Anda di halaman 1dari 135

EFEKTIVITAS BERBAGAI KOMPOSISI TANAH DAN BAHAN

ORGANIK SEBAGAI MEDIA TANAM PADA PEMBIBITAN KELAPA


SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

TESIS

Oleh

MENTARI ONIVA MULYA


167001022
AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM MAGISTER AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

Universitas Sumatera Utara


EFEKTIVITAS BERBAGAI KOMPOSISI TANAH DAN BAHAN
ORGANIK SEBAGAI MEDIA TANAM PADA PEMBIBITAN KELAPA
SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

TESIS

Oleh

MENTARI ONIVA MULYA


167001022
AGROEKOTEKNOLOGI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Magister di Program


Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan

PROGRAM MAGISTER AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Media tanam pada pembibitan menentukan keberhasilan mendapat bibit


yang baik. Media pembibitan kelapa sawit yang digunakan selama ini tanah
lapisan atas (top soil) yang ketersediaannya semakin sedikit. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji efektifitas berbagai media tanam pengganti pada
pembibitan kelapa sawit di pre nurserymaupun main nursery selain top soil.
Penelitian ini terdiri dari dua tahap dimana tahap pertama dilaksanakan saatpre
nursery dan tahap kedua saat main nursery, masing –masing dilaksanakan selama
3 bulan. Kecambah sawit yang digunakan adalah varietas Dura x Pisifera
Simalungun.
Rancangan penelitian tahap pertama yaitu rancangan acak kelompoknon
faktorial dengan 10 perlakuan yakni 100% top soil, 100% sub soil, 100%
vermikompos, 100% (decanter solid + fiber kelapa sawit), 75% sub soil + 25%
vermikompos, 75% sub soil + 25% (decanter solid + fiber kelapa sawit), 50% sub
soil + 50% vermikompos, 50% sub soil + 50% (decanter solid + fiber kelapa
sawit), 25% sub soil + 75% vermikompos, dan 25% sub soil + 75% (decanter
solid + fiber kelapa sawit). Pertumbuhan bibit sawit terbaikdiperoleh pada media
tanam 100% vermikompos, meningkatkan hingga 15.4% tinggi bibit, 3.4% pada
lilit batang, 75% pada bobot basah tajuk, 50% pada bobot basah akar, 68.2% pada
bobot kering tajuk, dan 20.3% pada bobot kering akar dibandingkan dengan bibit
sawit yang tumbuh pada media 100% top soil. Diikuti dengan media campuran
sub soil + vermikompos pada semua komposisi (25%, 50%, 75%) juga
meningkatkan tinggi bibit kelapa sawit berkisar 6.7 – 11.5%, bobot basah tajuk
32.8 – 44.2% dan bobot kering tajuk 17.9 – 40.8%, dengan lilit batang bibit sawit
8.7 – 9.2 mm, bobot basah akar 1.9 – 2.2 g dan bobot kering akar 0.7 g jika
dibandingkan dengan media 100% top soil. Pertumbuhan bibit kelapa sawit pada
sub soil lebih rendah dibandingkan top soil, namun tidak berbeda nyata secara
statistik. Media tanam sub soil yang dicampurkan dengan decanter solid + fiber
pada berbagai komposisi dan media tanam 100% decanter solid + fiber
menghambat pertumbuhan bibit kelapa sawit.
Penelitian tahap kedua menggunakan perlakuan berupa media tanam hasil
seleksi dari penelitian pertama. Pada penelitian ini media tanam 100% (decanter
solid + fiber kelapa sawit), serta campuran sub soil dengan (decanter solid + fiber
kelapa sawit) pada komposisi 25:75 dan 50:50 tidak lagi digunakan. Rancangan
penelitian adalah rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu:
faktor pertama media tanam awal yang terdiri dari 6 jenis media tanam: 100% Top
soil, 100% Sub soil, 100% vermikompos, 75% Sub soil + 25% vermikompos, 50%
Sub soil + 50% vermikompos, dan 25% Sub soil + 75% vermikompos, 75% Sub
soil + 25% (decanter solid + fiber kelapa sawit), dan faktor kedua media tanam
lanjutan terdiri dari 2 jenis media tanam: sama dengan media tanam awal dan Sub
soil.
Hasil penelitian tahap kedua menunjukkan media tanam awal 100%
vermikompos meningkatkan hingga 15.5% tinggi bibit umur 2 minggu setelah
pindah tanam (MSPT) namun pada umur 8 MSPT turun menjadi 6,2%
dibandingkan pada media top soil.Lilit batang umur 2 MSPT meningkat 12.1%
dan menjadi 8,4% pada umur 8 MSPT dibanding pada media top soil. Campuran
sub soil dengan vermikompos pada berbagai komposisi (25%, 50%, 75%)

Universitas Sumatera Utara


meningkatkan 8.5 – 15.1% tinggi bibit umur 2 MSPT dan 0.9 – 5.7% pada umur 8
MSPTdibanding pada media top soil. Lilit batang umur 2 MSPT meningkat 4,3 –
8,2% dan 5.65 - 7.28% pada umur 8 MSPT. Penggunaan media sub soil tetap
memberikan hasil pertumbuhan yang paling rendah.Media tanam lanjutan serta
interaksi antara media tanam awal dengan media tanam lanjutan tidak
mempengaruhi pertumbuhan bibit kelapa sawit nyata secara statistik.

ii

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Mentari Oniva Mulya, lahir di Medan tanggal 01 April 1995, anak ke-tiga
dari tiga bersaudara dari pasangan orang tua Ayahanda Drs. Ahmad Mulyadi dan
Ibunda Noni Mai Nova.
Pendidikan yang telah ditempuh:
1. Tahun 2006 menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 101765
Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
2. Tahun 2009 menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP
Negeri 1 Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
3. Tahun 2012 menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Swasta
Perguruan Prayatna Medan.
4. Tahun 2016 menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) pada Program Studi
Agroekoteknologi di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara.
5. Tahun 2016 melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana (S2) pada Program Studi
Agroteknologi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Setelah lulus S1 penulis mengabdi di Fakultas Pertanian UMSU menjadi
Asisten Dosen. Tahun 2018 diangkat menjadi Managing Editor pada Jurnal Ilmu
Pertanian: Agrium dan menjadi pengelola Turnitin pada program studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian UMSU.

iii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitan dan

penulisan Tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan Tesis ini, penulis banyak

memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Hasanuddin, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Edison Purba selaku Ketua Program Studi Magister

Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Ir. Marheni Brahmana, M.P selaku Sekretaris Program Studi

Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. Ir. T. Sabrina, M.Agr, Sc. Ph. D selaku ketua komisi pembimbing

dan Bapak Dr. Ir. Mukhlis, M. Si selaku anggota komisi pembimbing yang

telah meluangkan waktu dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran

pada penulisan dan penyusunan Tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P dan Ibu Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum,

M.S selaku penguji dalam penelitian saya.

6. Ibunda dan Ayahanda yang telah membesarkan, memberikan dukungan,

motivasi, perhatian serta do’a selama menempuh pendidikan.

7. Semua pihak yang telah banyak mendukung dalam perkuliahan, penelitian

dan penyusunan Tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

iv

Universitas Sumatera Utara


Penulis berharap Tesis ini dapat bermanfaat dan menambah informasi bagi

seluruh pembaca terutama bagi pihak – pihak yang melakukan budidaya kelapa

sawit seputar media tanam yang dapat digunakan pada pembibitan kelapa sawit

selain top soil. Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan kita

kesehatan dan melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Medan, Januari 2021


Penulis

Mentari Oniva Mulya

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ................................................................................................ i
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1


1.1. Latar Belakang.................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................ 4
1.5. Hipotesis Penelitian ............................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 6


2.1. Kelapa Sawit ....................................................................... 6
2.1.1. Morfologi Tanaman ................................................. 6
2.1.2. Syarat Tumbuh ........................................................ 8
2.1.3. Pembibitan Kelapa Sawit ........................................ 9
2.2. Limbah Pabrik Kelapa Sawit .............................................. 11
2.2.1. Fiber Kelapa Sawit .................................................. 13
2.2.2. Decanter solid ......................................................... 13
2.2.3. Vermikompos .......................................................... 14

BAB III BAHAN DAN METODE ......................................................... 17


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 17
3.2. Bahan dan Alat ................................................................. 17

BAB IV EFEKTIVITAS BERBAGAI KOMPOSISI TANAH DAN


BAHAN ORGANIK SEBAGAI MEDIA TANAM PADA
PEMBIBITAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
DI PRE NURSERY.................................................................... 18
4.1. Pendahuluan....................................................................... 18
4.2. Tujuan Penelitian ............................................................... 19
4.3. Metode Penelitian ............................................................. 19
4.4. Pelaksanaan Penelitian ..................................................... 21
4.5. Parameter Pengamatan ..................................................... 24
4.6. Hasil dan Pembahasan ....................................................... 27
4.7. Kesimpulan ........................................................................ 49

BAB V EFEKTIVITAS BERBAGAI KOMPOSISI TANAH DAN


BAHAN ORGANIK SEBAGAI MEDIA TANAM PADA

vi

Universitas Sumatera Utara


PEMBIBITAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
DI MAIN NURSERY ................................................................. 50
5.1. Pendahuluan....................................................................... 50
5.2. Tujuan Penelitian ............................................................... 51
5.3. Metode Penelitian ............................................................. 51
5.4. Pelaksanaan Penelitian ..................................................... 53
5.5. Parameter Pengamatan ..................................................... 55
5.6. Hasil dan Pembahasan ....................................................... 56
5.7. Kesimpulan ........................................................................ 69

BAB VI PEMBAHASAN UMUM ......................................................... 70

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 81


7.1. Kesimpulan ........................................................................ 81
7.2. Saran .................................................................................. 81

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 83


LAMPIRAN ................................................................................................ 91

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No Judul Halaman
1. Hasil Analisis Bulk density dan Porositas Tanah ................................. 27
2. Hasil Analisis Sifat Kimia Media Tanam ............................................ 30
3. Tinggi Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre nursery ... 35
4. Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Pre
nursery ................................................................................................. 37
5. Bobot basah Tajuk, Bobot basah Akar, Bobot kering Tajuk, Bobot
kering Akar, dan Rasio Akar/tajuk Bibit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Pre nursery .......................................................... 40
6. Tinggi Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Main nursery 58
7. Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Main
nursery ................................................................................................. 60

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman
1. Pelaksanaan penelitian tahap II padamain nursery .............................. 54
2. Interaksi antara media tanam awal dengan media tanam lanjutan
terhadap tinggi bibit kelapa sawit di main nursery .............................. 58
3. Interaksi antara media tanam awal dengan media tanam lanjutan
terhadap lilit batang bibit kelapa sawit di main nursery ...................... 63

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman
1. Bagan Penelitian Tahap I ..................................................................... 91
2. Bagan Penelitian Tahap II .................................................................... 92
3. Deskripsi Varietas Kelapa Sawit D x P Simalungun ........................... 93
4. Hasil Analisis Media Tanam ................................................................ 94

5. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur 4 MST ........... 97

6. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur
4MST ................................................................................................... 97

7. Data TinggiBibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur 6 MST ............. 98

8. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur
6 MST .................................................................................................. 98

9. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur 8 MST ............ 99

10. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur
8 MST .................................................................................................. 99

11. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur 10 MST .......... 100

12. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur
10 MST ................................................................................................ 100

13. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur 12 MST .......... 101

14. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur
12 MST ................................................................................................ 101

15. Data Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur6 MST ..... 102

16. Daftar Sidik Ragam Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery
Umur 6 MST ........................................................................................ 102

17. Data Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur8 MST ..... 103

18. Daftar Sidik Ragam Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery
Umur 8 MST ........................................................................................ 103

19. Data Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur10 MST ... 104

Universitas Sumatera Utara


20. Daftar Sidik Ragam Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery
Umur 10 MST ...................................................................................... 104

21. Data Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery Umur12 MST ... 105

22. Daftar Sidik Ragam Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre nursery
Umur 12 MST ...................................................................................... 105

23. Data Bobot Basah Tajuk Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 12
MST ..................................................................................................... 106

24. Daftar Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk Bibit Kelapa Sawit di
Pre nurseryUmur 12 MST ................................................................... 106

25. Data Bobot Basah Akar Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 12
MST ..................................................................................................... 107

26. Daftar Sidik Ragam Data Bobot Basah Akar Bibit Kelapa Sawit di
Pre nurseryUmur 12 MST ................................................................... 107

27. Data Bobot Kering Tajuk Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 12
MST ..................................................................................................... 108

28. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk Bibit Kelapa Sawit di Pre
nurseryUmur 12 MST .......................................................................... 108

29. Data Bobot Kering Akar Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 12
MST ..................................................................................................... 109

30. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar Bibit Kelapa Sawit di Pre
nurseryUmur 12 MST .......................................................................... 109

31. Data Rasio Akar dan Tajuk Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur
12 MST ................................................................................................ 110

32. Daftar Sidik Ragam Rasio Akar dan Tajuk Bibit Kelapa Sawit di
Pre nurseryUmur 12 MST ................................................................... 110

33. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit Umur 2 MSPT di Main nursery ....... 111

34. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit Umur 2 MSPT di
Main nursery ...................................................................................................... 111

35. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit Umur 4 MSPT di Main nursery ....... 112

36. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit Umur 4 MSPT di
Main nursery ...................................................................................................... 112

xi

Universitas Sumatera Utara


37. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit Umur 6 MSPT di Main nursery ....... 113

38. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit Umur 6 MSPT di
Main nursery ...................................................................................................... 113

39. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit Umur 8 MSPT di Main nursery ....... 114

40. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit Umur 8 MSPT di
Main nursery ...................................................................................................... 114

41. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit Umur 10 MSPT di Main nursery ..... 115

42. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit Umur 10 MSPT di
Main nursery ...................................................................................................... 115

43. Data Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 2 MSPT di Main nursery 116

44. Daftar Sidik Ragam Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit 2 MSPT di Main
nursery ................................................................................................................. 116

45. Data Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 4 MSPT di Main nursery 117

46. Daftar Sidik Ragam Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 4 MSPT di
Main nursery ...................................................................................................... 117

47. Data Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 6 MSPT di Main nursery 118

48. Daftar Sidik Ragam Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 6 MSPT di
Main nursery ...................................................................................................... 118

49. Data Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 8 MSPT di Main nursery 119

50. Daftar Sidik Ragam Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 8 MSPT di
Main nursery ...................................................................................................... 119

51. Data Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 10 MSPT di Main
nursery ................................................................................................. 120
52. Daftar Sidik Ragam Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 10 MSPT di
Main nursery ...................................................................................................... 120

xii

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki

peranan cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia karena produk

olahannya berupa minyak nabati yang dibutuhkan oleh banyak sektor industri

(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2019).

Berdasarkan data dari statistik kelapa sawit Indonesia tahun 2018, sejak

tahun 2014 hingga tahun 2018 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia

cenderung mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2016 yang mengalami

penurunan. Kenaikan tersebut berkisar antara 2,77 sampai dengan 10,55 persen

per tahun dan mengalami penurunan pada tahun 2016 sebesar 0,52 persen.

Produksi CPO pada tahun 2016 dengan luas areal 11,20 juta Ha adalah 31,49 juta

ton dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2018 menjadi 36,59 juta ton

CPO dengan luas areal 12,76 juta Ha. Meskipun terjadi peningkatan luas areal

pada tahun 2018, namun diketahui bahwa terdapat tanaman tidak menghasilkan

(TTM) seluas 287.029 hektar (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2019).

Produksi kelapa sawit Indonesia yang telah mampu melampaui produksi

kelapa sawit Malaysia sebenarnya disebabkan oleh adanya perluasan area tanam,

bukan karena faktor produktivitas (Sukamto, 2008). Rata-rata produktivitas

tanaman kelapa sawit nasional 2,87 ton per hektar, sedangkan produktivitas

tanaman kelapa sawit di Malaysia telah menembus angka sekitar 3,42 ton per

hektar. Kondisi semacam ini, produktivitas kelapa sawit masih dapat ditingkatkan

lagi dengan beberapa kiat, salah satunya dengan persiapan benih dan pembibitan.

Universitas Sumatera Utara


2

Faktor utama yang mempengaruhi produktivitas tanaman di perkebunan

kelapa sawit yaitu penggunaan bibit yang berkualitas. Investasi yang sebenarnya

bagi perkebunan komersial berada pada bahan tanaman (bibit) yang akan ditanam,

karena merupakan sumber keuntungan pada perusahaan kelak (Pahan, 2010).

Dalam pembibitan kelapa sawit dikenal dengan adanya pembibitan double

stage yaitu pre nursery (pembibitan awal) dan main nursery(pembibitan utama).

Pembibitan awal bertujuan untuk mendapatkan pertumbuhan seragam saat

dipindah ke pembibitan utama. Pembibitan utama dilakukan untuk menyiapkan

agar tanaman cukup kuat sebelum dipindahkan ke lapangan. Upaya untuk

mencapai hasil yang optimal dalam pengembangan budidaya kelapa sawit salah

satunya adalah penggunaan media tanam pada saat pembibitannya (Hernando et

al., 2017).

Bibit kelapa sawit membutuhkan media tanam yang mempunyai sifat kimia

dan sifat fisik yang baik. Media pembibitan kelapa sawit pada umumnya terdiri

atas tanah lapisan atas (topsoil) yang dicampur dengan pasir maupun bahan

organik sehingga diharapkan diperoleh media dengan kesuburan yang baik.

Sampai saat ini, top soil memegang peranan penting untuk pertumbuhan bibit

kelapa sawit. Penggunaan areal yang sering untuk pembibitan, maka kebutuhan

tanah lapisan atas untuk media semakin sulit diperoleh.

Salah satu media tanam yang dapat digunakan dan masih tersedia cukup

banyak adalah sub soil. Namun masalah yang dihadapi adalah pada umumnya

subsoil mempunyai nilai kesuburan yang lebih rendah dibandingkan dengan

topsoil, antara lain ditunjukkan dengan rendahnya kandungan bahan organik dan

ketersediaan unsur hara (Sidabutar et al., 2015). Tingkat kesuburan subsoil dapat

Universitas Sumatera Utara


3

diperbaiki apabila dalam aplikasinya dicampur dengan bahan organik sehingga

media tanam subsoil benar-benar dapat menggantikan peran topsoil sebagai media

tanam pembibitan kelapa sawit (Sitorus et al., 2015).

Sejalan dengan semakin meningkatnya produksi kelapa sawit dari tahun ke

tahun, akan terjadi pula peningkatan volume limbahnya. Limbah kelapa sawit

adalah sisa-sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk dalam produk

utama atau merupakan hasil ikutan dari proses pengolahan kelapa sawit baik

berupa limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat kelapa sawit dapat berupa

tandan kosong, cangkang dan fiber(sabut), sedangkan limbah cair dapat berupa

sludge dan decanter solid (Andi et al, 2014). Limbah ini dapat digunakan sebagai

campuran dari tanah sub soil karena beberapa jenis limbah kelapa sawit

mengandung unsur hara seperti fiberdan decanter solid.

Selain limbah kelapa sawit, vermikompos juga dapat ditambahkan pada

sub soil. Vermikompos adalah salah satu pupuk organik yang mengandung

nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Penambahan vermikompos pada media

tanam akan mempercepat pertumbuhan, meningkatkan tinggi, dan berat

tumbuhan (Mashur, 2001).

Adanya areal lahan dengan tanaman tidak menghasilkan tentu akan

dilakukan replanting. Pada saat replanting inilah nantinya akan dibutuhkan bibit

kelapa sawit. Total kebutuhan kecambah yang diperlukan pada pembibitan kelapa

sawit untuk jumlah populasi 143 pohon/ha adalah 200 bibit/ha yang terdiri atas

seleksi kecambah 2,5%, seleksi di pembibitan awal 10%, seleksi di pembibitan

lanjut 15%, dan cadangan penyisipan 5%. Berdasarkan hal tersebut, jika untuk

menyediakan bibit kelapa sawit dengan luas areal 500 ha membutuhkan total

Universitas Sumatera Utara


4

10.000 kecambah kelapa sawit maka hal ini tentu akan sangat menguras lapisan

top soil di sekitar areal perkebunan. Untuk itu perlu dicari alternatif media tanam

baru yang dapat digunakan pada pembibitan kelapa sawit.

1.2. Rumusan Masalah

Permintaan kelapa sawit yang terus meningkat menyebabkanmeluasnya

pembukaan areal kelapa sawit sehingga dibutuhkan bibit dalam jumlah yang lebih

banyak. Semakin banyak bibit kelapa sawit yang dibutuhkan maka akan semakin

banyak pula kebutuhan top soilsebagai medai tanam. Namun ketersediaan top

soilsemakin berkurang akibat pemakaian secara terus menerus sebagai media

tanam pada pembibitan maupun karena terkikis akibat erosi. Untuk itu diperlukan

suatu upaya untuk mengurangi penggunaan top soilsebagai media tanampada

pembibitan tanaman kelapa sawit. Salah satunya adalah dengan menggunakan sub

soil. Namun sub soil diketahui miskin akan unsur hara. Peningkatan unsur hara

pada sub soildapat dilakukan dengan cara memberikan bahan organik berupa

vermikompos dan juga decanter solid + serat kelapa sawit. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui bagaimana efek campuran media tanam sub soildengan bahan

organik tersebut terhadap pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit.

1.3. Tujuan Penelitian

Menguji efektifitas berbagai media tanam pengganti pada pembibitan kelapa

sawit di pre nurserymaupun main nursery selain top soil.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Mengurangi pemakaian top soildalam skala besar karena

ketersediaannyayang semakin berkurang.

Universitas Sumatera Utara


5

2. Memanfaatkan sub soilyang miskin unsur haraagar dapat digunakan

sebagai alternatif media tanam pengganti pada pembibitan kelapa sawit.

3. Meningkatkan nilai ekonomi limbah kelapa sawit menjadi bahan yang

lebih berguna serta mampu mengurangi dampak negatif limbah sawit

bagi lingkungan.

1.5. Hipotesis Penelitian

1. Media tanam top soilpada pembibitan kelapa sawit pre nurserydanmain

nursery dapat digantikan dengansub soil yang dicampur dengan bahan

organik.

2. Vermikompos maupun campuran antara vermikompos dengan sub soil

berperan terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit.

3. Decanter solid dan fiberkelapa sawitmaupun campuran antaradecanter

solid dan fiberkelapa sawitdengan sub soil berperan terhadap

pertumbuhan bibit kelapa sawit.

4. Media tanam sub soil dapat digunakan pada pembibitan kelapa sawit di

main nursery.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

2.1.1. Morfologi Tanaman

Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem perakaran serabut, terdiri

dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuarterner. Batang kelapa sawit terdiri dari

pembuluh-pembuluh yang terikat secara diskrit dalam jaringan parenkim. Daun

merupakan para-pinnate dengan pinnae (anak daun) tersusun dalam dua atau

lebih bidang yang ada pada setiap sisi rachis. Pada setiap ketiak daun terdapat

satu primordium bunga (Pahan, 2010).

Pada kelapa sawit batang berbentuk silindris, bersifat actinomorf, artinya

dapat dengan bermacam - macam bidang menjadi dua bagian yang setangkup.

Tumbuhnya ke atas menuju cahaya atau matahari (bersifat phototrop atau heliotrope),

selalu bertambah panjang di ujungnya dari itu sering dikatakan, bahwa batang

mempunyai pertumbuhan yang tidak terbatas. Pada permukaan batang

memperlihatkan buku-buku bekas pelepah daun yang mudah gugur.Arah tumbuh

batang tegak lurus (erectus), yaitu yangarahnya lurus ke atas (Sastrosayono, 2003).

Daun kelapa sawit mirip daun kelapa yaitu membentuk susunan daun

majemuk, bersisip genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu

pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9 m. Jumlah anak daun di setiap

pelepah berkisar antara 250-400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna

kuning pucat. Produksi daun tergantung iklim setempat. Di Sumatera Utara,

misalnya produksi daun mencapai 20-24 helai/tahun. Umur daun mulai terbentuk

sampai tua sekitar 6–7 tahun. Jumlah pelepah, panjang pelepah, dan jumlah anak

Universitas Sumatera Utara


7

daun tergantung pada umur tanaman. Berat kering satu pelepah dapat mencapai

4,5 kg. pada tanaman dewasa ditemukan sekitar 40–50 pelepah. Saat tanaman

berumur sekitar 10-13 tahun dapat ditemukan daun yang luas permukaannya

mencapai 10–15 m2. Luas permukaan daun akan berinteraksi dengan tingkat

produktivitas tanaman. Semakin luas permukaan atau semakin banyak jumlah

daun maka produksi akan meningkat karena proses fotosintesis akan berjalan

dengan baik. Proses fotosintesis akan optimal jika luas permukaan daun mencapai

11 m2 (Afrillah, 2015).

Kelapa sawit termasuk tanaman berumah satu (monoceous) dimana bunga

jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing

terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga

betina. Setiap rangkaian bunga muncul dari pangkal pelepah daun (ketiak daun).

Setiap ketiak daun menghasilkan satu infloresen lengkap. Bunga yang siap

diserbuki biasanya terjadi pada infloresen di ketiak daun nomor 20 pada tanaman

muda (2-4 tahun) dan pelepah daun ke-15 pada tanaman dewasa (>12 tahun).

Sebelum bunga mekar (masih tertutup seludang), biasanya sudah dapat dibedakan

antara bunga jantan dengan bunga betina yaitu dengan melihat bentuknya

(Chandra, 2015).

Tanaman kelapa sawit mempunyai warna buah yang sangat beragam,

mulai dari hitam, ungu, hingga merah , tergantung dari varietas bibit kelapa sawit

yang kita gunakan. Pada kelapa sawit, buah terjadi dari bakal buah dan disebut

buah sejati tunggal yang berdaging (carnosus),dapat dibedakan dalam tiga lapisan

yaitu lapisan luar (exocarpium atau epicarpium) merupakan lapisan tipis dengan

permukaan licin. Lapisan tengah (mesocarpium), tebal, berdaging, dan berserabut.

Universitas Sumatera Utara


8

Lapisan inilah yang dinamakan daging buah.Lapisan dalam (endocarpium),

disebut sebagai inti. Diantara inti dengan buah dibatasi oleh cangkang yang

bersifat keras (Pardamean, 2011).

Biji kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot yang berbeda untuk setiap

jenisnya. Umumnya biji kelapa sawit memiliki waktu dorman. Perkecambahan

bisa berlangsung dari enam bulan dengan tingkat keberhasilan 50%. Berdasarkan

ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan beberapa jenis

sebagai berikut:

1. Dura (D) memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan

rendemen minyak 15-17%.

2. Tenera (T) memiliki cangkang agak tipis (2-3 mm), daging buah tebal, dan

rendemen minyak 21-23%.

3. Pisifera (P) memiliki cangkang sangat tipis, daging buah tebal, biji kecil, dan

rendemen minyak 23-25% (Lubis, 2011).

2.1.2. Syarat Tumbuh

Iklim

Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan

kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah

diantara 120 LU-120 LS pada ketinggian 0-500 m dpl. Di daerah sekitar garis

khatulistiwa, tanaman kelapa sawit liar masih dapat menghasilkan buah pada

ketinggian 1.300 m dpl. Curah hujan optimum rata-rata yang diperlukan tanaman

kelapa sawit adalah 2.000-2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang

tahun tanpa bulan kering (defisit air) yang berkepanjangan.

Universitas Sumatera Utara


9

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada suhu udara 27 0C

dengan suhu maksimum 330C dan suhu minimum 220C sepanjang tahun. Curah

hujan rata-rata tahunan yang memungkinkan untuk pertumbuhan kelapa sawit

adalah 1250-3000mm yang merata sepanjang tahun dengan jumlah bulan kering

kurang dari 3, curah hujan optimal berkisar 1750-2500 mm (Lubis, 2008).

Tanah

Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah tetapi pertumbuhan

optimal akan tercapai jika jenis tanah sesuai dengan syarat tumbuh. Sifat-sifat

fisik dan kimia tanah yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan kelapa sawit yaitu :

1. Memiliki ketebalan tanah lebih dari 75 cm dan tidak berbatu agar

perkembangan akar tidak terganggu.

2. Tekstur ringan dan yang terbaik memiliki pasir 20-60 %, debu 10-40 % dan

liat 20-50 %.

3. Drainase baik dan permukaan air tanah cukup dalam

4. Kemasaman (pH) tanah 4,0-6,0 (Socfin, 2010).

2.1.3. Pembibitan Kelapa Sawit

Pembibitan merupakan kegiatan awal di lapangan yang bertujuan untuk

mempersiapkan bibit siap tanam. Pembibitan harus sudah disiapkan sekitar satu

tahun sebelum penanaman di lapangan, agar bibit yang ditanam tersebut

memenuhi syarat, baik umurnya maupun ukurannya (Setyamidjaja, 2006).

Ada dua sistem pembibitan kelapa sawit, yaitu sistem satu tahap (tahap

tunggal) atau single stage system dan sistem pembibitan dua tahap (tahap ganda)

atau double stage system. Pada pembibitan satu tahap kecambah langsung ditanam

Universitas Sumatera Utara


10

di polybagbesar sehingga tidak perlu dibesarkan dahulu. Pembibitan dua tahap

kecambah ditanam dan dipelihara dahulu pada polybagkecil selama 3 bulan, yang

disebut juga tahap awal (pre-nursery). Bibit akan dipindahkan pada polybagbesar

selama 9 bulan, tahap ini disebut juga pembibitan utama (main-nursery)

(Pardamean, 2012).

Standar untuk bibit kelapa sawit bermutu pada pembibitan pre

nurseryadalah bibit berumur 3-4 bulan, memiliki jumlah daun 3-4 helai dalam

keadaan sempurna. Sedangkan untuk tinggi tanaman pada pembibitan pre nursery

yaitu 20-25 cm, dan tentunya bebas dari gangguan Organisme Pengganggu

Tanaman (OPT) (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2019).

Sebelum memindahkan bibit ke main nursery, harus dilakukan seleksi untuk

membuang bibit-bibit abnormal. Seleksi bibit di pre-nursery dilakukan pada saat

bibit berumur 3 bulan atau pada saat pindah tanam ke main nursery. Seleksi di

pembibitan awal dilakukan terhadap bibit abnormal seperti bibit grass, chimera,

rolled leaf, crinkle leaf, collante, twisted shoot, bibit mati, bibit kerdil, dan bibit

terkena penyakit (leaf spot). Bibit grass yaitu bibit yang mempunyai daun yang

sempit dari pangkal sampai ujung, tegak seperti daun rumput. Bibit chimera yaitu

bibit yang daunnya sebagian atau semuanya bewarna kunng seperti tanpa klorofil.

Bibit rolled leaf yaitu bibit dengan daun menggulung dengan poros memanjang

secara vertical, bentuk seperti paku. Bibit crinkle leaf yaitu bibit yang mempunyai

daun sebagian atau seluruhnya mengkerut. Bibit collante yaitu bibit yang daunnya

menyempit di bagian tengah saja. Bibit twisted shoot yaitu bibit dengan

pertumbuhan daun seperti terpelintir dan batang yang melilit. Bibit terkena

penyakit leafspot adalah bibit yang terserang jamur, ditandai dengan adanya bintik

Universitas Sumatera Utara


11

merah pada daun. Bibit kerdil adalah bibit yang pertumbuhan terhambat, sehingga

ukuranya lebih kecil dari bibit normal (Nugroho, 2017).

2.2. Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Kelapa Sawit merupakan salah satu tanaman budidaya penghasil minyak

nabati berupa Crude Plam Oil (CPO), sangat banyak ditanam dalam perkebunan

di Indonesia terutama di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Selain

menghasilkan Crude Palm Oil (CPO), dalam proses pengolahan kelapa sawit

selain menghasilkan CPO juga menghasilkan limbah sangat banyak. Diketahui

untuk 1 ton kelapa sawit akan mampu menghasilkan limbah berupa tandan kosong

kelapa sawit (TKKS) sebanyak 23% atau 230 kg, limbah cangkang (Shell)

sebanyak 6,5% atau 65 kg, wet decanter solid(lumpur sawit) 4 % atau 40 kg,

serabut (fiber) 13% atau 130 kg serta limbah cair sebanyak 50% (Mandiri, 2012).

Limbah TKKS yang bersifat organik mempunyai kandungan unsur N

1.5%, P 0.5%, K 7.3% dan Mg 0.9% mempunyai potensi cukup besar untuk dapat

dimanfaatkan sebagai substitusi pupuk dengan mengaplikasikan limbah diatas

tanah sekitar gawangan tanaman kelapa sawit (Haryanti et al., 2014).

Penggunaan biomassa cangkang sawit di industri karet ternyata mampu

mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2) dan abu yang dihasilkan masing-masing

sebesar 22,8 % dan 62 %(Bahrin et al., 2011).

Limbah pengolahan kelapa sawit lainnya adalah solid inti sawit (SIS), atau

biasa disebut sebagai palm kernel expeller (PKE) berwarna putih keabu-abuan,

dan SIS adalah dianggap sebagai yang paling berguna sebagai produk di antara

berbagai produk sampingan yang diproduksi di industri kelapa sawit (Saw et al.,

2008). Ini adalah produk dari proses ekstraksi mekanik untuk menghasilkan

Universitas Sumatera Utara


12

minyak kernel. SIS kaya akan karbohidrat (48%) dan protein (19%) dan cocok

sebagai bahan baku (Kolade et al, 2005). Kombinasi KIS dan kotoran kambing

atau kotoran unggas telah digunakan sebagai pupuk kompos yang baik (Saw et al.,

2008).

Ekstraksi minyak, proses pencucian dan pembersihan di pabrik, adalah

sumber utama POME, yang mengandung lemak, minyak dan lemak. Dikatakan

sebagai sumber utama pencemaran lingkungan (Schuchardt et al.,2008). Sekitar 3

ton POME dihasilkan untuk setiap ton minyak yang diekstraksi di pabrik minyak.

15,8 juta ton minyak sawit mentah diproduksi pada tahun 2007, menghasilkan

47,4 juta ton POME (Rupani et al.,2010).

Lumpur pabrik kelapa sawit adalah bagian semi-padat yang tersisa setelah

ekstraksi minyak dan pembersihan selesai. Jika dibuang langsung, itu akan

berdampak buruk pada lingkungan; dapat dikomposkan (Zahrim et al.,2007).

Caranya biasanya dilakukan dengan mengeringkan lumpur di udara terbuka

sehingga aman dari serangga dan hewan pengerat.

Abu bakar minyak sawit adalah produk sampingan dari industri minyak

sawit yang diproduksi ketika limbah padat pabrik digunakan sebagai bahan bakar

untuk menghasilkan listrik. Pemanfaatan abu bakar minyak sawit sebagai sumber

bahan mengandung silika untuk sintesis adsorben untuk desulfurisasi gas buang

saat ini sedang dipelajari (Schuchardt et al.,2008; Zainudin et al.,2005).

2.2.1. Serat Kelapa Sawit (Fiber)

Serat kelapa sawit atau serat mesocarp diproduksi setelah menekan buah

atau mesocarp untuk mendapatkan minyak. Rata-rata, untuk setiap ton TBS yang

diproses, 120 kg serat diproduksi. Serat yang ditekan adalah bahan mudah

Universitas Sumatera Utara


13

terbakar yang baik karena kandungan minyak. Namun, serat tidak lagi digunakan

sebagai bahan bakar untuk menghasilkan uap dan energi yang diperlukan untuk

operasi pabrik karena masalah polusi. Mereka juga dapat digunakan untuk

meningkatkan tingkat nutrisi daun dan pertumbuhan vegetatif. Serat kelapa sawit

(SKS) mengandung 1,7–6,6% P, 17–25% K, 7% Ca, yang menunjukkan bahwa

SKS merupakan sumber mineral yang baik untuk tanaman (Asha et al., 2012).

Gusta et al., (2015) dalam penelitiannya menyebutkan pemanfaatan serat

sabut kelapa sawit dan kompos kiambang mampu menggantikan posisi topsoil

dalam mengoptimalkan pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit dilihat dari

parameter pertumbuhan tinggi bibit, jumlah daun, diameter batang dan jumlah

akar yang relatif sama untuk semua waktu pengamatan.

Sabut kelapa sawit adalah hasil samping yang berasal dari ampas perasan

buah kelapa sawit yang diambil minyaknya. Kandungan nutrisi sabut rendah

dengan adanya lignin yang tinggi sebesar 12,91% (Asha et al.,2012).

2.2.2. Decanter solid (DS)

Limbah decanter soliddari pabrik pengolahan kelapa sawit memiliki

potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembenah tanah

organik. Decanter solidmerupakan limbah padat pabrik kelapa sawit (PKS). Solid

berasal dari mesocarp atau serabut berondolan sawit yang telah mengalami

pengolahan di PKS. Solid merupakan produk akhir berupa padatan dari proses

pengolahan tandan buah segar di PKS yang memakai sistem decanter (Imran dan

Mustaka, 2020).

Pabrik dengan kapasitas pengolahan 90 t/hari tandan buah segar akan

menghasilkan sekitar 160-200 ton DS. Penerapan DS terintegrasi dengan pupuk

Universitas Sumatera Utara


14

anorganik dapat meningkatkan efisiensi serapan hara oleh tanaman dan

meningkatkan retensi nutrisi di tanah untuk meningkatkan kualitas tanah (Haron

dan Mohammed, 2008).

Decanter solidmerupakan limbah padat pabrik kelapa sawit (PKS). Solid

berasal dari mesocarp atau serabut berondolan sawit yang telah mengalami

pengolahan di PKS. Solid merupakan produk akhir berupa padatan dari proses

pengolahan tandan buah segar di PKS yang memakai sistem decanter. Decanter

digunakan untuk memisahkan fase cair (minyak dan air) dari fase padat sampai

partikel-partikel terakhir. Decanter dapat mengeluarkan 90% semua padatan dari

lumpur sawit dan 20% padatan terlarut dari minyak sawit. Aplikasinya pada

tanaman kelapa sawit dapat meningkatkan kandungan fisik, kimia, biologi, tanah

dan menurunkan kebutuhan pupuk anorganik (Pahan, 2010).

Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa solid memiliki kandungan

bahan kering 81,65% yang di dalamnya terdapat protein kasar 12,63%; serat kasar

9,98%; lemak kasar 7,12%; kalsium 0,03%; fosfor 0,003%; hemiselulosa 5,25%;

selulosa 26,35%; dan energi 3454 kkal/kg (Utomo dan Widjaja, 2005).

Yuniza (2015) menyatakan bahwa unsur hara utama decanter solidkering

antara lain Nitrogen (N) 1,47%, Pospor (P) 0,17%, Kalium (K) 0,99%, Kalsium

(Ca) 1.19%, Magnesium (Mg) 0,24% dan C-Organik 14,4%. Limbah decanter

soliddari pabrik pengolahan kelapa sawit memiliki potensi yang cukup besar

untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembenah tanah organik. Decanter

solidmengandung unsur hara dan zat organik yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara


15

2.2.3. Vermikompos

Vermikompos adalah amandemen organik yang kaya nutrisi, aktif secara

mikrobiologis yang dihasilkan dari interaksi antara cacing tanah dan

mikroorganisme selama perombakan bahan organik. Ini adalah bahan yang stabil

dan terbagi halus seperti material gambut, dengan rasio C:N rendah, porositas dan

kapasitas penampung air yang tinggi, di mana sebagian besar nutrisi hadir dalam

bentuk tersedia untuk diambil oleh tanaman (Domínguez, 2004).

Vermikompos diproduksi di bawah kondisi mesofilik, dan meskipun

mikroorganisme mendegradasi bahan organik secara biokimia, cacing tanah

adalah pendorong penting dalam proses ini, karena mereka mengkondisikan dan

memecah substrat, sehingga secara drastis mengubah aktivitas mikroba. Cacing

tanah bertindak sebagai pencampur mekanis, dan dengan memecahnya bahan

organik mereka memodifikasi status fisik dan kimianya dengan secara bertahap

mengurangi rasio C:N dan meningkatkan luas permukaan yang terpapar

mikroorganisme sehingga membuatnya jauh lebih menguntungkan untuk aktivitas

mikroba dan dekomposisi lebih lanjut (Domínguez et al., 2010).

Dalam penelitian ini, spesies cacing yang digunakan dalam

vermicomposting adalah spesies cacing tanah Eisenia foetida yang masuk dalam

famili lumbericidae dan genus Eisenia sedangkan media yang digunakan adalah

kotoran sapi. Vermikompos ini memiliki banyak kelebihan jika dibandingkan

dengan pupuk organik lain, karena vermikompos kaya akan unsur hara makro dan

mikro esensial serta mengandung hormon tumbuh tanaman seperti auksin,

giberelin dan sitokinin yang mutlak dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang

maksimal (Sirwin et al., 2007).

Universitas Sumatera Utara


16

Selain mengandung unsur hara, vermikompos juga mengandung asam

humat, seperti pupuk organik lainnya. Zat-zat humat bersama-sama dengan tanah

liat berperan terhadap sejumlah reaksi kimia dalam tanah. Selain asam humat,

vermikompos mengandung KTK yang tinggi. KTK vermikompos bervariasi dari

35 me/100g sampai 130 me/100g. KTK tanah lebih rendah daripada KTK

vermikompos. Dengan demikian, vermikompos dapat menambah hara ke dalam

tanah atau vermikompos dapat meningkatkan kesuburan tanah (Mulat, 2005).

Hasil penelitian Mulat (2005) menunjukkan bahwa pemberian

vermikompos ini merangsang pemecahan ikatan-ikatan P dengan Al sehingga P

yang semula tidak tersedia dalam tanah menjadi tersedia bagi tanaman. Lebih

lanjut dijelaskan bahwa penggunaan vermikompos lebih efisien daripada pupuk

organik lain karena vermikompos mempunyai pengaruh lebih cepat dan dosis

pemakaiannya lebih sedikit. Hal ini karena kualitas vermikompos lebih baik dan

pemakaian vermikompos dapat menghemat pemakaian pupuk anorganik.

Hasil analisis menunjukkan bahwa vermikompos mempunyai sifat-sifat

kimia yang lebih unggul. Hal ini dapat dilihat dari sifat-sifat kimia tanah dalam

vermikompos seperti kandungan unsur hara N dan P didalam vemikompos lebih

tinggi, begitu pula dengan C-organik dan bahan organik tanah (Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian, 2008).

Universitas Sumatera Utara


BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Jalan Dwikora, Kecamatan Sampali

pada bulan Maret sampai September 2019.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kecambah kelapa sawit

D x P Simalungun, top soil dansub soilyang diambil dari areal disekitar lahan

penelitian yang merupakan lahan bekas perkebunan kelapa sawit, vermikompos,

decanter solid, fiberkelapa sawit, pupuk urea, pupuk NPK Mutiara 16:16:16,

insektisida berbahan aktif deltametrin, fungisida berbahan aktif propineb,polybag

ukuran 22 cm x 14 cm dan 50 x 40 cm, bambu, paranet, kawat, tali rafia, bahan-

bahan kimia yang digunakan untuk analisa, serta bahan-bahan lain yang

mendukung penelitian ini.

Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, gergaji, meteran, parang, pisau,

ember, gembor, handsprayer, gunting, spektrotofometer, scalifer, timbangan

analitik, oven, desikator, kalkulator, kamera dan alat tulis.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
EFEKTIVITAS BERBAGAI KOMPOSISI TANAH DAN BAHAN
ORGANIK SEBAGAI MEDIA TANAM PADA PEMBIBITAN KELAPA
SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PRE NURSERY

4.1. Pendahuluan

Pembibitan awal (pre nursery) merupakan kegiatan pembibitan yang

ditujukan untuk memperoleh bibit yang pertumbuhannya seragam sebelum

dipindahkan ke pembibitan utama (main nursery) (Pardamean, 2012). Pre

nurseryatau pembibitan awal dapat dilakukan pada bedengan yang tanahnya

ditinggikan hingga mencapai 35 cm atau bibit ditanam dalam polybagkecil dengan

media tanah bagian atas (top soil) yang sudah dibersihkan (Sastrosayono, 2008).

Tahapan pre nurserydilaksanakan pada saat awal tanam benih hingga masa

tumbuh benih umur 3 - 4 bulan. Kegiatan yang dilakukan pada saat tahapan ini

adalah persiapan plot, pengisian polybagkecil, pemberian pupuk awal, penanaman

kecambah, penyiraman, perawatan, pemupukan tambahan, pengendalian

organisme penggangu tanaman (OPT).

Bibit kelapa sawit membutuhkan media tanam yang mempunyai sifat fisik,

kimia dan biologi yang baik. Untuk menanam satu hektar areal dengan jumlah

populasi tanaman di lahan 143 tanaman/ha maka akan dibutuhkan 200 kecambah

sawit untuk ditanam pada pembibitan awal (pre nursery). Pada pre nurserypolybag

yang digunakan berukuran 14 x 22 cm dengan kapasitas polybag 1,5 kg, sehingga

akan dibutuhkan top soilsebanyak 300 kg untuk penanaman bibit kelapa sawit seluas

satu hektar. Dengan kata lain akan dibutuhkan 30 ton top soiluntuk penanaman bibit

kelapa sawit seluas 100 ha, sehingga perlu dipikirkan media alternatif yang dapat

digunakan sebagai pengganti top soil di pembibitan pre nursery kelapa sawit.

Universitas Sumatera Utara


19

Sub soil yang masih banyak tersedia jika dibandingkan dengan top soil

dapat dimanfaatkan sebagai media pengganti top soil pada pembibitan kelapa

sawit di pre nursery, namun karena sifatnya yang miskin akan unsur hara maka

diperlukan penambahan bahan organik pada sub soil agar dapat memperoleh bibit

dengan pertumbuhan yang maksimal.

Pada penelitian ini bahan organik yang dicampurkan pada sub soiluntuk

dijadikan media tanam pada pembibitan kelapa sawit di pre nursery adalah limbah

kelapa sawit yang terdiri dari decanter solid+ fiberkelapa sawit dan juga

vermikompos.

4.2. Tujuan Penelitian

Menguji efektifitas berbagai media tanam pengganti pada pembibitan kelapa

sawit di pre nurseryselain top soil.

4.3. Metode Penelitian

Penelitian tahap pertama ini merupakan penelitian yang dilakukan pada

pembibitan awal (pre nursery) dengan menggunakan rancangan acak kelompok

non faktorial dengan satu faktor yang diteliti yaitu komposisi media tanam (M)

yang terdiri dari 10 jenis media tanam yakni:

T100 : 100% Top soil

S100 : 100% Sub soil

V100 : 100% vermikompos

DF100 : 100% (decanter solid+ fiber kelapa sawit)

S75V25 : 75% Sub soil + 25% vermikompos

S75DF25 : 75% Sub soil + 25% (decanter solid+ fiber kelapa sawit)

Universitas Sumatera Utara


20

S50V50 : 50% Sub soil + 50% vermikompos

S50DF50 : 50% Sub soil + 50% (decanter solid+ fiber kelapa sawit)

S25V75 : 25% Sub soil + 75% vermikompos

S25DF75 : 25% Sub soil + 75% (decanter solid+ fiber kelapa sawit)

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot penelitian : 30 plot

Jumlah polybag per plot : 10 polybag (1 polybag untuk analisis media tanam)

Jumlah tanaman per plot : 9 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 270 tanaman

Model analisis data yang diguanakan dalam penelitian pertama adalah

rancangan acak kelompok non faktorial dan dilanjutkan dengan uji lanjutan

Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Menurut Gomez dan

Gomez (1995) metode analisis data untuk rancangan acak kelompok non faktorial

adalah sebagai berikut :

Yij = µ + αi + Mj + ∑ij

Keterangan : Yij : Hasil pengamatan perlakuan pada taraf ke-i ulangan ke-j

µ : Efek nilai tengah

αi : Pengaruh dari efek ulangan ke-i

Mj : Pengaruh dari faktor M pada taraf ke-j

∑ijk : Pengaruh interaksi dari ulangan ke-i dan faktor M pada taraf
ke-j

Universitas Sumatera Utara


21

4.4. Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Areal

Areal yang dipilih adalah areal yang dekat dengan sumber air, topografinya

datar, tidak tergenang, aman dari gangguan hama dan ternak, serta dekat dengan

rencana lokasi penelitian kedua yaitu main nursery. Areal yang digunakan untuk

penelitian dibersihkan dari gulma dan sisa – sisa tanaman.

Pembuatan Naungan

Naungan dibuat dari tiang bambu dan atap dari paranet dengan tinggi 2 m

dan ukuran 4 m x 3 m. Naungan yang dibuat berfungsi agar bibit kelapa sawit

tidak terkena cahaya matahari secara langsung.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan terdiri dari top soil, sub soil, vermikompos

dan decanter solid+ fiber kelapa sawit. Top soil dan sub soil yang digunakan

diambil dari areal disekitar lahan penelitian yang merupakan lahan bekas

perkebunan kelapa sawit. Top soil dan sub soil sebelum digunakan diayak terlebih

dahulu dengan menggunakan ayakan pasir untuk memisahkan bongkahan tanah

yang masih terlalu besar serta sisa-sisa akar atau kerikil.

Pada media tanam campuran decanter solid dengan fiber kelapa sawit,

terlebih dahulu dilakukan pengujian untuk mengetahui perbandingan komposisi

tepat yang memiliki kemampuan menyimpan air yang baik. Perbandingan

campuran decanter soliddan fiber kelapa sawit yang diuji adalah 1:4, 1:5, 1:6, 1:7

dan 1:8. Berdasarkan hasil pengujian, maka dipilih campuran dengan

perbandingan 1:8. Media tanam campuran sub soildengan bahan organik masing

Universitas Sumatera Utara


22

masing ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan komposisi taraf perlakuan untuk

kemudian diaduk merata dan dapat digunakan.

Pengisian Polybag

Polybag yang digunakan adalah polybag hitam kecil ukuran 22 cm x 14 cm

dengan kapasitas 1.5 kg. Polybag diisi dengan media tanam sesuai perlakuan dan

harus ditimbang terlebih dahulu agar masing – masing polybag memiliki berat

media tanam yang sama. Polybagyang telah diisi diguncang – guncang agar padat

lalu disiram dengan air hingga kapasitas lapang dan dibiarkan selama satu minggu

untuk kemudian baru dapat ditanami.

Penanaman Kecambah ke Polybag

Penanaman kecambah dilakukan dengan membuat lubang tanam secara

manual menggunakan jari tangan pada bagian tengah polybagdengan kedalaman 2

cm. Pada saat penanaman, plumula harus mengarah keatas dan radikula

menghadap kebawah (mengarah ke dalam tanah). Plumula ditandai dengan

bentuknya yang lancip dan berwarna putih kekuningan, sedangkan radikula

ditandai dengan ujungnya yang tumpul dan warna coklat. Kecambah yang

ditanam terlebih dahulu harus diseleksi dan hanya kecambah yang normal yang

ditanam. Setelah penanaman selesai dilakukan, kecambah harus segera disiram.

Pemeliharaan

Penyiraman

Penyiraman pada bibit kelapa sawit dilakukan setiap hari pada pagi dan sore

hari. Dosis penyiraman disesuaikan dengan bobot kering ovennya untuk kemudian

Universitas Sumatera Utara


23

dikonversikan dan diketahui dosis penyiraman yang tepat untuk masing – masing

komposisi media tanam.

Penyiangan

Penyiangan pada pembibitan kelapa sawit dilakukan untuk menjaga agar

bibit bebas dari gulma. Penyiangan dilakukan di dalam polybag secara manual

agar tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan asupan hara antara tanaman

utama dengan gulma.

Penyisipan

Penyisipan dilakukan apabila terdapat bibit kelapa sawit yang tumbuh

secara abnormal, mati, atau ada yang terserang hama dan penyakit. Tanaman yang

rusak harus diganti dengan bibit kelapa sawit sisipan yang ditanam sesuai dengn

perlakuan masing-masing.

Pemupukan

Pemupukan diberikan sesuai dengan dosis anjuran yaitu pupuk urea 2

gram/liter air untuk 100 bibit dengan interval seminggu sekali serta pupuk

majemuk NPK Mutiara 16:16:16 dengan dosis 1,25 g/polybag.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Secara umum ada 2 jenis gangguan terhadap tanaman yaitu serangan dari

hama dan penyakit yang disebabkan oleh patogen ataupun penyakit fisiologis.

Pengendalian penyakit dilakukan melalui penyemprotan preventif menggunakan

fungisida dimulai pada stadia 6 daun, sedangkan penyemprotan kuratif dilakukan

apabila gejala penyakit telah terlihat. Pengendalian hama dilakukan secara

kimiawi.

Universitas Sumatera Utara


24

4.5. Parameter Pengamatan

Parameter penelitian yang diamati meliputi analisis media tanam yang

digunakan serta pertumbuhan bibit kelapa sawit.

Analisis media tanam

Komposisi dari masing-masing media tanam yang digunakan dalam

penelitian ini dianalisis sifat kimia dan fisiknya. Analisis media tanam dilakukan

di laboratorium dan dilakukan diawal sebelum penanaman. Adapun parameter

yang dianalisis meliputi:

Parameter Metode Satuan


Sifat Kimia
Bahan Organik
 C-Organik  Walkley & Black Titration
%
 Nitrogen (total)  Kjeldahl
 C/N  Perhitungan
pH H2O Electrometry
P-tersedia Bray II Ppm
K-tukar Ext: NH4 Ammonium acetat 1 N pH 7 meq/100g
Ca-tukar Ext: NH4 Ammonium acetat 1 N pH 7 meq/100g
Mg-tukar Ext: NH4 Ammonium acetat 1 N pH 7 meq/100g
Na-tukar Ext: NH4 Ammonium acetat 1 N pH 7 meq/100g
KTK Ext: NH4 Ammonium acetat 1 N pH 7 meq/100g
Kejenuhan basa Perhitungan %
Sifat Fisik
Bulk density Ring sampel dan metode ketuk* g/cm3
Ruang pori tanah Perhitungan %
*
Pengukuran bulk density media tanam T100, S100, V100, S75V25, S75DF25, S50V50,

S50DF50, dan S25V75, dilakukan dengan menggunakan metode ring sampel.

Caranya ring berbentuk silinder dimasukkan ke dalam tanah yang sudah

dipersiapkan sebelumnya didalam polybagdengan cara ditekan sampai kedalaman

tertentu, kemudian dibongkar dengan hati-hati supaya volume tanah tidak

berubah. Contoh tanah tersebut kemudian dikeringkan selama 24 jam pada suhu

105o C, lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Pada media

Universitas Sumatera Utara


25

tanam DF100 dan S25DF75 pengukuran bulk density dilakukan dengan

menggunakan metode ketuk karena media tanam mengandung banyak serat dari

fiber kelapa sawit sehingga tidak dapat dicetak dengan menggunakan ring sampel.

Karakter agronomi dan fisiologis tanaman

Karakter agronomi dan fisiologis tanaman diamati pada penelitian pertama

(pre nursery). Adapun parameter yang diamati meliputi:

a. Tinggi Bibit (cm)

Tinggi bibit diukur dari pangkal sampai ke ujung daun termuda yang telah

terbuka sempurna. Terlebih dahulu daun tersebut dicari kemudian ditegakkan

secara vertikal lalu diukur tinggimya. Tinggi bibit diukur pada saat tanaman

umur 4 MST sampai 12 MST dengan interval pengukuran 2 minggu sekali.

b. Lilit Batang (cm)

Lilit batang diukur sejak tanaman berumur 6 MST sampai 12 MST dengan

interval pengukuran 2 minggu sekali. Lilit batang diukur dengan

menggunakan scalifer sekitar 1 cm dari permukaan tanah dengan cara

mengukur dua sisi batang yang berlawanan, nilainya dijumlahkan lalu dirata-

ratakan, kemudian angka tersebut dikonversikan ke rumus keliling lingkaran

yaitu 2πr.

c. Bobot Basah Tajuk (g)

Setelah tanaman sampel dibongkar lalu dibersihkan dari tanah dan kotoran

lainnya dicuci dengan air, seluruh tanaman direndam dalam ember yang berisi

air agar tanah atau kotoran lainnya mudah dibersihkan. Setelah tanaman

bersih, kemudian dipisahkan dari akarnya, selanjutnya dikeringanginkan dan

Universitas Sumatera Utara


26

ditimbang tajuknya. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan

timbangan digital.

d. Bobot Basah Akar (g)

Pengamatan bobot basah akar sama dengan bobot basah tajuk, akan tetapi

yang ditimbang hanya bagian akar saja. Bersihkan akar bibit sawit dari tanah

dan kotoran lainnya tetapi jangan sampai akarnya ada yang terbuang

kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital.

e. Bobot Kering Tajuk (g)

Setelah penimbangan bobot basah tajuk, selanjutnya dipisahkan antara

tajuk dan akar bibit sawit, kemudian masukkan sampel ke dalam amplop

yang telah diberi lubang lalu letakkan di dalam oven dengan suhu 70˚C

selama 24 jam kemudian dikeluarkan dan masukkan ke dalam desikator

selama 30 menit lalu ditimbang. Catat hasil pengovenan pertama. Masukkan

kembali sampel ke dalam oven dengan suhu 65˚C selama 24 jam lalu

dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan

ditimbang. Catat kembali hasil pengovenan kedua. Pada pengovenan kedua

bobot kering tajuk sudah konstan sehingga pengovenan dapat.

f. Bobot Kering Akar (g)

Pengamatan bobot kering akar sama dengan bobot kering tajuk, akan

tetapi yang dioven hanya bagian akar saja.

g. Rasio Akar dan Tajuk

Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan terlebih dahulu

dilakukan pengamatan bobot kering tajuk dan bobot kering akar.

Rasio akar dengan tajuk dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


27

Rasio akar dengan tajuk = Bobot kering akar tanaman


Bobot kering tajuk tanaman

4.6. Hasil dan Pembahasan

4.6.1. Hasil

1. Analisa Tanah

Sifat Fisik

Berdasarkan hasil analisis di laboratorium pada sepuluh komposisi media

tanam yang digunakan pada penelitian ini dapat diketahui sifat fisik (bulk density

dan porositas) (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Air, Bulk density dan Porositas Tanah
Bulk density Porositas
Perlakuan -3
(g cm ) (%)
T100 : 100% Top soil 1.02 48.89
S100 : 100% Sub soil 1.03 46.94
V100 : 100% vermikompos 0.58 51.28
DF100 : 100% (DS + fiber) 0.72 56.98
S75V25 : 75% Sub soil + 25% vermikompos 0.99 43.21
S75DF25 : 75% Sub soil + 25% (DS + fiber) 1.00 49.38
S50V50 : 50% Sub soil + 50% vermikompos 0.80 47.73
S50DF50 : 50% Sub soil + 50% (DS + fiber) 0.82 51.11
S25V75 : 25% Sub soil + 75% vermikompos 0.66 48.86
S25DF75 : 25% Sub soil + 75% (DS + fiber) 0.70 55.13
Nilai bulk density pada media tanam 100% top soil (T100) dan 100% sub soil

(S100) tergolong lebih tinggi (>1.00 g cm-3) jika dibandingkan media tanam bahan

organik seperti pada media tanam 100% vermikompos (V100 ) dan 100% (decanter

solid+ fiber kelapa sawit) (DF100). Ketika sub soildicampur dengan bahan organik

vermikompos sertadecanter solid+fiber kelapa sawit nilai bulk densitynya akan

terus menurun secara signifikan seiring dengan meningkatnya komposisi bahan

organik dibandingkan komposisi sub soil(Tabel 1).

Universitas Sumatera Utara


28

Tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi mempunyai berat volume

relatif rendah. Berat volume tanah mineral berkisar antara 0,6 – 1,4 g cm-3, tanah

andisol mempunyai berat volume yang rendah (0,6 – 0,9) g cm-3, sedangkan tanah

mineral lainnya mempunyai berat volume antara 0,8 – 1,4 g cm-3(Utomo et al., 2016).

Pemberian bahan organik pada tanah mineral dapat menurunkan nilai bulk

density tanah karena bahan organik jauh lebih ringan daripada bahan mineral.

Tingginya bahan organik akan menyebabkan tanah menjadi lebih porus, sehingga

BD menjadi lebih rendah. Tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi

mempunyai BD yang relatif rendah. Bulk density merupakan petunjuk kepadatan

tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi nilai bulk densitynya, yang berarti

makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman dan membuat akar

tanaman lebih sulit berkembang(Agus et al.,2006).

Porositas pada media tanam 100% vermikompos (V100) dan 100% (decanter

solid+ fiber kelapa sawit) (DF100) lebih tinggi dibandingkan porositas pada media

tanam 100% top soil (T100) dan 100% sub soil (S100). Hal tersebut berbanding

terbalik dengan nilai bulk density pada media tersebut. Semakin tinggi nilai bulk

densitynya makan porositasnya akan senakin rendah.

Penambahan vermikompos serta decanter solid+fiberpada sub soilakan

meningkatkan nilai porositas seperti pada perlakuan S75V25, S75DF25, S50V50, S50DF50,

S25V75 dan S25DF75. Nilai porositas akan bertambah seiring dengan meningkatnya

komposisi bahan organik pada campuran sub soildengan bahan organik.

Tingginya kandungan bahan organik maka akan mempengaruhi ruang pori.

Semakin tinggi bahan organik didalam tanah maka akan semakin besar ruang pori

tanah. Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah,

Universitas Sumatera Utara


29

dan tekstur tanah (Utomo et al.,2016). Porositas tanah tinggi kalau bahan organik

tinggi. Tanah dengan struktur granuler/remah, mempunyai porositas yang tinggi

daripada tanah dengan struktur massive/kokoh. Tanah dengan tekstur pasir banyak

mempunyai pori makro sehingga sulit menahan air.

Sifat Kimia

Sampel diambil dari masing-masing komposisi media tanam pada setiap

ulangan. Kemudian sampel dikompositkan sehingga ada 1 sampel/perlakuan.

Dengan demikian tidak ada analisa statistik. Hasil analisis sifat kimia media

tanam yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2. Hasil Analisis Sifat Kimia Media Tanam

Perlakuan
Parameter Satuan
T100 S100 V100 DF100 S75V25 S75DF25 S50V50 S50DF50 S25V75 S25DF75
pH H2O 5.83 5.74 7.66 7.95 7.21 7.05 7.27 7.34 7.31 7.72
C-Organik % 0.73 0.52 3.16 3.16 3.04 1.89 3.31 2.31 3.32 3.21
Nitrogen % 0.04 0.02 1.01 1.18 0.10 0.15 0.31 0.35 0.60 0.54
C/N 18.32 25.81 3.12 2.68 30.39 12.60 10.67 6.61 5.53 5.95
P-tersedia ppm 0.74 0.59 23.46 3.38 19.67 2.08 20.24 4.52 24.21 4.21
CEC meq/100g 10.96 14.95 19.72 23.50 14.06 15.92 18.37 17.82 18.16 19.79
K-exch meq/100g 0.39 0.68 19.80 15.44 5.71 2.74 13.68 5.28 15.25 0.20
Ca-exch meq/100g 4.30 5.04 4.55 7.25 4.32 5.68 4.63 5.70 3.73 7.07
Mg-exch meq/100g 2.61 5.19 21.24 12.56 6.63 6.41 8.94 5.40 13.84 9.06
Na-exch meq/100g 0.32 0.68 5.01 0.10 1.22 0.66 2.25 0.48 2.94 0.37
Kejenuhan basa % 69.53 77.53 256.59 150.43 127.17 97.30 160.59 94.61 196.92 84.39

Universitas Sumatera Utara


31

Tabel 2 menunjukkan bahwa pH media tanam 100% Top soil (T100) dan

100% Sub soil (S100) yang merupakan tanah mineral tergolong agak masam yaitu

berkisar antara (5,57 – 5,92). pH pada media tanam 100% vermikompos (V100)

tergolong netral dan agak alkalis pada 100% (decanter solid+ fiber kelapa sawit)

(DF100)karena V100dan DF100merupakan bahan organik.

Penambahan bahan organik yaitu vermikompos dengan berbagai komposisi

25%, 50% dan 75 % (S75V25, S50V50dan S25V75) pada sub soilsecara signifikan

mampu meningkatkan pH pada campuran media tersebut seiring dengan semakin

meningkatnya komposisi vermikompos pada media tersebut. pH pada campuran

media tersebut menjadi netral berkisar antara 7.21 – 7.31. Hal yang sama juga

terjadi pada campuran media tanam sub soildengan decanter solid+ fiber kelapa

sawit. Seiring dengan semakin meningkatnya komposisi decanter solid+ fiber

kelapa sawit yaitu 25%, 50% dan 75 % (S75DF25, S50DF50 dan S25DF75) pada

campuran media tersebut, nilai pH juga akan naik menjadi netral bahkan agak

alkalis pada S25DF75berkisar antara 7.05 – 7.72.

Hal ini menunjukkan bahwa mencampurkan tanah dengan bahan organik

mampu menaikkan pH pada tanah sehingga dapat memperbaiki kualitas tanah

tersebut untuk digunakan sebagai media tanam.Vermikompos maupun decanter

solid+ fiber adalah bahan organik yang dalam proses dekomposisinya akan

melepaskan senyawa-senyawa organik, baik itu berupa asam-asam organik

ataupun kation-kation basa, yang akan mengakibatkan peningkatan pH tanah.

Hamed (2014) menyatakan bahwa kandungan unsur hara yang diberikan melalui

bahan organik pada tanah berkorelasi dengan lamanya proses mineralisasi yang

dibutuhkan suatu bahan organik untuk menyediakan hara bagi tanah. Asam-asam

Universitas Sumatera Utara


32

organik sebagai hasil dekomposisi dapat mengikat ion H+ sebagai penyebab

kemasaman dalam tanah sehingga pH tanah meningkat.

Hasil analisa tanah menunjukkan bahwa pada media top soil(T100) maupun

sub soil(S100) memiliki kandungan unsur hara yang sedikit, dapat dilihat dari

kandungan c-organik, nitrogen serta p-tersedia yang tergolong sangat rendah,

kapasitas tukar kation yang rendah, sedangkan kation – kation yang dapat

dipertukarkan (K, Ca, Mg, Na) tergolong rendah sampai tinggi.

Hasil analisa media tanam menunjukkan bahwa seiring dengan penambahan

vermikompos serta decanter solid+ fiber pada sub soil kandungan c-organik serta

nitrogen pada komposisi media tersebut naik secara signifikan karena

vermikompos (V100) serta decanter solid+ fiber (DF100) memiliki kandungan c-

organik yang tinggi dan kandungan nitrogen yang sangat tinggi. Penambahan 25%

vermikompos (S75V25) sudah mampu menaikkan kandungan c-organik menjadi

tinggi. Kandungan nitrogen pada sub soilyang ditambahkan vermikompos serta

decanter solid+ fiber naik secara bertahap seiring dengan penambahan komposisi

vermikompos serta decanter solid+ fiber mulai dari 25% - 75% menjadi rendah

sampai tinggi.

Bahan organik mengandung protein (N-organik), selanjutnya dalam

dekomposisi bahan organik protein akan dilapuki oleh jasad-jasad renik menjadi

asam-asam amino, kemudian menjadi ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) yang

larut di dalam tanah. Proses penguraian asam nitrat menjadi amonium dalam tanah

akan mampu meningkatkan kandungan Nitrogen (Sunuk et al., 2017). Hal inilah

yang menyebabkan penambahan bahan organik baik itu vermikompos maupun

Universitas Sumatera Utara


33

decanter solid + fiber mampu meningkatkan kandungan nitrogen pada masing –

masing komposisi campuran media tanam tersebut.

Hal yang berbeda terjadi pada kandungan p-tersedia pada campuran sub

soildengan vermikompos dan decanter solid+ fiber. Dari hasil analisa diketahui

bahwa kandungan p-tersedia pada vermikompos (V100) tergolong sedang (23.46).

Penambahannya pada sub soildengan komposisi 25%, 50% dan 75% (S75V25,

S50V50dan S25V75) hanya mampu menaikkan kandungan p-tersedia pada campuran

sub soildengan vermikompos menjadi 19.67 – 24,21 (sedang). Pada media tanam

decanter solid+ fiber (DF100) kandungan p-tersedia tergolong sangat rendah (3.38)

sehingga penambahannya pada sub soildengan komposisi 25%, 50% dan 75%

(S75DF25, S50DF50 dan S25DF75) tidak mempengaruhi kandungan p-tersedia pada

campuran sub soildengan decanter solid+ fiber (tetap sangat rendah).

Hasil analisis kapasitas tukar kation beserta dan kation – kation tukar (K,

Ca, Mg, Na) serta kejenuhan basa, diketahui bahwa pada media top soil(T100)

maupun sub soil(S100) menunjukkan hasil yang cukup variatif mulai dari rendah

hingga sangat tinggi. Hasil analisis tergolong sedang dan tinggi pada K-tukar,

tinggi pada Mg-tukar, bahkan tinggi dan sangat tinggi pada kejenuhan basa,

sedangkan pada kapasitas tukar kation, Ca-tukar dan Na-tukar tergolong rendah

pada kedua media tersebut kecuali untuk Na-tukar yang tergolong sedang pada

media sub soil(S100). Secara umum dapat dilihat bahwa meskipun tergolong

rendah namun angka hasil analisis kapasitas tukar kation beserta dengan kation –

kation tukar (K, Ca, Mg, Na) dan kejenuhan basa menunjukkan bahwa media sub

soil(S100) lebih tinggi dibandingkan media top soil (T100).

Universitas Sumatera Utara


34

Pada media vermikompos (V100) dengan kapasitas tukar kation yang

tergolong sedang, kation – kation tukar dan kejenuhan basa yang sangat tinggi

kecuali pada Ca-tukar yang tergolong rendah, ketika ditambahkan sebanyak 25%,

50% dan 75% (S75V25, S50V50, dan S25V75) pada sub soil juga mampu menaikkan

kapasitas tukar kation, kation – kation tukar dan kejenuhan basa pada masing –

masing komposisi media tersebut, kecuali pada Ca-tukar masing-masing

komposisi media tersebut tetap tergolong rendah.

Pada media decanter solid+ fiber (DF100) yang memiliki kapasitas tukar

kation yang tergolong sedang serta K-tukar, Mg-tukar, dan kejenuhan basa yang

sangat tinggi, ketika ditambahkan sebanyak 25%, 50% dan 75% pada sub soil

juga mampu menaikkan kapasitas tukar kation pada masing – masing campuran

media tersebut secara bertahap, sedangkan kandungan Ca-tukar yang tergolong

sedang pada decanter solid+ fiber (DF100) penambahannya pada sub soil dengan

Ca-tukar rendah hanya mampu menaikkan kandungan Ca-tukar menjadi sedang.

Hal yang berbeda terjadi pada kandungan Na-tukar dimana kandungan Na-tukar

pada sub soil yang justru dapat menaikkan kandungan Na-tukar pada decanter

solid+ fiber.

Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan bahan organik baik itu

vermikompos maupun decanter solid+ fiber pada sub soil akan turut mempengaruhi

sifat kimia campuran media tersebut tergantung dengan berapa banyak jumlah

komposisi yang ditambahkan pada sub soil serta sifat kimia bahan organik yang

ditambahkan.

Universitas Sumatera Utara


35

2. Karakter Agronomi dan Fisiologis

Penggunaan beberapa media tanam berupa top soil, sub soil, bahan organik

yaitu vermikompos, fiber kelapa sawit dan decanter solid, serta berbagai

komposisi antara sub soildengan bahan organik mempengaruhi secara nyata

pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery.

Tinggi Tanaman

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan

media tanam berpengaruh nyata pada tinggi tanaman bibit kelapa sawit di pre

nursery umur 4 sampai 12 MST (lampiran 6 – 15). Tinggi tanaman bibit kelapa

sawit di pre nurseryyang ditanam pada berbagai komposisi media tanam beserta

notasi hasil uji beda rataan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Tinggi Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Pre nursery

Umur Tanaman (MST)


Perlakuan
4 6 8 10 12
……….………..cm……………………
T100 : 100% Top soil 7.73 a 12.93 a 16.69 ab 18.83 ab 21.67 bcd
S100 : 100% Sub soil 6.10 bc 11.39 ab 14.77 bc 17.13 bc 20.70 cde
V100 : 100% vermikompos 7.30 a 12.87 a 17.16 a 20.22 a 25.01 a
DF100 : 100% (DS + fiber) 3.73 d 6.95 d 11.06 d 14.22 d 17.06 f
S75V25 : 75% Sub soil + 25% vermikompos 7.11 ab 12.19 ab 16.49 abc 18.73 ab 23.11 abc
S75DF25 : 75% Sub soil + 25% (DS + fiber) 6.32 bc 11.11 ab 14.31 c 17.01 bc 20.31 cde
S50V50 : 50% Sub soil + 50% vermikompos 7.47 a 12.36 ab 16.57 ab 19.13 a 23.87 ab
S50DF50 : 50% Sub soil + 50% (DS + fiber) 5.65 bc 10.65 b 14.49 bc 16.67 c 19.96 de
S25V75 : 25% Sub soil + 75% vermikompos 7.12 ab 12.34 ab 16.30 abc 19.93 a 24.15 ab
S25DF75 : 25% Sub soil + 75% (DS + fiber) 4.17 d 7.29 c 11.70 d 14.10 d 17.99 ef
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama, berbeda
nyata pada taraf uji 5% menurut uji jarak Duncan.

Pada umur 4 MST bibit kelapa sawit yang ditanam pada media top soil(T100)

menunjukkan respon pertumbuhan tinggi yang lebih tinggi dibandingkan pada

media sub soil(S100). Namun dapat dilihat bahwa penambahan vermikompos pada

sub soildengan berbagai komposisi yaitu 25%, 50% dan 75% (S75V25, S50V50, dan

Universitas Sumatera Utara


36

S25V75) mampu menyaingi tinggi bibit kelapa sawit umur 4 dan 6 MST yang

ditanam pada media tanam 100% top soil(T100). Hal yang sama juga terjadi pada

media tanam 100% vermikompos (V100). Pada umur 8, 10, dan 12 MST media

tanam 100% vermikompos (V100) mampu mengungguli tinggi tanaman bibit

kelapa sawit yang ditanam pada media tanam top soil dimana top soil adalah

media tanam yang lazim digunakan pada pembibitan di perkebunan kelapa sawit.

Penambahan vermikompos yang mampu memperbaiki sifat fisik sub

soilseperti pada Tabel 1 (bulk densitydanporositas) serta menambah unsur hara

pada sub soilyang miskin akan unsur hara (Tabel 2) secara tidak langsung

mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada media tersebut. Hal ini dikarenakan

vermikompos mengandung sejumlah unsur hara seperti hasil penelitian dari

Kaviraj dan Sharma (2003) dimana hasil analisis secara kimia menunjukkan bahwa

kotoran cacing memiliki jumlah magnesium, nitrogen dan potassium yang lebih tinggi

dibandingkan tanah disekitarnya.

Pada media tanam 100% (decanter solid+ fiber kelapa sawit) (DF100)

menunjukkan respon bibit kelapa sawit yang paling kerdil. Namun ketika

decanter solid dan fiber kelapa sawit ditambahkan sub soil dengan berbagai

komposisi yaitu 25%, 50% dan 75% (S75DF25, S50DF50,S25DF75) tinggi bibit

kelapa sawit justru mengalami peningkatan.Pada media tanam 75% Sub soil + 25%

(decanter solid+ fiber kelapa sawit) (S75DF25) bahkan mampu menyamai tinggi

bibit tanaman kelapa sawit pada media tanam sub soil. Hasil ini berbeda pada

media tanam vermikompos. Meskipun vermikompos serta decanter solid+ fiber

kelapa sawit adalah bahan organik namun menambahkan vermikompos pada sub

soilmampu meningkatkan tinggi bibit kelapa sawit, sedangkan pada decanter

Universitas Sumatera Utara


37

solid+ fiber kelapa sawit justru dengan penambahan sub soilpada decanter solid+

fiber kelapa sawit yang dapat meningkatkan tinggi bibit kelapa sawit. Pahan

(2010) menyatakan bahwa persentase nutrisi decanter solid sangat dipengaruhi

oleh kadar air decanter solid itu sendiri.

Lilit batang (cm)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan media tanam

berpengaruh nyata pada lilit batang bibit kelapa sawit di pre nursery umur 6

sampai 12 MST (lampiran 16 – 23). Lilit batang bibit kelapa sawit di pre

nurseryyang ditanam pada berbagai komposisi media tanam beserta notasi hasil

uji beda rataan disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Lilit Batang Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Pre nursery

Umur Tanaman (MST)


Perlakuan
6 8 10 12
..……..………….cm..……..………….
T100 : 100% Top soil 1.57 ab 1.98 a 2.20 a 2.80 ab
S100 : 100% Sub soil 1.37 bc 1.73 bc 2.06 ab 2.55 bc
V100 : 100% vermikompos 1.54 abc 1.92 ab 2.14 ab 2.90 a
DF100 : 100% (DS + fiber) 0.92 d 1.39 d 1.60 c 1.93 d
S75V25 : 75% Sub soil + 25% vermikompos 1.55 abc 1.94 ab 2.16 ab 2.72 abc
S75DF25: 75% Sub soil + 25% (DS + fiber) 1.40 abc 1.83 ab 2.06 ab 2.60 abc
S50V50 : 50% Sub soil + 50% vermikompos 1.65 a 2.04 a 2.21 a 2.89 a
S50DF50: 50% Sub soil + 50% (DS + fiber) 1.31 c 1.72 bc 1.94 b 2.49 c
S25V75 : 25% Sub soil + 75% vermikompos 1.58 ab 1.96 ab 2.21 a 2.77 abc
S25DF75 : 25% Sub soil + 75% (DS + fiber) 1.08 d 1.53 cd 1.66 c 2.20 d
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama, berbeda
nyata pada taraf uji 5% menurut uji jarak Duncan.

Hasil tertinggi untuk lilit batang bibit kelapa sawit justru terdapat pada

kombinasi media tanam50% Sub soil + 50% vermikompos (S50V50) yang

mengungguli lilit batang bibit kelapa sawit yang ditanam pada media tanam

standarnya yaitu top soil100% (T100) meskipun hasil tersebut tidak berbeda nyata

Universitas Sumatera Utara


38

(Tabel 4). Begitu juga dengan penggunaan media tanam vermikompos 100%

(V100) serta kombinasi media tanam sub soildengan vermikompos pada komposisi

75% + 25% dan 25% + 75% (S75V25dan S25V75) juga menunjukkan hasil yang

lebih tinggi dibandingkan dengan hanya menggunakan media tanam sub soil100%

(S100).

Sejalan dengan hasil pada tinggi bibit kelapa sawit, penggunaan media

tanam 100% (decanter solid+ fiber kelapa sawit) (DF100) juga menunjukkan hasil

terendah untuk lilit batang bibit kelapa sawit pada seluruh umur pengamatan.

