Anda di halaman 1dari 36

PENGUKURAN TANDA VITAL DAN PEMERIKSAAN FISIK DAN

PENUNJANG

NAMA : IDA NURWAHIDAH


NIM : 018.01.3609

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKES)MATARAM

T.A 2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang


telah memberikan rahmat dan karunianya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan
makalah Ilmu Keperawatan Dasar 2 tentang Pemeriksaan Penunjang sebagai salah satu
tugas wajib dan bukti bahwa kami selaku penulis telah melaksanakan dan
menyelesaikan makalah ini.

Adapun maksud dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu cara
guna memperdalam materi Ilmu Keperawatan Dasar II yang merupakan salah satu mata
kuliah yang diajarkan di Stikes Mataram..

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak terlepas bimbingan, dorongan,
serta bantuan yang tak terhingga nilainya dari berbagai pihak. Penulis juga menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Harapan penulis
semoga makalah yang sederhana ini mampu memberikan informasi kepada pembaca
tentang pemeriksaan penunjang terlebih bagi kita sebagai perawat.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, dan atas perhatian
pembaca saya ucapkan terimakasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1.......................................................................................................Latar
belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................1
1.3 Tujuan penulisan..........................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................2
2.1 Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital..................................................2
2.1.1.Tekanan Darah.................................................................2
2.1.2.Suhu Tubuh......................................................................6
2.1.3. Denyut Nadi....................................................................8
2.1.4. Respirasi..........................................................................10
2.2 Pemeriksaan Head to toe............................................................12
2.2.1. Inspeksi...........................................................................13
2.2.2.Palpasi..............................................................................14
2.2.3.Perkusi..............................................................................15
2.2.4. Auskultasi.......................................................................17
2.3 Pemeriksaan penunjang .............................................................22
2.3.1. Definisi pemeriksaan penunjang ....................................24
2.3.2. Fungsi dan tujuan pemeriksaan penunjang ....................26
2.3.3. Persiapapan untuk pemeriksaan penunjang ...................27
2.3.4. Macam-macam pemeriksaan penunjang ........................29
2.3.5. Macam-macam persiapan prosedur pemeriksaan
Penunjang …………………………………………………...31
BAB III PENUTUP......................................................................................
3.1 Kesimpulan..................................................................................
3.2 Saran ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Makalah ini ditujukan khusus bagi Mahasiswa Keperawatan yang dapat
menggunakan makalah ini sebagai pedoman dalam pembelajaran keperawatan
Dasar dengan materi Pengukuran tanda-tanda vital dan Pemeriksaan fisik yang
nantinya bermanfaat untuk mahasiswa keperawatan dalam melakukan asuhan
keperawatan bagi pasien dalam melakukan kajian pemeriksaan fisik dan pengukuran
tanda vital.
Makalah ini diperbuat sebagai bahan pembelajaran juga untuk lebih memahami
materi yang diajarkan oleh Dosen dan juga untuk lebih tau dalam melakukan
tindakan pengkajian fisik dengan teknik inspeksi, palpasi, Auskultasi, perkusi mulai
dari kepala hingga kaki dan juga pengukuran tanda vital (tekanan darah, suhu,
respirasi,polls)
Pemeriksaan penunjang dianggap sangat penting, karena ada beberapa
pemeriksaan yang tidak dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat dalam
pemeriksaan penunjang, dan pemeriksaan penunjang sangat berguna dalam
menentukan jenis penyakit maupun mengontrol perkembangan proses
penyembuhan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Pengukuran Tanda Vital dan Pemeriksaan Fisik Head to toe dan Apa
saja bagian yang diperiksa?
2. Bagaimana Teknik dan cara pengukuran tanda tanda vital dan head to toe?
3. Apakah definisi dari pemeriksaan penunjang ?
4. Apa fungsi dsn tujuan pemeriksaan penunjang?
5. Apa sajakah macam-macam pemeriksaan penunjang?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Sebagai Bahan Pembelajaran untuk dapat melakukan Pengukuran Tanda vital
dan pemeriksaan Fisik
2. Untuk Memenuhi Tugas dari dosen Perkuliahan Keperawatan Dasar II
BAB III

PEMBAHASAN

2.1 . PENGUKURAN TANDA VITAL

Tanda-tanda vital merupakan parameter tubuh yang terdiri dari tekanan


darah, denyut nadi, laju pernafasan, dan suhu tubuh. Disebut tanda vital karena
penting untuk menilai fungsi fisiologis organ vital tubuh.Pengukuran tanda vital
atau vital sign pada pasien baik pasien baru maupun pasien lama merupakan hal
yang sangat penting, oleh karena dengan pengukuran tanda vital perawat
ataupun dokter akan mengetahui kondisi pasienbaik kemajuan kesehatan pasien
maupun kemunduran kondisi kesehatan pasien. Maju mundurnya perkembangan
kesehatan pasien sangat ditentukan oleh cepat lambatnya dalam mengobservasi
keadaan dari tanda tanda vital tersebut.

A. Tekanan Darah
Tekanan darah arteri adalah tekanan atau gaya lateral yang bekerja pada dinding
pembuluh darah, tekanan ini berubah sepanjang siklus jantung.
Atau ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa tekanan darah adalah
tekanan yang dihasilkan oleh jantung pada saat memompa dan menggerakkan
darah ke seluruh bagian tubuh. Tekanan tertinggi terjadi saat ejeksi jantung dan
disebut tekanan sistolik. Sedangkan titik terendahnya disebut diastolic.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah jantung, tahanan
pembuluh darah tepi, volume darah total, viskositas darah, dan kelenturan
dinding arteri. Curah jantung merupakan tahanan pembuluh darah yang
memiliki pengaruh paling besar terhadap tekanan darah.

Tekanan darah pada orang dewasa bervariasi bergantung dari :


 Usia
 Jenis kelamin
 Ras
 Malam hari
 Aktivitas
 Emosi
 Stress

Faktor-faktor yang memperngaruhi Tekanan Darah :


 CO(Cardiac Output) : Meningkatnya aktivitas sehingga meningkatkan
dalam proses metabolisme tekanan darah naik
CO menurun : Penyakit gagal jantung atau Shock,tekanan darah
menurun
 Vaskuler Resisteance : Vasokontriksi : meningkatkan Resistence,tekanan
darah naik
Vasodelatasi : Menurunkan Resisteance,tekanan darah turun
 Volume : Pendarahan :menurunkan volumedarah,tekanan darah
turun
Resistensi Sodium, airoverloading : meningkatkan volume darah dan
tekanan darah naik
 Viskosity : Peningkatan Hematokrit pada polisitemia : menyebabkan
kekentalan darah, tekanan darah menjadi baik.
 Elastisitas dinding pembuluh darah : Pembuluh darah menjadi kaku,
ateroklerosis,sehingga resistensi meningkat maka tekanan darah naik.

Menurut National Heart, Lung and Blood Institute (NHBI) dari National
institute of Health ( NIH),tekanan darahtinggu ata hipertensi bagi orang dewasa
di definisikan sebagai tekanan Sistolik 140 mm Hg atau lebih tinggi dan tekanan
diastolik90 mm Hg atau lebih tinggi,dalam pembaruan NHLBI pedoman untuk
hipertensi pada tahun 2003, sebuah kategori yang baru ditambahkan disebut
prehipertensi yaitu tekanan sistolik 12o mm Hg- 139 mm Hg dan tekanan
diastolic 80 mm Hg- 89 mm Hg, NHLBI baru sekarang mendefinisikan tekanan
darah normal sebagai berikut : tekanan sistolik kurang dari 120 mm Hg an
tekanan diastolic kurang dari 80mm Hg namun angka-angka ini harus digunakan
sebagai pedoman saja. Sebuah pengukuran tekanan darah tinggi tidak selalu
merupakan indikasi dari suatu masalah. Membuat diagnosis hipertensi (tekanan
darah tinggi) tidak hanya dari pengukuran sekali saja tetapi perlu melihat
beberapa pengukuran tekanan darah selama beberapa hari atau minggu
sebelumnya.

Tabel Interpretasi hasil pengukuran tekanan darah adalah sebagai berikut :


Klasifikasi tekanan darah pada usia ≥ 18 tahun :

Klasifikasi Tekanan Sistolik Tekanan


(mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre hipertensi 120 - 139 80 - 89
Stadium I 140 - 159 90 - 99
Stadium II ≥ 160 ≥ 100
Stadium III ≥ 180 ≥ 110
Stadium sistolik ≥140 < 90
terisolasi

Alat pengukuran tekanan darah aatausfigmomanometer ada 3 jenis yang


lasim, yang menggunakan air raksa, jenis aneroid dan jenis digital. Alat
pengukuran yang paling ideal adalah dengan menggunakan air raksa, tetapi
memakai alat tersebut penggunaannya harus benar, dan secara rutin dilakukan
kalibrasi. Sebaiknya sebelum di periksa pastikan kandung kemih kosong dan
menghindari kopi, alkoholdan rokok karena semua hal tersebut akan
meningkatkan tekanan darah dari nilai yang sebenarnya. Istirahat duduk dengan
tenang selama 5 menit sebelum pemeriksaan dan jangan berbicara saat
pereriksaan.
Pemeriksaan tekanan darah idealnya silakukan dalam posisi duduk
dengan lengan bagian siku pleksi di atas meja dengan posisi telapak tangan
menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi jantung.
Posisi lengan dan letak manset di atas possa cubiti

Komponen suara jantung disebut suara Korotkoff, 1950 yang berasal dari
suara vibrasi saat manset dikempiskan. Suara korotkoff sendiri terbagi menjadi 5
fase yaitu :
 Korotkoff I : Saat suara denyut mulai terdengar,tapi masih lemah dan
akan mengeras setelah tekanan diturunkan 10-15 mm Hg; fase ini
disebut fase sistolik
 Korotkoff II :suara terdengar seperti bising jantung ( murmur) selama
15-20 mm Hg.
 Korotkoff III : suara menjadi kecil kualitasnya dan menjadi lebih jelas
dan lebih keras selama 5-7 mm Hg berikutnya
 Korotkoff IV : Ditandai bunyi yang tiba-tiba meredup/melemah dan
meniup setelah 5-6 mm Hg
 Korotkoff V : Bunyi tidak terdengar sama sekali,disebut sebagai
tekanan diastolic pembuluh darah tidak tertekan lagi oleh manset
penyumbat, sehingga tidak ada lagi aliran turbulensi

Faktor-faktor yang berpengaruh pada interpretasi hasil yaitu :


 Lingkungan : suasana bising,kurangnya privasi, suhu ruangan terlalu
panas
 Peralatan : kalibrasi, tipe manometer dan stetoskop, ukuran cuff (manset)
 Pasien : obat, status emosional, irama jantung, merokok, kopi,
obesitas,olahraga
 Tehnik pemeriksaan : penempatan cuff, posisi lengan, kecepatan
pengembangan dan pengempisan cuff, pakaian terlalu tebal, kesalahan
membaca sfigmomanometer.

Tips Dalam memilih manset tekanan darah dengan benar


 Lebar kantong yang dapat dikembangkan harus sekitar 40 % dari lingkar
lengan atas ( sekitar 12-14cm untuk orang dewasa rerata)
 Panjang kantong udara yang dapat di kembangkan harus sekitar 80 %
dari lingkar lengan atas ( panjangnya hamper dapat mengelilingi lengan )
 Manset standar adalah 12 x 23 cm, cocok untuk lingkar lengan higga 28
cm
Mengukur Tekanan Darah Secara Akurat

Sebelum mengukur tekanan darah, lakukan beberapa langkah untuk memastikan


bahwa pengukuran akan tepat, Teknik yang benar merupakan hal penting dan
mengurangi variabilitas inheren dari pasien atau pemeriksa, alat, dan prosedur itu
sendiri.

Langkah- Langkah untuk Memastikan Keakuratan Pengukuran Tekanan darah


 Pada situasi yang ideal, minta pasien untuk berhenti merokok atau minum
minuman berkafein 30 menit sebelum pengukuran tekanan darah
 Pastikan bahwa ruang periksa tenang dan cukup hangat
 Minta pasien untuk duduk tenang selama paling sedikit 5 menit diatas
kursi dengan kaki di lantai, dan bukan duduk ditempat tidur/meja periksa
 Pastikan bahwa lenganyang dipilih bebasdari pakaian. Tidak boleh
terdapat fistula arteriovenal untuk dialysis,jaringan perut akibat pengirisan
arteri brakialis sebelumnya, atau tanda-tanda limfedema (dijumpai setelah
teapi radiasi atau disekdi kelenjar aksilaris)
 Palpasi arteri brakialis untuk memastikan bahwa denyutnya teraba.
 Letakkan lengan sedemikan sehingga arteri brakialis, di lipat antekubiti,
berada setinggi jantung-sekitar sela iga ke-4 padapertemuannya dengan
sternum.
 Jika pasien duduk, letakkan lengan diatas meja sedikit lebih tinggi dari
pinggang pasien, cobalah topang lengan di ketinggian pertengahan dada.

Kini sudah siap mengukur tekanan darah


o Dengan lengan setinggi jantung,letakkan kantong udara yang dapat
dikembangkan diatas arteri brakialis. Batas bawah manset harus sekitar
2,5cm diatas fosa antekubiti. Pasang manset dengan pas, Letakkan
lengan pasien sedemikian sehingga lengan sedikit fleksi di siku
o Untuk menentukan seberapatinggi kita menaikkan tekanan
manset,mulamula perkirakan tekanan darah sistolik dengan palpasi.
Sewaktu arteri radialis diraba dengan salah satu tangan, kembungkan lah
dengan cepat manset sampai denyutnadi radialis lenyap. Bacalah tekanan
ini di manometer dan tambahkan 30 mm Hg. Gunakan jumlah ini sebgai
sasaran untuk penggembungan selanjutnya utuk mencegah rasa tidak
nyaman akibat tekanan yang terlalu tinggi. Hal ini menghindari
kesalahan yang terjadi akibat auscultatory gap (jeda auskuktasi)suatu
interval senyap yang mungkin terdapat antara tekanan sistolik dan
diastolic.
o Kempiskan manset dengan cepat dan tuntas dan tunggu 15 hingga 30
detik.
o Sekarang letakkan bagian bel stetoskop secara lembut diatas arteri
brakialis dengan membentuk sekat udara mengelilingi seluruh tepinya,
Karena bunyi yanga akan didengar, bunyi Korotkoff, relative bernada
rendah bunyi ini lebih jelas didengar dengan bel.
o Kembunkan manset dengan cepat untukmencapai tingkat yang telah
ditentukan, lalu kempiskan seca perlahan dengan kecepatan sekutar 2-3
mm Hg per detik. Perhatikan ketinggian sfigmomanometer ketika
mendengar bunyi yang paling sedikit dua denyut berurutan. Ini adalah
tekanan sistolik.

o Lanjutkan menurunkan tekanan secara perlahan sampai suara teredam


dan kemudian lenyap. Untuk memastikan hilangnya suara, dengarkan
ketika tekanan turun 10-20 mm Hg lagi.lalu kempiskan manset dengan
cepat hingga nol. Titik menghilangnya suara, yang biasanya hanya
beberapa mmHg dibawah titiksuara teredam, merupakan perkiraan
terbaik tekanan diastolic sejati pada orang dewasa
o Bacalah tekanan diastolic dan sistolik hingga 2 mmHg terdekat. Tunggu
2 menit atau lebih dan ulangi.Ambil rerata hasil pengukuran. Jika dua
hasil pertama berbeda lebih dari 5mmHg, lakukan pengukuran tambahan.
o Jika menggunkn instrument aneroid, tahan tombol sehingga menghadap
wajah seara langsung. Hindari penggembungan manset secara perlahan
atau berulang, kaena kongestivena yang terjadi dapat menyebabkan
kesalahan pengukuran
o Tekanan darah perlu diperiksa di kedua lengan paling tidak satu kali.
Dalam keadaan normal, mungkin ada perbedaan 5 mmHg dan kadang
hingga 10 mmHg. Pemeriksaan berikutnya sebaiknya dilakukan pada
lengan dengan tekanan lebih tinggi.
B. Suhu Tubuh
Suhu merupakan Proses produksi panas dalah tubuh yang dipengaruhi
oleh pusat pengatur suhu di otak atau thermoregulasi, yaitu hypothalamus.
Produksi panas dihasilkan karena adanya metabolisme,aktivitas, thermogenesis
kimia, kehilangan panas tubuh
Kehilangan panas dapat terjadi karena :konduksi, evaporasi, konveksi, dan
radiasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh adalah usia,jenis kelamin,
aktivitas, emosi, iklim dan makanan. Beberapa cara pengukuran suhu bergantung
pada tempat pengukurannya yaitu :
 Suhu oral :
Untuk suhu oral pilihlah thermometer elektronik atau kaca. Saat menggunakan
thermometer kaca, kosok thermometer hingga turun ke 35ºC atau lebih rendah,
masukkan di bawah lidah, minta pasien menutup bibir, dan tunggu 3-5 menit.
Lalu baca thermometer, masukkan kembali selama semenit, dan baca kembali.
Jika suhu masih meningkat ulangi prosedur ini hingga pembacaan stabil.
Perhatikan cairan panas atau dingin dan bahkan merokok, dapat mengubah
pembacaan suhu. Pada situasi ini, sebaiknya pengukuran ditunda selama 10-15
menit.
Jika menggunakan thermometer elektronik, letakkan dengan hati-hati tutup sekali
pakai di atas probe dan masukkan thermometer dibawah lidah. Minta pasien
untuk menutup kedua bibir, dan kemudiaan amati dengan cermat bacaan
digitalnya. Pencatatan suhu akurat hanya dibutuhkan sekitar 10 detik.

 Suhu rectum :
Untuk suhu rectum, minta pasien untuk berbaring di satu sisi, dengan sendi
panggul ditekuk. Pilih thermometer rectum dengan ujung yang tumpul, beri
pelumas, dan masukkan sekitar 3-4 cm (1,5 inci) ke dalam kanalis anus,dengan
arah menunjuk ke umbilicus. Keluarkan setelah 3 menit lalu baca hasilnya.

 Suhu membrane Timpani :


Mengukur suhu dengan membrane timpani semakin sering dilakukan serta
cepat,aman, dan dapat diandalkan jika dilakukan dengan benar. Pastikan kanalis
auditori eksterna bebas dari serumen,yang dapat menurunkan pembacaan suhu.
Letakkan probe di kanalis sehimgga sinar inframerah mengarah ke membrane
timpani (jika tidak maka pengukuran tidak valid). Tunggu 2 sampai 3 detik
hingga suhu digital terbaca. Metode ini mengukur suhu tubuh inti, yang lebih
tinggi daripada suhu oral normal sekitar 0,8ºC. pengukuran timbani lebih
bervariasi daripada pengukuran oral atau rectum, termasuk perbandingan telinga
kiri dan kanan pada orang yang sama.

 Suhu aksila
Metode yang paling sering di lakukan . Dilakukan 5-10 menit dengan menggunakan
termometer raksa. Suhu aksila lebih rendah 0.6° C (1°F) dari pada oral (normal
36,5ºC)

Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi yaitu:


o Suhu oral ; rentang 35,8-37,3ºC tetap rata 37ºC
o Rectal : peningkatan suhunya 0,4-0,5 ºC
o Aksila lebih rendah dari suhu oral sekitar 1 derajat Celsius (36,5)
o Telinga : suhu nya memiliki parameter lebih tinggi dari suhu normal
perbedaanya sekitar 0.8 ºC 37,4 ºC
C. Pengukuran Nadi
Nadi adalah : manifestasi ketika jantung memompa darah dan diedarkan
keseluruh tubuh. Atau Denyut nadi merupakan sensasi yang dipersepsikan seperti
gelombang darah yang dipompa ke dalam arteri karena kontraksi ventrikel kiri.
Frekuensi : dalam kondisi tenang baik fisik maupun mental orang dewasa, normal
nadi berkisar 50-90 bmp, rata-rata 60-100 bmp. Denyut nadi normal bervariasi
tergantung dari : Usia,jenis kelamin, bayi dan anak anak, masa pubertas, dewasa
dan usia tua. Pada dewasa kalau kurang dari 50 bmp disebut bradicardia.
Kekuatan nadi berdasarkan skala 0-3 :
0= tidak ada denyut
1= lemah
2=normal
3=kuat

Rentang normal denyut nadi pada berbagai kelompok usia saat istirahat adalah
- Wanita Dewasa 60 - 80 denyut / menit
- laki laki dewasa 55-75 denyut/menit
- wanita hamil berkisar 80-90 denyut/menit
- Bayi 0-3 bulan 100 -150 denut / menit anak:
- 1-10 tahun 700-130 denyut/menit
-10-18 tahun 60 - 100 denyut / menit

Pengukuran denyut nadi dapat dilakukan pada:


 Arteri Radialis. Terletak sepanjang tulang radialis, lebih mudah teraba di atas
pergelangan tangan pada sisi ibu jari. Relatif mudah dan sering dipakai
secara rutin.
 Arteri Brachialis. Terlertak di dalam otot biceps dari lengan atau medial di
lipatan siku. Digunakan untuk mengukur tekanan udara.
 Arteri Karotis. Terletak di leher di bawah lobus telinga, di mana terdapat
arteri karotid berjalan di antara trakea dan otot sternokleidomastoideus.
 Arteri femoralis. Terletak di Pangkal paha
 Arteri popliteal. Terletak di Lipatan lutut
 Arteri tibialis Posterior. Terletak sedikit diatas tumit lutut
 Arteri dorsalis pedis.terletak di Permukaan punggung kaki.

Pada pengukuran Nadi yang diperhatikan adalah :


 Kecepatan (jumlah tiap menit)
- Bradicardia (kurang dari normal)
- Tachicardia (lebih dari normal)
 Kualitas (kekuatan kontraksi jantung)
 Irama/Ritme Teratur (regular) atau tidak (irregular)
 Pulsus Alternans
Gelombang Nadi terbang terjun seperti memukul air(besar dan kecil dengan
cepat).
 Pulpus begeminus
Gelombang nadi mula-mula besar kemudian melemah dengan irama yang
tidak teratur secara bertahap dan muncul lagi secara ritmis.

Prosedur pemeriksaan nadi/arteri radialis :


 Penderita dapat dalam posisi duduk atau berbaring. Lengan dalam posisi
bebas dan rileks.
 Periksalah denyut arteri radialis di pergelangan tangan dengan cara
meletakkan jari telunjuk dan jari tengah atau 3 jari (jari telunjuk, tengah dan
manis) di atas arteri radialis dan sedikit ditekan sampai teraba pulsasi yang
kuat.
 Penilaian nadi/arteri meliputi: frekuensi (jumlah) per menit, irama (teratur
atau tidaknya), pengisian, dan dibandingkan antara arteri radialis kanan dan
kiri .
 Bila iramanya teratur dan frekuensi nadinya terlihat normal dapat dilakukan
hitungan selama 15 detik kemudian dikalikan 4, tetapi bila iramanya tidak
teratur atau denyut nadinya terlalu lemah, terlalu pelan atau terlalu cepat,
dihitung sampai 60 detik.
 Apabila iramanya tidak teratur (irregular) harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan auskultasi jantung (cardiac auscultation) pada apeks jantung.
Pemeriksaan nadi/arteri karotis
Perabaan nadi dapat memberikan gambaran tentang aktivitas pompa jantung
maupun keadaan pembuluh itu sendiri. Kadang-kadang nadi lebih jelas jika diraba
pada pembuluh yang lebih besar, misalnya arteri karotis.
Catatan : pada pemeriksaan nadi/arteri karotis kanan dan kiri tidak boleh
bersamaan.

D. Pengukuran Respirasi (pernafasan)


Respirasi adalah proses mengambil oksigen dan mengeluarkan sisa dari
metabolism berupa karbon dioksida.
Pernafasan adalah aktifitas yang tidak disadari dan diatur oleh medulla
oblongata dan dibentuk oleh otot-otot pernafasan. Pernafasan melibatkan
beberapa fisiologis tubuh, yaitu:
a. ventilasi pulmonar adalah pergerakan udara ke dalam dan keluar
paru-paru baik sewaktu inspirasi dan ekspirasi
b. respirasi eksternal adalah perpindahan oksigen dan karbondioksida
antara alveoli dalam paru-paru dan sirkulasi darah
c. respirasi internal adalah perpindahan oksigen dan karbondioksida antara
sirkulasi darah dan jaringan sel
Jenis- Jenis pernafasan :
a. Pernafasan dada : menggunakan otot intercostal eksternal dan otot
sternokloidomastoideus.
b. Pernafasan perut : Bernafas dengan kontraksi dan relaksasi diafragma

Faktor yang mempengaruhi Respiratory Rate:


1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Suhu Tubuh
4) Posisi tubuh
5) Aktivitas
Dalam menghitung pernafasan, yang diperhatikan adalah ;
a. Frekuensi
b. Kedalaman
c. Irama pernafasan
d. Bunyi pernafasan
e. Usaha pernafasan

Jumlah pernafasan normal sesuai dengan usia bervariasi :


Usia Rate
Neonatal 30-40 bmp
Bayi 1 thn 20-40 bmp
Usia 2 thn 25-32 bmp
Usia 8-10 thn 20-26 bmp
Usia 12-14 thn 18-22 bmp
Usia 16 thn 12-20 bmp
Dewasa 10-20 bmp

Tipe pernafasan :
a. Pernafasan normal :
Usaha pernafasan antara inspirasi dan ekspirasi amplitudonya sam irama
teratur dan frekuensi rata-rata pada dewasa 14-20 kali/menit
b. Takipnoe : pernafasan dangkal dan cepat dengan frekuensi lebih dari normal
yang mecolok
c. Bradipnoe : Penafasan dangkal dan lambat dengan frekuensi kurang dari
normal mencolok.
d. Hiperpnoe : pernafasan dalam dan cepat dnegan frekuensi lebih dari normal.
e. Chyne stokes : pernafasan yang mula-mula teratur kemudian cepat dan
dalam diselingi periode apnoe
f. Kussmoul ; pernafasan yang dalam dan lambat
g. Pernafasan biot : Tidak teraturnya pernafasan baik kedalamannya maupun
frekuensinya yang awitannya tidak terduga.

Cara pemeriksaan frekuensi pernapasan:


 Pemeriksaan inspeksi : perhatikan gerakan nafas pasien secara menyeluruh
tanpa pasien mengetahui saat kita menghitung frekuensi nafasnya. Posisi
pemeriksa ada di bottom penderita di dekat telapak kaki pasien atau di
samping kanan. Pada inspirasi, perhatikan : gerakan iga ke lateral, pelebaran
sudut epigastrium, adanya retraksi dinding dada (supraklavikuler, suprasternal,
interkostal, epigastrium), penggunaan otot-otot pernafasan aksesoria serta
penambahan ukuran anteroposterior rongga dada.
Pada ekspirasi, perhatikan : masuknya kembali iga, menyempitnya sudut
epigastrium dan pengurangan diameter anteroposterior rongga dada.
 Pemeriksaan palpasi : pemeriksa meletakkan telapak tangan untuk merasakan
naik turunnya gerakan dinding dada.
 Pemeriksaan auskultasi : menggunakan membran stetoskop diletakkan pada
dinding dada di luar lokasi bunyi jantung. Pemeriksaan ini digunakan sebagai
konfirmasi dari inspeksi yang telah dilakukan.

5.1 PEMERIKSAAN FISIK(HEAD TO TOE)


A. Pengertian Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut ke ujung
kaki(head to toe) pada setiap system tubuh yang memberikan informasi
objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk membuat
penilaian klinis(Potter dan Perry, 2005)
 Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan
atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu untuk memperoleh data
yang sistematis dan komprehensif,memastikan atau membuktikan hasil
anamnesisi,menentukan masalah,serta merencanakan tindakan
keperawatan yang tepat bagi pasien(Dewi Sartika,2010)
 Pemeriksaan fisik merupakan proses pemeriksaan tubuh pasien untuk
menentukan ada atau tidaknya masalah fisik. Tujuan pemeriksaan fisik
adalah untuk mendapatkan informasi valid tentang kesehatan pasien.
 Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengumpulkan data dasar mengenai
kesehatan pasien, serta untuk menambah,mengonfirmasi atau
menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan. Dan
menjadi refensi perawat dalam upaya penyembuhan kesehatan pasien.
B. Prinsip Dasar Pemeriksaan Fisik Keperawatan
1) Selalu Meminta Kesediaan Pada Pasien untuk setisp pemeriksaan
Setiap perawat yang bertugas wajib menyapa,menjelaskan,dan
meminta izin untuk melakukan pemeriksaan fisik. Perawat harus
menjaga komunikasi yang baik dengan pasien.
2) Menjaga privasi Pasien
Perawat hendaknya menjaga privasi pasien dalam tahapan
pemeriksaan fisik keperawatan yang dilakukannya. Perawat harus
sebisa mungkin menjaga aib pasien bagaimana pun kondisinya.
Menjaga privasi termasuk salah satu kriteria etika para perawat
bersama confidentiality, fidelity,dan veracity. Privasi berarti
menghormati hak privasi pasien, sedangan confidentiality berarti
kewajiban menyimpan informasi kesehatan sebagai rahasia.
Semnatar fidelity berarti kesetiaan, dan veracity berarti menjunjung
tinggi kebenaran serta kejujuran. Ini diatur oleh UU Permenkes RI
No. 269 pasal 10 tentang rekam medis.
3) Pemeriksaan harus Seksama dan Sistematis
Pemeriksaan harus dilakukan secara sistematis dan seksama dengan
memberikan perhatian yang memadai terhadap kenyamanan pasien.
Pemeriksaan harus dimulai dari kepala hingga ujung kaki untuk
menemukan bukti adanya abnormalitas.
4) Memberi kejelasan seputar Pemeriksaan Fisik
Perawat harus memberikan gambaran tentang tahapan pemeriksaan
yang akan dilakukan. Penjelasan itu meliputi, pemeriksaan yang
sedang dilakukan,tujuannya,cara pemeriksaannya, hal-hal yang akan
diperiksa, dan urgensi pemeriksaan fisik.
5) Memberikan instruksi spesifik yang jelas
Perawt harus memberikan instruksi yang jelas kepada pasien selama
pemeriksaan berlangsung,bahkan berbagai instruksi medis yang
terkesan gampang dilakukan, bukan berarti perawat atau tenaga
medis menyepelekan instruksi tersebut.
6) Berbicaralah secara komunikatif.
Menciptakan hubungan harmonis dan hangat antara perawat dan
pasien,berbicara secara komunikatif juga membantu pasien untuk
mampu mengutarakan berbagai keluhan yang dirasakannya.
7) Ajaklah Paien bekerja sama dalam pemeriksaan.
Mengajak pasien bekerja sama dalam pemeriksaan menandakan
hubungan yang terbangun antara pasien dan perawat tidak sekadar
hubungan formal dokter-pasien, tetapi antara dua kepentingan yang
saling melengkapi perawat bertugas merawat dan emnyembuhkan,
sedangkan pasienjuga datang untuk dirawat dan disembuhkan.
8) Perhatikanlah ekspresi atau bahasa nonverbal pasien.
Perawat harus peka terhadap ekspresi non verbal pasien. Ekspresi
non verbal menunjukkan gejala pasien yang biasanya tidak
terucapkan.dengan memperhatikan pasien perawat bisa menangkap
gejala secara menyeluruh.

C. Teknik Pemeriksaan Fisik


Terdapat empat tenik pengkajian secara iniversal diterima untuk digunakan
selama pemeriksaan fisik, yaitu :
i. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat atau melakukan
pengamatan melalui mata dan alat pembantu lainnya terhadap
keadaan klien, atau pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Tujuan
dari teknik ini adalah mendeteksi tanda-tanda fisik yang
berhubungan dengan status fisik. Teknik ini dilakuakn pertama
kali ketika bertemu dengan pasien. Hal yang diamati adalah
tingkah laku dan keadaan tubuh klien serta hal umum dan khusus.

Adapun langkah-langkah teknis inspeksi adalah sebgai berikut :


o Aturlah pencahayaan
o Suhu dan ruangan nyaman
o Aturlah tubuh pasien agar bisa diamati secara detail
o Bukalah bagian tubuh yang diinspeksi
o Bila perlu gunakan kaca pembesar
o Lakukan pemeriksaan pada area tubuh tertentu untuk
ukuran,brntuk,warna,kesimetrisan,posisi, dan
abnormalitasnya.
o Bandingkan area tubuh yang satu dengan yang lainnya,
o Jelaskan hasilnya kepada klien atau keluarga
o Perhatikan kesan pertama klien serta
o Sistematis dan tidak terburu-buru.
Idealnya langkah pertama pemeriksaan pasien adalah inspeksi,
yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual. Ini
merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji dan
menilai pasien.

ii. Palpasi
Palpasi adalah teknik pemeriksaan fisik klien dengan
menggunakan indra peraba. Apabila mata merupakan instrumen
utama pada inspeksi maka tangan dan jari jari merupakan
instrumen utama ketika melakukan palpasi. Selama palpasi,
perawat menyentuh tubuh klien untuk merasakan denyutan dan
getaran, mencari struktur, tekstur, ukuran, kehangatan, mobilitas,
dan nyeri tekan. Palpasi emungkinkan kita mendetekdi
nadi,kekuatan otot, pembesaran limfa nodus, kekeringan kulit dan
rambut, nyeri tekan organ atau pembengkakan payudara, dan
mengukur naik turunnya dada setiap kali pernafasan.
Biasanya, palpasi dilakukan setelah inspeksi sebagai teknik
pemeriksaan fisik yang kedua. Sebagai contoh, jika terdapat ruam-
ruam pada inspeksi, perawat menentukan melalui palpasi ruam-
ruam tersebut permukannya meninggi,terasa nyeri,hangat atau
tidak. Tetapi, selama pengkajian abdomen atau system uniranus,
palpasi harus dilakukan pada akhir pemeriksaan untuk
menghindari menyebabkan klien merasa tidak nyaman dan
menstimulasi perilistik. Palpasi ringan melibatkan penggunaan
ujung jaridan bantalan jari untuk memberikan tekanan ringan pada
permukaaan kulit dilakukan sedalam 1-2 cm.
Teknik palpasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Pastikan area yang akan di palpasi benar benar tampak
( tidak tertutup selimut,baju dan lain-lain)
 Cuci tangan sampai bersih dam keringkan
 Beri tahu pasien tentang hal yang akan dkerjakan
 Secara prinsip, palpasi dapat dikerjakan dengan semua jari,
tapi jari telunjuk dan ibu jari lebih sensitive
 Untuk mndeterminasi bentuk dan struktur organ,gunakan
jari 2,3, dan 4 secara bersamaan. Untuk palpasi abdomen
gunakan telapak tangan dan beri tekanan dengan jari-jari
secara ringan.
 Bila diperlukan lakukan palpasi dengan dua tangan
 Perhatikan dengan seksama muka pasien selama palpasi
untuk mengetahui adanya nyeri tekan, serta
 Lakukan palpasi secara sistematis, dan uraikan ciri-
ciri,ukuran, bentuk,konsistensi, dan permukaannya.

Area tangan yang digunakan untuk palpasi memiliki


kekhususan untuk membedakan temuan-temuan klinis (Gambar
1). Pemeriksa yang ahli akan menggunakan bagian tangan yang
paling sensitif untuk melakukan setiap jenis palpasi. Pads atau
ujung jari pada bagian distal ruas interphalangeal paling baik
digunakan untuk palpasi, karena ujung saraf spesifik untuk indera
sentuhterkelompok saling berdekatan. Hal ini akan meningkatkan
kemampuan membedakan dan menginterpretasi apa yang
disentuh. Pengukuran kasar suhu tubuh paling baik dilakukan
memggunakan bagian punggung (dorsum) tangan.Posisi, ukuran,
dan konsistensi struktur dapat ditentukan paling efektif
menggunakan tangan yang berfungsi untuk meraih atau
memegang. Tangan juga dapat digunakan untuk mendeteksi
massa atau mengevaluasi cairan yang terkumpul secara abnormal.
Vibrasi/getaran dapat dengan mudah dideteksi oleh permukaan
telapak tangan, sepanjang persendian tulang metakarpophalangeal
(MCP), atau aspek ulnar jari kelima dari pergelangan tangan ke
sendi MCP Area ini dapat mendeteksi getaran dengan baik karena
suara dapat lewat dengan mudahmelalui tangan.

iii. Perkusi
Perkusi ialah pemeriksaan dengan cara mengetuk
permukaan badan menggunakan perantara jari tangan untuk
mengetahui keadaan organ-organ di dalam tubuh. Perkusi juga
merupakan pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian
permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian
tubuh lainnya (kiri kanan) agar menghasilkan suara.
Perkusi berkaitan dengan sensasi taktil dan bunyi yang
dihasilkan apabila suatu pukulan keras dilakukan pada suatu
daerah yang diperiksa. Tindakan ini dapat memberikan informasi
berharga mengenai struktur organ atau jaringan dibawahnya.
Adanya perbedaan suara ketuk dapat digunakan untuk
menentukan batas-batas suatu organ, misalnya paru, jantung, dan
hati atau mengetahui batas- batas massa abnormal di rongga
abdomen.Perkusi dapat dilakukan secara langsung dengan
mengetukkan ujung jari II dan III langsung pada daerah yang
diperkusi. Cara ini sulit dan memerlukan banyak
latihan sehingga jarang dilakukan, kecuali untuk perkusi kepala.
Cara yang lebih lazim dikerjakan adalah perkusi tidak langsung.

Prosedur perkusi tidak langsung adalah sebagai berikut:


 Tempatkan jari II atau III (plessimeter) tangan kiri pada
bagian tubuh yang diperiksa, sedangkan jari-jari lainnya
tidak menyentuh tubuh. Jari ini dipakai sebagai landasan
untuk mengetuk. Untuk menghasilkan bunyi yang lebih
keras, tekan jari ini dengan erat pada bagian tubuh yang
diperiksa. Cara ini lebih baik daripada melakukan
pengetukan lebih keras.

 Lakukan pengetukan pada jari landasan diantara ruas


interphalangeal dengan jari II atau III (pleksimeter)
tangan kanan. Ketukan dilakukan sedemikian rupa
sehingga engsel pergerakan terletak pada pergelangan
tangan (bukan pada siku). Pengetukan dilakukan dengan
cepat dan seperti refleks, kemudian jari pleksimeter segera
diangkat dengan cepat agar getaran tidak teredam.
Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan
kepalan tangan. Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan
kepalan dari tangan yang dominan yang kemudian mengetuk
permukaan tubuh secara langsung. Perkusi langsung kepalan
bermanfaat untuk perkusi pada toraks posterior, terutama jika
perkusi jari tidak berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan
kepalan, plessimeter menjadi tangan yang pasif dan diletakkan
pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari tangan yang
dominan) mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk
menilai misalnya, nyeri tekan costovertebral angle (CVA) ginjal.
Mengetuk permukaan stuktur individu akan menghasilkan
gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di
bawahnya. Pantulan suara akan berbedabeda karakteristiknya
tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu. Prinsip
dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara
(misalnya paru-paru)akan menghasilkan suara yang lebih keras,
rendah, dan panjang. Sedangkan struktur yang lebih padat
(misalnya otot paha) akan menghasilkan suara yang lebih lembut,
tinggi, dan pendek. Densitas jaringan atau massa yang tebal akan
menyerap suara, seperti proteksi akustik menyerap suara pada
ruang “kedap suara”. Tabel 1 menunjukkan kualitas dan karakter
suara yang keluar pada saatperkusi sesuai dengan tipe dan
densitas jaringan dan sifat lapisan di bawahnya.
Secara garis besar, suara perkusi dibagi menjadi 3 macam,
Yakni :
- sonor (suara yang terdengar pada perkusi paru normal),
- pekak (seperti suara yang terdengar pada perkusi otot, misalnya
otot paha atau bahu),
- dan timpani (seperti suara yang terdengar pada perkusi abdomen
bagian lambung).
- redup (antara sonor dan pekak) misalnya jaringan yang lebih
padat misalnya daerah paru-paru atau pneumonia.
- hipersonor (antara sonor dan timpani). Daerah yang lebih
berongga kosong, mislnya daerah caverna paru pada klien
asthma kronik.

iv. Auskultasi
Auskultasi adalah keterampilan untuk mendengarkan suara tubuh
pada paru-paru,jantung dan pembuluh darah dan bagian dalam
atau viscera abdomen. Umumnya, auskultasi adalah teknik akhir
dari suatu pemeriksaan.
Suara yang didengar dibedakan berdasarkan frekuensi (pitch),
intensitas (keraslemahnya), durasi, kualitas (timbre), dan
waktunya. Dengan auskultasi dapat didengar suara pernapasan,
bunyi atau bising jantung, peristaltik usus, serta aliran darah dalam
pembuluh darah. Teknik ini seharusnya dipakai bersama-sama
dengan inspeksi, perkusi, dan palpasi. Auskultasi dianjurkan
menggunakan stetoskop binaural dengan pipa yang pendek (25-30
cm). Dinding pipa tebalnya ± 3 mm dan diameter lumen pipa 3
mm. Terdapat 3 ukuran stetoskop yang sesuai untuk neonatus,
anak (pediatrik), dan dewasa. Umumnya stetoskop pediatrik cukup
memadai untuk digunakan pada
bayi dan anak. Stetoskop binaural mempunyai bagian yang
bermembran (diafragma) dan bagian yang berbentuk seperti
mangkok (bel) yang dikelilingi karet agar terasa dingin . Sisi
diafragma akan menyaring suara yang berfrekuensi atau bernada
rendah, sehingga suara yang terdengar terutama adalah suara
bernada tinggi. Suara yang bernada tinggi antara lain suara jantung
(S1 dan S2), gesekan perikard (pericardial friction rub), suara
paru-paru, dan bising usus. Sedangkan sisi bel akan menyaring
suara yang berfrekuensi tinggi, sehingga suara yang terutama
terdengar adalah suara berfrekuensi rendah. Suara yang bernada
rendah antara lain murmur jantung, turbulensi arteri (bruits) atau
vena (hums), dan friksi organ. Perlu diingat bahwa fungsi pada sisi
bel hanya akan terjadi bila alat ditekan lembut pada kulit. Apabila
sisi bel ditekan dengan keras pada kulit maka mangkuk bersama
kulit akan berfungsi sebagai membran, yaitu menyalurkan suara
berfrekuensi tinggi.

Praktik Pemeriksaan Fisik.


a. Menyiapan Alat pemeriksaan.
 Pena cahaya atau senter untuk cek kulit, respons pupil
terhadap cahaya.
 Penggaris atau meteran untuk pemeriksaan mola atau
abnormalitas kulit lainnya, tinggi fundus, dan keliling
tangan.
 Sarung tangan dan masker untuk situasi tertentu
 Stetoskop
 Palu reflex
b. Inspeksi
 Mengamati posisi kepala.
Bagaimana postur kepala? Apakah ada bagian muka yang
asimetris? Apakah besar kepala proposional terhadap tubuh
lain? Periksa kulit terhadap adanya lesi. Periksa rambut dan
lihat. Apakah teraba Massa? Jika ya perkirakan ukuran,
konsistensi dan simetrinya.
 Mengamati mata
Apakah ada kemungkinan proptosis(menonjonya bola
mata). Inspeksi kontak mata, ekspresi muka, gerakan
mata, struktur mata internal dan eksternal, serta
pemeriksaan oftalmoskopi, skera diperiksa untuk melihat
adanya nodul, pemeriksaan pupil.
 Periksa leher terhadap kemungkinan asimetris.
Cari adanya luka parut,asimetri, ataupun massa. Tiroid
normal hamper tidak tampak. Persilakan pasien menelan,
sambil mengamati gerak naik tiroid.
 Pemeriksaan telinga
Inspeksi pina untuk melihat ukura, posisi, dan
bentuknya.lihat telinga luar apakah terdapat nodul dan lesi
dan pengeluaran cairan.
 Pemeriksaan Mulut
Meliputi(gigi,gusi lidah) diperiksa dengan penlight lihat
adanya lesi pada mukosa pipi atau terjadi perubahan
warna. Periksa bibir untuk melihat adanya fisura tremor.
Lalu gigi dalam diperiksa dengan baik untuk melihat
adanya infeksi tersembunyi.
 Inspeksi hidung, melihat adanya pembengkakan, trauma
dan anomaly
 Lihat kulit warna keseluruhan, variasi warna, tampilan
umum, corak kulit, perhatikan adanya bau. Perhatikan
adanya bintil, bintik merah, kutil dan kulit kepala. Begitu
juga dengan kuku apakah ada retak retak dan juga apakah
warna nya konsistensi,kesimetrisan, ketebalan dan
kerapuhan.
 Inspeksi jantung dengan melihat car pasien bernafas. Susah
apa tidak.
 Inspeksi abdomen apakah terdapat parut, stria
 Inspeksi dada apakah simetris bentuk, ukurannya dan
gerakan dada.
 Inspeksi anggota gerak tubuh
c. Palpasi
 Semua bagian kepala harus di lakukan palpasi untuk
melihat adanya nyeri atau massa.
 Lakukan palpasi pada leher untuk mencari adanya
asimetrids, denyut yang tidak lazim, tumor dan
keterbatasan gerak.
 Palpasi kelenjar getah bening
 Lakukan pemeriksaan di trigonum anterior, kemudian di
trigonum posterior dan akhinya di submental dan sub
mandibular
 Palpasi fosa supraklavikular umtuk menilai apakah ada
tumor
 Bagian pina pada telinga di palpasiuntuk mecari adanya
nyeri tekan, pembengkakan atau nodulus.
 Dasar mulut dipalpasi dengan meletakkan satu jari di
bawah lidah dan jari lain di dagu untuk memeriksa
penebalan atau massa.
 Palpasi adanya sinus pada hidung
 Palpasi kulit untuk melihat bagaiman tekstur kulit,
konsistensi, suhu dan kelembapan serta turgor, nyeri
tekan.
 Denyut jantung dapat dilakukan dengan menekan nadi
yang ada di arteri radialis.
 Palpasi abdomen apakah ada nyeri tekan
 Palpasi dada apakah ada penonjolan atau
pembengkakanatupun kelain lainnya.
d. Auskultasi
 Memperhatikan bunyi jantung, bising jantung, dan gesekan
pericard
 Pemeriksaan paru untuk mendengarkan perubahan nafas
dan pengembangan paru.
e. Perkusi
 Perkusi abdomen untuk melihat adanya distensi gas,
cairan, ataupun massa pasat. Perkusi abdomen dengan ke
empat kuadran. Timpani menjadi bunyi perkul=si pada
abdomen.
 Perkusi pada paru untuk membandingkan batas-batas paru
dan perbandingan paru kiri maupun kanan.

2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Definisi Pemeriksaan Penunjang dan Faktor Penyebab Kesalahan


Pemeriksaan penunjang merupakan penelitian perubahan yang timbul pada
penyakit, perubahan ini bisa berupa penyebab atau akibat pemeriksaan
penunjang juga sebagai ilmu terapan yang berguna membantu petugas kesehatan
dalam mediagnosis dan mengobati pasien.
Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu
diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu
perlu diketahui faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan
laboratorium.Terdapat 3 faktor utama yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil
laboratorium yaitu:

1. Pra Instrumentasi
Pada tahap ini sangat penting diperlukan kerjasama antara petugas,
pasien dan dokter. Hal ini karena tanpa kerja sama yang baik akan mengganggu
atau mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium yang termasuk dalam
tahapan pra instrumentasi meliputi:
a. Pemahaman instruksi dan pengisian formulir
Pada tahap ini perlu diperhatikan benar apa yang diperintahkan oleh dokter
dan dipindahkan ke dalam formulir. Hal ini penting untuk menghindari
pengulangan pemeriksaan yang tidak penting, membantu persiapan pasien
sehingga tidak merugikan pasien dan menyakiti pasien. Pengisian formulir
dilakukan secara lengkap meliputi identitas pasien : nama, alamat/ruangan,
umur, jenis kelamin, data klinis/diagnosa, dokter pengirim, tanggal dan
kalau diperlukan pengobatan yang sedang diberikan. Hal ini penting untuk
menghindari tertukarnya hasil ataupun dapat membantu intepretasi hasil
terutama pada pasien yang mendapat pengobatan khusus dan jangka
panjang.

b. Persiapan penderita
 Puasa
Dua jam setelah makan sebanyak kira-kira 800 kalori akan
mengakibatkan peningkatan volume plasma, sebaliknya setelah
berolahraga volume plasma akan berkurang. Perubahan volume plasma
akan mengakibatkan perubahan susunan kandungan bahan dalam plasma
dan jumlah sel darah.
 Obat
Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
hematologi misalnya asam folat, Fe, vitamin B12 dll. Pada pemberian
kortikosteroid akan menurunkan jumlah eosinofil, sedang adrenalin akan
meningkatkan jumlah leukosit dan trombosit. Pemberian transfusi darah
akan mempengaruhi komposisi darah sehingga menyulitkan pembacaan
morfologi sediaan apus darah tepi maupun penilaian hemostasis.
Antikoagulan oral atau heparin mempengaruhi hasil pemeriksaan
hemostasis.
 Waktu pengambilan
Umumnya bahan pemeriksaan laboratorium diambil pada pagi
hari tertutama pada pasien rawat inap. Kadar beberapa zat terlarut dalam
urin akan menjadi lebih pekat pada pagi hari sehingga lebih mudah
diperiksa bila kadarnya rendah. Kecuali ada instruksi dan indikasi khusus
atas perintah dokter. Selain itu juga ada pemeriksaan yang tidak melihat
waktu berhubung dengan tingkat kegawatan pasien dan memerlukan
penanganan segera disebut pemeriksaan sito. Beberapa parameter
hematologi seperti jumlah eosinofil dan kadar besi serum menunjukkan
variasi diurnal, hasil yang dapat dipengaruhi oleh waktu pengambilan.
Kadar besi serum lebih tinggi pada pagi hari dan lebih rendah pada sore
hari dengan selisih 40-100 ug/dl. Jumlah eosinofil akan lebih tinggi
antara jam 10 pagi sampai malam hari dan lebih rendah dari tengah
malam sampai pagi.
 Posisi pengambilan
Posisi berbaring kemudian berdiri mengurangi volume plasma
10% demikian pula sebaliknya. Hal lain yang penting pada persiapan
penderita adalah menenangkan dan memberitahu apa yang akan
dikerjakan sebagai sopan santun atau etika sehingga membuat penderita
atau keluarganya tidak merasa asing atau menjadi obyek.

c. Cara pengambilan sampel


Pada tahap ini perhatikan ulang apa yang harus dikerjakan, lakukan
pendekatan dengan pasien atau keluarganya sebagai etika dan sopan
santun, beritahukan apa yang akan dikerjakan. Selalu tanyakan identitas
pasien sebelum bekerja sehingga tidak tertukar pasien yang akan diambil
bahan dengan pasien lain. Karena kepanikan pasien akan mempersulit
pengambilan darah karena vena akan konstriksi. Darah dapat diambil
dari vena, arteri atau kapiler. Syarat mutlak lokasi pengambilan darah
adalah tidak ada kelainan kulit di daerah tersebut, tidak pucat dan tidak
sianosis. Lokasi pengambilan darah vena umumnya di daerah fossa cubiti
yaitu vena cubiti atau di daerah dekat pergelangan tangan. Selain itu
salah satu yang harus diperhatikan adalah vena yang dipilih tidak di
daerah infus yang terpasang/sepihak harus kontra lateral. Darah arteri
dilakukan di daerah lipat paha (arteri femoralis) atau daerah pergelangan
tangan (arteri radialis). Untuk kapiler umumnya diambil pada ujung jari
tangan yaitu telunjuk, jari tengah atau jari manis dan anak daun telinga.
Khusus pada bayi dapat diambil pada ibu jari kaki atau sisi lateral tumit
kaki.

d. Penanganan awal sampel dan transportasi


Pada tahap ini sangat penting diperhatikan karena sering terjadi
sumber kesalahan ada disini. Yang harus dilakukan :
- Catat dalam buku expedisi dan cocokan sampel dengan label dan
formulir. Kalau sistemnya memungkinkan dapat dilihat apakah sudah
terhitung biayanya (lunas).
- Jangan lupa melakukan homogenisasi pada bahan yang mengandung
antikoagulan.
- Segera tutup penampung yang ada sehingga tidak tumpah.
- Segera dikirim ke laboratorium karena tidak baik melakukan
penundaan.
- Perhatikan persyaratan khusus untuk bahan tertentu seperti darah
arteri untuk analisa gas darah, harus menggunakan suhu 4-8° C
dalam air es bukan es batu sehingga tidak terjadi hemolisis. Harus
segera sampai ke laboratorium dalam waktu sekitar 15-30
menit.Perubahan akibat tertundanya pengiriman sampel sangat
mempengaruhi hasil laboratorium. Sebagai contoh penundaan
pengiriman darah akan mengakibatkan penurunan kadar glukosa,
peningkatan kadar kalium. Hal ini dapat mengakibatkan salah
pengobatan pasien. Pada urin yang ditunda akan terjadi pembusukan
akibat bakteri yang berkembang biak serta penguapan bahan terlarut
misalnya keton. Selain itu nilai pemeriksaan hematologi juga berubah
sesuai dengan waktu.
2. Interpretasi data
a. Menentukan aspek positif klien
Jika klien memerlukan standar kriteria kesehatan, perawat kemudian
menyimpulkan bahwa klien memiliki aspek positif tersebut dapat digunakan
untuk meningkatkan atau membantu memecahkan masalah klien yang
dihadapi.
b. Menentukan masalah klien
Jika klien tidak memenuhi standar kriteria maka klien tersebut mengalami
keterbatasan dalam aspek kesehatannya dan memerlukan pertolongan.
c. Menentukan masalah klien yang pernah dialami
Perawat dapat menyimpulkan bahwa daya tahan tubuh klien tidak mampu
untuk melawan infeksi tersebut.
d. Menentukan keputusan
Penentuan keputusan didasarkan pada jenis masalah yang ditemukan. Tidak
ditemukan masalah kesehatan tetapi perlu peningkatan status dan fungsi
kesehatan.
e. Masalah yang akan muncul
Mengumpulkan data yang lengkap untuk lebih mengidentifikasi masalah-
masalah yang akan muncul.
f. Masalah kalaboratif
Berkonsultasi dengan tenaga kesehatan lain professional yang kompeten
dan berkalaborasi untuk penyelesaian masalah tersebut.
3. Validasi data
Tenaga kesehatan memvalidasi data yang telah diperoleh agar akurat dan
dilakukan bersama klien, keluarga dan masyarakat. Validasi dilakukan dengan
mengerjakan pertanyaan dan pernyataan yang reflektif kepada klien atau
keluarga tentang kejelasan interpretasi data

B. Fungsi dan Tujuan Pemeriksaan Penunjang


1. Fungsi dalam Pemeriksaan Penunjang
- Skrining atau uji saring adanya penyakit subklinis, dengan tujuan
menentukan resiko terhadap suatu penyakit dan mendeteksi dini penyakit
terutama bagi individu beresiko tinggi (walaupun tidak ada gejala atau
keluhan).
- Konfirmasi pasti diagnosis, yaitu untuk memastikan penyakit yang diderita
seseorang, berkaitan dengan penanganan yang akan diberikan dokter serta
berkaitan erat dengan komplikasi yang mungkin saja dapat terjadi.
- Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala
klinis.
- Membantu pemantauan pengobatan.
- Menyediakan informasi prognosis atau perjalanan penyakit, yaitu untuk
memprediksi perjalanan penyakit dan berkaitan dengan terapi dan
pengelolaan pasien selanjutnya.
- Memantau perkembangan penyakit, yaitu untuk memantau perkembangan
penyakit dan memantau efektivitas terapi yang dilakukan agar dapat
meminimalkan komplikasi yang dapat terjadi. Pemantauan ini sebaiknya
dilakukan secara berkala.
- Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak dijumpai dan
potensial membahayakan.
- Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak didapati
penyakit.
2. Tujuan  dalam Pemeriksaan Penunjang
- Untuk menambah data penunjang selain data pemeriksaan fisik
- Untuk memberi kejelasan dan kepastian tentang kesungguhan penyakit yang
diderita oleh pasien.
- Untuk memudahkan dokter dalam melakukan diagnosis

3. Persiapan Untuk Pemeriksaan Penunjang


Persiapan alat
Dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan selalu diperhatikan
instruksi dokter sehingga tidak salah persiapan dan berkesan profesional dalam
bekerja.
Pengambilan darah
Yang harus dipersiapkan antara lain: - kapas alkohol 70 %, karet
pembendung (torniket) semprit sekali pakai umumnya 2.5 ml atau 5 ml,
penampung kering bertutup dan berlabel. Penampung dapat tanpa anti koagulan
atau mengandung anti koagulan tergantung pemeriksaan yang diminta oleh
dokter. Kadang-kadang diperlukan pula tabung kapiler polos atau mengandung
antikoagulan.
Penampungan urin
Digunakan botol penampung urin yang bermulut lebar, berlabel, kering,
bersih, bertutup rapat dapat steril (untuk biakan) atau tidak steril. Untuk urin
kumpulan dipakai botol besar kira-kira 2 liter dengan memakai pengawet urin.
Penampung khusus
Biasanya diperlukan pada pemeriksaan mikrobiologi atau pemeriksaan
khusus yang lain. Yang penting diingat adalah label harus ditulis lengkap
identitas penderita seperti pada formulir termasuk jenis pemeriksaan sehingga
tidak tertukar.

4. Macam-macam Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Invasif
Pemeriksaan Invasif adalah pemeriksaan yang sering terkait dengan
pemeriksaan terkait cairan tubuh (biasanya melalui injeksi). Contohnya
pemeriksaan kadar gula darah puasa dan kolestrol.

Pemeriksaan Non-Invasif
Contoh dari pemeriksaan ini adalah USG, rontgen, MRI, Ct scan dan lain
sebagainya.

Berdasarkan organ atau bagian tubuh yang di periksa:


-Pemeriksaan penunjang di bagian kebidanan dan kandungan
-Pemeriksaan penunjang di bagian penyakit dalam
-Pemeriksaan penunjang di bagian kesehatan anak
-Pemeriksaan penunjang di bagian saraf atau neurologi
-Pemeriksaan penunjang di bagian THT-KL
-Pemeriksaan penunjang di bagian kulit kelamin
-Pemeriksaan penunjang di bagian kesehatan jiwa
-Pemeriksaan penunjang di bagian mata

5. Macam-macam Persiapan Prosedur Pemeriksaan Penunjang


 Gula darah Puasa

Sekali kadar gula darah puasa meningkat, tidak dipertimbangkan untuk


diagnosa, tetapi harus diulang. Bila kedua kali kadar gula darah puasa
meningkat (> 126 mg/dL), ini menunjang diagnosa diabetes mellitus.
Tujuan pemeriksaan gula darah puasa:
- Untuk evaluasi duiagnosa dan manajemen klien dengan dibetes mellitus.
- Untuk menjadi data penunjang berbagai diagnosa medik.
- Untuk mengevaluasi kedekuatan terapi.
 Kolesterol

Persiapan bergantung pada jenis tes yang dikuti ( trigliserida, LDL, dan
HDL). Anda mungkin perlu atau tidak untuk berpuasa terlebih dahulu.
 BNO IVP
BNO IVP adalah pemeriksaan radiorafi pada sistem urinaria (dari ginjal,
ureter, hingga kandung kemih) dengan menyuntikan zat kontras melalui
pembuluh darah vena.
 Endoscopy

Endoskopi esophagus, gaster, dan duodenum merupakan pemasangan


skop fiberoptik kedalam esophagus, gaster, dan duodenum untuk menentukan
kondisi patologis dan?atau mendapatkan specimen jaringan untuk
pemeriksaandiagnostik dan juga untuk pengambilan benda asing (Yasmin Asih
dkk, 1998).
 Rontgen
Utamanya, rontgen digunakan untuk mendiagnosa masalah kesehatan dan yang lainnya
untuk pemantauan kondisi kesehatan yang ada. Terdapat berbagai jenis rontgen,
masing-masing dengan kegunaan yang spesifik.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari apaparan materi diatas pemeriksaan fisik merupakan suatu proses
keperawatan yang harus dialalui untuk tercapainya asuhan keerawatan yang benar
dan sistematis. Perawat melakukan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan data- data
penting tentang pasien seputar keluhan pasien. Data itu akan di simpan dalm rekam
medic. Dalam melakukan setiap pemeriksaan fisik maupun pengukuran tanda-tanda
vital punya aturan dan teknik tertentu dan ketentuan yang sudah ditetapkan
sebelumnya agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat berguna dan dapat menambah ilmu atau pemahaman
dalam proses belajar pengukuran tanda vital dan pemeriksaan head to toe . dan
penulis menyarankan untuk lebih banyak lagi mendaptak referensi tentang maeti ini
agar lebih paham lagi dan ilmunya menjadi sempurna dalam praktik kerja lapangan
nantinya.
DAFTAR PUSTAKA

Evania, N. 2013. Konsep Dasar Pemeriksaan Fisik keperawatan. Jogjakarta: D-


medika.

Bickley, lynn. 2015. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik edisi 11. Jakarta: EGC

Sudarta, W. 2016. Pengkajian Fisik Keperawatan.Yogyakarta: Gosyen Publising

Modul pembelajaran dari Universitas Hassanudin. Dilihat November 2016.


http://med.unhas.ac.id/fisioterapi/wp-content/uploads/2016/11/PEMERIKSAAN-
VITAL-SIGN.pdf

Sutejo,I. Purwandhono, A. Modul keterampilan klinik dsar modul blok 6


Pemeriksaan Fisik Dasar dan BLS (3). Fakultas kedokteran Universitas Jember.
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/75043/Ika%20R.%20Sutejo
%2C%20Azham%20P_Modul_Ketrampilan%20Klinik%20dasar%20Pemeriksaan
%20Fisik%20dan%20BLS%20%283%29_%28F.K%29.pdf?sequence=1

Kemenristek. 2017. Buku Manual keterampilan Klinik Topic Dasar Pemeriksaan


Fisik. Surakarta: Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret
http://skillslab.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/09/SKILLSLAB-
PEMERIKSAAN-FISIK.pdf
Verayanti,N. 2016. Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik oleh perawat Rumah sakit
Advent Bandar Lampung. Jurnal Skolastik Keperawatan. Vol.2.No.1.

Zhanuar. O. 2015. Gambaran pelaksananan prosedur tetap pemeriksaan tanda tanda


vital di Instalasi Gawat Darurat RSUD Panembahan Senopati Bantul. Yogyakarta:
STIKES

Nirman,S. 2017. Pengkajian Kesehatan Untuk Perawat.Jakarta : Trans Info Media

Abdullah. 2014. Kebutuhan Dasar Manusia untuk Mahasiswa keperawatan.


Jakarta:Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai