ERDIANSYAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Erdiansyah
NIM F 051030061
ABSTRAK
ERDIANSYAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pasca Panen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
Judul Tesis : Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu
Sosis Ikan Patin (Pangasius pangasius)
Disetujui,
Komisi Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS. Dr. Ir. Joko Hermanianto
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Teknologi Pasca Panen
Dr. Ir. Wayan Budiastra, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kuasa-
Nya jualah penulisan tesis ini dapat diselesaikan, salam serta sholawat atas nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia ke jalan ya ng benar dan
diridhoi Allaw SWT.
Ikan patin adalah salah satu jenis ikan air tawar yang sudah banyak
dibudidayakan. Ukurannya yang relatif besar sehingga cocok untuk digunakan
sebagai bahan baku produk olahan. Sosis adalah salah satu produk olahan ya ng
banyak dikenal dan disukai, namun kebanyakan yang beredar di pasaran adalah
berbahan baku sapi dan ayam. Pembuatan sosis ikan patin mempunyai peluang
yang cukup luas untuk bersaing dengan produk yang sudah ada. Untuk
menghasilkan sosis dengan mutu yang baik diperlukan bahan baku yang bermutu,
sehingga diperlukan penanganan pascapanen yang benar untuk menjaga kualitas
bahan baku.
Berdasarkan pemikiran diatas, penulis melakukan penelitian sejak bulan
April hingga Nopember 2005 mengenai cara penanganan bahan baku pra-olahan
dan lama penyimpanan beku terhadap mutu bahan baku serta hubungannya
dengan mutu sosis. Mudah- mudahan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan
ilmiah dan menjadi acuan, untuk memperhatikan mutu bahan baku sebelum
digunakan untuk proses selanjutnya.
Untuk istriku tercinta Devi Riani dan ananda Viriyan Ilmi, ayahanda
Burniat, ibunda Asmah, Ayahanda mertua (alm) Be rmawi Djakvar, ibunda mertua
Bayudah Balik, ayunda yati dan adik-adik serta keluarga besar, terima kasih atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Alex Noerdin, SH
selaku Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin yang telah
memberikan fasilitas Tugas Belajar, Ibu Ir. Suratinah Hamzah (mantan Kepala
Dinas), Bapak Ir. Hanafi Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan atas izin serta
restunya.
Selanjutnya terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS
selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Joko Hermanianto sebagai
Anggota Komisi Pembimbing atas segala saran dan bimbingan yang diberikan
selama penulisan tesis ini, semoga menjadi amal yang baik di sisi Allah SWT.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman sejawat
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Musi Banyuasin serta teman- teman
Program Studi Teknologi Pasca Panen khususnya angkatan 2003 (Pak Theis, Pak
Hidayat, Pak Khaidir, Fahrul, Muhdarsyah, Desy, Dian, Ira, Cut, Atik, Meilan,
Mbak Endang, dan Mbak Ana), angkatan 2002 ( Mbak Hani, Pak Munawar, Pak
Enrico), angkatan 2004 (Pak Ismail, Adnan, Asri, Yani, Mala, Mbak Rina).
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Erdiansyah
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………….. vi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………. vii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………….. viii
PENDAHULUAN ……………...........………………………………………………. 1
Latar Belakang .......... …………………………………………………………………. 1
Tujuan …………………………………………………………………………. 2
Hipotesis ………………………………………………………………………. …. 2
DAFTAR PUSTAKA...……………………………………………………………….. 62
LAMPIRAN ………………………………………………………………………….. 68
DAFTAR TABEL
Halaman
7 Rataan analisa mutu bahan baku fillet, lumat, dan surimi pengaruh
lama penyimpanan beku………………………………. ......................... 33
9 Cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku.............................................................................................................. 41
12 Nilai TVB Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ....…......… 52
14 Log Total Mikroba Sosis Patin pada berbagai suhu penyimpanan ............. 54
.
15 pH Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ..………............… 56
Halaman
2 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku
terhadap total protein terlarut bahan baku ……………………………… 68
5 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku
terhadap pH bahan baku ……………………………………………. ..... 69
8 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap WHC bahan baku…...………………………………....... 70
10 Hasil pengukuran cooking loss sosis pengaruh jenis baha n baku dan lama
penyimpanan beku…………………………………………………… 71
11 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap cooking loss sosis …….……………………………… 71
14 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap kekerasan (obyektif) sosis …..…...…………………... 72
17 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap kekenyalan (obyektif) sosis ………..…………............ 73
20 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap penampakan irisan sosis ....………………………… 75
23 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap kekerasan sosis ……….......………………………… 77
26. Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap kekenyalan sosis …..……………………………….. 79
29 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap aroma sosis ...………………………………………… 81
32 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap juicines sosis ...………………………………………… 83
35 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku
terhadap rasa sosis ...………………………………………………… 85
38 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan
beku terhadap penerimaan umum sosis ……………………………… 87
40 Analisis sidik ragam nilai TVB sosis pada berbagai suhu penyimpanan.... 88
42 Analisis sidik ragam nilai TPC sosis pada berbagai suhu penyimpanan... 88
48 Jenis bahan baku fillet, lumat, dan surimi daging ikan patin ………… 90
49 Sosis ikan patin dari bahan baku fillet, lumat, dan surimi……………… 90
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah yang perlu mendapatkan perhatian sungguh-sungguh
sehubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk adalah penyediaan
protein. Ikan patin adalah salah satu sumber protein hewani yang mudah
didapat dan harganya terjangkau. Menurut data statistik Departemen
Kelautan dan Perikanan (2004) produksi ikan patin mencapai 23.962
ton/tahun dari total produksi budidaya ikan air tawar sebesar 346.453
ton/tahun, dengan harga jual pada tingkat konsumen Rp.8.000 sampai
dengan Rp.12.000 per kilogram.
Pembuatan sosis dengan menggunakan daging ikan patin merupakan
upaya penganekaragaman pengolahan ikan, sehingga diharapkan dapat
diterima secara umum karena penampakan dan rasanya telah mengalami
modifikasi menjadi lebih menarik dengan citarasa yang disukai. Pengolahan
ikan patin menjadi sosis memiliki beberapa keuntungan antara lain
memudahkan pengangkutan, memperluas areal pemasaran, memperpanjang
daya simpan, menambah variasi produk perikanan menjadi produk siap saji,
dan secara tidak langsung merangsang peningkatan produk hasil perikanan.
Agustini dan Swastawati (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan hasil
perikanan melalui penganekaragaman produk-produk value-added memiliki
prospek yang bagus di masa mendatang dan dapat mendukung suksesnya
pelaksanaan Program Ketahanan Pangan Nasional .
Untuk menghasilkan sosis dengan mutu yang baik, diperlukan bahan
baku dengan kualitas yang baik, sehingga penanganan pra-olahannya perlu
dilakukan untuk menjaga kualitas yang maksimal. Penyimpanan beku
adalah suatu cara untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang daya
simpan bahan baku, dengan menghambat reaksi metabolisme dan mencegah
pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan. Sedangkan penanganan
bentuk pra-olahan daging ikan sebelum diolah menjadi sosis adalah fillet,
daging lumat, dan surimi yang bertujuan untuk mempermudah pengolahan
dalam rangkaian proses produksi serta efisiensi dalam penyimpanan.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menguji perubahan mutu (total protein terlarut, water holding
capacity, dan pH) bahan baku dalam bentuk fillet, daging lumat, dan
surimi selama penyimpanan beku.
2. Menerangkan pengaruh perubahan mutu bahan baku fillet, daging
lumat, dan surimi selama penyimpanan beku terhadap sifat fisik
(cooking loss, kekerasan, kekenyalan) dan penerimaan konsumen
terhadap sosis yang dihasilkan (organoleptik).
3. Mengukur perubahan mutu sosis (TPC, TVB, pH, sineresis, dan
proksimat) selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5o C, dan 10o C.
Hipotesis
Penyimpanan bahan baku pra-olahan (fillet, daging lumat, dan surimi)
pada suhu beku dapat mempertahankan mutu daging ikan dan menghasilkan
produk sosis dengan sifat fisik dan organoleptik yang disukai konsumen.
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1 Tipe daging merah dalam berbagai jenis ikan; (A) cod,
(B) mackerel, dan (C) frigate mackerel (Suzuki, 1981).
Badan ikan umumnya mempunyai bentuk dan ukuran yang simetris
dan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, kepala, badan (tubuh), dan ekor.
Bagian kepala adalah bagian muka yang dimulai dari ujung mulut sampai
akhir insang. Bagian badan dimulai dari akhir tutup insang sampai sirip
belakang, sedangkan bagian ekor dimulai dari sirip ekor sampai dengan
ujung ekor. Di dalam badan ikan terdapat kerangka ikan, daging/otot dan
organ-organ lainnya (Hadiwiyoto, 1993).
Gambar 2 Daging ikan dan komponen penyusunnya (Hadiwiyoto,
1993)
Protein
Protein ikan merupakan bagian yang pent ing untuk dipelajari dalam
dasar-dasar ilmu dan teknologi ikan terutama dari segi-segi kimianya. Hal
ini disebabkan, protein ikan yang mencapai 11 – 27% merupakan komponen
terbesar kedua jumlahnya setelah air (Hadiwiyoto, 1993). Berdasarkan
lokasinya dalam daging, protein ikan dapat digolongkan menjadi 3 macam,
yaitu, protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma (Xiong,
2000). Berdasarkan sifat kelarutan protein daging ikan deMan (1997)
memilahnya menjadi tiga golongan yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Penggolongan protein daging ikan berdasarkan kelarutan
N Kekuatan ion pada saat Nama golongan lokasi
o pelarutan
“myogen” Terutama
1 Sama dengan atau lebih mudah larut sarkoplasma,
besar dari nol cairan sel otot
“Struktur” Terutama
2 Lebih besar dari, sekitar kurang larut myofibril, unsur
0.3 kontraktil
Terutama
3 Tidak larut “Stroma” jaringan ikat,
dinding sel dsb
*Sumber : deMan (1997)
Protein miofibrillar
Protein miofibril adalah protein-protein yang terdapat pada benang-
benang daging (miofibril dan miofilamen). Yang termasuk golongan protein
ini adalah tipe golongan protein globulin, misalnya myosin, aktin, dan
tropomyosin (Xiong, 2000).
Suzuki (1981) menyatakan, protein miofibrillar bersifat sedikit larut
dalam air pada pH netral tetapi larut dalam larutan garam kuat. Protein
miofibrillar adalah protein yang membentuk miofibril, yang terdiri dari
protein struktural (aktin, miosin, dan aktomiosin) dan protein regulasi
(troponin, tropomiosin, dan aktinin). Protein miofibrillar merupakan bagian
terbesar dari protein ikan yaitu sekitar 66 – 77% dari total protein ikan, dan
bila dibandingkan dengan daging mamalia dan unggas daging ikan
mengandung protein miofibril yang terbanyak. Miofibril sangat berperan
dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada daging ikan yang diolah.
Protein sarkoplasma
Suzuki (1981) menyatakan, protein sarkoplasma mengandung protein
yang dapat larut dalam air, disebut miogen. Kandungan protein sarkoplasma
dalam daging ikan tergantung pada jenis ikan, biasanya terdapat dalam
jumlah sekitar 10% dari total protein ikan. Hadiwiyoto (1993), menyatakan
bahwa protein yang tergolong protein sarkoplasma adalah protein albumin,
mioalbumin, mioprotein.
Sarkoplasma mengandung bermacam- macam protein yang larut dalam
air (miogen). Pada pembuatan surimi, protein sarkoplasma harus
dihilangkan dulu karena dapat menghambat pembentukan gel.
Protein stroma
Protein stroma (jaringan pengikat) kebanyakan terdapat dalam
miosepta dan endomisium, tetapi ada juga yang terdapat pada sarkolemma
atau bagian tubuh yang lain tetapi jumlahnya tidak banyak sekitar 6% dari
seluruh protein ikan.
Kolagen adalah salah satu jenis protein jaringan pengikat yang
dominan baik dalam jumlahnya maupun peranannya, struktur kolagen
menyerupai benang-benang jala. Kolagen tidak larut dalam air maupun
larutan garam tetapi larut dalam larutan alkali dan jika dipanaskan maka
strukturnya akan berubah menjadi peptida-peptida dengan berat moekul
yang lebih rendah.(Hadiwiyoto, 1993).
Lemak
Winarno (1993), menyatakan bahwa berdasarkan kandungan
lemaknya, ikan terbagi menjadi 3 golongan yaitu, ikan dengan kandungan
lemak rendah (kurang dari 2%) seperti kerang, cod, lobster, bawal, gabus;
ikan dengan kandungan lemak medium (2 – 5%) seperti rajungan, oyster,
udang, ikan mas, lemuru, salmon; dan ikan dengan kandungan lemak tinggi
(5 – 20%) seperti herring, mackarel, salmon, tuna, sepat, tawas, nila.
Menurut Junianto (2003), Kandungan lemak daging merah ikan lebih
tinggi dibandingkan daging putih ikan. Namun kandungan protein daging
merah ikan lebih rendah dibandingkan daging putih ikan. Berdasarkan
kandungan lemak dan protein, ikan digolongkan seperti Tabel 3.
Kandungan lemak ikan bermacam- macam tergantung pada jenis ikan,
umur, jumlah daging merah, dan kondisi makanan (Suzuki, 1981). Irawan
(1995) menambahkan bahwa kandungan lemak erat kaitannya dengan
kandungan protein dan kandungan air. Pada ikan yang kandungan lemaknya
rendah, umumnya mengandung protein dalam jumlah yang cukup besar.
Tabel 3 Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemak
Tipe Prot (%) Lemak (%) Jenis Ikan
A. Protein tinggi, lemak rendah 15 – 20 <5 Cod
B. Protein tinggi, lemak sedang 15 – 20 5 – 15 Salmon
C. Protein rendah, lemak tinggi <5 > 15 Trout
D.Protein sangat tinggi, lemak rendah > 20 <5 Tuna
E. Protein rendah, lemak rendah < 15 <5 Oyster
*Sumber : Junianto (2003)
Air
Air adalah komponen terbesar penyusun daging ikan sebesar 66 – 84%
dan menurut Suzuki (1981), kadar air pada daging ikan mempunyai
hubungan yang berlawanan dengan kadar lemak. Makin tinggi kadar air
maka makin rendah kadar lemaknya.
Ilyas (1983) mengatakan bahwa air dalam jaringan daging ikan diikat
sangat erat oleh senyawa koloidal dan kimiawi sehingga ia tidak mudah
bebas oleh tekanan berat. Kekuatan penahan air pada daging ikan segar
adalah maksimum, sedangkan pada ikan yang mulai membusuk kekuatan itu
jauh berkurang sehingga cairan itu mudah bebas.
Karbohidrat
Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida, yaitu glikogen
yang terdapat dalam sarkoplasma di antara miofibril- miofibril. Glikogen
dalam daging sifatnya tidak stabil, mudah berubah menjadi asam laktat
melalui proses glikolisis sehingga menyebabkan pH daging ikan turun
dengan cepat.
Sifat Fungsional Protein.
Protein adalah salah satu komponen penyusun bahan pangan yang
mempunyai peranan sangat besar dalam menentukan mutu produk pangan.
Protein mampu berinteraksi dengan senyawa-senyawa lain sehingga
berpengaruh pada aplikasi proses, mutu dan penerimaan produk. Sifat-sifat
seperti inilah yang disebut sifat fungsional protein seperti: water binding,
kelarutan, viscositas, pembentukan gel, flavour binding dan aktivitas
permukaan (Kinsella, et al. 1979). Zayas (1997) menambahkan, sifat
fungsional protein adalah sifat fisiko-kimia protein yang mempengaruhi
tingkah laku di dalam sistim bahan pangan selama persiapan, pengolahan,
penyimpanan dan konsumsi yang berperan pada mutu dan sensorik sistem
bahan pangan tersebut.
Menurut Cheftel et al. (1985) sifat fungsional protein dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian utama yaitu:
1. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dalam
air, misalnya: penyerapan air, penahanan air, dan viskositas.
2. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dengan
protein atau protein dengan lemak, misalnya: pembentukan gel, adonan
dan tekstur.
3. Sifat fungsional yang berhubungan dengan sifat permukaan protein,
misalnya: emulsifikasi dan daya buih.
Masing- masing sifat fungsional tersebut tidak berdiri sendiri, namun
saling berkaitan satu dengan lainnya. Keberadaan sifat-sifat tersebut
selanjutnya akan memberikan karakteristik tersendiri dalam suatu sistim
pangan (Tabel 4).
Tabel 4 Sifat fungsional protein yang dibutuhkan dalam sistim pangan.
Sifat kelarutan protein sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, dan pelarut
yang digunakan. Pengaruh pH didasarkan pada adanya perbedaan muatan
antara asam-asam amino yang menyusun protein. Pada pH tertentu
perbedaan muatan tersebut dapat mencapai nol (net charge=0) atau
terjadinya kesetimbangan yang dikenal sebagai titik isoelektrik. Pada pH
tersebut protein memiliki daya tarik menarik yang paling kuat antara
sesamanya dan mulai terurai. Pada pH di atas dan di bawah titik isoelektrik
dan lebih besarnya muatan negatif pada pH diatas titik isoelektrik.
Perubahan muatan ini menyebabkan menurunnya daya tarik menarik antara
molekul protein, sehingga molekul protein lebih mudah terurai dan kelarutan
protein akan semakin meningkat (Lehninger, 1982).
Komposisi kimia ikan patin per 100 gr daging ikan dapat dilihat pada
Tabel 5. Jika dilihat dari komposisi kandungan protein 16.1 % dan lemak
5.7 %, ikan patin termasuk golongan ikan yang berprotein tinggi dan
berlemak sedang.
Tabel 5 Komposisi kimia ikan patin.
Komposisi Kimia % bb
Air 75.7
Protein 16.1
Lemak 5.7
Abu 1.0
*Sumber : BPMHP (1998)
Penyimpanan Beku
Kerusakan bahan-bahan bio logik seperti hasil- hasil perikanan terutama
disebabkan oleh terjadinya otolisa dan karena pertumbuhan mikroba. Pada
kondisi suhu tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada konsisi lain
aktifitasnya menurun. Penggunaan suhu rendah dapat digunakan untuk
mempertahankan kesegaran serta mempertahankan sifat-sifat asli dari ikan
(Hadiwiyoto, 1993). Masa simpan dari daging ikan berbeda-beda
tergantung dari jenis ikan, komposisi daging ikan, iklim, lingkungan hidup
(habitat) dan perlakuan yang diberikan terhadap ikan setelah ditangkap
(Potter, 1973).
Selama penyimpanan beku, protein akan mengalami denaturasi dimana
akan terjadi perubahan protein ikan ke arah menjauhi sifat-sifat alami
protein (Ilyas, 1983). Perubahan protein otot akan mempengaruhi jumlah
drip, yaitu (1) besarnya cairan yang keluar dari daging, dan (2) faktor yang
berhubungan dengan daya ikat air oleh protein daging (Soeparno, 1994).
Denaturasi protein selama penyimpanan beku menghasilkan agregasi yang
disebabkan karena meningkatnya ikatan silang (cross- linking) miosin di
dalam intermolekul (Yoon dan Lee, 1990).
Bentuk Pra-olahan
Bentuk pra-olahan bahan baku daging ikan yang sering digunakan
dalam proses pengolahan biasanya berupa fillet, daging lumat dan surimi.
Selain mempermudah dalam proses pengolahan menjadi bentuk produk
lainnya, juga lebih efisien dalam penyimpanan terutama penyimpanan beku
dibandingkan menyimpan ikan secara utuh.
Fillet
Fillet dibuat dengan menyayat tubuh ikan patin sejajar dengan tulang
punggung, dimulai dari bagian ekor hingga ke bagian kepala, isi perut, sirip
maupun tulang. Selanjutnya lembaran daging tersebut disayat sedemikian
rupa untuk menghilangkan bagian kulitnya (Afrianto, 1995). Menurut Ilyas
(1983), terdapat beberapa tipe fillet, yaitu fillet berkulit (skin-on fillet), fillet
tidak berkulit (skinless fillet), fillet tunggal (single fillet) yakni lempengan
daging ikan yang disayat memanjang tulang belakang, kuduk biasanya
dipotong, dan fillet kupu-kupu (butterfly fillet) yakni dua fillet tunggal
seekor ikan yang dihubungkan sesamanya oleh bagian yang tidak dipotong.
Hasil fillet biasanya didapat dari 30 sampai 35% berat ikan.
Daging lumat
Daging lumat didapat dengan melakukan penggilingan terhadap daging
ikan yang telah difillet yang bertujuan menghaluskan atau melembutkan
daging hingga mempermudah proses selanjutnya. Selain memperkecil
ukuran menurut Acton (1972), protein daging lebih mudah terekstrak jika
dalam ukuran kecil. Forrest et al. (1975) menambahkan, penggilingan
bertujuan untuk memecah dan meningkatkan keseragaman ukuran serabut
otot dan jaringan ikat sehingga distribusinya merata dan yang terbentuk
lebih stabil.
Surimi
Surimi merupakan produk olahan yang terbuat dari daging ikan lumat
yang telah diekstrak dengan air dan diberi bahan anti denaturasi, lalu
dibekukan. Biasanya surimi digunakan sebagai bahan baku pembuatan
kamaboko, sosis, dan ham ikan (Suzuki, 1981).
Muchtadi (1988) menyatakan, ada dua tipe yang biasa dibuat, yaitu
surimi yang dibuat tanpa penambahan garam (mu-en surimi) dan surimi
yang dibuat dengan penambahan garam (ka-en surimi).
Dalam pembuatan surimi, ada empat prinsip tahapan dalam proses
yang dilakukan, yaitu pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan dan
pembekuan. Pencucian daging ikan dilakukan tiga sampai lima kali.
Biasanya air pencuci terakhir mengandung NaCl sebanyak 0.01 sampai 0.3
persen untuk memudahkan pembuangan air, karena umumnya pencucian
yang berulang- ulang akan meningkatkan sifat hidrofilik daging ikan
(Suzuki, 1981). Banyaknya air yang digunakan biasanya berkisar antara
lima sampai sepuluh kali dari berat ikan (Fardiaz, 1985).
Menurut Suzuki (1981), air yang digunakan untuk pencucian adalah air
dingin dengan suhu 5 – 100 C. Pencucian dengan air kran (suhu kamar)
dapat merusak tekstur dan mempercepat degradasi lemak, sedangkan
pencucian dengan air laut dapat meningkatkan kehilangan protein
(Grantham, 1981).
Penambahan sukrosa dan sorbitol sudah dapat mencegah terjadinya
denaturasi protein. Pemberian polifosfat dapat berfungsi mengurangi drip,
mengurangi penyusutan pemasakan, dan menstabilkan emulsi. Menurut
Suzuki (1981), untuk membuat ka-en surimi komposisi krioprotektan yang
digunakan sebesar 5 persen sukrosa, 5 persen sorbitol, dan 2.5 persen garam.
Sosis
Sosis atau “sausage” berasal dari bahasa latin “salsus” yang berarti
digarami atau secara harfiah adalah daging yang disiapkan melalui
penggaraman (Kramlich, 1971). Menurut Price dan Schweigert (1987) sosis
merupakan makanan yang terbuat dari daging yang dihaluskan, digiling,
dibumbui lalu dibungkus dengan casing berbentuk simetris dan mempunyai
rasa yang khas. Pada umumnya sosis dibuat dari daging sapi, daging ayam
dan daging babi. Ketiga jenis bahan mentah ini mendominasi pasaran sosis
di Indonesia (Haq et al. 1994).
Schmidt (1988) menyatakan bahwa di Jerman dan banyak negara
lainnya, dikembangkan suatu sistem pengklasifikasian sosis didasarkan pada
perlakuan temperatur dari bahan baku dan produk akhir ada tiga jenis sosis:
raw sausage /rohwurst (sosis tanpa perlakuan pemasakan), bruhwurst
(dimasak setelah diformulasi) dan koehwurst (dimasak sebelum
diformulasi).
Soeparno (1992) membagi sosis menjadi beberapa jenis, sosis segar
dibuat dari daging segar, tidak dikuring (tidak dilakukan penggaraman),
dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu,
dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong serta harus dimasak
sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari daging segar, bisa dikuring atau
tidak, dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong, tidak diasap dan
setelah dibuat harus segera dimakan. Sosis spesialis daging masak adalah
produk daging khusus yang dikuring atau tidak dikuring, dimasak dan jarang
diasap, sering dibuat dalam bentuk batangan atau daging loaf serta biasa
dijual dalam bentuk irisan-irisan yang dipak atau dibungkus yang dapat
dikonsumsi dalam keadaan dingin. Sosis kering dan agak kering dibuat
dari daging yang dikuring dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum
pengeringan serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setelah
masak.
Taylor (2002) menyatakan bahwa sosis ikan dibuat menyerupai
pembuatan sosis yang terbuat dari daging. Pada dasarnya pencampuran
daging ikan ,yang didapat dari lembaran fillet ikan, ditambahkan bumbu dan
bahan-bahan aditif ke dalam casingnya.
Es batu
Air merupakan salah satu komponen dalam pembuatan sosis, dengan
kandungan diperkirakan 45 – 55% dari berat total, tergantung jumlah cairan
yang ditambahkan dan macam daging (Soeparno, 1994). Penambahan air
pada produk berfungsi 1) untuk meningkatkan keempukan dan jus daging, 2)
menggantikan sebagian air yang hilang selama proses seperti pemanasan, 3)
melarutkan protein yang mudah larut dalam air, 4) membentuk larutan
garam yang diperlukan untuk melarutkan protein yang larut dalam larutan
garam, 5) melayani fase kontinyu dari emulsi daging, 6) menjaga temperatur
selama proses penggilingan. Air biasanya ditambahkan ke dalam adonan
sosis dalam bentuk serpihan es atau air es untuk membentuk adonan yang
baik dan mempertahankan selama proses penggilingan (Forrest et al., 1975).
Garam
Garam merupakan faktor kritis yang harus diperhatikan, tanpa
penambahan garam tidak akan terbentuk emulsi sosis dan biasanya sosis
mengandung garam 1- 5% atau 3 % (Kramlich, 1971). Garam dalam
pembuatan sosis mempunyai fungsi 1) mengektraksi protein myofibril dari
serabut daging selama penggilingan, 2) membentuk tekstur produk, 3)
memberi cita rasa asin pada produk dan 4) sebagai antimikroba (Nakai dan
Modler, 2000). Menurut Romans et al. (1994), garam berfungsi unt uk
memberikan flavor, mengawetkan dan terutama untuk melarutkan protein
myosin sebagai emulsifier utama dan mempertinggi daya ikat air partikel .
Nitrit
Fungsi utama nitrit dalam pembuatan sosis adalah untuk memperbaiki
warna daging. Perbaikan warna daging dicapai ketika pigmen otot
(myoglobin) berikatan dengan natrium oksida (NO) yang berasal dari nitrit
membentuk NO-myoglobin, sehingga terbentuk warna daging yang khas.
Reaksinya dipengaruhi oleh temperatur. Selain itu nitrit berfungsi pula
sebagai penambah cita rasa, mencegah pertumbuhan bakteri dan sebagai anti
oksidan. Untuk sosis masak dianjurkan penggunaanya sebanyak 3 – 50 ppm
(Ockerman, 1983). Dirjen POM Depkes mensyaratkan penambahan nitrit
dalam bahan makanan maksimum sebanyak 170 ppm dan nitrit tersisa pada
produk akhir adalah 200 ppm (Winarno, 1997).
Lemak
Penambahan lemak dalam pembuatan sosis bertujuan untuk
membentuk sosis yang kompak, empuk dan kelezatan sosis, lemak hewani
ataupun minyak nabati dapat ditambahkan dalam pembuatan sosis.
Perbedaan utama minyak nabati dan lemak hewani adalah pada kandungan
sterolnya, dimana minyak nabati mengandung sitosterol, sedangkan lemak
hewani mengandung kolesterol. Minyak nabati lebih banyak mengandung
asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat) daripada lemak hewani (Ketaren,
1986).
Jumlah penambahan lemak dalam pembuatan sosis dibatasi untuk
mempertahankan tekstur selama pengolahan dan penanganannya, lemak
yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% bobot daging (Romans et al.
1994). Dari hasil penelitian uji organoleptik Hapsari (2002), ternyata
penggunaan kadar minyak nabati (10%, 15%, 20%) pada sosis ikan patin
berpengaruh nyata terhadap warna dan rasa sosis tetapi tidak berpengaruh
nyata terhadap tekstur dan aroma. Sosis patin terbaik menurut penilaian
panelis adalah sosis patin dengan kadar minyak 15%.
Phosphat
Penambahan polyphosphat pada gel ikan mentah bertujuan untuk
memperbaiki kekenyalan pada produk akhir. Konsentrasi polyphosphat
sebesar 0.2% sampai 0.5% dari berat daging ikan cukup efektif dalam
memberikan efek terhadap tekstur sosis ikan (Amano, 1965). Polyphosphat,
jika ditambahkan pada produk sosis akan meningkatkan daya ikat air dan
daya ikat lemak dari gel yang terbentuk (Schmidt, 1988)
Bahan pengikat (isolat protein kedelai) dan bahan pengisi (tepung tapioka)
Maksud penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi dalam
pembuatan sosis menurut Kramlich (1971) dan Forrest et al. (1975) adalah
1) untuk meningkatkan stabilitas emulsi, 2) Meningkatkan daya ikat air, 3)
meningkatkan flavor, 4) mengurangi pengerutan selama pemasakan, 5)
meningkatkan karakteristik irisan produk dan, 6) mengurangi biaya
produksi.
Bahan pengikat dan bahan pengisi dibedakan berdasarkan kandungan
protein dan karbohidrat yang dikandungnya. Bahan pengikat mengandung
protein yang lebih tinggi, dapat meningkatkan emulsifikasi lemak
dibandingkan dengan bahan pengisi, dan bahan pengisi umumnya terdiri
dari karbohidrat saja serta mempunyai pengaruh kecil terhadap emulsifikasi.
Pada produk komersial, penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi
tidak boleh lebih dari 3,5% bobot emulsi sesuai dengan standar oleh Meat
Inspection Division of The USDA (Kramlich, 1971).
Selanjutnya Kramlich (1971) menambahkan bahan pengikat dapat
diklasifikasikan menurut asalnya yaitu dari hewan serta tumbuhan. Produk-
produk susu seperti susu bubuk tanpa lemak, susu bubuk tanpa lemak tapi
kalsiumnya dikurangi, sodium caseinat, tepung darah, berasal dari hewan.
Tepung Kedelai dan tepung isolat protein kedelai berasal dari tumbuh-
tumbuhan.
Isolat protein kedelai merupakan fraksi protein utama dari kedelai.
Salah satu penggunaan isolat protein kedelai adalah pada produk emulsi
daging. Kegunaannya sebagai komplemen protein daging tidak hanya
karena kemampuannya sebagai pengikat dan penstabil adonan, tetapi juga
karena flavor dan kandungan gizinya (Wilcke, 1979). Dari hasil penelitian
Rompis (1998) diketahui bahwa perlakuan kombinasi isolat protein kedelai
dan susu skim menghasilkan sosis sapi yang secara umum diterima
konsumen, didukung oleh sifat fisik dan kimia.
Sedangkan bahan pengisi pada dasarnya ditambahkan dalam
pembuatan sosis terdiri dari tepung-tepungan yang mempunyai kandungan
pati tinggi, namun rendah protein. Walaupun demikian bahan pengisi
tersebut mempunyai kemampuan mengikat sejumlah besar air tetapi rendah
kapasitas emulsifikasinya . Maksimum penambahan bahan pengisi dalam
pembuatan sosis 3.5% dari berat produk akhir dan bila melebihi dari batas
harus mencantumkan kata imitasi pada label (Forrest et al., 1975).
Tepung tapioka adalah tepung yang diperoleh dari ubi kayu atau
singkong segar, setelah melalui beberapa proses seperti pemarutan,
pengendapan tepung dan pengeringan. Selain itu dimungkinkan digunakan
dalam industri makanan karena memiliki daya penahan air yang tinggi dan
tidak mengganggu citarasa makanan. Tapioka sering digunakan dalam
pembuatan sosis karena disamping harganya yang murah juga memberikan
citarasa netral serta warna terang pada produk sosis (Redley, 1976).
Bumbu-bumbu
Menurut Rust (1987), bumbu adalah suatu substansi tumbuhan
aromatik yang dikeringkan. Tumbuhan aromatik yang dikeringkan
diaplikasikan pada semua produk tanaman kering termasuk bumbu asli,
herba, biji-bijian aromatik dan buah-buahan yang dikeringkan. Bumbu asli
seperti jahe, biji pala, lada, bawang putih dan lain- lain digunakan dalam
bentuk bubuk.
Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam adonan sosis adalah pala,
merica, bawang putih dan jahe. Bumbu-bumbu dan bahan penyedap
ditambahkan untuk meningkatkan flavor. Beberapa bumbu bersifat
antioksidan sehingga dapat menghambat terjadinya ketengikan (Soeparno,
1994).
Selongsong (casing)
Selongsong sosis (casing) dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
selongsong sosis alami dan selongsong sosis buatan (sintetik). Fungsi utama
dari selongsong sosis yaitu disamping untuk membentuk produk dan
menjaga stabilitas produk juga berfungsi sebagai pelindung dari kerusakan
secara fisik maupun kimiawi seperti kekeringan, mikrobiologis dan oksidasi.
Disamping itu selongsong sosis juga mempunyai fungsi keindahan atau seni,
baik dari segi warna, bentuk, ukuran, dan lain- lain yang berfungsi sebagai
media reklame (Soeparno, 1994).
Sedangkan Kramlich (1971) dan Bacus (1984) menyatakan,
selongsong buatan terdiri dari empat kelompok yaitu 1) sellulosa, 2) kolagen
yang dapat dimakan, 3) kolagen yang tidak dapat dimakan, 4) plastik.
Selongsong buatan mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada
selongsong alami.
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan ikan patin yang digunakan diperoleh dari Superindo Plaza
Jembatan Merah Bogor yang diangkut dalam keadaan hidup menggunakan
kantong plastik. Selain itu sebagai bahan untuk pembuatan formulasi
digunakan bahan seperti lemak (minyak nabati), bumbu-bumbu (bawang
putih, merica, jahe dan gula), es batu, isolat protein kedele, garam dan
selongsong sosis atau casing.
Peralatan
Alat yang digunakan di dalam penelitian ini adalah alat penggiling
daging (grinder), pencacah daging (cutter), stuffer, filler, freezer (case
freezer), cooker, timbangan.
Casing
Direbus 800 C
selama 15 menit
Sosis dikemas
Penyiangan
Kepala, ekor, sirip, kulit dan
jeroan dibuang
Pemiletan Fillet
Penggilingan dengan
D.lumat
menggunakan penggiling daging
• Sukrosa 4%
Pengadukan Surimi
• Sorbitol 4%
• Polifosfat 0.2%
Pengemasan dalam
kemasan plastik vakum
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
(1) Tahap pertama, pengamatan hubungan lama penyimpanan beku dan jenis
bahan baku terhadap perubahan mutu bahan baku daging ikan patin.
Perlakuan meliputi, A) Lama penyimpanan beku -180 C : 0 hari, 20 hari,
40 hari, dan 60 hari; B) Bentuk pra-olahan : fillet, lumat, dan surimi.
Perlakuan diulang sebanyak 2 ulangan.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap
pertama dan tahap kedua adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap)
faktorial. Model Linear percobaannya (Hanafiah, 2004) adalah:
Yijk = µ + a i + ß j + (aß )ij + eijk
Dimana :
Yijk = Respon percobaan karena pengaruh perlakuan faktor A (lama
penyimpanan beku) taraf ke- i, faktor B (bentuk pra-olahan)
taraf ke-j pada ulangan ke-k
µ = Pengaruh rata-rata
(aß )ij = Pengaruh interaksi faktor A (lama penyimpanan beku) taraf ke-
i dan pengaruh faktor B (bentuk pra-olahan) taraf ke-j
eijk = Pengaruh galat pada ulangan ke-k pengaruh Ai , Bj dan (AB)ij
Sedangkan rancangan percobaan untuk tahap ketiga adalah RAL
tunggal dengan tiga perlakuan dan dua ulangan. Model Linear
percobaannya (Hanafiah, 2004) adalah:
Y = µ + t +e
Dimana :
Y = Respon percobaan karena pengaruh perlakuan (berbagai suhu
penyimpanan)
µ = Pengaruh rata-rata
t = Pengaruh faktor perlakuan (berbagai suhu penyimpanan)
e = Pengaruh galat
Metode Analisis
I. Analisis sifat fisik.
Daya mengikat air / water holding capacity (Hamm, 1972)
Dengan menggunakan metode pengepresan dari Hamm (1972)
yaitu dengan menggunakan alat carver press yang membebani 0,3
gram sample daging pada suatu kertas saring (filter) diantara dua plat
dengan beban tekan sebesar 35 kg setiap cm selama 5 menit, daerah
yang tertutup sample daging telah menjadi rata dan luas daerah
sekitarnya ditandai dan diukur. Daerah basah diperoleh dengan
mengurangkan daerah yang tertutup daging dari total (basah + daging)
dan luas daerah yang tertutup daging dengan menggunakan planimeter,
sedangkan kertas saring (filter) yang digunakan adalah Whatman-1 No.
40. Bobot air bebas (air daging yang terlepas karena proses penekanan)
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah air bebas (mg) = Luas lingkaran air bebas (cm2 ) – 8.0
0.0948
Luas lingkaran air bebas =Luas lingkaran luar – luas lingkaran dalam
Tekstur (Texture
DMA/WHC Analyzer)
= Jumlah air sampel (mg) – Jumlah air bebas (mg)
Jumlah air sampel (mg)
Dimana :
a = Bobot contoh sebelum dimasak (gram)
b = Bobot contoh sesudah dimasak (gram)
Sineresis
Pengukuran sineresis dilakukan pada sosis yang disimpan, dengan
cara menimbang berat sosis sebelum disimpan dan setelah
penyimpanan yang telah ditentukan sosis ditimbang kembali. Selisih
penimbangan menunjukan jumlah air yang keluar dari produk selama
penyimpanan. a −b
Sineresis = x 100%
. a
Dimana :
a = Bobot contoh sebelum disimpan (gram)
b = Bobot contoh sesudah disimpan (gram)
b. Kadar Abu
Sampel sosis seberat 5 gram dimasukkan ke dalam cawan
porselin (slica disc) yang telah diketahui beratnya (a) , kemudian
dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan temperature 400 – 600o C
selama 24 jam. Setelah itu dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan ke
dalam desikator untuk didinginkan, lalu ditimbang (b)
Selanjutnya kadar abu dapat dihitung dengan rumus :
c. Kadar lemak
Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam selongsong
pengekstrak, kemudian dimasukkan ke dalam labu soxhlet dan
diekstraksi dengan menggunakan petroleum eter selama 6 jam.
Minyak atau lemak yang tertampung dalam labu. Kemudian labu
tersebut dipanaskan di dalam oven 105o C selama 1 jam dan
ditimbang. Persentase kadar lemak dihitung dengan rumus berikut :
d. Kadar protein
Pengukuran kadar protein dilakukan dengan menggunakan
metode mikro-Kjeldahl dengan cara kerja yaitu, sample yang
digunakan sebanyak 0.2 gram dimasukkan kedalam labu Kjeldahl 100
ml lalu ditambahkan 2 gr K2 SO4 , 40 mg HgO dan 2.5 ml H2 SO4 .
Selama 30 menit dilakukan destruksi sampai diperoleh cairan hijau
jernih. Di destilasi setelah dingin ditambahkan air destilata sebanyak
35 ml dan NaOH pekat sebanyak 10 ml sampai berwarna coklat
kehitaman lalu ditampung ke dalam Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5
ml H3 PO3 , kemudian dititrasi dengan HC l 0.02 N menggunakan
indikator. Untuk larutan blanko dilakukan dengan cara yang sama
tetapi tanpa menggunakan sample.
Kadar Nitrogen dihitung dengan rumus :
e. Kadar karbohidrat
Untuk menentukan kadar karbohirat dilakukan perhitungan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-
masing parameter berarti tidak berbeda nyata
Bahan baku
] ? fillet
30
¦ lumat
Protein terlarut (%)
A
A
]
]
? surimi
A A
]
20
Z Z
Z
10 Z
0
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)
8,0
Bahan baku
7,5 ? fillet
] ¦ lumat
]
A A
Z Z
? surimi
Z
pH
Z ]
A
7,0
]
6,5
6,0
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)
105
Bahan baku
? fillet
¦ lumat
? surimi
WHC (%)
100 Z
A
Z
A Z Z
] ]
A
]
95
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)
Secara keseluruhan bahan baku yang berasal dari daging fillet, lumat
dan surimi mengalami penurunan kemampuan mengikat air sejalan dengan
lama penyimpanan beku (Gambar 8). Menurut Suzuki (1981) sifat
fungsional protein seperti kemampuan emulsi, kemampuan mengikat lemak,
kemampuan mengikat air, dan kemampuan membentuk gel dari daging ikan
yang telah dibekukan akan menurun dibandingkan denga n ikan segar.
Penyebab utama dari semua ini adalah terjadinya denaturasi protein,
terutama protein miofibril.
Perubahan Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis
Penelitian selanjutkan dilakukan untuk mengamati perubahan sifat
fisik dan organoleptik sosis yang dihasilkan dari perlakuan bahan baku fillet,
lumat dan surimi selama penyimpanan beku. Pengamatan meliputi cooking
loss, kekerasan, dan kekenyalan. Data dapat dilihat pada Tabel 8.
Sedangkan uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui daya penerimaan
atau penolakan konsumen secara subyektif seperti rasa, tekstur (kekenyalan
dan kekerasan), aroma, juiciness, penampakan irisan, dan penerimaan
umum. Resume data dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8 Rataan sifat fisik sosis yang dihasilkan
Lama Penyimpanan (hari)
Parameter Sosis
0 20 40 60
4
Sosis
? fillet
¦ lumat
cooking loss (%)
A
3 ? surimi
]
A
A
Z
2
] Z
1
A
]
Z
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 9 Cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku.
Kekerasan (obyektif)
Tekstur pada suatu makanan sangat ditentukan oleh kemampuan
protein untuk menyerap dan menahan air (Fardiaz, 1992). Secara fisik
pengujian tekstur pada makanan meliputi kekerasan dan kekenyalan.
Kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu
bahan atau produk sehingga terjadi perubahan pada produk (Ranggana,
1986).
1000
Z
Z
Z
Sosis
A
]
Z ? fillet
¦ lumat
750
Kekerasan (g force)
? surimi
A
500 ]
A
A
]
250 ]
0
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)
Kekenyalan (obyektif)
Kekenyalan diartikan sebagai kemampuan makanan untuk kembali ke
bentuk semula setelah diberi tekanan (Ranggana, 1986). Pengukuran
kekenyalan sosis dengan menggunakan texture analyzer digunakan untuk
menentukan persentase kemampuan sosis untuk kembali seperti semula
setelah diberikan beban seberat 25 kg.
100
Sosis
Z ? fillet
Z
Z ¦ lumat
Z
75 ]
? surimi
A
A
]
Kekenyalan (%)
]
A
50 A
25
0
0 20 40 60
Lama Penyimpanan (hari)
Kekerasan
Kekerasan menyatakan kekuatan suatu benda terhadap gaya tekan
tanpa mengalami deformasi bentuk (Soekarto, 1990). Pada Tabel 9 dapat
dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria kekerasan berkisar antara 3.33 –
3.85. Menurut skala hedonik kisaran tersebut memperlihatkan kekerasan
sosis yang dihasilkan biasa hingga suka.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 23) memperlihatkan interaksi
perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap kekerasan sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan
menunjukan perlakuan Lama penyimpanan 60 hari pada surimi berbeda
nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada surimi, tapi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Lampiran 24). Dari hasil penelitian
ini nilai tertinggi dihasilkan oleh perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada
surimi yang menunjukkan sosis yang lebih disukai konsumen (suka) dan
terendah menurut penilaian panelis yaitu pada perlakuan lama penyimpanan
0 hari pada bahan baku surimi (biasa).
Kekenyalan
Secara fisik salah satu pengujian tekstur pada makanan adalah
kekenyalan. Yang dimaksud dengan kekenyalan adalah kemampuan
makanan untuk kembali kebentuk semula setelah diberi tekanan
(Rangggana, 1986).
Pada Tabel 9 dapat dilihat nilai rataan uji organoleptik untuk kriteria
kekenyalan berkisar antara 3.35 – 3.99. Dari skala hedonik secara umum
menunjukkan kekenyalan sosis mempunyai nilai biasa hingga suka. Hasil
analisis sidik ragam (Lampiran 26) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis
bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekenyalan
sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan
perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada surimi berbeda nyata dengan
perlakuan lama penyimpanan 0 hari serta 40 hari pada surimi, sedangkan
dengan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata (Lampiran 27). Dari hasil
penelitian ini nilai tertinggi uji organoleptik dihasilkan oleh perlakuan lama
penyimpanan 60 hari pada surimi yang menunjukkan sosis yang disukai
panelis dan terendah diperlakuan lama penyimpanan 0 hari dan 40 hari pada
bahan baku surimi (biasa).
Aroma
Aroma merupakan keseluruhan sensasi terutama bau dan rasa yang
diterima pada saat mengkonsumsi makanan (Rothe, 1988). Pada umumnya
kelezatan makanan ditentukan oleh aroma. Industri pangan menganggap
sangat penting uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil
penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (soekarto, 1985).
Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria
kekerasan berkisar antara 3.33 – 3.85. Menurut skala hedonik kisaran
tersebut memperlihatkan kekerasan sosis yang dihasilkan biasa hingga suka.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 29) memperlihatkan interaksi
perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap Aroma sosis (P<0.05). Dengan uji wilayah berganda Duncan
menunjukan perlakuan Lama penyimpanan 60 hari pada surimi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 20 hari, 40 hari pada
surimi dan lama penyimpanan 60 hari pada fillet, tapi berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya (Lampiran 30).
Dari hasil penelitian ini nilai tertinggi dihasilkan oleh perlakuan lama
penyimpanan 60 hari pada surimi yang menunjukkan aroma sosis yang lebih
disukai konsumen (suka) dan terendah menurut penilaian panelis yaitu pada
perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada bahan baku daging lumat (biasa).
Aroma sosis dari bahan baku surimi lebih disukai panelis hal ini dapat
disebabkan oleh kurangnya bau ikan akibat perlakuan pencucian saat
pembuatan surimi.
Juiciness
Juiciness dari produk daging mencakup dua komponen organoleptik,
yaitu rasa basah pada gigitan pertama yang dihasilkan oleh pengeluaran
secara cepat cairan dari daging, dan juicinees yang dipacu oleh pengaruh
lemak pada ludah. Juiciness sangat dipengaruhi oleh pH daging (Lawrie,
1991).
Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria
juiciness berkisar antara 3.29 – 4.03. Menurut skala hedonik kisaran
tersebut memperlihatkan juiciness sosis yang dihasilkan biasa hingga suka.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 32) memperlihatkan interaksi
perlakuan jenis bahan baku dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap Aroma sosis (P<0.05). Uji wilayah berganda Duncan menunjukan
perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada surimi tidak berbeda nyata
dengan perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada bahan baku fillet dan
daging lumat, tapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Lampiran 33).
Dari hasil penelitian ini nilai tertinggi juiciness dihasilkan oleh
perlakuan lama penyimpanan 60 hari pada surimi yang lebih disukai
konsumen (suka) dan terendah menurut penilaian pane lis yaitu pada
perlakuan lama penyimpanan 0 hari, 20 hari pada surimi dan lama
penyimpanan 20 hari pada bahan baku fillet (biasa). Pada pH diatas atau
dibawah titik isoelektrik akan menyebabkan daya mengikat air lebih tinggi,
sehingga juiciness juga lebih tinggi. Protein akan bermuatan positif jika pH
rendah dan akan bermuatan negatif jika pH tinggi daripada titik isoelektrik
(5.0 – 5.4). Hal ini menyebabkan protein saling tolak menolak akibatnya
ruang antar miofilamen menjadi luas dan air dapat ditarik masuk ke dalam
daging sehingga menyebabkan daya mengikat air meningkat dan juiciness
juga meningkat (Forest et al, 1975).
Rasa
Dalam kehidupan nyata sehari-hari konsumen lebih menghargai dan
bersedia membayar tinggi pada makanan yang enak atau yang mereka
senangi, tanpa mempertimbangkan komposisi gizi dan sifat-sifat obyektif
lainnya. Sifat enak dan sifat-sifat lain yang berkaitan dengan selera manusia
adalah sifat indrawi yang selalu melekat pada barang-barang yang menjadi
kebutuhan manusia, lebih- lebih barang yang berupa pangan (Soekarto dan
Hubies, 1993). Rasa memegang peranan penting dari keberadaan suatu
produk. Rasa ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
jumlah garam yang ditambahkan, bumbu-bumbu, gula dan lemak.
Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria rasa
berkisar 2.15-3.57. Menurut skala hedonik kisaran tersebut memperlihatkan
rasa sosis yang dihasilkan agak tidak suka hingga biasa. Hasil analisis sidik
ragam (Lampiran 35) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis bahan baku
dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap rasa sosis (P<0.05). Uji
wilayah berganda Duncan menunjukkan perlakuan lama penyimpanan 0 hari
pada daging fillet berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 40
hari pada daging fillet, daging lumat dan surimi tetapi tidak berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya (Lampiran 36).
Dari hasil penelitian ini perlakuan lama penyimpanan 0 hari pada
daging fillet memperoleh nilai tertinggi (biasa) dan perlakuan lama
penyimpanan 40 hari pada daging lumat memperoleh nilai terendah (agak
tidak suka).
Uji kesukaan terhadap rasa sosis tergantung pada kesukaan konsumen
terhadap sosis yang dimakan. Namun umumnya yang lebih disukai oleh
konsumen adalah sosis yang rasa dagingnya lebih terasa (fresh/segar). Sosis
yang terbuat dari bahan baku surimi memiliki rasa relatif lebih manis
dibandingkan dengan sosis dari fillet dan daging lumat. Hal ini disebabkan
selama proses pembuatan surimi dilakukan penambahan zat antidenaturasi.
Penerimaan Umum
Pada Tabel 9 dapat dilihat rataan uji organoleptik untuk kriteria
penerimaan umum berkisar 2.82-3.55. Menurut skala hedonik kisaran
tersebut memperlihatkan rasa sosis yang dihasilkan biasa hingga suka. Hasil
analisis sidik ragam (Lampiran 38) memperlihatkan interaksi perlakuan jenis
bahan baku dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap
penerimaan umum sosis (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan
umum konsumen terhadap perlakuan lama penyimpanan beku dan bahan
baku dari sosis yang dihasilkan dalam penelitian ini masih dapat diterima
oleh panelis.
Perubahan Mutu Sosis Pada Berbagai Suhu Penyimpanan
Berdasarkan hasil penelitian tahap II, diketahui bahwa sosis yang
terbuat dari bahan baku surimi daging patin dengan lama penyimpanan 60
hari, melalui uji organoleptik menjadi pilihan panelis. Selanjutnya
penelitian dilanjutkan (tahap III) untuk mengetahui perubahan mutu sosis
pada berbagai suhu penyimpanan yaitu: -5o C, 5o C, dan 10o C. Data hasil
penelitian hanya untuk minggu ke-4 dilakukan pengolahan data statistik.
Pengamatan perubahan mutu sosis meliputi Total Volatil Basa (TVB), Total
Plate Count (TPC), Sineresis, dan pH. Resume data dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10 Rataan perubahan mutu sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Lama Penyimpanan (minggu)
Parameter Suhu
0 1 2 3 4
30
Z
TVB (mg/100 g)
20
Z ]
]
A
] A Suhu
Z
] A
10
A
]
Z A ? - 50 C
¦ 50 C
? 100 C
0
0 1 2 3 4
9
Z
8
TPC (log koloni/g)
7 Produk rusak
Z
6 ]
Z
]
Batas maximum
5 ]
A
4 A
]
Z
A
A
Suhu
Z
]
3
A
? - 50 C
¦ 50 C
2
? 100 C
0 1 2 3 4
Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 14 Log total mikroba sosis ikan patin pada berbagai suhu
penyimpanan.
Suhu
Z
7,2 ? - 50 C
Z ¦ 50 C
Z Z ]
]
? 100 C
]
pH
A
7,0 ]
A
A A
A
]
Z
6,8
6,6
0 1 2 3 4
Lama Penyimpanan (minggu)
Sineresis
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 46) menunjukan perlakuan suhu
penyimpanan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap parameter sineresis
sosis. Dengan uji wilayah berganda Duncan menunjukan perlakuan suhu
penyimpanan -50 C minggu ke-4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan 10o C
tapi berbeda nyata dengan perlakuan 5o C (Lampiran 47).
Sineresis dinyatakan sebagai banyaknya penurunan bobot selama
penyimpanan yang dibandingkan dengan bobot awalnya. Sineresis
merupakan banyaknya air yang terlepas atau keluar dari suatu bahan setelah
disimpan pada kurun waktu tertentu. Semakin besar nilai sineresis maka
produk tersebut menurun kemampuannya untuk mengikat air sehingga
menyebabkan penurunan bobot. Selama penyimpanan terjadi peningkatan
nilai sineresis pada suhu -5o C, 5oC, dan 10o C (Gambar 16).
8 Z
Suhu
7
? - 50 C
6 ¦ 50 C
Sineresis (%)
5
? 100 C
Z
4
Z
3 ]
]
] A
2 Z
]
A
A
1 A
A
]
Z
0
0 1 2 3 4
Lama Penyimpanan (minggu)
Analisis Prosimat
Selama penyimpanan pada suhu dingin atau suhu beku akan terjadi
perubahan pada sifat-sifat kimia sosis, diantaranya adalah perubahan
komposisi kimia. Pengamatan komposisi kimia pada penelitian tahap ini
hanya dilakukan pada awal dan akhir untuk mengetahui apakah perlakuan
akan berdampak pada komposisi kimia sosis. Data dapat dilihat pada Tabel
11.
Tabel 11 Komposisi kimia sosis pada awal dan akhir penyimpanan
Kadar Air
Selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5o C, dan 10o C kadar air sosis
mengalami penurunan terutama penurunan tertinggi dialami pada suhu 10o C,
hal ini disebabkan pada suhu ini penguapan air lebih tinggi sehingga kadar
air lebih rendah dibandingkan dengan suhu penyimpanan lainnya.
Sedangkan pada penyimpanan suhu -5o C kandungan air pada sosis
membentuk kristal es sehingga penguapan yang terjadi lebih rendah.
Hadiwiyoto (1993) mengatakan bahwa penurunan kadar air selama
penyimpanan suhu dingin dan suhu beku disebabkan oleh desikasi
(penguapan air pada suhu rendah)
Protein
Selama penyimpanan pada suhu -5o C, 5oC, dan 10o C kandungan
protein sosis mengalami penurunan seiring dengan lamanya penyimpanan.
Penurunan protein tertinggi terjadi pada sosis yang disimpan pada suhu 100 C
hal ini diduga bahwa telah terjadi degradasi protein akibat akitivitas mikroba
mencapai populasi 1.9 x 108 pada akhir pengamatan dan menghasilkan
senyawa-senyawa lebih sederhana yang menghasilkan bau busuk (nilai TVB
27.87 mg/100g), selain itu permukaan sosis juga nampak berlendir.
Syarief dan Halid (1992), menyatakan bahwa mikroba yang dapat
tumbuh pada suhu rendah (psikrofilik) bersifat proteolitik dan lipolitik
karena mampu memproduksi enzim yang dapat menghidrolisis atau merusak
protein dan lemak. Disamping itu golongan mikroba ini dapat
mengakibatkan terbentuknya lendir pada permukaan produk.
Wahyuni (1992), mengatakan bahwa aktivitas mikroba tidak dapat
dihentikan begitu saja, walaupun produk disimpan pada suhu dingin,
sehingga kadar TVB yang merupakan cerminan aktivitasnya masih bisa
berlanjut. Apriyantono (1988), menyatakan mikroba mendegradasi protein
menjadi senyawa berberat molekul lebih rendah serta mengubahnya lebih
lanjut menjadi basa volatil.
Hasil pengamatan menunjukkan penyimpanan sosis pada suhu -50 C
dapat mempertahankan kandungan protein lebih baik. Hasil penelitian
Rosdiana (2002), menunjukan perlakuan penyimpanan empek-empek pada
freezer lebih baik dalam mempertahankan jumlah kandungan protein
dibandingkan dengan berbagai macam cara penyimpanan lainnya.
Lemak
Penurunan kadar lemak sosis selama penyimpanan, dapat disebabkan
adanya peristiwa kerusakan lemak berupa reaksi-reaksi hidrolisis maupun
oksidatif. Ketaren (1986), menyatakan bahwa lemak yang tersusun dari
asam lemak tidak jenuh pada umumnya mudah dihidrolisis oleh bakteri
lipolitik. Reaksi hidrolisa ini terjadi karena adanya sejumlah air dalam
lemak.
Penurunan lemak selama penyimpanan dapat juga disebabkan ole h
terjadinya peristiwa oksidasi. Zaitsev (1969) dan Ketaren (1986),
menyatakan bahwa lemak tidak jenuh akan segera mengalami oksidasi
selama penyimpanan serta menghasilkan peroksida, aldehid, keton, dan
asam organik dengan berat molekul rendah yang bersifat volatil.
KESIMPULAN
SARAN
Acton JC. 1972. The Effect of Meat Particle Size on Cooking Loss and Binding
Strength in Chicken Loaves. J. Food. Science. 37 : 240.
Afrianto E. 1995. Pengaruh Jenis Bahan Baku, Lama Penyimpanan Beku dan
Metode Pengasapan Terhadap Karakteristik Sosis Ikan Tesis. Program
Studi Teknologi Pasca Panen IPB Bogor.
Cheftel JC, Cuq, Lorient D. 1985. Amino Acids, Peptides, and Protein. Food
Chemistry. Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc. New York.
Conne ll JJ. 1975. Control of Fish Quality. Fishery News Books, Ltd. Surrey,
England.
Dyer WJ, Dingle JR. 1961. Fish As Food. Academic Press. New York and
London.
Fardiaz S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB.
Bogor.
Forrest JC, Aberlen ED, Hedrick HB, Judge MD, Merkel. RA. 1975. Principle
Of Meat Science. W.H. Freeman And Co. San Francisco.
Hamm R. 1962. The Water Binding Capacity of Mammalian Muscle. VII. The
Theory of Water Binding. Z. Lebensm. Unters, Forsch. 116, 120 – 126
(German).
Irawan A. 1995. Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri. CV. Aneka. Solo.
Kinsella JE. 1979. Functional Properties of Soy Protein. J. Am. Oil Che m. Soc.
56;242.
Kramlich WE. 1971. Sausage Products. In The Science of Meat And Meat
Products. 2nd. W.H. Freeman And Co. San Francisco.
Nakai S, Modler HW. 2000. Food Proteins Processing Aplications. Wiley- VHC
Inc. New York.
Ockerman HW. 1983. Chemistry Of Meat Tissue. 10th Ed. Animal Science
Departement The Ohio State University. The Ohio Agricultural Research
and Development Center. Ohio.
Potter NN, Hotchkiss. 1995. Food Science (5th ed). Chapman & Hall, New
York.
Price JF, Schweigert BS. 1987. The Science of Meat and Meat Product. 3ed.
Food and Nutrition Press. Inc. Wesport. Connecticut. USA.
Ranggana J. 1986. Analysis of Fruits and Vegetable. W.H. Freeman and Co.,
San Francisco.
Romans JR, William JC, Carlos CW, Marion LG, Jones KW. 1994. The Meat
We Eat. 13ed. Interstate Publishers, Inc. Danville. Illinois.
Rompis JEG. 1998. Pengaruh Kombinasi Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi
Terhadap sifat Fisik, Kimia Serta Palabilitas Sosis Sapi. Tesis. Program
Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Rosdiana. 2002. Pengaruh penyimpanan dan pema sakan terhadap mutu gizi dan
organoleptik empek-empek. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Rust RE. Sausage Product. In The Science of Meat and Meat Product, 3rd ed.
J.F. Price and B.S. Schwegart (ed). Food and Nutrition Press, Inc.
Connecticut, USA.
Saanin MH. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2.
Penerbit Bina Cipta. Bogor.
Schmidt GR. 1988. Processing. In Meat Science, Milk Science and Technology.
H.R. Cross And A.J. Overby (Ed.). Elsevier Science Publ. Amsterdam.
Wordl Anin. Sci. p:83.
Shimizu Y, Nishioka F. 1974. Protein in Fish Muscle. Jap. Fish. Soc. Sci.
Bull. 40: 231 – 235.
Soekarto ST. 1990. Dasar Pengawasan Mutu dan Standarisasi Mutu Pangan.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Soeparno. 1994. Ilmu Dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Susanto K, Amri K. 1996. Budidaya Ikan Patin. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suzuki T. 1981. Fish And Krill Protein. Processing Techno logy. Applied
Science.
Wahyuni, M. 1992. Sifat Kimia dan Fungsional Ikan Hiu Lanyam (Carcharhinus
umbatus) serta penggunaannya dalam pembuatan sosis. Tesis. Fakultas
Pascasarjana. IPB, Bogor.
Winarno FG. 1993. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.
Whitten AJ. 1996. Fresh Water Indonesia And Sulawesi. Periplus Edition
Limited.
Wilcke HL, Daniel TH, Doyle HW. 1979. Soy Protein and Human Nutrition.
Academic Press. New York.
Taylor P G. 2002. Fish Sausage. http: //listproc. ucdavis. edu/ archives/ seafood/
log0202/0063. html (tgl 21 april 2003).
Xiong YL. 2000. Meat Processing. In Nakai, S and Modler, H>W. Food
Protein, Processing Aplications. Viley VCH. New York.
Yuda IK. 2000. Pengaruh Konsentrasi Sodium Tripolyphosphat dan Jenis Bahan
Pengisi pada Sosis Ikan Lele Dumbo (Clarias garirpinus). Skripsi. Jurusan
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian.
IPB.Bogor.
Yoon KS, Lee CM. 1990. Effect of Powdered Cellulose on The Texture and
Freeze-Thaw Stability of Surimi Based Shellfish Analog Product. J. Food
Sci. 55(1)87-91.
Zaitsev V, et al. 1969. Fish Curing and Processing. Mir Publisher, Moscow.
A1 A2 A3 A4
Ulangan B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3
I 25,84 31,89 8,55 24,04 23,97 10,76 23,71 24,49 10,70 23,51 19,12 9,50
II 26,41 28,89 13,12 26,41 25,48 10,81 21,72 23,93 9,00 21,58 20,71 9,30
total 52,24 60,78 21,67 50,45 49,45 21,57 45,43 48,42 19,71 45,09 39,83 18,80
rata2 26,12 30,39 10,84 25,22 24,73 10,78 22,72 24,21 9,85 22,55 19,91 9,40
Lampiran 2. Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terrhadap total protein terlarut bahan baku
Lampiran 3 Uji Wilayah Berganda Duncan total protein terlarut bahan baku
Subset
perlakuan N 1 2 3 4 5
A4B3 2 9,4000
A3B3 2 9,8500
A2B3 2 10,7850
A1B3 2 10,8350
A4B2 2 19,9150
A4B1 2 22,5450 22,5450
A3B1 2 22,7150 22,7150 22,7150
A3B2 2 24,2100 24,2100
A2B2 2 24,7250 24,7250
A2B1 2 25,2250 25,2250
A1B1 2 26,1250
A1B2 2 30,3900
Sig. ,382 ,093 ,121 ,055 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 2,149.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 4. Hasil pengukuran pH bahan baku selama penyimpanan
A1 A2 A3 A4
Ulangan B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3
I 6,56 6,75 7,05 6,99 7,04 7,02 7,26 7,30 6,99 7,29 7,38 7,10
II 6,63 6,70 6,98 6,98 6,99 7,08 7,20 7,20 7,20 7,21 7,28 7,11
total 13,19 13,44 14,03 13,96 14,03 14,1 14,46 14,5 14,19 14,5 14,66 14,21
rata2 6,60 6,72 7,01 6,98 7,02 7,05 7,23 7,25 7,09 7,25 7,33 7,11
Lampiran 5. Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap pH bahan baku
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1,031(a) 12 ,086 20,938 ,000
Intercept 1194,129 1 1194,129 290955,372 ,000
LamaPenyimpanan ,760 3 ,253 61,757 ,000
Bahanbaku ,019 2 ,009 2,287 ,148
Ulangan ,001 1 ,001 ,293 ,599
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku ,251 6 ,042 10,187 ,001
Error ,045 11 ,004
Total 1195,206 24
Corrected Total 1,076 23
a R Squared = ,958 (Adjusted R Squared = ,912)
I 99,52 99,12 99,67 99,20 99,15 99,88 98,91 98,64 99,31 97,58 95,86 99,29
II 99,47 99,10 99,98 99,31 99,25 99,69 98,79 98,57 99,37 96,98 96,72 99,18
total 199 198,2 199,7 198,5 198,4 199,6 197,7 197,2 198,7 194,6 192,6 198,5
rata2 99,50 99,11 99,83 99,26 99,20 99,79 98,85 98,61 99,34 97,28 96,29 99,24
Lampiran 8 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terrhadap WHC bahan baku
Type III Sum of Mean
Source Squares df Square F Sig.
Corrected Model 24,126(a) 12 2,011 34,414 ,000
Intercept 234539,419 1 234539,419 4014627,741 ,000
LamaPenyimpanan 13,650 3 4,550 77,880 ,000
Bahanbaku 6,422 2 3,211 54,959 ,000
Ulangan ,003 1 ,003 ,056 ,817
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku 4,052 6 ,675 11,559 ,000
perlakuan N Subset
1 2 3 4 5 6 7
A4B2 2 96,2900
A4B1 2 97,2800
A3B2 2 98,6050
A3B1 2 98,8500 98,8500
A1B2 2 99,1100 99,1100 99,1100
A2B2 2 99,2000 99,2000
A4B3 2 99,2350 99,2350 99,2350
A2B1 2 99,2550 99,2550 99,2550
A3B3 2 99,3400 99,3400 99,3400 99,3400
A1B1 2 99,4950 99,4950 99,4950
A2B3 2 99,7850 99,7850
A1B3 2 99,8250
Sig. 1,000 1,000 ,060 ,081 ,159 ,051 ,076
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,054.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 10 Hasil pengukuran cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan
lama penyimpanan beku
A1 A2 A3 A4
Ulangan B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3
I 0,32 0,66 0,58 2,40 1,56 1,52 2,26 2,72 1,66 3,73 4,41 2,11
II 1,06 0,59 0,25 2,34 1,66 0,99 2,96 2,59 1,52 2,33 4,22 1,87
total 1,38 1,25 0,84 4,741 3,218 2,51 5,22 5,30 3,18 6,06 8,63 3,98
rata2 0,69 0,63 0,42 2,371 1,609 1,255 2,61 2,65 1,59 3,03 4,315 1,99
Lampiran 11 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap cooking loss sosis.
I 923,2 645,1 947,6 599,5 551,7 916,3 346,9 259,3 908,5 383,9 204,8 852,5
II 690,5 950,0 932,8 641,5 388,7 925,8 459,7 268,7 898,9 356,6 257,1 806,8
total 1614 1595 1880 1241 940,4 1842,1 806,6 528 1807 740,5 461,9 1659
rata2 806,8 797,6 940,2 620,5 470,2 921,1 403,3 264,0 903,7 370,3 231 829,7
Lampiran 14 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap kekerasan (obyektif) sosis
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1585541,045(a) 12 132128,420 14,975 ,000
Intercept 9521064,540 1 9521064,540 1079,097 ,000
LamaPenyimpanan 503935,423 3 167978,474 19,038 ,000
Bahanbaku 915046,090 2 457523,045 51,855 ,000
Ulangan 59,535 1 59,535 ,007 ,936
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku 166499,997 6 27749,999 3,145 ,048
Error 97054,975 11 8823,180
Total 11203660,560 24
Corrected Total 1682596,020 23
a R Squared = ,942 (Adjusted R Squared = ,879)
perlakuan N Subset
1 2 3 4 5
A4B2 2 230,9500
A3B2 2 264,0000 264,0000
A4B1 2 370,2500 370,2500
A3B1 2 403,3000 403,3000
A2B2 2 470,2000 470,2000
A2B1 2 620,5000 620,5000
A1B2 2 797,5500 797,5500
A1B1 2 806,8500 806,8500
A4B3 2 829,6500 829,6500
A3B3 2 903,7000
A2B3 2 921,0500
A1B3 2 940,2000
Sig. ,101 ,054 ,121 ,051 ,177
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 8092,876.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 16 Hasil pengukuran kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan
baku dan lama penyimpanan beku
A1 A2 A3 A4
Ulangan B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3
I 70,49 70,05 85,38 67,68 66,60 80,33 55,26 55,87 77,52 52,05 40,41 77,61
II 69,14 69,88 85,10 66,99 68,04 83,88 54,56 57,63 78,77 39,37 29,08 75,13
total 139,6 139,9 170,5 134,7 134,6 164,2 109,8 113,5 156,3 91,42 69,49 152,7
rata2 69,82 69,97 85,24 67,34 67,32 82,11 54,91 56,75 78,15 45,71 34,75 76,37
Lampiran 17 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap kekenyalan (obyektif) sosis
perlakuan N Subset
1 2 3 4
A3B2 2 2,4500
A4B2 2 2,6650 2,6650
A4B1 2 2,7700 2,7700
A4B3 2 2,8650 2,8650
A3B3 2 3,0000 3,0000 3,0000
A1B3 2 3,0350 3,0350 3,0350
A3B1 2 3,0850 3,0850 3,0850
A2B1 2 3,2200 3,2200 3,2200
A1B1 2 3,2350 3,2350 3,2350
A2B2 2 3,3700 3,3700 3,3700
A1B2 2 3,6650 3,6650
A2B3 2 4,0350
Sig. ,053 ,077 ,091 ,074
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,105.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 22 Hasil uji hedonik kekerasan sosis pengaruh jenis bahan baku dan
lama penyimpanan beku
perlakuan N Subset
1 2 3
A1B3 2 3,3300
A1B1 2 3,4500 3,4500
A3B3 2 3,4650 3,4650 3,4650
A3B2 2 3,5700 3,5700 3,5700
A4B2 2 3,5800 3,5800 3,5800
A2B1 2 3,6000 3,6000 3,6000
A4B1 2 3,6500 3,6500 3,6500
A2B2 2 3,6650 3,6650 3,6650
A1B2 2 3,7200 3,7200 3,7200
A2B3 2 3,7200 3,7200 3,7200
A3B1 2 3,8000 3,8000
A4B3 2 3,8500
Sig. ,054 ,078 ,056
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,026.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 25 Hasil uji hedonik kekenyalan sosis pengaruh jenis bahan baku dan
lama penyimpanan beku
perlakuan N Subset
1 2 3
A1B3 2 3,3500
A3B3 2 3,3500
A1B1 2 3,4800 3,4800
A3B2 2 3,5000 3,5000
A2B1 2 3,6150 3,6150
A4B2 2 3,6500 3,6500 3,6500
A2B2 2 3,6700 3,6700 3,6700
A3B1 2 3,6850 3,6850 3,6850
A4B1 2 3,7000 3,7000
A1B2 2 3,8000 3,8000
A2B3 2 3,8000 3,8000
A4B3 2 3,9850
Sig. ,055 ,066 ,054
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,020.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 28 Hasil uji hedonik aroma sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku
2 3 4 1 2 1
3 4 4 3 3 3
3 3 4 2 4 4
2 2 2 2 3 4
4 3 4 4 4 4
1 2 3 2 2 3
4 4 4 4 4 4
3 3 3 3 3 4
4 4 4 4 3 3
4 4 4 4 4 5
2 2 4 4 3 4
3 3 4 3 3 4
4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4
3 3 4 3 4 3
4 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 3 3
4 4 4 4 4 5
1 1 1 1 2 2
4 4 4 3 4 4
3 4 4 3 4 4
2 3 3 2 4 3
4 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4
2 4 1 3 3 3
2 2 4 3 4 3
2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2
2 3 2 2 3 3
Lampiran 29 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku terhadap aroma sosis
Dependent Variable: Aroma
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1,972(a) 12 ,164 11,011 ,000
Intercept 234,125 1 234,125 15689,161 ,000
LamaPenyimpanan ,274 3 ,091 6,114 ,011
Bahanbaku ,334 2 ,167 11,178 ,002
LamaPenyimpanan *
Bahanbaku 1,339 6 ,223 14,956 ,000
Subset
perlakuan N 1 2 3 4 5 6
A4B2 2 2,4500
A1B3 2 2,7650
A1B1 2 2,9650 2,9650
A2B1 2 3,0850 3,0850
A3B2 2 3,0850 3,0850
A1B2 2 3,1000 3,1000
A2B2 2 3,2000 3,2000 3,2000
A3B1 2 3,2500 3,2500 3,2500
A3B3 2 3,2650 3,2650 3,2650 3,2650
A2B3 2 3,3350 3,3350 3,3350
A4B1 2 3,4300 3,4300
A4B3 2 3,5500
Sig. 1,000 ,137 ,054 ,099 ,120 ,057
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,016.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 31 Hasil uji hedonik juicines sosis pengaruh jenis bahan baku dan
lama penyimpanan beku
perlakuan N Subset
1 2 3
A1B3 2 3,2850
A2B1 2 3,2850
A2B3 2 3,2850
A3B2 2 3,3000 3,3000
A2B2 2 3,3150 3,3150
A1B1 2 3,3350 3,3350
A1B2 2 3,3500 3,3500
A3B3 2 3,3650 3,3650
A3B1 2 3,5500
A4B2 2 3,9500
A4B1 2 3,9700
A4B3 2 4,0300
Sig. ,502 ,053 ,484
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,011.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 34 Hasil uji hedonik rasa sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama
penyimpanan beku
Subset
perlakuan N 1 2 3 4
A3B2 2 2,1500
A3B3 2 2,2500 2,2500
A3B1 2 2,4650 2,4650 2,4650
A4B2 2 2,7850 2,7850 2,7850 2,7850
A4B3 2 2,7850 2,7850 2,7850 2,7850
A1B3 2 2,8150 2,8150 2,8150 2,8150
A2B3 2 3,0000 3,0000 3,0000 3,0000
A2B1 2 3,0850 3,0850 3,0850
A2B2 2 3,1800 3,1800
A4B1 2 3,2500 3,2500
A1B2 2 3,5150
A1B1 2 3,5700
Sig. ,059 ,062 ,079 ,079
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,133.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 37 Hasil uji hedonik penerimaan umum sosis pengaruh jenis bahan
baku dan lama penyimpanan beku
perlakuan N Subset
1
A4B2 2 2,8200
A4B1 2 2,9000
A1B2 2 2,9800
A4B3 2 3,1650
A2B2 2 3,3000
A3B2 2 3,3000
A2B1 2 3,3300
A3B1 2 3,3300
A1B1 2 3,4150
A2B3 2 3,4650
A3B3 2 3,4650
A1B3 2 3,5500
Sig. ,084
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,118.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 40. Hasil analisis sidik ragam nilai TVB sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 200,045(a) 2 100,023 201,876 ,001
Intercept 2414,422 1 2414,422 4873,025 ,000
perlakuan 200,045 2 100,023 201,876 ,001
Error 1,486 3 ,495
Total 2615,953 6
Corrected Total 201,532 5
a R Squared = ,993 (Adjusted R Squared = ,988)
Lampiran 41. Uji Wilayah Berganda Duncan TVB sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Subset
perlakuan N 1 2 3
S1 2 14,0900
S2 2 18,2200
S3 2 27,8700
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,495.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 42. Hasil analisis sidik ragam nilai TPC sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3,966(a) 2 1,983 29743,000 ,000
Intercept 5216656,0
347,777 1 347,777 ,000
00
perlakuan 3,966 2 1,983 29743,000 ,000
Error ,000 3 ,000
Total 351,743 6
Corrected Total 3,966 5
a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
Lampiran 43. Uji Wilayah Berganda Duncan TPC sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Subset
perlakuan N 1 2 3
S1 2 6,4700
S2 2 8,0800
S3 2 8,2900
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,000.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 44. Hasil analisis sidik ragam pH sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model ,050(a) 2 ,025 83,167 ,002
Intercept 1008200,0
302,460 1 302,460 ,000
00
perlakuan ,050 2 ,025 83,167 ,002
Error ,001 3 ,000
Total 302,511 6
Corrected Total ,051 5
a R Squared = ,982 (Adjusted R Squared = ,970)
Lampiran 45. Uji Wilayah Berganda Duncan pH sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Subset
perlakuan N 1 2
S1 2 7,0100
S2 2 7,0650
S3 2 7,2250
Sig. ,050 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,000.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 46. Hasil analisis sidik ragam sineresis sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 36,646(a) 2 18,323 12,233 ,036
Intercept 100,450 1 100,450 67,062 ,004
perlakuan 36,646 2 18,323 12,233 ,036
Error 4,494 3 1,498
Total 141,590 6
Corrected Total 41,139 5
a R Squared = ,891 (Adjusted R Squared = ,818)
Lampiran 47. Uji Wilayah Berganda Duncan sineresis sosis pada berbagai suhu
penyimpanan
pe Subset
rlakuan N 1 2
S1 2 1,9250
S2 2 2,8000
S3 2 7,5500
Sig. ,526 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 1,498.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 48 Jenis bahan baku fillet, lumat, dan surimi daging ikan patin
Lampiran 49 Sosis ikan patin dari bahan baku fillet, lumat, dan surimi