Media tanam decanter solid+fiber kelapa sawit yang dikombinasikan dengan sub

soilpada komposisi 50% + 50% dan 25% + 75% (S50DF50 dan S25DF75) juga akan

meningkatan lilit batang bibit kelapa sawit meskipun belum mencapai lilit batang

bibit kelapa sawit dengan menggunakan media tanam sub soil. Hal yang berbeda

terjadi pada media tanam (decanter solid+ fiber kelapa sawit) (S75DF25)

yangjustru mampu mengungguli lilit batang bibit kelapa sawit pada media tanam

sub soil.

Hal tersebut menunjukkan bahwa media tanam top soilyang kaya akan

unsur hara ternyata dapat digantikan dengan sub soilyang miskin akan unsur hara

namun dengan cara menambahkan bahan organik yang tepat pada sub

soiltersebut. Pada penelitian ini terbukti bahwa sub soilyang dicampur dengan

bahan organik berupa vemikompos mampu menyaingi lilit batang bibit kelapa

sawit pada komposisi perbandingan vemikompos terendah yaitu 25%. Ketika

komposisi antara sub soil dengan vermikompos dalam jumlah seimbang

(50%:50%) justru mampu mengungguli lilit batang bibit kelapa sawit yang

ditanam pada mediatanamtop soil. Hal ini disebabkan karena penambahan

Universitas Sumatera Utara


39

vermikompos pada sub soil mampu meningkatkan kandungan unsur hara pada sub

soil sehingga dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman.Berbeda

dengan penambahan decanter solid+ fiber kelapa sawit pada sub soilyang belum

mampu mencukupi kebutuhan nutrisi tanaman sehingga tidak dapat meningkatkan

pertumbuhan bibit kelapa sawit.

Bobot Basah Tajuk, Bobot Basah Akar, Bobot Kering Tajuk, Bobot Kering
Akar, dan Rasio Akar/tajuk
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan media tanam

berpengaruh nyata pada bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk,

serta bobot kering akar bibit kelapa sawit di pre nursery, namun tidak

berpengaruh nyata pada rasio akar/tajuk (lampiran 24 – 33). Bobot basah dan

kering serta rasio tajuk dan akar bibit kelapa sawit di pre nurseryyang ditanam

pada berbagai komposisi media tanam beserta notasi hasil uji beda rataan

disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Bobot Basah Tajuk, Bobot Basah Akar, Bobot Kering Tajuk, Bobot
Kering Akar, dan Rasio Akar/Tajuk Bibit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq) di Pre nursery

Bobot Bobot Bobot Bobot Rasio


Perlakuan basah basah kering kering Akar/
tajuk akar tajuk akar Tajuk
..……..………….g……………….
T100 : 100% Top soil 5.95 cd 2.00 bc 1.79 cd 0.74 a 0.42
S100 : 100% Sub soil 4.99 d 1.63 bc 1.48 de 0.61 bc 0.41
V100 : 100% vermikompos 10.41 a 2.99 a 3.01 a 0.89 a 0.30
DF100 : 100% (DS + fiber) 2.59 e 0.45 d 0.68 f 0.18 e 0.27
S75V25 : 75% Sub soil + 25% vermikompos 8.58 ab 1.93 bc 2.52 ab 0.72 ab 0.29
S75DF25: 75% Sub soil + 25% (DS + fiber) 5.43 d 1.30 bc 1.56 de 0.57 bc 0.40
S50V50 : 50% Sub soil + 50% vermikompos 7.95 bc 2.18 ab 2.44 abc 0.78 a 0.32
S50DF50: 50% Sub soil + 50% (DS + fiber) 4.22 de 1.22 cd 1.07 ef 0.53 c 0.50
S25V75 : 25% Sub soil + 75% vermikompos 7.90 bc 1.95 bc 2.11 bcd 0.70 ab 0.34
S25DF75 : 25% Sub soil + 75% (DS + fiber) 5.05 d 1.58 bc 1.63 de 0.36 d 0.24
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama, berbeda nyata
pada taraf uji 5% menurut uji jarak Duncan.

Universitas Sumatera Utara


40

Pada media tanam sub soil(S100) yang miskin akan unsur hara, diperoleh

bobot basah serta bobot kering tajuk dan akar yang lebih rendah jika dibandingkan

dengan bobot basah serta bobot kering tajuk dan akar bibit kelapa sawit yang

ditanam pada media tanam 100% top soil(T100). Namun penambahan sebanyak

25%, 50% dan 75% vermikompos (S75V25, S50V50, S25V75) pada sub soil, secara

signifikan mampu meningkatkan bobot basah tajuk dan akar bibit kelapa sawit.

Respon tersebut bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan bobot basah tajuk

dan akar bibit kelapa sawit yang ditanam pada media standarnya yaitu top

soilmeskipun tidak berbeda nyata.

Pada media tanam 100% decanter solid+ fiber(DF100) bobot basah serta bobot

kering tajuk dan akar bibit kelapa sawit tidak menunjukkan respon yang baik dilihat

dari rendahnya bobot basah serta kering akar dan tajuk bibit kelapa sawit. Hasilnya

bahkan lebih rendah jika bandingkan bobot basah serta bobot kering tajuk dan akar

bibit kelapa sawit yang ditanam pada media sub soil.

Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun decanter solid+ fiberjuga

merupakan bahan organik, tetapi miskin akan unsur hara P yang merupakan salah

satu nutrisi utama untuk pertumbuhan tanaman (Tabel 2) sehingga tidak dapat

membantu meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery.

Saat decanter solid+ fiberditambahkan pada sub soilsebanyak 25%, 50% dan

75% (S75DF25, S50DF50, dan S25DF75) mampu meningkatkan bobot basah serta

bobot kering tajuk dan akar jika dibandingkan dengan yang ditanam di media 100%

decanter solid+ fiber(DF100). Namun hasil tersebut tetap tidak berbeda nyata dengan

bobot basah tajuk dan akar bibit kelapa sawit yang ditanam pada media 100% top

Universitas Sumatera Utara


41

soil(T100) dan 100% sub soil(S100).Fiber dicampurkan pada decanter solidagar

tekstur media lebih gembur dan tidak padat.

Bobot basah tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh ketersedian unsur hara di

dalam media tanam tapi dipengaruhi juga oleh kemampuan tanaman untuk menyerap

air yang terkandung di dalam media tanam. Media tanam yang baik memiliki aerasi

tanah yang baik pula sehingga akar tanaman akan lebih mudah berkembang dan

respirasi akar tanaman juga akan lebih baik. Penambahan bahan organik

(vermikompos, decanter solid dan fiber) pada sub soil mampu memperbaiki sifat fisik

media tanam tersebut. Bahan organik merupakan komponen tanah yang penting

dalam perbaikan dan peningkatan sifat-sifat tanah. Bahan organik dapat memperbaiki

sifat fisik tanah, memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah (Surya et al., 2017).

4.6.2. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup

signifikan antara pertumbuhan bibit kelapa sawit yang ditanam pada media 100%

top soil (T100) dengan media 100% sub soil (S100). Namun penggunaan media sub

soil yang ditambahkan vermikompos pada komposisi 25%, 50% dsn 75% (S75V25,

S50V50dan S25V75) ternyata mampu menyamai bahkan mengguli pertumbuhan bibit

kelapa sawit yang ditanam pada media top soil. Penambahan vermikompos pada

sub soil mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia media tersebut sehingga dapat

digunakan sebagai media tanam pada pembibitan kelapa sawit bahkan pada

komposisi terendah (25% vermikompos) (S75V25). Hal yang sama juga terjadi pada

media 100% vermikompos (V100).

Penambahan vermikompos pada media sub soil selain mampu memperbaiki

sifat fisik (bulk density dan porositas) (Tabel 1) juga mampu memperbaiki sifat

Universitas Sumatera Utara


42

kimia sub soil(Tabel 2) terutama karena kandungan N, P dan K nya yang cukup

tinggi yang secara tidak langsung akan turut mempengaruhi pertumbuhan tanaman

melalui banyak proses kimia di dalam tanah. Penambahan vermikompos juga turut

menyumbangkan unsur hara pada sub soil yang diketahui memiliki tingkat

kesuburan yang rendah sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman

mulai dari tinggi tanaman, lilit batang, hingga bobot basah serta kering tajuk dan

akar bibit kelapa sawit.

Hasil analisis terbukti menunjukkan bahwa vermikompos mempunyai sifat

kimia yang lebih unggul dibandingkan dengan top soil dan sub soil (Tabel 2).

Terbukti pada penggunaan media tanam 100% vermikompos (V100)dan

penambahan vermikompos pada sub soildengan berbagai komposisi (S75V25, S50V50,

dan S25V75) mampu meningkatkanpertumbuhan bibit kelapa sawit baik itu tinggi

bibit maupun lilit batang (Tabel 3 dan 4). Hal ini menunjukkan bahwa

vermikompos berkontribusi dalam memperbaiki sifat kimia pada subsoil.

Menggunakan vermikompos telah diketahui memberikan keuntungan ketika

digunakan secara total atau parsial pengganti pupuk mineral dalam media pot rumah

kaca buatan berbasis gambut maupun sebagai pengganti tanah dalam studi lapangan

(Lazcano and Dominguez, 2011).

Sejalan dengan hasil pada tinggi bibit dan lilit batang, penggunaan 100%

vermikompos (V100) sebagai media tanam bibit kelapa sawit juga mampu

meningkatkan bobot basah serta bobot kering tajuk dan akar bibit kelapa sawit jika

dibandingkan dengan berat pada media 100% top soil(T100). Bobot basah tajuk

meningkat hingga 43% dan 33% pada bobot basah akar bahkan berbeda nyata

dengan bobot basah pada media top soil. Bobot kering tajuk meningkat hingga 62%

Universitas Sumatera Utara


43

dan berbeda nyata dengan bobot kering pada media 100% top soil(T100), sedangkan

bobot kering akar meningkat 20% namun tidak berbeda nyata dengan bobot kering

akar pada media top soil(Tabel 5). Penelitian Sabrina et al., (2013) menunjukkan

bahwa pemberian vermikompos mampu meningkatkan bobot kering rumput setaria

(Setaria splendida) dibandingkan dengan pemberian mikoriza arbuskular, tandan

buah kosong kelapa sawit, rock fosfat dan juga cacing tanah karena serapan hara

rumput yang diberi vermikompos secara umum lebih tinggi.

Vermikompos kaya akan unsur hara seperti C-organik, nitrogen, P-tersedia

hingga sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit mulai dari

tinggi hingga diamater batangnya sehingga berpengaruh pula pada berat tanaman.

Vermikompos memiliki banyak kelebihan jika dibandingkan dengan pupuk organik

lain, karena vermikompos kaya akan unsur hara makro dan mikro esensial serta

mengandung hormon tumbuh tanaman seperti auksin, giberelin dan sitokinin yang

mutlak dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang maksimal (Sirwin et al.,

2007).

Selain mengandung unsur hara, vermikompos juga mengandung asam humat

yang tinggi. Hasil penelitian Sabrina et al., (2013) menunjukkan bahwa

vermikompos mengandung asam humat 100% lebih tinggi dibandingkan dengan

pupuk kompos. Asam humat merupakan sumber nutrisi bagi mikroba dalam tanah,

sehingga akan meningkatkan pertumbuhan dan aktivitasnya dalam tanah yang

berperan dalam siklus unsur hara. Hal ini lah yang menyebabkan ketika sub soil

yang miskin unsur hara dicampur dengan vermikompos, komposisi media tersebut

dapat digunakan untuk permbibitan kelapa sawit.

Universitas Sumatera Utara


44

Vermikompos juga berisi sebagian besar nutrien yang dibutuhkan oleh

tanaman dalam bentuk nitrat, fosfat, kalsium dan potassium yang mudah larut

(Azarmi et al., 2008). Penambahan nitrogen berasal dari produk metabolit cacing

tanah yang dikembalikan tanah melalui kotoran, urin, mukus, dan jaringan yang

berasal dari cacing yang telah mati selama vermicomposting berlangsung (Amsath

dan Sukumaran, 2008).

Kecambah kelapa sawit yang ditanam pada media tanam 100% (decanter

solid+ fiber)(DF100) menunjukkan respon yang tidak baik terhadap pertumbuhan

bibit kelapa sawit. Tinggi bibit dan lilit batang bibit kelapa sawit yang ditanam

pada media tanam 100% (decanter solid+ fiber)(DF100) menunjukkan hasil terendah

dan berbeda nyata dengan tinggi bibit dan lilit batang bibit kelapa sawit yang

ditanam pada media tanam100% TS(T100) (Tabel 3 dan 4). Berdasarkan hasil

analisis media tanam diketahui bahwa 100% (decanter solid+ fiber)(DF100)

mengandung P-available yang sangat rendah (Tabel 2). Rendahnya unsur P sebagai

unsur hara makro dimedia bibit merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi

proses pertumbuhan tanaman (Maryani, 2018).

Hal yang sama terjadi pada bibit kelapa sawit yang ditanam pada media

tanam 100% decanter solid+ fiber(DF100) yang memiliki bobot basah serta bobot

kering tajuk dan akar yang lebih rendah dibandingkan bobot basah serta bobot

kering tajuk dan akar bibit kelapa sawit yang ditanam pada media sub soilbahkan

berbeda nyata dengan seluruh bobot basah serta bobot kering tajuk dan akar yang

ditanam pada media tanam lainnya.

Penggunaan media tanam 75% SS + 25% (decanter solid+ fiber) (S75DF25)

dan 50% SS + 50% (decanter solid+ fiber) (S50DF50)menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


45

pertumbuhanbibit kelapa sawit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan

pertumbuhan bibit kelapa sawit pada media tanam 100% (decanter solid+

fiber)(DF100) meskipun belum mencapai pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit

pada media tanam sub soil. Ketika sub soil bercampur dengan decanter solid, hal

tersebut menyebabkan tekstur media tanam menjadi lebih baik sehingga

perkembangan perakaran tanam dapat lebih baik yang tentu saja akan turut

mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah yang digunakan sebagai media

tanam pertumbuhan tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan baik untuk

perakaran maupun bagian tanaman yang lainnya (Afrillah et al., 2015).

Pada komposisi media tanam 75% SS + 25% (decanter solid+ fiber)

(S75DF25) pertumbuhan bibit kelapa sawit berbeda nyata dengan pertumbuhan bibit

kelapa sawit pada media tanam sub soil(Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa

meskipun sub soil miskin akan unsur hara, namun mencampurkannya dengan

decanter solid+ fibermampu memperbaiki sifat fisik tanah dan kemampuan tanah

menahan air bertambah baik. Perbaikan sifat fisik tanah tersebut berdampak positif

terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit. Pertumbuhan bibit kelapa sawit juga

dapat dipicu dari penyediaan media tanam dengan memperhatikan aerasi dan

ketersediaan air. Kelapa sawit memiliki perakaran serabut, sehingga mudah

mengalami cekaman kekeringan (Dwiyana et al., 2015).

Penggunaan decanter solidsebagai media tanam dalam berbagai komposisi

terbukti berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit meskipun pada

beberap komposisi justru menunjukkan respon negatif. Hasil penelitian Nasution et

al. (2014) juga menunjukkan bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam

decanter soliddan tandan kosong kelapa sawit pada pertumbuhan bibit kelapa sawit

Universitas Sumatera Utara


46

dalam sistem single stage memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi bibit, lilit

batang, bobot kering akar dan bobot kering tajuk.

Unsur hara utama decanter solidkering antara lain Nitrogen (N) 1,47%,

Pospor (P) 0,17%, Kalium (K) 0,99%, Kalsium (Ca) 1.19%, Magnesium (Mg)

0,24% dan C-Organik 14,4%, sedangkan fiber biasanya hanya digunakan sebagai

bahan bakar(Yuniza, 2015).Fiber dicampurkan pada decanter solidagar tekstur

media lebih gembur dan tidak padat, namun fiber diketahui miskin akan unsur hara

dimana fiber biasanya hanya digunakan sebagai bahan bakar, bahan kerajinan

maupun pakan ternak. Hal ini lah yang membuat penggunaan media 100% decanter

solid+ fibermaupun yang sudah dicampur dengan sub soil tidak berpengaruh positif

bagi pertumbuhan tanaman. 25% limbah padat dari pabrik kelapa sawit seperti

empty fruit bunches (EFB), palm kernel shell (PKS), mesocarp fiber (MF), biasanya

digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan listrik di pabrik kelapa sawit

sehingga secara bersamaan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar

fosil(Umar et al., 2013).

Pada media tanam sub soil(S100) yang miskin akan unsur hara, diperoleh

bobot basah serta bobot kering tajuk dan akar yang lebih rendah jika dibandingkan

dengan yang ditanam pada media tanam 100% top soil(T100). Namun penambahan

sebanyak 25%, 50% dan 75% vermikompos (S75V25, S50V50, S25V75) pada sub soil,

secara nyata mampu meningkatkan bobot basah serta bobot kering tajuk dan akar

bibit kelapa sawit bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan bobot basah serta

bobot kering tajuk dan akar bibit kelapa sawit yang ditanam pada media standarnya

yaitu top soilmeskipun tidak berbeda nyata. Rahmah (2014) adanya peningkatan

biomassa dikarenakan tanaman menyerap air dan hara lebih banyak,unsur hara

Universitas Sumatera Utara


47

memacu perkembangan organ pada tanaman seperti akar, sehingga tanaman dapat

menyerap hara dan air lebih banyak selanjutnya aktifitas fotosintesis akan

meningkat dan mempengaruhi peningkatan bobot basah dan bobot kering tanaman.

Tanaman masih membutuhkan banyak energi maupun unsur hara agar

peningkatan jumlah maupun ukuran sel dapat mencapai optimal serta memungkinkan

adanya peningkatan kandungan air tanaman yang optimal pula (Lahadassy, 2007).

Biomassa merupakan salah satu indikator pertumbuhan tanaman. Nilai bobot

kering tanaman yang tinggi menunjukkan terjadinya peningkatan proses fotosintesis

karena unsur hara yang diperlukan cukup tersedia. Hal tersebut berhubungan

dengan hasil fotosintat yang ditranslokasikan ke seluruh organ tanaman untuk

pertumbuhan tanaman, sehingga memberikan pengaruh yang nyata pada biomassa

tanaman (Anjarsary et al., 2007). Semakin tinggi bobot kering tanaman,

menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan memiliki kandungan unsur hara

yang cukup tersedia bagi tanaman, seperti pada media tanam 100% vermikompos

(V100) dan juga sub soil yang dicampurkan 25%, 50% dan 75% vermikompos

(S75V25, S50V50, S25V75). Hasil penelitian (Lazcano and Dominguez, 2011)

menemukan bahwa 25% vermikompos dapat mempertahankan produktivitas

tanaman jagung setara dengan penggunaan 100% pemupukan anorganik.

Bobot kering tanaman (akar dan tajuk) menunjukkan tingkat efesiensi

metabolisme dari tanaman tersebut. Akumulasi bahan kering digunakan sebagai

indikator ukuran pertumbuhan. Akumulasi bahan kering mencerminkan

kemampuan tanaman dalam mengikat energy dari cahaya matahari melalui proses

fotosintesis, serta interaksi dengan faktor lingkungan lainnya (Fried dan

Universitas Sumatera Utara


48

Hademenos, 2000). Unsur hara yang telah diserap akar memberi kontribusi

terhadap pertambahan bobot kering tanaman (Suryaningrum et al., 2018).

Rasio tajuk akar adalah pertumbuhan satu bagian tanaman diikuti dengan

pertumbuhan bagian tanaman lainnya, dengan kata lain semakin baik

perkembangan akar tanaman, maka semakin baik pula perkembangan tajuk

tanaman tersebut. Rasio akar/tajuk merupakan faktor penting dalam pertumbuhan

tanaman yang mencerminkan kemampuan dalam penyerapan unsur hara serta

proses metabolisme yang terjadi pada tanaman. Hal ini lah yang membuat

penggunaan berbagai komposisi media tanam tidak berpengaruh nyata pada

variabel rasio akar/tajuk, karena perkembangan akar tanaman pada masing – masing

komposisi media tanam sejalan dengan perkembangan tajuknya. Meskipun

pertumbuhan tanaman pada media tanam 100% vermikompos (V100) terlihat yang

paling baik, sedangkan pada media tanam 100% decanter solid+ fiber (DF100)

terlihat afkir, namun perbandingan antara perkembangan akar dengan tajuknya

hampir sama.

4.7. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery pada media top soil lebih

tinggi dibandingkan pada media sub soil.

2. Penambahan bahan organik yaitu vermikompos serta decanter solid+ fiber

pada sub soilmampu meningkatkan jumlah unsur harapada sub soil dan

memperbaiki sifat fisik sub soil.

Universitas Sumatera Utara


49

3. Media vermikompos menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre

nurserytertinggi.

4. Media tanam campuran sub soil dengan vermikompos pada berbagai

komposisi mampu meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre

nurserydibandingkan pada media top soildan sub soil.

5. Vermikompos dapat menggantikan penggunaan tanah pada pembibitan

kelapa sawit di pre nursery.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
EFEKTIVITAS BERBAGAI KOMPOSISI TANAH DAN BAHAN
ORGANIK SEBAGAI MEDIA TANAM PADA PEMBIBITAN KELAPA
SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI MAIN NURSERY

5.1. Pendahuluan

Setelah tiga bulan di pre nurserybibit siap dipindah tanamkan ke main

nurseryhinga mencapai umur bibit 12 bulan. Tahapannya adalah pengisian polybag,

pembuatan lubang tanam, transplanting, pemupukan, penyiraman, pengendalian

OPT, sensus, seleksi, pemberikan pupuk tambahan, konsolidasi atau pengaturan

posisi bibit (Huzaifi, 2014). Pembibitan utama (main nursery) memerlukan lahan

yang luas karena bibit ditanam dengan jarak tanam yang lebih lebar. Lokasi

pembibitan harus tersedia sumber air yang mencukupi kebutuhan pembibitan.

Areal pembibitan harus terbuka, bebas dari gulma, dan terhindar dari

gangguan hewan liar (Setyamidjaja, 2006). Main nurserybibit diletakkan dengan

jarak tanam 90 x 90 x 90 cm atau dalam satu ha bersisi sebanyak 12.000 bibit

(Lubis, 2008). Tidak semua bibit yang disemaikan di pembibitan awal dan

dipelihara di pembibitan utama akan berkembang menjadi bibit yang unggul.

Sekitar 25% dari jumlah benih yang akan disemaikan akan diafkir dari pembibitan

karena tumbuh abnormal (Darmosarkoro et al., 2008).

Polybag yang digunakan di main nurseryadalah polybag berukuran 50 x 40

cm dengan kapasitas polybag 15 - 20 kg. Hal ini tentu saja akan lebih menguras

penggunaan top soilyang lebih banyak dibandingkan di pre nursery.Jika hasil

seleksi bibit di pre nurserymenyisakan 175 – 180 bibit yang harus dipindahkan ke

main nurserymaka kebutuhan jumlah top soil yang digunakan main nurseryuntuk

luas areal penanaman bibit 500 ha adalah 1750 – 1800 ton top soil.

Universitas Sumatera Utara


51

Penggunaan campuran sub soildengan bahan organik (decanter solid+ fiber

kelapa sawit dan vermikompos) dengan berbagai komposisi terbukti berpengaruh

nyata terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery bahkan dengan

media vermikompos dan campuran antara vermikompos dengan sub

soilpertumbuhan bibit kelapa sawit lebih baik dibandingkan bibit kelapa sawit

yang ditanam pada media top soil.

5.2. Tujuan Penelitian

Menguji efektifitas berbagai media tanam pengganti pada pembibitan kelapa

sawit di main nursery selain top soil.

5.3. Metode Penelitian

Penelitian tahap dua dilakukan di main nursery yang merupakan penelitian

lanjutan dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian pada pre nurserydengan

menggunakan perlakuan berupa media tanam hasil seleksi dari penelitian pertama.

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok faktorial dengan dua

faktor yang diteliti yaitu:

1. Media tanam awal yang terdiri dari 7 jenis media tanam yakni:

T100 : 100% top soil

S100 : 100% Sub soil

V100 : 100% vermikompos

S75V25 : 75% Sub soil + 25% vermikompos

S50V50 : 50% Sub soil + 50% vermikompos

S25V75 : 25% Sub soil + 75% vermikompos

S75DF25 : 75% Sub soil + 25% (decanter solid+ fiber kelapa sawit)

Universitas Sumatera Utara


52

2. Media tanam lanjutan terdiri dari 2 jenis media tanam yaitu:

Msp : sama dengan media tanam pre nursery

S100 : sub soil

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot penelitian : 42 plot

Jumlah tanaman per plot : 4 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 168 tanaman

Jarak tanam : 90 cm x 90 cm

Data hasil penelitian kedua akan dianalisis menggunakan Analysis of

Variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji beda rataan menurut Duncan

(DMRT), dengan model linier Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial

sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + Mj + Tk + (MT)jk + ∑ijk

Keterangan :
Yijk : Data pengamatan pada blok ke-i, faktor M pada taraf ke-j dan faktor T
pada pada taraf ke-k
µ : Efek nilai tengah

αi : Efek dari blok ke-i

Mj : Efek dari perlakuan faktor M pada taraf ke-j

Tk : Efek dari faktor T dan taraf ke-k

(MT)jk : Efek interaksi faktor M pada taraf ke-j dan faktor T pada taraf ke-k
∑ijk : Efek error pada blok ke-i, faktor M pada taraf-j dan faktor T pada taraf
ke-k

Universitas Sumatera Utara


53

5.4. Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Areal

Areal yang dipilih adalah areal yang dekat dengan penelitian pertama yaitu

pre nurserydan juga dekat dengan sumber air. Pada penelitian kedua, pembibitan

tidak lagi menggunakan naungan sehingga lokasi penelitian tidak lagi berada di

areal yang sama dengan penelitian pertama. Areal yang dipilih juga dibersihkan

dari gulma dan sisa – sisa tanaman.

Pengisian Polybag

Polybag yang digunakan pada penelitian kedua yaitu main nurseryadalah

polybaghitam berukuran 50 cm x 40 cm dengan kapasitas 12 kg. Polybag diisi

sesuai dengan perlakuan masing - masing yang terdiri dari media tanam yang

sama dengan media pada pre nursery dan juga media tanam tanah sub soilmasing

– masing 4 polybag. Media tanam harus ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan

komposisinya masing - masing untuk kemudian baru dapat digunakan. Polybag

diisi dengan media tanam hingga ketinggian 2 cm dari bibir polybaglalu polybag

diguncang- guncang untuk memadatkan media tanamnya.

Pemindahan Bibit

Sehari sebelum pemindahan bibit, media tanam disiram air sampai jenuh agar

mudah untuk dilubangi, sedangkan bibit pada pre nursery juga disiram sampai jenuh

agar media tanam memadat sehingga tidak hancur ketika dipindahkan ke polybagmain

nursery. Buat lubang tanam dengan ukuran sesuai ukuran polybagpada pre nursery.

Polybagpada pembibitan pre nursery disayat pada bagian lilitan bawahnya,

kemudian diletakkan pada polybagmain nursery lalu lanjutkan sayatan pada

Universitas Sumatera Utara


54

bagian kanan dan kiri polybagbibit pre nursery secara vertikal. Bibit diletakkan

pada lubang tanam, lalu tarik polybag secara perlahan sambil memastikan agar

tanah pada bibit pre nursery tidak pecah. Isi rongga-rongga yang ada pada lubang

tanam dengan media tanam sesuai perlakuan, setelah selesai semua tanaman

disiram sampai jenuh agar media tanam kembali memadat.

Dipindahkan beserta
dengan media awal

Media pre nursery


(faktor 1)

Media main nursery


(faktor 2)

Gambar 2. Pelaksanaan penelitian tahap II padamain nursery

Pemeliharaan

Penyiraman

Penyiraman pada bibit kelapa sawit dilakukan setiap hari pada pagi dan sore

hari. Penyiraman dilakukan dengan dosis 2 liter air/penyiraman. Namun apabila

Penyiangan

Penyiangan dilakukan untuk menjaga agar bibit bebas dari gulma. Penyiangan

dilakukan di dalam polybag secara manual agar tidak terjadi persaingan dalam

mendapatkan asupan hara antara tanaman utama dengan gulma, sedangkan pada

gulma yang berada di luar polybagdapat dilakukan pengendalian secara kimiawi.

Universitas Sumatera Utara


55

Pemupukan

Pemupukan diberikan sesuai dengan dosis anjuran. Pemupukan diberikan

dengan cara ditaburkan merata membentuk lilitan pada sekeliling bibit dengan

jarak 5 cm dari pangkal batang bibit.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalikan hama tetap dilakukan secara mekanis sedangkan

pengendalian penyakit dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Apabila telah

terlihat gejala penyakit maka dilakukan penyemprotan dengan menggunakan

pestisida yang sama seperti yang digunakan pada pre nursery .

5.5. Parameter Pengamatan

Adapun parameter yang diamati meliputi:

a. Tinggi Bibit (cm)

Tinggi bibit diukur dari pangkal sampai ke ujung daun termuda yang telah

terbuka sempurna. Terlebih dahulu daun tersebut dicari kemudian ditegakkan

secara vertikal lalu diukur tinggimya. Tinggi bibit diukur pada saat tanaman

berumur 2 MSPT (minggu setelah pindah tanam) sampai 10 MSPT dengan

interval pengukuran 2 minggu sekali.

b. Lilit batang (cm)

Lilit batang diukur sejak tanaman berumur 2 MSPT sampai 10 MSPT dengan

interval pengukuran 2 minggu sekali. Lilit batang diukur dengan menggunakan

scalifer sekitar 1 cm dari permukaan tanah dengan cara mengukur dua sisi batang

yang berlawanan, nilainya dijumlahkan lalu dirata-ratakan, kemudian angka

tersebut dikonversikan ke rumus keliling lilitan yaitu 2πr.

Universitas Sumatera Utara


56

5.6. Hasil dan Pembahaan

5.6.1. Hasil

Setelah tiga bulan berada di pre nursery, pembibitan dilanjutkan selama

tiga bulan di main nursery. Pada pembibitan di main nurserydilakukan

pengukuran pada parameter tinggi bibit dan lilit batang bibit kelapa sawit.

1. Tinggi Bibit (cm)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam awal

berpengaruh nyata pada tinggi bibit kelapa sawit di main nursery umur 2–10

MSPT (minggu setelah pindah tanam). Media tanam lanjutan tidak berpengaruh

nyata terhadap tinggi bibit kelapa sawit pada semua umur pengamatan. Interaksi

antara media tanam awal dengan media tanam lanjutan tidak berpengaruh nyata

pada tinggi bibit kelapa sawit di semua umur pengamatan (Lampiran 33 – 42).

Tabel 6. Tinggi Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Main nursery
Umur Tanaman (MSPT)
Perlakuan
2 4 6 8 10
Media Tanam Awal …………….……….cm………………
T100 : 100% Top soil 29.07 abc 32.65 abc 35.72 ab 40.18 ab 45.34
S100 : 100% Sub soil 26.65 c 30.27 c 34.13 b 37.08 b 44.10
V100 : 100% vermikompos 33.56 a 37.01 a 39.73 a 42.48 a 48.26
S75V25 : 75% Sub soil + 25% vermikompos 31.53 abc 35.02 ab 37.76 ab 41.29 ab 49.52
S50V50 : 50% Sub soil + 50% vermikompos 31.12 abc 34.33 abc 37.28 ab 40.53 ab 48.33
S25V75 : 25% Sub soil + 75% vermikompos 33.46 ab 36.33 a 38.78 ab 42.66 a 47.85
S75DF25: 75% Sub soil + 25% (DS + fiber) 28.50 bc 31.35 bc 34.81 b 38.26 ab 46.43
Media Tanam Lanjutan
Msp: sama dengan media tanam pre
30.90 34.48 37.43 41.11 48.03
nursery
S100 : Sub soil 30.21 33.22 36.34 39.59 46.20
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama, berbeda
nyata pada taraf uji 5% menurut uji jarak Duncan.

Media tanam 100% vermikompos (V100) menghasilkan pertumbuhan bibit

kelapa sawit paling tinggi diumur 2 MSPT – 8 MSPT. Campuran antara sub

Universitas Sumatera Utara


57

soildengan vermikompos pada berbagai komposisi yaitu 75%, 50%, 25% (S75V25,

S50V50danS25V75), juga meningkatkan tinggi bibit kelapa sawit dibandingkan

tinggi bibit kelapa sawit pada media 100% sub soil(S100) dan 100% top soil(T100).

Terlihat bahwa penggunaan vermikompos (V100) sebagai media tanam pembibitan

kelapa sawit di pre nurserymasih berpengaruh cukup baik hingga ke pembibitan

di main nursery. Penggunaan media tanam 75% Sub soil + 25% (decanter solid+

fiber) (S75DF25) menghasilkan tinggi bibit kelapa sawit yang lebih rendah

dibandingkan dengan media tanam 100% top soil(T100) namun lebih tinggi

dibandingkan dengan media tanam 100% sub soil(S100) (Tabel 6).

Pada media tanam lanjutan, bibit kelapa sawit yang ditanam dengan

menggunakan media tanam yang sama seperti pada saat di pre nursery(Msp)

maupun bibit yang ditanam pada media tanam sub soil (S100) tidak menunjukkan

perbedaan yang cukup signifikan. Terlihat bahwa bibit yang ditanam pada media

yang sama seperti pada media tanam pre nursey (Msp) hanya lebih tinggi 2,23%

pada umur 2minggu setelah pindah tanam main nursery dan naik menjadi 3,81%

pada umur 10minggu setelah pindah tanam main nursery jika dibandingkan

dengan media tanam sub soil (S100). Hal ini menunjukkan bahwa jika kecambah

kelapa sawit ditanam pada media tanam yang tepat sejak awal di pre

nurserykemudian ketika main nurserybibit kelapa sawit dipindahkan ke media

tanam sub soil hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan bibit kelapa

sawit (Tabel 6).

Hubungan interaksi antara media tanam awal dengan media tanam lanjutan

terhadap tinggi bibit kelapa sawit di main nursery dapat dilihat pada Gambar 3.

Universitas Sumatera Utara


58

40,00 2 MSPT 40,00 4 MSPT


35,00 35,00
30,00 30,00
25,00 25,00
20,00 20,00
15,00 15,00
10,00 10,00
5,00 5,00
0,00 0,00
Msp S100 Msp S100
Media tanam lanjutan Media tanam lanjutan

50,00 6 MSPT 50,00 8 MSPT


40,00 40,00
Tinggi Bibit (cm)

30,00 30,00
20,00 20,00
10,00 10,00
0,00 0,00
Msp S100 Msp S100
Media tanam lanjutan Media tanam lanjutan

60,00 10 MSPT Keterangan:


50,00 : T100(100% Top soil)
40,00 : S100 (100% Sub soil)
: V100 (100% vermikompos)
30,00
: S75V25(75% SS + 25% V)
20,00
: S50V50(50% SS + 50% V)
10,00 : S25V75(25% SS + 75% V)
0,00 : S75DF25 (75% SS + 25% (DS + fiber)
Msp S100
MSPT : Minggu setelah pindah tanam
Media tanam lanjutan

Gambar 3. Interaksi antara media tanam awal dengan media tanam lanjutan
terhadap tinggi bibit kelapa sawit di main nursery

Interaksi antara media tanam awal dengan media tanam lanjutan berupa

media tanam yang sama dengan media tanam pre nursery (Msp) menghasilkan

tinggi bibit yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa media tanam awal yang

terdiri dari beberapa komposisi media tanam yang dicampur dengan vermikompos

Universitas Sumatera Utara


59

mampu sedikit memacu pertumbuhan bibit kelapa sawit dibandingkan dengan

menggunakan media tanam lanjutan berupa sub soil (S100) (Gambar 3).

Tidak adanya interaksi antara media tanam awal dengan media tanam

lanjutan di main nursery menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit kelapa sawit

tidak hanya dipengaruhi media tanam, namun juga tindakan kultur teknis lainnya,

faktor lingkungan serta faktor internal. Fotosintesis pada bibit kelapa sawit

dimulai pada umur satu bulan yaitu ketika daun pertama telah terbentuk dan

selanjutnya secara berangsur-angsur peranan endosperm sebagai suplai bahan

makanan mulai tergantikan. Pertumbuhan bibit banyak dipengaruhi jenis

persilangan, tindakan kultur teknis, media tanah, jarak tanam, pemupukan, hama

penyakit, penyiraman dan lain-lain (Lubis, 2008). Hal inilah yang menyebabkan

meskipun bibit kelapa sawit dilanjutkan dengan ditanam pada media sub soil yang

miskin unsur hara, namun pertumbuhannya tetap mampu menyamai dengan yang

ditanam pada media lainnya karena untuk mencukupi kebutuhan unsur hara

tanaman dapat memperolehnya dari hasil fotosintesis dan juga pemupukan.

Pemupukan yang diberikan pada saat di main nursery dapat diserap secara

maksimal oleh bibit kelapa sawit meskipun ditanam pada media sub soil, karena

pertumbuhannya sejak di pre nursery sudah cukup baik.

2. Lilit batang (cm)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam awal

berpengaruh nyata terhadap lilit batang bibit kelapa sawit umur 2 – 10 MSPT.

Media tanam lanjutan serta interaksi antara media tanam awal dengan media

tanam lanjutan tidak berpengaruh nyata terhadap lilit batang bibit kelapa sawit

Universitas Sumatera Utara


60

pada seluruh umur pengamatan (Lampiran 43 – 52). Rataan lilit batang bibit

kelapa sawit di main nurseryumur 2 – 10 MSPT dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Lilit batang Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Main nursery

Umur Tanaman (MSPT)


Perlakuan
2 4 6 8 10
Media Tanam Awal …………….……..cm…………………..
T100 : 100% Top soil 4.10 ab 4.44 ab 4.75 ab 5.14 ab 5.50
S100 : 100% Sub soil 3.68 b 3.95 b 4.40 b 4.94 b 5.36
V100 : 100% vermikompos 4.59 a 4.90 a 5.22 a 5.58 a 5.93
S75V25 : 75% Sub soil + 25% vermikompos 4.27 ab 4.61 ab 5.02 ab 5.52 ab 5.86
S50V50 : 50% Sub soil + 50% vermikompos 4.35 ab 4.68 ab 4.99 ab 5.43 ab 5.85
S25V75 : 25% Sub soil + 75% vermikompos 4.43 ab 4.73 a 5.06 ab 5.48 ab 5.76
S75DF25: 75% Sub soil + 25% (DS + fiber) 4.06 ab 4.44 ab 4.81 ab 5.34 ab 5.75
Media Tanam Lanjutan
Msa : sama dengan media tanam pre
4.26 4.59 4.94 5.40 5.76
nursery
S100 : Sub soil 4.16 4.48 4.84 5.29 5.68

Lilit batang bibit kelapa sawit di main nursery umur 2 – 8 MSPT terdapat

pada penggunaan media tanam 100% vermikompos (V100). Campuran antara sub

soil dengan vermikompos pada berbagai komposisi yaitu 75%, 50%, 25% (S75V25,

S50V50danS25V75), juga meningkatkan besar lilit batang kelapa sawit seiring

dengan semakin banyaknya komposisi vermikompos dibanding sub

soildibandingkan penggunaan 100% sub soil(S100) dan 100% top soil(T100).

Penggunaan media tanam 75% Sub soil + 25% (decanter solid+ fiber) (S75DF25)

menghasilkan lilit batang yang lebih kecil dibandingkan dengan media tanam

100% top soil(T100) namun lebih besar dibandingkan dengan media tanam 100%

sub soil(S100) (Tabel 7).

Universitas Sumatera Utara


61

Penambahan vermikompos pada sub soilmampu memperbaiki sifat fisik dan

meningkatkan kandungan unsur hara pada sub soilsehingga dapat membantu

meningkatkan pertumbuhan tanaman (Tabel 1 dan 2). Hal ini dipertegas dengan

hasil peneltian dari Hargreaves et al., (2008) yang menunjukkan bahwa penerapan

pupuk hayati seperti vermikompos telah diakui sebagai cara efektif untuk

meningkatkan agregasi tanah, struktur dan kesuburan, meningkatkan

keanekaragaman mikroba dan populasi, meningkatkan kapasitas menahan

kelembaban tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah (KTK) dan

meningkatkan hasil panen. Fitur penting dari vermikompos adalah, selama

pengolahan berbagai limbah organik oleh cacing tanah, banyak nutrisi yang

dikandungnya diubah menjadi bentuk yang lebih mudah diambil oleh tumbuhan

seperti nitrat atau amonium nitrit, tersedia kalium fosfor dan larut, kalsium dan

magnesium (Suthar dan Singh, 2008).

Lilit batang yang ditanam pada media tanam yang sama seperti media tanam

pre nursery(Msp) menunjukkan hasil yang lebih besar jika dibandingkan lilit

batang yang ditanam pada media tanam sub soil (S100) namun perbedaan tersebut

tersebut terus berkurang seiring bertambahnya umur bibit. Pada umur 2 MSPT lilit

batang yang ditanam pada media tanam yang sama seperti media tanam pre

nursery(Msp) lebih besar 2.21% dan berkurang menjadi 1.09% pada umur 10

MSPT,sehingga secara statistik perbedaan tersebut tidak berpengaruh nyata

terhadap lilit batang bibit kelapa sawit (Tabel 7).

Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun menggunakan sub soil sebagai

media tanam lanjutan di main nursery, pertumbuhan lilit batang bibit kelapa sawit

tetap dapat menyamai pertumbuhan lilit batang bibit kelapa sawit yang ditanam

Universitas Sumatera Utara


62

pada media tanam top soil, vermikompos, campuran antara vermikompos dengan

sub soilpada berbagai komposisi, serta 75% Sub soil + 25% (decanter solid+

fiber).

Pentingnya persyaratan pengukuran terhadap lilit batang pangkal bibit

dikarenakan lilit batang yang besar persen hidupnya lebih tinggi dan

pertumbuhannya lebih cepat sesuai untuk areal terbuka dan lahan kritis (Danu et

al.,2006). Dengan lilit batang yang besar diharapkan akan tumbuh dan

menghasilkan pohon dengan lilit batang yang besar sehingga produksi yang

dihasilkan juga tinggi.

Hubungan interaksi antara media tanam awal dengan media tanam lanjutan

terhadap lilit batang bibit kelapa sawit di main nursery dapat dilihat pada gambar 4.

Universitas Sumatera Utara


63

5,00 2 MSPT 6,00 4 MSPT


4,00 5,00
4,00
3,00
3,00
2,00
2,00
1,00 1,00
0,00 0,00
Msp S100 Msp S100
Media tanam lanjutan Media tanam lanjutan

6,00 6 MSPT 6,00 8 MSPT


5,00 5,00
Lilit Batang (cm)

4,00 4,00
3,00 3,00
2,00 2,00
1,00 1,00
0,00 0,00
Msp S100 Msp S100
Media tanam lanjutan Media tanam lanjutan

6,20 10 MSPT Keterangan:


6,00 : T100(100% Top soil)
5,80 : S100 (100% Sub soil)
5,60
: V100 (100% vermikompos)
5,40
5,20 : S75V25(75% SS + 25% V)
5,00 : S50V50(50% SS + 50% V)
4,80 : S25V75(25% SS + 75% V)
4,60 : S75DF25 (75% SS + 25% (DS + fiber)
Msp S100
Media tanam lanjutan

Gambar 4. Interaksi antara media tanam awal dengan media tanam lanjutan
terhadap lilit batang bibit kelapa sawit di main nursery

Sejalan dengan hasil dari tinggi bibit kelapa sawit, pada gambar 4 juga dapat

diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang cukup signifikan terhadap lilit batang

bibit kelapa sawit akibat kombinasi antara media tanam awal dengan media tanam

lanjutan sehingga dengan analisis statistik hal tersebut tidak menunjukkan

Universitas Sumatera Utara


64

pengaruh nyata terhadap lilit batang bibit kelapa sawit. Hal ini menunjukkan

bahwa pertumbuhan bibit kelapa sawit sejak ditanam pada media tanam awal saat

di pre nursery kemudian dilanjutkan dengan media tanam lanjutan di main

nursery sudah cukup baik dan tidak meunjukkan perbedaan akibat masing –

masing kombinasi perlakuan. Unsur hara yang tersedia pada media tanam yang

digunakan sejak awal penanaman kecambah meskipun dengan media tanam yang

berbeda – beda, serta pupuk yang diberikan selama pembibitan sudah cukup untuk

memenuhi kebutuhan dalam pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit. Batang

merupakan daerah akumulasi pertumbuhan tanaman khususnya pada tanaman

yang lebih muda sehingga dengan adanya unsur hara dapat mendorong

pertumbuhan vegetatif tanaman diantaranya pembentukan klorofil pada daun

sehingga akan memacu laju fotosintesis. Semakin tinggi laju fotosintesis maka

hasil fotosintat yang dihasilkan juga akan semakin banyak sehingga dapat

menambah ukuran lilit batang yang lebih besar (Ardiana et al., 2016).

5.6.2. Pembahasan

Setelah 3 bulan berada di pre nursery, bibit kelapa sawit selanjutnya

dipindahkan ke main nursery dengan menggunakan polybag yang lebih besar.

Bibit kelapa sawit yang semula ditanam dengan media tanam berbagai komposisi

tanah dan bahan organik sewaktu di pre nursery, sebagian ditanam kembali pada

media yang samaseperti dipre nurserysedangkan sebagian lagi dilanjutkan dengan

ditanam pada media sub soil. Perlakuan tersebut diujikan selama 3 bulan di main

nurseryhingga bibit kelapa sawit berumur 6 bulan.

Universitas Sumatera Utara


65

Berdasarkan pengamatan dari hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan

menggunakan berbagai komposisi tanah dan bahan organik sejak di pre nursery

(media tanam awal) berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit dan lilit batang bibit

kelapa sawit umur 2 - 10 MSPT. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun sudah

dipindahkan ke polybagyang lebih besar dengan media tanam baru namun media

disekitar areal perakaran yang merupakan media tanam sejak awal kecambah

ditanam masih memberikan kontribusi untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di

main mursery.

Penggunaan media vermikompos serta campuran vermikompos dengan sub

soil pada bebagai komposisi merupakan media yang paling baik untuk

pertumbuhan bibit kelapa sawit hingga main nursery. Hal ini disebabkan karena

Vermikompos adalah pupuk organik yang lambat dilepaskan yang memiliki

sebagian besar makro serta mikronutrien bentuk chelated dan memenuhi

kebutuhan nutrisi tanaman untuk waktu yang lebih lama (Talashilkar et al., 1999).

Pertumbuhan suatu tanaman terjadi karena adanya peristiwa pembelahan

dan perpanjangan sel yangdidominasi pada ujung pucuk tanaman tersebut. Proses

ini merupakan sintesa protein yang di peroleh tanaman dari lingkungan seperti

bahan organik dalam tanah. Penambahan bahan organik yang mengandung N

akan mempengaruhi kadar N total. Nitrogen adalah komponen asam amino, asam

nukleat, dan klorofil (Boroomand dan Grouh, 2012), yang mempercepat

pertumbuhan keseluruhan, khususnya batang dan daun. Nitrogen merupakan

unsur mutlak yang dibutuhkan tanaman. Nitrogendibutuhkan tanaman untuk

memproduksi protein dan bahan-bahan penting lainnya dalam pembentukan sel-

sel baru serta berperan dalam pembentukan klorofil. Unsur hara tersebut terdapat

Universitas Sumatera Utara


66

pada vermikompossehingga dapat memacu proses pembelahan sel, sehingga laju

pertumbuhan tanaman dapat bekerja dengan baik.Vermikompos berisi sebagian

besar nutrien yang dibutuhkan oleh tanaman dalam bentuk nitrat, fosfat, kalsium

dan potassium yang mudah larut (Azarmi et al., 2008). Penambahan nitrogen

berasal dari produk metabolit cacing tanah yang dikembalikan tanah melalui

kotoran, urin, mukus, dan jaringan yang berasal dari cacing yang telah mati

selama vermicomposting berlangsung (Amsath dan Sukumaran, 2008).

Vermikompos menyediakan semua nutrisi yang tersedia membentuk dan

meningkatkan penyerapan nutrisi oleh tanaman (Nagavallemma et al., 2014 ).

Hal yang berbeda diperoleh pada perlakuan media tanam lanjutan yaitu

dengan menggunakan media tanam yang sama seperti media tanam di pre

nursery(Msp) dan juga media tanam sub soil(S100). Perlakuan ini tidak

berpengaruh nyata baik pada tinggi maupun lilit batang bibit kelapa sawit di main

nursery. Hal ini dikarenakan pada umur 2 – 8 MSPT perakaran bibit kelapa sawit

sebagian besar masih berada di media tanam awalnya, belum berkembang

sempurna pada media tanam lanjutan meskipun setelah umur tiga bulan akar

primer dan sekunder telah terbentuk.

Selain itu, sejak umur tiga bulan bibit dapat hidup sendiri dimana

penggemukan batang sudah dimulai. Daun berubah-ubah bentuknya dari

lanceolate menjadi bifurcate dan kemudian berbentuk pinnate pada umur 5-6

bulan (Lubis, 2008) sehingga media tanam tidak lagi terlalu mempengaruhi

pertumbuhan tanamn. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman juga sangat

dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara. Apabila ketersediaan unsur hara telah

sesuai dengan kebutuhan tanaman maka kelangsungan hidup tanaman akan

Universitas Sumatera Utara


67

terjamin dan mencapai pertumbuhan yang optimal. Hal ini dapat dicapai tidak

hanya karena media tanam yang digunakan, tetapi juga tindak kultur teknis

lainnya seperti pemupukan.

Pemilihan media tanam yang tepat harus benar- benar diperhatikan dalam

pembibitan kelapa sawit terutama pada saat pre nursery. Secara fisikokimia dan

biologis sifat media tumbuh akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan

secara langsung mempengaruhi pertumbuhan akar. Selanjutnya dalam penanaman,

media tanam harus berpori dan dikeringkan dengan baik untuk memungkinkan akar

mudah berpenetrasi, dan memiliki nutrisi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan

tanaman (Khan., et al 2006).

Untuk pertumbuhannya bibit kelapa sawit membutuhkan unsur hara yang

jumlahnya tentu akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia bibit.

Perbedaan media tanam di main nurserytidak lagi mempengaruhi pertumbuhan

bibit kelapa sawit di main nurserykarena bibit sudah mendapatkan pasokan unsur

hara dari pupuk yang diberikan. Meskipun tidak berpengaruh nyata namun hasil

terbaik dari media tanam lanjutan diperoleh pada penggunaan media tanam yang

sama seperti media tanam pre nursery namun media tanam sub soiltetap dapat

dipergunakan sebagi media tanam lanjutan.

Pemupukan yang diberikan pada saat di main nursery dapat diserap secara

maksimal oleh bibit kelapa sawit meskipun ditanam pada media sub soil, karena

pertumbuhannya sejak di pre nursery sudah cukup baik. Menurut

Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) jaringan penyimpan makanan pada

tanaman kelapa sawit disebut dengan endosperm. Endosperm pada kelapa sawit

tidak pernah keluar dari cangkang, melainkan diserap oleh haustorium sebagai

Universitas Sumatera Utara


68

sumber energi untuk pertumbuhan perkecambahan. Pada saat 1 MST telah muncul

akar, namun sumber makanan yang digunakan hanya berasal dari cadangan

makanan sehingga pasokan energi benar-benar tercukupi hingga minggu ke-4

untuk pemanjangan plumula dan radikula. Setelah minggu ke-5 bibit kelapa sawit

mulai mengambil unsur hara dan mineral dari tanah sehingga pertumbuhan

menjadi stabil.

Tidak adanya interaksi antara media tanam awal dengan media tanam

lanjutan di main nursery menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit kelapa sawit

tidak hanya dipengaruhi media tanam, namun juga tindakan kultur teknis lainnya,

faktor lingkungan serta faktor internal dari tanaman itu sendiri. Fotosintesis pada

bibit kelapa sawit dimulai pada umur satu bulan yaitu ketika daun pertama telah

terbentuk dan selanjutnya secara berangsur-angsur peranan endosperm sebagai

suplai bahan makanan mulai tergantikan. Pertumbuhan bibit banyak dipengaruhi

jenis persilangan, tindakan kultur teknis, media tanah, jarak tanam, pemupukan,

hama penyakit, penyiraman dan lain-lain (Lubis, 2008). Hal inilah yang

menyebabkan meskipun bibit kelapa sawit dilanjutkan dengan ditanam pada

media sub soil yang miskin unsur hara, namun pertumbuhannya tetap mampu

menyamai dengan yang ditanam pada media lainnya karena untuk mencukupi

kebutuhan unsur hara dapat diperoleh dari hasil fotosintesis dan juga pemupukan.

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap aktivitas pertumbuhan vegetatif

tanaman seperti pembelahan, pembesaran dan diferensiasi sel antara lain

disebabkan oleh adanya ketersediaan N bagi tanaman. Nitrogen merupakan

komponen penyusun klorofil, asam amino dan protein yang merupakan bagian

penting dalam plasma sel. N sangat dibutuhkan oleh tanaman pada awal

Universitas Sumatera Utara


69

pertumbuhan (masa vegetatif), serapan N dapat meningkat dengan tersedianya N

dalam tanah (Syam’un et al., 2012). Unsur hara Fosfor (P) dapat berperan dalam

proses respirasi dan metabolisme tanaman menjadi lebih baik sehingga

pembentukan asam amino dan protein guna pembentukan sel baru dapat terjadi

dan dapat menambah tinggi bibit kelapa sawit (Khoirudin et al., 2017). Unsur

kalium (K) berperan sebagai aktivator berbagai enzim dalam proses fotosintesis

dan respirasi serta terlibat dalam sintesis protein dan pati (Lakitan, 2000). Ca

berperan penting sebagai elemen struktural khususnya sebagai Ca pektat dalam

penyusun lamena tengah sehingga dapat memperkokoh batang tanaman (Agustina,

2004).

5.7. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Media tanam awal berupa 100% vermikompos serta campuran antara

vermikompos dengan sub soilpada berbagai komposisi menghasilkan

pertumbuhan bibit kelapa sawit terbaik selama 10 minggu di main nursery.

2. Media tanam lanjutan berupa media tanam yang sama seperti dipre

nurserymenjadikan pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nurserylebih baik

daripada media tanam sub soilnamun uji secara statistik tidak berbeda nyata.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
PEMBAHASAN UMUM

Lingkungan dan genetik tanaman merupakan faktor penting yang

mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Salah satu faktor lingkungan yang perlu

diperhatikan yaitu media tanam atau tempat tumbuhnya tanaman. Keadaan media

tanam tidak terlepas kaitannya dengan air dan unsur hara yang tersedia pada

media tersebut untuk pertumbuhan tanaman. Pada tahap pembibitan, kelapa sawit

ditanam dengan menggunakan polybag sehingga akan mendapatkan air melalui

penyiraman dan unsur hara melalui pemupukan yang disesuaikan kebutuhannya

berdasarkan umur tanaman, namun penggunaan media tanam yang tepat juga turut

mempengaruhi pertumbuhan tanaman.Produksi bibit berkualitas tinggi tergantung

pada media pertumbuhan yang bagus (Rosenani et al., 2016).

Tanah lapisan atas (top soil) telah secara konvensional digunakan sebagai

tempat tumbuh media untuk pembibitan kelapa sawit selama tahap pembibitan

(Rosenani et al., 2016). Namun hal tersebut tidak dapat dilakukan dalam jangka

waktu panjang karena semakin menipisnya top soil sedangkan sub soildikenal

miskin akan unsur hara. Sub soilumumnya memiliki tingkat kesuburan yang lebih

rendah dibandingkan top soil, terutama sifat kimianya yang kurang baik jika

digunakan sebagai media tumbuh bibit kelapa sawit (Sutarta et al., 2003).

Dalam penelitian ini pembibitan kelapa sawit dilakukan dengan

menggunakan media tanam berupa campuran antara sub soildengan bahan

organik. Bahan organik yang dipilih adalah vermikompos dan decanter solid+

fiber kelapa sawit yang dicampurkan dengan berbagai komposisi yaitu 25% :

75%, 50% : 50% dan 75% : 25%. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui

Universitas Sumatera Utara


71

bahwa ketika sub soil dicampurkan dengan bahan organik campuran ini dapat

menjadi media tanam yang ideal untuk menggantikan media top soil pada

pembibitan kelapa sawit di pre nursery yang efeknya berlanjut hingga main

nursery. Media tanam sangat berpengaruh terhadap proses pembibitan karena

secara langsung akan mempengaruhi perkembangan akar yang berfungsi untuk

penyokong tanaman itu sendiri. Untuk mendapatkan kondisi medium yang baik

dan sesuai kebutuhan tanaman adalah yang memiliki kandungan hara yang

seimbang, sehingga diperoleh kombinasi yang tepat sesuai dengan syarat

pertumbuhan yang dibutuhkan oleh bibit kelapa sawit (Ginting, et al., 2017).

Penambahan bahan organik ke dalam tanah berdampak pada peningkatan

aktivitas jasad mikro tanah karena bahan organik merupakan sumber energi bagi

jasad mikro. Aktivitas mikroorganisme tanah akan membentuk agregat-agregat

tanah yaitu agregasi yang dimulai dengan penghancuran bongkah-bongkah tanah

pecah menjadi agregat yang lebih kecil, selanjutnya agregat-agregat yang kecil ini

diikat oleh bahan sekresi (gel) yang dikeluarkan oleh akar yang mampu mengikat

butiran tanah dan juga berfungsi sebagai pemantap tanah. Bahan organik dapat

berperan secara langsung sebagai agen pengikat dalam proses pembentukan

agregat tanah (Sharma dan Bhusman, 2001). Bahan organik dapat meningkatkan

stabilitas agregat makro melalui pengikatan partikel mineral tanah oleh

polisakarida. Pemberian pupuk organik ke dalam tanah baik berupa kompos

maupun pupuk kandang menyebabkan peningkatan kadar C-organik tanah

(Syukur dan Indah, 2006).

Meningkatnya bahan organik pada tanah akan membuat struktur tanah

semakin mantap dan kemampuan tanah menahan air bertambah baik. Perbaikan

Universitas Sumatera Utara


72

sifat fisik tanah tersebut berdampak positif terhadap pertumbuhan akar dan

penyerapan unsur hara.Azlansyah (2013) nambahkan bahwa apabila perakaran

tanaman berkembang dengan baik, maka bagian tanaman lainnya akan tumbuh

dan berkembang dengan baik karena akar tanaman mampu menyerap unsur hara

dan air dengan baik.

Pemberian vermikompos serta decanter solid+fiberdapat membantu aerasi

tanah sehingga akan memperlancar gerakan udara dan air didalam tanah dan ini

akan sangat mempengaruhi sistem perakaran tanaman. Bahan organik yang

diberikan ke dalam tanah memberikan pengaruh dalam waktu yang lama sehingga

dapat lebih memberikan porositas yang lebih besar. Porositas tanah/ total ruang

pori dipengaruhi oleh bahan organik tanah. Humus dengan partikel tanah terdapat

interaksi sehingga berakibat pada struktur tanah yang lebih mantap dan akan

memperbesar ruang pori (Sutanto, 2002).

Bulk density atau berat isi tanah berbanding terbalik dengan porositas tanah.

Semakin tinggi bulk densitynya maka akan semakin rendah porositasnya. Bahan

organik, tidak hanya mempengaruhi bulk density namun juga turut mempengaruhi

porositas tanah. Pemberian bahan organik berperan dalam memperbaiki berat isi

tanah pada lapisan olah (0-20 cm) (Barzegar et al., 2002). Terlihat pada perlakuan

T100 dan S100memiliki bulk density tinggi dan porositas yang lebih rendah

dibandingkan media tanam lainnya yaitu V100, DF100,S75V25,S75DF25,S50V50,

S50DF50, S25V75, dan S25DF75 (Tabel 1).

Kandungan bahan organik yang tinggi dapat meningkatkan kualitas sifat

fisik tanah, melalui perangsangan aktivitas biologi tanah hingga pembentukan

struktur tanah yang mantap. Bahan organik tanah membantu proses granulasi

Universitas Sumatera Utara


73

tanah dapat mengakibatkan penurunan berat isi tanah dan mengurangi tingkat

pemadatan tanah. Semakin banyak granulasi tanah yang terbentuk, maka ruang

pori yang tersedia juga akan semakin banyak (Hanafiah, 2007).

Sub soil yang ditambahkan vermikompos serta decanter solid+ fiber pada

berbagai komposisimampu meningkatkan pH pada sub soil yang semula 5.74

(agak masam) menjadi 7.21 – 7.72 (netral - agak alkalis). Hasil analisis

menunjukkan bahwa vermikompos memiliki pH 7.66 (agak alkalis) sejalan

dengan hasil penelitian Cai et al., (2018) bahwa vermikompos memiliki pH 7.7,

sedangkan decanter solid+ fiber memiliki pH 7.95 (agak alkalis) dimana hasil

penelitian Okalia et al., (2017) bahwa kompos solid memiliki pH 7.2. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian bahan organik mampu meningkatkan nilai pH

tanah, karena bahan organik memiliki kemampuan mengkhelat logam Al 3+,

sehingga tidak terjadi reaksi hidrolisis Al 3+, dimana dari reaksi hidrolisis Al 3+

dihasilkan 3 ion H+ yang dapat mengasamkan tanah (Mukhlis et al., 2011).

Tanah bersifat asam karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium,

Kalium, atau Natrium. Tanaman menyerap hara dalam bentuk ion, dan tanaman

biasanya menyerap lebih banyak kation daripada anion. Pemberian vermikompos

serta decanter solid+ fiber mampu menambah kation-kation tersebut di dalam

tanah. Bayer et al. (2001) menyatakan bahwa naik turunnya pH tanah merupakan

fungsi ion H+ dan OH- , jika konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah naik, maka

pH akan turun dan jika konsentrasi ion OH- naik maka pH akan naik. Bahan

organik yang telah terdekomposisi akan menghasilkan ion OH yang dapat

menetralisir aktivitas ion H+. Asam-asam organik juga akan mengikat Al 3+ dan

Universitas Sumatera Utara


74

Fe2+ yang dapat membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al 3+ dan Fe2+

tidak terhidrolisis kembali.

Terlihat perbedaan pH yang cukup signifikan antara T 100 dan S100 dengan

V100 – S25DF75 . Media top soil(T100) dan sub soil(S100) yang memiliki pH < 6

menunjukkan bahwa larutan tanah mengandung ion H+ dalam larutan tanah lebih

banyak dari pada ion OH-, sedangkan pH V100– S25DF75secara umum tergolong

netral. Hal ini disebabkan karena tanah yang diambil untuk percobaan berasal dari

lahan bekas perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit tersebut

menggunakan pupuk kimia yang mengandung nitrogen, fosfor, kalium dan

magnesium dalam jumlah besar secara terus menerus.

Pupuk kimia biasanya menggunakan amonium sebagai sumber nitrogen,

akan tetapi oksidasi ammonium dihasilkan ion nitrat dan ion hidrogen sehingga

menyebabkan pengasaman tanah. Dengan kata lain, dua atom hidrogen dihasilkan

setiap molekul ammonium teroksidasi. Sedangkan Pupuk Mono Kalsium Fosfat,

Monocalcium fosfat yang sering digunakan sebagai salah satu komponen pupuk

juga menjadi faktor penyebab terjadinya proses pengasaman tanah (meskipun

lebih rendah daripada amonium). Ketika pupuk fosfor diberikan dalam lubang

tugal, maka H3PO4 terdisosiasi dalam tanah sehingga terjadi nilai pH yang sangat

rendah didekat pupuk tersebut. Tingkat keasaman ini akan secara bertahap

menyebar ke dalam tanah sekitar lokasi pupuk.

Tidak hanya berpengaruh pada pH, penambahan bahan organik berupa

vermikompos dan decanter solid+ fiber pada sub soil juga turut mempengaruhi

sifat kimia lainnya pada media tersebut (Tabel 2). Kandungan C-Organik pada sub

soilmeningkat secara signifikan seiring dengan penambahan komposisi

Universitas Sumatera Utara


75

vermikompos pada sub soil. Begitu pula dengan kandungan nitrogen, P-tersedia,

KTK serta kation – kation lainnya. Hal ini terjadi karena berdasarkan hasil analisa

diketahui bahwa kandungan C-Organik, nitrogen, P-tersedia, KTK serta kation –

kation pada 100% vermikompos (V100) cukup tinggi sehingga mampu menaikkan

nilai – nilai tersebut pada sub soil. Hal ini dipertegas dengan penelitian dari

Sabrinaet al., (2013) yang menunjukkan bahwa vermikompos mempunyai sifat-

sifat kimia yang lebih unggul dibandingkan pupuk kompos lainnya. Vermikompos

mengandung C organik 0,34%, N 8,44%, P 55,79%, dan K 87,97% lebih tinggi

dibandingkan dengan pupuk kompos.

Vermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-

bahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah. Sabrina et al., (2009)

menyatakan bahwa proses pengomposan dengan teknik vermicomposting dapat

meningkatkan kualitas bahan kompos sehubungan dengan kandungan nutrisi,

seperti total N, K dan Mg. Hal inilah yang menyebabkan vermikompos

berkontribusi dalam peningkatan pertumbuhan bibit kelapa sawit apabila

digunakan sebagai media tanam baik secara keseluruhan maupun sebagai bahan

tambahan. Selain itu vermikompos juga diketahui dapat mempengaruhi

pertumbuhan tanaman secara langsung melalui pasokan pertumbuhan tanamanzat

pengatur (PGR) (Lazcano and Dominguez, 2011).

Pada media tanam sub soil(S100) yang miskin akan unsur hara, diperoleh

bobot basah serta bobot kering tajuk dan akar yang lebih rendah jika dibandingkan

dengan yang ditanam pada media tanam 100% top soil(T100). Namun penambahan

sebanyak 25%, 50% dan 75% vermikompos (S75V25, S50V50, S25V75) pada sub

soil, secara nyata mampu meningkatkan bobot basah serta bobot kering tajuk dan

Universitas Sumatera Utara


76

akar bibit kelapa sawit bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan bobot basah

serta bobot kering tajuk dan akar bibit kelapa sawit yang ditanam pada media

standarnya yaitu top soilmeskipun tidak berbeda nyata. Vermikompos dapat

mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam berbagai cara. Kandungan unsur hara

dan asam humatnya yang tinggi mendorong pertumbuhan tanaman, sedangkan

bahan organiknya yang meningkat mendapatkan karakteristik fisik dan biologis

tanah yang lebih baik untuk pengembangan tanaman (León-Anzueto et al., 2011).

Adanya peningkatan biomassa dikarenakan tanaman menyerap air dan hara lebih

banyak,unsur hara memacu perkembangan organ pada tanaman seperti akar,

sehingga tanaman dapat menyerap hara dan air lebih banyak selanjutnya aktifitas

fotosintesis akan meningkat dan mempengaruhi peningkatan bobot basah dan

bobot kering tanaman (Rahmah, 2014).

Penambahan decanter solid+ fiber pada sub soil belum mampu sepenuhnya

memperbaiki sifat kimia tanah karena berdasarkan hasil analisis laboratorium

diketahui bahwa kandungan P-tersedia pada decanter solid+ fiber tergolong

rendah meskipun hasil analisis unsur hara lainnya tergolong cukup tinggi (Tabel

2) namun unsur P penting untuk pembelahan sel tanaman sehingga keberadaannya

yang sedikit pada madia tanam tentu akan sangat mempengaruhi pertumbuhan

tanaman.Hal ini lah yang menyebabkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre

nursery yang ditanam pada media decanter solid+ fibertidak mampu menyamai

atau bahkan mengungguli pertumbuhan bibit kelapa sawit yang ditanam pada

media top soil maupun sub soil.

Sabut atau fiberkelapa sawit adalah hasil samping yang berasal dari ampas

perasan buah kelapa sawit yang diambil minyaknya. Kandungan nutrisi sabut

Universitas Sumatera Utara


77

rendah dengan adanya lignin yang tinggi sebesar 12,91% (Asha et al.,2012).

Padatan solid mengandung bahan kering 81,56% yang didalamnya mengandung

protein kasar 12,63%, kalsium 0,03%, fosfor 0,003%, serat kasar 9,98%, lemak

kasar 7,12% dan energi 154 kal/ 100 g (Utomo dan Widjaja, 2005). Diketahui

bahwa fiber dan decanter solidtidak mengandung unsur hara yang cukup tinggi

sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi bibit kelapa sawit. Hal ini

justru membuat pertumbuhan bibit kelapa sawit menjadi terhambat dan tidak

dapat tumbuh normal seperti pertumbuhan bibit kelapa sawit pada media

standarnya top soil.

Ketika decanter solid+ fiberditambahkan pada sub soilsebanyak 25%, 50%

dan 75% (S75DF25, S50DF50, dan S25DF75) memang mampu meningkatkan bobot

basah serta bobot kering tajuk dan akar jika dibandingkan dengan yang ditanam di

media 100% decanter solid+ fiber(DF100) meskipun tetap tidak berbeda nyata

dengan bobot basah serta bobot kering tajuk dan akar bibit kelapa sawit yang

ditanam pada media 100% top soil(T100) dan 100% sub soil(S100).

Nitrogen adalah unsur hara makro yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.

Bila dalam keadaan kurang akan menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman

dan sebaliknya akan memperpanjang fase pemasakan buah (Tisdale et al., 1990).

Kandungan unsur nitrogen yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif

akan lebih baik (Tirta, 2005). Selain nitrogen, unsur esensial lain yang harus

tersedia bagi tanaman adalah P, K, Ca dan Mg. Pemupukan P dapat merangsang

pembelahan sel untuk pertumbuhan awal bibit tanaman. Sedangkan

terakumulasinya unsur K yang cukup dalam daun akan meningkatkan tekanan

turgor dan mendorong stomata untuk membuka, maka CO2 dan cahaya akan

Universitas Sumatera Utara


78

masuk lebih banyak sehingga fotosintesis akan berlangsung lebih baik (Novizan,

2005). Unsur Mg berperan sebagai penyusun klorofil sedangkan Ca sebagai

penyusun dinding sel dan esensial dalam proses pembelahan dan pemanjangan sel

(Achlaq, 2008).

Unsur hara yang tersedia bagi tanaman juga dapat menguatkan pertumbuhan

lingkar batang batang. Nitrogen merupakan bahan yang essensial untuk

pembelahan dan pembesaran sel. Selain itu unsur K berperan penting dalam

dinding sel dan menguatkan vigor tanaman sehingga unsur N dapat

mempengaruhi besar lingkar batang batang tanaman (Lingga dan Marsono, 2000).

Ketersediaan unsur hara berperan penting sebagai sumber energi sehingga

tingkat kecukupan hara berperan dalam mempengaruhi biomassa dari suatu

tanaman (Harjadi, 2007). Hal ini lah yang menyebabkan pada media yang

memiliki sifat fisik dan kimia yang baik, pertumbuhan tanaman akan lebih baik

dengan seperti pada media vermikompos maupun sub soil yang ditambahkan

vermikompos (Tabel 1 dan Tabel 2). Semakin tinggi bibit dan semakin besar

lingkar batang batang bibit, tentu saja hal tersebut menyebabkan bobot basah

tanaman semakin besar dan begitu pula sebaliknya sehingga akan terjadi

hubungan korelasi yang signifikan. Semakin besar biomassa suatu tanaman maka

proses metabolisme dalam tanaman berjalan dengan baik, begitu juga sebaliknya

jika biomassa yang kecil menunjukkan adanya suatu hambatan dalam proses

metabolisme tanaman (Fahrudin, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian di pre nursery, penelitian kemudian dilanjutkan di

main nursery. Bibit hasil penelitian di pre nursery diseleksi dulu berdasarkan kriteria

bibit normal, sedangkan bibit yang afkir berdasarkan perlakuan yang diberikan tidak

Universitas Sumatera Utara


79

dilanjutkan pada pembibitan di main nursery. Darmosarkoro et al., (2008) bahwa

tidak semua bibit yang disemaikan di pembibitan awal dan dipelihara di pembibitan

utama akan berkembang menjadi bibit yang unggul. Sekitar 25% dari jumlah benih

yang akan disemaikan akan diafkir dari pembibitan karena tumbuh abnormal.

Keberadaan tanaman abnormal di lapangan sangat merugikan. Hal ini dikarenakan

pohon tersebut tidak dapat berproduksi, dan bila berproduksi hanya 25-50% dari

produksi tanaman normal. Jika dilapangan dijumpai tanaman abnormal 5% maka

kerugian produksi akan mencapai lebih dari 4,42% (Lubis, 2008).

Pada saat main nursery perlakuan media tanam lanjutan berupa media

tanam yang sama seperti di pre nursery dengan media tanam sub soil, tidak

berpengaruh nyata tinggi bibit serta lingkar batang bibit kelapa sawit. Hal ini

menunjukkan bahwa jika pada saat di pre nursery bibit kelapa sawit ditanam pada

media tanam yang tepat, maka media tanam berupa sub soil yang dikenal miskin

unsur hara pun dapat digunakan pada saat di main nursery. Dalam penelitian ini

media tanam yang digunakan pada saat pre nursery berupa top soil, sub soil,

vermikompos, decanter solid+ fiber serta campuran antara sub soil dengan

vermikompos dan sub soil dengan decanter solid+ fiber dengan komposisi yang

berbeda-beda.

Hal ini disebabkan media tanam yang mengandung bahan organik saat pre

nursery, senyawa organiknya masih tersedia hingga bibit kelapa sawit

dipindahkan ke main nursery karena pemindahan bibit disertai dengan media

tanam awalnya. Senyawa organik dikenal mampu bertahan lama di dalam media

tanam. Sehingga meskipun bibit kelapa sawit dipindahkan pada media sub soil

pada saat di main nursery, bibit kelapa sawit tetap dapat tumbuh normal. Zeng et

Universitas Sumatera Utara


80

al. (2007), menyatakan bahwa penambahan senyawa organik tidak hanya kaya

nutrisi, tetapi dibandingkan dengan pupuk kimia mereka juga mampu bertahan

lebih lama di tanah dan memberikan jumlah karbon yang diinginkan, nitrogen dan

energi untuk pertumbuhan dan multiplikasi mikroorganisme di dalam tanah.

Selain itu, jika pada saat pre nursery pertumbuhan bibit kelapa sawit cukup

optimal, yang ditandai dengan berkembangnya organ - organ vegetatif tanaman

seperti akar, batang dan daun, hal ini tentu akan berdampak pada pembibitan kelapa

sawit di main nursery. Akar yang tumbuh baik mampu menyerap dan mencari unsur

hara pada media tanam lebih maksimal, sehingga unsur hara yang diberikan melalui

pemupukan juga dapat diserap secara maksimal oleh akar tanaman. Daun juga dapat

melakukan proses fotosintesis lebih baik sehingga hasil fotosintat juga menjadi lebih

banyak yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman yang mampu

menghasilkan fotosintat yang lebih tinggi akan mempunyai banyak daun, karena hasil

fotosintat akan digunakan untuk membentuk organ seperti daun dan batang – sejalan

bertambahnya bobot kering tanaman (Firda, 2009). Hal ini juga yang menyebabkan

penggunaan media tanam lanjutan pada pembibitan kelapa sawit di main nursery

tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan bibit kelapa sawit.

Penggunaan media tanam yang tepat tidak hanya berkontribusi secara langsung

pada tanaman, namun juga berpengaruh terhadap kultur teknis yang kita lakukan

yaitu pemupukan. Untuk memperoleh efisiensi yang tinggi dari suatu pemupukan

perlu diperhatikan beberapa faktor salah satunya adalah sifat dan ciri tanah (Damanik

et al., 2010).

Universitas Sumatera Utara


BAB VII
KESIMPULAN

Kesimpulan

1. Sub soil berpotensi menggantikan top soil sebagai media pembibitan di pre

nurserymaupun main nursery.

2. Penggunaan vermikompos secara menyeluruh maupun dicampurkan dapat

meningkatkan pertumbuhan bibit di pre nursery dan main nursery nyata

lebih tinggi dibandingkan media tanam lain.

3. Media decanter solid+ fiber tidak dapat dijadikan media tanam pada

pembibitan kelapa sawit tanpa dicampur dengan media lain.

4. Media lanjutan menggunakan sub soil memberikan efek meningkatkan

pertumbuhan bibit kelapa sawit pada perlakuan media awal sub soil dan top

soil namun tidak untuk pertumbuhan pada media lainnya seperti

vermikompos, campuran sub soil dengan vermikompos pada berbagai

komposisi (S75V25,S50V50, S25V75,), serta 75% sub soil + 25% (decanter

solid + fiber).

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penelitian ini, pada

penelitian tahap 2 yaitu pada saat main nursery perlu dilanjutkan selama 9 bulan

atau selesai masa main nursery untuk mengetahui secara keseluruhan efek media

lanjutan pada main nursery.

Jika top soil sulit diperoleh ketika pembibitan kelapa sawit maka dapat

digantikan dengan sub soil yang dicampur dengan vermikompos. Pihak

perkebunan diharapkan juga mampu memproduksi vermikomposnya sendiri,

Universitas Sumatera Utara


82

sehingga fungsi tanah sebagai media tanam dalam pembibitan kelapa sawit dapat

digantikan dengan vermikompos mengingat dibutuhkan waktu yang cukup lama

dalam pembentukan tanah. Selain untuk menggantikan fungsi tanah sebagai media

tanam, pembuatan vermikompos oleh perkebunan juga dapat mengurangi limbah

tanaman sawit itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara


BAB VIII
DAFTAR PUSTAKA

Achlaq, T. 2008. Pengaruh Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sebagai
Unsur Hara Tanaman Kelapa Sawit. Skripsi Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Afrillah, M., Sitepu. F. E dan Hanum, C. 2015. Respons Pertumbuhan Vegetatif
Tiga Varietas Kelapa Sawit di Pre nurseryPada Beberapa Media Tanam
Limbah. Jurnal Online Agroteknologi, 3(4), 1289–1295.

Agus, F., Yustika, R. D dan Haryati, U. 2006. Penetapan Berat Volume Tanah. Di
dalam Sifat Fisika Tanah dan Metode Analisisnya. Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Bogor.

Agustina, L. 2004. Dasar-Dasar Nutrisi Tanaman. Jakarta. Rineka Cipta.

Amsath, K.M. dan Sukumaran, M. 2008. Vermicomposting of Vegetable Wastes


Using Cow Dung. E-Journal of Chemistry. 5 (4): 810-813.

Andi, H., Norsamsi., Putri, S. F. S dan Novy, P.P. 2014. Studi Pemanfaatan Limbah
Padat Kelapa Sawit. Jurnal Konversi, Volume 3 No. 2, Oktober 2014.
Samarinda.
Anjarsary, I. R. D., Rosniawati, S dan Ariyanti, M. 2007. Pengaruh Kombinasi
Pupuk P dan Kompos terhadap Pertumbuhan Tanaman Teh (Camellia
Sinensis (L.) O. Kuntze) Belum Menghasilkan Klon Gambung 7. Laporan
Penelitian Peneliti Muda UNPAD. PPTK Gambung.
Ardiana, R., Anom, A dan Armaini. 2016. Aplikasi Solid Pada Medium Bibit
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Main nursery. Jom Faperta. 3(1).
Asha, E., Singh, R. P., Ibrahim, H. M. and Ramli,A. A. 2012. Land Application of
Biomass Residue Generated from Palm Oil Processing: its Potential
Benefits and Threats. Environmentalist (2012) 32:111–117.
Azarmi, R., Giglou,M.T., dan Talesmikail, R.D. 2008. Influence of Vermicompost
on Soil Chemical and Physical Properties in Tomato (Lycopersium
esculentum) Field. African Journal of Biotechnology. Vol. 7 (14) : 2397-
2401.
Azlansyah, B. 2013. Pengaruh Lama Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS) terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Kelapa Sawit
(Elaeiss guineensis Jacq.). Skripsi Fakultas Pertanian UR. Pekanbaru.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPP). 2008. Teknologi Budidaya
Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


84

Bahrin, D., Nukma dan Dariansyah, Y. 2011. Bahan Bakar Bersih untuk Industri
Karet di Sumatera Selatan, Prosiding Seminar Teknik Kimia Universitas
Sriwijaya, Palembang, 26-27 Oktober 2011, 113.
Barzegar, A.R., Yousefi, A dan Daryashenas, A. 2002. The Effect of Addition of
Different Amounts and Types of Organic Materials on Soil Phsical
Properties and Yield of Wheat. Plant and Soil 247, 295-301.
Bayer, C., Martin-Neto, L.P., Mielniczuk, J., Pillon, C.N dan Sangoi, L. 2001.
Changes in Soil Organic Matter Fractions Under Subtropical No-Till
Cropping Systems.Soil Sci. Soc. Am. J. 65: 1473-1478.
Boroomand, N dan Grouh, M. S. H. 2012. Macroelements nutrition (NPK) of
medicinal plants: A review. Journal of Medicinal Plants Research, 6(12),
2249– 2255. 10.5897/JMPRx11.019
Cai, L., Gong, X., Sun, X., Li, S dan Yu, X. 2018. Comparison of Chemical and
Microbiological Changes During the Aerobic Composting and
Vermicomposting of Green Waste. PLoS ONE 13 (11): e0207494.
https://doi.org/10.1371/journal. pone.0207494
Chandra, M.A. 2015. Pengaruh Pupuk Kompos Batang Pisang dan Pupuk Organik
Cair Super Bionik terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Pembibitan Awal. Skripsi (tidak dipublikasi).
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Damanik, M. M. B., Bachtiar, E. H., Fauzi., Sarifuddin dan Hanum, H. 2010.
Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.
Danu., Rohadi, D dan Nurhasybi. 2006. Teknologi dan Standarisasi Benih dan Bibit
dalam Menunjang Keberhasilan Gerhan. Prosiding Seminar Hasil-hasil
Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi
Alam. Bogor (ID). Hal. 63-76.
Darmosarkoro, W., Akiyat., Sugiyono E.S dan Sutarta. 2008. Pembibitan Kelapa
Sawit (Bagaimana Memperoleh Bibit yang Jagur). CV Mitra Karya, Medan.
Direktorat Jenderal Perkebunan, 2019. Statistik Perkebuanan Indonesia Kelapa
Sawit 2015 – 2018. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Domínguez, J. 2004. State of the art and new perspectives on vermicomposting
research. In: C.A. Edwards (Ed.). Earthworm Ecology (2nd edition). CRC
Press LLC. Pp. 401-424.
Domínguez, J., Aira, M. and Gómez Brandón, M. 2010. Vermicomposting:
earthworms enhance the work of microbes. In: H. Insam, I. Franke-Whittle
and M. Goberna, (Eds.), Microbes at Work: From Wastes to Resources (pp.
93-114). Springer, Berlin Heidelberg,
Dwiyana, S. R., Sampoerno dan Ardian. 2015. Waktu dan Volume Pemberian Air
Pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Main nursery. JOM
Faperta 2(1).

Universitas Sumatera Utara


85

Fahrudin, F. 2009. Budidaya Caisim (Brassica juncea L.) Menggunakan Ekstrak


Teh dan Pupuk Kascing. Skripsi. Fakultas Pertanian. Jurusan Studi
Agronomi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Firda, Y. 2009. Respon tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) terhadap
Cekaman Kekurangan Air dan Pemupukan Kalium. Skripsi Fakultas
Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru.
Fried, G. H dan Hademenos, G. J . 2000. Scahum’s Outlines of Theory and Problem
of Biology 2nd edition. The McGraw-Hall Companies.
Ginting, T., Elza, Z dan Adiwirman. 2017. Pengaruh Limbah Solid dan NPK Tablet
Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di
Pembibitan Utama. JOM Faperta UR Vol. 4 No. 2 Oktober 2017

Gomez, K.A. dan Gomez A.A. (1995). Prosedur Statistik untuk Penelitian
Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta : UI – Press, hal :13 – 16
Gusta. A. R., Kusumastuti, A., Parapasan, Y. 2015. Pemanfaatan Kompos
Kiambang dan Sabut Kelapa Sawit sebagai Media Tanam Alternatif pada
Pre nursery Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq), 2015, 15(2), 151-155.
Hamed, M.H., Desoky, M.A., Ghallab, A.M dan Faragallah, M.A. 2014. Effect Of
Incubation Periods and Some Organic Materials On Phosphorus Forms In
Calcareous Soils. International Journal Of Technology Enhancements And
Emerging Engineering Research Vol.2 (6); 2347-4289.
Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hargreaves, J.C., Adl, M.S dan Warman, P. R. 2008. A Review of The Use of
Composted Municipal Solid Waste in Agriculture. Nova Scotia, Canada.
Agriculture, Ecosystems and Environment 123:1-14.
Harjadi, B. 2007. Analisis Karakteristik Kondisi Fisik Lahan DAS dengan PJ dan
SIG di DAS Benain-Noemina, NTT. Jurnal Ilmu Tanah dan
LingkunganVol.7 No.2 p:74-79
Haron, K dan Mohammed, A. T. 2008. Penggunaan Pupuk Anorganik dan Organik
Secara Efisien Untuk Kelapa Sawit dan Potensi Pemanfaatan Kue Tuang
dan Abu Boiler Untuk Produksi Biofertiliser. Dalam: Prosiding Seminar
Nasional 2008 Tentang Biofertiliser, Biogas dan Pengolahan Limbah Cair
Di Industri Kelapa Sawit, P1; hlm 21–32.
Hartanto, H. 2011.Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit. Penerbit Citra Media
Publishing.Kaliurang.Yogyakarta.
Haryanti, A., Norsamsi, Putri, S. F. S., Novy, P. 2014. Studi Pemanfaatan Limbah
Padat Kelapa Sawit. Konversi, Volume 3 No. 2, Oktober 2014. Samarinda.
Hernando., Pauliz, B. H dan Maria, A. Y. 2017. Pengaruh Kompos Tankos dan
Volume Penyiraman terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Kelapa Sawit.
Jurnal Agromast , Vol.2, No.2, Oktober 2017. Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara


86

Huzaifi M.S. 2014. Pengelolaan Kebun Induk dan Pembibitan Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Minamas Research Center, Minamas Plantation, Riau.
Skripsi. Istitut Pertanian Bogor. Bogor.
Imran dan Mustaka, Z. D. 2020. Identifikasi Kandungan Kapang dan Bakteri Pada
Limbah Padatan (Decanter solid) Pengolahan Kelapa Sawit Untuk
Pemanfaatan Sebagai Pupuk Organik. Agrokompleks Vol. 20 No. 1 Januari
2020
Kaviraj, and Sharma, S. 2003. Municipal Solid Waste Management Through
Vermicomposting Employing Exotic and Local Species of Earthworms.
Bioresource Technology. 90 : 169-173.
Khan, M. M., Khan, M. A., Abbas, M., Jaskani, M. J., Ali, M. A dan Abbas, H.
2006. Evaluation of Potting Media for the Production of Rough Lemon
Nursery Stock. Pakistan Journal of Botany, vol. 38, no. 3, pp. 623–629,
2006.
Khoirudin, A. H., Sampoerno dan Yunel, V. 2017. Pemberian Pupuk Limbah
Biogas terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
di Pre-Nursery. Jom Faperta Vol. 4 No. 1 Februari 2017, 12 hal.
Kolade, O. O., Coker, A. O., Sridhar, M. K. C dan Adeoye, G. O. 2005.
Pengelolaan Limbah Inti Sawit Melalui Pengomposan Dan Produksi
Tanaman. J Environ Health Res 5 (2): 81–85.
Lahadassy, J. 2007. Pengaruh Dosis Pupuk Organik Padat Daun Gamal terhadap
Tanaman Sawi.Jurnal Agrisistem, Volume.3, No.2, Desember 2007.
Lakitan, B. 2000. Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Lazcano, C and Domínguez, J. 2011. The Use of Vermicompost in Sustainable
Agriculture: Impact on Plant Growth and Soil Fertility. Soil Nutrients ISBN
978-1-61324-785-3. Chapter 10 pg 1-23.
Lazcano, C., Sampedro, L., Zas, R dan Domínguez, J. 2010. Vermicompost
Enhances Germination of The Maritime Pine (Pinus pinaster Ait.). New
Forest. 39: 387-400.
León-Anzueto E., Miguel, A.A., Luc, D., Lucía, M.C.V.C,, Federico, A dan Miceli,
G. 2011. Effect of Vermicompost, Worm-Bed Leachate and Arbuscular
Mycorrizal Fungi on Lemongrass (Cymbopogon citratus (DC) Stapf.)
Growth and Composition of Its Essential Oil. Electron J Biotechnol. DOI:
10.2225/vol14-issue6-fulltext-9.
Lingga, P. dan Marsono. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk (edisi revisi). Penebar
Swadaya. Jakarta.
Lubis A.U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Edisi 2.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


87

Lubis R.E., Agus.W. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. Cet.1. viii+296 hlm. Agro
Media Pustaka. Jakarta.
Mandiri, 2012. Manual Pelatihan Teknologi Energi Terbarukan, Jakarta, 2012, 61.
Mangoensoekerjo, S dan Semangun, H. 2008. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit.
Yogyakarta (ID) : Universitas Gajah Mada press.
Maryani, A. T. 2018. Efek Pemberian Decanter solidterhadap Pertumbuhan Bibit
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dengan Media Tanah Bekas Lahan
Tambang Batu Bara di Pembibitan Utama. Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi. ISSN 2599-2570
(Online) Caraka Tani: Journal of Sustainable Agriculture. 2018. 33(1), 50-
56 ISSN 2613-9456 (Print) DOI:
http://dx.doi.org/10.20961/carakatani.v33i1.19310
Mashur, 2001. Vermikompos. (Kompos Cacing Tanah). Pupuk Organik Berkualitas
dan Ramah Lingkungan. Instalasi Penelitian Dan Pengkajian Teknologi
Pertanian (IPPTP) Mataram Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Mataram.
Mukhlis, Sariffudin danHanum, H. 2011. Kimia Tanah. Teori dan Aplikasi. USU
Press, Medan.
Mulat, T. 2005. Membuat dan Memanfaatkan Kascing Pupuk Organik Berkualitas.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Nagavallemma, K.P., Wani, S.P., Lacroix, S., Padmaja, V.V., Vineela, C., Babu, R.
M and Sahrawat, K.L. 2004. Vermicomposting: Recycling Wastes Into
Valuable Organic Fertilizer. Global Theme on Agrecosystems Report no. 8.
Patancheru 502 324, Andhra Pradesh, India: International Crops Research
Institute for the Semi-Arid Tropics. 20 pp.
Nasution S.H., Hanum, C., dan Jasmani, G. 2014. Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) pada berbagai Perbandingan Media Tanam Solid
Decanter dan Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Sistem Single Stage.
Jurnal Online Agroekoteknologi. 2(2), 691-701.
Novizan, 2005.Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Nugroho, E. R. 2017. Manajemen Pembibitan di Pre-Nursery dan Main-Nursery
Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Kebun Pinang Sebatang Estate, PT
Aneka Intipersada, Siak, Riau. Skripsi Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Pahan, I. 2010. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pardamean, M. 2011. Sukses Membuka Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. Penerbit
Penebar Swadaya. Cimanggis. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


88

Pardamean, M. 2012. Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun dan Pabrik Kelapa


Sawit. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Rahmah, A. 2014. Pengaruh Pupuk Organik Cair Berbahan Dasar Limbah Sawi
Putih (Brassica chinensis L.) terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis
(Zea mays L. Var. Saccharata). Laporan Penelitian. Universitas Diponegoro.
Rosenani, A. B., Rovica, R., Cheah, P. M and Lim, C. T. 2016. Research
ArticleGrowth Performance and Nutrient Uptake of Oil Palm Seedling in
Prenursery Stage as Influenced by Oil Palm Waste Compost in Growing
Media. Hindawi Publishing Corporation. International Journal of
Agronomy. Volume 2016, Article ID 6930735, 8 pages.
http://dx.doi.org/10.1155/2016/6930735
Rupani, P. F., Singh, R. P., Ibrahim, M. H., dan Esa, N. 2010. Tinjauan Metode
Pengolahan Limbah Pabrik Minyak Sawit (POME) Saat Ini: Pemasangan
Vermicom Sebagai Praktik Berkelanjutan. Aplikasi Dunia Sci J 11 (1): 70–
81.
Sabrina, D.T., Hanafi, M.M., Gandahi, A.W., Mohamed M.T.M and Nor Azwady,
A.A. 2013. Effect of Mixed Organic-Inorganic Fertilizer on Growth and
Phosphorus Uptake of Setaria Grass (Setaria splendida). Australian Journal
of Crop Sience. AJCS 7(1):75-83 (2013).
Sabrina, D.T., Hanafi, M.M., Nor Azwady, A.A., and Mohamed M.T.M. 2009.
Vermicomposting of Oil Palm Empty Fruit Bunch and Its Potential in
Supplying of Nutrients for Crop Growth. Compost Sci Util. 17:61-67.
Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Penerbit Agromedia Pustaka.
Ciganjur. Jakarta.
Sastrosayono, S. 2008. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Saw, H. Y., Janaun, J., Subbarao, D. 2008. Sifat Hidrasi dari Bungkil Inti Sawit. J
Food Eng 89: 227–231.
Schuchardt, F., Wulfert, K., Darnoko., dan Herawan. T. 2008. Pengaruh Proses Mil
Kelapa Sawit Baru Pada Penggunaan EFB dan POME. J Oil
Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya, Panen, dan Pengolahan.
Kanisius, Yogyakarta.
Sharma, P. K. and Bhushan, L. 2001. Physical Characterization of a Soil Amended
With Organic Residues in a Rice-Wheat Cropping System Using a Single
Value Soil Physical Index. Soil and Tillage Research 60, 143-152.
Sidabutar, P., Wardati., dan Khoiri, M. A.. 2015. Uji Penggunaan Sludge Limbah
Kelapa Sawit terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.)
pada Medium Subsoil. JOM Faperta Vol. 2 No. 2 Oktober 2015, 13 hal.

Universitas Sumatera Utara


89

Sirwin, R.M., Mulyati., dan Lolita, E. S. 2007. Peranan Kascing dan Inokulasi
Jamur Mikoriza Terhadap Serapan Hara Tanaman Jagung. Jurusan Ilmu
Tanah, Fakultas Pertanian, Unram.
Sitorus, I. S., Armaini., dan Saputra, S. 2015. Pengaruh Pemberian Limbah Cair
Biogas Pada Media Topsoil dan Subsoil untuk Pertumbuhan Bibit Tanaman
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Main nursery. JOM Faperta Vol.
2 No. 2 Oktober 2015, 15 hal.
Socfin, 2010. Budidaya Kelapa Sawit Ramah Lingkungan untuk Petani Kecil.
Socfin Indonesia. Medan.
Sukamto, I. T. N. 2008. 58 Kiat Meningkatkan Produktivitas dan Mutu Kelapa
Sawit. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sunuk, Y., Maria, M., dan Zetly, E. T. 2017. Aplikasi Kompos Sebagai Pembenah
Pada Bahan Induk Tanah Tambang Emas Di Desa Tatelu Kecamatan
Dimembe.Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi,
Manado.
Surya, J. A., Nuraini, Y., dan Widianto. 2017. Kajian Porositas Tanah Pada
Pemberian Beberapa Jenis Bahan Organik Di Perkebunan Kopi Robusta.
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1 : 463-471, 2017. Page 463
– 471.
Suryaningrum, R., Purwanto, E., dan Sumiyati. 2018. Analisis Pertumbuhan
Beberapa Varietas Kedelai pada Perbedaan Intensitas Cekaman Kekeringan.
Agrosains 18(2): 33-37, 2016; ISSN: 1411-5786.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.
Sutarta, E.S., Rahutomo, S., Darmosarkoro, W., dan Winarna. 2003. Peranan Unsur
Hara dan Sumber Hara Pada Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 81 hal.
Suthar, S dan Singh, S. 2008. Feasibility of Vermicomposting in Biostabilization
Sludge From a Distillery Industry. The Science of Total Environment
393:237-243.
Syam’un, E., Kaimuddin dan Dachlan, A. 2012. Pertumbuhan Vegetatif dan
Serapan N Tanaman yang Diaplikasi Pupuk N Anorganik dan Mikroba
Penambat N Non Simbiotik. Jurnal Agrivigor. 11(2): 251-261.
Syukur, A. dan Indah, N. 2006. Kajian Pengaruh Pemberian Macam Pupuk Organik
Terhadap Pertumbuhan Caisim di Tanah Pasir Pantai. Jurnal Ilmu Tanah
dan Lingkungan 5 (1), 61-68.
Talashilkar, S.C., Bhangarath, P.P dan Mehta, V.B. 1999. Changes in Chemical
Properties During Composting of Organic Residues as Influenced by
Earthworm Activity. Journal of the Indian Society of Soil Science 47:50-53.

Universitas Sumatera Utara


90

Tirta, I. G. 2005. Pengaruh Beberapa Jenis Media Tanam dan Pupuk Daun
Terhadap Pertumbuhan Vegetative Anggrek Jamrud (Dendrobium
macrophyllum A. Rich.). Jurnal Biodiversitas 7 (1) : 81 ± 84.
Tisdale, S. L., E. L. Nelson, and J. D. Beaton. 1990. Soil Fertility and Fertilizer.
Fourth edition. Mc Millan Pub. Co, New York.
Umar M. S., JenningsP., and UrmeeT. 2013. Strengthening
thePalmOilBiomassRenewableEnergyIndustryinMalaysia.RenewEnergy.
60:107–15.
Utomo, M., Sudarsono., Rusman, B., Sabrina, T., Lumbanraja, J. dan Wawan. 2016.
Ilmu Tanah – Dasar - Dasar dan Pengelolaan. Kencana Prenadamedia
Group.
Utomo, N.U dan Widjaja. 2005. Limbah Padat Pengolahan Minyak Sawit Sebagai
Sumber Nutrisi Ternak Ruminansia. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Kalimantan Tengah.
Yuniza, Y. 2015. Pengaruh Pemberian Kompos Decanter soliddalam Media Tanam
terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di
Pembibitan Utama. Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Jambi. Jambi.
Zahrim, A.Y., Rakmi, A. R., dan Kalil, M. S. 2007. Pengomposan Lumpur: Studi
Kasus Pada Lumpur Pabrik Kelapa Sawit (POMS). AJChE 7 (2): 102-107
Zainudin F., Lee K.T., Kamaruddin, A.H., Bhatia, S., dan Mohamed, A. R. 2005.
Studi adsorben yang dibuat dari abu kelapa sawit (OPA) untuk desulfurisasi
gas buang. Sep Purif Technol 40: 50–60.
Zeng, L. S., Liao, M., Chen, C. L., and Huang, C. Y. 2007. Effects of Lead
Contamination on Soil Enzymatic Activities, Microbial Biomass, and Rice
Physiological Indices in Soil–Lead–Rice (Oryza sativa L.) System.
Ecotoxicology and Environmental Safety, 67 (1), 67-74. DOI:
10.1016/j.ecoenv.2006.05.001.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Lampiran 1. Bagan Penelitian Tahap I

Ulangan III Ulangan I Ulangan II

M1 a M6 b M7 M5 M7 M3

T
M3 M2 M3 M4 M9 M5

M9 M4 M9 M2 M10 M1

M5 M10 M10 M8 M4 M8 B

M7 M8 M6 M1 M6 M2

Universitas Sumatera Utara


92

Lampiran 2. Bagan Penelitian Tahap II

Ulangan III Ulangan I Ulangan II

M6T2 M4T2 M5T2 M3T1 M1T1 M2T1

M1T2 M2T2 M7T1 M7T2 M3T2 M4T1

M2T1 M7T2 M3T2 M1T1 M7T1 M1T2 T

M5T1 M1T1 M2T1 M4T2 M6T1 M6T2

M3T2 M5T2 M4T1 M2T2 M5T1 M3T1 B

M7T1 M6T1 M6T1 M5T1 M2T2 M5T2

M4T1 M3T1 M1T2 M6T2 M4T2 M7T2

Universitas Sumatera Utara


93

Lampiran 3. Deskripsi Varietas Kelapa Sawit D x P Simalungun


Rerata produksi : 28,4 ton TBS/ha/tahun

Rendemen minyak : 26,5%

Produksi CPO : 7,53 ton/ha/tahun

Rasio inti/buah : 9,2 %

Pertumbuhan meninggi : 75-80 cm/tahun

Rata-rata jumlah Tandan : 13 tandan /pohon/tahun

Rata-rata berat tandan : 19,2 Kg Tandan Buah Segar ( TBS)

Potensi : 33 ton/ha/tahun

Panjang Pelepah : 5,47 Meter

Keunggulan : Pertumbuhan jagur, produksi tandan tinggi,

rendemen minyak sangat tinggi, mulai berbuah

sangat awal yaitu 22 bulan. Dapat ditanam di

berbagai areal.

Standart mutu bibit yang baik untuk Pre nursery : umur 3-4 bulan, jumlah daun

3,5 – 4,5 helai dalam keadaan sempurna, tinggi tanaman 20 – 25 cm, bebas dari

organisme pengganggu tanaman.

Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Universitas Sumatera Utara


94

Lampiran 4. Hasil Analisis Media Tanam

Universitas Sumatera Utara


95

Universitas Sumatera Utara


96

Universitas Sumatera Utara


97

Lampiran 5. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 4 MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 7.78 7.86 7.56 23.20 7.73
M2 5.94 5.92 6.44 18.30 6.10
M3 7.18 7.36 7.36 21.90 7.30
M4 3.24 3.12 4.82 11.18 3.73
M5 6.50 7.70 7.14 21.34 7.11
M6 6.18 6.52 6.26 18.96 6.32
M7 7.06 7.94 7.42 22.42 7.47
M8 5.46 5.54 5.96 16.96 5.65
M9 7.28 7.46 6.62 21.36 7.12
M10 3.42 4.46 4.64 12.52 4.17
Jumlah 60.04 63.88 64.22 188.14
Rataan 6.00 6.39 6.42 6.27

Lampiran 6. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 4
MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 1.08 0.54 2.74 tn 3.55
Perlakuan 9 52.08 5.79 29.39 tn 2.46
Galat 18 3.54 0.20
Total 29 56.70

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 7,08 %

Universitas Sumatera Utara


98

Lampiran 7. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 6 MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 12.96 14.06 11.78 38.80 12.93
M2 12.54 10.60 11.04 34.18 11.39
M3 13.14 12.08 13.38 38.60 12.87
M4 6.20 6.32 8.34 20.86 6.95
M5 10.56 13.44 12.56 36.56 12.19
M6 11.38 11.08 10.86 33.32 11.11
M7 11.70 13.14 12.24 37.08 12.36
M8 10.58 11.76 9.60 31.94 10.65
M9 12.88 12.10 12.04 37.02 12.34
M10 6.42 7.20 8.24 21.86 7.29
Jumlah 108.36 111.78 110.08 330.22
Rataan 10.84 11.18 11.01 11.01

Lampiran 8. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 6
MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.58 0.29 0.29 tn 3.55
Perlakuan 9 128.19 14.24 14.30 * 2.46
Galat 18 17.93 1.00
Total 29 146.71

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 9,07 %

Universitas Sumatera Utara


99

Lampiran 9. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 8 MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 16.34 18.06 15.66 50.06 16.69
M2 14.68 14.92 14.70 44.30 14.77
M3 16.74 16.94 17.80 51.48 17.16
M4 9.54 10.60 13.04 33.18 11.06
M5 15.28 16.88 17.30 49.46 16.49
M6 14.12 14.84 13.96 42.92 14.31
M7 15.66 16.94 17.12 49.72 16.57
M8 13.46 16.86 13.16 43.48 14.49
M9 17.44 14.76 16.70 48.90 16.30
M10 11.34 11.80 11.96 35.10 11.70
Jumlah 144.60 152.60 151.40 448.60
Rataan 14.46 15.26 15.14 14.95

Lampiran 10. Daftar Sidik RagamTinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 8
MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 3.72 1.86 1.46 tn 3.55
Perlakuan 9 123.21 13.69 10.75 * 2.46
Galat 18 22.91 1.27
Total 29 149.85

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 7,55 %

Universitas Sumatera Utara


100

Lampiran 11. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 10 MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 18.40 20.46 17.62 56.48 18.83
M2 17.00 16.48 17.92 51.40 17.13
M3 20.48 19.84 20.34 60.66 20.22
M4 12.80 13.14 16.72 42.66 14.22
M5 18.48 18.62 19.10 56.20 18.73
M6 16.92 17.76 16.36 51.04 17.01
M7 18.62 19.92 18.84 57.38 19.13
M8 16.40 17.34 16.26 50.00 16.67
M9 19.84 20.32 19.64 59.80 19.93
M10 13.32 14.30 14.68 42.30 14.10
Jumlah 172.26 178.18 177.48 527.92
Rataan 17.23 17.82 17.75 17.60

Lampiran 12. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur
10 MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 2.09 1.86 1.11 tn 3.55
Perlakuan 9 127.61 13.69 14.99 * 2.46
Galat 18 17.03 1.27
Total 29 146.73

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 5,53 %

Universitas Sumatera Utara


101

Lampiran 13. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur12 MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 22.32 23.62 19.06 65.00 21.67
M2 20.92 21.20 19.98 62.10 20.70
M3 25.20 24.30 25.54 75.04 25.01
M4 15.28 15.80 20.10 51.18 17.06
M5 22.94 24.40 22.00 69.34 23.11
M6 19.70 20.82 20.40 60.92 20.31
M7 22.96 25.46 23.20 71.62 23.87
M8 18.54 19.64 21.70 59.88 19.96
M9 24.76 25.12 22.58 72.46 24.15
M10 16.92 17.98 19.08 53.98 17.99
Jumlah 209.54 218.34 213.64 641.52
Rataan 20.95 21.83 21.36 21.38

Lampiran 14. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 12
MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 3.88 1.94 0.84 tn 3.55
Perlakuan 9 191.88 21.32 9.26 * 2.46
Galat 18 41.42 2.30
Total 29 237.18

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 7,09 %

Universitas Sumatera Utara


102

Lampiran 15. Data Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 6
MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 1.64 1.67 1.41 4.72 1.57
M2 1.48 1.23 1.39 4.10 1.37
M3 1.62 1.43 1.58 4.63 1.54
M4 1.00 0.76 1.00 2.76 0.92
M5 1.63 1.63 1.40 4.65 1.55
M6 1.46 1.40 1.35 4.21 1.40
M7 1.59 1.76 1.60 4.95 1.65
M8 1.48 1.21 1.26 3.94 1.31
M9 1.63 1.46 1.63 4.73 1.58
M10 1.21 0.85 1.18 3.25 1.08
Jumlah 14.72 13.40 13.81 41.93
Rataan 1.47 1.34 1.38 1.40

Lampiran 16. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre
nurseryUmur 6 MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.09 0.05 3.53 tn 3.55
Perlakuan 9 1.52 0.17 12.97 * 2.46
Galat 18 0.23 0.01
Total 29 1.84

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 8,15 %

Universitas Sumatera Utara


103

Lampiran 17. Data Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 8
MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 2.05 2.08 1.82 5.95 1.98
M2 1.87 1.58 1.74 5.19 1.73
M3 2.06 1.78 1.93 5.76 1.92
M4 1.48 1.23 1.45 4.16 1.39
M5 2.02 2.02 1.80 5.83 1.94
M6 1.89 1.83 1.78 5.50 1.83
M7 1.96 2.16 2.00 6.13 2.04
M8 1.88 1.61 1.66 5.15 1.72
M9 2.05 1.83 2.00 5.89 1.96
M10 1.66 1.30 1.61 4.58 1.53
Jumlah 18.92 17.42 17.79 54.13
Rataan 1.89 1.74 1.78 1.80

Lampiran 18. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre
nurseryUmur 8 MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.12 0.06 4.56 * 3.55
Perlakuan 9 1.24 0.14 10.23 * 2.46
Galat 18 0.24 0.01
Total 29 1.60

Keterangan = * : nyata
KK : 6,43 %

Universitas Sumatera Utara


104

Lampiran 19. Data Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 10
MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 2.18 2.32 2.10 6.59 2.20
M2 2.06 2.16 1.96 6.18 2.06
M3 2.29 2.05 2.09 6.43 2.14
M4 1.62 1.51 1.65 4.79 1.60
M5 2.14 2.29 2.04 6.47 2.16
M6 1.95 2.15 2.07 6.17 2.06
M7 2.24 2.21 2.18 6.63 2.21
M8 2.16 1.88 1.80 5.83 1.94
M9 2.31 2.14 2.16 6.62 2.21
M10 1.82 1.44 1.73 4.99 1.66
Jumlah 20.78 20.15 19.77 60.69
Rataan 2.08 2.01 1.98 2.02

Lampiran 20. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre
nurseryUmur 10 MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.05 0.03 1.80 tn 3.55
Perlakuan 9 1.36 0.15 10.47 * 2.46
Galat 18 0.26 0.01
Total 29 1.67

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 5,94 %

Universitas Sumatera Utara


105

Lampiran 21. Data Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 12
MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 2.77 2.93 2.71 8.41 2.80
M2 2.47 2.57 2.61 7.66 2.55
M3 2.95 2.80 2.94 8.69 2.90
M4 1.73 1.84 2.23 5.80 1.93
M5 2.63 2.91 2.63 8.17 2.72
M6 2.44 2.68 2.68 7.79 2.60
M7 2.80 3.03 2.83 8.66 2.89
M8 2.55 2.61 2.30 7.46 2.49
M9 2.81 2.74 2.74 8.30 2.77
M10 2.23 2.05 2.30 6.59 2.20
Jumlah 25.38 26.17 25.97 77.52
Rataan 2.54 2.62 2.60 2.58

Lampiran 22. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit di Pre
nurseryUmur 12 MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.03 0.02 0.82 tn 3.55
Perlakuan 9 2.63 0.29 14.44 * 2.46
Galat 18 0.36 0.02
Total 29 3.03

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 5,50 %

Universitas Sumatera Utara


106

Lampiran 23. Data Bobot Basah Tajuk Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 12
MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 5.74 5.20 6.90 17.84 5.95
M2 4.25 5.53 5.20 14.98 4.99
M3 11.63 8.51 11.10 31.24 10.41
M4 1.96 2.74 3.06 7.76 2.59
M5 9.48 9.88 6.37 25.73 8.58
M6 7.17 4.11 5.00 16.28 5.43
M7 7.02 8.72 8.12 23.86 7.95
M8 4.29 4.27 4.10 12.66 4.22
M9 7.77 8.43 7.51 23.71 7.90
M10 4.47 5.32 5.36 15.15 5.05
Jumlah 63.78 62.71 62.72 189.21
Rataan 6.38 6.27 6.27 6.31

Lampiran 24. Daftar Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk Bibit Kelapa Sawit di
Pre nurseryUmur 12 MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.08 0.04 0.03 tn 3.55
Perlakuan 9 149.04 16.56 12.77 * 2.46
Galat 18 23.33 1.30
Total 29 172.45

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 18,05 %

Universitas Sumatera Utara


107

Lampiran 25. Data Bobot Basah Akar Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 12
MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 2.15 1.93 1.92 6.00 2.00
M2 1.85 1.88 1.17 4.90 1.63
M3 3.16 2.54 3.26 8.96 2.99
M4 0.42 0.46 0.46 1.34 0.45
M5 2.00 2.23 1.57 5.80 1.93
M6 1.97 0.98 0.94 3.89 1.30
M7 1.27 2.25 3.03 6.55 2.18
M8 1.24 1.32 1.10 3.66 1.22
M9 1.42 2.33 2.10 5.85 1.95
M10 1.41 1.53 1.80 4.74 1.58
Jumlah 16.89 17.45 17.35 51.69
Rataan 1.69 1.75 1.74 1.72

Lampiran 26. Daftar Sidik Ragam Data Bobot Basah Akar Bibit Kelapa Sawit di
Pre nurseryUmur 12 MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.02 0.01 0.04 tn 3.55
Perlakuan 9 12.22 1.36 6.68 * 2.46
Galat 18 3.66 0.20
Total 29 15.90

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 26,16 %

Universitas Sumatera Utara


108

Lampiran 27. Data Bobot Kering Tajuk Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur
12 MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 1.61 1.73 2.03 5.37 1.79
M2 1.59 1.43 1.42 4.44 1.48
M3 3.13 2.53 3.38 9.04 3.01
M4 0.42 0.79 0.82 2.03 0.68
M5 2.74 2.87 1.96 7.57 2.52
M6 1.35 1.26 2.06 4.67 1.56
M7 2.27 2.72 2.32 7.31 2.44
M8 1.08 1.09 1.03 3.20 1.07
M9 2.37 1.71 2.26 6.34 2.11
M10 1.17 1.41 2.31 4.89 1.63
Jumlah 17.73 17.54 19.59 54.86
Rataan 1.77 1.75 1.96 1.83

Lampiran 28. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk Bibit Kelapa Sawit di
Pre nurseryUmur 12 MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.26 0.13 1.00 tn 3.55
Perlakuan 9 13.44 1.49 11.69 * 2.46
Galat 18 2.30 0.13
Total 29 16.00

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 19,55 %

Universitas Sumatera Utara


109

Lampiran 29. Data Bobot Kering Akar Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur 12
MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 0.71 0.76 0.76 2.23 0.74
M2 0.64 0.71 0.49 1.84 0.61
M3 0.85 0.80 1.03 2.68 0.89
M4 0.12 0.23 0.19 0.54 0.18
M5 0.78 0.74 0.63 2.15 0.72
M6 0.82 0.49 0.40 1.71 0.57
M7 0.51 0.79 1.04 2.34 0.78
M8 0.45 0.43 0.70 1.58 0.53
M9 0.60 0.70 0.79 2.09 0.70
M10 0.37 0.35 0.35 1.07 0.36
Jumlah 5.85 6.00 6.38 18.23
Rataan 0.59 0.60 0.64 0.61

Lampiran 30. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar Bibit Kelapa Sawit di
Pre nurseryUmur 12 MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.01 0.01 0.37 tn 3.55
Perlakuan 9 1.21 0.13 6.70 * 2.46
Galat 18 0.36 0.02
Total 29 1.59

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 23,32 %

Universitas Sumatera Utara


110

Lampiran 31.Data Rasio Akar dan Tajuk Bibit Kelapa Sawit di Pre nurseryUmur
12 MST

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1 0.44 0.44 0.37 1.25 0.42
M2 0.40 0.50 0.35 1.24 0.41
M3 0.27 0.32 0.30 0.89 0.30
M4 0.29 0.29 0.23 0.81 0.27
M5 0.28 0.26 0.32 0.86 0.29
M6 0.61 0.39 0.19 1.19 0.40
M7 0.22 0.29 0.45 0.96 0.32
M8 0.42 0.39 0.68 1.49 0.50
M9 0.25 0.41 0.35 1.01 0.34
M10 0.32 0.25 0.15 0.72 0.24
Jumlah 3.50 3.53 3.40 10.44
Rataan 0.35 0.35 0.34 0.35

Lampiran 32. Daftar Sidik Ragam Rasio Akar dan Tajuk Bibit Kelapa Sawit di
Pre nurseryUmur 12 MST

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.00 0.00 0.04 tn 3.55
Perlakuan 9 0.18 0.02 1.71 tn 2.46
Galat 18 0.21 0.01
Total 29 0.39

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 30,08 %

Universitas Sumatera Utara


111

Lampiran 33. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit Umur 2 MSPT di Main nursery

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1T1 33.55 27.85 28.45 89.85 29.95
M1T2 30.60 29.45 24.50 84.55 28.18
M2T1 24.80 22.35 29.70 76.85 25.62
M2T2 24.75 32.20 26.10 83.05 27.68
M3T1 33.35 31.55 34.50 99.40 33.13
M3T2 30.05 38.35 33.55 101.95 33.98
M4T1 32.75 31.90 34.30 98.95 32.98
M4T2 29.60 31.00 29.60 90.20 30.07
M5T1 29.75 32.55 31.35 93.65 31.22
M5T2 32.55 31.65 28.85 93.05 31.02
M6T1 36.15 33.75 32.45 102.35 34.12
M6T2 31.65 34.55 32.20 98.40 32.80
M7T1 26.90 31.20 29.75 87.85 29.28
M7T2 24.40 29.20 29.55 83.15 27.72
Jumlah 420.85 437.55 424.85 1283.25
Rataan 30.06 31.25 30.35 30.55

Lampiran 34. Daftar Sidik Ragam Tinggi Bibit Kelapa Sawit Umur 2 MSPT di
Main nursery

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 10.86 5.43 0.78 tn 3.37
Perlakuan 13 273.63 21.05 3.01 * 2.12
Media awal (M) 6 242.36 40.39 5.77 * 2.47
Media lanjutan (T) 1 5.04 5.04 0.72 tn 4.23
Interaksi 6 26.23 4.37 0.62 tn 2.47
Galat 26 182.03 7.00
Total 41 466.52

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 8,66 %

Universitas Sumatera Utara


112

Lampiran 35. Data Tinggi Bibit Kelapa Sawit Umur 4 MSPT di Main nursery

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1T1 36.85 31.75 31.95 100.55 33.52
M1T2 33.75 32.30 29.30 95.35 31.78
M2T1 28.85 26.60 33.15 88.60 29.53
M2T2 27.60 35.45 29.95 93.00 31.00
M3T1 36.60 35.20 38.55 110.35 36.78
M3T2 33.55 41.65 36.50 111.70 37.23
M4T1 35.75 35.10 37.70 108.55 36.18
M4T2 33.85 34.25 33.45 101.55 33.85
M5T1 33.30 36.85 36.10 106.25 35.42
M5T2 35.20 32.40 32.10 99.70 33.23
M6T1 39.75 35.70 35.50 110.95 36.98
M6T2 36.05 36.80 34.15 107.00 35.67
M7T1 32.00 32.95 33.90 98.85 32.95
M7T2 27.75 30.10 31.40 89.25 29.75
Jumlah 470.85 477.10 473.70 1421.65
Rataan 33.63 34.08 33.84 33.85

Lampiran 36. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman Bibit Kelapa Sawit Umur
4 MSPT di Main nursery

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 1.40 0.70 0.11 tn 3.37
Perlakuan 13 270.62 20.82 3.38 * 2.12
Media awal (M) 6 229.31 38.22 6.20 * 2.47
Media lanjutan (T) 1 16.78 16.78 2.72 tn 4.23
Interaksi 6 24.53 4.09 0.66 tn 2.47
Galat 26 160.19 6.16
Total 41 432.2

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 9,65 %

Universitas Sumatera Utara


113

Lampiran 37. Data Tinggi Tanaman Bibit Kelapa Sawit Umur 6 MSPT di Main
nursery

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1T1 39.50 33.45 34.10 107.05 35.68
M1T2 38.05 37.30 31.90 107.25 35.75
M2T1 32.85 30.50 36.35 99.70 33.23
M2T2 32.50 40.35 32.20 105.05 35.02
M3T1 39.30 41.10 39.45 119.85 39.95
M3T2 37.15 43.75 37.60 118.50 39.50
M4T1 39.75 39.75 39.50 119.00 39.67
M4T2 35.10 36.25 36.20 107.55 35.85
M5T1 35.30 40.25 39.50 115.05 38.35
M5T2 36.60 37.40 34.60 108.60 36.20
M6T1 40.80 38.65 37.05 116.50 38.83
M6T2 39.20 40.80 36.15 116.15 38.72
M7T1 35.00 35.60 38.20 108.80 36.27
M7T2 32.30 34.70 33.05 100.05 33.35
Jumlah 513.40 529.85 505.85 1549.10
Rataan 36.67 37.85 36.13 36.88

Lampiran 38. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman Bibit Kelapa Sawit Umur
6 MSPT di Main nursery

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 21.51 10.76 1.76 tn 3.37
Perlakuan 13 201.73 15.52 2.54 * 2.12
Media awal (M) 6 155.09 25.85 4.24 * 2.47
Media lanjutan (T) 1 12.38 12.38 2.03 tn 4.23
Interaksi 6 34.27 5.71 0.94 tn 2.47
Galat 26 158.62 6.10
Total 41 381.87

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 6,70 %

Universitas Sumatera Utara


114

Lampiran 39. Data Tinggi Tanaman Bibit Kelapa Sawit Umur 8 MSPT di Main
nursery

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1T1 46.25 34.95 36.05 117.25 39.08
M1T2 41.65 46.10 36.05 123.80 41.27
M2T1 36.50 37.10 37.10 110.70 36.90
M2T2 34.60 42.85 34.30 111.75 37.25
M3T1 42.60 47.25 40.85 130.70 43.57
M3T2 39.50 44.85 40.90 125.25 41.75
M4T1 43.75 45.75 43.50 133.00 44.33
M4T2 36.15 39.55 39.05 114.75 38.25
M5T1 41.55 42.50 41.10 125.15 41.72
M5T2 39.60 41.00 37.40 118.00 39.33
M6T1 41.45 45.25 41.05 127.75 42.58
M6T2 40.05 46.85 40.20 127.10 42.37
M7T1 38.35 40.05 40.35 118.75 39.58
M7T2 37.95 38.45 34.40 110.80 36.93
Jumlah 559.95 592.50 542.30 1694.75
Rataan 40.00 42.32 38.74 40.35

Lampiran 40. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman Bibit Kelapa Sawit Umur
8 MSPT di Main nursery

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 92.64 46.32 6.32 * 3.37
Perlakuan 13 242.28 18.64 2.54 * 2.12
Media awal (M) 6 155.36 25.89 3.53 * 2.47
Media lanjutan (T) 1 24.15 24.15 3.29 tn 4.23
Interaksi 6 62.77 10.46 1.43 tn 2.47
Galat 26 190.70 7.33
Total 41 525.62

Keterangan = tn : tidak nyata


KK : 6,71 %

Universitas Sumatera Utara


115

Lampiran 41. Data Tinggi Tanaman Bibit Kelapa Sawit Umur 10 MSPT di Main
nursery

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1T1 49.20 38.05 40.10 127.35 42.45
M1T2 48.20 54.90 41.60 144.70 48.23
M2T1 41.20 48.35 39.60 129.15 43.05
M2T2 45.20 48.25 42.00 135.45 45.15
M3T1 45.00 54.00 50.00 149.00 49.67
M3T2 47.10 50.45 43.00 140.55 46.85
M4T1 46.80 57.05 60.00 163.85 54.62
M4T2 43.15 44.65 45.45 133.25 44.42
M5T1 54.25 47.15 53.90 155.30 51.77
M5T2 43.20 46.00 45.50 134.70 44.90
M6T1 45.75 54.60 45.90 146.25 48.75
M6T2 44.60 51.10 45.15 140.85 46.95
M7T1 44.30 43.00 50.50 137.80 45.93
M7T2 47.90 46.25 46.65 140.80 46.93
Jumlah 645.85 683.80 649.35 1979.00
Rataan 46.13 48.84 46.38 47.12

Lampiran 42. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman Bibit Kelapa Sawit Umur
10 MSPT di Main nursery

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 62.84 31.42 1.72 tn 3.37
Perlakuan 13 432.63 33.28 1.83 tn 2.12
Media awal (M) 6 130.80 21.80 1.20 tn 2.47
Media lanjutan (T) 1 35.11 35.11 1.93 tn 4.23
Interaksi 6 266.72 44.45 2.44 tn 2.47
Galat 26 473.67 18.22
Total 41 969.14

Keterangan = tn : tidak nyata


KK : 9,06 %

Universitas Sumatera Utara


116

Lampiran 43. Data Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 2 MSPT di Main
nursery

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1T1 4.57 3.89 3.88 12.34 4.11
M1T2 4.27 4.18 3.78 12.23 4.08
M2T1 3.69 2.67 4.40 10.75 3.58
M2T2 3.34 4.07 3.94 11.35 3.78
M3T1 4.55 4.46 5.02 14.04 4.68
M3T2 4.13 4.60 4.79 13.52 4.51
M4T1 4.41 3.86 4.99 13.27 4.42
M4T2 4.14 3.88 4.35 12.37 4.12
M5T1 4.08 4.51 4.55 13.14 4.38
M5T2 3.88 4.60 4.49 12.97 4.32
M6T1 4.85 3.96 4.18 12.98 4.33
M6T2 4.80 4.55 4.24 13.60 4.53
M7T1 4.25 3.85 4.85 12.95 4.32
M7T2 3.49 3.58 4.36 11.43 3.81
Jumlah 58.47 56.65 61.83 176.94
Rataan 4.18 4.05 4.42 4.21

Lampiran 44. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit Umur
2 MSPT di Main nursery

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.99 0.49 2.89 tn 3.37
Perlakuan 13 3.87 0.30 1.74 tn 2.12
Media awal (M) 6 3.18 0.53 3.10 * 2.47
Media lanjutan (T) 1 0.10 0.10 0.56 tn 4.23
Interaksi 6 0.60 0.10 0.58 tn 2.47
Galat 26 4.44 0.17
Total 41 9.29

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 9,81 %

Universitas Sumatera Utara


117

Lampiran 45. Data Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 4 MSPT di Main
nursery

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1T1 4.90 4.25 4.22 13.38 4.46
M1T2 4.62 4.57 4.08 13.27 4.42
M2T1 4.05 2.94 4.66 11.65 3.88
M2T2 3.61 4.29 4.14 12.04 4.01
M3T1 4.96 4.79 5.24 14.99 5.00
M3T2 4.43 4.90 5.09 14.41 4.80
M4T1 4.74 4.22 5.31 14.27 4.76
M4T2 4.51 4.22 4.66 13.39 4.46
M5T1 4.44 4.84 4.82 14.10 4.70
M5T2 4.24 4.90 4.82 13.96 4.65
M6T1 5.07 4.40 4.44 13.91 4.64
M6T2 5.06 4.90 4.54 14.49 4.83
M7T1 4.63 4.18 5.26 14.07 4.69
M7T2 3.91 4.03 4.62 12.56 4.19
Jumlah 63.16 61.42 65.91 190.49
Rataan 4.51 4.39 4.71 4.54

Lampiran 46. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit Umur
4 MSPT di Main nursery

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.73 0.37 2.26 tn 3.37
Perlakuan 13 4.02 0.31 1.91 tn 2.12
Media awal (M) 6 3.37 0.56 3.47 * 2.47
Media lanjutan (T) 1 0.12 0.12 0.74 tn 4.23
Interaksi 6 0.53 0.09 0.55 tn 2.47
Galat 26 4.20 0.16
Total 41 8.95

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 8,86 %

Universitas Sumatera Utara


118

Lampiran 47. Data Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 6 MSPT di Main
nursery

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1T1 5.18 4.69 4.40 14.27 4.76
M1T2 4.98 5.10 4.18 14.26 4.75
M2T1 4.43 3.44 4.85 12.72 4.24
M2T2 4.33 4.87 4.46 13.66 4.55
M3T1 5.12 5.21 5.46 15.79 5.26
M3T2 5.02 5.23 5.26 15.51 5.17
M4T1 5.26 4.74 5.53 15.53 5.18
M4T2 4.76 4.82 5.01 14.59 4.86
M5T1 4.90 5.20 5.12 15.21 5.07
M5T2 4.55 5.06 5.13 14.74 4.91
M6T1 5.42 5.02 4.76 15.20 5.07
M6T2 5.28 5.10 4.76 15.13 5.04
M7T1 4.74 4.77 5.60 15.12 5.04
M7T2 4.47 4.41 4.84 13.72 4.57
Jumlah 68.44 67.67 69.35 205.45
Rataan 4.89 4.83 4.95 4.89

Lampiran 48. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit Umur
6 MSPT di Main nursery

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.10 0.05 0.37 tn 3.37
Perlakuan 13 3.26 0.25 1.83 tn 2.12
Media awal (M) 6 2.59 0.43 3.14 * 2.47
Media lanjutan (T) 1 0.12 0.12 0.86 tn 4.23
Interaksi 6 0.55 0.09 0.67 tn 2.47
Galat 26 3.56 0.14
Total 41 6.92

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 7,57 %

Universitas Sumatera Utara


119

Lampiran 49. Data Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 8 MSPT di Main
nursery

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1T1 5.56 4.87 4.82 15.24 5.08
M1T2 5.39 5.45 4.77 15.61 5.20
M2T1 5.10 3.83 5.29 14.22 4.74
M2T2 4.79 5.34 5.29 15.42 5.14
M3T1 5.60 5.57 5.62 16.80 5.60
M3T2 5.45 5.65 5.56 16.66 5.55
M4T1 5.86 5.45 5.90 17.21 5.74
M4T2 5.09 5.34 5.46 15.89 5.30
M5T1 5.46 5.60 5.43 16.50 5.50
M5T2 5.10 5.64 5.35 16.09 5.36
M6T1 5.87 5.76 5.24 16.88 5.63
M6T2 5.57 5.50 4.96 16.03 5.34
M7T1 5.37 5.37 5.82 16.56 5.52
M7T2 4.93 5.24 5.28 15.45 5.15
Jumlah 75.14 74.61 74.81 224.56
Rataan 5.37 5.33 5.34 5.35

Lampiran 50. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit Umur
8 MSPT di Main nursery

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.01 0.005 0.04 tn 3.37
Perlakuan 13 2.80 0.215 1.81 tn 2.12
Media awal (M) 6 1.89 0.315 2.65 * 2.47
Media lanjutan (T) 1 0.12 0.123 1.04 tn 4.23
Interaksi 6 0.78 0.131 1.10 tn 2.47
Galat 26 3.09 0.119
Total 41 5.90

Keterangan = tn : tidak nyata


* : nyata
KK : 6,45 %

Universitas Sumatera Utara


120

Lampiran 51. Data Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit Umur 10 MSPT di Main
nursery

Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan
1 2 3
M1T1 5.95 5.35 5.02 16.33 5.44
M1T2 5.87 5.79 5.02 16.69 5.56
M2T1 5.60 4.29 5.68 15.57 5.19
M2T2 5.20 5.71 5.70 16.61 5.54
M3T1 5.92 5.98 5.93 17.84 5.95
M3T2 5.84 6.01 5.92 17.77 5.92
M4T1 6.12 5.84 6.22 18.18 6.06
M4T2 5.60 5.79 5.59 16.99 5.66
M5T1 5.78 6.06 5.75 17.58 5.86
M5T2 5.75 6.06 5.73 17.54 5.85
M6T1 6.04 6.11 5.42 17.57 5.86
M6T2 5.86 5.90 5.24 17.00 5.67
M7T1 5.87 5.93 6.11 17.91 5.97
M7T2 5.45 5.43 5.70 16.58 5.53
Jumlah 80.86 80.27 79.03 240.16
Rataan 5.78 5.73 5.65 5.72

Lampiran 52. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit Umur
10 MSPT di Main nursery

F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung
0.05
Blok 2 0.12 0.062 0.53 tn 3.37
Perlakuan 13 2.35 0.181 1.54 tn 2.12
Media awal (M) 6 1.56 0.260 2.22 tn 2.47
Media lanjutan (T) 1 0.08 0.078 0.66 tn 4.23
Interaksi 6 0.71 0.119 1.01 tn 2.47
Galat 26 3.05 0.117
Total 41 5.52

Keterangan = tn : tidak nyata


KK : 5,99 %

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai