Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

Konsep Keperawatan Dasar II

MENGKAJI PENGUKURAN TANDA – TANDA VITAL

Disusun oleh Kelompok 1 :

1. Asep Warto 7. Luthfi

2. Tuti Harnani 8. Rifqoh Aulia

3. Nisa Rahmawati 9. Putri Rahayu

4. Siti Solekha 10. Nihaya

5. Nur Rizka M 11. Adhe Novie

6. Alfiyani 12. Engkes


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa


berkat limpahan rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Makalah yang berjudul Mengkaji Pengukuran
Tanda – Tanda Vital ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Konsep Keperawatan Dasar II tahun akademik 2022/ 2023. Penulis
menyadari dalam penyusunan makalah ini tanpa adanya bimbingan,
dorongan, motivasi, dan doa, makalah ini tidak akan terwujud. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ns Ramli Efendi S.
Kep. M. Kep selaku dosen mata kuliah ini yang telah membimbing dalam
kegiatan belajar mengajar. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembacanya khususnya mahasiswa dan masyarakat umum.

Akhir kata penulis menyadari makalah ini masih banyak kesalahan,


baik dalam penulisan maupun informasi yang terkandung di dalam
makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik maupun saran
yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan dimasa yang akan
datang.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
.........................................................................................................................

Daftar isi
...................................................................................................................................

Bab 1
Pendahuluan.............................................................................................................
......

1.1.Latar
Belakang ..............................................................................................................
........
1.2.Rumusan
Masalah................................................................................................................
..
1.3.
Tujuan .................................................................................................................
.................
1.4.Manfaat ...............................................................................................................
...................

Bab 2 Tinjauan Teori

2.1. Tanda – tanda


Vital ..............................................................................................................

a. Hal yang harus diperhatikan saat Pengukuran Tanda - Tanda


Vital...............................
b. Waktu Pengkajian Tanda-tanda
Vital...............................................................................
c. Variasi Tanda-Tanda Vital Berdasarkan
Usia.................................................................

2.2. Pemeriksaan Tanda – tanda Vital

a. Pemeriksaan
SuhuTubuh..................................................................................................
b. Pengukuran
Nadi..............................................................................................................
c. Menghitung
Pernapasan...................................................................................................
d. Pengukuran Tekanan
Darah.............................................................................................

Bab 3 Penutup

3.1.
Kesimpulan ...............................................................................................................
............

3.2.
Saran ..........................................................................................................................
..........
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pemeriksaan tanda – tanda vital merupakan cara yang cepat dan efisien
dalam memantau kondisi pasien atau mengidentifikasi masalah dan
mengevaluasi respons terhadap intervensi yang diberikan. Data ini
juga memberikan sebagian keterangan pokok yang memungkinkan
disusunnya rencana keperawatan. Selanjutnya pengambilan tanda –
tanda vital ini dilakukan dengan jarak waktu pengambilan tergantung
pada keadaan umum pasien. Ada empat komponen tanda vital utama
yang harus dipantau secara rutin oleh tenaga kesehatan yaitu tekanan
darah, detak nadi, frekuensi pernapasan, dan suhu tubuh. Apabila
pasien dicurigai sedang menderita kondisi medis yang serius yang
dapat mempengaruhi kehidupan, maka tanda vital akan dipantau secara
berulang dan terus dilakukan evaluasi untuk menilai perkembangan
penyakit. Hal ini akan terus dilakukan sampai didapatkan nilai tanda-
tanda vital normal.
BPM merupakan jumlah denyut jantung dalam 1 menit. Denyut nadi
normal untuk orang dewasa sehat antara 60 sampai dengan 100 BPM.
Bradicardia terjadi ketika tingkat denyut nadi di bawah 60 per menit,
sedangkan tachycardia terjadi ketika tingkat denyut jantung di atas 100
BPM. Prinsip kerja alat diagnostik ini adalah dengan menghitung
jumlah denyut jantung dalam satuan menit, dari hasil hitungan denyut
jantung tersebut akan bisa ditentukan kondisi pasien dalam keadaan
normal atau tidak.
Suhu tubuh merupakan perbedaan antara jumlah panas yang
diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke
lingkungan luar. Untuk mengukur suhu tubuh pasien yang hasilnya
lebih akurat dengan menggunakan sensor LM35 di bagian ketiak.
Dalam dunia kesehatan pemantauan dan pengukuran suhu tubuh sangat
penting untuk mengetahui kondisi pasien. Tubuh sehat mampu
memelihara suhu tubuh secara konstan walaupun pada kondisi
lingkungan yang berubah-ubah. Suhu normal pada orang dewasa
berkisar antara 36,5 °C – 37,5 °C. Apabila suhu tubuh dibawah 36°C
diindikasikan menderita Hipotermia, sedangkan apabila suhu tubuh
lebih dari 37,5°C diindikasikan menderita Hipertermia. Suhu tubuh
memiliki keterkaitan dengan jumlah detak jantung manusia, sedikit
perubahan pada suhu tubuh dapat berpengaruh besar dalam kinerja
jantung karena semakin jauh suhu normal pasien maka berpengaruh
pada cepat lambatnya jantung pasien dalam memompa darah ke
seluruh tubuh.
Alat ukur detak jantung sebelumnya pernah dibuat oleh Juliani Shela
Asta kekurangan dari alat ini belum dilengkapi dengan pengukuran
suhu tubuh dan juga belum dilengkapi dengan diagnosa penyakit.
Berdasarkan identifikasi masalah diatas tersebut maka penulis ingin
memodifikasi dan menyempurnakan alat tersebut dengan
menambahkan diagnosa hipertermia, normal, dan hipotermia untuk
suhu, dan bradycardia, normal dantachycardia untuk BPM pada pasien
dewasa serta dilengkapi dengan penyimpanan data, dengan judul “Alat
Ukur Detak Jantung dan Suhu Tubuh Dilengkapi Penyimpanan Data”.
1.2.Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Tanda – tanda Vital?
b. Bagaimana pemeriksaan Tanda – tanda vital ?
c. Apa tujuan dan maafaat dilakukannya Tanda – tanda vital
d. Bagaimana cara mengukur suhu tubuh?
e. Bagaimana cara menghitung nadi?
f. Bagaimana cara menghitung pernafasan?
g. Bagaimana cara mengukur tekanan darah?
1.3.Tujuan
a. Untuk mengetahui tanda – tanda vital.
b. Untuk mengetahui cara pemeriksaan tanda – tanda vital
c. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat dilakukannya tanda – tanda
vital
d. Untuk mengetahui cara mengukur suhu tubuh
e. Untuk mengetahui cara menghitung nadi
f. Untuk mengetahui cara menghitung pernafasan
g. Untuk mengetahui cara mengukur tekanan darah
1.4.Manfaat
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
a. Dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini dimaksudkan dapat
meningkatkan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan tentang
alat ukur suhu tubuh dan detak jantung bagi seluruh mahasiswa,
khususnya untuk mahasiswa Teknik Elektromedik.
b. Mempermudah tenaga kesehatan, khususnya perawat dalam
mengukur tanda - tanda vital, dan memantau kondisi kesehatan
pasien.
BAB II

TINJAUAN TEORI

1.
2.
2.1. Tanda-Tanda Vital
Tanda-tanda vital (TTV) merupakan indikator dari status kesehatan yang
menandakan keefektifan sirkulasi, respirasi, fungsi neural, dan endokrin
tubuh (Potter & Perry, 2005).
Pemeriksaan tanda-tanda vital adalah suatu kegiatan yang dilakukan
untuk mengkaji keadaan klien sebelum kita menentukan diagnosa
keperawatan yang selanjutnya sebagai dasar melakukan asuhan
keperawatan (BPPSDM Kesehatan, 2016).
Pemeriksaan tanda-tanda vital wajib dilakukan untuk memberi gambaran
awal klien atau pasien. Dengan pemeriksaan tanda-tanda vital yang akurat
dapat diketahui keadaan klien baik yang baru maupun yang sudah lama
dirawat, karena perubahan tanda vital merupakan indikator perkembangan
klien.
Tujuan dari pemeriksaan tanda – tanda vital yaitu memantau kondisi atau
mengidentifikasi masalah klien, mengevaluasi respon klien terhadap
intervensi keperawatan maupun medis yang dilakukan. Teknik dasar
tanda–tanda vital seperti inspeksi, palpasi, dan auskultasi untuk
memperoleh tanda vital. Tanda vital dan pemeriksaan fisiologis lainnya
adalah dasar dari pemecahan masalah klinis.
Tanda–tanda vital meliputi suhu, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan
darah. Pengukuran tanda vital menyediakan data untuk menentukan status
kesehatan klien (data dasar).
Banyak faktor yang dapat menyebabkan perubahan tanda vital sampai
keluar rentang normal, seperti umur, sex, berat badan, suhu lingkungan,
kegiatan fisik klien, dan pengaruh penyakit. Perubahan tanda vital
menunjukan adanya perubahan pada fungsi fisiologis. Pemeriksaan tanda
vital menyediakan data untuk mengenali diagnosis keperawatan, melalui
intervensi, dan mengevaluasi hasil perawatan. Perubahan tanda vital
menandakan dibutuhkannya intervensi medis atau keperawatan.

A. Hal yang harus diperhatikan saat Pengukuran Tanda - Tanda Vital.


1.) Perawat bertanggung jawab untuk mengukur tanda vital.
2.) Pastikan perlengkapan pemeriksaan berfungsi baik dan sesuai
ukurannya dengan usia klien sehingga hasilnya tepat.
3.) Pilih perlengkapan berdasarkan kondisi dan karakteristik klien
(jangan gunakan cuff dewasa untuk anak-anak).
4.) Ketahui rentang nilai normal tanda vital pada klien yang diperiksa.
Biasanya terjadi variasi di luar rentang normal. Nilai normal pada
klien akan menjadi dasar untuk dibandingkan pada temuan
berikutnya sehingga dapat mendeteksi perubahan kondisi klien.
5.) Pelajari riwayat medis, terapi, dan pengobatan klien. Beberapa
penyakit, terapi, dan pengobatan dapat mengubah tanda vital.
6.) Kendalikan atau minimalisasi faktor lingkungan yang dapat
memengaruhi tanda vital. Contohnya, pengukuran suhu tubuh klien
pada ruang yang lembab mungkin tidak akan mencerminkan
kondisi sebenarnya.
7.) Gunakan pendekatan sistematik yang terorganisasi dengan baik
saat mengukur tanda vital.
8.) Putuskan frekuensi pengukuran tanda vital berdasarkan kondisi
klien dan kolaborasi dengan penyedia layanan kesehatan lain.
Tanda ivital akan diukur lebih sering jika klien baru saja menjalani
operasi atau intervensi perawatan. Di klinik atau fasilitas rawat
jalan, anda mengukur tanda vital sebelum diberi layanan kesehatan
lain melakukan pemeriksaan dan setelah prosedur invasif selesai
dilakukan. Jika terjadi perburukan fisik, tanda vital harus diukur
tiap 5-10 menit. Frekuensi pemeriksaan yang lebih sering
merupakan tenggung jawab pertimbangan perawat.
9.) Gunakan tanda vital sebagai indikasi pemberian obat. Contohnya,
anda memberikan obat jantung sesuai rentang nilai denyut nadi
atau tekanan darah. Berikan antipiretik jika suhu tubuh klien
berada di luar rentang normal. Obat tidak diberikan jika perubahan
tanda vital masih dalam rentang normal.
10.) Dokumentasikan hasil pengukuran tanda vital. Tanda vital
harus di interpretasikan bersama tanda atau gejala fisik.
11.) Perjelas dan sampaikan perubahan tanda vital yang penting
kepada keluarga klien. Pengukuran dasar memungkinkan perawat
untuk mengenali perubahan tanda vital. Jika ada kelainan, minta
bantuan perawat lain untuk mengulang pengukuran. Tanda vital
yang berada di luar rentang normal harus dilaporkan kepada
penyedia layanan kesehatan atau kepala perawat.
12.) Berikan rencana pengajaran bagi klien atau pengasuhnya
untuk mengawasi tanda vital dan kepentingan temuannya.
B. Waktu Pengkajian Tanda-tanda Vital
a. Saat pertama masuk rumah sakit atau faskes lain untuk
mendapatkan data dasar.
b. Rutinitas di rumah sakit.
c. Ketika klien mengalami perubahan status kesehatan atau
melaporkan adanya gejala seperti nyeri dada atau merasa panas
atau pernah pingsan.
d. Sebelum dan sesudah proses pembedahan atau prosedur
invasif.
e. Sebelum dan atau sesudah pemberian obat yang dapat
memengaruhi sistem pernafasan atau sistem kardiovaskular,
dan fungsi kontrol, misalnya sebelum memberikan preparat
digitalis.
f. Sebelum dan sesudah intervensi keperawatan yang dapat
memengaruhi tanda-tanda vital (pre dan post ambulasi)
misalnya memindahkan klien yang selama ini menjalani tirah
baring.
g. Ketika klien melaporkan gejala non spesifik distress fisik.
(Potter and Perry, 2005).

C. Variasi Tanda-Tanda Vital Berdasarkan Usia

Suhu Oral Denyut Nadi Pernafasan


Tekanan Darah
Usia dalam (Rerata dan (Remaja dan
( mmHg)
Celcius Rentang) Rentang)
Bayi baru 36,8 (aksila) 130 (80-180) 35 (30-80) 73/55
lahir
1 tahun 36,8 (aksila) 120 (80-140) 30 (20-40) 90/55
5-8 tahun 37 100 (75-120) 20 (15-25) 95/57
10 tahun 37 70 (50-90) 19 (15-25) 102/62
Remaja 37 75 (50-90) 18 (15-20) 120/80
Dewasa 37 80 (60-100) 16 (12-20) 120/80
Lansia 37 70 (60-600) 16 (15-20) Kemungkinan
( > 70 tahun) terjadi
peningkatan
Diastolik

2.2. Pemeriksaan Tanda – Tanda Vital


Terdapat 4 komponen tanda – tanda vital yang harus dipantau oleh tenaga
medis, yaitu meliputi :
a. Pengukuran Suhu Tubuh
Suhu tubuh adalah derajat panas yang dihasilkan oleh tubuh manusia
sebagai
keseimbangan pembakaran dalam tubuh dengan pengeluaran panas
melalui keringat, pernapasan, sisa pembuangan (eksresi) (BPPSDM
Kesehatan, 2016).
Tujuan dari pengukuran suhu tubuh yaitu untuk mengetahui keadaan
pasien apakah suhu dalam rentang normal atau tidak. Suhu tubuh
mencerminkan keseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas
dari tubuh, yang diukur dalam unit panas yang disebut derajat. Pada
dua jenis suhu tubuh : suhu inti dan suhu permukaan.
Batasan suhu tubuh untuk hipotermia < 36,50C, normal 36,50C -
37,50C, Febris/pireksia/panas 37,50C - 400C, dan hipertermia > 400C.
Suhu inti merupakan suhu jaringan tubuh bagian dalam, seperti
rongga abdomen dan rongga pelvis. Suhu inti ini relatif konstan. Suhu
tubuh inti yang normal berada dalam satu rentang suhu. Suhu
permukaan merupakan suhu pada kulit, jaringan subkutan, dan lemak.
Berbeda dengan suhu inti, suhu permukaan akan meningkat atau
menurun sebagai respon terhadap lingkungan.
Tubuh terus menerus menghasilkan panas sebagai produk hasil
metabolisme. Ketika tubuh menghasilkan sejumlah panas yang setara
dengan pengeluaran panas dari tubuh, orang tersebut berada dalam
keseimbangan panas.
1.) Pengaturan Suhu Tubuh
Sistem yang mengatur suhu tubuh memiliki tiga bagian penting :
sensor di bagian permukaan dan inti tubuh, integrator di
hipotalamus, dan sistem efektor yang dapat menyesuaikan
produksi serta pengeluaran panas. Sebagian besar sensor atau
reseptor sensori terdapat di kulit. Kulit memiliki lebih banyak
reseptor untuk suhu dingin dari pada hangat oleh sebab itu, sensor
kulit lebih efisien dalam mendeteksi suhu dingin dari pada hangat.
Ketika kulit di seluruh bagian tubuh dingin, terjadi tiga proses
fisiologis yang akan meningkatkan suhu tubuh :
 Mengigil merupakan respon tubuh involunteer terhadap
suhu tubuh yang berbeda dapat meningkatkan produksi
panas.
 Produksi keringat dihambat untuk mengurangi kehilangan
panas.
 Vasokonstriksi mengurangi kehilangan panas.

Integrator hipotalamus, merupakan pusat pengendali suhu inti


yang berada di area praoptik hipotalamus, ketika sensor yang
terdapat di hipotalamus mendeteksi adanya panas, sensor
tersebut akan mengirimkan sinyal yang bertujuan menurunkan
suhu tubuh yaitu menurunkan produksi panas, dan
meningkatkan pengeluaran panas. Ketika sensor dingin
terstimulasi, sensor akan mengirimkan sinyal untuk
meningkatkan produksi panas dan menurunkan pengeluaran
panas.

1.
2.
2.1.
2.2.
2.2.1.
2.) Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
Perawat harus tanggap dengan sejumlah faktor yang dapat
mempengaruhi suhu tubuh klien sehingga mereka dapat mengenali
variasi suhu tubuh yang normal dan tidak. Faktor - faktor yang
mempengaruhi suhu tubuh antara lain :
 Usia. Bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan
harus dilindungi dari perubahan suhu yang sangat ekstrim.
Suhu tubuh anak akan terus bervariasi dibandingkan suhu
orang dewasa hingga menginjak pubertas atau masa
remaja. Sebagaian lansia terutama mereka yang berada
diatas usia 75 tahun, beresiko mengalami hiportemia (suhu
tubuh dibawah 36oc) karena berbagai alasan, seperti diet
makanan yang tidak adekuat, kehilangan lemak subkutan,
kurangnya aktifitas, dan penurunan efisiensi pengaturan
suhu (Termoregulator).
 Variasi diurnal (irama sirkadian). Suhu tubuh normalnya
akan berubah sepanjang hari, dengan perbedaan 1oC antara
pagi dan sore hari. Suhu tubuh tertinggi biasanya terjadi
antara pukul 20.00 dan 24.00 (pukul 08.00 malam dan
tengah malam), dan titik suhu terendah terjadi pada saat
tidur, yaitu pada pukul 04.00 - 06.00 (pukul 4 dan 6 pagi).
 Olahraga. Kerja berat dan olahraga yang keras dapat
meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3OC - 40oC apabila
diiukkur melalui rektal.
 Hormon. Wanita biasanya mengalami fluktuasi hormon
lebih sering dari pada pria. Pada wanita, sekresi
progesteron pada saat ovulasi dan meningkatkan suhu
tubuh sekitar 0,3 - 0,6oC diatas suhu basal (Ladewig,
London, & Olds, 1998).
 Stress. Stimulsi pada sistem saraf simpatis dapat
meningkatkan produksi epinefrin dan norepinefrin yang
akan meningkatkan aktifitas basal dan produksi panas.
 Lingkungan. Suhu tubuh ekstrim dapat mempengaruhi
sistem pengaturan suhu tubuh seseorang. Jika suhu tubuh
dikaji dalam ruangan yang hangat dan tidak dapat di
modifikasi melalui proses konfeksi, konduksi, atau radiasi,
suhu tubuh akan meningkat. Selain itu, apabila klien
berada diluar ruangan yang suhunya sangat dingin tanpa
menggunakan pakaian yang sesuai suhu tubuhnya akan
rendah.

1.
2.
2.1.
2.2.
2.2.1.
2.2.2.
3.) Perubahan Suhu Tubuh
Ada dua jenis perubahan yang utama pada suhu tubuh: Pireksia
dan Hipotermia.
 Pireksia
Suhu tubuh yang berada diatas rentang umum disebut sebagai
Pireksia, Hipertermia, atau (dalam bahas umum) demam.
Demam yang sangat tinggi, seperti 41oC disebut dengan
hiperpireksia. Klien yang mengalami demam biasanya
disebut Febris, dan klien yang tidak mengalami demam
disebut Afebris.
Semua tanda tersebut muncul akibat adanya perubahan set
point pada mekanise pengontrolan suhu yang diatur oleh
hipotalamus. Pada kondisi normal, ketika suhu inti naik
diatas 37oC, laju pengeluaran panas akan meningkat sehingga
suhu tubuh akan meningkat ke set point. Meskipun demikian
dalam keadaan demam, set point pada termostat hipotalamus
berubah secara tiba-tiba dari tingkat normal ketingkat lebih
tinggi (seperti 39,50C) akibat pengaruh kerusakan sel, zat-zat
pirogen, atau dehidrasi pada hipotalamus. Meskipun set point
berubah secara cepat, suhu inti tubuh (misalnya suhu darah)
baru akan mencapai set point yang baru dalam beberapa jam.
Selama interfal tersebut, terjadi respon produksi panas yang
biasanya muncul, yakni meriang, kedinginan, kulit dingin
akibat vasokontriksi, dan menggigil yang dapat menyebabkan
peningkatan suhu tubuh .
Ketika suhu inti mencapai set point yang baru, individu tidak
akan merasakan dingin ataupun panas dan tidak lagi meriang.
Tanda-tanda yang lain dapat muncul selama proses demam,
tergantung pada derajat peningkatan suhu. Suhu yang sangat
tinggi, seperti 41-42oC dapat merusak parenkim sel di seluruh
tubuh, terutama otak. Kerusakan pada sel neuron ini sifatnya
ireversibel. Kerusakan pada hati, ginjal, dan ogan tubuh
lainnya juga cukup berat sehingga dapat mengganggu fungsi
tubuh dan pada akhirnya menyebabkan kematian.
Ketika penyebab kenaikan suhu tubuh dihilangkan secara
tiba-tiba, set point pada termorstat hipotalamus akan
langsung turun ke nilai yang lebih rendah, bahkan mungkin
kembali ketingkat yang normal. Pada keadaan ini,
hipotalamus mencoba menurunkan suhu menjadi 37oC. Lalu
muncul respon pengeluaran panas yang mengakibatkan
penurunan suhu tubuh, yakni keringat dan kulit panas
kemerahan akibat fase dilatasi yang tiba-tiba. Perubahan
yang tiba-tiba ini dikenal dengan tahap krisis , semburat, atau
tahap penurunan demam (pemulihan) pada kondisi pireksia.
Intervensi keperatawan bagi klien yang mengalami demam
ditujukan untuk mendukung proses fisiologis normal tubuh,
meberikan kenyamanan, dan menjegah komplikasi. Selama
episode demam, perawat perlu mengawasi tanda-tanda vital
klien secara saksama.
Tindakan keperawatan selama fase meriang ditujukan untuk
membantu klien mengurangi pengeluaran panas. Pada masa
ini, porses fisiologis tubuh berupa meningkatkan suhu initi ke
suhu set point yang baru. Selama fase sembura atau fase
kritis, proses dalam tubuh berupaya menurunkan suhu inti ke
suhu set point yang normal atau yang telah turun. Pada masa
ini perawat melakukan sejumlah tindakan untuk
meningkatkan pengeluaran panas dan menurunkan produksi
panas.
 Hipotermia
Hiportemia adalah nilai suhu inti yang berada dibawah nilai
normal. Tiga mekanisme hiportemia antara lain :
a.) pengeluaran panas yang berlebihan.
b.) produksi panas yang tidak adekuat untuk mengimbangi
kehilangan panas.
c.) kerusakan termoregulasi hipotalamus.

Hipotermia dapat terjadi secara alamiah atau disengaja


(induced hypothermia). Hipotermia yang terjadi secara
alamiah dapat disebabkan oleh : pajanan terhadap lingkungan
yang dingin, kontak langsung dengan air yang dingin,
pakaian, tempat tinggal, atau panas yang tidak adekuat. Pada
individu lansia, masalah tersebut dapat diperburuk oleh
penurunan laju metabolisme dan penggunaan obat sedatif.

Penanganan hiportemia meliputi menjauhkan klien dari udara


dingin dan menghangatkan tubuh klien. Bagi klien yang
mengalami hiportemia ringan, tubuh dapat dihangatkan
dengan menggunakan selimut; klien yang mengalami
hiportemia berat akan diberikan selimut hiportemia (selimut
yang dikendalikan secara elektronik yang akan memberikan
suhu yang tepat bagi klien) dan cairan intravena yang hangat.
Pakaian basah, yang dapat meningkatkan pengeluaran panas
karena konduktivitas air yang tinggi, harus diganti dengan
pakaian yang kering.

1.
2.
2.1.
2.2.
2.2.1.
2.2.2.
2.2.3.
4.) Macam – macam Pengukuran Suhu Tubuh
Empat lokasi yang bisa digunakan untuk mengukur suhu tubuh
adalah oral, rektum, aksila, dan membran timpani. Setiap lokasi
tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
a.) Metode oral menggambarkan perubahan suhu tubuh yang
lebih cepat daripada metode rektal. Perlu diperhatikan pada
pengukuran suhu secara oral yaitu sebelum diukur pastikan
pasien tidak minum air panas atau dingin sebelum
pengukuran dan metode ini hanya dilakukan pada orang
dewasa . Apabila pasien/klien baru saja mengkonsumsi
makanan atau cairan yang panas atau dingin, perawat harus
menunggu selama 30 menit sebelum mengukur suhu
secara oral untuk meyakinkan bahwa suhu yang ada
dibawah lidah tidak dipengaruhi oleh suhu makanan,
cairan, atau asap rokok yang hangat. Metode lewat oral ini
membutuhkan waktu + 2 menit (Baker et al, 1984).
Cara pengukuran:
 Pasien/Klien harus punya termometer sendiri
 Pasien diberitahu apa yang akan dilakukan
 Mulut dibuka, letakan termometer dibawah lidah
 Mulut dikatupkan kurang lebih selama 2 - 5 menit
 Bernafas melalui hidung
 Setelah 2 - 5 menit termometer diangkat dan
langsung dibaca dan dicatat.
b.) Pengukuran suhu tubuh secara rektal terbukti sangat
akurat. Pengukuran suhu melalui rektal memerlukan waktu
+ 2 menit (dewasa 2,5 – 3,5 cm dan anak 1,2 – 2,5 cm).
Pada beberapa lembaga, pengukuran suhu secara rektal
dikontraindikasikan untuk klien yang menderita infark
miokard. Beberapa orang meyakini bahwa ketika
memasukan termometer ke dalam rektum akan terjadi
stimulasi vagal, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
kerusakan miokardium. Pengukuran suhu secara rektal
dikontraindikasikan untuk klien yang menjalani bedah
rektum, menderita diare atau penyakit lain pada rektum,
mengalami gangguan imun, memiliki kelainan pembekuan
darah, atau menderita hemoroid yang parah (Kucha, 1972).
Cara pengukuran:
 Alat-alat disiapkan
 Pasien diberitahu
 Miringkan (posisi Sim)
 Turunkan pakaian pasen sampai bokong
 Termometer dioles vaselin, masukan melalui anus
sebatas reservoir air raksa.
 Tunggu 3 menit
 Keluarkan, lap dan baca serta catat
c.) Pengukuran melalui aksila (ketiak) biasanya merupakan
lokasi yang digunakan untuk mengukur suhu tubuh pada
bayi baru lahir, sebab lokasinya mudah dijangkau dan
tidak berpeluang menimbulkan perforasi rektum.
Pengukuran suhu tubuh dengan metode ini sesuai
dilakukan pada klien dewasa yang mengalami inflamasi
oral atau terpasang kawat pada rahang, klien yang baru
pulih dari bedah oral, klien yang tidak bisa bernafas
melalui hidung, klien irasional dan klien yang
dikontraindikasikan untuk menjalani pengukuran suhu
ditempat lain. Pengukuran suhu melalui aksila memerlukan
waktu sekitar 5 menit (Eoff dan Joyce, 1981).
Alat Cara pengukuran menggunakan termometer air raksa:
 pengukur didekatkan
 Pasien diberitahu apa yang akan dilakukan
 Lengan baju dibuka
 Ketiak dikeringkan
 Termometer di chek/air raksa di posisi nol
 Letakan reservoir ditengah ketiak dan jepit
 Tunggu 10 menit ---- angkat dan langsung baca dan
catat
 Termometer bersihkan dan keringkan
 Air raksa diturunkan ke nol
d.) Pengukuran suhu melalui membran timpani, atau jaringan
disekitar saluran telinga, merupakan lokasi lain untuk
pengukuran suhu inti tubuh. Membran timpani memiliki
suplai aliran darah yang sangat banyak, terutama dari
cabang arteri karotis. Termometer timpani elektronik telah
banyak digunakan di tatanan rawat jalan dan perawatan
ambulasi.
Selain empat lokasi yang biasa digunakan untuk mengukur
suhu diatas, dahi juga bisa dijadikan tempat untuk
mengukur suhu dengan termometer kimiawi. Pengukuran
suhu pada dahi paling bermanfaat untuk bayi dan anak-
anak karena tidak membutuhkan pengukuran yang lebih
invasif. Apabila dahi mengindikasikan peningkatan suhu,
perawat perlu menggunakan termometer kaca atau
elektronik untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Kelebihan dan kekurangan dari empat lokasi pengukuran suhu tubuh

Lokasi Keuntungan Kerugian


Oral 1. Mudah dijangkau-tidak 1. Dipengaruhi oleh cairan atau
membutuhkan perubahan posisi makanan yang dicerna
2. Nyaman bagi klien 2. Tidak boleh dilakukan pada
3. Memberi pembacaan suhu yang klien yang bernapas dengan mulut
akurat 3. Tidak boleh dilakukan pada
klien yang mengalami bedah atau
trauma oral, riwayat epilepsi, atau
gemetar akibat kedinginan
4. Tidak boleh dilakukan pada
bayi, anak kecil, anak yang sedang
menangis, tidak sadar atau tidak
kooperatif
5. Resiko terpapar cairan tubuh

Rektal 1. Terbukti lebih dapat diandalkan 1. Pengukuran suhu inti lebih


bila suhu oral tidak dapat lambat selama perubahan suhu
diperoleh yang cepat
2. Menunjukkan suhu inti 2. Tidak boleh dilakukan pada
klien yang mengalami bedah
rektal, kelainan rektal, nyeri pada
rektal, atau yang cenderung
perdarahan
3. Memerlukan perubahan posisi
dan dapat merupakan sumber rasa
malu dan ansietas klien
4. Resiko terpajan cairan tubuh
5. Memerlukan lubrikasi
6. Dikontraindikasikan pada bayi
baru lahir

Aksilla 1. Aman dan non-invasif 1. Waktu pengukuran lama


2. Cara yang lebih disukai pada 2. Memerlukan bantuan perawat
bayi baru lahir dan klien yang untuk mempertahankan posisi
tidak kooperatif klien
3. Tertinggal dalam pengukuran
suhu inti pada waktu perubahan
suhu yang cepat
4. Memerlukan paparan toraks

Timpani 1. Tempat yang mudah dicapai 1. Alat bantu dengar harus


2. Perubahan posisi tubuh yang dikeluarkan sebelum pengukuran
dibutuhkan minimal 2. Tidak boleh dilakukan pada
3. Memberi pembacaan inti yang klien yang mengalami bedah
akkurat telinga atau membran timpani
4. Waktu pengukuran sangat cepat 3. Membutuhkan pembungkus
(2-5 detik) probe sekali pakai
5. Dpaat dilakukan tanpa 4. Impaksi serumen dan otitis
membangunkan atau menggangu media dapat menggangu
klien pengukuran suhu
5. Keakuratan pengukuran pada
bayi baru lahir dan anak di bawah
3 tahun masih diragukan
6. Variabilitas pengukuran
melebihi pengukuran variabilitas
alat suhu inti yang lain

b. Pengukuran Nadi
Nadi merupakan gelombang darah yang dihasilkan oleh konterksi
ventrikel kiri jantung. Umumnya, gelombang nadi mewakili volume
sekuncup dan jumlah darah yang memesuki arteri pada setiap kontaksi
vetrikel. Pengukuran nadi merupakan cara menghitung frekuensi
denyut nadi (loncatan aliran darah yang dapat teraba pada berbagai
titik tubuh) melalui perabaan pada nadi.
Tujuan dari pengukuran nadi yaitu untuk menghitung jumlah denyut
nadi, mengetahui keadaan umum klien, mengetahui integritas sistem
sistem kardiovaskuler, mengikuti perkembangan jalannya penyakit.
Pengkajian pada nadi ada frekuensi, irama, pengisian nadi, dan
ekualitas nadi. Frekuensi yang abnormal ada takikardi (denyut nadi
>100 x/menit) dan bradikardi (denyut nadi <60 x/menit). Kemudian
ada irama ritmis dan aritmis. Pengisian nadi ada yang normal (cukup),
pulpus seler, pulpus tardus, pulpus alternans, dan pulpus paradoksus.
Ekualitas di 4 ekstremitas antara sama atau tidak sama.
Cara mengukur denyut nadi:
 Persiapan alat: jam tangan dengan penunjuk detik, apols teller
atau stop watch.
 Persiapan pasien/klien : diberitahu dan supaya relax
 Pelaksanaan : Waktu pengukuran bersamaan dengan
pengukuran suhu
 Posisi pasien tiduran atau duduk
 Menghitung nadi dengan jari telunjuk dan jari tengah diatas
arteri.
 Tekanan pada arteri jangan terlalu kuat
 Lama menghitung ½ menit  hasil dikalikan 2
 Pada anak-anak dihitung dalam satu menit.

Hal – hal yang Harus diperhatikan Saat Mengukur Nadi.

a. Volumenya,
b. Rythmenya teratur atau tidak,
c. Keras atau lemahnya tekanan,
d. Frekuensi/jumlah permenit
e. Jangan menghitung nadi bila tangan baru memegang es
f. Setelah selesai jangan lupa cuci tangan
g. Selalu berkomunikasi dengan pasien/klien

Faktor yang Mempengaruhi Nadi

Frekuensi nadi di gambarkan dalam denyut per menit (BPM). Perawat


harus mempertimbangkan setiap faktor berikut ketika mengkaji nadi
klien :

a. Usia. Seiring peningkatan usia, frekuensi nadi akan turun secara


bertahap. Untuk mengetahui variasi frekuensi nadi secara spesifik dari
lahir hingga dewasa.
b. Jenis kelamin. Setelah pubertas, frekuensi nadi pria sedikit lebih
rendah dari pada frekuensi frekunsi nadi wanita.
c. Olahraga. Normalnya, frekuensi nadi akan meningkat dengan dengan
aktivitas. Frekuensi nadi pada atlit profesional kerap lebih rendah dari
pada orang biasa karena ukuran, kekuatan, dan efisiensi jantung
mereka lebih besar.
d. Demam. Frekuensi nadi meningkat dalam merespons penurunan
tekanan darah yang disebabkan oleh vasodilatasi perifer akibat
peningkatan suhu tubuh dan karena peningkatan laju metabolisme .
e. Medikasi. Sebagian obat dapat menurunkan frekuensi nadi, dan
sebagian lain justru meningkatkannya. Sebagai contoh, kardiotonik
(misalnya, preparat digitalis) dapat menurunkan denyut jantung,
sedangkan epinefrin dapat meingkatkan denyut jantung.
f. Hipovolemia, kehilangan darah dari sistem vaskular normalnya akan
meningkatkan frekuensi nadi. Pada orang dewasa, kehilangan volume
darah yang beredar dalam tubuh akan memicu penyesuaian denyut
jantung untuk meningkatkan tekanan darah karena tubuh sedang
mengompensasi volume darah yang hilang. Orang dewasa biasanya
mampu menoleransi kehilangan darah hingga 10% dari volume darah
yang normalnya beredar tanpa mengalami efek yang merugikan.
g. Stress. Dalam merespons stres, stimulasi saraf simpatisakan
meningkatkan aktifitas jantung secara keseluruhan. Kondisi stres
meningkatkan frekuensi serta kekuatan denyut jantung. Rasa takut dan
cemas serta persepsi nyeri yang hebat menstimulasi sistem saraf
simpatis.
h. Perubahan posisi. Ketika seseorang duduk atau berdiri, darah
biasanya akan menggumpal di pembuluh darah dependen pada sistem
vena. Bendungan darah ini menyebabkan penurunan aliran balik vena
menuju jantung yang disusul dengan penurunan tekanan darah dan
peningkatan denyut nadi yang berlangsung sesaat.
i. Patologi. Penyanyakit tertentu, seprti kondisi jantung atau beberapa
penyakit yang mengganggu oksigenasi dapat mengubah frekuensi nadi
saat istirahat.

1. Lokasi Nadi
a. Temporalis : mengkaji nadi pada anak
b. Karotis : digunakan pada saat syok, dimana nadi lain tidak
teraba
c. Apikal : untuk mengauskultasi nadi/denyut jantung
d. Brakialis : mengkaji sirkulasi ke lengan
bawah/mengauskultasi tekanan darah
e. Radialis : mengkaji karakter nadi perifer
f. Ulnar : mengkaji sirkulasi ke tangan
g. Femoralis : mengkaji sirkulasi ke tungkai
h. Poplitea : mengkaji sirkulasi ke tungkai bagian bawah
i. Tibialis posterior : mengkaji sirkulasi ke kaki
j. Dorsal pedis : mengkaji sirkulasi ke kaki
Nadi radialis paling sering digunakan pada orang dewasa. Nadi
tersebut mudah ditemukan pada kebanyakan orang dan mudah
diakses.

2. Batasan dan Klasifikasi


a. Bayi : 120 – 160 /menit
b. Todler : 90 – 140/menit
c. Prasekolah : 80 – 110/menit
d. Usia sekolah : 75 - 100/menit
e. Remaja : 60 – 90 /menit
f. Dewasa : 60 – 100/menit

c. Menghitung Pernapasan
Pernapasan adalah istilah kerja bernapas. Pernapasan eksternal
mengacu pada proses pertukaran oksigen dan karbodioksida antara alveoli
paru dan darah dalam paru. Sebaliknya, pernapasan internal berlangsung di
seluruh tubuh, ini merupakan proses pertukaran gas yang sama antara darah
yang beredar dan sel-sel jaringan tubuh.
Inhalasi atau inspirasi mengacu pada penarikan udara ke dalam paru-
paru. Ekshalasi atau ekspirasi mengacu pada pengeluaran atau pergerakan
gas dari paru-paru menuju atmosfer. Ventilasi juga digunakan untuk
menyebut pergerakan udara masuk dan keluar paru-paru.
Menghitung pernapasan merupakan menghitung jumlah pernapasan
(inspirasi yang diikuti ekspirasi) terdiri dari frekuensi, kedalaman, irama,
dan pola pernapasan. Tujuan dari menghitung pernapasan yaitu untuk
mengetahui keadaan umum klien, mengetahui frekuensi pernapasan dan
sifat/jenis pernapasan, mengikuti perkembangan penyakit, dan membantu
menegakkan diagnosa.
1. Batas Normal Frekuensi Pernapasan
a. Bayi : 30 – 60 x/menit
b. Anak : 20 – 30 x/menit
c. Remaja : 15 – 24 x/menit
d. Dewasa : 16 – 20 x/menit
2. Mengkaji Pernapasan
Pernapasan harus dikaji ketika klien relaks sebab olahraga akan
memengaruhi pernapasan, yaitu meningkatkan frekuensi dan kedalaman
pernapasan. Kecemasan cenderung memengaruhi frekuensi dan
kedalaman pernapasan. Perawat juga perlu mengkaji pernapasan setelah
klien berolahraga untuk mengidentifikasi toleransi klien terhadap
aktivitas. Sebelum mengkaji pernapasan klien, perawat tanggap terhadap
hal-hal berikut :
a. Pola pernapasan normal klien.
b. Pengaruh masalah kesehatan klien terhadap pernapasan.
c. Setiap obat terapi yang dapat mempengaruhi pernapasan.
d. Hubungan antara pernapasan klien dan fungsi kardiovaskular.

Frekuensi pernapasan normalnya dijelaskan dalam pernapasan per


menit. Pernapasan yang memiliki frekuensi dan kedalaman yang normal
disebut eupnea. Pernapasan abnormal yang lambat disebut bradipnea, dan
pernapasan abnormal yang cepat disebut takipnea atau polipnea. Apnea
merupakan keadaan ketika tidak terjadi proses bernapas.

Irama pernapasan yang teratur disebut reguler, sedangkan yang tidak


normal disebut ireguler. Bayi cenderung untuk kurang teratur dalam
bernapas. Anak - anak kecil mungkin beranpas secara lambat selama
beberapa detik dan kemudian tiba-tiba bernapas secara cepat.

Kedalaman pernapasan dikaji dengan mengobservasi derajat


peyimpangan atau gerakan dinding dada. Perawat menggambarkan
gerakan ventilator sebagai dalam, normal dan dangkal. Pernapasan yang
dalam melibatkan ekspansi penuh paru dengan ekshalasi penuh.

3. Jenis – Jenis Pernapasan


a. Chyne stokes
Pernapasan yang sangat dalam yang berangsur-angsur menjadi
dangkal dan berhenti sama sekali (apnoe) selama beberapa detik untuk
kemudian menjadi dalam lagi. (Keracunan obat bius, penyakit
jantung, penyakit paru, penyakit ginjal kronis, dan perdarahan pada
susunan saraf pusat).
b. Biot
Pernapasan dalam dan dangkal yang disertai massa apnoe yang tidak
teratur (meningitis).
c. Kusmaul
Pernapasan yang ispirasi dan ekspirasi sama panjangnya dan sama
dalamnya, sehingga keseluruhan pernapasan menjadi lambat dan
dalam (keracunan alkohol dan obat bius, koma, diabetes, uremia).

4. Macam – Macam Bunyi Pernapasan


a. Bunyi napas normal
1) Bronchial: sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena
suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa),
suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut.
Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada
henti diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea
atau daerah suprasternal notch.
2) Bronchovesikular: merupakan gabungan dari suara nafas bronchial
dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas
yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini
terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding
dada.
3) Vesikular: terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi.
Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti
tiupan.
b. Bunyi napas abnormal
1) Crackles: bunyi yang berlainan, non kontinu akibat penundaan
pembukaan kembali jalan napas yang menutup. Terdengar selama :
inspirasi :
a) Fine crackles / krekels halus  Terdengar selama : akhir
inspirasi. Karakter suara : meletup, terpatah-patah. Penyebab :
udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau bronchioles /
penutupan jalan napas kecil. Suara seperti rambut yang
digesekkan
b) Krekels kasar  Terdengar selama : ekspirasi. Karakter suara :
parau, basah, lemah, kasar, suara gesekan terpotong. Penyebab :
terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan nafas yang besar.
Mungkin akan berubah ketika klien batuk.
2) Wheezing (mengi): Bunyi seperti bersiul, kontinu, yang durasinya
lebih lama dari krekels. Terdengar selama : inspirasi dan ekspirasi,
secara klinis lebih jelas pada saat ekspirasi. Penyebab : akibat udara
melewati jalan napas yang menyempit/tersumbat sebagian.
3) Ronchi: Bunyi gaduh yang dalam. Terdengar selama : ekspirasi.
Penyebab: gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit
akibat obstruksi napas.
a) Ronchi kering  suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu
terutama waktu ekspirasi disertai adanya mucus/secret pada
bronkus.
b) Ronchi basah (krepitasi)  bunyi tambahan yang terdengar
tidak kontinyu pada waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering
yang terbakar, disebabkan oleh secret di dalam alveoli atau
bronkiolus.

d. Pengukuran Tekanan Darah


Tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding arteri oleh
darah yang didorong dengan tekanan jantung. Tekanan darah sistole yaitu
tekanan maksimum saat kontraksi jantung mengalirkan/mendorong darah ke
sirkulasi pulmonal maupun sistemik. Tekanan darah diastole yaitu tekanan
minimal yg ada dalam dinding arteri/pembuluh darah saat ventrikel relaks
(Potter & Perry, 2005).
Tujuan pengukuran tekanan darah ini untuk menilai sistem
kardiovaskuler/keadaan hemodinamik klien (curah jantung, tahanan
vaskuler perifer, volume darah dan viskositas, dan elastisitas arteri). Indikasi
nya yaitu pasien yang masuk dirawat, secara rutin pada pasien yang sedang
dirawat, juga sewaktu – waktu sesuai kebutuhan.
Tekanan darah diukur dalam milimeter air raksa (mmHg) dan ditulis
dalam bentuk pecahan. Tekanan sistolik ditulis di atas tekanan diastolik.
Tekanan darah rata-rata pada orang dewasa yang sehat adalah 120/80
mmHg. Sejumlah kondisi tercermin dari perubahan tekanan darah. Karena
tekanan darah sangat bervariasi di antara individu, penting bagi perawat
untuk mengetahui nilai dasar tekanan darah klien. Sebagai contoh, apabila
tekanan darah yang biasa klien tunjukan adalah 180/100 mmHg, dan saat
dikaji setelah tindakan pembedahan menjadi 120/80 mmHg, keadaan ini
adanya penurunan drastis yang harus dilaporkan kepada dokter.
Tekanan darah arteri terjadi karena beberapa faktor: kerja pompa
jantung, tahanan vaskular perifer (tahanan yang diberikan pembuluh darah
yang dilalui oleh darah), dan volume serta viskositas darah.
1. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

a. Usia. Bayi baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata sekitar 75


mmHg. Tekanan tersebut meningkat seiring dengan usia, mencapai
puncaknya pada pubertas, dan kemudian cenderung sedikit menurun.
Pada lansia, elastisitas arteri mengalami penurunan arteri lebih kaku
dan kurang mampu merespons tekanan darah. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan sistolik. Karena dinding pembuluh
darah tidak mampu beretraksi (kembali ke posisi semula) dengan
kelenturan yang sama saat terjadi penurunan tekanan, tekanan sistolik
juga akan meningkat.
b. Olahraga. Aktivitas fisik akan meningkatkan curah jantung dan
kemudian meningkatkan tekanan darah; dengan demikian, individu
perlu beristirahat selama 20-30 menit setelah berolahraga sebelum
tekanan darah pada kondisi istirahat dapat dikaji secara reliabel.
c. Stres. Stimulasi sistem saraf simpatis meningkatkan curah jantung dan
vasokontriksi arteriol, yang kemudian akan meningkatkan tekanan
darah; meskipun demikian, nyeri yang hebat dapat menurunkan
tekanan darah secara bermakna dengan menghambat pusat vasomotor
dan memivu vasodilatasi.
d. Ras. Pria Amerika-Afrika yang berusia diatas 35 tahun memiliki
tekanan darah yang lebih tinggi dari pada pria Eropa-Amerika pada
usia yang sama.
e. Jenis Kelamin. Setelah pubertas, wanita biasanya memiliki tekanan
darah yang lebih rendah daripada pria pada usia yang sama; perbedaan
ini diduga terkait dengan variasi hormon. Setelah menopause, wanita
umumnya memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada
sebelumnya.
f. Medikasi. Beberapa obat dapat meningkatkan atau menurunkan
tekanan darah.
g. Obesitas. Obesitas pada masa kanak-kanak maupun masa dewasa
keduanya dapat mempredesposisi hipertensi.
h. Variasi Diurnal. Tekanan darah biasanya berada pada titik rendah di
pagi hari, yakni ketika laju metabolisme berada pada titik paling
rendah, kemudian meningkat sepanjang hari dan mencapai titik
puncak pada sore hari atau menjelang malam.
i. Proses Penyakit. Setiap kondisi yang memengaruhi curah jantung,
volume darah, viskositas darah, dan atau komplians arteri akan
berdampak langsung pada tekanan darah.

2. Kriteria Hipertensi
Tekanan darah yang terus-menerus berada di atas nilai normal disebut
hipertensi. Menurut WHO, hipertensi terjadi apabila diukur dalam
keadaan istirahat dan kondisi
tenang tekanan darah sistole  160 mmHg, dan diastole  90 mmHg.

3. Hipotensi
Hipotensi adalah tekanan darah yang berada di bawah nilai normal,
artinya, tekanan sistolik terus-menerus berada di antara nilai 85 dan 110
mmHg pada individu dewasa yang memiliki tekanan sistolik normal
lebih tinggi dari nilai tersebut.
Hipotensi ortostatik adalah tekanan darah yang turun drastis ketika
klien duduk atau berdiri. Keadaan ini biasanya terjadi akibat vasodilatasi
perifer saat darah meninggalkan organ tubuh pusat, terutama otak, dan
bergerak ke area perifer, yang kerap membuat seseorang merasa pusing.
Hipotensi juga dapat disebabkan oleh penggunaan obat analgesik seperti
meperidin hidroklorida (Demerol), perdarahan, luka bakar serius, dan
dehidrasi. Penting untuk mengawasi klien yang mengalami hipotensi
secara ketat untuk mencegahnya terjatuh.
4. Mengkaji Tekanan Darah
a. Hal – hal yang harus diperhatikan:
1) Hindari pengukuran pada ekstremitas yg terpasang infus, trauma
tertutup gips, atau terpasang fistula arteriovena (misalnya untuk
dialisis ginjal) pada bagian tubuh tersebut.
2) Bila akan mengulang prosedur pengukuran, tunggu 30 detik setelah
skala 0
3) Memeriksa arteri Brachialis
b. Komponen suara Jantung (korotkoff) yang berasal dari suara vibrasi
saat maset dikempiskan. Suara korortkoff menjadi 5 fase :
1) Fase I  Saat bunyi terdengar, dimana 2 suara terdengar pada
waktu bersamaam, disebut sebagai tekanan sistolik
2) Fase II  Bunyi berdesir akibat aliran darah meningkat, intensitas
lebih tinggi dari fase I
3) Fase III  Bunyi ketukan konstan tapi suara berdesir hilang, lebih
lemah dari fase I
4) Fase IV  Ditandai bunyi yang tiba-tiba meredup/melemah dan
meniup
5) Fese V  Bunyi tidak terdengar sama sekali, disebut sebagai
tekanan diastolik
c. Tekanan arteri rata-rata adalah tekanan rata-rata yang bertanggung
jawab mendorong darah maju ke jaringan selama seluruh siklus
jantung.
Tekanan arteri rata-rata = tekanan diastolik +1/3 (tekanan sistolik –
tekanan diastolik) Contoh : pada 120/80 mmHg, tekanan arteri rata-
rata = 80 mmHg + 1/3 (120 - 80 mmHg) = 93 mmHg.
d. Cara mengukur tekanan darah
1) Persiapan alat: stetoskop, sphygmomanometer aneroid/air raksa,
Alat Pelindung Diri, buku catatan dan alat tulis.
2) Persiapan pasien: memberi privasi untuk klien, atau posisikan dan
tutup klien
sesuai kebutuhan, istirahatkan klien setidaknya sekitar 5 menit
sebelum dilakukan pengukuran dan pastikan klien dalam keadaan
tenang dan nyaman.
3) Berikan penjelasan kepada pasien
4) Mempersiapan alat tensimeter
5) Mencuci tangan
6) Persiapan klien :
a) Pasien berbaring dengna posisi supine
b) Lengan baju klien digulung
c) Pasang manset Sfigmomanometer
d) Manset dipasang setinggi letak jantung
e) Tepi bawah manset letakan 2 – 3 Cm di atas fossa cubiti
7) Pengukuran takanan darah dengan cara auskultasi:
a) Naikkan tekanan dalam manset sambil meraba arteri radialis
sampai denyutnya hilang
b) Tekanan dinaikan lagi sampai kurang lebih 30 mmHg
c) Letakkan stetoskop pada arteri brakhialis pada fossa cubiti
dengan cermat dan tentukan tekanan sistolik
d) Turunkan tekanan dalam manset dengan kecepatan 4
mmHg/detik sambil mendengar bunyi pembuluh yang
mengikuti 5 fase korotkoff
e) Ulangi pengukuran satu kali lagi dengan air raksa dalam
sfigmomanometer dikembalikan pada angka 0. Lakukan
tindakan seperti di atas
8) Mencuci tangan
9) Mencatat pada catatan perawat

e. Saturasi Oksigen
Oksimeter nadi merupakan alat non-invasif yang dapat mengukur
saturasi oksigen dalam darah arteri klien (Sa02) dengan meletakkan sensor
pada jari, ibu jari kaki, hidung, dan telinga, atau dahi klien (atau disekeliling
tangan atau kaki bayi baru lahir). Oksimeter nadi dapat mendeteksi
hipoksemia sebelum munculnya tanda dan gejala klinis, seperti warna kulit
dan dasar kuku yang berubah keabu-abuan.
Sensor oksimeter nadi memiliki dua bagian : (a) dua buah light-
emmiting diodes (LED) satu merah dan satu lagi inframerah yang
meneruskan cahaya melalui kuku, jaringan, darah vena, dan (b) detektor
cahaya yang terletak tepat diseberang LED (misalnya sisi lain jari, ibu jari
kaki, atau hidung). Detektor cahaya mengukur jumlah cahaya merah dan
inframerah yang diserap oleh hemoglobin teroksigenasi dalam darah arteri
dan mencatatnya sebagai SaO2. SaO2 normal adalah 95% - 100% dan SaO2
yang kurang dari 70% dapat mengancam jiwa.
Unit oksimeter terdiri atas lubang penghubung untuk kabel sensor,
layar datar yang menunjukan nilai saturasi oksigen (tertulis dalam
persentase) dan frekuensi nadi. Tersedia pula unit pada kabel. Sistem alarm
yang telah diatur sebelumnya akan mengirim sinyal saat nilai SaO 2 rendah
dan tinggi dan saat frekuensi nadi cepat dan lambat. Kadar SaO 2 yang tinggi
dan rendah umumnya diatur pada 100% dan 85%, terutama untuk orang
dewasa. Alarm untuk frekuensi nadi yang cepat dan lambat biasanya diatur
pada 140 dan 50 kali per menit pada orang dewasa. Meski demikian, semua
limit pada alarm ini dapat diubah sesuai petunjuk pabrikan.

Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Saturasi Oksigen


1. Hemoglobin. Apabila hemoglobin sangat jenuh oksigen, Sao2 akan
terbaca normal sekalipun kadar hemoglobin total rendah. Dengan
demikian, klien bisa saja menderita anemia berat dan tidak memiliki
suplai oksigen yang adekuat menuju jaringan, namun oksimeter nadi
justru kembali menunjukkan nilai yang normal.
2. Sirkulasi. Oksimeter tidak akan menunjukkan hasil yang akurat apabila
area dibawah sensor memiliki sirkulasi yang buruk.
3. Aktivitas. Menggigil atau gerakan yang berlebihan pada area sensor akan
memengaruhi pembacaan yang akurat.
BAB III

PENUTUP

1.
2.
3.

3.1.Kesimpulan
Tanda - tanda vital adalah pengukuran yang paling sering dilakukan
oleh perawat. Tanda – tanda vital meliputi : tekanan darah, denyut nadi,
suhu tubuh, dan frekuensi pernafasan. Tanda vital mempunyai nilai yang
sangat penting bagi fungsi tubuh. Adanya perubahan tanda vital maka
mempunyai arti sebagai indikasi adanya kegiatan organ-organ di dalam
tubuh.
Pengkajian dan interpretasi tanda vital merupakan bagian yang tak
terpisahkan untuk menilai status kesehatan klien. Tujuan dari pemeriksaan
tanda – tanda vital yaitu memantau kondisi atau mengidentifikasi masalah
klien, mengevaluasi respon klien terhadap intervensi keperawatan maupun
medis yang dilakukan. Teknik dasar tanda–tanda vital seperti inspeksi,
palpasi, dan auskultasi untuk memperoleh tanda vital. Tanda vital dan
pemeriksaan fisiologis lainnya adalah dasar dari pemecahan masalah klinis.

3.2.Saran

Pengkajian tanda vital merupakan unsur yang esensial bila perawat


dan dokter melakukan kolaborasi dalam menentukan status kesehatan klien.
Teknik pengukuran yang cermat menjamin temuan yang akurat. Penulis
berharap para pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
berguna, bagi penulis khususnya, tim kesehatan dan juga para pembaca
lainnya untuk menambah pengetahuan di bidang kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, Barbara, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,


Proses, & Praktik. Jakarta : EGC.

Potter, Patricia A, Anne G Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 2 Edisi


7. Indonesia : Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai