Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG KULIT PISANG RAJA (Musha

Paradisiaca) TERHADAP KUALITAS INDRAWI KUE WAFFLE

SKRIPSI
Disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Pendidikan Tata Boga

Disusun Oleh:

Yaoma Fathin Azhar


5404417025

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
PRODI PENDIDIKAN TATA BOGA S1
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022

PROPOSAL SKRIPSI

Nama : Yaoma Fathin Azhar


Nim : 5404417025

Program Studi : Pendidikan Tata Boga

Jurusan : Pendidikan Kesejahteraan Keluarga

Fakultas : Teknik

“PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG KULIT PISANG RAJA (Musha


Paradisiaca) TERHADAP KUALITAS INDRAWI KUE WAFFLE”

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia kuliner di berbagai negara saat ini sedang mengalami


perkembangan yang cukup pesat termasuk di negara Indonesia. Perkembangan
tersebut dipengaruhi oleh era globalisasi yang membawa banyak pengaruh
positif di kalangan masyarakat. Adanya kemajuan teknologi memberikan
banyak kemudahan dalam proses pertukaran informasi di bidang kuliner
yaitu masyarakat dapat mengetahui berbagai jenis makanan di dunia hanya
dengan gawai. Selain itu, dampak positif globalisasi adalah masyarakat tidak
perlu jauh-jauh untuk mencoba produk makanan hingga ke negara asal karena
produk makanan tersebut dapat ditemukan di berbagai tempat. Produk makanan
yang tersebar ke seluruh dunia tersebut dapat berkembang terutama dalam hal
resep dan cara pembuatannya sehingga menciptakan variasi resep baru.

Produk makanan yang saat ini sedang populer di berbagai negara adalah
kue waffle. Pada awalnya, kue waffle yang berasal dari Belgia dimasak
menggunakan alat dan bahan yang sederhana serta dimasak pada batu panas
dari api unggun. Penyajiannya dalam bentuk sederhana tanpa diberikan topping
di atasnya. Seiring berjalannya waktu, modernisasi dan globalisasi membawa
kue waffle asal Belgia mulai dari bentuk yang sederhana menjadi lebih menarik
serta mudah ditemukan dan dikenal luas oleh masyarakat dunia. Beberapa
negara mengembangkan kue waffle dari resep aslinya sehingga tiap negara
memiliki karakteristik dan resep waffle yang berbeda-beda, namun, tetap
mempertahankan ciri khas utama kue waffle yaitu bermotif kotak-kotak dan
bertekstur seperti sarang lebah yang didapatkan dari cetakan waffle. Sebagian
masyarakat Barat memakan kudapan ini sebagai penutup hidangan (dessert)
atau sebagai camilan biasa.
Menurut Hochman, dalam Dwi Cahyaningtyas (2016:1) menjelaskan
bahwa waffle merupakan sejenis kudapan khas yang berasal dari Belgia yang
diberikan berbagai macam topping seperti es krim, madu, saus strawberry,
cokelat, atau vanilla serta buah-buahan. Bahan utama dalam pembuatan kue
tersebut adalah tepung terigu, telur, gula, tepung maizena, lemak, susu, garam,
dan bahan pengembang. Ciri khas yang bermotif kotak-kotak seragam dan
topping yang diberikan di atasnya menjadi daya tarik untuk dimakan.
Kandungan gizi yang ditemukan dalam kue waffle per 50 gram adalah
karbohidrat 22 gram, gula 9 gram, lemak 8 gram, protein 4 gram dan serat 0
gram.
Di Indonesia saat ini, kue waffle menjadi sangat populer dan digemari
oleh masyarakat. Kudapan ini mudah di temukan karena banyak yang
menjualnya mulai dari pedagang kaki lima, cafe bahkan restoran. Perbedaannya
terletak pada penyajiannya yaitu rasa dan pemberian topping yang bervariasi
tergantung dari produsen yang menjualnya seperti krim, madu, sirup, selai,
coklat, gula halus, buah-buahan dan es krim. Penambahan berbagai topping
menjadikan waffle tinggi akan gula. Resep waffle yang terus berkembang dapat
memberikan sebuah inovasi dengan memanfaatkan bahan yang sangat
melimpah dan mudah di temukan di Indonesia bahkan minim pemanfaatannya
karena dinilai hanya sebagai limbah saja yaitu kulit pisang.
Kulit pisang dapat diolah menjadi tepung, namun, tidak semua jenis
kulit pisang dapat diolah menjadi tepung. Salah satu yang terbaik untuk diolah
menjadi tepung adalah kulit pisang raja karena struktur serat yang tebal serta
tinggi akan kandungan pati dan serat (Sukriyadi. 2010). Tepung kulit pisang
raja tersebut akan menjadi substitusi dalam pembuatan kue waffle. Proses
pembuatan kulit pisang adalah dengan cara kulit pisang dicuci terlebih dahulu
kemudian dilakukan proses pengukusan dan diambil daging kulit pisang.
Setelah dipilih daging kulit pisang, dilanjutkan dengan proses pengeringan
menggunakan alat pengering, lalu digiling dan diayak menggunakan ayakan
ukuran 80 mesh. Kualitas serat pangan yang bersumber dari buah-buahan lebih
baik dari sumber serat lainnya. Hal tersebut dikarenakan kandungan serat larut
yang tinggi dan kandungan asam fitat dan nilai kalorinya rendah. Berdasarkan
hasil penelitian Cho dan Samuel (2009) dalam Jurnal Sains dan Teknologi
(Aryani et al., 2018) serat buah pisang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan
tubuh manuasia diantaranya adalah dapat meningkatkan kesehatan pencernaan,
menurunkan berat badan, dapat mengatur kadar gula darah serta mencegah
diabetes tipe 2.
Peneliti telah melakukan pra eksperimen pembuatan kue waffle dengan
substitusi tepung kulit pisang raja. Uji coba pertama dengan menggunkan 0%
tepung kulit pisang raja sebagai sampel kontrol yang tidak dikenai perlakuan
atau sebagai pembanding, menghasilkan waffle pada umumnya yaitu warna
kuning keemasan, beraroma khas waffle, rasa cenderung manis dan gurih, serta
bertekstur lembut. Pada tingkat 10%, menghasilkan waffle berwarna coklat
sedikit kehijauan, beraroma khas waffle berpadu dengan pisang, rasa manis dan
gurih, memiliki kulit yang berongga, serta bertekstur lembut dan sedikit padat
saat sudah dingin. Pada tingkat 20%, menghasilkan waffle berwarna coklat agak
tua, aroma wangi pisang dengan khas waffle, rasa manis pahit gurih bercampur
jadi satu, memiliki kulit permukaan yang berongga, serta bertekstur padat dan
sedikit keras saat sudah dingin. Sedangkan pada tingkat 30%, waffle berwarna
coklat tua, aroma wangi khas pisang, rasa yang dihasilkan campuran manis
pahit gurih, kulit berongga, tekstur lebih padat dan keras saat sudah dingin.
Seluruh kue waffle yang diberi penambahan tepung kulit pisang raja, memiliki
bintik-bintik hitam yang didapatkan dari tepung kulit pisang raja dan warnanya
kurang menarik dibandingkan dengan kue waffle pada umumnya.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan pra eksperimen yang
dilakukan oleh peneliti, diharapkan pemanfaatan tepung dari limbah kulit
pisang menjadi lebih optimal karena dapat disubtitusikan dalam pembuatan kue
waffle yang nantinya bisa digunakan secara fungsional oleh masyarakat.
Umengetahui apakah kue waffle yang disubstitusikan dengan tepung kulit
pisang raja layak dan dapat diterima oleh masyarakat maka, harus dilakukan uji
kualitas inderawi menggunakan panelis agak terlatih dan uji kesukaan dengan
menggunakan panelis tidak terlatih. Selain itu, kue waffle yang rendah protein
dan serat ketika disubtitusikan dengan tepung kulit pisang raja yang tinggi akan
protein dan serat diharapkan dapat menaikkan kandungan gizi kue waffle
sehingga untuk mengetahui kandungan gizinya perlu dilakukan uji kandungan
protein dan seratnya. Alasan tersebut mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian dan mengangkatnya dalam bentuk skripsi dengan judul “Pengaruh
Substitusi Tepung Kulit Pisang Raja (Musa Paradisiaca ) Terhadap
Kualitas Inderawi Kue Waffle”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas mengenai penelitian pembuiatan


kue waffle dengan substitusi tepung kulit pisang raja dapat diidentifikasikan
rumusan masalah sebagai berikut :

1.2.1 Apakah ada pengaruh substitusi tepung kulit pisang raja terhadap kualitas
inderawi kue waffle 0%, 10%, 20%, dan 30% jika ditinjau dari tingkat
warna, aroma, tekstur, bentuk dan rasa?
1.2.2 Bagaimana tingkat kesukaan masyarakat terhadap kue waffle substitusi
tepung kulit pisang raja 0%, 10%, 20%, dan 30% ?
1.2.3 Bagaimana kandungan karbohidrat, protein dan serat pada kue waffle
substitusi tepung kulit pisang raja 0%, 10%, 20% dan 30%?

1.3 Batasan Masalah

Untuk membatasi permasalahan penelitian dan lebih terfokus serta tidak


meluas cakupannya, maka variabel permasalahan perlu dibatasi. Oleh karena
itu, dalam penelitian ini lebih difokuskan pada presentase tepung kulit pisang
dalam pembuatan kue waffle.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut :

1.3.1 Untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung kulit pisang raja terhadap
kualitas inderawi kue waffle 0%, 10%, 20%, dan 30% jika ditinjau dari
tingkat warna, aroma, tekstur, bentuk, dan rasa.
1.3.2 Untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap kue waffle
substitusi tepung kulit pisang raja 0%, 10%, 20%, dan 30%.
1.3.3 Untuk mengetahui kandungan protein dan serat pada kue waffle substitusi
tepung kulit pisang raja 0%, 10%, 20%, dan 30%.

1.5 Manfaat Penelitian

Berikut ini merupakan manfaat penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh


Substitusi Tepung Kulit Pisang Raja (Musa Paradisiaca) Terhadap Kualitas Kue
Waflle yaitu :

1.4.1 Memberikan pengetahuan mengenai pemanfaatan kulit pisang dengan


cara meningkatkan nilai ekonomis kulit pisang yaitu dengan cara
mengubah kulit pisang menjadi tepung kulit pisang.
1.4.2 Dengan memberikan informasi kepada masyarakat tentang substitusi
tepung kulit pisang raja diharapkan dapat membuka kesempatan untuk
berwirausaha kepada masyarakat dengan bahan yang mudah di dapat dan
harganya terjangkau.
1.4.3 Sebagai tambahan informasi mengenai aneka ragam olahan kue waffle
yang dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat.
1.6 Penegasan Istilah

Peneliti membatasi ruang lingkup objek penelitian dengan cara


penegasan istilah agar tidak terjadi penyimpangan dari pengertian dan
pemahaman tentang judul penelitian “Pengaruh Substitusi Tepung Kulit
Pisang Raja (Musa Paradisiaca) Terhadap Kualitas Kue Waffle”.
Penegasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :

1.6.1 Pengaruh

Pengaruh merupakan pengamatan yang dilakukan secara terperinci


yang bertujuan untuk mengetahui perubahan kue waffle setelah
disubstitusikan tepung kulit pisang raja sebanyak 0%, 10%, 20%, dan 30%.
Pengaruh substitusi tepung kulit pisang raja secara keseluruhan berguna
untuk mengetahui berapa besar perbedaan yang Nampak dari penambahan
tepung kulit pisang raja dalam pembuatan kue waffle ditinjau dari uji
indrawi dan kimiawi.

1.6.2 Substitusi

Substitusi merupakan upaya pembuatan makanan dalam pengadaan


penggantian bahan dasar produk makanan tertentu yang bertujuan untuk
memberikan sebuah inovasi atau ketergantungan. Untuk mengatasi
ketergantungan atau impor tepung terigu perlu diupayakan bahan
pensubstitusi yang dapat dibuat dari bahan lokal yang mudah ditemukan dan
alami salah satunya adalah kulit pisang. Susbtitusi yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah penggantian sebagian bahan utama tepung terigu
dengan tepung kulit pisang raja sebesar 0%, 10%, 20%, dan 30% dalam
pembuatan kue waffle.

1.6.3 Tepung Kulit Pisang

Tepung kulit pisang merupakan bubuk halus yang diperoleh dari


limbah organik kulit buah pisang. Dari hasil penelitian analisis kimia oleh
Munajim dalam buku Teknologi Pengolahan Pisang (1998), komposisi kulit
pisang adalah 69,8% air, 18,5% karbohidrat 2,11% lemak, 0,32% protein,
715 mg/100g kalsium, 117 mg/100g fosfor, 1,6 mg/100g besi, 0,12 mg/100g
vitamin B, dan 17,5 mg/100 vitamin C. Pada eksperimen penelitian ini,
tepung yang dibutuhkan adalah tepung kulit pisang raja karena yang terbaik
untuk diolah menjadi tepung dibandingkan kulit pisang jenis lainnya. Proses
untuk mendapatkan tepung kulit pisang adalah pencucian kulit pisang,
pengukusan, pengambilan daging kulit pisang, pengeringan dengan alat
pengering, penggilingan dan pengayakan dengan ayakan ukuran 80 mesh.

1.6.4 Kualitas Indrawi

Dalam buku Pengawasan Mutu Dan Keamanan Pangan (2016:7)


kualitas atau mutu adalah kumpulan sifat-sifat atau karakteristik
bahan/produk yang mencerminkan tingkat penerimaan konsumen terhadap
bahan tersebut. Sifat-sifat yang dinilai untuk mengukur kualitas adalah
berdasarkan sifat organoleptik atau uji indera atau uji sensori. Uji
organoleptik ini adalah pengujian suatu produk makanan dan minuman
dengan menggunakan alat indera manusia untuk menilai kualitas dan
kemanannya (Apriyantono et al., 2010:1). Indikator yang digunakan untuk
penelitian ini meliputi warna, aroma, tekstur, bentuk dan rasa yang akan
diujikan ke panelis.

1.6.5 Kandungan Gizi

Dalam Buku Prinsip Dasar Ilmu Gizi (2010:3) oleh Sunita Almatsier
berpendapat bahwa gizi merupakan ikatan kimia yang diperlukan tubuh
untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun,
memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan. Pada
penelitian ini, kandungan gizi dimaksudkan untuk mengukur zat gizi yang
terkandung dalam kue waffle dengan presentase substitusi yang berbeda-
beda. Kandungan yang dianalisis adalah karbohidrat, protein dan serat.

1.6.6 Kue Waffle

Menurut Pundi. K. (2016) waffle adalah adonan kue yang dimasak


dengan besi waffle atau cetakan waffle yng bermotif yang memberikan ciri
khas dan bentuk dari waffle. Umumnya waffle disajikan pada saat sarapan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diperoleh bahwa waffle merupakan
kudapan khas Belgia dengan adonan kue berbahan dasar tepung terigu yang
dimasak dengan besi waffle atau cetakan waffle yang bermotif untuk
memberikan bentuk dan ciri khas dari waffle itu sendiri. Kue waffle dalam
penelitian ini adalah kue waffle yang disubstitusikan dengan tepung kulit
pisang raja 0%, 10%, 20%, dan 30% yang proses pembuatannya dicetak
dengan cetakan waffle dan diberikan topping tertentu.

Anda mungkin juga menyukai