil uji hedonik kekenyalan sosis pengaruh jenis bahan baku


dan lama penyimpanan beku …………………………………...... .. 78

26. Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap kekenyalan sosis …..……………………………….. 79

27 Uji Wilayah Berganda Duncan kekenyalan sosis…………………….. 79

28 Hasil uji hedonik aroma sosis pengaruh jenis bahan baku


dan lama penyimpanan beku ……………………………………….. 80

29 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap aroma sosis ...………………………………………… 81

30 Uji Wilayah Berganda Duncan aroma sosis………………………….. 81

31 Hasil uji hedonik juicines sosis pengaruh jenis bahan baku


dan lama penyimpanan beku ………………………………………… 82

32 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap juicines sosis ...………………………………………… 83

33 Uji Wilayah Berganda Duncan juiciness sosis……………………… 83

34 Hasil uji hedonik rasa sosis pengaruh jenis bahan baku


dan lama penyimpanan beku ……………………………………….. 84

35 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku
terhadap rasa sosis ...………………………………………………… 85

36 Uji Wilayah Berganda Duncan rasa sosis……………………......... 85


37 Hasil uji hedonik penerimaan umum sosis pengaruh jenis bahan baku
dan lama penyimpana n beku ………………………………………… 86

38 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap penerimaan umum sosis ……………………………… 87

39 Uji Wilayah Berganda Duncan penerimaan umum sosis…………… 87

40 Analisis sidik ragam nilai TVB sosis pada berbagai suhu penyimpanan.... 88

41 Uji Wilayah Berganda Duncan TVB sosis pada berbagai suhu


penyimpanan.......................................................................................... 88

42 Analisis sidik ragam nilai TPC sosis pada berbagai suhu penyimpanan... 88

43 Uji Wilayah Berganda Duncan TPC sosis pada berbagai suhu


penyimpanan......................................................................................... 88

44 Analisis sidik ragam pH sosis pada berbagai suhu penyimpanan......... 89

45 Uji Wilayah Berganda Duncan pH sosis pada berbagai suhu


penyimpanan......................................................................................... 89

46 Analisis sidik ragam sineresis sosis pada berbagai suhu penyimpanan... 89

47 Uji Wilayah Berganda Duncan sineresis sosis pada berbagai suhu


penyimpanan.............................................................................................. 89

48 Jenis bahan baku fillet, lumat, dan surimi daging ikan patin ………… 90

49 Sosis ikan patin dari bahan baku fillet, lumat, dan surimi……………… 90
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Masalah yang perlu mendapatkan perhatian sungguh-sungguh
sehubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk adalah penyediaan
protein. Ikan patin adalah salah satu sumber protein hewani yang mudah
didapat dan harganya terjangkau. Menurut data statistik Departemen
Kelautan dan Perikanan (2004) produksi ikan patin mencapai 23.962
ton/tahun dari total produksi budidaya ikan air tawar sebesar 346.453
ton/tahun, dengan harga jual pada tingkat konsumen Rp.8.000 sampai
dengan Rp.12.000 per kilogram.
Pembuatan sosis dengan menggunakan daging ikan patin merupakan
upaya penganekaragaman pengolahan ikan, sehingga diharapkan dapat
diterima secara umum karena penampakan dan rasanya telah mengalami
modifikasi menjadi lebih menarik dengan citarasa yang disukai. Pengolahan
ikan patin menjadi sosis memiliki beberapa keuntungan antara lain
memudahkan pengangkutan, memperluas areal pemasaran, memperpanjang
daya simpan, menambah variasi produk perikanan menjadi produk siap saji,
dan secara tidak langsung merangsang peningkatan produk hasil perikanan.
Agustini dan Swastawati (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan hasil
perikanan melalui penganekaragaman produk-produk value-added memiliki
prospek yang bagus di masa mendatang dan dapat mendukung suksesnya
pelaksanaan Program Ketahanan Pangan Nasional .
Untuk menghasilkan sosis dengan mutu yang baik, diperlukan bahan
baku dengan kualitas yang baik, sehingga penanganan pra-olahannya perlu
dilakukan untuk menjaga kualitas yang maksimal. Penyimpanan beku
adalah suatu cara untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang daya
simpan bahan baku, dengan menghambat reaksi metabolisme dan mencegah
pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan. Sedangkan penanganan
bentuk pra-olahan daging ikan sebelum diolah menjadi sosis adalah fillet,
daging lumat, dan surimi yang bertujuan untuk mempermudah pengolahan
dalam rangkaian proses produksi serta efisiensi dalam penyimpanan.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menguji perubahan mutu (total protein terlarut, water holding
capacity, dan pH) bahan baku dalam bentuk fillet, daging lumat, dan
surimi selama penyimpanan beku.
2. Menerangkan pengaruh perubahan mutu bahan baku fillet, daging
lumat, dan surimi selama penyimpanan beku terhadap sifat fisik
(cooking loss, kekerasan, kekenyalan) dan penerimaan konsumen
terhadap sosis yang dihasilkan (organoleptik).
3. Mengukur perubahan mutu sosis (TPC, TVB, pH, sineresis, dan
proksimat) selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5o C, dan 10o C.

Hipotesis
Penyimpanan bahan baku pra-olahan (fillet, daging lumat, dan surimi)
pada suhu beku dapat mempertahankan mutu daging ikan dan menghasilkan
produk sosis dengan sifat fisik dan organoleptik yang disukai konsumen.
TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Daging Ikan


Berdasarkan warna daging, ikan dapat dibedakan atas daging putih dan
daging merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh protein mioglobin pada
daging merah (Dyer dan Dingle, 1961). Hadiwiyoto (1993) menyatakan,
daging ikan warna merah mempunyai kandungan mioglobin tinggi dan
diimbangi jaringan pengikat dan pembuluh darah, sedangkan daging putih
mempunyai kandungan protein tinggi.
Menurut Suzuki (1981), daging merah terdapat hampir di sepanjang
tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat di
hampir seluruh bagian tubuh ikan. Berdasarkan proporsi daging merah
terdapat tiga jenis ikan, yaitu cod dengan proporsi daging merah terkecil,
mackarel dengan proporsi daging merah sedang, dan frigate mackarel
dengan proporsi terbanyak.

Gambar 1 Tipe daging merah dalam berbagai jenis ikan; (A) cod,
(B) mackerel, dan (C) frigate mackerel (Suzuki, 1981).
Badan ikan umumnya mempunyai bentuk dan ukuran yang simetris
dan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, kepala, badan (tubuh), dan ekor.
Bagian kepala adalah bagian muka yang dimulai dari ujung mulut sampai
akhir insang. Bagian badan dimulai dari akhir tutup insang sampai sirip
belakang, sedangkan bagian ekor dimulai dari sirip ekor sampai dengan
ujung ekor. Di dalam badan ikan terdapat kerangka ikan, daging/otot dan
organ-organ lainnya (Hadiwiyoto, 1993).
Gambar 2 Daging ikan dan komponen penyusunnya (Hadiwiyoto,
1993)

Menurut Hadiwiyoto (1993), daging yang terletak di bagian punggung


dan perut merupakan jaringan pengikat yang terbanyak dan tersusun oleh
segmen-segmen yang disebut miomer dan miomata yang tampak seperti
garis-garis zigzag. Potongan melintang badan ikan akan menampakkan
garis-garis konsentris miotoma sehingga jelas sekali lokasi mioseptanya.
Miotoma sebenarnya adalah jaringan pengikat sedangkan miosepta adalah
jaringan pengikat yang lebih besar dan tersusun oleh miotoma- miotoma.
Penyusun miotoma adalah suatu bundel benang-benang daging yaitu
endomisium yang merupakan sel daging ikan. Satu sel daging tersusun oleh
benang-benang halus yang disebut miofibril.
Badan ikan terdiri atas tulang dan daging/otot. Daging atau otot
kebanyakan terdapat pada bagian tubuhnya dan merupakan jaringan-jaringan
pengikat yang meliputi bagian punggung, perut, pangkal sirip punggung,
pangkal sirip ekor, pangkal sirip belakang, pangkal sirip dada, pangkal sirip
depan, dan bagian kepala (Hadiwiyoto, 1993).
deMan (1997) menambahkan, jaringan ikat otot ikan jumlahnya lebih
rendah daripada dalam otot mamalia, mengakibatkan tekstur daging ikan
lebih empuk jika dibandingkan dengan daging mamalia.

Komposisi Kimia Daging Ikan


Sifat kimia dari daging ikan meliputi komponen-komponen kimia
penyusun daging ikan. Daging ikan merupakan bahan biologik yang secara
kimiawi sebagian besar tersusun oleh unsur-unsur organik ya itu, oksigen
(75%), hidrogen (10%), karbon (9.5%), dan nitrogen (2.5%). Unsur-unsur
tersebut merupakan penyusun senyawa-senyawa protein, karbohidrat, lipida,
vitamin, enzim dan sebagainya (Irawan, 1995). Komposisi kimia rata-rata
daging ikan dapat di lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia rata-rata daging ikan
Komponen Kimia Komposisi (%)
Air 66 – 84
Protein 16 – 22
Karbohidrat 1–3
Lemak 0.1 – 22
Bahan Anorganik 0.8 - 2
*Sumber : Suzuki (1981)

Protein
Protein ikan merupakan bagian yang pent ing untuk dipelajari dalam
dasar-dasar ilmu dan teknologi ikan terutama dari segi-segi kimianya. Hal
ini disebabkan, protein ikan yang mencapai 11 – 27% merupakan komponen
terbesar kedua jumlahnya setelah air (Hadiwiyoto, 1993). Berdasarkan
lokasinya dalam daging, protein ikan dapat digolongkan menjadi 3 macam,
yaitu, protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma (Xiong,
2000). Berdasarkan sifat kelarutan protein daging ikan deMan (1997)
memilahnya menjadi tiga golongan yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Penggolongan protein daging ikan berdasarkan kelarutan
N Kekuatan ion pada saat Nama golongan lokasi
o pelarutan
“myogen” Terutama
1 Sama dengan atau lebih mudah larut sarkoplasma,
besar dari nol cairan sel otot
“Struktur” Terutama
2 Lebih besar dari, sekitar kurang larut myofibril, unsur
0.3 kontraktil
Terutama
3 Tidak larut “Stroma” jaringan ikat,
dinding sel dsb
*Sumber : deMan (1997)

Protein miofibrillar
Protein miofibril adalah protein-protein yang terdapat pada benang-
benang daging (miofibril dan miofilamen). Yang termasuk golongan protein
ini adalah tipe golongan protein globulin, misalnya myosin, aktin, dan
tropomyosin (Xiong, 2000).
Suzuki (1981) menyatakan, protein miofibrillar bersifat sedikit larut
dalam air pada pH netral tetapi larut dalam larutan garam kuat. Protein
miofibrillar adalah protein yang membentuk miofibril, yang terdiri dari
protein struktural (aktin, miosin, dan aktomiosin) dan protein regulasi
(troponin, tropomiosin, dan aktinin). Protein miofibrillar merupakan bagian
terbesar dari protein ikan yaitu sekitar 66 – 77% dari total protein ikan, dan
bila dibandingkan dengan daging mamalia dan unggas daging ikan
mengandung protein miofibril yang terbanyak. Miofibril sangat berperan
dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada daging ikan yang diolah.

Protein sarkoplasma
Suzuki (1981) menyatakan, protein sarkoplasma mengandung protein
yang dapat larut dalam air, disebut miogen. Kandungan protein sarkoplasma
dalam daging ikan tergantung pada jenis ikan, biasanya terdapat dalam
jumlah sekitar 10% dari total protein ikan. Hadiwiyoto (1993), menyatakan
bahwa protein yang tergolong protein sarkoplasma adalah protein albumin,
mioalbumin, mioprotein.
Sarkoplasma mengandung bermacam- macam protein yang larut dalam
air (miogen). Pada pembuatan surimi, protein sarkoplasma harus
dihilangkan dulu karena dapat menghambat pembentukan gel.

Protein stroma
Protein stroma (jaringan pengikat) kebanyakan terdapat dalam
miosepta dan endomisium, tetapi ada juga yang terdapat pada sarkolemma
atau bagian tubuh yang lain tetapi jumlahnya tidak banyak sekitar 6% dari
seluruh protein ikan.
Kolagen adalah salah satu jenis protein jaringan pengikat yang
dominan baik dalam jumlahnya maupun peranannya, struktur kolagen
menyerupai benang-benang jala. Kolagen tidak larut dalam air maupun
larutan garam tetapi larut dalam larutan alkali dan jika dipanaskan maka
strukturnya akan berubah menjadi peptida-peptida dengan berat moekul
yang lebih rendah.(Hadiwiyoto, 1993).

Lemak
Winarno (1993), menyatakan bahwa berdasarkan kandungan
lemaknya, ikan terbagi menjadi 3 golongan yaitu, ikan dengan kandungan
lemak rendah (kurang dari 2%) seperti kerang, cod, lobster, bawal, gabus;
ikan dengan kandungan lemak medium (2 – 5%) seperti rajungan, oyster,
udang, ikan mas, lemuru, salmon; dan ikan dengan kandungan lemak tinggi
(5 – 20%) seperti herring, mackarel, salmon, tuna, sepat, tawas, nila.
Menurut Junianto (2003), Kandungan lemak daging merah ikan lebih
tinggi dibandingkan daging putih ikan. Namun kandungan protein daging
merah ikan lebih rendah dibandingkan daging putih ikan. Berdasarkan
kandungan lemak dan protein, ikan digolongkan seperti Tabel 3.
Kandungan lemak ikan bermacam- macam tergantung pada jenis ikan,
umur, jumlah daging merah, dan kondisi makanan (Suzuki, 1981). Irawan
(1995) menambahkan bahwa kandungan lemak erat kaitannya dengan
kandungan protein dan kandungan air. Pada ikan yang kandungan lemaknya
rendah, umumnya mengandung protein dalam jumlah yang cukup besar.
Tabel 3 Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemak
Tipe Prot (%) Lemak (%) Jenis Ikan
A. Protein tinggi, lemak rendah 15 – 20 <5 Cod
B. Protein tinggi, lemak sedang 15 – 20 5 – 15 Salmon
C. Protein rendah, lemak tinggi <5 > 15 Trout
D.Protein sangat tinggi, lemak rendah > 20 <5 Tuna
E. Protein rendah, lemak rendah < 15 <5 Oyster
*Sumber : Junianto (2003)

Air
Air adalah komponen terbesar penyusun daging ikan sebesar 66 – 84%
dan menurut Suzuki (1981), kadar air pada daging ikan mempunyai
hubungan yang berlawanan dengan kadar lemak. Makin tinggi kadar air
maka makin rendah kadar lemaknya.
Ilyas (1983) mengatakan bahwa air dalam jaringan daging ikan diikat
sangat erat oleh senyawa koloidal dan kimiawi sehingga ia tidak mudah
bebas oleh tekanan berat. Kekuatan penahan air pada daging ikan segar
adalah maksimum, sedangkan pada ikan yang mulai membusuk kekuatan itu
jauh berkurang sehingga cairan itu mudah bebas.

Karbohidrat
Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida, yaitu glikogen
yang terdapat dalam sarkoplasma di antara miofibril- miofibril. Glikogen
dalam daging sifatnya tidak stabil, mudah berubah menjadi asam laktat
melalui proses glikolisis sehingga menyebabkan pH daging ikan turun
dengan cepat.
Sifat Fungsional Protein.
Protein adalah salah satu komponen penyusun bahan pangan yang
mempunyai peranan sangat besar dalam menentukan mutu produk pangan.
Protein mampu berinteraksi dengan senyawa-senyawa lain sehingga
berpengaruh pada aplikasi proses, mutu dan penerimaan produk. Sifat-sifat
seperti inilah yang disebut sifat fungsional protein seperti: water binding,
kelarutan, viscositas, pembentukan gel, flavour binding dan aktivitas
permukaan (Kinsella, et al. 1979). Zayas (1997) menambahkan, sifat
fungsional protein adalah sifat fisiko-kimia protein yang mempengaruhi
tingkah laku di dalam sistim bahan pangan selama persiapan, pengolahan,
penyimpanan dan konsumsi yang berperan pada mutu dan sensorik sistem
bahan pangan tersebut.
Menurut Cheftel et al. (1985) sifat fungsional protein dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian utama yaitu:
1. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dalam
air, misalnya: penyerapan air, penahanan air, dan viskositas.
2. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dengan
protein atau protein dengan lemak, misalnya: pembentukan gel, adonan
dan tekstur.
3. Sifat fungsional yang berhubungan dengan sifat permukaan protein,
misalnya: emulsifikasi dan daya buih.
Masing- masing sifat fungsional tersebut tidak berdiri sendiri, namun
saling berkaitan satu dengan lainnya. Keberadaan sifat-sifat tersebut
selanjutnya akan memberikan karakteristik tersendiri dalam suatu sistim
pangan (Tabel 4).
Tabel 4 Sifat fungsional protein yang dibutuhkan dalam sistim pangan.

Sifat Fungsional Bentuk aktivitas Sistim Pangan


Kelarutan Pelarut protein, Minuman
bergantung pada pH
Daya serap/ikat air Pengikatan hidrogen Daging, sosis, roti, kue
HOH
Pembentukan gel Pembentukan matrik Daging, keju, dadih
protein
Daya lekat Pengikatan bahan oleh Daging, sosis, pasta
protein
Elastisitas Ikatan hidrofobik pada Daging, roti
gluten, ikatan sulfida
pada gel
Emulsifikasi Pembentukan dan Sosis, sup, bologna
stabilitas emulsi lemak
Daya serap lemak Pengikatan lemak bebas Sosis daging
*Sumber : Kinsella (1979)

Sifat kelarutan protein sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, dan pelarut
yang digunakan. Pengaruh pH didasarkan pada adanya perbedaan muatan
antara asam-asam amino yang menyusun protein. Pada pH tertentu
perbedaan muatan tersebut dapat mencapai nol (net charge=0) atau
terjadinya kesetimbangan yang dikenal sebagai titik isoelektrik. Pada pH
tersebut protein memiliki daya tarik menarik yang paling kuat antara
sesamanya dan mulai terurai. Pada pH di atas dan di bawah titik isoelektrik
dan lebih besarnya muatan negatif pada pH diatas titik isoelektrik.
Perubahan muatan ini menyebabkan menurunnya daya tarik menarik antara
molekul protein, sehingga molekul protein lebih mudah terurai dan kelarutan
protein akan semakin meningkat (Lehninger, 1982).

Ikan Patin (Pangasius pangasius)


Famili Pangasidae adalah ikan berkumis air tawar yang terdapat di
seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara. Mempunyai ciri kulit halus,
memiliki dua pasang sungut yang relatif pendek, jari-jari sirip punggung dan
sirip dada sempurna dengan tujuh jari-jari bercabang, sebuah sirip lemak
berpangkal sempit, sirip dubur panjang dan bersambung dengan sirip ekor.
Sirip ekor bercagak dalam dengan mulut yang agak mengarah kedepan.
Hidup diperairan berarus lambat dan aktif di malam hari, memakan detritus
dan invertebrate lainnya dari dasar sungai (Whitten, 1996). Susanto dan
Amri (1996) menyatakan ikan patin memiliki badan memanjang berwarna
putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan (Gambar 3).
Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup besar
untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala relatif kecil dengan mulut
terletak diujung kepala agak sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas
golongan cat fish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek
yang berfungsi sebagai peraba.

Gambar 3 Ikan patin (Pangasius pangasius)


Klasifikasi dan identifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) sebagai
berikut :
Phyllum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Siluroidae
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius pangasius

Komposisi kimia ikan patin per 100 gr daging ikan dapat dilihat pada
Tabel 5. Jika dilihat dari komposisi kandungan protein 16.1 % dan lemak
5.7 %, ikan patin termasuk golongan ikan yang berprotein tinggi dan
berlemak sedang.
Tabel 5 Komposisi kimia ikan patin.

Komposisi Kimia % bb
Air 75.7
Protein 16.1
Lemak 5.7
Abu 1.0
*Sumber : BPMHP (1998)

Penyimpanan Beku
Kerusakan bahan-bahan bio logik seperti hasil- hasil perikanan terutama
disebabkan oleh terjadinya otolisa dan karena pertumbuhan mikroba. Pada
kondisi suhu tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada konsisi lain
aktifitasnya menurun. Penggunaan suhu rendah dapat digunakan untuk
mempertahankan kesegaran serta mempertahankan sifat-sifat asli dari ikan
(Hadiwiyoto, 1993). Masa simpan dari daging ikan berbeda-beda
tergantung dari jenis ikan, komposisi daging ikan, iklim, lingkungan hidup
(habitat) dan perlakuan yang diberikan terhadap ikan setelah ditangkap
(Potter, 1973).
Selama penyimpanan beku, protein akan mengalami denaturasi dimana
akan terjadi perubahan protein ikan ke arah menjauhi sifat-sifat alami
protein (Ilyas, 1983). Perubahan protein otot akan mempengaruhi jumlah
drip, yaitu (1) besarnya cairan yang keluar dari daging, dan (2) faktor yang
berhubungan dengan daya ikat air oleh protein daging (Soeparno, 1994).
Denaturasi protein selama penyimpanan beku menghasilkan agregasi yang
disebabkan karena meningkatnya ikatan silang (cross- linking) miosin di
dalam intermolekul (Yoon dan Lee, 1990).
Bentuk Pra-olahan
Bentuk pra-olahan bahan baku daging ikan yang sering digunakan
dalam proses pengolahan biasanya berupa fillet, daging lumat dan surimi.
Selain mempermudah dalam proses pengolahan menjadi bentuk produk
lainnya, juga lebih efisien dalam penyimpanan terutama penyimpanan beku
dibandingkan menyimpan ikan secara utuh.

Fillet
Fillet dibuat dengan menyayat tubuh ikan patin sejajar dengan tulang
punggung, dimulai dari bagian ekor hingga ke bagian kepala, isi perut, sirip
maupun tulang. Selanjutnya lembaran daging tersebut disayat sedemikian
rupa untuk menghilangkan bagian kulitnya (Afrianto, 1995). Menurut Ilyas
(1983), terdapat beberapa tipe fillet, yaitu fillet berkulit (skin-on fillet), fillet
tidak berkulit (skinless fillet), fillet tunggal (single fillet) yakni lempengan
daging ikan yang disayat memanjang tulang belakang, kuduk biasanya
dipotong, dan fillet kupu-kupu (butterfly fillet) yakni dua fillet tunggal
seekor ikan yang dihubungkan sesamanya oleh bagian yang tidak dipotong.
Hasil fillet biasanya didapat dari 30 sampai 35% berat ikan.

Daging lumat
Daging lumat didapat dengan melakukan penggilingan terhadap daging
ikan yang telah difillet yang bertujuan menghaluskan atau melembutkan
daging hingga mempermudah proses selanjutnya. Selain memperkecil
ukuran menurut Acton (1972), protein daging lebih mudah terekstrak jika
dalam ukuran kecil. Forrest et al. (1975) menambahkan, penggilingan
bertujuan untuk memecah dan meningkatkan keseragaman ukuran serabut
otot dan jaringan ikat sehingga distribusinya merata dan yang terbentuk
lebih stabil.

Surimi
Surimi merupakan produk olahan yang terbuat dari daging ikan lumat
yang telah diekstrak dengan air dan diberi bahan anti denaturasi, lalu
dibekukan. Biasanya surimi digunakan sebagai bahan baku pembuatan
kamaboko, sosis, dan ham ikan (Suzuki, 1981).
Muchtadi (1988) menyatakan, ada dua tipe yang biasa dibuat, yaitu
surimi yang dibuat tanpa penambahan garam (mu-en surimi) dan surimi
yang dibuat dengan penambahan garam (ka-en surimi).
Dalam pembuatan surimi, ada empat prinsip tahapan dalam proses
yang dilakukan, yaitu pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan dan
pembekuan. Pencucian daging ikan dilakukan tiga sampai lima kali.
Biasanya air pencuci terakhir mengandung NaCl sebanyak 0.01 sampai 0.3
persen untuk memudahkan pembuangan air, karena umumnya pencucian
yang berulang- ulang akan meningkatkan sifat hidrofilik daging ikan
(Suzuki, 1981). Banyaknya air yang digunakan biasanya berkisar antara
lima sampai sepuluh kali dari berat ikan (Fardiaz, 1985).
Menurut Suzuki (1981), air yang digunakan untuk pencucian adalah air
dingin dengan suhu 5 – 100 C. Pencucian dengan air kran (suhu kamar)
dapat merusak tekstur dan mempercepat degradasi lemak, sedangkan
pencucian dengan air laut dapat meningkatkan kehilangan protein
(Grantham, 1981).
Penambahan sukrosa dan sorbitol sudah dapat mencegah terjadinya
denaturasi protein. Pemberian polifosfat dapat berfungsi mengurangi drip,
mengurangi penyusutan pemasakan, dan menstabilkan emulsi. Menurut
Suzuki (1981), untuk membuat ka-en surimi komposisi krioprotektan yang
digunakan sebesar 5 persen sukrosa, 5 persen sorbitol, dan 2.5 persen garam.

Sosis
Sosis atau “sausage” berasal dari bahasa latin “salsus” yang berarti
digarami atau secara harfiah adalah daging yang disiapkan melalui
penggaraman (Kramlich, 1971). Menurut Price dan Schweigert (1987) sosis
merupakan makanan yang terbuat dari daging yang dihaluskan, digiling,
dibumbui lalu dibungkus dengan casing berbentuk simetris dan mempunyai
rasa yang khas. Pada umumnya sosis dibuat dari daging sapi, daging ayam
dan daging babi. Ketiga jenis bahan mentah ini mendominasi pasaran sosis
di Indonesia (Haq et al. 1994).
Schmidt (1988) menyatakan bahwa di Jerman dan banyak negara
lainnya, dikembangkan suatu sistem pengklasifikasian sosis didasarkan pada
perlakuan temperatur dari bahan baku dan produk akhir ada tiga jenis sosis:
raw sausage /rohwurst (sosis tanpa perlakuan pemasakan), bruhwurst
(dimasak setelah diformulasi) dan koehwurst (dimasak sebelum
diformulasi).
Soeparno (1992) membagi sosis menjadi beberapa jenis, sosis segar
dibuat dari daging segar, tidak dikuring (tidak dilakukan penggaraman),
dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu,
dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong serta harus dimasak
sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari daging segar, bisa dikuring atau
tidak, dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong, tidak diasap dan
setelah dibuat harus segera dimakan. Sosis spesialis daging masak adalah
produk daging khusus yang dikuring atau tidak dikuring, dimasak dan jarang
diasap, sering dibuat dalam bentuk batangan atau daging loaf serta biasa
dijual dalam bentuk irisan-irisan yang dipak atau dibungkus yang dapat
dikonsumsi dalam keadaan dingin. Sosis kering dan agak kering dibuat
dari daging yang dikuring dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum
pengeringan serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setelah
masak.
Taylor (2002) menyatakan bahwa sosis ikan dibuat menyerupai
pembuatan sosis yang terbuat dari daging. Pada dasarnya pencampuran
daging ikan ,yang didapat dari lembaran fillet ikan, ditambahkan bumbu dan
bahan-bahan aditif ke dalam casingnya.

Bahan-bahan penyusun sosis ikan


Bahan baku sosis terdiri dari daging ikan patin, es batu, garam, lemak,
bahan pengikat (isolat protein kedelai), bahan pengisi (tepung tapioka),
bumbu-bumbu, nitrit, dan selongsong (casing).
Daging ikan patin
Bahan baku dalam pembuatan sosis adalah daging ikan yang telah
dipisahkan atau dibersihkan dari kepala, kotoran, sirip, tulang, serta
dilakukan pencucian. Daging ikan yang digunakan biasanya berbentuk
lempengan atau lembaran yang biasa disebut fillet, daging lumat, dan
surimi.
Daging ikan adalah bahan komponen utama dalam pembuatan sosis,
sehingga peranannya akan sangat menentukan produk sosis yang dihasilkan.
Protein daging ikan yang larut dalam larutan garam lebih berperan
pembentukan emulsi dibandingkan dengan protein larut dalam air murni.

Es batu
Air merupakan salah satu komponen dalam pembuatan sosis, dengan
kandungan diperkirakan 45 – 55% dari berat total, tergantung jumlah cairan
yang ditambahkan dan macam daging (Soeparno, 1994). Penambahan air
pada produk berfungsi 1) untuk meningkatkan keempukan dan jus daging, 2)
menggantikan sebagian air yang hilang selama proses seperti pemanasan, 3)
melarutkan protein yang mudah larut dalam air, 4) membentuk larutan
garam yang diperlukan untuk melarutkan protein yang larut dalam larutan
garam, 5) melayani fase kontinyu dari emulsi daging, 6) menjaga temperatur
selama proses penggilingan. Air biasanya ditambahkan ke dalam adonan
sosis dalam bentuk serpihan es atau air es untuk membentuk adonan yang
baik dan mempertahankan selama proses penggilingan (Forrest et al., 1975).

Garam
Garam merupakan faktor kritis yang harus diperhatikan, tanpa
penambahan garam tidak akan terbentuk emulsi sosis dan biasanya sosis
mengandung garam 1- 5% atau 3 % (Kramlich, 1971). Garam dalam
pembuatan sosis mempunyai fungsi 1) mengektraksi protein myofibril dari
serabut daging selama penggilingan, 2) membentuk tekstur produk, 3)
memberi cita rasa asin pada produk dan 4) sebagai antimikroba (Nakai dan
Modler, 2000). Menurut Romans et al. (1994), garam berfungsi unt uk
memberikan flavor, mengawetkan dan terutama untuk melarutkan protein
myosin sebagai emulsifier utama dan mempertinggi daya ikat air partikel .

Nitrit
Fungsi utama nitrit dalam pembuatan sosis adalah untuk memperbaiki
warna daging. Perbaikan warna daging dicapai ketika pigmen otot
(myoglobin) berikatan dengan natrium oksida (NO) yang berasal dari nitrit
membentuk NO-myoglobin, sehingga terbentuk warna daging yang khas.
Reaksinya dipengaruhi oleh temperatur. Selain itu nitrit berfungsi pula
sebagai penambah cita rasa, mencegah pertumbuhan bakteri dan sebagai anti
oksidan. Untuk sosis masak dianjurkan penggunaanya sebanyak 3 – 50 ppm
(Ockerman, 1983). Dirjen POM Depkes mensyaratkan penambahan nitrit
dalam bahan makanan maksimum sebanyak 170 ppm dan nitrit tersisa pada
produk akhir adalah 200 ppm (Winarno, 1997).

Lemak
Penambahan lemak dalam pembuatan sosis bertujuan untuk
membentuk sosis yang kompak, empuk dan kelezatan sosis, lemak hewani
ataupun minyak nabati dapat ditambahkan dalam pembuatan sosis.
Perbedaan utama minyak nabati dan lemak hewani adalah pada kandungan
sterolnya, dimana minyak nabati mengandung sitosterol, sedangkan lemak
hewani mengandung kolesterol. Minyak nabati lebih banyak mengandung
asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat) daripada lemak hewani (Ketaren,
1986).
Jumlah penambahan lemak dalam pembuatan sosis dibatasi untuk
mempertahankan tekstur selama pengolahan dan penanganannya, lemak
yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% bobot daging (Romans et al.
1994). Dari hasil penelitian uji organoleptik Hapsari (2002), ternyata
penggunaan kadar minyak nabati (10%, 15%, 20%) pada sosis ikan patin
berpengaruh nyata terhadap warna dan rasa sosis tetapi tidak berpengaruh
nyata terhadap tekstur dan aroma. Sosis patin terbaik menurut penilaian
panelis adalah sosis patin dengan kadar minyak 15%.
Phosphat
Penambahan polyphosphat pada gel ikan mentah bertujuan untuk
memperbaiki kekenyalan pada produk akhir. Konsentrasi polyphosphat
sebesar 0.2% sampai 0.5% dari berat daging ikan cukup efektif dalam
memberikan efek terhadap tekstur sosis ikan (Amano, 1965). Polyphosphat,
jika ditambahkan pada produk sosis akan meningkatkan daya ikat air dan
daya ikat lemak dari gel yang terbentuk (Schmidt, 1988)

Bahan pengikat (isolat protein kedelai) dan bahan pengisi (tepung tapioka)
Maksud penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi dalam
pembuatan sosis menurut Kramlich (1971) dan Forrest et al. (1975) adalah
1) untuk meningkatkan stabilitas emulsi, 2) Meningkatkan daya ikat air, 3)
meningkatkan flavor, 4) mengurangi pengerutan selama pemasakan, 5)
meningkatkan karakteristik irisan produk dan, 6) mengurangi biaya
produksi.
Bahan pengikat dan bahan pengisi dibedakan berdasarkan kandungan
protein dan karbohidrat yang dikandungnya. Bahan pengikat mengandung
protein yang lebih tinggi, dapat meningkatkan emulsifikasi lemak
dibandingkan dengan bahan pengisi, dan bahan pengisi umumnya terdiri
dari karbohidrat saja serta mempunyai pengaruh kecil terhadap emulsifikasi.
Pada produk komersial, penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi
tidak boleh lebih dari 3,5% bobot emulsi sesuai dengan standar oleh Meat
Inspection Division of The USDA (Kramlich, 1971).
Selanjutnya Kramlich (1971) menambahkan bahan pengikat dapat
diklasifikasikan menurut asalnya yaitu dari hewan serta tumbuhan. Produk-
produk susu seperti susu bubuk tanpa lemak, susu bubuk tanpa lemak tapi
kalsiumnya dikurangi, sodium caseinat, tepung darah, berasal dari hewan.
Tepung Kedelai dan tepung isolat protein kedelai berasal dari tumbuh-
tumbuhan.
Isolat protein kedelai merupakan fraksi protein utama dari kedelai.
Salah satu penggunaan isolat protein kedelai adalah pada produk emulsi
daging. Kegunaannya sebagai komplemen protein daging tidak hanya
karena kemampuannya sebagai pengikat dan penstabil adonan, tetapi juga
karena flavor dan kandungan gizinya (Wilcke, 1979). Dari hasil penelitian
Rompis (1998) diketahui bahwa perlakuan kombinasi isolat protein kedelai
dan susu skim menghasilkan sosis sapi yang secara umum diterima
konsumen, didukung oleh sifat fisik dan kimia.
Sedangkan bahan pengisi pada dasarnya ditambahkan dalam
pembuatan sosis terdiri dari tepung-tepungan yang mempunyai kandungan
pati tinggi, namun rendah protein. Walaupun demikian bahan pengisi
tersebut mempunyai kemampuan mengikat sejumlah besar air tetapi rendah
kapasitas emulsifikasinya . Maksimum penambahan bahan pengisi dalam
pembuatan sosis 3.5% dari berat produk akhir dan bila melebihi dari batas
harus mencantumkan kata imitasi pada label (Forrest et al., 1975).
Tepung tapioka adalah tepung yang diperoleh dari ubi kayu atau
singkong segar, setelah melalui beberapa proses seperti pemarutan,
pengendapan tepung dan pengeringan. Selain itu dimungkinkan digunakan
dalam industri makanan karena memiliki daya penahan air yang tinggi dan
tidak mengganggu citarasa makanan. Tapioka sering digunakan dalam
pembuatan sosis karena disamping harganya yang murah juga memberikan
citarasa netral serta warna terang pada produk sosis (Redley, 1976).

Bumbu-bumbu
Menurut Rust (1987), bumbu adalah suatu substansi tumbuhan
aromatik yang dikeringkan. Tumbuhan aromatik yang dikeringkan
diaplikasikan pada semua produk tanaman kering termasuk bumbu asli,
herba, biji-bijian aromatik dan buah-buahan yang dikeringkan. Bumbu asli
seperti jahe, biji pala, lada, bawang putih dan lain- lain digunakan dalam
bentuk bubuk.
Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam adonan sosis adalah pala,
merica, bawang putih dan jahe. Bumbu-bumbu dan bahan penyedap
ditambahkan untuk meningkatkan flavor. Beberapa bumbu bersifat
antioksidan sehingga dapat menghambat terjadinya ketengikan (Soeparno,
1994).
Selongsong (casing)
Selongsong sosis (casing) dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
selongsong sosis alami dan selongsong sosis buatan (sintetik). Fungsi utama
dari selongsong sosis yaitu disamping untuk membentuk produk dan
menjaga stabilitas produk juga berfungsi sebagai pelindung dari kerusakan
secara fisik maupun kimiawi seperti kekeringan, mikrobiologis dan oksidasi.
Disamping itu selongsong sosis juga mempunyai fungsi keindahan atau seni,
baik dari segi warna, bentuk, ukuran, dan lain- lain yang berfungsi sebagai
media reklame (Soeparno, 1994).
Sedangkan Kramlich (1971) dan Bacus (1984) menyatakan,
selongsong buatan terdiri dari empat kelompok yaitu 1) sellulosa, 2) kolagen
yang dapat dimakan, 3) kolagen yang tidak dapat dimakan, 4) plastik.
Selongsong buatan mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada
selongsong alami.
METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pilot Plant,
Laboratorium Gizi Masyarakat (Pusat Studi Pangan dan Gizi), Bagian
Kimia dan Biokimia Pangan, Bagian Mikrobiologi pangan, dan Bagian
Rekayasa Proses Pangan (Departemen Teknologi Pangan dan Gizi).
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2005 sampai dengan
Nopember 2005.

Bahan
Bahan ikan patin yang digunakan diperoleh dari Superindo Plaza
Jembatan Merah Bogor yang diangkut dalam keadaan hidup menggunakan
kantong plastik. Selain itu sebagai bahan untuk pembuatan formulasi
digunakan bahan seperti lemak (minyak nabati), bumbu-bumbu (bawang
putih, merica, jahe dan gula), es batu, isolat protein kedele, garam dan
selongsong sosis atau casing.

Peralatan
Alat yang digunakan di dalam penelitian ini adalah alat penggiling
daging (grinder), pencacah daging (cutter), stuffer, filler, freezer (case
freezer), cooker, timbangan.

Proses Pembuatan Sosis


Pembuatan sosis ikan patin meliputi: penyiangan, pencucian, filleting,
penggilingan, pengadonan bersama bahan pengisi dan bumbu-bumbu,
pemasukan ke dalam selongsong, perebusan, pendinginan (Gambar 4).
Dalam proses pembuatan sosis, ikan yang digunakan terlebih dahulu
disiangi kepala, ekor, sirip, jeroan, dan kulit. Selanjutnya ikan difillet dan
dibagi menjadi tiga bagian. Bagian bahan baku pertama dibiarkan dalam
bentuk fillet, bagian kedua dihaluskan dengan grinder menjadi daging
lumat, bagian ketiga diolah menjadi surimi lalu disimpan dalam freezer
suhu -180 C. Proses pembuatan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 5.
Masing- masing bahan baku disimpan pada suhu beku terlebih dahulu
sebanyak 0.5 kg/kemasan dengan kemasan plastik jenis Polypropilene
dengan ketebalan 0.8 mm yang kemudian dilakukan pemakuman. Bahan
baku yang telah dikemas tersebut langsung dimasukkan ke dalam freezer
selama 0, 20, 40 dan 60 hari. Penyimpanan beku yang dilakukan adalah tipe
pembekuan lambat.
Sebelum dibuat sosis, masing- masing jenis bahan baku dilelehkan
(thawing) dengan cara menyimpannya dalam lemari es bersuhu 50 C selama
semalam. Selanjutnya bahan baku (kecuali fillet terlebih dahulu dilakukan
penggilingan) dimasukkan ke dalam cutter untuk pengadukan lalu
ditambahkan garam poekel sebanyak 2% dan es batu 10% kemudian
ditambahkan isolat protein kedelai 3% dan minyak nabati 15%. Selanjutnya
pemberian bumbu 2% dan terakhir tepung tapioka 6%, untuk
mempertahankan suhu tetap rendah selama pengadonan dilakukan
pemberian es batu masing- masing 5% secara bersama dengan bumbu dan
tepung tapioka.
Pasta daging ikan yang terbentuk dimasukkan ke dalam casing dengan
menggunakan stuffer. Selanjutnya sosis diikat sepanjang 10 cm dan
dimasak selama 15 menit pada suhu 800 C tanpa pengasapan.
Ikan patin Penyiangan dan Pencucian
(Kepala, ekor, sirip, kulit dan
jeroan dibuang, kemudian dicuci)

Bahan baku Fillet, daging lumat & surimi


dikemas plastik jenis PP 0.8 mm & dilakukan pemakuman.

disimpan pada freezer suhu -180 C


Thawing selama: 0, 20, 40 dan 60 hari
selama
satu
malam
Pengadonan I, T -4 s/d 4 0 C, 10 menit
(ditambah es 10%, garam poekel, isolate protein,
minyak nabati)

Pengadonan II, T 8 0 C, 5 menit


(ditambah es 5%, dan bumbu)

Pengadonan III, T 12 0 C, 5 menit


(bahan pengisi dan ditambah es 5%)

Casing

Direbus 800 C
selama 15 menit

Sosis dikemas

Penyimpanan dingin suhu -5o C, 5o C, dan


10o C selama: 0, 1, 2, 3, dan 4 minggu

Gambar 4 Proses pembuatan sosis ikan patin


Ikan patin

Penyiangan
Kepala, ekor, sirip, kulit dan
jeroan dibuang

Pemiletan Fillet

Penggilingan dengan
D.lumat
menggunakan penggiling daging

Pencucian dengan air dingin


(100 C), dua kali

Pencucian dengan air dingin


(100 C) ditambah garam 0.3 %, satu kali

Penyaringan / Penirisan air

• Sukrosa 4%
Pengadukan Surimi
• Sorbitol 4%
• Polifosfat 0.2%

Pengemasan dalam
kemasan plastik vakum

Penyimpanan pada suhu -180 C

Gambar 5 Proses pembuatan bahan baku


Formulasi sosis ikan patin yang merupakan modifikasi dari penelitian
Rompis (1998), yaitu:
Tabel 6 Formulasi pembuatan sosis
NO BAHAN JUMLAH (g) Persentase
1 Daging ikan/surimi 1000 52
2 Es 200 20
3 Garam poekel 30 2
4 Bumbu 30 2
5 Minyak nabati 150 15
6 Isolat Protein 30 3
7 Tepung tapioka 60 6
8 STTP 0.3
*Sumber : Rompis (1998).

Tahapan Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
(1) Tahap pertama, pengamatan hubungan lama penyimpanan beku dan jenis
bahan baku terhadap perubahan mutu bahan baku daging ikan patin.
Perlakuan meliputi, A) Lama penyimpanan beku -180 C : 0 hari, 20 hari,
40 hari, dan 60 hari; B) Bentuk pra-olahan : fillet, lumat, dan surimi.
Perlakuan diulang sebanyak 2 ulangan.

(2) Tahap kedua, pengamatan pengaruh penggunaan bahan baku (tahap


pertama) terhadap sifat fisik dan penerimaan konsumen terhadap sosis
yang dihasilkan.

(3) Tahap ketiga, pengamatan pengaruh berbagai suhu penyimpanan


terhadap mutu sosis patin, dengan tiga perlakuan yaitu suhu -5o C, 5oC,
dan 10o C. Pada tahap ini sosis ikan patin yang digunakan adalah hasil
terbaik dari uji organoleptik penelitian tahap kedua.
Pengamatan
Pengamatan parameter yang dilakukan pada tahap pertama (mutu
bahan baku) meliputi:
• Total protein terlarut;
• Water Holding Capacity; dan
• pH.
Pada penelitian tahap kedua (sosis) :
• Cooking loss;
• Kekerasan;
• Kekenyalan; dan
• Organoleptik (penampakan irisan, kekerasan, kekenyalan, aroma,
juiciness, rasa, dan penerimaan umum).
Pengamatan tahap ketiga (sosis) meliputi:
• Total Plate Count;
• Total Volatile Bases;
• pH;
• Sineresis; dan
• Proksimat (kadar air, lemak, protein, karbohidrat, dan abu).

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap
pertama dan tahap kedua adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap)
faktorial. Model Linear percobaannya (Hanafiah, 2004) adalah:
Yijk = µ + a i + ß j + (aß )ij + eijk
Dimana :
Yijk = Respon percobaan karena pengaruh perlakuan faktor A (lama
penyimpanan beku) taraf ke- i, faktor B (bentuk pra-olahan)
taraf ke-j pada ulangan ke-k
µ = Pengaruh rata-rata

ai = Pengaruh faktor A (lama penyimpanan beku) taraf ke- i


(1,2,3,4)
ßj = Pengaruh faktor B (bentuk pra-olahan) taraf ke-j (1,2,3)

(aß )ij = Pengaruh interaksi faktor A (lama penyimpanan beku) taraf ke-
i dan pengaruh faktor B (bentuk pra-olahan) taraf ke-j
eijk = Pengaruh galat pada ulangan ke-k pengaruh Ai , Bj dan (AB)ij
Sedangkan rancangan percobaan untuk tahap ketiga adalah RAL
tunggal dengan tiga perlakuan dan dua ulangan. Model Linear
percobaannya (Hanafiah, 2004) adalah:
Y = µ + t +e
Dimana :
Y = Respon percobaan karena pengaruh perlakuan (berbagai suhu
penyimpanan)
µ = Pengaruh rata-rata
t = Pengaruh faktor perlakuan (berbagai suhu penyimpanan)

e = Pengaruh galat

Metode Analisis
I. Analisis sifat fisik.
Daya mengikat air / water holding capacity (Hamm, 1972)
Dengan menggunakan metode pengepresan dari Hamm (1972)
yaitu dengan menggunakan alat carver press yang membebani 0,3
gram sample daging pada suatu kertas saring (filter) diantara dua plat
dengan beban tekan sebesar 35 kg setiap cm selama 5 menit, daerah
yang tertutup sample daging telah menjadi rata dan luas daerah
sekitarnya ditandai dan diukur. Daerah basah diperoleh dengan
mengurangkan daerah yang tertutup daging dari total (basah + daging)
dan luas daerah yang tertutup daging dengan menggunakan planimeter,
sedangkan kertas saring (filter) yang digunakan adalah Whatman-1 No.
40. Bobot air bebas (air daging yang terlepas karena proses penekanan)
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah air bebas (mg) = Luas lingkaran air bebas (cm2 ) – 8.0
0.0948

Luas lingkaran air bebas =Luas lingkaran luar – luas lingkaran dalam

Jumlah air sampel (mg) = % kadar air (bb) x berat sampel


= .............. gr x 1000
= .............. mg

Tekstur (Texture
DMA/WHC Analyzer)
= Jumlah air sampel (mg) – Jumlah air bebas (mg)
Jumlah air sampel (mg)

Pengukuran kekerasan dan kekenyalan obyektif


Pengukuran tekstur meliputi kekerasan dan kekenyalan dengan
menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i (Rosenthal, 1999). Untuk
pengukuran kekerasan sampel diletakkan di bawah probe yang
berbentuk pisau dengan kecepatan 1 mm/detik dan jarak 30 mm.
Sedangkan untuk pengukuran kekenyalan probe yang digunakan
berbentuk tumpul, sampel ditekan sebanyak 25% selama 60 detik.
Beban maksimum yang digunakan adalah 25 kg. Pengaturan Texture
Analyzer TA-XT2i adalah sebagai berikut:

TA setting Kekerasan Kekenyalan


Pre test speed 1.5 mm/s 1 mm/s
Test speed 1.5 mm/s 1 mm/s
Post test speed 10 mm/s 10 mm/s
Rupture test dist 1 mm 1%
Distance 30 mm 25 %
Force 100 gr 100 gr
Time 5 sec 60 sec

Susut masak (Cooking loss)


Pengukuran susut masak dilakukan yaitu masing- masing
kombinasi sosis sebelum dimasak ditimbang terlebih dahulu dan
setelah matang kombinasi tersebut ditimbang kembali, kehilangan
yang terjadi menunjukan banyaknya air dan lemak yang hilang selama
pemasakan.

Susut masak = a - b x 100 %


a

Dimana :
a = Bobot contoh sebelum dimasak (gram)
b = Bobot contoh sesudah dimasak (gram)

Sineresis
Pengukuran sineresis dilakukan pada sosis yang disimpan, dengan
cara menimbang berat sosis sebelum disimpan dan setelah
penyimpanan yang telah ditentukan sosis ditimbang kembali. Selisih
penimbangan menunjukan jumlah air yang keluar dari produk selama
penyimpanan. a −b
Sineresis = x 100%
. a

Dimana :
a = Bobot contoh sebelum disimpan (gram)
b = Bobot contoh sesudah disimpan (gram)

II. Analisis kimia


Analisis proksimat (AOAC, 1984)
a. Kadar air
Sampel sosis seberat 3 gr dimasukkan ke dalam cawan logam
yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan berisi sample
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105o C selama 4 – 6 jam
hingga berat cawan dan sample konstan. Setelah itu dimasukkan ke
dalam desikator dan ditimbang beratnya, lalu dihitung persentase
kadar air sample.
Kadar air dihitung sebagai berik ut :
Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir
Kadar air (%) = ---------------------------------------------------- x 100 %
Bobot sampel awal

b. Kadar Abu
Sampel sosis seberat 5 gram dimasukkan ke dalam cawan
porselin (slica disc) yang telah diketahui beratnya (a) , kemudian
dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan temperature 400 – 600o C
selama 24 jam. Setelah itu dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan ke
dalam desikator untuk didinginkan, lalu ditimbang (b)
Selanjutnya kadar abu dapat dihitung dengan rumus :

Bobot sampel setelah diabukan


Kadar abu (%) = ---------------------------------------- x 100 %
Bobot sampel awal

c. Kadar lemak
Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam selongsong
pengekstrak, kemudian dimasukkan ke dalam labu soxhlet dan
diekstraksi dengan menggunakan petroleum eter selama 6 jam.
Minyak atau lemak yang tertampung dalam labu. Kemudian labu
tersebut dipanaskan di dalam oven 105o C selama 1 jam dan
ditimbang. Persentase kadar lemak dihitung dengan rumus berikut :

Bobot labu akhir – Bobot labu awal


Kadar lemak (%) = ---------------------------------------------- x 100 %
Bobot sample

d. Kadar protein
Pengukuran kadar protein dilakukan dengan menggunakan
metode mikro-Kjeldahl dengan cara kerja yaitu, sample yang
digunakan sebanyak 0.2 gram dimasukkan kedalam labu Kjeldahl 100
ml lalu ditambahkan 2 gr K2 SO4 , 40 mg HgO dan 2.5 ml H2 SO4 .
Selama 30 menit dilakukan destruksi sampai diperoleh cairan hijau
jernih. Di destilasi setelah dingin ditambahkan air destilata sebanyak
35 ml dan NaOH pekat sebanyak 10 ml sampai berwarna coklat
kehitaman lalu ditampung ke dalam Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5
ml H3 PO3 , kemudian dititrasi dengan HC l 0.02 N menggunakan
indikator. Untuk larutan blanko dilakukan dengan cara yang sama
tetapi tanpa menggunakan sample.
Kadar Nitrogen dihitung dengan rumus :

(HCl – blanko) x N HCL x 14.007


Nitrogen (%) = --------------------------------------------- x 100 %
mg sample

Selanjutnya kadar protein dihitung sebagai berikut :

Kadar protein (%) = 6.25 x % Nitrogen

e. Kadar karbohidrat
Untuk menentukan kadar karbohirat dilakukan perhitungan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar karbohidrat (%) = 100% - % air - % lemak - % protein - % abu

Analisa total protein terlarut


Sampel daging giling halus seberat 10 g ditambahkan 30 ml larutan
NaCl 2% (berdasarkan berat total) lalu disimpan pada temperatur 40 C
selama satu malam, setelah itu disentrifugasi lalu disaring dan filtrat
yang diperoleh diambil untuk diukur total nitrogen yang larut dengan
menggunakan metode Kjedahl. Hasil yang diperoleh dinyatakan
sebagai total protein terlarut.

Derajat keasaman (pH)


pH sosis diukur dengan menggunakan sample seberat 25 gram
ditambahkan 50 ml air destilata kemudian diblender sampai homogen,
suspensi dimasukkan kedalam gelas piala dan diukur pH nya dengan
menggunakan pH meter.

Analisa total volatile basa (TVB)


Sampel sebanyak 25 gr ditambah 75 ml larutan 7% TCA kemudian
diblender selama 1 menit dan disaring dengan kertas saring sehingga
filtrat yang diperoleh berwarna jernih. Larutan asam borat 1 ml
dimasukkan ke dalam inner chamber cawan conway. Dengan
memakai pipet ukuran 1 ml yang lain filtrat dimasukkan ke dalam
outer chamber yang berlawanan sehingga kedua macam larutan di
dalam out chamber belum tercampur. Ditambah 1 ml larutan K2 CO3
jenuh ke dalam outer chamber, setelah itu cawan conway segera
ditutup. Untuk blanko filtrat contoh diganti dengan larutan 5% TCA
dan dikerjakan seperti prosedur di atas. Kemudian disimpan pada suhu
kamar selama semalam. Setelah selesai inkubasi, larutan asam borat
dalam inner chamber cawan conway. Blanko dititrasi dengan larutan
N/70 HCL, dengan memakai magnetik stirrer hingga berubah menjadi
merah muda (pink). Selanjutnya dititrasi berturut-turut larutan asam
borat pada cawan conway contoh sampai diperoleh warna merah
muda. TVB dihitung sebagai mg N% dengan rumus sebagai berikut:

( ml asam − ml blanko) x N x 14 x100


TVB (mg/100 g) =
berat sampel ( g )

III. Analisis Mikrobiologi


Analisis TPC (Fardiaz, 1989).
Sampel sebanyak 10 gr disiapkan secara aseptik, lalu ditambah
pengencer 90 ml dan dihancurkan dengan stomacher selama 2 menit
sehingga diperoleh pengenceran 1 : 10. Kemudian dibuat pengenceran
berturut-turut 1:100, 1:1000, 1:10 000, dan 1:100 000. Pada setiap
pengenceran dilakukan pengocokan untuk memisahkan sel-sel mikroba
yang bergabung menjadi satu. Pemupukan dengan metode tuang
dilakukan dengan mengamb il sampel hasil pengenceran (1:100 hingga
1:100 000) sebanyak 1 ml dipipet ke dalam setiap cawan petri. Setelah
itu ke dalam setiap cawan petri dimasukkan agar cair steril (nutrient
agar) sebanyak 12 – 15 ml. Setelah penuangan, cawan petri segera
ditutup kemudian cawan digerakkan diatas meja secara hati- hati untuk
menyebarkan sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan
melingkar atau gerakan seperti angka delapan. Setelah agar memadat,
cawan tersebut diinkubasi ke dalam inkubator dengan posisi terbalik
pada suhu 30 -320 C selama 2-3 hari. Jumlah koloni yang tumbuh
dihitung sebagai Total count pergram contoh.

IV. Uji organoleptik (Soekarto dan Hubeis, 1993)


Uji organoleptik merupakan penilaian terhadap mutu produk
berdasarkan panca indera manusia mela lui sensorik. Penilaian dengan
indera banyak digunakan untuk penilaian mutu suatu produk terutama
produk hasil pertanian dan makanan. Salah satu cara penilaian
organoleptik terhadap suatu produk adalah dengan menggunakan uji
hedonik. Uji hedonic merupakan penilaian panelis tentang suka atau
tidak suka, dapat menerima atau tidak dapat menerima terhadap suatu
produk yang sedang diuji. Kriteria yang biasa digunakan dalam
penilaian organoleptik terdiri dari penampakan irisan, kekerasan,
kekenyalan, aroma, juiciness, rasa, dan penerimaan umum.
Pada penelitian ini sosis ikan patin yang telah siap akan dinilai oleh
panelis setengah terlatih sebanyak 30 orang untuk menunjukan tingkat
kesukaan terhadap rasa, tekstur (kekenyalan dan kekerasan), aroma,
juicines, penampakan irisan, penerimaan umum terhadap sosis. Skala
hedonic atau uji kesukaan yang digunakan berkisar antara 1 sampai 5,
meliputi: tidak suka, agak tidak suka, biasa/netral, suka, dan sangat
suka.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Mutu Bahan Baku Selama Penyimpanan


Pengamatan perubahan mutu bahan baku fillet, daging lumat dan
surimi selama penyimpanan beku (-18o C) meliputi total protein terlarut,
derajat keasaman (pH), dan water holding capasity (WHC). Resume
data dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Mutu bahan baku fillet, daging lumat, dan surimi selama
penyimpanan beku
Lama Penyimpanan (hari) -180 C
Parameter Bahan
0 20 40 60
Baku

Total Fillet 26.13 d 25.23 cd 22.71 bcd 22.55 bc


protein Lumat 30.39 e 24.73 cd 24.21 cd 19.92 b
terlarut (%) Surimi 10.84 a 10.79 a 9.85 a 9.40 a

pH Fillet 6.60 a 6.99 b 7.23 cde 7.25 de


Lumat 6.72 a 7.02 b 7.25 de 7.33 e
Surimi 7.02 b 7.05 b 7.09 bc 7.10 bcd

WHC Fillet 99.50 efg 99.30 def 98.85 cd 97.28 b


(%) Lumat 99.11 cde 99.20 de 98.61 c 96.30 a
Surimi 99.83 g 99.79 fg 99.34 defg 99.24 def

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-
masing parameter berarti tidak berbeda nyata

Total Protein Terlarut


Kelarutan protein juga dapat digunakan sebaga i salah satu faktor
yang dapat menentukan kualitas produk daging ikan. Berdasarkan sifat
kelarutannya dalam air, protein daging ikan dapat dipilah menjadi tiga
golongan yaitu sarkoplasma (mudah larut), myofibril (kurang larut), dan
jaringan ikat tidak larut (deMan 1997). Suzuki (1981) menambahkan bahwa
protein miofibrillar bersifat sedikit larut dalam air pada pH netral tetapi larut
dalam larutan garam kuat, protein sarkoplasma mengandung protein yang
dapat larut dalam air, disebut miogen.
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap besarnya persentase kelarutan
protein berkisar antara 9.40 – 30.39%. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran
2) menunjukan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan
berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap persentase total protein terlarut bahan
baku. Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan lama
penyimpanan 0 hari daging lumat berbeda nyata dengan perlakuan lainnya
(Lampiran 3).
Selama penyimpanan beku semua jenis bahan baku cenderung
mengalami penurunanan nilai kelarutan protein (Gambar 6). Hal ini
menunjukkan telah terjadi denaturasi protein sejalan dengan lama waktu
penyimpanan. deMan (1997) menyatakan bahwa selama penyimpanan
beku, aktomiosin akan menjadi kurang larut seiring dengan lama waktu
penyimpanan. Hadiwiyoto (1993), menambahkan bahwa pembekuan akan
menyebabkan terbentuknya kristal es sehingga terjadi pengurangan air pada
jaringan daging dan meningkatkan tegangan ionisasi. Selanjutnya keadaan
ini menyebabkan terjadinya interaksi antara protein-protein miofibrilar
menjadi protein komplek yang bersifat tidak larut.

Bahan baku
] ? fillet
30
¦ lumat
Protein terlarut (%)

A
A
]
]
? surimi
A A

]
20

Z Z
Z
10 Z

0
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)

Gambar 6 Perubahan total protein terlarut bahan baku selama


penyimpanan beku.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan bahan baku surimi
dengan lama penyimpanan 60 hari menghasilkan persentase kelarutan
protein terendah (9.40%), sedangkan yang tertinggi terdapat pada bahan
baku daging lumat pada penyimpanan 0 hari (28.90%).
Tingginya kelarutan protein bahan baku daging lumat dikarenakan
proses penggilingan yang dilakukan untuk menghaluskan atau melembutkan
menyebabkan daging ikan menjadi lebih luas permukaannya sehingga lebih
mudah terekstrak. Acton (1972) menyatakan protein daging lebih mudah
terekstrak jika daging dalam ukuran kecil.
Rendahnya persentase kelarutan protein surimi dibandingkan bahan
baku lainnya, dikarenakan pada proses pembuatan surimi dilakukan
pencucian terhadap daging lumat yang berulang- ulang dengan air dingin
sehingga menyebabkan sebagian protein juga ikut tercuci. Fardiaz (1985)
menyatakan bahwa selama pencucian daging ikan dibersihkan dari darah,
pigmen, lemak, lendir dan protein yang larut air. Menurut Muchtadi (1987),
sarkoplasma mengandung bermacam- macam protein yang larut dalam air
(miogen). Pada pembuatan surimi, protein sarkoplasma harus dihilangkan
dulu karena dapat menghambat pembentukan gel. Shimizu & Nishioka
(1974) mengatakan, walaupun kandungan gizinya tidak lebih rendah
dibandingkan protein miofibril, protein sarkoplasma biasanya akan dibuang
pada tahap pencucian surimi. Hal ini disebabkan pada waktu pemanasan,
protein ini akan terkoagulasi dan menempel pada protein miofibril. Shimizu
et al. (1954), ekstraksi maksimum miosin daging ikan akan meningkatkan
kekerasan dan kekenyalan produk.

Derajat Keasaman (pH)


pH dapat digunakan sebagai salah satu parameter dalam menentukan
kesegaran daging ikan yang akan digunakan dalam pembuatan produk
pangan. Menurut Hadiwiyoto (1993), ikan segar mempunyai pH sekitar
6.8–7. Penurunan dan kenaikan pH banyak dikaitkan dengan keadaan
fisiologik daging ikan, komposisi senyawa-senyawa garam yang ada pada
daging ikan, dan aktifitas enzim.
Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap pH berkisar antara 6.60 –
7.33. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) memperlihatkan interaksi
jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap pH
bahan baku (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan
perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada daging lumat tidak berbeda nyata
dengan perlakuan penyimpanan 40 hari pada daging lumat dan 60 hari fillet,
sedangkan dengan perlakuan lainnya berbeda nyata (Lampiran 6).
Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan bahan baku surimi
menghasilkan pH yang lebih tinggi pada 0 hari dibandingkan perlakuan
lainnya, hal ini disebabkan oleh penambahan garam dan natrium
poliphosphat dalam proses pembuatan surimi dapat meningkatkan pH.
Menurut Lawrie (1979), penambahan garam dapur dan natrium poliphosphat
secara bersama-sama berpengaruh terhadap kenaikan pH, pengembangan
volume dan daya ikat air daging.
Dari hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan pada bahan
baku lumat dengan lama penyimpanan 60 hari menghasilkan nilai pH
tertinggi (7.33). Hadiwiyoto (1993), ikan yang sudah tidak segar dagingnya
mempunyai pH lebih basis (tinggi) daripada yang masih segar. Tingginya
nilai pH pada penyimpanan hari ke 60 karena daging lumat kurang stabil
selama penyimpanan beku disebabkan oleh kerusakan jaringan akibat
perlakuan mekanis selama pelumatan. Akibatnya protein menjadi lebih
mudah terdenaturasi. Syartiwidya (2003), mengatakan untuk daging giling
terjadi perubahan secara mikrostruktur setelah dilakukan proses
penggilingan. Serabut-serabut otot menjadi pecah dan saling bergabung
menjadi bentuk yang tidak beraturan.
Namun kecenderungan peningkatan pH (Gambar 7) terjadi pada semua
jenis bahan baku yang berasal dari fillet, lumat dan surimi sejalan dengan
lama penyimpanan beku (-18o C). Peningkatan pH lebih disebabkan oleh
terjadinya denaturasi protein akibat pembekuan dan lama penyimpanan.
Selain itu peningkatan pH juga disebabkan oleh aktivitas mikroba psikofilik
yang telah beradaptasi selama penyimpanan beku. Menurut Suzuki (1981),
terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan beku bahan baku
disebabkan oleh peningkatan konsentrasi garam mineral sebelum terjadi
pembekuan di dalam sel. Dengan demikian konsentrasi garam mineral
menjadi tinggi apabila cairan dalam sel membeku, sehingga akan
menyebabkan terjadinya pemisahan dan denaturasi protein. Akibat dari
semua ini akan terjadi perubahan pH dan kekuatan ionik.

8,0

Bahan baku
7,5 ? fillet
] ¦ lumat
]
A A

Z Z
? surimi
Z
pH

Z ]
A
7,0
]

6,5

6,0
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)

Gambar 7 Perubahan pH bahan baku selama penyimpanan beku.

Selain itu penyimpanan pada suhu -18o C tidak dapat menghentikan


kerusakan bahan baku secara mikrobiologis akibat pertumbuhan mikroba,
tetapi hanya menghambat pertumbuhan bakteri psikrofilik. Menurut Ilyas
(1983), pembiakan bakteri pada ikan sangat dipengaruhi oleh suhu, semakin
rendah suhu ikan semakin dihambat pertumbuhan bakteri tersebut. Pada
suhu -180 C dan lebih rendah aktifitas bakteri ditekan minimum. Kenaikan
pH bisa juga disebabkan oleh berkembangnya bakteri psik rofilik yang dapat
menyebabkan terbentuknya basa-basa volatil makin banyak (Hadiwiyoto,
1993). Soediyono et al. (1986) menambahkan bahwa peningkatan pH
dimungkinkan oleh adanya aktifitas bakteri pembusuk yang menguraikan
protein menjadi senyawa lebih sederhana seperti amonia yang bersifat basa.
Daya Mengikat Air / Water Holding Capasity (WHC)
Daya mengikat air adalah kemampuan protein daging untuk mengikat
airnya sendiri atau air yang ditambahkan. Menurut Hamm (1962), faktor-
faktor yang mempengaruhi daya mengikat air oleh protein otot adalah aktin
dan miosin. Forrest et al. (1975) menyatakan bahwa dengan mengurangi
gaya kohesi antara molekul- molekul yang berdekatan maka jaringan akan
membesar sehingga air akan terserap dan terjebak di dalam jaringan otot.
Air yang termobilisasi merupakan air yang berada pada lapisan tengah
antara air bebas dan air terikat serta berada pada daerah molekul yang
mempunyai muatan.
Nilai rataan daya mengikat air berkisar antara 96.30 – 99.83 (Tabel 7).
Selama penyimpanan beku semua jenis bahan baku cenderung mengalami
penurunanan kemampuan mengikat air. Hamm dan Deatherage (1960)
menemukan bahwa penyimpanan dingin dan beku daging dapat
mengakibatkan penurunan kemampuan daging untuk mengikat air.
Pembekuan lambat dapat menurunkan daya mengikat air secara nyata, hal
ini disebabkan oleh kerja mekanik kristal es. Soeparno (1994)
menambahkan, pada pembekuan lambat kristal es terjadi di luar serabut otot
(ekstrasellular) sehingga ketik a pembekuan berjalan terus kristal es semakin
membesar dan menyebabkan kerusakan serabut otot.
Hasil analisis sidik ragam menunjukan interaksi jenis bahan baku dan
lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai
daya mengikat air bahan baku (Lampiran 8). Uji wilayah berganda Duncan
menunjukkan perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada surimi tidak berbeda
nyata dengan perlakuan penyimpanan 20 dan 30 hari pada daging surimi
serta 0 hari fillet, sedangkan dengan perlakuan lainnya berbeda nyata
(Lampiran 9).
Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan bahan baku lumat
dengan lama penyimpanan 60 hari menghasilkan nilai terendah (96.30).
bahan baku surimi dengan lama penyimpanan 0 hari menghasilkan nilai
rataan daya mengikat air tertinggi (99.83). Hamm (1962) menyatakan
bahwa proses penggilingan daging dalam pembuatan surimi akan
meningkatkan kemampuan daging tersebut untuk menahan air.
Penggilingan akan meningkatkan jumlah gugus polar dimana air akan segera
membentuk ikatan dengan gugus polar tersebut. Yoon & Lee (1990)
menyatakan bahwa kemampuan menahan air dari surimi lebih tinggi
dibandingkan bahan baku lainnya karena penambahan zat antidenaturasi dan
polifosfat mampu mempertahankan kualitas selama penyimpanan beku,
sehingga kemampuan menahan air dan kekenyalan juga dipertahankan.

105

Bahan baku
? fillet
¦ lumat
? surimi
WHC (%)

100 Z
A
Z
A Z Z
] ]
A
]

95
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)

Gambar 8 Perubahan WHC bahan baku selama penyimpanan beku.

Secara keseluruhan bahan baku yang berasal dari daging fillet, lumat
dan surimi mengalami penurunan kemampuan mengikat air sejalan dengan
lama penyimpanan beku (Gambar 8). Menurut Suzuki (1981) sifat
fungsional protein seperti kemampuan emulsi, kemampuan mengikat lemak,
kemampuan mengikat air, dan kemampuan membentuk gel dari daging ikan
yang telah dibekukan akan menurun dibandingkan denga n ikan segar.
Penyebab utama dari semua ini adalah terjadinya denaturasi protein,
terutama protein miofibril.
Perubahan Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis
Penelitian selanjutkan dilakukan untuk mengamati perubahan sifat
fisik dan organoleptik sosis yang dihasilkan dari perlakuan bahan baku fillet,
lumat dan surimi selama penyimpanan beku. Pengamatan meliputi cooking
loss, kekerasan, dan kekenyalan. Data dapat dilihat pada Tabel 8.
Sedangkan uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui daya penerimaan
atau penolakan konsumen secara subyektif seperti rasa, tekstur (kekenyalan
dan kekerasan), aroma, juiciness, penampakan irisan, dan penerimaan
umum. Resume data dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8 Rataan sifat fisik sosis yang dihasilkan
Lama Penyimpanan (hari)
Parameter Sosis
0 20 40 60

Cooking Fillet 0.69 a 2.37 cde 2.61 de 3.03 e


Loss (%) Lumat 0.63 a 1.61 bc 2.66 de 4.32 f
Surimi 0.42 a 1.26 ab 1.59 bc 1.99 bcd

Kekerasan Fillet 806.85 de 620.50 cd 403.30 ab 370.25 ab


(g force) Lumat 797.55 de 470.20 bc 264.00 ab 230.95 a
Surimi 940.20 e 921.05 e 903.70 e 829.65 de

Kekenyalan Fillet 69.82 de 67.34 d 54.91 c 45.71 b


(%) Lumat 69.97 de 67.32 d 56.75 c 34.75 a
Surimi 85.24 g 82.11 fg 78.15 fg 76.37 ef
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-
masing parameter berarti tidak berbeda nyata

Susut Masak (Cooking loss) Sosis


Susut masak dapat diartikan sebagai persentase penurunan berat sosis
sebelum dimasak dibandingkan dengan berat sosis setelah dilakukan proses
pemasakan. Soeparno (1994) menyatakan bahwa besarnya susut masak
dapat dipergunakan untuk mengestimasi jumlah jus dalam daging masak.
Besarnya persentase nilai rataan susut masak berkisar antara 0.42 –
4.32%. Hasil analisis sidik raga m (Lampiran 11) menunjukkan interaksi
perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap susut masak sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan
menunjukan perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada surimi tidak berbeda
nyata dengan perlakuan penyimpanan 0 hari pada daging lumat dan fillet
serta penyimpanan 20 hari pada surimi, sedangkan dengan perlakuan lainnya
berbeda nyata (Lampiran 12).

4
Sosis
? fillet
¦ lumat
cooking loss (%)

A
3 ? surimi
]
A
A

Z
2
] Z

1
A
]
Z

0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)

Gambar 9 Cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku.

Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan (Gambar 9) lama


penyimpanan 0 hari pada bahan baku surimi menghasilkan persentase susut
masak sosis terendah (0.42%) dan tertinggi pada lama penyimpanan 60 hari
bahan baku lumat dengan (4.32%) disusul bahan baku daging fillet (3.03%).
Tingginya susut masak kedua bahan baku ini disebabkan selama
penyimpanan beku daging lumat dan fillet kurang stabil selama
penyimpanan karena sebelumnya telah mengalami kerusakan jaringan yang
disebabkan perlakuan mekanis. Menurut Yoon dan Lee (1990), perlakuan
mekanis dan aktivitas enzim proteolitik akan berpengaruh terhadap
perubahan fisiko kimia dan penurunan sifat fungsional.
Penambahan zat antidenaturasi pada surimi dapat menghambat proses
denaturasi karena zat tersebut akan meningkatkan tegangan permukaan air.
Dengan demikian proses pembentukan kristal es dan migrasi molekul air
dari protein terhambat (Afrianto, 1995). Ockerman (1983) menyatakan
bahwa semakin sedikit air keluar maka susut masak semakin berkurang.
Menurut Soeparno (1994), Daging dengan susut masak yang lebih rendah
mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan susut
masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan
lebih sedikit.

Kekerasan (obyektif)
Tekstur pada suatu makanan sangat ditentukan oleh kemampuan
protein untuk menyerap dan menahan air (Fardiaz, 1992). Secara fisik
pengujian tekstur pada makanan meliputi kekerasan dan kekenyalan.
Kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu
bahan atau produk sehingga terjadi perubahan pada produk (Ranggana,
1986).

1000
Z
Z
Z
Sosis
A
]
Z ? fillet
¦ lumat
750
Kekerasan (g force)

? surimi
A

500 ]

A
A

]
250 ]

0
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)

Gambar 10 Kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan


lama penyimpanan beku.
Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap besarnya nilai kekerasan
berkisar antara 230.95 - 940.20g force Hasil analisis sidik ragam
(Lampiran 13) memperlihatkan bahwa interaksi jenis bahan baku dan lama
penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekerasan sosis (P<0.05).
Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan lama
penyimpanan 0 hari pada surimi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lama
penyimpanan 0, 20, 40 hari pada surimi serta 0 hari fillet dan daging lumat,
sedangkan dengan perlakuan lainnya berbeda nyata (Lampiran 14).
Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan 0
hari pada bahan baku surimi (Gambar 10) menghasilkan nilai kekerasan
sosis tertinggi (940.20g force) dan terendah pada lama penyimpanan 60 hari
bahan baku lumat (230.20g force). Hasil penelitian Muchtadi (1987),
menunjukan bahwa kekerasan gel surimi ikan tambakan sangat dipengaruhi
oleh konsentrasi bahan pengikat dan komposisi krioprotektan yang
ditambahkan.
Suzuki (1981) mengatakan bahwa kamaboko yang dibuat dengan
menggunakan sorbitol sebagai bahan krioprotektan mempunyai tekstur yang
lebih keras bila dibandingkan kamaboko yang menggunakan sukrosa.
Hough et al. (1979) menambahkan, sorbitol bersifat higroskopis sehingga
lebih banyak mengikat air daripada sukrosa. Menurut Matsumoto et al.
(1985), sukrosa mempunyai pengaruh pencegahan denaturasi protein yang
lebih besar daripada sorbitol. Dengan demikian surimi yang menggunakan
sukrosa mempunyai kekuatan gel yang lebih besar daripada surimi yang
menggunakan sorbitol.

Kekenyalan (obyektif)
Kekenyalan diartikan sebagai kemampuan makanan untuk kembali ke
bentuk semula setelah diberi tekanan (Ranggana, 1986). Pengukuran
kekenyalan sosis dengan menggunakan texture analyzer digunakan untuk
menentukan persentase kemampuan sosis untuk kembali seperti semula
setelah diberikan beban seberat 25 kg.
100
Sosis
Z ? fillet
Z
Z ¦ lumat
Z
75 ]
? surimi
A
A
]
Kekenyalan (%)

]
A

50 A

25

0
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)

Gambar 11 Kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku


dan lama penyimpanan beku.

Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap besarnya persentase nilai


kekenyalan berkisar antara 34.75 - 85.24 %. Hasil analisis sidik ragam
(Lampiran 17) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis bahan baku dan
lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekenyalan sosis (P<0.05).
Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan lama
penyimpanan 0 hari pada surimi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lama
penyimpanan 0 dan 20 hari surimi, sedangkan dengan perlakuan lainnya
berbeda nyata (Lampiran 18).
Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan (Gambar 11) lama
penyimpanan 0 hari pada bahan baku surimi menghasilkan persentase
kekenyalan sosis tertinggi (85.24%) dan terendah pada lama penyimpanan
60 hari bahan baku lumat (34.75%). Schmidt (1988), mengatakan bahwa
sodium tripolyphosphat mempengaruhi kekenyalan sosis dengan jalan
meningkatkan jumlah miosin yang terlarut yang akan menyebabkan
meningkatnya jumlah air yang terperangkap dalam jaringan gel protein yang
terbentuk.
Menurut Ockerman (1969) kekenyalan bahan pangan dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya dehidrasi, penguapan dan
pemanasan. Yoon dan Lee (1990), menyatakan bahwa penurunan kualitas
daging selama penyimpanan beku akan berpengaruh terhadap kekenyalan,
dimana proses denaturasi akan menyebabkan penurunnya kekenyalan daging
ikan. Penyebab utama menurunnya kekenyalan daging ikan beku adalah
karena terjadinya denaturasi miosin (Suzuki, 1981).
Tabel 9 Rataan hasil uji organoleptik sosis yang dihasilkan
Lama Penyimpanan (hari)
Parameter Sosis 0 20 40 60

Penampakan Fillet 3.24 abc 3.22 abc 3.09 abc 2.77 ab


irisan Lumat 3.67 bcd 3.37 bcd 2.45 a 2.67 ab
Surimi 3.04 abc 4.04 d 3.00 abc 2.87 ab

Kekerasan Fillet 3.45 ab 3.60 abc 3.80 bc 3.65 abc


Lumat 3.72 abc 3.67 abc 3.57 abc 3.58 abc
Surimi 3.33 a 3.72 abc 3.47 abc 3.85 c

Kekenyalan Fillet 3.48 ab 3.62 abc 3.69 abc 3.70 bc


Lumat 3.80 bc 3.67 abc 3.50 ab 3.65 abc
Surimi 3.35 a 3.80 abc 3.35 a 3.99 c

Aroma Fillet 2.97 bc 3.09 cd 3.25 b 3.43 ef


Lumat 3.10 cd 3.20 cde 3.09 cd 2.45 a
Surimi 2.77 b 3.34 def 3.27 cdef 3.55 f

Juiciness Fillet 3.34 ab 3.29 a 3.55 b 3.97 c


Lumat 3.35 ab 3.32 ab 3.30 ab 3.95 c
Surimi 3.29 a 3.29 a 3.37 ab 4.03 c

Rasa Fillet 3.57 d 3.09 bcd 2.47 abc 3.25 cd


Lumat 3.52 d 3.18 cd 2.15 a 2.79 abcd
Surimi 2.82 abcd 3.00 abcd 2.25 ab 2.79 abcd

Penerimaan Fillet 3.42 a 3.33 a 3.33 a 2.90 a


a a a
Umum Lumat 2.98 3.30 3.30 2.82 a
a a a
Surimi 3.17 3.47 3.47 3.55 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-
masing parameter berarti tidak berbeda nyata
Penampakan irisan
Aspek yang dinilai pada kriteria penampakan irisan ini adalah suka
tidaknya panelis pada penampakan permukaan irisan sosis yang diuji. Pada
Tabel 9 dapat dilihat nilai rataan uji organoleptik untuk kriteria penampakan
irisan berkisar antara 2.45 – 4.04. Dari skala hedonik secara umum
menunjukkan penampakan irisan agak tidak suka hingga suka.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 20) memperlihatkan interaksi
perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap penampakan irisan sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda
Duncan menunjukan perlakuan lama penyimpanan 20 hari pada surimi
berbeda nyata dengan lama penyimpanan 40 hari pada daging lumat,
sedangkan dengan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata (Lampiran 21).
Dari hasil penelitian ini nilai tertinggi dihasilkan oleh perlakuan lama
penyimpanan 20 hari pada surimi yang menunjukkan sosis yang disukai
konsumen dan terendah diperlakuan lama penyimpanan 40 hari pada daging
lumat (agak tidak suka).
Perbedaan bahan baku daging ikan patin menghasilkan sosis yang
berbeda dilihat dari pena mpakan permukaan irisan sosis. Proses pencucian
pada surimi dengan air dingin dan garam menghasilkan sosis yang lebih
putih juga bersih dari sisa kotoran dan darah. Penambahan polyphosphat
menjadikan permukaan irisan lebih halus. Menurut Peranginangin et al.
(1999), penambahan polyphosphat dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan mengikat air surimi serta memberikan sifat pasta yang lebih
lembut pada produk-produk olahan surimi.

Kekerasan
Kekerasan menyatakan kekuatan suatu benda terhadap gaya tekan
tanpa mengalami deformasi bentuk (Soekarto, 1990). Pada Tabel 9 dapat
dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria kekerasan berkisar antara 3.33 –
3.85. Menurut skala hedonik kisaran tersebut memperlihatkan kekerasan
sosis yang dihasilkan biasa hingga suka.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 23) memperlihatkan interaksi
perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap kekerasan sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan
menunjukan perlakuan Lama penyimpanan 60 hari pada surimi berbeda
nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada surimi, tapi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Lampiran 24). Dari hasil penelitian
ini nilai tertinggi dihasilkan oleh perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada
surimi yang menunjukkan sosis yang lebih disukai konsumen (suka) dan
terendah menurut penilaian panelis yaitu pada perlakuan lama penyimpanan
0 hari pada bahan baku surimi (biasa).

Kekenyalan
Secara fisik salah satu pengujian tekstur pada makanan adalah
kekenyalan. Yang dimaksud dengan kekenyalan adalah kemampuan
makanan untuk kembali kebentuk semula setelah diberi tekanan
(Rangggana, 1986).
Pada Tabel 9 dapat dilihat nilai rataan uji organoleptik untuk kriteria
kekenyalan berkisar antara 3.35 – 3.99. Dari skala hedonik secara umum
menunjukkan kekenyalan sosis mempunyai nilai biasa hingga suka. Hasil
analisis sidik ragam (Lampiran 26) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis
bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekenyalan
sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan
perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada surimi berbeda nyata dengan
perlakuan lama penyimpanan 0 hari serta 40 hari pada surimi, sedangkan
dengan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata (Lampiran 27). Dari hasil
penelitian ini nilai tertinggi uji organoleptik dihasilkan oleh perlakuan lama
penyimpanan 60 hari pada surimi yang menunjukkan sosis yang disukai
panelis dan terendah diperlakuan lama penyimpanan 0 hari dan 40 hari pada
bahan baku surimi (biasa).
Aroma
Aroma merupakan keseluruhan sensasi terutama bau dan rasa yang
diterima pada saat mengkonsumsi makanan (Rothe, 1988). Pada umumnya
kelezatan makanan ditentukan oleh aroma. Industri pangan menganggap
sangat penting uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil
penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (soekarto, 1985).
Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria
kekerasan berkisar antara 3.33 – 3.85. Menurut skala hedonik kisaran
tersebut memperlihatkan kekerasan sosis yang dihasilkan biasa hingga suka.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 29) memperlihatkan interaksi
perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap Aroma sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan
menunjukan perlakuan Lama penyimpanan 60 hari pada surimi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 20 hari, 40 hari pada
surimi dan lama penyimpanan 60 hari pada fillet, tapi berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya (Lampiran 30).
Dari hasil penelitian ini nilai tertinggi dihasilkan oleh perlakuan lama
penyimpanan 60 hari pada surimi yang menunjukkan aroma sosis yang lebih
disukai konsumen (suka) dan terendah menurut penilaian panelis yaitu pada
perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada bahan baku daging lumat (biasa).
Aroma sosis dari bahan baku surimi lebih disukai panelis hal ini dapat
disebabkan oleh kurangnya bau ikan akibat perlakuan pencucian saat
pembuatan surimi.

Juiciness
Juiciness dari produk daging mencakup dua komponen organoleptik,
yaitu rasa basah pada gigitan pertama yang dihasilkan oleh pengeluaran
secara cepat cairan dari daging, dan juicinees yang dipacu oleh pengaruh
lemak pada ludah. Juiciness sangat dipengaruhi oleh pH daging (Lawrie,
1991).
Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria
juiciness berkisar antara 3.29 – 4.03. Menurut skala hedonik kisaran
tersebut memperlihatkan juiciness sosis yang dihasilkan biasa hingga suka.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 32) memperlihatkan interaksi
perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap Aroma sosis (P<0.05). Uji wilayah berganda Duncan menunjukan
perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada surimi tidak berbeda nyata
dengan perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada bahan baku fillet dan
daging lumat, tapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Lampiran 33).
Dari hasil penelitian ini nilai tertinggi juiciness dihasilkan oleh
perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada surimi yang lebih disukai
konsumen (suka) dan terendah menurut penilaian pane lis yaitu pada
perlakuan lama penyimpanan 0 hari, 20 hari pada surimi dan lama
penyimpanan 20 hari pada bahan baku fillet (biasa). Pada pH diatas atau
dibawah titik isoelektrik akan menyebabkan daya mengikat air lebih tinggi,
sehingga juiciness juga lebih tinggi. Protein akan bermuatan positif jika pH
rendah dan akan bermuatan negatif jika pH tinggi daripada titik isoelektrik
(5.0 – 5.4). Hal ini menyebabkan protein saling tolak menolak akibatnya
ruang antar miofilamen menjadi luas dan air dapat ditarik masuk ke dalam
daging sehingga menyebabkan daya mengikat air meningkat dan juiciness
juga meningkat (Forest et al, 1975).

Rasa
Dalam kehidupan nyata sehari-hari konsumen lebih menghargai dan
bersedia membayar tinggi pada makanan yang enak atau yang mereka
senangi, tanpa mempertimbangkan komposisi gizi dan sifat-sifat obyektif
lainnya. Sifat enak dan sifat-sifat lain yang berkaitan dengan selera manusia
adalah sifat indrawi yang selalu melekat pada barang-barang yang menjadi
kebutuhan manusia, lebih- lebih barang yang berupa pangan (Soekarto dan
Hubies, 1993). Rasa memegang peranan penting dari keberadaan suatu
produk. Rasa ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
jumlah garam yang ditambahkan, bumbu-bumbu, gula dan lemak.
Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria rasa
berkisar 2.15-3.57. Menurut skala hedonik kisaran tersebut memperlihatkan
rasa sosis yang dihasilkan agak tidak suka hingga biasa. Hasil analisis sidik
ragam (Lampiran 35) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis bahan baku
dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap rasa sosis (P<0.05). Uji
wilayah berganda Duncan menunjukkan perlakuan lama penyimpanan 0 hari
pada daging fillet berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 40
hari pada daging fillet, daging lumat dan surimi tetapi tidak berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya (Lampiran 36).
Dari hasil penelitian ini perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada
daging fillet memperoleh nilai tertinggi (biasa) dan perlakuan lama
penyimpanan 40 hari pada daging lumat memperoleh nilai terendah (agak
tidak suka).
Uji kesukaan terhadap rasa sosis tergantung pada kesukaan konsumen
terhadap sosis yang dimakan. Namun umumnya yang lebih disukai oleh
konsumen adalah sosis yang rasa dagingnya lebih terasa (fresh/segar). Sosis
yang terbuat dari bahan baku surimi memiliki rasa relatif lebih manis
dibandingkan dengan sosis dari fillet dan daging lumat. Hal ini disebabkan
selama proses pembuatan surimi dilakukan penambahan zat antidenaturasi.

Penerimaan Umum
Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria
penerimaan umum berkisar 2.82-3.55. Menurut skala hedonik kisaran
tersebut memperlihatkan rasa sosis yang dihasilkan biasa hingga suka. Hasil
analisis sidik ragam (Lampiran 38) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis
bahan baku dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap
penerimaan umum sosis (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan
umum konsumen terhadap perlakuan lama penyimpanan beku dan bahan
baku dari sosis yang dihasilkan dalam penelitian ini masih dapat diterima
oleh panelis.
Perubahan Mutu Sosis Pada Berbagai Suhu Penyimpanan
Berdasarkan hasil penelitian tahap II, diketahui bahwa sosis yang
terbuat dari bahan baku surimi daging patin dengan lama penyimpanan 60
hari, melalui uji organoleptik menjadi pilihan panelis. Selanjutnya
penelitian dilanjutkan (tahap III) untuk mengetahui perubahan mutu sosis
pada berbagai suhu penyimpanan yaitu: -5o C, 5o C, dan 10o C. Data hasil
penelitian hanya untuk minggu ke-4 dilakukan pengolahan data statistik.
Pengamatan perubahan mutu sosis meliputi Total Volatil Basa (TVB), Total
Plate Count (TPC), Sineresis, dan pH. Resume data dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10 Rataan perubahan mutu sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Lama Penyimpanan (minggu)
Parameter Suhu
0 1 2 3 4

TVB -50C 8.30 8.49 10.29 12.09 14.09 a


(mg/100g) 50 C 8.30 10.29 12.35 17.47 18.22 b
100 C 8.30 10.57 18.49 23.52 27.87 c
standar 30 - 35
TPC
Jumlah -50C 6.0 x 103 1.2 x 103 4.4 x 103 7.4 x 103 3.0 x 104 a
Mikroba 50 C 6.0 x 103 1.4 x 103 8.7 x 104 5.7 x 104 3.8 x 105 b
(koloni/g) 100 C 6.0 x 103 1.9 x 103 3.5 x 105 2.2 x 106 1.9 x 108 c
standar 10 5

pH -50C 6.94 7.02 6.98 7.03 7.03 a


50 C 6.94 6.96 6.94 6.95 7.07 a
100 C 6.94 7.03 7.03 6.95 6.23 b

Sineresis -50C 0 1.09 0.75 0.92 1.93 a


(%) 50 C 0 1.54 2.02 2.30 2.80 a
100 C 0 1.03 3.44 4.28 7.55 b

Total Volatil Basa (TVB)


Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 40) menunjukan perlakuan suhu
penyimpanan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai TVB sosis. Dengan
uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan suhu penyimpanan
-50C minggu ke-4 berbeda nyata dengan perlakuan 5o C dan 10o C (Lampiran
41). Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan sosis pada suhu -50 C
mampu menghambat terjadinya penguraian protein menjadi metabolit-
metabolit sederhana, penguraian lebih lanjut menghasilkan senyawa berbau
tak sedap dan mudah menguap seperti basa-basa volatil.
Nilai TVB merupakan indeks kerusakan atau kemunduran mutu akibat
degradasi protein. Proses perombakan protein baik secara autolisis atau
mikrobiologi akan menghasilkan senyawa-senyawa nitrogen yang lebih
sederhana, diantaranya asam-asam amino bebas dan basa-basa nitrogen yang
menguap (Hanafiah dan Bustaman, 1981).
Selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5o C, dan 10o C nilai total volatil
basa semakin meningkat seiiring dengan lama penyimpanan (Gambar 12).
Nilai TVB berkisar antara 6.49 hingga 27.87 mg/100 g, angka ini
menunjukan terjadinya peningkatan nilai TVB sosis pada suhu berbeda
sampai akhir pengamatan. Menurut Zaitsev et al. (1969), batas nilai TVB
terbaik untuk hasil perikanan adalah 30 – 35 mg/100g, sedangkan Connel
(1975), menyatakan antara 30 – 40 mg/100g.

Batas standar TVB

30
Z
TVB (mg/100 g)

20
Z ]
]

A
] A Suhu
Z
] A
10
A
]
Z A ? - 50 C
¦ 50 C
? 100 C
0
0 1 2 3 4

Lama Penyimpanan (minggu)

Gambar 12 Nilai TVB sosis patin pada berbagai suhu penyimpanan.


Pada umumnya terjadi peningkatan nilai TVB sosis pada suhu -5o C,
5o C, dan 10oC sejalan dengan lama penyimpanan (4 minggu). Menurut
Soedijono et al. (1984), peningkatan TVB disebabkan oleh degradasi protein
dan turunannya , yang menghasilkan sejumlah basa volatil yang mudah
menguap seperti amoniak, histamin, dan hidrogen sulfida. Hadiwiyoto
(1993), menjelaskan degradasi histidin yang dikatalisa oleh enzim histamin
dekarboksilase menghasilkan histamin (Gambar 13).

Gambar 13 Reaksi kimia degradasi histidin menjadi histamin

Total Plate Count (TPC)


Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 42) menunjukan perlakuan suhu
penyimpanan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai TPC sosis. Dengan
uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan suhu penyimpanan
-50C minggu ke-4 berbeda nyata dengan perlakuan 5o C dan 10o C (Lampiran
43). Pada penyimpanan sosis pada suhu -50 C mampu menghambat
pertumbuhan mikroba yang dapat menimbulkan kerusakan pada sosis.
Menurut Ilyas (1983), total plate count (TPC) adalah salah satu cara yang
digunakan untuk menghitung jumlah bakteri pada ikan ataupun produk-
produk olahannya sehingga diharapkan dapat dinilai mutunya.
Selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5o C, dan 10o C menunjukkan
logaritma total jumlah mikroba semakin meningkat seiring dengan lama
penyimpanan. Nilai TPC berkisar antara 1.2 x 103 hingga 1.9 x 108
koloni/g, angka ini menunjukan bahwa penyimpanan sosis pada suhu 5o C,
dan 10o C pada akhir pengamatan (4 minggu) sudah di atas batas maksimal
cemaran mikroba. Menurut BSN (2003), cemaran mikroba angka lempeng
total (koloni/g) maksimal pada sosis sebesar 105 . Namun menurut Connell
(1975) bahan pangan dengan kandungan total bakteri 104 hingga 106 koloni
per gram cukup aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Murniyati et al.
(1988), menyatakan bahwa bahan pangan dapat dikategorikan busuk apabila
kandungan total bakterinya sudah mencapai kisaran 107 hingga 108 koloni
per gram.

9
Z

8
TPC (log koloni/g)

7 Produk rusak
Z

6 ]
Z

]
Batas maximum
5 ]
A

4 A
]
Z
A
A
Suhu
Z
]
3
A
? - 50 C
¦ 50 C
2
? 100 C

0 1 2 3 4
Lama Penyimpanan (minggu)

Gambar 14 Log total mikroba sosis ikan patin pada berbagai suhu
penyimpanan.

Peningkatan nilai TPC tertinggi terjadi pada penyimpanan sosis suhu


10o C dibandingkan dengan suhu -5o C, dan 5o C (Gambar 14). Hal ini
menunjukkan bahwa mikroba masih dapat berkembang dengan baik pada
suhu penyimpanan 10o C. Menurut hadiwiyoto (1993), golongan bakteri
psikrofilik adalah bakteri yang dapat tumbuh dengan baik pada suhu 15o C –
20o C selang suhu pertumbuhan antara -10o C sampai 40o C.
Selain itu, sosis merupakan produk yang kaya akan kandungan gizi
terutama protein dan lemak, sehingga merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikroba. Hadiwiyoto (1993) menyatakan bahwa banyak
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba, diantaranya adalah
media, makanan, oksigen, pH, suhu dan lain- lain.
Penyimpanan sosis pada suhu -5o C menyebabkan pertumbuhan
mikroba terhambat walaupun masih tetap terjadi peningkatan populasi
mikroba, hal ini juga menunjukan bahwa penyimpanan sosis pada suhu -5o C
efektif menghambat pertumbuhan mikroba.

Derajat keasaman (pH)


Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 44) menunjukan perlakuan suhu
penyimpanan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai pH sosis. Dengan
uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan suhu penyimpanan
-50C minggu ke-4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan 10o C tapi berbeda
nyata dengan perlakuan 5o C (Lampiran 45).
Menurut Desrosier (1977), terdapat hubungan antara kadar TVB
dengan derajat keasaman (pH), sebab protein dapat diubah menjadi
komponen asam atau basa. Peningkatan pH pada produk berprotein
biasanya sesuai dengan pembentukan komponen sederha na selama proses
penurunan mutu atau pembusukan oleh bakteri (Suparno, 1990).
Hadiwiyoto (1993) menambahkan bahwa kenaikan pH mungkin juga
disebabkan oleh berkembangnya bakteri psikrofilik yang dapat
menyebabkan terbentuknya basa-basa volatil makin banyak.
Dari hasil pengamatan pH pada suhu -5o C, 5o C, dan 10o C selama
penyimpanan terjadi peningkatan nilai pH hingga akhir penelitian (Gambar
15).
7,4

Suhu
Z
7,2 ? - 50 C
Z ¦ 50 C
Z Z ]
]
? 100 C
]
pH

A
7,0 ]
A
A A
A
]
Z

6,8

6,6

0 1 2 3 4
Lama Penyimpanan (minggu)

Gambar 15 pH sosis ikan patin pada berbagai suhu penyimpanan.

Sineresis
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 46) menunjukan perlakuan suhu
penyimpanan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap parameter sineresis
sosis. Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan suhu
penyimpanan -50 C minggu ke-4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan 10o C
tapi berbeda nyata dengan perlakuan 5o C (Lampiran 47).
Sineresis dinyatakan sebagai banyaknya penurunan bobot selama
penyimpanan yang dibandingkan dengan bobot awalnya. Sineresis
merupakan banyaknya air yang terlepas atau keluar dari suatu bahan setelah
disimpan pada kurun waktu tertentu. Semakin besar nilai sineresis maka
produk tersebut menurun kemampuannya untuk mengikat air sehingga
menyebabkan penurunan bobot. Selama penyimpanan terjadi peningkatan
nilai sineresis pada suhu -5o C, 5oC, dan 10o C (Gambar 16).
8 Z
Suhu
7
? - 50 C
6 ¦ 50 C
Sineresis (%)

5
? 100 C
Z
4
Z

3 ]
]
] A
2 Z
]
A
A
1 A

A
]
Z
0
0 1 2 3 4
Lama Penyimpanan (minggu)

Gambar 16 Sineresis sosis ikan patin pada berbagai suhu penyimpanan

Analisis Prosimat
Selama penyimpanan pada suhu dingin atau suhu beku akan terjadi
perubahan pada sifat-sifat kimia sosis, diantaranya adalah perubahan
komposisi kimia. Pengamatan komposisi kimia pada penelitian tahap ini
hanya dilakukan pada awal dan akhir untuk mengetahui apakah perlakuan
akan berdampak pada komposisi kimia sosis. Data dapat dilihat pada Tabel
11.
Tabel 11 Komposisi kimia sosis pada awal dan akhir penyimpanan

Proksimat Suhu Awal Akhir % perubahan

Kadar air -50C 66.07 65.68 0.59


(Bb) 50 C 66.07 65.03 1.57
100 C 66.07 63.50 3.89

Protein -50C 29.38 28.35 3.50


(Bk) 50 C 29.38 24.05 18.14
100 C 29.38 21.43 27.06

Lemak -50C 60.95 59.91 1.71


(Bk) 50 C 60.95 58.71 3.68
100 C 60.95 53.92 11.53

Karbohidrat -50C 8.25 7.87 4.61


(Bk) 50 C 8.25 7.44 9.82
100 C 8.25 6.30 23.64

Kadar abu -50C 1.42 1.28 9.86


(Bk) 50 C 1.42 1.20 15.49
100 C 1.42 1.15 19.01

Kadar Air
Selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5o C, dan 10o C kadar air sosis
mengalami penurunan terutama penurunan tertinggi dialami pada suhu 10o C,
hal ini disebabkan pada suhu ini penguapan air lebih tinggi sehingga kadar
air lebih rendah dibandingkan dengan suhu penyimpanan lainnya.
Sedangkan pada penyimpanan suhu -5o C kandungan air pada sosis
membentuk kristal es sehingga penguapan yang terjadi lebih rendah.
Hadiwiyoto (1993) mengatakan bahwa penurunan kadar air selama
penyimpanan suhu dingin dan suhu beku disebabkan oleh desikasi
(penguapan air pada suhu rendah)
Protein
Selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5oC, dan 10o C kandungan
protein sosis mengalami penurunan seiring dengan lamanya penyimpanan.
Penurunan protein tertinggi terjadi pada sosis yang disimpan pada suhu 100 C
hal ini diduga bahwa telah terjadi degradasi protein akibat akitivitas mikroba
mencapai populasi 1.9 x 108 pada akhir pengamatan dan menghasilkan
senyawa-senyawa lebih sederhana yang menghasilkan bau busuk (nilai TVB
27.87 mg/100g), selain itu permukaan sosis juga nampak berlendir.
Syarief dan Halid (1992), menyatakan bahwa mikroba yang dapat
tumbuh pada suhu rendah (psikrofilik) bersifat proteolitik dan lipolitik
karena mampu memproduksi enzim yang dapat menghidrolisis atau merusak
protein dan lemak. Disamping itu golongan mikroba ini dapat
mengakibatkan terbentuknya lendir pada permukaan produk.
Wahyuni (1992), mengatakan bahwa aktivitas mikroba tidak dapat
dihentikan begitu saja, walaupun produk disimpan pada suhu dingin,
sehingga kadar TVB yang merupakan cerminan aktivitasnya masih bisa
berlanjut. Apriyantono (1988), menyatakan mikroba mendegradasi protein
menjadi senyawa berberat molekul lebih rendah serta mengubahnya lebih
lanjut menjadi basa volatil.
Hasil pengamatan menunjukkan penyimpanan sosis pada suhu -50 C
dapat mempertahankan kandungan protein lebih baik. Hasil penelitian
Rosdiana (2002), menunjukan perlakuan penyimpanan empek-empek pada
freezer lebih baik dalam mempertahankan jumlah kandungan protein
dibandingkan dengan berbagai macam cara penyimpanan lainnya.

Lemak
Penurunan kadar lemak sosis selama penyimpanan, dapat disebabkan
adanya peristiwa kerusakan lemak berupa reaksi-reaksi hidrolisis maupun
oksidatif. Ketaren (1986), menyatakan bahwa lemak yang tersusun dari
asam lemak tidak jenuh pada umumnya mudah dihidrolisis oleh bakteri
lipolitik. Reaksi hidrolisa ini terjadi karena adanya sejumlah air dalam
lemak.
Penurunan lemak selama penyimpanan dapat juga disebabkan ole h
terjadinya peristiwa oksidasi. Zaitsev (1969) dan Ketaren (1986),
menyatakan bahwa lemak tidak jenuh akan segera mengalami oksidasi
selama penyimpanan serta menghasilkan peroksida, aldehid, keton, dan
asam organik dengan berat molekul rendah yang bersifat volatil.

Karbohidrat dan Mineral


Selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5oC, dan 10o C kandungan
karbohidrat dan mineral juga mengalami penurunan. Kecilnya jumlah kedua
kandungan ini menyebabkan perubahan yang tidak berarti terhadap nilai
peubah yang diamati.
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata


terhadap nilai total protein terlarut, pH, dan water holding capacity. Bahan
baku surimi walaupun telah disimpan selama 60 hari mampu menekan
kehilangan berat sosis akibat pemasakan (cooking loss) yaitu 1.99% pada
akhir pengamatan dibandingkan dengan fillet 3.03% dan daging lumat
4.32%, mempertahankan nilai kekerasan 829.65g force (fillet 370.25g force
dan daging lumat 230.95g force) serta nilai kekenyalan 76.37% (fillet
45.71% dan daging lumat 34.75%).
Jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh terhadap
penerimaan sosis oleh panelis, sosis yang berasal dari surimi lebih disukai
meliputi penampakan irisan hari ke-20, kekerasan, kekenyalan, aroma, dan
juiciness hari ke-60 tetapi rasa panelis lebih menyukai sosis yang berasal
dari fillet sedangkan penerimaan umum tidak berpengaruh nyata.
Penyimpanan sosis pada suhu -5o C dan 50 C hingga akhir pengamatan
(minggu ke-4) menunjukan nilai TVB, TPC, Sineresis, dan pH masih dalam
batas standar yang telah ditentukan.

SARAN

Untuk meningkatkan penerimaan sosis dari bahan baku surimi ikan


patin, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut metode pengasapan dan
formulasi sosis dengan tujuan memperbaiki tekstur dan citarasa sosis
sehingga lebih diterima oleh konsumen .
DAFTAR PUSTAKA

Acton JC. 1972. The Effect of Meat Particle Size on Cooking Loss and Binding
Strength in Chicken Loaves. J. Food. Science. 37 : 240.

Amano K. 1965. Fish Sausage Manufacturing. In Fish As Food Vol.III (G.


Borgstorm. Ed) Academic Press New Tork.

Afrianto E. 1995. Pengaruh Jenis Bahan Baku, Lama Penyimpanan Beku dan
Metode Pengasapan Terhadap Karakteristik Sosis Ikan Tesis. Program
Studi Teknologi Pasca Panen IPB Bogor.

Agustini TW, Swastawati F. 2003. Pemanfaatan Hasil Perikanan Sebagai Produk


Bernilai Tambah (Value-Added) dalam upaya Penganekaragaman
Pangan. J. Teknologi dan Industri Pangan 14 (1);74.

[AOAC] The Association of Official Analytical Chemists. 1984. Official


Method of Analysis. 12th ed. Association of Official Analytical Chemist.
Washington, DC.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarwati, Budiyanto S. 1989.


Petunjuk Laboratorium; Analisis Pangan. PT Penerbit IPB. Bogor.

Bacus J. 1984. Utilization of Microorganisms in Meat Processing. Research


Studies Press Ltd. England.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2003. Info Standar. I:2.

[BPMHP] Badan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. 1998. Petunjuk Teknis


Penanganan dan Pengolahan Ikan Patin (Pangasius sp.). Balai Bimbinga n
dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan.
Departemen Pertanian. Jakarta.

Cheftel JC, Cuq, Lorient D. 1985. Amino Acids, Peptides, and Protein. Food
Chemistry. Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc. New York.

Conne ll JJ. 1975. Control of Fish Quality. Fishery News Books, Ltd. Surrey,
England.

Darmawan M. 2001. Pembuatan Franfurter Ikan Patin (Pangasius sutci) dengan


Berbagai Bahan Pengisi. Skripsi. Program Studi Teknlogi Hasil
Perikanan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.

deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Penterjemah Kokasih Padmawinata. ITB


Bandung.
Desrosier NW. 1977. Element of Food Technology. VI. Publ. Company, West
port, Connecticut.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Data Statistik Perikanan


2004. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta.

Dyer WJ, Dingle JR. 1961. Fish As Food. Academic Press. New York and
London.

Fardiaz D. 1985. Kamboko Produk Olahan Ikan yang Berpotensi untuk


dikembangkan. Media Teknologi Pangan. 1(2) : 1 – 7.

Fardiaz S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB.
Bogor.

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan


Gizi. IPB. Bogor.

Forrest JC, Aberlen ED, Hedrick HB, Judge MD, Merkel. RA. 1975. Principle
Of Meat Science. W.H. Freeman And Co. San Francisco.

Grantham GJ. 1981. Minced Fish Technology. FAO. Rome.

Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Liberty.


Yogyakarta.

Hamm R. 1962. The Water Binding Capacity of Mammalian Muscle. VII. The
Theory of Water Binding. Z. Lebensm. Unters, Forsch. 116, 120 – 126
(German).

Hamm R. 1974. Water Holding Capasity of Meat. In Meat Proceeding of


Twenty- first Easter School in Agricultural Science. D.J.A. Cole and R.A>
Lawrie (ed.). University of Nottingham. Butterworths.

Hanafiah KA. Rancangan Percobaan; Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo


Persada. Jakarta.

Hanafiah TAR, Bustaman S. 1981. Pengaruh Kondisi Penanganan pada Pola


Kemunduran Mutu Cakalang (Katsuwanus pelamis). Buletin Penelitian
Perikanan. I (2): 281- 299.

Hapsari RD. 2002. Pengolahan Daging Ikan Patin (Pangasius pangasius)


Menjadi Bakso, Sosis, Nugget dan Pemanfaatan Limbahnya Menjadi
Tepung Ikan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Hough CAM, Parker KJ dan Vlitos AJ. 1979. Developments in Sweeteners I.


applied Sci. Publ. Ltd. London.
Haq N, Saleh M, Nasran S, Irianto HE. 1994. Identifikasi Informasi Dasar
untuk Pengembangan Produk Sosis Ikan Fermentasi I. Journal Penelitian
Pasca Panen Perikanan.

Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan: Teknik Pendinginan Ikan.


CV. Paripurna. Jakarta.

Irawan A. 1995. Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri. CV. Aneka. Solo.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas


Indonesia Press. Jakarta.

Kinsella JE. 1979. Functional Properties of Soy Protein. J. Am. Oil Che m. Soc.
56;242.

Kramlich WE. 1971. Sausage Products. In The Science of Meat And Meat
Products. 2nd. W.H. Freeman And Co. San Francisco.

Lawrie RA. 1979. Meat Science. 3rd ed. Pergamon Press.


Lehninger. 1982. Principle of Biochemistry. Worth. Publishing. Inc. New York.

Matsumoto I, Oorzumi T dan Arai K. 1985. Protective Effect of Sugar on Freeze


Denaturation of Carp Myofibrillar Protein. Bull. of the Japanese Society
of Sci. Fisheries 51 (5); 833 – 839.

Muchtadi D. 1987. Karakterisasi Jaringan Daging Ikan untuk Pembuatan Gel


Ikan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Murniyati M, Saleh AT, Yayat S, Suryaningrum. 1988. Pengesan Ikan Layang.


II. Pengaruh Penundaan Pengesan Terhadap Mutu Pindang Layang.
Jurnal Pen. Pasca Panen Perikanan, No. 60: 27 – 37.

Nakai S, Modler HW. 2000. Food Proteins Processing Aplications. Wiley- VHC
Inc. New York.

Ockerman HW. 1983. Chemistry Of Meat Tissue. 10th Ed. Animal Science
Departement The Ohio State University. The Ohio Agricultural Research
and Development Center. Ohio.

Peranginangin R, Singgih W, Yusro NF. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi.


Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi. Balai penelitian Perikanan Laut.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.

Potter NN, Hotchkiss. 1995. Food Science (5th ed). Chapman & Hall, New
York.
Price JF, Schweigert BS. 1987. The Science of Meat and Meat Product. 3ed.
Food and Nutrition Press. Inc. Wesport. Connecticut. USA.

Radley JA. 1976. Starch Production Technology. Applied Science Publisher


Ltd. London.

Ranggana J. 1986. Analysis of Fruits and Vegetable. W.H. Freeman and Co.,
San Francisco.

Romans JR, William JC, Carlos CW, Marion LG, Jones KW. 1994. The Meat
We Eat. 13ed. Interstate Publishers, Inc. Danville. Illinois.

Rompis JEG. 1998. Pengaruh Kombinasi Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi
Terhadap sifat Fisik, Kimia Serta Palabilitas Sosis Sapi. Tesis. Program
Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Rosdiana. 2002. Pengaruh penyimpanan dan pema sakan terhadap mutu gizi dan
organoleptik empek-empek. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Rosenthal AJ. 1999. Food Texture Measurement and Perception. An Aspen


Publication. Gaitherburg. Maryland.

Rothe M. 1988. Introduction to Aroma Research. Academic-Verlag. Berlin.

Rust RE. Sausage Product. In The Science of Meat and Meat Product, 3rd ed.
J.F. Price and B.S. Schwegart (ed). Food and Nutrition Press, Inc.
Connecticut, USA.

Saanin MH. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2.
Penerbit Bina Cipta. Bogor.

Samajima K, Hashimoto YY, Yanii Y, Fukuzewa T. 1969. Heat Gelling


Properties of Myosin, Actin, Actomyosin and Myosin Subunits in a Saline
Model System. J. Food Sci. 34: 242.

Schmidt GR. 1988. Processing. In Meat Science, Milk Science and Technology.
H.R. Cross And A.J. Overby (Ed.). Elsevier Science Publ. Amsterdam.
Wordl Anin. Sci. p:83.

Shimizu Y, Nishioka F. 1974. Protein in Fish Muscle. Jap. Fish. Soc. Sci.
Bull. 40: 231 – 235.

Shimizu Y, Shimidu W, Ikeuchi T. 1954. Studies on Jelly Strength on


“Kamaboko” and Fish Sausage Product. dalam Amano, K. 1965.
Sausage Manufacturing. Halaman 265 – 297 didalam Borgstrom, G.,
1965. Fish as Food. Vol. III. Academic Press, New york and London.
Soediyono NH., Suryanto D, Letelay J, Bustaman S. 1986. Pengaruh Lama
Pendinginan Terhadap Pola Kemunduran Mutu Udang Windu (P.
monodon). Jurnal Pen. Pasca Panen Perikanan, No. 54: 35 – 45.

Soekarto ST. 1990. Dasar Pengawasan Mutu dan Standarisasi Mutu Pangan.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Soekarto ST, Hubeis M. 1993. Metode Penelitian Indrawi; Petunjuk


Laboratorium. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Soeparno. 1994. Ilmu Dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Syarief R, Halid H. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit ARCAN.

Susanto K, Amri K. 1996. Budidaya Ikan Patin. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suzuki T. 1981. Fish And Krill Protein. Processing Techno logy. Applied
Science.

Wahyuni, M. 1992. Sifat Kimia dan Fungsional Ikan Hiu Lanyam (Carcharhinus
umbatus) serta penggunaannya dalam pembuatan sosis. Tesis. Fakultas
Pascasarjana. IPB, Bogor.

Winarno FG. 1993. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

Winarno FG. 1997. Naskah Akademis Keamanan Pangan. Institut Pertanian


Bogor. Bogor.

Whitten AJ. 1996. Fresh Water Indonesia And Sulawesi. Periplus Edition
Limited.

Wilcke HL, Daniel TH, Doyle HW. 1979. Soy Protein and Human Nutrition.
Academic Press. New York.

Taylor P G. 2002. Fish Sausage. http: //listproc. ucdavis. edu/ archives/ seafood/
log0202/0063. html (tgl 21 april 2003).

Xiong YL. 2000. Meat Processing. In Nakai, S and Modler, H>W. Food
Protein, Processing Aplications. Viley VCH. New York.

Yuda IK. 2000. Pengaruh Konsentrasi Sodium Tripolyphosphat dan Jenis Bahan
Pengisi pada Sosis Ikan Lele Dumbo (Clarias garirpinus). Skripsi. Jurusan
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian.
IPB.Bogor.
Yoon KS, Lee CM. 1990. Effect of Powdered Cellulose on The Texture and
Freeze-Thaw Stability of Surimi Based Shellfish Analog Product. J. Food
Sci. 55(1)87-91.

Zaitsev V, et al. 1969. Fish Curing and Processing. Mir Publisher, Moscow.

Zayas JF. 1997. Functionality of Protein in Food. Springer. Germany.


LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil pengukuran total protein terlarut bahan baku selama
penyimpanan

A1 A2 A3 A4
Ulangan B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3

I 25,84 31,89 8,55 24,04 23,97 10,76 23,71 24,49 10,70 23,51 19,12 9,50

II 26,41 28,89 13,12 26,41 25,48 10,81 21,72 23,93 9,00 21,58 20,71 9,30

total 52,24 60,78 21,67 50,45 49,45 21,57 45,43 48,42 19,71 45,09 39,83 18,80
rata2 26,12 30,39 10,84 25,22 24,73 10,78 22,72 24,21 9,85 22,55 19,91 9,40

Lampiran 2. Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terrhadap total protein terlarut bahan baku

Type III Sum


Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1220,214(a) 12 101,685 43,498 ,000
Intercept 9339,393 1 9339,393 3995,115 ,000
LamaPenyimpanan 85,689 3 28,563 12,218 ,001
Bahanbaku 1086,820 2 543,410 232,455 ,000
Ulangan ,068 1 ,068 ,029 ,867
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku 47,637 6 7,939 3,396 ,038
Error 25,715 11 2,338
Total 10585,322 24
Corrected Total 1245,929 23
a R Squared = ,979 (Adjusted R Squared = ,957)

Lampiran 3 Uji Wilayah Berganda Duncan total protein terlarut bahan baku
Subset
perlakuan N 1 2 3 4 5
A4B3 2 9,4000
A3B3 2 9,8500
A2B3 2 10,7850
A1B3 2 10,8350
A4B2 2 19,9150
A4B1 2 22,5450 22,5450
A3B1 2 22,7150 22,7150 22,7150
A3B2 2 24,2100 24,2100
A2B2 2 24,7250 24,7250
A2B1 2 25,2250 25,2250
A1B1 2 26,1250
A1B2 2 30,3900
Sig. ,382 ,093 ,121 ,055 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 2,149.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 4. Hasil pengukuran pH bahan baku selama penyimpanan

A1 A2 A3 A4
Ulangan B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3

I 6,56 6,75 7,05 6,99 7,04 7,02 7,26 7,30 6,99 7,29 7,38 7,10

II 6,63 6,70 6,98 6,98 6,99 7,08 7,20 7,20 7,20 7,21 7,28 7,11

total 13,19 13,44 14,03 13,96 14,03 14,1 14,46 14,5 14,19 14,5 14,66 14,21

rata2 6,60 6,72 7,01 6,98 7,02 7,05 7,23 7,25 7,09 7,25 7,33 7,11

Lampiran 5. Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap pH bahan baku
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1,031(a) 12 ,086 20,938 ,000
Intercept 1194,129 1 1194,129 290955,372 ,000
LamaPenyimpanan ,760 3 ,253 61,757 ,000
Bahanbaku ,019 2 ,009 2,287 ,148
Ulangan ,001 1 ,001 ,293 ,599
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku ,251 6 ,042 10,187 ,001
Error ,045 11 ,004
Total 1195,206 24
Corrected Total 1,076 23
a R Squared = ,958 (Adjusted R Squared = ,912)

Lampiran 6 Uji Wilayah Berganda Duncan pH bahan baku


perlakuan N Subset
1 2 3 4 5
A1B1 2 6,5950
A1B2 2 6,7250
A2B1 2 6,9850
A1B3 2 7,0150
A2B2 2 7,0150
A2B3 2 7,0500
A3B3 2 7,0950 7,0950
A4B3 2 7,1050 7,1050 7,1050
A3B1 2 7,2300 7,2300 7,2300
A3B2 2 7,2500 7,2500
A4B1 2 7,2500 7,2500
A4B2 2 7,3300
Sig. ,058 ,106 ,060 ,051 ,161
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,004.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 7 Hasil pengukuran WHC bahan baku selama penyimpanan
A1 A2 A3 A4
Ulangan B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3

I 99,52 99,12 99,67 99,20 99,15 99,88 98,91 98,64 99,31 97,58 95,86 99,29

II 99,47 99,10 99,98 99,31 99,25 99,69 98,79 98,57 99,37 96,98 96,72 99,18

total 199 198,2 199,7 198,5 198,4 199,6 197,7 197,2 198,7 194,6 192,6 198,5
rata2 99,50 99,11 99,83 99,26 99,20 99,79 98,85 98,61 99,34 97,28 96,29 99,24

Lampiran 8 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terrhadap WHC bahan baku
Type III Sum of Mean
Source Squares df Square F Sig.
Corrected Model 24,126(a) 12 2,011 34,414 ,000
Intercept 234539,419 1 234539,419 4014627,741 ,000
LamaPenyimpanan 13,650 3 4,550 77,880 ,000
Bahanbaku 6,422 2 3,211 54,959 ,000
Ulangan ,003 1 ,003 ,056 ,817
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku 4,052 6 ,675 11,559 ,000

Error ,643 11 ,058


Total 234564,188 24
Corrected Total 24,769 23
a R Squared = ,974 (Adjusted R Squared = ,946)

Lampiran 9 Uji Wilayah Berganda Duncan WHC bahan baku

perlakuan N Subset
1 2 3 4 5 6 7
A4B2 2 96,2900
A4B1 2 97,2800
A3B2 2 98,6050
A3B1 2 98,8500 98,8500
A1B2 2 99,1100 99,1100 99,1100
A2B2 2 99,2000 99,2000
A4B3 2 99,2350 99,2350 99,2350
A2B1 2 99,2550 99,2550 99,2550
A3B3 2 99,3400 99,3400 99,3400 99,3400
A1B1 2 99,4950 99,4950 99,4950
A2B3 2 99,7850 99,7850
A1B3 2 99,8250
Sig. 1,000 1,000 ,060 ,081 ,159 ,051 ,076
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,054.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 10 Hasil pengukuran cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan
lama penyimpanan beku
A1 A2 A3 A4
Ulangan B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3

I 0,32 0,66 0,58 2,40 1,56 1,52 2,26 2,72 1,66 3,73 4,41 2,11

II 1,06 0,59 0,25 2,34 1,66 0,99 2,96 2,59 1,52 2,33 4,22 1,87

total 1,38 1,25 0,84 4,741 3,218 2,51 5,22 5,30 3,18 6,06 8,63 3,98
rata2 0,69 0,63 0,42 2,371 1,609 1,255 2,61 2,65 1,59 3,03 4,315 1,99

Lampiran 11 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap cooking loss sosis.

Type III Sum


Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 28,686(a) 12 2,390 15,765 ,000
Intercept 89,359 1 89,359 589,317 ,000
LamaPenyimpanan 20,329 3 6,776 44,689 ,000
Bahanbaku 4,633 2 2,317 15,278 ,001
Ulangan ,100 1 ,100 ,660 ,434
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku 3,624 6 ,604 3,983 ,023

Error 1,668 11 ,152


Total 119,713 24
Corrected Total 30,354 23
a R Squared = ,945 (Adjusted R Squared = ,885)

Lampiran 12 Uji Wilayah Berganda Duncan cooking loss sosis


Subset
perlakuan N 1 2 3 4 5 6
A1B3 2 ,4150
A1B2 2 ,6250
A1B1 2 ,6900
A2B3 2 1,2550 1,2550
A3B3 2 1,5900 1,5900
A2B2 2 1,6100 1,6100
A4B3 2 1,9900 1,9900 1,9900
A2B1 2 2,3700 2,3700 2,3700
A3B1 2 2,6100 2,6100
A3B2 2 2,6550 2,6550
A4B1 2 3,0300
A4B2 2 4,3150
Sig. ,065 ,101 ,083 ,134 ,136 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,147.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 13 Hasil pengukuran kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan
baku dan lama penyimpanan beku
A1 A2 A3 A4
Ulangan B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3

I 923,2 645,1 947,6 599,5 551,7 916,3 346,9 259,3 908,5 383,9 204,8 852,5

II 690,5 950,0 932,8 641,5 388,7 925,8 459,7 268,7 898,9 356,6 257,1 806,8

total 1614 1595 1880 1241 940,4 1842,1 806,6 528 1807 740,5 461,9 1659
rata2 806,8 797,6 940,2 620,5 470,2 921,1 403,3 264,0 903,7 370,3 231 829,7

Lampiran 14 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap kekerasan (obyektif) sosis
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1585541,045(a) 12 132128,420 14,975 ,000
Intercept 9521064,540 1 9521064,540 1079,097 ,000
LamaPenyimpanan 503935,423 3 167978,474 19,038 ,000
Bahanbaku 915046,090 2 457523,045 51,855 ,000
Ulangan 59,535 1 59,535 ,007 ,936
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku 166499,997 6 27749,999 3,145 ,048
Error 97054,975 11 8823,180
Total 11203660,560 24
Corrected Total 1682596,020 23
a R Squared = ,942 (Adjusted R Squared = ,879)

Lampiran 15 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis

perlakuan N Subset
1 2 3 4 5
A4B2 2 230,9500
A3B2 2 264,0000 264,0000
A4B1 2 370,2500 370,2500
A3B1 2 403,3000 403,3000
A2B2 2 470,2000 470,2000
A2B1 2 620,5000 620,5000
A1B2 2 797,5500 797,5500
A1B1 2 806,8500 806,8500
A4B3 2 829,6500 829,6500
A3B3 2 903,7000
A2B3 2 921,0500
A1B3 2 940,2000
Sig. ,101 ,054 ,121 ,051 ,177
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 8092,876.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 16 Hasil pengukuran kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan
baku dan lama penyimpanan beku

A1 A2 A3 A4
Ulangan B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3

I 70,49 70,05 85,38 67,68 66,60 80,33 55,26 55,87 77,52 52,05 40,41 77,61

II 69,14 69,88 85,10 66,99 68,04 83,88 54,56 57,63 78,77 39,37 29,08 75,13

total 139,6 139,9 170,5 134,7 134,6 164,2 109,8 113,5 156,3 91,42 69,49 152,7
rata2 69,82 69,97 85,24 67,34 67,32 82,11 54,91 56,75 78,15 45,71 34,75 76,37

Lampiran 17 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap kekenyalan (obyektif) sosis

Type III Sum Mean


Source of Squares df Square F Sig.
Corrected Model 5048,114(a) 12 420,676 33,259 ,000
Intercept 103599,063 1 103599,063 8190,653 ,000
LamaPenyimpanan 1894,085 3 631,362 49,916 ,000
Bahanbaku 2635,887 2 1317,944 104,198 ,000
Ulangan 19,575 1 19,575 1,548 ,239
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku 498,566 6 83,094 6,570 ,004

Error 139,133 11 12,648


Total 108786,310 24
Corrected Total 5187,247 23
a R Squared = ,973 (Adjusted R Squared = ,944)

Lampiran 18 Uji Wilayah Berganda Duncan kekenyalan sosis


perlakuan N Subset
1 2 3 4 5 6 7
A4B2 2 34,7450
A4B1 2 45,7100
A3B1 2 54,9100
A3B2 2 56,7500
A2B2 2 67,3200
A2B1 2 67,3350
A1B1 2 69,8150 69,8150
A1B2 2 69,9650 69,9650
A4B3 2 76,3700 76,3700
A3B3 2 78,1450 78,1450 78,1450
A2B3 2 82,1050 82,1050
A1B3 2 85,2400
Sig. 1,000 1,000 ,622 ,513 ,055 ,159 ,087
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 13,231.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 19 Hasil uji hedonik penampakan irisan sosis pengaruh jenis bahan
baku dan lama penyimpanan beku

O51 653 892 370 427 138


3 3 3 2 3 4
3 3 3 2 3 3
3 3 3 3 4 3
4 4 4 4 4 4
4 4 4 3 4 4
3 3 4 3 4 3
4 4 4 4 4 4
3 3 4 1 4 4
3 4 4 2 3 4
4 4 5 4 4 4
3 3 4 4 4 4
4 5 5 4 5 4
2 4 4 4 4 2
4 4 5 3 5 4
3 4 4 3 4 3
3 4 5 3 5 4
3 4 2 2 4 4
4 5 5 4 5 5
3 4 5 4 5 5
1 1 5 3 4 1
3 4 4 3 5 4
4 4 4 4 4 4
3 4 4 2 4 4
3 4 4 2 5 4
2 3 3 1 2 4
4 4 4 3 4 4
3 3 4 2 4 3
2 3 3 2 4 3
2 5 4 1 3 4
2 3 4 1 5 3
Lampiran 20 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap penampakan irisan sosis
Dependent Variable: Penampakanirisan
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 4,300(a) 12 ,358 3,472 ,024
Intercept 233,064 1 233,064 2258,085 ,000
LamaPenyimpanan 2,490 3 ,830 8,041 ,004
Bahanbaku ,172 2 ,086 ,834 ,460
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku 1,510 6 ,252 2,439 ,005

Error 1,135 11 ,103


Total 238,500 24
a R Squared = ,791 (Adjusted R Squared = ,563)

Lampiran 21 Uji Wilayah Berganda Duncan penampakan irisan sosis

perlakuan N Subset
1 2 3 4
A3B2 2 2,4500
A4B2 2 2,6650 2,6650
A4B1 2 2,7700 2,7700
A4B3 2 2,8650 2,8650
A3B3 2 3,0000 3,0000 3,0000
A1B3 2 3,0350 3,0350 3,0350
A3B1 2 3,0850 3,0850 3,0850
A2B1 2 3,2200 3,2200 3,2200
A1B1 2 3,2350 3,2350 3,2350
A2B2 2 3,3700 3,3700 3,3700
A1B2 2 3,6650 3,6650
A2B3 2 4,0350
Sig. ,053 ,077 ,091 ,074
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,105.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 22 Hasil uji hedonik kekerasan sosis pengaruh jenis bahan baku dan
lama penyimpanan beku

O51 653 892 370 427 138


2 1 2 4 3 1
4 3 3 4 2 4
4 4 3 2 4 4
4 3 3 3 4 4
4 4 4 4 3 3
2 4 4 2 4 3
4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4
3 4 4 4 3 4
4 5 5 4 4 4
3 3 4 3 3 1
4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 5
3 3 4 4 4 4
4 3 3 3 3 3
3 5 4 4 4 3
4 4 4 4 4 4
4 4 3 3 4 4
4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 3 3
4 5 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4
4 1 3 1 3 4
4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4
4 3 4 2 3 4
4 4 4 4 4 4
4 4 4 3 4 4
4 4 4 4 4 3
3 4 4 3 4 4
Lampiran 23 Analisis sidik ragam pengaruh jenis baha n baku dan lama
penyimpanan beku terhadap kekerasan sosis

Dependent Variable: Kekerasan


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model ,506(a) 12 ,042 1,516 ,249
Intercept 313,927 1 313,927 11291,095 ,000
LamaPenyimpanan ,129 3 ,043 1,549 ,257
Bahanbaku ,008 2 ,004 ,145 ,867
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku ,362 6 ,060 2,170 ,012
Error ,306 11 ,028
Total 314,738 24
Corrected Total ,812 23
a R Squared = ,623 (Adjusted R Squared = ,212)

Lampiran 24 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis

perlakuan N Subset
1 2 3
A1B3 2 3,3300
A1B1 2 3,4500 3,4500
A3B3 2 3,4650 3,4650 3,4650
A3B2 2 3,5700 3,5700 3,5700
A4B2 2 3,5800 3,5800 3,5800
A2B1 2 3,6000 3,6000 3,6000
A4B1 2 3,6500 3,6500 3,6500
A2B2 2 3,6650 3,6650 3,6650
A1B2 2 3,7200 3,7200 3,7200
A2B3 2 3,7200 3,7200 3,7200
A3B1 2 3,8000 3,8000
A4B3 2 3,8500
Sig. ,054 ,078 ,056
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,026.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 25 Hasil uji hedonik kekenyalan sosis pengaruh jenis bahan baku dan
lama penyimpanan beku

O51 653 892 370 427 138


3 4 3 3 4 4
4 4 4 3 4 3
4 4 4 3 4 4
4 4 4 3 4 3
4 3 4 2 3 4
4 4 5 4 4 4
4 4 4 4 4 4
4 1 3 1 3 4
4 4 3 4 4 4
4 4 5 4 4 4
4 4 4 4 4 3
5 5 4 4 4 5
3 3 4 4 3 4
4 4 5 4 4 5
4 5 4 4 4 3
4 4 4 4 4 4
4 3 4 4 4 3
4 4 5 4 4 5
5 4 4 4 4 4
3 3 3 3 4 1
4 5 5 4 4 4
3 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 3
4 5 4 4 4 4
4 3 4 3 3 2
4 4 4 4 3 3
2 2 3 3 3 4
3 4 3 2 3 4
4 3 3 4 2 3
2 3 4 3 3 1
Lampiran 26 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap kekenyalan sosis

Dependent Variable: Kekenyalan


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model ,783(a) 12 ,065 3,062 ,037
Intercept 316,609 1 316,609 14861,351 ,000
LamaPenyimpanan ,286 3 ,095 4,480 ,027
Bahanbaku ,006 2 ,003 ,148 ,864
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku ,488 6 ,081 3,815 ,026
Error ,234 11 ,021
Total 317,626 24
Corrected Total 1,017 23
a R Squared = ,770 (Adjusted R Squared = ,518)

Lampiran 27 Uji Wilayah Berganda Duncan kekenyalan sosis

perlakuan N Subset
1 2 3
A1B3 2 3,3500
A3B3 2 3,3500
A1B1 2 3,4800 3,4800
A3B2 2 3,5000 3,5000
A2B1 2 3,6150 3,6150
A4B2 2 3,6500 3,6500 3,6500
A2B2 2 3,6700 3,6700 3,6700
A3B1 2 3,6850 3,6850 3,6850
A4B1 2 3,7000 3,7000
A1B2 2 3,8000 3,8000
A2B3 2 3,8000 3,8000
A4B3 2 3,9850
Sig. ,055 ,066 ,054
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,020.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 28 Hasil uji hedonik aroma sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku

O51 653 892 370 427 138

2 3 4 1 2 1
3 4 4 3 3 3
3 3 4 2 4 4
2 2 2 2 3 4
4 3 4 4 4 4
1 2 3 2 2 3
4 4 4 4 4 4
3 3 3 3 3 4
4 4 4 4 3 3
4 4 4 4 4 5
2 2 4 4 3 4
3 3 4 3 3 4
4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4
3 3 4 3 4 3
4 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 3 3
4 4 4 4 4 5
1 1 1 1 2 2
4 4 4 3 4 4
3 4 4 3 4 4
2 3 3 2 4 3
4 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4
2 4 1 3 3 3
2 2 4 3 4 3
2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2
2 3 2 2 3 3
Lampiran 29 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap aroma sosis
Dependent Variable: Aroma
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1,972(a) 12 ,164 11,011 ,000
Intercept 234,125 1 234,125 15689,161 ,000
LamaPenyimpanan ,274 3 ,091 6,114 ,011
Bahanbaku ,334 2 ,167 11,178 ,002
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku 1,339 6 ,223 14,956 ,000

Error ,164 11 ,015


Total 236,261 24
Corrected Total 2,136 23
a R Squared = ,923 (Adjusted R Squared = ,839)

Lampiran 30 Uji Wilayah Berganda Duncan aroma sosis

Subset
perlakuan N 1 2 3 4 5 6
A4B2 2 2,4500
A1B3 2 2,7650
A1B1 2 2,9650 2,9650
A2B1 2 3,0850 3,0850
A3B2 2 3,0850 3,0850
A1B2 2 3,1000 3,1000
A2B2 2 3,2000 3,2000 3,2000
A3B1 2 3,2500 3,2500 3,2500
A3B3 2 3,2650 3,2650 3,2650 3,2650
A2B3 2 3,3350 3,3350 3,3350
A4B1 2 3,4300 3,4300
A4B3 2 3,5500
Sig. 1,000 ,137 ,054 ,099 ,120 ,057
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,016.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 31 Hasil uji hedonik juicines sosis pengaruh jenis bahan baku dan
lama penyimpanan beku

O51 653 892 370 427 138


2 4 4 3 4 4
2 4 3 3 4 4
4 2 2 3 4 3
3 3 4 3 4 3
4 4 1 4 1 3
3 3 4 3 4 3
2 2 2 2 2 2
3 1 2 3 2 4
4 3 3 3 3 4
4 4 4 4 4 4
3 3 3 2 2 2
4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 3
4 4 4 4 4 4
3 4 5 5 5 4
4 4 4 4 4 4
2 2 2 3 3 3
4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 5 4
2 4 2 3 1 1
4 4 4 4 4 4
2 1 3 3 3 1
4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4
2 2 2 1 2 2
4 4 4 4 4 4
3 4 3 2 3 3
3 3 3 3 3 4
4 3 2 4 3 4
4 2 2 2 3 3
Lampiran 32 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap juicines sosis
Dependent Variable: Juiciness
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1,978(a) 12 ,165 13,891 ,000
Intercept 294,280 1 294,280 24805,216 ,000
LamaPenyimpanan 1,895 3 ,632 53,249 ,000
Bahanbaku ,014 2 ,007 ,588 ,572
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku ,066 6 ,011 ,929 ,011

Error ,130 11 ,012


Total 296,388 24
Corrected Total 2,108 23
a R Squared = ,938 (Adjusted R Squared = ,871)

Lampiran 33 Uji Wilayah Berganda Duncan juiciness sosis

perlakuan N Subset
1 2 3
A1B3 2 3,2850
A2B1 2 3,2850
A2B3 2 3,2850
A3B2 2 3,3000 3,3000
A2B2 2 3,3150 3,3150
A1B1 2 3,3350 3,3350
A1B2 2 3,3500 3,3500
A3B3 2 3,3650 3,3650
A3B1 2 3,5500
A4B2 2 3,9500
A4B1 2 3,9700
A4B3 2 4,0300
Sig. ,502 ,053 ,484
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,011.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 34 Hasil uji hedonik rasa sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku

O51 653 892 370 427 138


2 3 3 2 3 3
2 3 2 3 2 3
2 2 2 2 3 4
2 2 2 2 2 2
2 2 1 2 1 3
2 2 2 2 2 4
2 2 2 2 2 2
2 2 3 4 1 4
3 4 3 2 3 3
4 4 4 4 4 4
3 3 4 3 3 4
4 4 4 4 4 4
3 4 3 4 4 3
3 3 3 3 3 4
3 3 2 2 2 3
3 3 3 3 3 4
3 3 3 4 4 4
4 4 4 4 4 5
3 3 3 3 3 5
4 4 3 4 2 3
5 5 4 4 4 5
3 3 4 4 2 1
4 4 4 4 4 5
5 5 5 5 5 5
2 2 4 2 3 4
4 4 3 4 3 4
1 2 3 2 2 3
1 4 2 1 3 4
2 3 4 2 3 1
2 3 4 3 3 3
Lampiran 35 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap rasa sosis
Dependent Variable: Rasa
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 4,569(a) 12 ,381 2,644 ,059
Intercept 202,420 1 202,420 1405,254 ,000
LamaPenyimpanan 3,427 3 1,142 7,930 ,004
Bahanbaku ,578 2 ,289 2,005 ,181
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku ,555 6 ,093 ,643 ,046

Error 1,584 11 ,144


Total 208,574 24
Corrected Total 6,154 23
a R Squared = ,743 (Adjusted R Squared = ,462)

Lampiran 36 Uji Wilayah Berganda Duncan rasa sosis

Subset
perlakuan N 1 2 3 4
A3B2 2 2,1500
A3B3 2 2,2500 2,2500
A3B1 2 2,4650 2,4650 2,4650
A4B2 2 2,7850 2,7850 2,7850 2,7850
A4B3 2 2,7850 2,7850 2,7850 2,7850
A1B3 2 2,8150 2,8150 2,8150 2,8150
A2B3 2 3,0000 3,0000 3,0000 3,0000
A2B1 2 3,0850 3,0850 3,0850
A2B2 2 3,1800 3,1800
A4B1 2 3,2500 3,2500
A1B2 2 3,5150
A1B1 2 3,5700
Sig. ,059 ,062 ,079 ,079
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,133.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 37 Hasil uji hedonik penerimaan umum sosis pengaruh jenis bahan
baku dan lama penyimpanan beku

O51 653 892 370 427 138


3 4 4 4 4 3
2 3 4 2 3 2
3 4 3 3 3 4
2 2 3 3 4 4
4 4 4 4 3 4
2 3 3 1 2 4
4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 5
3 3 4 4 3 1
5 5 5 4 4 5
1 4 3 3 2 4
4 4 4 4 4 5
4 4 4 4 4 5
2 2 3 3 4 4
3 3 4 3 4 4
4 4 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4
3 4 3 4 4 4
4 4 4 4 4 5
4 4 4 3 3 3
4 4 4 4 4 4
3 4 3 3 3 4
2 1 3 3 1 4
3 3 3 3 2 2
3 3 3 3 3 4
4 3 1 3 2 3
3 3 2 2 2 3
3 3 1 2 3 4
3 3 3 3 3 3
3 3 4 3 4 4
Lampiran 38 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap penerimaan umum sosis
Dependent Variable: PenerimaanUmum
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1,270(a) 12 ,106 ,846 ,613
Intercept 253,760 1 253,760 2028,630 ,000
LamaPenyimpanan ,683 3 ,228 1,819 ,202
Bahanbaku ,388 2 ,194 1,552 ,255
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku ,159 6 ,026 ,212 ,965

Error 1,376 11 ,125


Total 256,406 24
Corrected Total 2,646 23
a R Squared = ,480 (Adjusted R Squared = -,087)

Lampiran 39 Uji Wilayah Berganda Duncan penerimaan umum sosis

perlakuan N Subset
1
A4B2 2 2,8200
A4B1 2 2,9000
A1B2 2 2,9800
A4B3 2 3,1650
A2B2 2 3,3000
A3B2 2 3,3000
A2B1 2 3,3300
A3B1 2 3,3300
A1B1 2 3,4150
A2B3 2 3,4650
A3B3 2 3,4650
A1B3 2 3,5500
Sig. ,084
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,118.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 40. Hasil analisis sidik ragam nilai TVB sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 200,045(a) 2 100,023 201,876 ,001
Intercept 2414,422 1 2414,422 4873,025 ,000
perlakuan 200,045 2 100,023 201,876 ,001
Error 1,486 3 ,495
Total 2615,953 6
Corrected Total 201,532 5
a R Squared = ,993 (Adjusted R Squared = ,988)

Lampiran 41. Uji Wilayah Berganda Duncan TVB sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Subset
perlakuan N 1 2 3
S1 2 14,0900
S2 2 18,2200
S3 2 27,8700
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,495.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.

Lampiran 42. Hasil analisis sidik ragam nilai TPC sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3,966(a) 2 1,983 29743,000 ,000
Intercept 5216656,0
347,777 1 347,777 ,000
00
perlakuan 3,966 2 1,983 29743,000 ,000
Error ,000 3 ,000
Total 351,743 6
Corrected Total 3,966 5
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)

Lampiran 43. Uji Wilayah Berganda Duncan TPC sosis pada berbagai suhu
penyimpanan

Subset
perlakuan N 1 2 3
S1 2 6,4700
S2 2 8,0800
S3 2 8,2900
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,000.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 44. Hasil analisis sidik ragam pH sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model ,050(a) 2 ,025 83,167 ,002
Intercept 1008200,0
302,460 1 302,460 ,000
00
perlakuan ,050 2 ,025 83,167 ,002
Error ,001 3 ,000
Total 302,511 6
Corrected Total ,051 5
a R Squared = ,982 (Adjusted R Squared = ,970)

Lampiran 45. Uji Wilayah Berganda Duncan pH sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Subset
perlakuan N 1 2
S1 2 7,0100
S2 2 7,0650
S3 2 7,2250
Sig. ,050 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,000.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.

Lampiran 46. Hasil analisis sidik ragam sineresis sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 36,646(a) 2 18,323 12,233 ,036
Intercept 100,450 1 100,450 67,062 ,004
perlakuan 36,646 2 18,323 12,233 ,036
Error 4,494 3 1,498
Total 141,590 6
Corrected Total 41,139 5
a R Squared = ,891 (Adjusted R Squared = ,818)

Lampiran 47. Uji Wilayah Berganda Duncan sineresis sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
pe Subset
rlakuan N 1 2
S1 2 1,9250
S2 2 2,8000
S3 2 7,5500
Sig. ,526 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 1,498.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 48 Jenis bahan baku fillet, lumat, dan surimi daging ikan patin

Lampiran 49 Sosis ikan patin dari bahan baku fillet, lumat, dan surimi

Anda mungkin juga menyukai